ABORTUS
DISUSUN OLEH
KELAS : 2A D3 KEPERAWATAN
2018/2019
A. Pengertian
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu dan 28
minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400
gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar
kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
B. Klasifikasi
Menurut Mitayani, 2013
Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari,
dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang
mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada
bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya
perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran
pasien merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus
iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48
jamdengan observasi cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang keluar
dari dalam vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan.
Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium ini dan kemudian
bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk
tidak senggama selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi
serviks.
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan
dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua
bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi. Antibiotik sering diberikan
pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir
selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti
halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak segera
berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama
seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus harus segers
dilakukan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut.
Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi
laktasi mungkin diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita
dengan Rh-negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan per
vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada dalam
rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara menjadi lebih kecil
dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi
‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat terlihat
keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan menghilang.
Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan plasennta
kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa. Evakuasi
spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan sebagian
dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi
spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter untuk mengeluarkannya
secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan
ini memberikan situasi yang sangat sulit.
D. Manifestasi klinis
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang terlambat, juga
sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah
(Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai
berikut
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah teertutup,
ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang berbau busuk
dari ostium.
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada uteri,
besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
stelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
F. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga
menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta
mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan
8 sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta
tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu
singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola
krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam
sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia
menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
G. Pathway
Intoleransi aktivitas
Ab. Imminens Ab. Medisnalis
Ab. Insipiens Ab. Kriminalis
Ab. Inkompletus Gangguan rasa
Ab. Kompletus nyaman
Missed Abortion
Nyeri abdomen
Penurunan syaraf
oblongata Nyeri Invasi bakteri
Gangguan pemenuhan ADL
Sumber : Nurarif Amin Huda. Kusuma Hardhi, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
H. Komplikasi Abortus (Farrer, Hellen, 2009)
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
2. Diagnosa keperawatan
(SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)
a. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Resiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
3. Intervensi
4. Implementasi
Melakukan tindakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan intervensi yang telah
disusun.
5. Evaluasi
Evaluai terhadap masalah nyeri dan gangguan pola tidur dengan menilai hilangnya
nyeri dan pola tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate OfElsefer.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI