Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR BULI

I. Kosep Dasar Penyakit


1. Definisi
Tumor buli adalah tumor yang berbentuk papiler, noduler (infiltratif),
atau campuran infiltratif dengan papiler yang ditemukan pada vesika
urinaria atau buli- buli (Yuda,2010).
Tumor buli-buli atau tumor vesika urinaria merupakan 2% dari seluruh
keganasan, dan merupakan kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah
karsinoma prostat. Tumor buli berkembang dari sel epitel transisional dari
saluran kemih (Brunner & Suddarth, 2012).

2. Etilogi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus.
Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka
destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi
yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel
yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan
kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan
alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler,
maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang
interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium
bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan
tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan
alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan
ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya
kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas
berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab
kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi
asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen
tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui
pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia
sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus
dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang
menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium
serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah
awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini
adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan
semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis
menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J.
Cowin, 2006, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo (2007), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah:
a. Sistemik:
1) Syok karena beberapa penyebab
2) Sepsis gram negative
3) Hipotermia
4) Hipertermia
5) Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
Bleomisin)
6) Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
7) Eklampsia
8) Luka bakar
b. Pulmonal:
1) Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
2) Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
3) Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
4) Pneumositis
c. Non-Pulmonal:
1) Cedera kepala
2) Peningkatan TIK
3) Pascakardioversi
4) Pankreatitis
5) Uremia

3. Tanda dan gelaja


ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah
kerusakan awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea,
kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam.
Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada
ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi
oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar,
serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea,
sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada
awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2
normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema
paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal.
Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan
perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada
gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi
yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini
merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis
dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang
menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini,
bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya
ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya
gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat
bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah
(<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal
jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS)
mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus
yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis
carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis
diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

4. Patofisiologi
Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli
menyebabkan terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan
epitel alveoli mengakibatkan terjadi edema alveoli dan interstitial. Cairan
yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai terisi cairan
menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume
paru, paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun,
fungsional residual capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat
merupakan gejala penting ards, penyebabnya adalah ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous (aliran darah mengalir
kealveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab
penebalan dinding alveoli – kapiler.

5. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a. Penurunan kesadaran mental
b. Takikardi, takipnea
c. Dispnea dengan kesulitan bernafas
d. Terdapat retraksi interkosta
e. Sianosis
f. Hipoksemia
g. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
h. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
1) Hipoksemia (pe ↓ PaO2)
2) Hipokapnia (pe ↓ PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi
3) Hiperkapnia (pe ↑ PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
4) Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini
5) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

b. Pemeriksaan Rontgent Dada:


1) Tahap awal; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
2) Tahap lanjut; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di
alveoli
c. Tes Fungsi paru:
1) Pe ↓ komplain paru dan volume paru
2) Pirau kanan-kiri meningkat

7. Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari
pengambilan anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang
paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan
pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian
hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada
permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang
terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal
umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat
ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita
menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada
saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar
luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal
sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat,
terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan
tekanan darah sulit dipertahankan.

8. Penatalaksaan medis
a. Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
b. Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
c. TEAP * Monitor system terhadap respon
d. Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
e. Cairan
f. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)
9. Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah:
a. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
b. Defek difusi sedang
c. Hipoksemia selama latihan
d. Toksisitas oksigen
e. Sepsis

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat
fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah
trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara
berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala
fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan
mana diagnosis dibuat.
a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status,
suku/bangsa, diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no.
medical record, dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) RSMRS
Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki
riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
b) Keluhan utama: Nyeri
c) Riwayat keluhan utama
P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang
sama sebelumnya.
b) Riwayat pemakaian obat-obatan
c. Pengkajian primer
1) Airway
a) Jalan napas tidak normal
b) Terdengar adanya bunyi napas ronchi
c) Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
a) Peningkatan frekunsi napas
b) Napas dangkal dan cepat
c) Kelemahan otot pernapasan
d) Kesulitan bernapas: sianosis
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Pingsan
d) berkeringat banyak
e) Reaksi emosi yang kuat
f) Pusing, mata berkunang – kunang
g) Disability
h) Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase: merah
d. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas / istrahat
Gejala : a) Klien mengeluh mudah lelah
b) Klien mengatakan kurang mampu melakukan
aktivitas
Tanda : a) Klien nampak gelisah
b) Kelemahan otot
2) Sirkulasi
Tanda : a) Tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia)
b) Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
c) Heart rate: takikardi biasa terjadi
d) Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin.
e) Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
3) Integritas ego
Gejala : a) Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
b) Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : a) Cemas
b) Ketakutan akan kematian

4) Makanan dan cairan


Gejala : a) Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
Tanda : a) Perubahan berat badan
b) Porsi makan tidak dihabiskan
5) Pernapasan
Gejala : 1) Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
2) Klien mengatakan merasakan sesak
Tanda : a) Peningkatan kerja napas (penggunaan otot
pernapasan)
b) Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara
nafas bronchial
c) Napas cepat
d) Perkusi dada: Dull diatas area konsolidasi
e) Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
f) Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara palpasi.
g) Sputum encer, berbusa
h) Pallor atau cyanosis
e. Pengelompokan data
1) Data subyektif
a) Klien mengeluh mudah lelah
b) Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
c) Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
d) Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
e) Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
f) Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
g) Klien mengatakan merasakan sesak
2) Data obyektif
1) Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
2) Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas
bronchial
3) Napas cepat
4) Perkusi dada: Dull diatas area konsolidasi
5) Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
6) Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi.
7) Sputum encer, berbusa
8) Pallor atau cyanosis
9) Perubahan berat badan
10) Porsi makan tidak dihabiskan
11) Cemas
12) Ketakutan akan kematian
13) Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia)
14) Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
15) Heart rate: takikardi biasa terjadi
16) Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin.
17) Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
18) Klien nampak gelisah
19) Kelemahan otot
20) Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas

f. Analisa data
Data Penyebab Masalah
Ds : Trauma langsung / tak Tidak efektifnya
1) Klien mengatakan kesulitan langsung pada paru jalan napas
untuk bernapas ↓
2) Klien mengatakan merasakan Mengganggu mekanisme
sesak pertahanan saluran napas
Do : ↓
1) Bunyi napas mungkin crakles, Kehilangan fungsi silia
ronchi, dan suara nafas jalan napas
bronchial ↓
2) Perkusi dada: Dull diatas area Tidak efektifnya jalan
konsolidasi napas
3) Peningkatan fremitus (tremor
vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara
palpasi.
4) Sputum encer, berbusa

Ds : Trauma langsung / tak Gangguan


1) Klien mengatakan kesulitan langsung pada paru pertukaran gas
untuk bernapas ↓
2) Klien mengatakan merasakan Toksik terhadap epithelium
sesak asleolar
Do : ↓
1) Peningkatan kerja napas Kerusakan membrane
(penggunaan otot pernapasan) kapiler alveoli
2) Napas cepat ↓
3) Penurunan dan tidak Kerusakan epithelium
seimbangnya ekpansi dada alveolar
4) Kulit dan membran mukosa: ↓
mungkin pucat, dingin. Kebocoran cairan dalam
5) Cyanosis biasa terjadi alveoli
(stadium lanjut) ↓
Edema alveolar

Wolume dan compliance
paru menurun

Ketidak seimbangan
ventilasi perfusi hubungan
arterio – venus dan
kelainan difusi alveoli –
kapiler

Kerusakan pertukaran gas

Ds : Trauma pada paru Intoleransi


1) Klien mengeluh mudah lelah ↓ aktivitas
2) Klien mengatakan kurang Kerusakan membrane
mampu melakukan aktivitas kapiler alveoli
Do : ↓
1) Kelemahan otot Edema alveolar dan
2) Klien nampak mudah lelah interstitial
bila beraktivitas ↓
Sesak

Kelemahan otot

Mudah lelah

Intoleransi aktivitas

Ds : Trauma pada paru Gangguan


1) Klien mengatakan nafsu untuk ↓ pemenuhan
makan kurang Kerusakan membrane nutrisi
kapiler alveoli
Do : ↓
1) Perubahan berat badan Edema alveolar dan
2) Porsi makan tidak dihabiskan interstitial

Sesak

Menurunan nafsu makan

Intake nutrisi kurang

Penurunan berat badan

Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ds : Gangguan pernapasan Ansietas


1) Klien mengatakan ingin cepat ↓
sembuh dari penyakit Perubahan status kesehatan
2) Klien mengatakan takut akan ↓
kondisi penyakitnya Koping individu tak efektif

Do : Kurang informasi tentang
1) Cemas penyakitnya
2) Ketakutan akan kematian ↓
Stress psikologis

Ansietas

g. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas

2. Diagnosa keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
e. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3. Intervensi keperawatan

Hari No. Rencana Perawatan Ttd


Tujuan dan Intervensi Rasional
/Tgl Dx
Kriteria Hasil
1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-
tindakan dalam bernafas otot interkostal
keperawatan dan pola /abdominal/leher
selama ..x… nafasnya dapat meningkatkan
jam, usaha dalam
diharapkan bernafas
jalan nafas 2. Observasi dari 2. Pengembangan dada
menjadi penurunan dapat menjadi batas
efektif, dengan pengembangan dari akumulasi
criteria hasil : dada dan cairan dan adanya
- Px dapat peningkatan cairan dapat
mempertahan- fremitus meningkatkan
kan jalan nafas fremitus
dengan bunyi 3. Catat 3. Suara nafas terjadi
napas yang karakteristik dari karena adanya aliran
jernih dan suara nafas udara melewati
ronchi (-) batang tracheo
- Px bebas dari branchial dan juga
dispnea karena adanya
- Px dapat cairan, mukus atau
mengeluarkan sumbatan lain dari
secret tanpa saluran nafas
kesulitan 4. Catat 4. Karakteristik batuk
- Px dapat karakteristik dari dapat merubah
memperlihatka batuk ketergantungan pada
n tingkah laku penyebab dan etiologi
mempertahank dari jalan nafas.
a jalan nafas Adanya sputum dapat
- RR = 20 dalam jumlah yang
x/menit ; HR = banyak, tebal dan
75 – 100 purulent
x/menit 5. Pertahankan 5. Pemeliharaan jalan
posisi tubuh/posisi nafas bagian nafas
kepala dan gunakan dengan paten
jalan nafas
tambahan bila perlu

6. Kaji kemampuan 6. Penimbunan sekret


batuk, latihan nafas mengganggu ventilasi
dalam, perubahan dan predisposisi
posisi dan lakukan perkembangan
suction bila ada atelektasis dan infeksi
indikasi paru
7. Peningkatan oral 7. Peningkatan cairan
intake jika per oral dapat
memungkinkan mengencerkan sputum

Kolaborasi:
8. Berikan oksigen, 8. Mengeluarkan sekret
cairan IV; dan meningkatkan
tempatkan di kamar transport oksigen
humidifier sesuai
indikasi
9. Berikan 9. Meningkatkan
fisiotherapi dada drainase sekret paru,
misalnya: postural peningkatan efisiensi
drainase, perkusi penggunaan otot-oto
dada/vibrasi jika pernafasan
ada indikasi

10. Berikan therapi 10. Dapat berfungsi


aerosol, ultrasonik sebagai bronchodilatasi
nabulasasi dan mengeluarkan
secret
11. Berikan 11. Diberikan untuk
bronchodilator mengurangi
misalnya: bronchospasme,
aminofilin, albuteal menurunkan viskositas
dan mukolitik secret dan
meningkatkan ventilasi

2 Setelah diberikan 1. Kaji status 1. Takipneu adalah


tindakan pernafasan, mekanisme kompensasi
keperawatan catat untuk hipoksemia dan
selama 2x 24 jam, peningkatan peningkatan usaha
diharapkan respirasi atau nafas
gangguan perubahan pola
pertukaran gas nafas
tidak terjadi, 2. Catat ada 2. Suara nafas mungkin
dengan criteria tidaknya suara tidak sama atau tidak
hasil : nafas dan ada ditemukan. Crakles
- Pasien dapat adanya bunyi terjadi karena
memperlihatkan nafas tambahan peningkatan cairan di
ventilasi dan seperti crakles, permukaan jaringan
oksigenasi yang dan wheezing yang disebabkan oleh
adekuat peningkatan
- Bebas dari permeabilitas membran
gejala distress alveoli – kapiler.
pernafasan Wheezing terjadi
- RR = 20 karena
x/menit ; HR = bronchokontriksi atau
75 – 100 adanya mukus pada
x/menit jalan nafas
3. Kaji adanya 3. Selalu berarti bila
cyanosis diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari
Hb) sebelum cyanosis
muncul. Tanda cyanosis
dapat dinilai pada
mulut, bibir yang
indikasi adanya
hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti
pada kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4. Hipoksemia dapat
somnolen, menyebabkan
confusion, apatis, iritabilitas dari
dan miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5. Menyimpan tenaga
yang cukup dan pasien, mengurangi
nyaman penggunaan oksigen
Kolaborasi:
6. Berikan 6. Memaksimalkan
humidifier oksige pertukaran oksigen
dengan masker secara terus menerus
CPAP jika ada dengan tekanan yang
indikasi sesuai
7. Berikan 7. Peningkatan
pencegahan IPBB ekspansi paru
meningkatkan
oksigenasi
8. Review X-Ray 8.Memperlihatkan
dada kongesti paru yang
progresif
9. Berikan obat- 9.Untuk mencegah
obat jika ada ARDS
indikasi seperti
steroids, antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant

3 Setelah diberikan 1.Evaluasi 1. Mengetahui nafsu


tindakan kemampuan makan klien
keperawatan makan
selama 2x 24 jam, 2.Observasi 2. Gejala ini indikasi
diharapkan penurunan otot penurunan energy otot
kebutuhan nutrisi umum,kehilangan dan dapat menurunkan
pasien terpenuhi , lemak subkutan fungsi otot pernapasan
dengan criteria 3.Timbang berat 3. Kehilangan berat
hasil : badan sesuai badan bermakna dan
-Dapat indikasi pada saat ini dan
meningkatkan masukan makanan buruk
nafsu makan klien memerikan petunjuk
- porsi makan tentang katabolisme,
dihabiskan simpanan glikogen otot
-Peningkatan berat dan sensitivitas
badan kemudian ventilator
4. Berikan makan 4. Mencegah kelelahan
lembut sering berlebihan,meningkatkan
dalam jumlah pemasukan dan
kecil/mudah penurunan resiko
dicerna bila distress gaster
mampu menelan
Kolaborasi:
5. Pastikan diet 5. Tinggi karbohidrat,
memenuhi protein dan kalori
kebutuhan diperlukan selama
pernapasan sesuai ventilasi untuk
indikasi memperbaiki fungsi otot
pernpaasan, karbohidrat
mungkin menurun dan
lemak kadang meningkat
sebelum penyapihan
upaya untuk mencegah
produksi CO2 berlebihan
dan menurunkan kemudi
pernapasan
6. Awasi 6. Memberikan
pemeriksaan informasi tentang
laboratorium dukungan nutrisi adekuat
sesuai indikasi, / perlu perubahan
contoh serum,
transferrin,
glukosa

4 Setelah diberikan 1. Evaluasi 1. Menetapkan


tindakan respons pasien kemampuan / kebutuhan
keperawatan terhada aktivitas. pasien dan memudahkan
selama 1x 24 jam, Catat laporan pilihan intervensi
diharapkan pasien dyspnea,
dapat peningkatan
meningkatkan kelemahan /
aktivitas, dengan kelelahan dan
kriteria hasil: perubahan tanda
-Vital sign dalam vital selama dan
rentang normal setelah aktivitas 2. Menurunkan stress
keika beraktivitas 2. Berikan dan rangsangan
RR:16-24x/menit lingkungan tenang berlebihan,
Nadi:60- dan batasi meningkatkan istirahat
100x/menit pengunjung
Suhu: 36,50C – selama fase akut
37,50C sesuai indikasi.
TD: 110/70 Dorong
-139/89 mmHg penggunaan
-Kelemahan berat manajemen stress
tak tampak dan pengalihan
yang tepat
3. Jelaskan 3. Tirah baring
pentingnya dipertahankan selama
istrahat dalam fase akut untuk
rencana menurunkan kebutuhan
pengobatan dan metabolic, menghemat
perlunya energy untuk
keseimbangan penyembuhan.
aktivitas dan Pembatasan aktivitas
istirahtat ditentukan dengan
respons individual
pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan
4. Pasien mungkin
4. Bantu pasien nyaman dengan kepala
memilih posisi tinggi, tidur di kursi atau
nyaman untuk menunduk kedepan meja
istrahat dan tidur atau bantal
5. Meminimalkan
5.Bantu aktivitas kelelahan dan membantu
perawatan diri keseimbangan suplai dan
yang diperlukan kebutuhan oksigen
5 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat
tindakan peningkatan menyebabkan
keperawatan pernafasan, agitasi, kecemasan
selama 1x 24 jam, kegelisahan dan
diharapkan kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan 2. Pertahankan 2. Cemas berkurang oleh
(spefisikkan) px lingkungan yang meningkatkan relaksasi
dapat berkurang, tenang dengan dan pengawetan energi
dengan criteria meminimalkan yang digunakan.
hasil : stimulasi.
-Pasien dapat Usahakan
mengungkapkan perawatan dan
perasaan cemasnya prosedur tidak
secara verbal menggaggu waktu
-Ketakutannya,dan istirahat
rasa cemasnya 3. Bantu dengan 3.Memberi kesempatan
mulai berkurang teknik relaksasi, untuk pasien untuk
meditasi. mengendalikan
kecemasannya dan
merasakan sendiri dari
pengontrolannya.

4.Identifikasi 4. Menolong mengenali


persepsi pasien asal
dari pengobatan kecemasan/ketakutan
yang dilakukan yang dialami.
5. Dorong pasien 5. Langkah awal dalam
untuk mengendalikan
mengekspresikan perasaan-perasaan yang
kecemasannya teridentifikasi dan
terekspresi.

6. Membantu 6. Menerima stress yang


menerima situasi sedang dialami tanpa
dan hal tersebut denial, bahwa segalanya
harus akan menjadi lebih baik.
ditanggulanginya
7. Berikan 7. Menolong pasien
informasi tentang untuk menerima apa
keadaan yang yang sedang terjadi dan
sedang dialaminya dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan
apa yang tidak
diketahuinya.
Penentraman hati yang
palsu tidak menolong
sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil
akhir dari permasalahan
itu

8.Identifikasi 8. Kemampuan yang


tehnik pasien yang dimiliki pasien akan
digunakan meningkatkan sistem
sebelumnya untuk pengontrolan terhadap
menanggulangi kecemasannya
rasa cemas

Kolaborasi:
9. Memberikan 9. Mungkin dibutuhkan
sedative sesuai untuk menolong dalam
indikasi dan mengontrol kecemasan
monitor efek yang dan meningkatkan
merugikan istirahat. Bagaimanapun
juga efek samping
seperti depresi
pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi
penggunaan.

4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan
pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan
atau kolaborasi, dan tindakan rujukan atau ketergantungan. Implementasi
tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawan.
Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal
ini terjadi karena parawat belun terbiasa menggunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan.

5. Evaluasi
a. Dx 1: jalan nafas menjadi efektif,
b. Dx 2: gangguan pertukaran gas tidak terjadi
c. Dx 3: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
d. Dx 4: pasien dapat meningkatkan aktivitas
e. Dx 5: ansietas/ketakutan (spefisikkan) px dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.


Surabaya: Airlangga University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 2010. Lung Abscess in Infections of
Respiratory Tract. 3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1.
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8.
Jakarta: EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn. E. 2010, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi:
3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif.2006. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Wong, Donna. L. 2007. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai