Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

OLEH
ARINDA RIZKY FEBYANTARI
202006040012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI
TAHUN 2020
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari
yang di sertai perubahan konsistensi tinja cair, lendir atau darah. Diare sampai dengan
saat ini masih termasuk masalah kesehatan terbesar di dunia apalagi bagi negara
berkembang karena angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi. Penyakit
menular merupakan perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor
tersebut terdiri dari lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan
pejamu (host) (Wong, 2009).

Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di


seluruh dunia dan semua kelompok usia dapat terserang di Dunia terdapat kurang
lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya (Wong, 2009).

Penyakit diare untuk di RSUD Prof. W. Z. Johanes Kupang ruangan Kenanga


6 bulan terakhir ini terhitung dari bulan Desember tahun 2018 sampai bulan Mei
tahun 2019 dengan jumlah kasus untuk bulan Desember 5 kasus, bulan Januari 5
kasus, bulan Februari 1 kasus, bulan Maret 3 kasus, bulan April 2 kasus, bulan Mei 1
kasus jumlah semua kasus terhitung dari bulan Desember tahun 2018 sampai bulan
Mei 2019 17 kasus (Register Ruangan Kenanga, 2018).

Dampak yang terjadi pada penderita diare: dehidrasi terjadi gejala awal yang
bisa diperhatikan adalah ubun-ubun bayi atau anak cekung, tidak mengeluarkan air
mata ketika menangis, popok tetap kering setelah beberapa jam, kurang aktif, rewel,
dan mudah mengantuk. Hipokalemia kondisi ketika kadar kalium dalam darah berada
di bawah batas normal. Hipoglikemia adalah kekurangan kadar gula plasma dan
hipoglikemia bisa menyebabkan kerusakan pada otak dan kematian. Malnutrisi energi
protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik (Hassan & Alatas, 2002).

Beberapa upaya yang dapat di lakukan pada pasien dengan diare di antaranya
penuhi kebutuhan cairan tubuh pertolongan 2pertama diare yang bisa di lakukan adalah
konsumsi minuman yang mengandung elektrolit seperti oralit. Oralit terdiri dari
campuran air dengan gula dan garam yang berfungsi untuk menggantikan elektrolit.
Sementara itu bayi atau anak dengan diare upayakan untuk tetap menyusui lebih
sering. Konsumsi asupan yang tepat yaitu makanan yang rendah serat dan solid agar
segera menyembuhkan penyakit diare (Wong, 2009)

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit Diare, rumusan
masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Diare?”

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Febris sesuai standar keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengkajian pada pasien dengan Febris beserta keluarganya.
b) Mampu menganalisa data pada pasien dengan Febris
c) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Febris
d) Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien Febris
e) Mampu melaksanakan implementasi pada pasien Febris
f) Mengetahui evaluasi pada pasien dengan Febris

1.4 MANFAAT
a. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit Febris dan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Febris.

b. Bagi Pasien dan Keluarga


Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan
pada pasien Febris.
3

c. Bagi Institusi Pelayanan


Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk
mencapai tingkat asuhan keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu
pasien khusus penderita Febris.

d. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien
Febris terutama dibidang dokumentasi asuhan keperawatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses.Diare


pada anak dapat bersifat akut atau kronik (Carman, 2016)

Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus (Wong, 2009).

Diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi di
sertai muntah-muntah atau ketidaknyaman abdomen (Muttaqin & Sari, 2011).

2.2 ANATOMI FISOLOGI


1) Anatomi sistem pencernaan
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :

1) Bagian luar yang sempit atau vestibula


4 yaitu diruang antara gusi, bibir dan
pipi.
2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan


kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.

c. Esofagus (kerongkongan)

Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak


dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang
punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam
abdomen ke lambung.

d. Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang


paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :

1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri


osteum kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
notura minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter
pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus
anterior.
e. Usus halus

5
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan
makanan.

Usus halus terdiri dari :

1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.

f. Usus besar/interdinum mayor

Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:

1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati,
panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28
cm.
5) Kolon desenden. 6
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati
7
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan
permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price & Wilson, 1994).

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak


dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti (Price & Wilson, 1994).

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz,
2000)

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan
dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari,
terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
8 dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)

2.3 ETIOLOGI

Penyebab utama diare akibat virus adalah rotasi virus banyak organisme
yang menyebabkan diare akibat bakteri, yaitu campylobacter, shigella,
salmonella, staphylococcus aureus dan escherichia coli. Salah satu agen parasit
yang paling sering menyebabkan diare pada anak. Kebanyakan organisme
patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal, oral melalui makanan
atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang
erat. Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi
dan merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri
atau parasit yang patogen (Akton, 2014).

1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping
itu bisa terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
 Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
9
terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
 Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang
terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.

2.4 KLASIFIKASI

Menurut Wong, (2009) Diare dapat diklasifikasikan menjadi:


a. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita.
Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-
tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam
traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri (berlangsung kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
Diare infeksius akut (Gastroenteritis Infeksiosa) dapat disebabkan oleh
virus, bakteri dan parasit yang patogen.
b. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari). Kerap
kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi,
penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makan,

intoleransi laktosa, atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi
dalam usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2
minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab dan
bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang paling
sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel
Pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak yang
menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan pada
anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah dalam
fesesnya serta tidak tampak infeksi1 enterik.
0
2.5 PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3. Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu


diare akut dan diare kronis:

a. Diare akut
 Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri
perut
 Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
 Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit

b. Diare kronik 1
 1 makan
Penurunan berat badan dan napsu
 Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
 Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

 Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
 Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
 Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
 Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
 Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
 Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
 Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

2.7 KOMPLIKASI

Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat


terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:

1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa


(asidosis metabolic), karena:

Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.

Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang


terlalu lama 1
2
Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
adanya hiperstaltik.

2. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik.
Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran
menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita meninggal.

3. Hiponatremia

Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi darin
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi, koreksi Na
dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pasien yang dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang


yaitu antara lain: pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, jumlah leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin,
pemeriksaan tinja (makroskopis dan mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam
tinja, Biakan dan resistensi feses (colok dubur)) dan foto x-ray abdomen.
Pasien dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama
bakteri yang invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah
putih. Neutropenia dapat timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin
diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh. Pemeriksaan tinja di lakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja
1
yang menunjukan adanya infeksi 3bakteri, adanya telur cacing dan parasit
dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga
bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di
periksa tinja untuk pengukuran toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau
sigmoidoskopi perlu di pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien
dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut perristen. Pada sebagian
besar, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal (Wong,
2009).

2.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan diare akut adalah sebagai berikut :


1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:

1) Jenis cairan yang hendak digunakan.


Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.

2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.


Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Derajat dehidrasi ringan,
sedang, berat dapat dinilai dengan Skor Mourice King.

1
4
Menilai tingkat dehidrasi ringan sedang berat dengan menggunakan Skor
Maurice King, sebagai berikut :

Keterangan:

 Nilai 0-2 : dehidrasi ringan


 Nilai 3-6 : dehidrasi sedang
 Nilai 7-12: dehidrasi berat

2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan :

a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh.
b. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
3. 1
Obat-obatan yang diberikan pada anak diare adalah:
5
a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan dengan


pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98)

Adapun hal-hal yang dikaji meliputi :

a. Identitas Klien
1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor medical record.
2) Identitas klien
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Bab cair lebih dari 3x.

2. Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair
berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur
lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu
1
makan menurun, suhu badan meningkat,
6 volume diuresis menurun dan gejala
penurunan kesadaran.

3. Riwayat Keperawatan Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, dll.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun
2) Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi dan suhu
tubuh.
3) Keadaan sistem tubuh
a. Mata : cekung, kering, sangat cekung
b. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan tidak bisa minum
c. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
d. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
e. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
f. Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam).

1
7
3.2 DIAGNOSA

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare / output berlebih dan intake yang kurang.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.

3.3 NCP

1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan skunder terhadap diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
24 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cekung, UUB
tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit

b. Pantau intake dan output


1
8
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

c. Timbang berat badan setiap hari


R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt.

d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

e. Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).

2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
seimbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


diare/output berlebih dan tidak adekuatnya intake.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

- Nafsu makan meningkat


- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat


tinggi, berlemak dan air terlalu panas
1 atau dingin)
9
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


- terapi gizi : Diet TKTP rendah serat
- obat-obatan atau vitamin
R/ Mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh

3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak


sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :

- Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


- Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio laesa)
Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)

2) Berikan kompres hangat


R/ Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik


2
0
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4) Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama 3 x 24 jam integritas
kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga


- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan
benar
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah


dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga
tak terjadi iskemi dan irirtasi .

DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta

Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC.


Jakarta. 2
1
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

2
2

Anda mungkin juga menyukai