Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

1. Definisi Anemia dalam Kehamilan


Anemia secara praktis didefiniskan sebagai kadar hematokrit, konsebtrasi Hb, atau
hitung eritrosit di bawah batas normal. Anemia dalam kehamilan ialah suatu kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr % terutama pada trimester I dan trimester ke III
dan di bawah 10,5 gr%. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan
karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Anemia
lebih sering ditemukan dalam kehamilan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan- perubahan dalam darah dan sumsum tulang.

2. Etiologi Anemia pada Kehamilan

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan


produksi eritroproietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan eritrosit meningkat.
Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi.

Ekspasi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan.


Volume plasma yang terekspansi menurunkan ematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan
hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolute Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.
Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia
fisiologik dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga
meningkatkan perfusi plasenta dan membantu pengantaran oksigen serta nutrisi ke janin.

Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimumpada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37.
Pada titk puncaknya, volume plsam sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan
perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi Hb dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai
minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya
bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, dan kelainan
herediter seperti hemoglobinopati. Namun penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi
asupan yang tidak cukup, absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang,
kebutuhan yang berlebih. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi
besi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh
kekurangan asam folat dan vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui
adalah hemoglobulinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan.

Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :

a. Kurang Gizi (Mal Nutrisi)

Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.

b. Kurang Zat Besi Dalam Diet

Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan
menderita anemia karena diet.

c. Mal Absorbsi

Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia.
Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi
penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi
yang cukup.

d. Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain


Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan
semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan
zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi
tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.

e. Penyakit-Penyakit Kronis

Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat
menyebabkan anemia.
3. Klasifikasi dan Penanganan
a. Defisiensi Besi
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemui baik di
Negara maju maupun berkembang. Resikonya meningkat pada kehamilan dan berkaitan
dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang
cepat.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang
ditandai dengan penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin
yang rendah, dan konsentrasi Hb dan hematokrit yang menurun. Pada kehamilan,
kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan zat besi ke janin untuk eritropoesis,
kehilangan darah saat persalinan, dan laktasi.
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan
asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologikselama kehamilan.
. Oleh karena itu pencegahan anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi
kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas
ferrosus, cukup 1 tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih
banyak protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin.
Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb 1,00 gr%
dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian ferrum
dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan secara
intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu
2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi mempunyai indikasi kepada
ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum pemberian rencana parenteral harus
dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC.
Tanda dan Gejala
 Memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, dan mudah patah.
 Lidah tampak pucat, licin dan mengkilat, berwarna merah daging, stomatitis
angularis, pecah-pecah serta kemerahan dan nyeri sudut mulut.

b. Defisiensi Asam Folat


Pada kehamilan, kebutuhan asam folat meningkat 5-10 kali lipat karena transfer folat
dari ibu ke janin. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena kehamilan multiple, diet yang
buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik atau pengobatan anti konvulsi. Kadar estrogen dan
progesterone yang tinggi selama kehamilan tampaknya memiliki efek penghambatan
terhadap absorpsi folat.
Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat adalah kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintetis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik
yang khas untuk jenis anemia ini
Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali congenital janin,
terutama defek pada penutupan tabung neural. Selain itu, defisiensi asam folat juga
mengakibatkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat gerak, dan organ lainnya.
Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral 1-5 mg
perhari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien mengalami pula
malabsorpsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 µg folat perhari.

Gejala – Gejalanya :
 Malnutrisi
 Glositis berat ( lidah meradang, nyeri )
 Diare
 Kehilangan nafsu makan

c. Anemia Aplastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan,
tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi adalah
eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik
setelah terminasi kehamilan. Pada kasus-ksus lainnya, aplasia terjadi selama kehamilan dan
dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat
memperbaiki sumsum tulang, tetapi penyakit dapat memburuk bahkan menjadi fatal setelah
persalinan. Terapi meliputi terminasi kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi, atau
transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.

d. Anemia Penyakit Sel Sabit


Kehamilan pada perempuan penderit anemia sel sabit disertai dengan penngkatan
insiden pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, pendarahan antepartum, prematuritas, dan
kematian janin. Peningkatan anemia megaloblastik yang responsive dengan asam folat
terutama pada akhir masa kehamlan, juga meningkat frekuensinya. Berat lahir bayi dari ibu
yang menderita anemia sel sabit dibawah rata-rata, dan kematian janin tinggi. Penyebab
kematian neonatal tidak jelas tetapi kadang-kadang disebabkan oleh vasooklusi plasenta,
dengan temuan post mortem yang mengabarkan anoksia intrapartum. Mortalitas ibu dengan
peyakit sekl sabit telah menurun. Masa kehamilan dan periode pst partum masih berpotensi
berbahaya bagi ibu dengan penyakit sel sabit sehingga harus dipantau ketak selama
kehamilan. Pemberian tranfusi darah profiklaktik belum terbukti efektivitasnya walau
beberapa pasien tampaknya memberi hasil yang memuaskan.

4. Patofisiologi Anemia pada Kehamilan


Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma
30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah
merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus
bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output
untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer
berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan,
banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap
kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang
seimbang dapat menyebabkan anemia.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu
dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).

5. Komplikasi Anemia pada Kehamilan

Ibu hamil yang mengalami anemia memiliki resiko yang meningkat untuk hasil
kehamilan yang buruk, terutama jika mereka anemia pada trimester pertama. Komplikasi
anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan
pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :

 Bahaya Pada Trimester I

Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion,


kelainan congenital, abortus / keguguran.
 Bahaya Pada Trimester II

Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,


perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan
dekompensasi kordis hingga kematian ibu.

 Bahaya Saat Persalinan

Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer,


sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi
karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
(Mansjoer dkk, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anonim. 2013. Bahaya Anemia dalam Kehamilan. Tersedia : [online]


http://www.grahapermataibu.com/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=1041:bahaya-anemia-pada-kehamilan&catid=96:sample-
news&Itemid=377

Sulistiyanto, Henri. 2010. Panduan Super Lengkap Kehamilam Sehat dan Menyenangkan.
Yogyakarta : New Diglossia.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU”AP” G2P1001 UK 36 MINGGU PRESKEP U PUKI JANIN
TUNGGAL HIDUP INTRA UTERI DENGAN ANEMIA RINGAN
DI POLIKLINIK KEBIDANAN, BRSU TABANAN
RABU, 13 – 11 - 2013

OLEH :
NI MADE ARI WAHYUNI
NIM. (11096)

UPT. AKADEMI KEBIDANAN


DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI
SINGARAJA
2013

Anda mungkin juga menyukai