Anda di halaman 1dari 19

ENDOMETRITIS

1.Ninda Laras P27220015159


2.Zuvita Tahta P27220015178

D-IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
ETIOLOGI
Menurut Varney, H. (2001)
 Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya
ketuban.
 Pecahnya ketuban berlangsung lama.
 Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan
disertai pecahnya ketuban.
 Teknik aseptik tidak dipatuhi.
 Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara
manual).
 Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
 Kelahiran secara bedah.
 Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
KLASIFIKASI (Wiknjosastro,2002)
ENDOMETRITIS AKUT ENDOMETRITIS KRONIS

Gejalanya : Gejalanya :
1.Demam 1. Flour albus yang keluar dari ostium.
2.Lochea berbau : pada endometritis post 2. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan
abortum kadang-kadang keluar flour yang menorrhagi.
purulent.
3. Lochea lama berdarah malahan terjadi
metrorrhagi.
4.Kalau radang tidak menjalar ke
parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :
Uterotonika. Terapi :
Istirahat, letak fowler. Perlu dilakukan kuretase.
Antibiotika.
PATOFISOLOGI
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium.
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas
pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan
darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang
meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit.
Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari penyebaran infeksi dari
saluran kelamin yang lebih rendah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat
diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Endometritis akut dicirikan oleh
kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometritis kronis dicirikan
oleh kehadiran plasma sel dan limfosit dalam stroma endometrium. Dalam
populasi nonobstetric, penyakit inflammatory panggul dan prosedur invasive
adalah predisposisi yang paling umum untuk endometritis akut. Dalam populasi
obstetri, infeksi setelah bersalin adalah penyebab paling umum.
Menurut Varney (2001),tanda dan gejala
Endometritis meliputi :

 Takikardi 100-140bpm
 Menggigil
 Nyeri tekan uterus yang
meluas secara lateral
 Sub involusi
 Distensi abdomen
 Jumlah sel darah putih
meningkat
 Lokea sedikit dan tdk
berbau
MANIFESTASI KLINIK

Demam (38,7-40ᵒC)

Nyeri perut bawah

Perdarahan pada vagina

Lochia berbau
FAKTOR RESIKO

Abortus

Persalinan yg lama maupun C-Section

Prosedur medis yg invasive :


Histeroskopi,pemasangan IUD,dan kuretase
PATHWAY Keputihan lama,
pemasangan/
pelepasan IUD Demam
Hubungan seks
pasca partus
Termostat
hipotalamus

Kuman masuk melalui endoserviks


PGE2

Infeksi lewat jalan limfe/


lewat trombofeblitis Asam arakhidonat

Pirogen endogen (IL-1, IL-


Infeksi ke endometrium 6, TNF a
leukositosis

Gangguan Edem dan hiperemesis


perdarahan Infeksi terus endometrium
menerus

Metrogia menometrogia Reaksi dolor


Meluas ke
dan kalor
mynometrium.
Perimetrium
<< cairan
Lokhea berbau/
Peritonitis leukore bernanah
Kompensasi

Nyeri tekan lepas


Takikardi
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
ENDOMETRITIS
PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
a. Malaise, letargi.
b. Kelelahan/keletihan yang terus menerus.
2. Sirkulasi
a. Takikardi.
3. Eliminasi
a. Diare mungkin ada.
b. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
4. Integritas ego
a. Ansietas jelas (poritunitis).
5. Makanan atau cairan
a.Anoreksia, mual/muntah.
b.Haus, membran mukosa kering.
c.Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).
6. Neurosensori
a. Sakit kepala.
7. Nyeri/ketidaknyamanan.
a. Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen.
b. Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.
c. Nyeri/kekakuan abdomen.
8. Pernapasan
a. Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).
9. Keamanan
a.Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam
pascapartum.
b.Menggigil.
c.Infeksi sebelumnya.
d.Pemajanan lingkungan.
10. Seksualitas
a. Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama.
b. Hemorargi pascapartum.
c. Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
d. Subinvolusi uterus mungkin ada.
e. Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.
11. Interaksi sosial
a. Status sosio ekonomi rendah.
1. Diagnosa Keperawatan I:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Intervensi :
1)Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum dan pascapartum.
2)Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien
dan
pengunjung.
3)Berikan dan instruksikan klien dlm hal pembuangan linen
terkontaminasi.
4)Demonstrasikan massase fundus yang tepat.
5)Pantau suhu, nadi, pernapasan.
6)Observasi/catat tanda infeksi lain.
7)Pantau masukan oral/parenteral.
8)Anjurkan posisi semi fowler.
9)Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan dada.
10)Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa mulut bayi
terhadap adanya bercak putih.
11)Kolaborasi dengan medis.
2. Diagnosa Keperawatan II:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.

Intervensi :
1)Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan
vitaminC bila masukan oral dibatasi.
2) Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup dan
cairan nutrisi lain.
3) Anjurkan tidur/istirahat adekuat.
4)Kolaborasi dengan medis.
Berikan cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi.
Berikan parenteral zat besi dan atau vitamin sesuai
indikasi.
Bantu penempatan selang nasogastrik dan Miller
Abbot.
3. Diagnosa Keperawatan III :
Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat
infeksi.
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri.
2) Berikan instruksi mengenai membantu
mempertahankan kebersihan dan
kehangatan.
3) Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi.
4) Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien
memungkinkan.
5) Kolaborasi dengan medis:
a) Berikan analgesik/antibiotik.
b) Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan
lampu pemanas/rendam duduk sesuai indikasi.
4. Diagnosa Keperawatan IV:
Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua
berhubungan dengan interupsi pada proses pertalian,
penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri.
Intervensi:
1)Berikan kesempatan untuk kontak ibu bayi kapan saja
memungkinkan.
2)Pantau respon emosi klien terhadap penyakit dan
pemisahan dari bayi, seperti depresi dan marah.
3) Anjurkan klien untuk menyusui bayi.
4) Observasi interaksi bayi-ibu.
5) Anjurkan ayah/anggota keluarga lain untuk merawat
dan berinteraksi dengan bayi.
6) Kolaborasi dengan medis.

Anda mungkin juga menyukai