2. Etilogi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus.
Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka
destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi
yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel
yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan
kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan
alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler,
maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang
interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium
bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan
tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan
alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan
ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya
kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas
berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab
kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi
asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen
tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui
pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia
sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus
dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang
menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium
serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah
awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini
adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan
semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis
menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J.
Cowin, 2006, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo (2007), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah:
a. Sistemik:
1) Syok karena beberapa penyebab
2) Sepsis gram negative
3) Hipotermia
4) Hipertermia
5) Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
Bleomisin)
6) Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
7) Eklampsia
8) Luka bakar
b. Pulmonal:
1) Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
2) Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
3) Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
4) Pneumositis
c. Non-Pulmonal:
1) Cedera kepala
2) Peningkatan TIK
3) Pascakardioversi
4) Pankreatitis
5) Uremia
4. Patofisiologi
Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli
menyebabkan terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan
epitel alveoli mengakibatkan terjadi edema alveoli dan interstitial. Cairan
yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai terisi cairan
menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume
paru, paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun,
fungsional residual capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat
merupakan gejala penting ards, penyebabnya adalah ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous (aliran darah mengalir
kealveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab
penebalan dinding alveoli – kapiler.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a. Penurunan kesadaran mental
b. Takikardi, takipnea
c. Dispnea dengan kesulitan bernafas
d. Terdapat retraksi interkosta
e. Sianosis
f. Hipoksemia
g. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
h. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
1) Hipoksemia (pe ↓ PaO2)
2) Hipokapnia (pe ↓ PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi
3) Hiperkapnia (pe ↑ PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
4) Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini
5) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
7. Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari
pengambilan anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang
paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan
pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian
hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada
permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang
terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal
umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat
ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita
menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada
saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar
luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal
sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat,
terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan
tekanan darah sulit dipertahankan.
8. Penatalaksaan medis
a. Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
b. Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
c. TEAP * Monitor system terhadap respon
d. Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
e. Cairan
f. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)
9. Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah:
a. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
b. Defek difusi sedang
c. Hipoksemia selama latihan
d. Toksisitas oksigen
e. Sepsis
f. Analisa data
Data Penyebab Masalah
Ds : Trauma langsung / tak Tidak efektifnya
1) Klien mengatakan kesulitan langsung pada paru jalan napas
untuk bernapas ↓
2) Klien mengatakan merasakan Mengganggu mekanisme
sesak pertahanan saluran napas
Do : ↓
1) Bunyi napas mungkin crakles, Kehilangan fungsi silia
ronchi, dan suara nafas jalan napas
bronchial ↓
2) Perkusi dada: Dull diatas area Tidak efektifnya jalan
konsolidasi napas
3) Peningkatan fremitus (tremor
vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara
palpasi.
4) Sputum encer, berbusa
g. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas
2. Diagnosa keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
e. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi keperawatan
Kolaborasi:
8. Berikan oksigen, 8. Mengeluarkan sekret
cairan IV; dan meningkatkan
tempatkan di kamar transport oksigen
humidifier sesuai
indikasi
9. Berikan 9. Meningkatkan
fisiotherapi dada drainase sekret paru,
misalnya: postural peningkatan efisiensi
drainase, perkusi penggunaan otot-oto
dada/vibrasi jika pernafasan
ada indikasi
Kolaborasi:
9. Memberikan 9. Mungkin dibutuhkan
sedative sesuai untuk menolong dalam
indikasi dan mengontrol kecemasan
monitor efek yang dan meningkatkan
merugikan istirahat. Bagaimanapun
juga efek samping
seperti depresi
pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi
penggunaan.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan
pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan
atau kolaborasi, dan tindakan rujukan atau ketergantungan. Implementasi
tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawan.
Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal
ini terjadi karena parawat belun terbiasa menggunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan.
5. Evaluasi
a. Dx 1: jalan nafas menjadi efektif,
b. Dx 2: gangguan pertukaran gas tidak terjadi
c. Dx 3: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
d. Dx 4: pasien dapat meningkatkan aktivitas
e. Dx 5: ansietas/ketakutan (spefisikkan) px dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA