Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA

A. KONSEP DASAR POST PARTUM


1. Definisi
a. Post partum adalah masa pemulihan kembali setelah melahirkan yang merupakan
keadaan kembalinya alat reproduksi ke bentuk normal yang memerlukan waktu
sekita enam minggu (Manuaba, 2004).
b. Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelha itu (Hadijono, 2008:356).
c. Periode pascapartum merupakan masa transisi fisik dan psikologis mayor bagi ibu
baru dan seluruh keluarga (Reeder, 2011).
d. Periode pascapartum (puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bobak,
2004:492)
e. Masa pemulihan atau masa nifas merupakan periode dimana ibu mengalami beberapa
perubahan fisik baik perubahan fisik maupun psikologis (Pieter & Lubis, 2010).
f. Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah
kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002: 237).
g. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa post partum
merupakan masa kembalinya alat reproduksi ke bentuk normal seperti sebelum hamil
melalui perubahan secara fisik maupun psikologis yang membutuhkan waktu sekitar
enam minggu.

2. Klasifikasi Periode Nifas


Nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya
6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. (Manuaba,
2004).

3. Gejala Klinis (Fisiologi Nifas)


Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat – alat / organ reproduksi
yaitu :
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan pengecilan
ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri (TFU) post
partum menurut masa involusi:
Tabel 1. TFU menurut masa involusi

INVOLUSI TFU BERAT UTERUS


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Placenta lahir  2 cm di bawah umbilicus dengan  1000 gram
bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis
1 minggu Pertengahan antara umbilikus dan 500 gram
simfisis pubis
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50-60 gram

(Bobak,2004:493)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Selama 1 samapi 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin
secara IV atau IM diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2) Vagina dan Perineum
Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal dari kavum
uteri dan vagina. Macam – macam lochia :
a) Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi selama
2 hari pasca persalinan
b) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi
hari ke 3 – 7 pasca persalinan
c) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi hari
ke 7 – 14 hari pasca persalinan
d) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama
dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau
rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi. Penyembuhan harus
berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid biasanya akan terlihat pada
ibu yang memiliki riwayat hemoroid dan karena mengedan terlalu kuat.

3) Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon laktogen
(prolaktin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa
kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum mengandung lebih
banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Produksi ASI akan
meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena menetek merupakan suatu
rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI
akan makin banyak diproduksi.
Perubahan yang terjadi pada payudara meliputi :
a) Proliferasi jaringan kelenjar mamma dan lemak
b) Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein
albumin dan globulin yang baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi
c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam mamma.
4) Sistem Pencernaan
a) Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi
makan ringan. Setelah benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan
dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering
ditemukan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang
dirasakannya diperineum akibat episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasan buang
air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.

5) Sistem Perkemihan
a) Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti daerah-daerah kecil
hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adaya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius
bisa juga mengalami edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk
berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi penurunan atau
mengubah reflex berkemih, penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum,
bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang
muncul segera setelah wanita melahirkan dpat menyebabkan pendarahan
berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
Tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 sampai 7 hari
setelah bayi lahir.

6) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah
bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara,abdomen, paha, dan panggul
mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh dara seperti
spider angioma (nevi), eritema palmar biasanya berkurang sebagai respon
terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Diaforesis adalah
perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem integumen.

B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA


1. Pengertian
Operasi caesareaadalah kelahiran janin cukup bulan hidup melalui insisi sayatan pada
dinding perut dan rahim bagian depan.
Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat dalam keadaan berat janin
diatas 500 gram (Prawirohadjo, 2002).

2. Etiologi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu maupun pada janin. Dengan pertimbangan hal-hal yang
perlu tindakan SC proses persalinan normal lama atau kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia).
a. Pada ibu
1) Disproporsi kepala panggul /CPD / FPD
2) Disfungsi uterus
3) Distosia jaringan lunak
4) Plasenta previa
5) His lemah
6) Riwayat section caesarea
b. Pada anak
1) Janin besar
2) Gawat janin
3) Letak lintang
4) Hydrocephalus
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

3. Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin dengan cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis
yang baik
- Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim
(low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum
- Perdarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri
uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio caesarea transperitonialis
1) Sectio caesarea ektraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
2) Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Sayatan memanjang ( longitudinal ) menurut Kronig
b) Sayatan melintang ( Transversal ) menurut Kerr
c) Sayatan huruf T ( T insicion )

4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksI.
5. Pathway

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur
uteri mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia, distonia serviks, malpresentasi janin

Sectio Caesarea(SC) Kurang Informasi Ansietas

Nifas Psikologis Insisi dinding Luka post op. Tindakan


(Taking in, taking hold,
abdomen SC anastesi
taking go)
Laktasi

Terputusnya inkonuitas
Perubahan Risiko Infeksi
Progesteron dan jaringan, pembuluh darah, Imobilisasi
psikologis
esterogen menurun
dan saraf - saraf di sekitar
daerah insisi
Prolaktin meningkat Penambahan
anggota baru Penurunan

Pertumbuhan kelenjar
Merangsang tonus usus
susu terangsang Kebutuhan pengeluaran histamin
meningkat
dan prostaglandin
Defisit Perubahan Pola
Isapan bayi
Perubahan Perawatan Diri Eliminasi BAB
pola peran (konstipasi)
Nyeri Akut
Laktasi

Oksitosin
meningkat

Ejeksi ASI

Tidak adekuat

ASI tidak
keluar

Inefektif laktasi

Kurang pengetahuan
perawatan payudara

Nyeri Akut
6. Prinsip-Prinsip Perawatan Ibu Bayi Seksio Caesarea
Penanganan pada masa nifas post secsio sesaria dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan betadin lalu ditutup dengan kasa
steril untuk memberikan kenyamanan dan kebebasan bergerak bagi penderita.
b. Tempat perawatan pasca bedah
Setelah tindakan dikamar operasi, penderita dipindahkan kedalam ruang rawat
khusus (recoveri room). Bila pasca bedah keadaan penderita gawat, segera
dipindahkan ke unit perawatan darurat (intensive care), apabila keadaan penderita
mualai pulih, barulah dipindahkan ketempat penderita semula dirawat.
c. Pemberian cairan
Selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka dari itu pemberian
cairan paer infuse harus cukup banyak dan mengandung elektrolit. Cairan yang
diberikan biasanya dextrose 5% - 10%.
d. Diet
Bila pasien sudah platus, pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan dengan
mulai pemberian makanan dan minuman peroral. Penderita diberi makan bubur saring,
minum air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap diperbolehkan makan bubur dan
akhirnya makan biasa.
e. Nyeri
Sejak penderita sadar 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi,
untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat-obat anti nyeri. Setelah hari pertama
atau kedua, rasa nyeri akan hilang sendiri dengan pemberian obat-obatan. Penderita
yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tentram.
f. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan bagi penderita. Miring kekiri dan kekanan dapat dimulai 6-10 jam
setelah penderita sadar. Latihan pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari ke-2 penderita sudah dapat duduk
selama 5 menit. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari penderita diajarkan
duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke-5 pasca bedah. Mobilisasi secara tertur dan bertahap serta diikuti dengan
istirahat adalah yang paling dianjurkan.
g. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita.
Involusi uterus dapat menyebabkan perdarahan. Oleh karena itu, dianjurkan
pemasangan kateter tetapi, dawer kateter selama 24-48 jam.
h. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan (antibiotic dan vitamin (untuk pertumbuhan kulit dan
meningkatkan vitalitas, antiinfeksi untuk mencegah infeksi serta alinamin F untuk
meningkatkan peristaltic usus.
i. Perawatan rutin
Setelah selesai operasi, dokter telah membuat rencana perawatan rutin bagi
penderita pasca bedah yang diteruskan kepada paramedic baik dikamar rawat khusus
maupun setelah tiba diruang atau kamar tempat penderita dirawa. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran yang diukur adalah TD, nadi RR<
jumlah cairan masuk dan keluar, dan suhu.

7. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
- Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada
SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
- Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
8. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan,adanya antibiotika dan persediaan darah yang
cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten<
2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan
atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan
berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara
dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal
sekitar 4- 7%
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
- Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada
SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
- Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: adanya luka operatif, kondisi jahitan, keadaan luka, dan kebersihan luka.
b. Palpasi: perdarahan, pus dan luka operatif, tanda-tanda infeksi dan juga nyeri tekan
disekitar abdomen.

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan (>35mg%).
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Test HCG untuk mengetahui hamil atau tidak.
e. USG untuk mengetahui kondisi janin / cavum uteria apakah terdapat janin atau sisa
janin.
f. Urinalisis / kultur urine untuk mengetahui kuman spesifik.
g. Pemeriksaan elektrolit

11. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SEKSIO CAESAREA
1. Pengkajian
Adapun data focus yang harus dikaji pada ibu nifas dengan komplikasi tindakan
menurut Virginia handerson (14 komponen) yaitu :
a. Bernafas
Pengkajian perfasan meliputi observasi frekuensi per menit kedalaman,
keteraturan dan tanda-tanda yang menyertainya, misalnya warna dan bunyi nafas.
Orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat bernafas secara teratur kira-kira 12
sampai 20 kali per menit.
b. Makan dan minum (nutrisi)
Diet makan harus bermutu bergizi dan cukup kalori sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein banyak cairan sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Eleminasi
Menstimulasi reflek urinari mempertahankan kebiasaan eleminasi dan asupan
cairan yang adekuat dapat meningkatkan urinary.
d. Gerak dan aktifitas
Enam jam setelah post operasi ibu dianjurkan untuk segera mobilisasi sesuai
dengan kemampuan.
e. Istirahat dan tidur
Post seksio sesaria diperlukan kurang lebih 8 jam untuk istirahat dan menghindari
keletihan fisik maupun psikologis sehingga tenaga ibu pulih dengan cepat.
f. Personal hygiene
Dalam masa nifas diperlukan kebersihan diri untuk membantu mengurangi
sumber infeksi, dapat dilakukan ibu sendiri setelah cukup untuk berjalan dan dengan
bantuan untuk melakukan mandi dua kali sehari, kebersihan mulut, rambut, ganti
pakaian/pembalut dan kebersihan buah dada.
g. Pengaturan suhu tubuh
Selama persalinan peningkatan suhu tubuh dapat mengindikasi adanya infeksi,
dehidrasi atau akibat peningkatan aktifitas otot karena kontraksi uterus, suhu normal
per axial orang dewasa, yaitu 35,8- 37,30C.
h. Rasa aman dan nyaman
Rasa sakit pada luka operasi yang berlebihan harus diperiksa. Afterpain biasa
terjadi pada multipara.
i. Komunikasi dan sosialisasi
Hubungan komunikasi antar keluarga dan suami berpengaruhterhadap kejiwaan
ibu dan bayi.
j. Ibadah
Ibadah diperlukan sebagai penyejuk rohani dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
k. Prestasi
Sesuatu yang dapat dibanggakan oleh ibu atau keluarga.
l. Produktifitas
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
m. Rekreasi
Sesuatu yang dilakukan yang dapat membahagiakan anggota keluarga.
n. Belajar
Seseorang memperoleh pengetahuan bias langsung dari petugas kesehatan, hal ini
biasa dilakukan dengan bertanya langsung atau dengan mengikuti penyuluhan yang
diberikan petugas kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
c. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
d. Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
e. Risiko perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-
efek anastesi.
f. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
akibat pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian 1. Mempengaruhi
berhubungan asuhan secara komprehensif pilihan /
dengan pelepasan keperawatan tentang nyeri pengawasan
mediator nyeri selama 3 x 24 jam meliputi lokasi, keefektifan
(histamin, diharapkan nyeri karakteristik, durasi, intervensi.
prostaglandin) klien berkurang / frekuensi, kualitas,
akibat trauma terkontrol dengan intensitas nyeri dan
jaringan dalam kriteria hasil : faktor presipitasi.
pembedahan - Klien melaporkan 2. Motivasi ibu untuk 2. Memperlancar
(section caesarea) nyeri berkurang / mobilisasi secara peredaran darah
terkontrol bertahap. sehingga dapat
- Wajah tidak mempercepat
tampak meringis penyembuhan.
- Klien tampak 3. Beri posisi 3. Memberi posisi
rileks, dapat semifowler atau yang tidak
berisitirahat, dan fowler yang nyaman menimbulkan nyeri
beraktivitas menurut ibu pada ibu.
sesuai 4. Memberikan
kemampuan ketenangan kepada
4. Ajarkan pasien sehingga
menggunakan teknik nyeri tidak
nonanalgetik bertambah dan
(relaksasi progresif, melancarkan
latihan napas dalam, peredaran darah
imajinasi, sentuhan
terapeutik.)
5. Kolaborasi dengan 5. Analgetik dapat
dokter untuk mengurangi
penggunaan kontrol pengikatan
analgetik, jika perlu. mediator kimiawi
nyeri pada reseptor
nyeri sehingga
dapat mengurangi
rasa nyeri
2 Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon psikologis 1. Keberadaan sistem
berhubungan asuhan terhadap kejadian dan pendukung klien
dengan kurangnya keperawatan ketersediaan sistem (misalnya
informasi tentang selama 3x24 jam pendukung pasangan) dapat
prosedur diharapkan memberikan
pembedahan, ansietas klien dukungan secara
penyembuhan dan berkurang dengan psikologis dan
perawatan post kriteria hasil : membantu klien
operasi - Klien terlihat dalam
lebih tenang dan mengungkapkan
tidak gelisah masalahnya
- Klien 2. Tetap bersama klien, 2. Keberadaan
mengungkapkan bersikap tenang dan perawat dapat
bahwa menunjukkan rasa memberikan
ansietasnya empati dukungan dan
berkurang perhatian pada
klien sehingga
klien merasa
nyaman dan
mengurangi
ansietas yang
dirasakannya
3. Observasi respon 3. Ansietas seringkali
nonverbal klien tidak dilaporkan
(misalnya: gelisah) secara verbal
berkaitan dengan namun tampak
ansietas yang dirasakan pada pola perilaku
klien secara
nonverbal
4. Dukung dan arahkan 4. Mendukung
kembali mekanisme mekanisme koping
koping dasar,
meningkatkan rasa
percaya diri klien
sehingga
menurunkan
ansietas
5. Berikan informasi yang 5. Kurangnya
benar mengenai informasi dan
prosedur pembedahan, misinterpretasi
penyembuhan, dan klien terhadap
perawatan post operasi informasi yang
dimiliki
sebelumnya dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan
6. Diskusikan 6. Klien dapat
pengalaman / harapan mengalami
kelahiran anak pada penyimpangan
masa lalu memori dari
melahirkan. Masa
lalu / persepsi
yang tidak realistis
dan abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC akan
meningkatkan
ansietas.
7. Evaluasi perubahan 7. Identifikasi
ansietas yang dialami keefektifan
klien secara verbal intervensi yang
telah diberikan
3 Defisit perawatan Setelah diberikan 1. Perhatikan adanya sakit 1. Sebagai pedoman
diri b/d asuhan kepala pasca spinal. intervensi
kelemahan fisik keperawatan selanjutnya
akibat tindakan selama 3 x 24 jam 2. Kaji status psikologi 2. Mengurangi stress
anestesi dan diharapkan klien ibu. pasca operasi
pembedahan menunjukkan 3. Ubah posisi ibu setiap 3. Melatih mobilisasi
perawatan diri 1-2 jam. dan mencegah
yang optimal kekakuan otot.
dengan kriteria 4. Berikan bantuan sesuai 4. Personal hygiene
hasil : dengan kebutuhan sangat penting untuk
- Perawatan diri (misalnya: perawatan kenyamanan
klien terpenuhi mulut, mandi, gosok
punggung dan
perawatan perional).

4 Risiko konstipasi Setelah diberikan 1. Auskultasi terhadap 1. mengevaluasi fungsi


berhubungan asuhan adanya bising usus usus, adanya
dengan keperawatan pada keempat kuadran diastasis rekti berat
penurunan tonus selama 3 x 24 jam setiap 4 iam setelah menurunkan tonus
otot. diharapkan tidak kelahiran sesaria. otot abdomen yang
terjadi konstipasi. diperlukan untuk
upaya mengejan
selama
pengosongan.
2. Anjurkan ibu untuk 2. cairan berfungsi
minum yang adekuat untuk melunakkan
(3000cc/hari). feces.
3. Beri makanan yang 3. makan tinggi serat
tinggi serat. berguna untuk
merangsang enzim-
enzim pencernaan
4. Anjurkan ibu untuk 4. berguna untuk
untuk mobilisasi secara melatih otot-otot
bertahap dan teratur abdomen.
5 Risiko perubahan Setelah diberikan 1. Perhatikan dan catat 1. untuk
eliminasi urine asuhan jumlah, warna dan memperlancar
berhubungan keperawatan konsentrasi drainase proses perkemihan.
dengan selama 3 x 24 jam urine.
trauma/diversi diharapkanpola 2. Anjurkan ibu untuk
mekanis, efek- eliminasi urine berkemih tiap 4-6 jam, 2. dengan berkemih
efek anastesi. normal. apabila 4-6 jam dapat
memungkinkan. melatih otot-otot
kandung kemih.

6 Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang kondisi 1. Kondisi dasar


terhadap infeksi asuhan dasar / faktor risiko seperti diabetes /
berhubungan keperawatan yang ada sebelumnya. hemoragi
dengan trauma selama 3 x 24 jam Catat waktu pecah menimbulkan
jaringan / luka diharapkan klien ketuban. potensial risiko
bekas operasi tidak mengalami infeksi /
(SC) infeksi dengan penyembuhan luka
kriteria hasil : yang buruk. Pecah
- Tidak terjadi ketuban yang terjadi
tanda - tanda 24 jam sebelum
infeksi (kalor, pembedahan dapat
rubor, dolor, menimbulkan
tumor, fungsio koriamnionitis
laesea) sebelum intervensi
- Suhu dan nadi bedah dan dapat
dalam batas mempengaruhi
normal ( suhu = proses
36,5 -37,50 C, penyembuhan luka
frekuensi nadi = 2. Kaji adanya tanda 2. Mengetahui secara
60 - 100x/ infeksi (kalor, rubor, dini terjadinya
menit) dolor, tumor, fungsio infeksi sehingga
- WBC dalam laesa) dapat dilakukan
batas normal pemilihan intervensi
secara tepat.
(4,10-10,9 10^3 3. Lakukan perawatan
/ uL) luka dengan teknik 3. Meminimalisir
aseptic. adanya kontaminasi
pada luka yang
dapat menimbulkan
4. Inspeksi balutan infeksi
abdominal terhadap 4. Balutan steril
eksudat / rembesan. menutupi luka dan
Lepaskan balutan melindungi luka
sesuai indikasi dari cedera /
kontaminasi.
Rembesan dapat
menandakan
terjadinya
hematoma yang
memerlukan
5. Pantau peningkatan intervensi lanjut
suhu, nadi, dan 5. Peningkatan suhu,
pemeriksaan nadi, dan WBC
laboratorium jumlah merupakan salah
WBC / sel darah putih satu data penunjang
yang dapat
mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam darah. Proses
tubuh untuk
melawan bakteri
akan meningkatkan
produksi panas dan
frekuensi nadi. Sel
darah putih akan
meningkat sebagai
kompensasi untuk
melawan bakteri
yang menginvasi
tubuh.
6. Anjurkan intake nutrisi 6. Mempertahankan
yang cukup keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung perpusi
jaringan dan
memberikan nutrisi
yang perlu untuk
regenerasi selular
dan penyembuhan
jaringan
7. Kolaborasi untuk 7. Risiko infeksi pasca
pemeriksaan Hb dan melahirkan dan
Ht. Catat perkiraan proses
kehilangan darah penyembuhan akan
selama prosedur buruk bila kadar Hb
pembedahan rendah dan terjadi
kehilangan darah
berlebihan.
8. Kolaborasi penggunaan 8. Antibiotik dapat
antibiotik sesuai menghambat proses
indikasi infeksi

4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.Pada tahap implementasi ini
merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.
5. Evaluasi
Kriteria evaluasi :
a. Nyeri berkurang
b. Pengetahuan pasien bertambah
c. Perawatan diri klien terpenuhi
d. Tidak terjadi konstipasi
e. Pola eliminasi berkemih normal.
f. Tidak terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.Jakarta : EGC


Mansjoer, Arif. 2008, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, I.B. 2007.Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2.Jakarta : EGC
Nanda. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan.Jakarta : Prima Medika
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono, Prawiroharjo,. 2008. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai