Anda di halaman 1dari 13

PAPER

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

“Shimpisiolisis”

Dosen Pengampu : Tria Wahyuningrum, S.SiT.,M.Kes

Disusun oleh :
Anisa Triya Rahmavianti 202005020

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


A. Definisi

Simfisiolisis adalah kondisi yang jarang terjadi berupa pemisahan atau pemutusan
kedua tulang pelvis pada area simfisis pubis. Beberapa literatur menyebutkan juga
simfisiolisis sebagai symphysis pubis diastasis dan separated symphysis pubis (Racuun,
2016).

B. Etiologi
1) Faktor Hormonal
Pada tahun 1926, Frederick Hisaw pertama kali mendeteksi adanya relaksin
sebagai penyebab pemisahan simfisis pubis selama kehamilan pada beberapa spesies
hewan pengerat. Produksi relaksin yang dihasilkan pada wanita selama kehamilan
disimpan dalam korpus luteum, desidua, dan korion (Racuun, 2016).
Relaksin memainkan beberapa peran penting dalam kehamilan. Pertama,
melemaskan jaringan ikat kolagen dengan mengatur biosintesis organ target. Kerjanya
untuk menurunkan viskositas dan meningkatkan kadar air yang memungkinkan untuk
memperluas dan kehilangan kekakuan. Hal ini dapat meningkatkan relaksasi
miometrium dan dengan demikian membantu mencegah persalinan prematur.
Manfaat tambahan relaksin termasuk membantu dalam implantasi, proliferasi jaringan
ikat rahim memfasilitasi pertumbuhan rahim dan distensibilitas selama kehamilan,
pematangan serviks sehubungan dengan produksi progesteron, dan penghambatan
persalinan spontan. Tingkat relaksin biasanya tinggi pada paruh pertama kehamilan
dan akan berkurang sampai akhir kehamilan (Racuun, 2016).
Tingkat relaksin ditemukan secara signifikasn lebih tinggi pada pasien dengan
simfiolisis, dengan tingkat tertinggi ditemukan pada pasien dengan gejala klinis yang
paling parah. Hasil menunjukkan hubungan antara tingkat relaksin tinggi dan
simfiolisis. Bukti lebih lanjut yang mendukung hormon relaksin sebagai elemen
penyebab simfiolisis adalah eksaserbasi gejala pada saat ovulasi pada wanita yang
telah menderita simfiolisis setelah persalinan. Hormon relaksin bersama progesteron
pada kehamilan cenderung merelaksasi ligamen-ligamen dari tubuh dalam persiapan
kelahiran. Hormon tersebut membuat relaksasi dan melemaskan sendi-sendi
panggung sehingga persendian agak teregang, biasanya ukuran akan bertambah 3-4
mm (Racuun, 2016).
2) Faktor Biomekanik
Terjadi pemisahan secara paksa kedua bagian yang normalnya bergabung.
Definisi ini diterapkan pada pemisahan trauma simfisis selama persalinan dan telah
dikaitkan dengan partus presipitatus, ekstraksi forcep yang sulit, disproporsi
sefalopelvik, riwayat trauma, kelainan panggul sebelumnya atau yang telah ada,
multiparitas, persalinan yang sukar. Abduksio yang berlebihan saat melahirkan, setiap
keadaan yang dapat menimbulkan tekanan mendadak yang berlebihan simfisis pubis
(sendi simfisis), posisi litotomi juga dianggap sebagai penyebab karena sendi
kartilaginosa diregang berlebihan atau robek. Reis dan kawan-kawan mengulas 67
kasus simfiolisis terjadi pada 73% multipara, 39% dengan pelvik yang kaku, dan 67%
dengan bayi besar. Kothe dan kawan-kawan menyatakan bahwa ruptur simfisis pubis
pada persalinan spontan disebabkan intensitas kontraksi uterus ditambah persalinan
yang berlangsung cepat dan kurangnya fleksibilitas panggul tanpa adanya faktor
predisposisi lainnya. Multiparitas, persalinan forceps, persalinan sulit, distosia bahu,
dan kelainan kongenital juga meningkatkan risiko terjadinya ruptur pada simfisis
(Racuun, 2016).
C. Insiden

Insiden yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 1:521 - 30.000 kelahiran.
Barnes menemukan relaksasi panggul selama kehamilan pada 50-60% kasus. Dalam
penelitian lainnya, insiden simfisiolisis patologis setelah persalinan pervaginam antara 1
per 20.000 menurut Eastman dan Hellman, 1 dari 600 menurut Taylor dan Sons. Angka
kejadian semakin menurut dewasa ini karena penanganan obstetri yang lebih baik dan
meningkatnya seksio sesaria (Racuun, 2016).

D. Manifestasi Klinik

Gejala simfisiolisis dapat terjadi sejak awal kehamilan dan sampai akhir periode
postpartum. Simfisiolisis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul
berbagai keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk
menanggung berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil. Pasien hampir
selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki sehingga menyulitkan
pasien untuk berdiri atau berjalan, 72% melaporkan kesulitan seksual dan 53% memiliki
eksaserbasi nyeri pada saat ovulasi bulanan. Pada palpasi dapat dirasakan simfisis pubis
terpisah disertai edema atau hematom jaringan lunak. Pada vaginal toucher pemisahan
simfisis pubis teraba dan kadang-kadang disertai laserasi vagina (Racuun, 2016).

Untuk mengetahui simfisiolisis dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik,


dan penunjang bila perlu dengan USG, rontgen, dan MRI. Setelah diagnosis simfisiolisis
ditegakkan, maka dokter akan memberikan penanganan disesuaikan dengan kondisi
pasien (Devika, 2017).

E. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif yaitu bedrest, pemasangan pelvic belt, dan pemberian obat-obatan
antinyeri. Dengan terapi konservatif, umumnya perbaikan akan tercapai dalam waktu
6-8 minggu, namun rasa nyeri masih bisa dirasakan sampai 8 bulan (Devika, 2017).
2) Operasi pemasangan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) atau pemasangan pen
yaitu dilakukan jika simfisiolisis berat, gagal tersambung kembali, atau jika terapi
konservatif gagal (Devika, 2017).
3) Fisioterapi untuk membantu memulihkan kondisi agar bisa beraktivitas normal
kembali (Devika, 2017).
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. ‘VW’ 29 TAHUN P2A0 POST PARTUM

HARI KE 10 DENGAN SIMFISIOLISIS

I. Pengkajian
Tempat Pelayanan : RSUD Santhi Mulya
Tanggal/Jam Pengkajian : 13 Mei 2020/08.45 WITA
Bidan : Bidan ‘S’
No. RM : 12350
II. Data Subjektif
a. Identitas

Ibu Ayah

Nama : Ny. ‘VW’ Tn. ‘YA’

Umur : 29 tahun 32 tahun

Suku Bangsa : Jawa, Indonesia Jawa, Indonesia

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMA SMA

Pekerjaan : Tidak Bekerja (IRT) Pegawai Swasta

Alamat Rumah : Jl. Souvenir No. 4 Jl. Souvenir No.4

Nomor Telepon : 085 238 xxx xxx 087 864 xxx xxx

Alamat Tempat Kerja : - -

No. Telepon T. Kerja : - -

b. Keluhan

Ny. ‘VW’ datang ke RSUD Santhi Mulya dengan keluhan merasakan nyeri hebat
pada daerah supra-pubis, tidak mampu duduk karena nyeri tersebut, kesulitan buang
air kecil, dan merasakan sakit yang menjalar ke kaki. Ny. ‘VW’ melahirkan anak
keduanya 10 hari lalu secara spontan di PMB.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya

No. Tgl Umur Jenis Peno- Anak Laktasi Keadaan Ket.


Partus Hamil Partus long Anak
1. 15/05/ Aterm Spontan Bidan L (3100) 1 tahun Hidup -
2018 gr
2. 03/05/ Aterm Spontan Bidan P (3400) ini Hidup -
2020 gr
d. Riwayat Persalinan Sekarang
1) Tanggal dan Jam Persalinan : 3 Mei 2020/09.27
2) Tempat Penolong Persalinan : Bidan
3) Komplikasi Pada Kala I : Tidak ada
4) Komplikasi Pada Kala II : Tidak ada
5) Komplikasi Pada Kala III : Tidak ada
6) Komplikasi Pada Kala IV : Tidak ada
e. Riwayat Pernikahan

Status Pernikahan : Sah

Pernikahan Ke :1

Lama Menikah : 3 tahun

f. Riwayat Pemakaian Kontrasepsi

Kontrasepsi : Suntik KB 1 bulan

Lama Pemakaian : 1,5 tahun

Tempat Pelayanan : Puskesmas

Keluhan : Tidak ada

g. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Lalu

Ibu mengatakan tidak pernah memiliki penyakit seperti diabetes, hipertensi, penyakit
jantung, dan penyakit menular.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit seperti
diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit menular.

h. Kebutuhan Biologis
1) Bernapas

Kesulitan Bernapas : Tidak ada

2) Pola Makan

Frekuensi : 3x/hari dengan porsi sedang

Komposisi : Nasi, sayur, tahu, ayam, tempe

Makanan Pantangan : Jamur

3) Pola Minum

Frekuensi/Volume : 7-8 gelas/hari

Jenis : Air mineral

4) Pola Eliminasi

BAK : 5 kali/hari warna kuning cenderung oranye

BAB : 1 kali/hari warna coklat lembek

5) Istirahat dan Tidur : 5 jam/hari sering terbangun karena nyeri


6) Aktivitas : Pekerjaan Rumah
7) Mobilisasi : Duduk sebentar, berdiri sebentar
8) Kebersihan Diri
Mandi : 2x/hari
Menggosok Gigi : 2x/hari
Keramas : 3x/minggu
Membersihkan Kelamin : Saat mandi, setelah BAK dan BAB
Mencuci Tangan : Setelah BAB dan BAK, saat makan
Mengganti Pakaian Dalam : 3x/hari
Mengganti Pembalut : 5x/hari
i. Rasa Nyeri

Afterpain : Ada, skala nyeri 1

Nyeri luka jahitan perineum : Tidak ada

Nyeri simfisis : Ada

Nyeri lain yang dirasakan : Ada, nyeri supra-pubis dan nyeri sampai ke kaki

Skala nyeri lain :4

j. Kondisi Psikologis

Perasaan klien saat ini : Cemas

Kemandirian : Memerlukan bantuan

Fase adaptasi psikologi : Taking Hold

k. Sosial

Hubungan dengan suami : Baik

Hubungan dengan anggota keluarga : Baik

l. Rencana

Menyusui secara eksklusif : Iya

Pengasuhan bayi : Sendiri

Pemakaian alat kontrasepsi : Suntik KB

Rencana mulai pemakaian : Setelah bayi berumur 30 hari

m. Pengetahuan

Bahaya masa nifas : Tahu

Cara memeriksa kontraksi : Tahu

Masase fundus uteri : Tahu


Cara menyusui yang benar : Tahu

ASI Eksklusif : Tahu

Cara merawat luka jahitan perineum : Tahu

Senam kegel dan senam nifas : Tahu

III. Data Objektif 14 Mei 2020 Pukul 14.15 WIB


a. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Lemas

Kesadaran : Compos mentis

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,9o C

BB : 57 kg

TB : 160 cm

b. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah : Pucat
2) Mata

Konjungtiva : Merah muda

Sklera : Putih

3) Mulut

Bibir : Pucat

4) Leher

Kelenjar Limfe : Normal


Kelenjar Tiroid : Normal

Vena Jugularis : Normal

5) Payudara

Bentuk : Simetris

Puting : Menonjol

Lecet pada Puting : Tidak Ada

Pengeluaran : ASI

Kebersihan : Baik

Bengkak : Tidak ada

6) Dada

Bentuk : Simetris

Retraksi : Tidak ada

7) Perut
a) Inspeksi

Bekas luka operasi : Tidak ada

Kandung kemih : Tidak penuh

b) Palpasi

Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat

Kontraksi uterus : Baik

Nyeri tekan : Tidak ada

8) Ekstremitas bawah

Tungkai : Simetris

Oedema : Tidak ada


Varises : Tidak ada

c. Pemeriksaan Khusus
1) Inspeksi Genetalia

Kebersihan : Baik

Pengeluaran Lokhea : Lokhea Serosa

Hematoma : Tidak ada

Jahitan Perineum : Baik, sudah kering

Luka Perineum : Redness

Tanda infeksi : Tidak

2) Palpasi Genetalia

Simfisis pubis terasa terpisah dan terdapat oedema.

3) Inspeksi Anus

Kondisi Anus : Normal

d. Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin : 10 gr%

Rontgen : Terdapat renggangan pada simfisis pubis


IV. Analisis
a. Diagnosis
Ny. ‘VW’ 29 tahun P2A0 postpartum hari ke-10 dengan Simfisiolisis
V. Penatalaksanaan Awal (Mandiri)
a. Memantau tanda tanda vital ibu
b. Memeriksa tanda dan gejala yang dirasakan ibu
c. Memantau skala nyeri yang dirasakan ibu
d. Memberikan support dan dukungan moral kepada ibu untuk mengurangi kecemasan
e. Menyarankan ibu untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai guna
melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis
Penatalaksanaan Rujukan (Kolaborasi)
a. Melakukan kolaborasi dengan tenaga medis dan dokter untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, dokter menegakkan diagnosis simfisiolisis.
b. Melakukan pemasangan pelvic belt
c. Melakukan kolaborasi dengan dokter apabila memerlukan tindakan operasi
d. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antinyeri, ibu diberikan
obat antinyeri bila merasakan sakit dan ibu bersedia mengonsumsinya.
e. Menyarankan ibu untuk bed rest
f. Berkolaborasi dengan tenaga fisioterapi apabila ibu membutuhkan terapi fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Makalah MK Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan Basic Life Support.
KOMPLIKASI YANG BISA TERJADI PASCA PERSALINAN. Luh Putu Ika Cahyani
Juniantari, 2020. Diakses melalui
https://www.academia.edu/43268721/Makalah_Komplikasi_Yang_Bisa_Terjadi_Pada_Ibu_Pasc
a_Bersalin

Anda mungkin juga menyukai