Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih,2010). Istilah usus buntu

yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntusebenarnya

adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun sektorik di saluran

pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun

yang jelas (syamsyuhidayat, 2005). Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi

farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan

memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi

dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri

masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum

atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka

akan memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga

akan memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks

adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).

Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.

Namun, dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal

ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit

harian (Santacroce,2009).Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan

beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens

apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen

lainya (Depkes 2008).

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit Apendisitis, rumusan
masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Apendisitis ?”
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Apendisitis sesuai standar keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengkajian pada pasien dengan Apendisitis beserta keluarganya.
b) Mampu menganalisa data pada pasien dengan Apendisitis
c) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Apendisitis
d) Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien Apendisitis.
e) Mampu melaksanakan implementasi pada pasien Apendisitis
f) Mengetahui evaluasi pada pasien dengan Apendisitis
1.3 Manfaat
1) Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan dalam
penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit Apendisitis dan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Apendisitis
2) Bagi Pasien dan Keluarga
Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan pada pasien
Apendisitis.
3) Bagi Institusi Pelayanan
Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk mencapai
tingkat asuhan keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu pasien khusus penderita
Apendisitis.
4) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien Apendisitis terutama
dibidang dokumentasi asuhan keperawatan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan

merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan

menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks yaitu

suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian

inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi

akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum

untuk bedah abdomen darurat.

Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan

akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa

mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu

bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan

menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu

besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan

bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak

mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir

(http://www.google.com).

Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks

vermi formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang

terletak di perut kuadran kanan bawah.

7
2.2 ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi

Apendiks (usus buntu) merupakan bagian dari usus besar yang

muncul seperti corong dari akhir seikum pintu keluar yang sempit tetapi

masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Vertikulum

seperti cacing dengan panjang mencapai 18 cm terbuka ke arah seikum

sekitar 2,5 cm di bawah katub ileosekal. Apendiks tergantung menyilang

pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak

horizontal di belakang pada seikum sebagai suatu organ pertahanan

terhadap infeksi, kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif

yang menimbulkan perforasi dibandingkan ke dalam rongga abdomen.

GAMBAR.1 Gambaran Anatomi Usus Besar

Sumber : Sylvia A. Price, 1994.


2. Fisiologi

a. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus

besar, bagian-bagian usus halus :

1) Duodenum

Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm,

berbentuk seperti sepatu kuda melengkung pada lingkungan ini

terdapat pancreas.

2) Yeyenum dan ileum

Mempunyai panjang sekitar 6 cm, dua perlima atas adalah

(yeyenum) dengan panjang 2-3 cm dan ileum dengan panjang 4-

5 cm.

Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen

posterior dengan perantara lipatan pertonium yang berbentuk

kipas dikenal sebagai mesenterium.

b. Usus besar

Panjangnya 1,5 lebarnya 5-6 cm, bagian-bagian usus besar.

1) Seikum

Dibawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk

seperti cacing sehingga disebut umbel cacing panjangnya 6 cm.

2) Kolon asenden

Panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan

membujur ke atas dari ileum ke bawah hati.

3) Apendiks (usus halus)


Bagian dari usus besar muncul seperti corong dari akhir seikum

mempunyai pintu keluar yang sempit tapi memungkinkan dapat

dilewati oleh beberapa isi usus.

4) Kolon transfersum

Panjangnya 38 cm membujur dari kolon asenden sampai ke

kolon desenden berada dibawah abdomen sebelah kanan terdapat

flektura hepatica dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis.

5) Kolon desendens

Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,

membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke

depan ileum kiri bersambung denga kolon sigmoid.

6) Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari desenden terletak miring dalam rongga

pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S ujung

bawahnya berhubungan dengan rectum.

7) Rektum

Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis di

depan os sakrum dan os koksigis.

8) Anus

Bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar (udara luar) terletak didasar pelvis dindingnya

diperkuat oleh 3 spinter yaitu : spinter Ani Interus bekerja tidak


menurut kehendak, spinter levatop Ani bekerja juga tidak menurut

kehendak, spinter ani eksternals bekerja menurut kehendak.

2.3 ETIOLOGI

Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan

sebagai penyebabnya adalah (obstruksi lumen apendiks faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus, kebiasaan makan-makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit) (Sjamsuhidayat,

2004).

2.4 KLASIFIKASI

2.5 PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan obstruksi lumen

apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obat yang

diberikan adalah antibiotik profilaksia untuk mengurangi luka sepsis pasca

operasi yaitu metronidazol supositoria.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan edema, diapedesis, bakteri dan ulserasi mukosa. Pada

saat ini terjadi apendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri epigastrum.

Bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi, edema bertambah dan bakteri akan

menembus dinding peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.


Keadaan ini disebut dengan apendisitis suparaktif akut.
Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang.

Omentum pada anak-anak lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi. Sedangkan pada

orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh

darah (Mansjoer, 2000).

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut

: nyeri kuadran kanan bawah disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia,

pada titik mc. Burney nyeri tekan setempat karena tekanan, leukosit PMN

meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal padat, suhu kurang lebih 37,50

– 38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri (Mansjoer, 2000).

2.7 KOMPLIKASI

Komplikasi utama apendisitis adalah sepsis yang dapat berkembang

menjadi : perforasi, abses, peritonitis. Perforasi secara umum terjadi 24 jam


setelah nyeri. Gejala nyeri antara lain demam suhu 37,5 0 C – 38,50 C atau

lebih tinggi, penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding

perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi ileus, demam, malaise, dan leokositosis (Schwartz, Seymour I,

2000).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut

b. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan

non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal

c. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah

yang dapat menyerupai nyeri kuadran kanan bawah karena iritasi saraf

T10, T11, T12

d. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius

berat (Carpenito, Lynda Juall : 1998)

2.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut

atau kronis.

Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical)

dan pembedahan (surgical).

3. Non bedah (non surgical)

Penatalaksanaan ini dapat berupa


:

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses

pasase makanan

c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva

pada makanan

d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi,

coklat, dan jus jeruk

e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah

masalah refluks nonturnal

f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal


g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient

tekanan gastro esophagus

h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat

memperberat esofagistis

4. Pembedahan

Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-

hal sebagai berikut :

Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan

atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke

lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar apendiks

diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum

dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan

kebocoran intra abdomen dan sepsis.

Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup.

Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka sepsis pasca

operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

A. Pengumpulan Data

1. Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, no. register, tanggal MRS, tanggal pengkajian, diagnosa medis.

Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar keperut kanan
bawah.timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri dipusat atau diepigastrium, nyeri dirasakan terus menerus keluhan yang menyertai
antara lain mual muntah, panas

Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya klien mengeluh nyeri perut dikuadran kanan bawah, mual, muntah, anorexia
dan demam pada klien post operasi ditemukan nyeri pada luka operasi, klien merasa lemah,
pemulihan kesadaran

Riwayat Penyakit Dahulu


Kemungkinan klien pernah menderita atau mengalami gangguan pencernaan
kebiasaan klien kurang mengkonsumsi makanan yang berserat, sering mengalami gangguan
BAB seperti konstipasi atau sebaliknya

Riwayat Penyakit Keluarga


Appendisitis bukan merupakan penyakit keturunan ataupun penyakit menular seperti
penyakit lainnya

Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

Pola-Pola Fungsi Kesehatan


Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus appendicitis biasanya klien tidak mengetahui tentang penyakit yang
diderita sehingga untuk perlindungan terhadap kesehatan kurang.

Pola Nutrisi dan Metabolisme


Biasanya klien mengalami gangguan pada pemenuhan kebutuhan makan dan minum
Karena proses penyakit yang diderita yang menyebabakan mual, muntah dan anorexia pada
pasien appendisitis

Pola Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan eliminasi terutama pada awitan awal dengan gejala
konstipasi bisa juga mengalami diare pada penyakit appendicitis

Pola Tidur dan Istirahat


Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur Karena rasa nyeri yang
dirasakan sehingga menimbulkan rasa ketidaknyamanpada daerah abdomen pada pasien
appendisitis

Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, maka keterbatasan gerak pada kasus appendicitis terganggu
begitu juga dengan aktivitas sehari-hari klien dapat terganggu Karena tanda dan gejala yang
muncul

Pola Hubungan dan Peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap sehingga untuk berinteraksi dengan keluarga sedikit terganggu
begitu juga dengan masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada klien appendicitis timbul rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien dengan appendicitis untuk masalah penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa, peraba tidak terganggu akan tetepi jika sebelumnya sudah mengalami gangguan
maka disebabkan bukan Karena penyakit appendisitis

Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien appendicitis biasanya tidak dapa melakukan hubungan seksual
dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan, dapat menganngu pola reproduksi seksual.

Pola Penanggulangan Stress


Pada klien appendisitis timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.

Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien appendisitis tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien dengan appendicitis.

Pemeriksaan fisik

1. Kepala dan wajah : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pendek, lurus, alopsia, kulit
kepala kotor/ tidak kotor
2. Mata : anemis tidak anemis, ikterik tidak ikterik.
3. Kesadaran : kompos mentis
4. Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
5. Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
6. Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
7. Leher : biasanya JVP dalam batas normal

8. Thorax/dada :
Inspeksi : biasanya simetris kiri kanan, tidak ada lesi, pernafasan Bradikardi.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan kiri.
Perkusi : tidak ada nyeri pada perkusi dada
Auskultasi : terdapat napas pendek/ tidak,ada ronki/tidak

9. Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : peristaltic usus hilang
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : ada nyeri yang khas pada bagian kanan bawah
10. Genitalia : biasanya tidak ada edema
11. Ekstermitas : ekstermitas dingin atau pucat, bagaimana kekuatan otot

Pemeriksaan Diagnostik
A)  Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis,
terutama pada kasus dengan komplikasi, pada appendicular infiltrate, LED akan meningkat.
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnose banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hamper sama
denganappendisitis

B)Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan radiologis, foto polos abdomen pada appendicitis akut yang terjadi lambat
dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)

(2) Appendicogram, hasil positif bila : non filling, partial filling, mouse tail cut off

(3) Pemeriksaan USG, bila hasil meragukan bisa dilakukan pemeriksaan USG

(4) CT-SCAN, dapat menunjukan tanda-tanda dari appendicitis, selain itu juga dapat
menunjukan komplikasi dari appendisitas seperti bila terjadi abses

(5) Laparoscopi, tindakan pemeriksaan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang


dimasukan dalam abdomen appendix dapat divisualisasikan secara langsung, tehnik ini
dilakukan dibawah pengaruh anastesi umum bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah

2) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh

3) Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal

3.3 NCP

a. Diagnosa Keperawatan : Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan adanya

mual dan muntah

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan mual dan muntah dapat berkurang

Kriteria Hasil:

- Nafsu makan baik.

- Klien tidak mual dan muntah.

Rencana tindakan :

1)  Monitor tanda-tanda vital.


Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan
kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan
peningkatan cairan.
3)  Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

b. Diagnosa keperawatan :Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan tubuh

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko infeksi dapat berkurang

Kriteria hasil :
Tidak ada tanda tanda infeksi

Rencana Tindakan :
1) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat
lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga
dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
2)  Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro
organisme.
3)   HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
4) Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan
tindakan.

c. Diagnosa keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan dengan distensi


jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi
tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney
Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang

Kriteria Hasil :

Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor
secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2)    Anjurkan pernapasan dalam.
3) Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-
otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
4) Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang
berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
5)   Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah
mengetahui gejala pasti).
24
1. Pathways Keperawatan

Hiperplasis folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing, tumor, atau neoplasma

Obstruksi lumen apendiks

Menyumbat saluran mukosa

Peningkatan tekanan intraluminal

Apendisitis

Kronik
Akut

Obstruksi vena dan perluasan


Sekresi mucus meningkat
Peradangan

Terjadi pembengkakan
Aliran arteri terganggu (infeksi, bakteri, ulcerasi)

Nekrosis, gangrene, perforasi Nyeri Tidak


Resiko infeksi efektifnya
pola nafas
Penatalaksanaan

Non bedah (non surgical)


Pembedahan (surgical ) apendiktomi
- Batasi diet dengan makan
sedikit dan sering (4-6 kali)
- Minum cairan adekuat pada Pembedahan
saat makan untuk membantu
pasase makanan
- Makan perlahan dan Anestesi Luka atau pembedahan
mengunyah sempurna untuk
mencegah masalah refluks Perdarahan Jaringan terbuka
nocturnal Lokal General
terbuka
- Tinggikan kepala tempat anestesi
tidur 6-8 inci untuk mencegah Inkontinuitas
refluks nocturnal jaringan terputus
- Turunkan berat badan bila Pusat Pusat pernafasan terganggu
kegemukan untuk kesadaran
menurunkan 
Resiko infeksi Tidak efektifnya pola nafas
Reflek batuk 

Akumulasi saluran pernafasan


R. Syamsuhidayat, 2004
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
J. Diagnosa Keperawatan

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah

Tujuan : Nyeri dapat berkurang

KH : Nyeri hilang, skala 0, pasien tampak rileks, mampu

tidur/istirahat dengan tepat

Intervensi :

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya (skala 0-10)


Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyeri

menunjukkan terjadinya abses/peritonitis.

b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah

dengan posisi terlentang

c. Berikan aktivitas hiburan

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan

kemampuan koping

d. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka

post operasi

Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

KH : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala

infeksi Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Dengan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses,

peritonitis

b. Observasi tanda dan gejala infeksi

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri

d. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

Rasional : Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan

jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada

sebelumnya) untuk menunjukkan penyebaran dan

pertumbuhan pada rongga abdomen

e. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan pus terlokisir

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi

paru Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif.

KH : Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.

Intervensi :

a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas

Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis

b. Atur posisi klien semi fowler

Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya pernafasan

c. Lakukan pengisapan lendir

Rasional : Mencegah sekresi menyumbat jalan nafas

d. Kolaborasi untuk pemberian O2


Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi

sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya

permukaan alveolar

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

saluran pernafasan

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

/ jelas

KH : Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan

nafas

Intervensi :

a. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk

Rasional : Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau

kepala dibawah setelah perkusi dada

b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas

Rasional : Beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan obstruksi

jalan nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi

nafas adventinus

c. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi atau

ekspirasi

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat

ditimbulkan pada penerimaan atau selama stress proses


inflamasi akut pernasafan dapat merambat dan frekuensi

ekspirasi menunjang inspirasi

d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi

pernafasan dengan menggunakan gravitasi

Anda mungkin juga menyukai