“Shimpisiolisis”
Disusun oleh :
Anisa Triya Rahmavianti 202005020
Simfisiolisis adalah kondisi yang jarang terjadi berupa pemisahan atau pemutusan
kedua tulang pelvis pada area simfisis pubis. Beberapa literatur menyebutkan juga
simfisiolisis sebagai symphysis pubis diastasis dan separated symphysis pubis (Racuun,
2016).
B. Etiologi
1) Faktor Hormonal
Pada tahun 1926, Frederick Hisaw pertama kali mendeteksi adanya relaksin
sebagai penyebab pemisahan simfisis pubis selama kehamilan pada beberapa spesies
hewan pengerat. Produksi relaksin yang dihasilkan pada wanita selama kehamilan
disimpan dalam korpus luteum, desidua, dan korion (Racuun, 2016).
Relaksin memainkan beberapa peran penting dalam kehamilan. Pertama,
melemaskan jaringan ikat kolagen dengan mengatur biosintesis organ target. Kerjanya
untuk menurunkan viskositas dan meningkatkan kadar air yang memungkinkan untuk
memperluas dan kehilangan kekakuan. Hal ini dapat meningkatkan relaksasi
miometrium dan dengan demikian membantu mencegah persalinan prematur.
Manfaat tambahan relaksin termasuk membantu dalam implantasi, proliferasi jaringan
ikat rahim memfasilitasi pertumbuhan rahim dan distensibilitas selama kehamilan,
pematangan serviks sehubungan dengan produksi progesteron, dan penghambatan
persalinan spontan. Tingkat relaksin biasanya tinggi pada paruh pertama kehamilan
dan akan berkurang sampai akhir kehamilan (Racuun, 2016).
Tingkat relaksin ditemukan secara signifikasn lebih tinggi pada pasien dengan
simfiolisis, dengan tingkat tertinggi ditemukan pada pasien dengan gejala klinis yang
paling parah. Hasil menunjukkan hubungan antara tingkat relaksin tinggi dan
simfiolisis. Bukti lebih lanjut yang mendukung hormon relaksin sebagai elemen
penyebab simfiolisis adalah eksaserbasi gejala pada saat ovulasi pada wanita yang
telah menderita simfiolisis setelah persalinan. Hormon relaksin bersama progesteron
pada kehamilan cenderung merelaksasi ligamen-ligamen dari tubuh dalam persiapan
kelahiran. Hormon tersebut membuat relaksasi dan melemaskan sendi-sendi
panggung sehingga persendian agak teregang, biasanya ukuran akan bertambah 3-4
mm (Racuun, 2016).
2) Faktor Biomekanik
Terjadi pemisahan secara paksa kedua bagian yang normalnya bergabung.
Definisi ini diterapkan pada pemisahan trauma simfisis selama persalinan dan telah
dikaitkan dengan partus presipitatus, ekstraksi forcep yang sulit, disproporsi
sefalopelvik, riwayat trauma, kelainan panggul sebelumnya atau yang telah ada,
multiparitas, persalinan yang sukar. Abduksio yang berlebihan saat melahirkan, setiap
keadaan yang dapat menimbulkan tekanan mendadak yang berlebihan simfisis pubis
(sendi simfisis), posisi litotomi juga dianggap sebagai penyebab karena sendi
kartilaginosa diregang berlebihan atau robek. Reis dan kawan-kawan mengulas 67
kasus simfiolisis terjadi pada 73% multipara, 39% dengan pelvik yang kaku, dan 67%
dengan bayi besar. Kothe dan kawan-kawan menyatakan bahwa ruptur simfisis pubis
pada persalinan spontan disebabkan intensitas kontraksi uterus ditambah persalinan
yang berlangsung cepat dan kurangnya fleksibilitas panggul tanpa adanya faktor
predisposisi lainnya. Multiparitas, persalinan forceps, persalinan sulit, distosia bahu,
dan kelainan kongenital juga meningkatkan risiko terjadinya ruptur pada simfisis
(Racuun, 2016).
C. Insiden
Insiden yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 1:521 - 30.000 kelahiran.
Barnes menemukan relaksasi panggul selama kehamilan pada 50-60% kasus. Dalam
penelitian lainnya, insiden simfisiolisis patologis setelah persalinan pervaginam antara 1
per 20.000 menurut Eastman dan Hellman, 1 dari 600 menurut Taylor dan Sons. Angka
kejadian semakin menurut dewasa ini karena penanganan obstetri yang lebih baik dan
meningkatnya seksio sesaria (Racuun, 2016).
D. Manifestasi Klinik
Gejala simfisiolisis dapat terjadi sejak awal kehamilan dan sampai akhir periode
postpartum. Simfisiolisis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul
berbagai keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk
menanggung berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil. Pasien hampir
selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki sehingga menyulitkan
pasien untuk berdiri atau berjalan, 72% melaporkan kesulitan seksual dan 53% memiliki
eksaserbasi nyeri pada saat ovulasi bulanan. Pada palpasi dapat dirasakan simfisis pubis
terpisah disertai edema atau hematom jaringan lunak. Pada vaginal toucher pemisahan
simfisis pubis teraba dan kadang-kadang disertai laserasi vagina (Racuun, 2016).
E. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif yaitu bedrest, pemasangan pelvic belt, dan pemberian obat-obatan
antinyeri. Dengan terapi konservatif, umumnya perbaikan akan tercapai dalam waktu
6-8 minggu, namun rasa nyeri masih bisa dirasakan sampai 8 bulan (Devika, 2017).
2) Operasi pemasangan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) atau pemasangan pen
yaitu dilakukan jika simfisiolisis berat, gagal tersambung kembali, atau jika terapi
konservatif gagal (Devika, 2017).
3) Fisioterapi untuk membantu memulihkan kondisi agar bisa beraktivitas normal
kembali (Devika, 2017).
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. ‘VW’ 29 TAHUN P2A0 POST PARTUM
I. Pengkajian
Tempat Pelayanan : RSUD Santhi Mulya
Tanggal/Jam Pengkajian : 13 Mei 2020/08.45 WITA
Bidan : Bidan ‘S’
No. RM : 12350
II. Data Subjektif
a. Identitas
Ibu Ayah
Nomor Telepon : 085 238 xxx xxx 087 864 xxx xxx
b. Keluhan
Ny. ‘VW’ datang ke RSUD Santhi Mulya dengan keluhan merasakan nyeri hebat
pada daerah supra-pubis, tidak mampu duduk karena nyeri tersebut, kesulitan buang
air kecil, dan merasakan sakit yang menjalar ke kaki. Ny. ‘VW’ melahirkan anak
keduanya 10 hari lalu secara spontan di PMB.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya
Pernikahan Ke :1
g. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah memiliki penyakit seperti diabetes, hipertensi, penyakit
jantung, dan penyakit menular.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit seperti
diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit menular.
h. Kebutuhan Biologis
1) Bernapas
2) Pola Makan
3) Pola Minum
4) Pola Eliminasi
Nyeri lain yang dirasakan : Ada, nyeri supra-pubis dan nyeri sampai ke kaki
j. Kondisi Psikologis
k. Sosial
l. Rencana
m. Pengetahuan
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,9o C
BB : 57 kg
TB : 160 cm
b. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah : Pucat
2) Mata
Sklera : Putih
3) Mulut
Bibir : Pucat
4) Leher
5) Payudara
Bentuk : Simetris
Puting : Menonjol
Pengeluaran : ASI
Kebersihan : Baik
6) Dada
Bentuk : Simetris
7) Perut
a) Inspeksi
b) Palpasi
8) Ekstremitas bawah
Tungkai : Simetris
c. Pemeriksaan Khusus
1) Inspeksi Genetalia
Kebersihan : Baik
2) Palpasi Genetalia
3) Inspeksi Anus
d. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin : 10 gr%
Makalah MK Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan Basic Life Support.
KOMPLIKASI YANG BISA TERJADI PASCA PERSALINAN. Luh Putu Ika Cahyani
Juniantari, 2020. Diakses melalui
https://www.academia.edu/43268721/Makalah_Komplikasi_Yang_Bisa_Terjadi_Pada_Ibu_Pasc
a_Bersalin