Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS

OLEH

ARINDA RIZKY FEBYANTARI

202006040012
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu
dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu
diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar
kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)

Definisi abortus menurut WHO adalah penghentian kehamilan sebelum janin


berusia 20 minggu karena secara medis janin tidak bisa bertahan di luar kandungan.
Sebaliknya bila penghentian kehamilan dilakukan saat janin sudah berusia berusia di atas
20 minggu maka hal tersebut adalah infanticide atau pembunuhan janin.

1.2 KLASIFIKASI
Menurut Mitayani, 2013
Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus, perdarahan
tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari, dan kehamilan
berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang mengalaminya
mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya
kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau janin mengalami
gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya perawatn untuk
meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien merupakan
tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus iminens adalah tirah
baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48 jamdengan observasi
cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam vagina.
Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi
uterus dikerjakan pada stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu
kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak senggama selama periode
ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi uterus
yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan dengan
menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua bahan yang
dikirim untuk pemeriksaan histologi. Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput ketuban
dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan berhenti,
serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir selalu
plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti halnya
pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak segera berkurang
sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama seperti
pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus harus segers dilakukan
setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Perhatian
khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin
diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-
negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan per
vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada dalam
rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara menjadi lebih kecil dan
lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’
hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat terlihat keluar dari
dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan menghilang.
Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan plasennta kadang-
kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan
akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter
beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi spontan.
Namun demikian, wanita meminta dokter untuk mengeluarkannya secepat
mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan ini
memberikan situasi yang sangat sulit.

f. Abortus akibat inkompetensi serviks


Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi tanpa
rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya, abortus dapat
dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut kantong (purse-string
suture) yang dilakukan dengan pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu
antara rugae vagina dan serviks yang licin (jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut
dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong
sehingga persalinan spontan diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan
jahitan Shirodkar mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih abortus
spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih dari satu
(multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal saluran
genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis (abortus ilegal
yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab infeksi yang paling serius
karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah keberadaan
produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati di dalam rahim. Infeksi
dapat menyerang endometrium dan menyebar ke bagian lain secara langsung atau
tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia.

2. Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja dilakukam dengan


memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan terapeutik (bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu) maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis
Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.

1.3 ETIOLOGI
1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus dini
dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom.
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau halangan terhadap
pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi kongenital,
prolapsus atau retroversio uteri.
3. Kerusakan pada serviks skibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau akobat
tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
4. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat: penyakit mencakup infeksi virus
akut, panas tinggi, dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit cacar.
Nefritis kronis dan gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada
metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan janin akan
mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik, akan
mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan
menyebabkan aortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual,
khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan
menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progedteron diperkirakan sebagai
penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu, yaitu pada saat
plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikomatik: stres dan emosi yang kuat diketahhui dapat mempengaruhi
fungsii uterus lewat sistem hipotalamus-hipofise. Banyak dokter obstetri yang
melaporkan kasus-kasus abortus spontan dengan riwayat stres, dan biasanya mereka
juga menyebutkan kehamilan yang berhasil baik (pada wanita dengan riwayat stres
berat) setelah kecemasan dihilangkan.

1.4 MANIFESTASI KLINIS


Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang terlambat, juga
sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah
(Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai
berikut
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah teertutup,
ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang berbau busuk dari
ostium.
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada uteri,
besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.

1.5 PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga
menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta
mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8
sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak
dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, adakalanya
kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap.
Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
Pathway

Abortus (mati janin <


Fisiologi organ 16-28 minggu/BB <
terganggu. Penyakit 400-1000 gram)
Ibu/Bapak.

Abortus spontan Abortus provokatus

Intoleransi aktivitas
 Ab. Imminens  Ab. Medisnalis
 Ab. Insipiens  Ab. Kriminalis
 Ab. Inkompletus Gangguan rasa
 Ab. Kompletus nyaman
 Missed Abortion
Nyeri abdomen

Curetase(ab.inkompletus) Kurang pengetahuan Ansietas

Post anastesi Jaringan Resiko infeksi


terputus/terbuka

Penurunan syaraf
oblongata Nyeri Invasi bakteri
Gangguan pemenuhan
Penurunan syaraf ADL
vegetatif Perdarahan
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu stelah
kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

1.7 KOMPLIKASI
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis kelamin.
2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi kesehatan
saat ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
c. Pengkajian fungsional Gordon
Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah sakit
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola personal hygiene
6) Pola aktivitas
7) Pola kognitif dan persepsi
8) Pola konsep diri
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola penanganan masalah stress
12) Pola keyakinan dan nilai-nilai
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan kesadaran umum
2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
3) Pemeriksaan head to toe
e. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
stelah kehamilan.
2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Resiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan sekunder

2.3 NCP

No. Tujuan dan kriteria Diagnosa Intervensi


hasil
1. Tujuan Nyeri b/d kontraksi a. Monitor KU dan
Tidak ada tanda-tanda pengeluaran hasil TTV pasien
nyeri pada pasien konsepsi b. Kaji nyeri (PQRST)
Kriteria Hasil c. Kolaborasi
a. Skala nyeri 1-2 pemberian obat anti
b. Tidak ada nyeri nyeri
tekan
2. Tujuan Intoleransi a. Monitor TTV
Dapat aktivitasberhubungan b. Batasi aktivitas klien
mempertahankan atau dengan kelemahan c. Observasi penyebab
meningkatkan fisik kelemahan diri pasien
aktivitas.
Kriteria Hasil
a. Melaporkan
peningkatan
toleransi aktivitas
(termasuk aktivitas
sehari-hari).
b. menunjukkan
penurunan tanda
intolerasi
fisiologis,
misalnya nadi,
pernapasan, dan
tekanan darah
masih dalam
rentang normal.
3. Tujuan Gangguan integritas a. Observasi KU dan
Meminimalisir kulit berhubungan TTV
gangguan integritas dengan infeksi virus b. Anjurkan pasien
kulit Varicella Zoster menggunakan pakaian
Kriteria Hasil : yang longgar
1. Integritas kulit c. Jaga kebersihan kulit
yang baik bisa d. Hindari kerutan pada
dipertahankan tempat tidur
2. Mampu
melindungi
dan menjaga
kelembaban
kulit

4. Tujuan Ansietas a. Anjurkan


Menghilangkan rasa berhubungan dengan keluarga untuk
khawatir dan kecewa stress; kondisi diri menemani pasien
Kriteria hasil: dan janin. b. Lakukan
1. Postur tubuh , back/neck rub
ekspresi wajah, c. Identifikasi
bahasa tubuh dan tingkat
tingkat aktivitas kecemasan pasien
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
2. Klien mampu
mengidentifikasi
dan menunjukkan
teknik mengontrol
cemas
K
K
DAFTAR PUSTAKA

Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate OfElsefer.

Farrer, Helen. 2009. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Mitayani, 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika: Jakarta

Nurarif, Kusuma.2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-
NOC. Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai