Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

Oleh :
I Komang Gede Siadiana
0602105052

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2008

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA


(BPH)
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar

prostat,

disebabkan

oleh

karena

hiperplasi

beberapa

atau

semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler


yang

menyebabkan penyumbatan

uretra

pars prostatika (Lab/UPF

Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).


BPH adalah pembesaran

progresif

dari kelenjar prostat (secara

umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan


derajat obstruksi uretral dan pembatasan

berbagai

aliran urinarius (Marilynn,

E.D, 2000 : 671).


2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun

yang

pasti

kelenjar

prostat

sangat

androgen. Faktor lain yang erat kaitannya

tergantung

pada

hormon

dengan BPH adalah proses

penuaan Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :


1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast
dan

penurunan

transforming

hiperplasi stroma dan epitel.

growth

factor

beta

growth

factor

menyebabkan

4). Berkurangnya sel yang mati


Estrogen yang meningkat menyebabkan

peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.


5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan

proliferasi sel transit (Roger

Kirby, 1994 : 38).


3. Epiemiologi
Penyakit ini mengenai lebih dari 50% pria berumur lima puluh tahunan dan
sekitar 90% pria berusia tujuh puluh tahun ke atas.
4. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan


pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.

Tahap awal terjadinya BPH adalah adanya retensi pada leher buli-buli dan
daerah prostate meningkat serta terjadinya penebalan dan peregangan otot
detrusor yang menimbulkan sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor ini
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih.

5. Klasifikasi :
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
Derajat I = berat prostat 20 gram.
Derajat II = berat prostat antara 20 40 gram.
Derajat III = berat prostat 40 gram.

4. Gejala Benigne Prostat Hyperplasia


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.

Gejala Obstruktif yaitu :


a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2.

Gejala Iritasi yaitu :


a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

5. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.


Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin
akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok- septik.

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk


mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah
supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi
terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.

Penis

dan uretra

untuk mendeteksi

kemungkinan

stenose

meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.


Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

a).Rectal

touch / pemeriksaan

colok

dubur

bertujuan

untuk

menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan


besarnya prostat.
Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary
Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah,
intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi
disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,
frekuensi serta disuria.
6. Pemeriksaan Diagnostik atau penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
a.

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar


gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.

b.

Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

c. PSA

(Prostatik

Spesific

Antigen)

penting diperiksa

sebagai

kewaspadaan adanya keganasan.

Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
a). Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal 10 ml / dtk

= obstruktif.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


a).

BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase


pada tulang.

b).

USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,


volume dan

besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual

urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral


dan supra pubik.

c). IVP (Pyelografi Intravena)


Digunakan

untuk

melihat

fungsi

exkresi

ginjal

dan

adanya

hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk

mengetahui keadaan uretra dan buli-buli.

7. Pengobatan/Therapi

Obat-obatan :
Alfa 1-blocker
Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan teralosin. Obat-obat tersebut
menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung kemih
sehingga penderita lebih mudah berkemih.
Finasterid
Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormone prostate sehingga
memperkecil ukuran prostate. Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju
aliran air kemih dan mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6
bulan sampai terjadinya perbaikan yang berarti. Efek samping dari finasterid
adalah berkurangnya gairah seksual dan impotensi.
Obat lainnya
Untuk mengobati prostatitis kronis, yang sering menyertai BPH, diberikan
antibiotik.

Pembedahan :
Pembedahan biasanya dilakukan terhadap penderita yang mengalami :

Inkontinensia urin

Hematuria (darah dalam air kemih)

Retensio urin (air kemih tertahan di dalam kandung kemih)

Infeksi saluran kemih berulang.


Pemilihan prosedur pembedahan biasanya tergantung pada beratnya
gejala serta ukuran dan bentuk kelenjar prostate.
1. TURP (trans-ureteral resection of the prostate)
TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan.
Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP

adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya


infeksi. 88% penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan
yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6%
penderita dan 1% penderita mengalami inkontinensia urine.
2. TUIP (trans-ureteral incision of the prostate)
TUIP menyertai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang
memiliki prostate relatif kecil. Pada jaringan prostate dibuat sayatan
kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kantong kemih,
sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang.
Komplikasi

yang

mungkin

terjadi

adalah

perdarahan,

infeksi,

penyempitan uretra dan impotensi.


3. Prostektomi terbuka
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang
kemaluan/ retropubik dan di atas tulang kemaluan/ suprapubik) atau di
daerah perineum (dasar panggul yang meliputi daerah scrotum sampai
anus). Pendekatan melalui perenium saat ini jarang digunakan lagi
karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%.
Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus
dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang terjadi adalah impotensi (1632%, tergantung pada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia urine
(kurang dari 1%).
Pengobatan lainnya efektivitasnya masih dalam penelitian adalah
hipertremia, terapi laser dan prostatic stents.
Jika derajat penyumbatannya masih minimal, bisa dilakukan tindakantindakan sebagai berikut:
Mandi air panas
Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
Menghindari alkohol
Menhindari asupan cairan yang berlebihan (terutama pada malam
hari)

Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan


beberapa jam sebelum tidur
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi BPH :

Latihan senam kegel, untuk melatih otot dasar panggul. Dilakukan 5-6 kali
sehari.

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan
-

Trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra


vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi.

Dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos diantara serat-serat


detrusor.

Komplikasi lain yaitu pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urine
setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra
vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi
hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

tahap akhir yaitu tahap dekompensasi dari detrusor dimana buli-buli sama sekali
tidak dapat mengosongkan diri sehingga terjadi retensi urine total. Apabila tidak
segera ditolong, akan terjadi overflow incontinence.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Riwayat keperawatan:
Pengkajian
1. Pengumpulan data
Data yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi:

Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,


jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien
adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.

Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli - buli. Pada saat mengkaji
keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
meringankan nyeri (provokative/paliative), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).

Riwayat penyakit sekarang


Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi, dan disuria. Perlu ditanyakan mengenai
permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan
dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau
berulang.

Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi,
Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal darah dapat
memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah. Ketahui pula
adanya riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti :
Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .

Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.

2. Data obyektif

Digital rectal examination ( DRE )


Pemeriksaan ini dilakukan pertama kali dengan memasukkan jari ke
dalam rectum dan merasakan bagian prostat yang berdekatan dengan
rectum. Dari pemeriksaan ini dapat diperkirakan ukuran dan keadaan
kelenjar prostat.

Data Penunjang

Sirkulasi
Tanda: pningkatan TD

Eliminasi
Gejala : penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap: dorongan dan frekuensi berkemih
Nokturia, disuria, hematuria
Duduk untuk berkemih
ISK berulang, riwayat batu (stasis urinaria)
Tanda : Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung kemih.

Makanan atau cairan


Gejala : Anoreksia: mual muntah
Penurunan berat badan

Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri supra pubis, panggul atau punggung: tajam, kuat


Nyeri punggung bawah

Keamanan
Gejala : Demam

Seksualitas
Gejala : Masalah tentang efek konduksi/terapi pada kemampuan
seksual
Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Tanda : Pembesaran, nyeri tekan prostat

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

3. Data subyektif
Pasien mengeluh berkemih yang sering
Pasien mengeluh anyang-anyangan
Pasien mengeluh perut bawah terasa tegang
Pasien mengeluh harus mengejan saat berkemih
Pasien mengeuh urine terus menetes saat berkemih
Pasien mengeluh aliran urine tidak lancar
Pasien mengeluh kandung kemih tidak terasa kosong saat berkemih
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan dekompensasi otot
destruktor ditandai dengan kencing menetes.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan
tekanan intravesika ditandai dengan wajah pasien meringis
3. Ansietas berhubungan dengan hematuri ditandai dengan ketakutan saat
berkemih, peningkatan tegangan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan residu dalam vesika urinaria

C. Rencana Tindakan
Terlampir
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah diberikan impleentasi keperawatan:
1.

Menunjukan pengeluaran urune dalam batas normal

1.

Menyebutkan bahwa nyeri dan rasa tidak nyaman menurun

2.

Menunjukkan penurunan ansietas

3.

Pasien tidak menunjukan tanda-tanda terjadi infeksi.

Pohon Masalah :
Peningkatan Sel

5 alfa reduktase dan

Sterm

reseptor endogen

Penuaan

Interaksi sel

Berkurangnya

epitel dan sroma

sel yang mati

Hormon Androgen
testosteron
Hiperplasia Prostat
(BPH)
Penyempitan Lumen
Uretra Pars Prostatika
Mengedan waktu

Kencing tak lampias

kencing

kerja otot destrusor


(fase kompensasi)

Banyak residu

Vena2 Kecil pada uretra dan

tertimbun dalam

vesika urinaria pecah

vesika urinari

Resiko
infeksi

Batu buli

Retensi urine

Hipertrofi otot
destrusor

tek. Intra

Hematuria

Ansieta

Obstruksi total

otot destrusor lelah

refluk

vesikal
Hidroureter

dekompensi
Hidronefrosis
Kencing menetes

Gg pola
eliminasi
urine

Gangguan

Penurunan fungsi

rasa nyaman

ginjal

nyeri

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996.

Perawatan

Medikal

Bedah : Suatu

Pendekatan

Proses

Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC; 1994.
Situs internet

Anda mungkin juga menyukai