“ABORTUS IMINEN”
Disusun Oleh :
1.1.1. Pengertian
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan vaginal pada setengah awal
kehamilan. Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan hasil konsepsi masih dalam uterus dan viabel, dan
serviks tertutup (Nur Iliani,2013)
Abortus imminens ialah peristiwa ibu terancam kehilangan bayinya pada setengah
awal kehamilan, merupakan komplikasi tersering pada kehamilan dan merupakan beban
emosional yang serius, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan
berat badan lahir rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini,
namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat (Levano,2015)
Abortus imminens adalah wanita yang mengandung bayi hidup dengan usia
kehamilan kurang dari 24 minggu yang mengalami perdarahan vaginal dengan atau tanpa
nyeri abdomen ketika kondisi serviks masih tertutup (Nur Iliani, 2013)
Adanya perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai
nyeri perut ringan atau tidak sama sekali. Adanya gejala nyeri perut dan punggung belakang
yang semakin hari bertambah buruk dengan atau tanpa kelemahan dan uterus membesar
sesuai usia kehamil (Nur Iliani, 2013)
Menurut Sandwell and West Birmingham Hospital, Gejala abortus imminens yaitu:
1. Pendarahan Vagina
Bila ibu mengalami pendarahan vagina bisa berupa bercak ringan atau semburan
perdarahan dengan gumpalan bisa jadi ini gejala abortus imminens. Ibu mungkin
memperhatikan pendarahan saat pergi ke toilet sebagai noda merah muda, coklat atau mera di
atas kertas toilet. Setelah berbaring selama beberapa waktu, ibu mungkin mengalami
peningkatan pendarahan saat bangun, ini karena darah menggenang di vagina saat ibu
berbaring.
Gejala abortus imminens juga bisa seperti nyeri tipe haid ringan walaupun tidak selalu
ada. Nyeri dan kram ada di perut bagian bawah. Mereka mungkin berada di satu sisi, kedua
sisi, atau di tengah. Rasa sakitnya bisa sampai ke punggung bawah, bokong, dan alat kelamin.
Setelah mengalami dua hal di atas, ada baiknya ibu memastikan ke dokter kandungan
lewat pemindaian USG. Ini melibatkan
Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi kerentanan
otot-otot rahim.
Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
A. Tirah Baring
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens karena
cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik. Dokter umum meresepkan istirahat pada perdarahan hebat yang terjadi pada awal
kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang merasa hal tersebut perlu, dan hanya
satu dari tiga orang yang yakin hal tersebut bekerja baik.
Lamanya perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis
tidak mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa
istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama beberapa hari
dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh emosional.
Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat,namun tidak perlu
membatasi aktivitas ringan sehari-hari.
B. Abstinensia
Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus imminens, karena pada
saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh puting atau akibat stimulasi klitoris,selain
itu prostaglandin E dalam semen dapat mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan
kolonisasi mikroorganisme divagina.
C. Progestogen
Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah
satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus imminens
diduga dapat mencegah keguguran,karena fungsinya yang diharapkan dapat menyokong
defiensi korpus luteum gravidarum dan membuat uterus relaksasi.
Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen disebutkan
dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring,terlepas dari
kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus imminens mungkin dapat menyebabkan
missed abortion
Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal
trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang(65%) memiliki flora abnormal vagina. 7 dari 16
orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan 3 dari 7 wanita tersebut
mengalami perbaikan, tidak mengalami nyeri abdomen dan perdarahan vaginal tanpa
kambuh. disimpulkan bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak
menimbulkan anomali bayi.
G. Profilaksis Rh (rhesus)
Abortus imminens menurut Yeyeh (2010) dan Darma (2015) dapat berakhir pada
abortus inkomplet yang memiliki komplikasi dapat mengancam keselamatan ibu karena
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya
mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan Karena
infeksi berat (syok endoseptik).
Apabila juga kemungkinan komplikasi abortus imminens yang bisa terjadi adalah:
1. Anemia
Komplikasi abortus imminens yaitu anemia saat hamil dari kehilangan darah sedang
hingga berat, yang terkadang membutuhkan transfusi darah.
2. Infeksi
Infeksi juga bisa menjadi salah satu komplikasi abortus imminens sehingga ibu perlu
penanganan dari dokter.
3. Keguguran
Hal yang sangat tidak diinginkan oleh setiap ibu dan Ayah ketika komplikasi abortus
imminens terjadi yaitu keguguran. Dokter kandungan akan secara berhati-hati untuk
memastikan bahwa gejala yang muncul bukan karena kehamilan ektopik, komplikasi yang
berpotensi mengancam nyawa.
BAB 2
SOAP
Usia : 26 tahun
Agama : islam
Suku/bangsa : jawa
Usia : 27 tahun
Agama : islam
Suku/bangsa : jawa
Pekerjaan : TNI/AU
Klien mengeluh lemas, klien mengeluh perdarahan seperti haid, klien mengatakan
pusing, klien mengeluh sesak dan cepat lelah saat beraktivitas, klien mengatakan aktivitas
tergantungan oleh suami, klien mengatakan takut jika janin yang ada dikandungan tidak
berkembang dengan baik, klien mengatakan takut keguguran lagi seperti kehamilan anak
pertama, klien mengatakan tidak napsu makan, klien mengatakan bak 10 x/hari, klien
mengatakan nyeri dibagian perut bawah, klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, klien
mengatakan skala nyeri 6, nyeri dirasakan menetap dan hilang timbul.
Klien tampak berbaring ditempat tidur, klien terpasang infus dan kateter, tampak
bercak merah muda pada pembalut, vulva tampak lembab, tercium bau amis, hasil balance
cairan yaitu (-120cc), hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 127/80 mmhg,
nadi 82x/menit, suhu 36˚c, pernapasan 20x/menit, kulit tampak pucat, klien terdengar suara
bergetar saat menceritakan masa kehamilan pertama, klien tampak meringis kesakitan .
2.2.4 Diagnosa
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan hipovolemia tidak
terjadi
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah siastole 110-120 MmHg,
diastole 80-85 MmHg, Nadi 60-80 x/menit, Pernapasan 12-20 x/menit, Suhu 36,5˚c-
37,5˚c.
b. Akral hangat, tidak keluar keringet dingin
c. Mukosa bibir lembab
d. Tugor kulit elastis
e. Perdarahan kurang dari 100cc.
Penanganan Mandiri :
1. Kaji perdarahan pervagina : warna, jumlah pembalut yang digunakan, derajat aliran
dan banyaknya
2. Kaji adanya gumpalan darah
3. Kaji adanya tanda-tanda gelisah, taki kardia, hipertensi dan kepucatan
4. Observasi tanda-tanda vital
5. Kaji input dan output pasien
Penanganan Kolaborasi :
Pelaksanaan :
Pukul 13.16 melakukan pemasangan infus cairan RS : klien mengatakan sakit saat disuntik,
RO : klien telah terpasang infus cairan glukose + MgSo4 5 % per 20 tpm. Pukul 18.00 WIB
memberikan obat utragestron 200mg via oral RS : klien mengatakan sudah meminum
obatnya RO : obat utragestron 200mg telah diminum. Pukul 05.00 WIB mengobservasi
tanda-tanda vital RS : - , RO tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 76 x/menit, suhu 36,7˚c,
pernapasan 18x/menit.
Evaluasi :
Subjektif : klien mengatakan 4 kali ganti pembalut, klien mengatakan alirannya tidak deras,
pasien mengatakan lemas, pusing sedikit berkurang.
Objektif : klien tampak keluar darah berwarna merah tua sebanyak 10cc, tidak tampak
gumpalan darah dalam pembalut, tekanan darah 113/78 Mmhg, nadi 65 X/Menit, suhu
36,8˚c, pernapasan 18x/Menit, hasil hematocrit 38% dan hemoglobin 12,1 g/dL.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Penanganan Mandiri :
1. Kaji rasa sakit dan karakteristik, termasuk kualitas waktu lokasi dan intensitas nyeri
dengan menggunakan rentang intensitas pada skala 0-10
2. Berikan lingkungan yang nyaman pada pasien dalam ruangan
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Lakukan tindakan yang membuat klien merasa nyaman seperti ganti posisi, teknik
relaksasi
Penanganan Kolaborasi :
Pelaksanaan :
Pukul 14.05 WIB mengobservasi tanda-tanda vital pasien, RS : pasien mengatakan pusing,
RO: Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 127/80 MmHg, nadi 100
x/menit, suhu 36˚c,pernapasan 20x/menit. Pukul 19.45 WIB mengkaji rasa sakit dan
karakteristik, termasuk kualitas waktu, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan
rentang intensitas pada skala 0-10 RS : pasien mengatakan nyeri berkurang 5, pasien
mengatakan nyeri masih hilang timbul, nyeri dirasakan dibagian perut bawah RO : pasien
tampak berbaring ditempat tidur, tidak tampak wajah meringis.
Evaluasi :
Subjektif : klien mengatakan nyeri berkurang 5, pasien mengatakan nyeri masih hilang
timbul, nyeri dirasakan dibagian perut bawah.
Objektif : pasien tampak berbaring ditempat tidur, tidak tampak wajah meringis, tekanan
darah 119/78 mmhg, nadi 63x/menit, suhu 36,7˚c, pernapasan 20x/menit.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien dapat melakukan
aktifitas sesuai dengan toleransinya
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
pernapasan dan nadi
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah siastole 110-120
MmHg, diastole 80-85 MmHg, Nadi 60-80 x/menit, Pernapasan 12-20
x/menit, Suhu 36,5˚c-37,5˚c.
Penanganan Mandiri :
Pelaksanaan :
Pukul 14.10 WIB mengobservasi tekanan darah, nadi dan pernapasan RS : klien mengatakan
pusing RO : tekanan darah 127/80 mmhg, nadi 82 x/menit, pernapasan 20 x/menit. Pukul
14.45 WIB menganjurkan pasien agar bedrest RS : - RO : klien tampak berbaring ditempat
tidur dan terpasang kateter. Pukul 19.30 WIB mengkaji keluhan pasien RS : klien
mengatakan badannya masih terasa lemas, pusing sedikit berkurang. RO : klien tampak
berbaring lemas di tempat tidur.
Evaluasi :
Subjektif : klien mengatakan aktivitas tergantungan oleh suami, klien mengatakan badannya
masih terasa lemas, pusing sedikit berkurang.
Objektif : tekanan darah 104/65 mmhg, nadi 70x/menit, pernapasan 18 x/menit, pasien
tampak berbaring ditempat tidur, perineal hygiene dibantu.
Analisa : tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Williams obstetrics. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY, editors. 23rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2010.3.
Wahabi HA, Fayed AA, Esmaeil SA, Al Zeidan RA. Progestogen for treating threatened
miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2011 [cited 2012 Dec
10];12:CD005943.
Diyah,Elisa. (2017). Faktor risiko kejadian abortus spontan. Diambil pada 01 Mei 2019 pukul
17.07 WIB dari website https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia
Kusuma, Erika. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Abortus . diambil pada 01 Mei 2019
pukul 19.19 WIB dari website
https://www.academia.edu/11316812/asuhan_keperawatan_pada_ibu_abortus
Darma, Gde Kiki Sanjaya. (2015). Laporan Kasus Abortus Imminens Juni 2015 Faktor
Resiko, Patogenesis dan Penatalaksanaan. Diambil pada 07 Mei 2019 pukul 19.17 WIB dari
website https://isainsmedis.id