(Bobak,2004:493)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Selama 1 samapi 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin
secara IV atau IM diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2) Vagina dan Perineum
Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal dari kavum
uteri dan vagina. Macam – macam lochia :
a) Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi selama
2 hari pasca persalinan
b) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi
hari ke 3 – 7 pasca persalinan
c) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi hari
ke 7 – 14 hari pasca persalinan
d) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama
dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau
rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi. Penyembuhan harus
berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid biasanya akan terlihat pada
ibu yang memiliki riwayat hemoroid dan karena mengedan terlalu kuat.
3) Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon laktogen
(prolaktin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa
kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum mengandung lebih
banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Produksi ASI akan
meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena menetek merupakan suatu
rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI
akan makin banyak diproduksi.
Perubahan yang terjadi pada payudara meliputi :
a) Proliferasi jaringan kelenjar mamma dan lemak
b) Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein
albumin dan globulin yang baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi
c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam mamma.
4) Sistem Pencernaan
a) Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi
makan ringan. Setelah benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan
dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering
ditemukan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang
dirasakannya diperineum akibat episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasan buang
air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
5) Sistem Perkemihan
a) Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti daerah-daerah kecil
hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adaya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius
bisa juga mengalami edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk
berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi penurunan atau
mengubah reflex berkemih, penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum,
bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang
muncul segera setelah wanita melahirkan dpat menyebabkan pendarahan
berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
Tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 sampai 7 hari
setelah bayi lahir.
6) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah
bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara,abdomen, paha, dan panggul
mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh dara seperti
spider angioma (nevi), eritema palmar biasanya berkurang sebagai respon
terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Diaforesis adalah
perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem integumen.
2. Etiologi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu maupun pada janin. Dengan pertimbangan hal-hal yang
perlu tindakan SC proses persalinan normal lama atau kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia).
a. Pada ibu
1) Disproporsi kepala panggul /CPD / FPD
2) Disfungsi uterus
3) Distosia jaringan lunak
4) Plasenta previa
5) His lemah
6) Riwayat section caesarea
b. Pada anak
1) Janin besar
2) Gawat janin
3) Letak lintang
4) Hydrocephalus
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.
4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksI.
5. Pathway
Terputusnya inkonuitas
Perubahan Risiko Infeksi
Progesteron dan jaringan, pembuluh darah, Imobilisasi
psikologis
esterogen menurun
dan saraf - saraf di sekitar
daerah insisi
Prolaktin meningkat Penambahan
anggota baru Penurunan
Pertumbuhan kelenjar
Merangsang tonus usus
susu terangsang Kebutuhan pengeluaran histamin
meningkat
dan prostaglandin
Defisit Perubahan Pola
Isapan bayi
Perubahan Perawatan Diri Eliminasi BAB
pola peran (konstipasi)
Nyeri Akut
Laktasi
Oksitosin
meningkat
Ejeksi ASI
Tidak adekuat
ASI tidak
keluar
Inefektif laktasi
Kurang pengetahuan
perawatan payudara
Nyeri Akut
6. Prinsip-Prinsip Perawatan Ibu Bayi Seksio Caesarea
Penanganan pada masa nifas post secsio sesaria dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan betadin lalu ditutup dengan kasa
steril untuk memberikan kenyamanan dan kebebasan bergerak bagi penderita.
b. Tempat perawatan pasca bedah
Setelah tindakan dikamar operasi, penderita dipindahkan kedalam ruang rawat
khusus (recoveri room). Bila pasca bedah keadaan penderita gawat, segera
dipindahkan ke unit perawatan darurat (intensive care), apabila keadaan penderita
mualai pulih, barulah dipindahkan ketempat penderita semula dirawat.
c. Pemberian cairan
Selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka dari itu pemberian
cairan paer infuse harus cukup banyak dan mengandung elektrolit. Cairan yang
diberikan biasanya dextrose 5% - 10%.
d. Diet
Bila pasien sudah platus, pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan dengan
mulai pemberian makanan dan minuman peroral. Penderita diberi makan bubur saring,
minum air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap diperbolehkan makan bubur dan
akhirnya makan biasa.
e. Nyeri
Sejak penderita sadar 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi,
untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat-obat anti nyeri. Setelah hari pertama
atau kedua, rasa nyeri akan hilang sendiri dengan pemberian obat-obatan. Penderita
yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tentram.
f. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan bagi penderita. Miring kekiri dan kekanan dapat dimulai 6-10 jam
setelah penderita sadar. Latihan pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari ke-2 penderita sudah dapat duduk
selama 5 menit. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari penderita diajarkan
duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke-5 pasca bedah. Mobilisasi secara tertur dan bertahap serta diikuti dengan
istirahat adalah yang paling dianjurkan.
g. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita.
Involusi uterus dapat menyebabkan perdarahan. Oleh karena itu, dianjurkan
pemasangan kateter tetapi, dawer kateter selama 24-48 jam.
h. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan (antibiotic dan vitamin (untuk pertumbuhan kulit dan
meningkatkan vitalitas, antiinfeksi untuk mencegah infeksi serta alinamin F untuk
meningkatkan peristaltic usus.
i. Perawatan rutin
Setelah selesai operasi, dokter telah membuat rencana perawatan rutin bagi
penderita pasca bedah yang diteruskan kepada paramedic baik dikamar rawat khusus
maupun setelah tiba diruang atau kamar tempat penderita dirawa. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran yang diukur adalah TD, nadi RR<
jumlah cairan masuk dan keluar, dan suhu.
7. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
- Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada
SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
- Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
8. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan,adanya antibiotika dan persediaan darah yang
cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten<
2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan
atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan
berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara
dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal
sekitar 4- 7%
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
- Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada
SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
- Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: adanya luka operatif, kondisi jahitan, keadaan luka, dan kebersihan luka.
b. Palpasi: perdarahan, pus dan luka operatif, tanda-tanda infeksi dan juga nyeri tekan
disekitar abdomen.
11. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SEKSIO CAESAREA
1. Pengkajian
Adapun data focus yang harus dikaji pada ibu nifas dengan komplikasi tindakan
menurut Virginia handerson (14 komponen) yaitu :
a. Bernafas
Pengkajian perfasan meliputi observasi frekuensi per menit kedalaman,
keteraturan dan tanda-tanda yang menyertainya, misalnya warna dan bunyi nafas.
Orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat bernafas secara teratur kira-kira 12
sampai 20 kali per menit.
b. Makan dan minum (nutrisi)
Diet makan harus bermutu bergizi dan cukup kalori sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein banyak cairan sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Eleminasi
Menstimulasi reflek urinari mempertahankan kebiasaan eleminasi dan asupan
cairan yang adekuat dapat meningkatkan urinary.
d. Gerak dan aktifitas
Enam jam setelah post operasi ibu dianjurkan untuk segera mobilisasi sesuai
dengan kemampuan.
e. Istirahat dan tidur
Post seksio sesaria diperlukan kurang lebih 8 jam untuk istirahat dan menghindari
keletihan fisik maupun psikologis sehingga tenaga ibu pulih dengan cepat.
f. Personal hygiene
Dalam masa nifas diperlukan kebersihan diri untuk membantu mengurangi
sumber infeksi, dapat dilakukan ibu sendiri setelah cukup untuk berjalan dan dengan
bantuan untuk melakukan mandi dua kali sehari, kebersihan mulut, rambut, ganti
pakaian/pembalut dan kebersihan buah dada.
g. Pengaturan suhu tubuh
Selama persalinan peningkatan suhu tubuh dapat mengindikasi adanya infeksi,
dehidrasi atau akibat peningkatan aktifitas otot karena kontraksi uterus, suhu normal
per axial orang dewasa, yaitu 35,8- 37,30C.
h. Rasa aman dan nyaman
Rasa sakit pada luka operasi yang berlebihan harus diperiksa. Afterpain biasa
terjadi pada multipara.
i. Komunikasi dan sosialisasi
Hubungan komunikasi antar keluarga dan suami berpengaruhterhadap kejiwaan
ibu dan bayi.
j. Ibadah
Ibadah diperlukan sebagai penyejuk rohani dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
k. Prestasi
Sesuatu yang dapat dibanggakan oleh ibu atau keluarga.
l. Produktifitas
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
m. Rekreasi
Sesuatu yang dilakukan yang dapat membahagiakan anggota keluarga.
n. Belajar
Seseorang memperoleh pengetahuan bias langsung dari petugas kesehatan, hal ini
biasa dilakukan dengan bertanya langsung atau dengan mengikuti penyuluhan yang
diberikan petugas kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
c. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
d. Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
e. Risiko perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-
efek anastesi.
f. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
akibat pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.Pada tahap implementasi ini
merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.
5. Evaluasi
Kriteria evaluasi :
a. Nyeri berkurang
b. Pengetahuan pasien bertambah
c. Perawatan diri klien terpenuhi
d. Tidak terjadi konstipasi
e. Pola eliminasi berkemih normal.
f. Tidak terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA