Anda di halaman 1dari 63

KELAINAN KOGNITAL PADA BAYI

Kelainan kongenital adalah penyebab


utama kematian bayi di negara maju
maupun negara berkembang.
Kelainan kongenital pada bayi baru
lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa
kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipe
3 macam kelainan kognital pada
bayi, di antaranya :

• Hydrocepalus
• Labioplatoskisis
• Atresia ani
Hydrocepalus PENGERTIAN

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa


Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang
berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan
"kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan
aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau
CSS). Suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh
produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi,
dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan
tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Etiologi Hydrocepalus
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih
yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh
pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam
ruang subaraknoid yang membungkus otak dan
medula spinalis untuk memberikan perlindungan
serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s
Pocket Dictionary).
Lanjutan”””””
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui
kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor
serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni
sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun
100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Lanjutan...
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis
melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari
tempat ini melalui saluran yang sempit
akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan
sisterna basalis menyebabkan gangguan
kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak ialah :

1. Kelainan bawaan (kognital)


2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Perdarahan
Klasifikasi hydroceplus

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan


dengannya, berdasarkan:
• Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult
hydrocephalus).
• Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita.
• Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan
hidrosefalus kronik.
• Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan
hidrosefalus non komunikans.
Lanjutan..
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan
Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan
anak ini juga terbagi dalam :
1. Hydrocepalus komunikan
2. Hydrocepalus non komunikan
3. Hydrocepalus berteken normal
Manifestasi klinis hydrocepalus
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung
pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran
tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi.
Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm,
dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah
selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi
dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.
Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella
terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-
tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter
Paul Rickham, 2003).
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-
kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri
kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial.
Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai
keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang
diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang
paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah
pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran
kepala.
Pemeriksaan diagnostik hydrocepalus

1. Rontgen foto kepala


2. Transimulasi
3. Lingkaran kepala
4. Ventrikulografi
5. Ultrasonografi
6. CT Scan kepala
7. MRI (magnetic resonance imaging)
Penatalaksanaan Hydrocepalus

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori


”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan
merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi
atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira
serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu
menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ
ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
3. Drainase ventrikulo-Pleural
4. Drainase ventrikule-Uretrostomi
5. Drainase ke dalam anterium mastoid
6. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam
vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil (Holter Valve/katup Holter)
7. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan
atau drainase dilakukan setelah diagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total.
Labioplatoskisis
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing
adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan
hidung. Kelainan ini dapat berupa takik
kecil pada bahagian bibir yang berwarna
sampai pada pemisahan komplit satu atau
dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung.
Klasifikasi labioplatoskisis
Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi
beberapa bagian berikut :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan
palatum durum di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum
molle posterior terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya,
palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa
unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus
ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan
jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya
berdasarkan akan dua hal yaitu

A. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat


• Celah di bibir ( labioskizis )
• Celah di gusi ( gnatoskizis )
• celah di langit ( palatoskizis )
• Celah dapat terjadi lebih dari satu organ
misalnya terjadi di bibir dan langit langit
( labiopalatoskizis)
B. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

1. Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang


ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing
yang diketahui adalah :
2. Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi
hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
3. Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi
hanya disalah satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
4. Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di
kedua sisi bibir dan memnajang hingga ke hidung.
Tanda dan Gejala :

• Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :


• Terjadi pamisahan Langit-langit
• Terjadi pemisahan bibir
• Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
• Infeksi telinga
• Berat badan tidak bertambah
• Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika
menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
Etiologi
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri
dan penyebabnya tidak diketahui dengan jelas.
Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom
atau malformasi yang disertai adanya sumbing
bibir, sumbing palatum atau keduanya yang
disebut kelompok syndrom clefts dan kelompok
sumbing yang berdiri sendiri non syndromik
clefts.
Komplikasi :
• Gangguan bicara
• Terjadinya atitis media
• Aspirasi
• Distress pernafasan
• Resiko infeksi saluran nafas
• Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
• Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
• Masalah gigi
• Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat
kecacatan dan jaringan paruh
• Kesulitan makan
Atresia Ani
Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu“a”
artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ
tubular secara kongenital disebut juga clausura
Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
• Putusnya saluran pencernaan di atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
• Gangguan organ ogenesis dalam kandungan.
• Berkaitan dengan sindrom down
Patofisologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
• Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi
atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
• Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
• Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
• Berkaitan dengan sindrom down
• Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Klasifikasi
Atresia Ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa
tipe:
• Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami
stenosis dalam berbagai derajat.
• Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi
anus karena menetapnya membran anus.
• Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai
suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak
tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya
terbentuk lekukan anus.
• Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah,pada jarak tertentu dari ujung
rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
• Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah
rektum yang normal dengan otot puborektalis yangmemiliki
fungsi sangat penting dalam proses defekasi,dikenal
sebagaiklasifikasi melboume.
• Kelainan letak rendah Rektum telah menembus “lebator sling”
sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat
berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya
anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula
anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior
lokasi anus yang normal).
Pemeriksaan penunjang :
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
• Pemeriksaan radiologis
• Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
• Sinar X terhadap abdomen
• Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
• Ultrasound terhadap abdomen
• Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
• CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
• Pyelografi intra vena
• Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
• Pemeriksaan fisik rectum
• Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
• Rontgenogram abdomen dan pelvis
• Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Hydrocepalus
1. PENGKAJIAN

Anamnesa
• Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan,pekerjaan, alamat.
• Kaji Riwayat penyakit / keluhan utama
• Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
• Kaji Riwayat Perkembangan
• Kelahiran : Prematur, Pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
• Keluhan sakit perut.
Riwayat Kesehatan

• Antrenatal : Perdarahan ketika hamil


• Natal : Perdarahan pada saat melahirkan,
trauma sewaktu lahir
• Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
Pemeriksaan Fisik :

Observasi Tanda –tanda vital


• Peningkatan sistole tekanan darah.
• Penurunan nadi / Bradicardia.
• Peningkatan frekuensi pernapasan

Ekstremitas
• Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot

Inspeksi :
• Anak dapat melihat keatas atau tidak.
• Adanya Pembesaran kepala.
• Dahi menonjol dan mengkilat. Serta pembuluh darah terlihat jelas.
Palpasi :
• Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
• Fontanela : fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.

Pemeriksaan Mata :
• Akomodasi.
• Gerakan bola mata.
• Luas lapang pandang
• Konvergensi.

Pemeriksaan sistem pernafasan :


• Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
Pemeriksaan sistem kardiovaskuler:
• Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
• penurunan nadi

Sistem persarafan:
• Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, kejang.

Sistem Pencernaan :
• Mual, muntah, malas makan

Sistem Perkemihan:
• Oliguria
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pada pasien anak dengan Hydrocephalus diagnosa yang dapat


muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Potensial terhadap perubahan integritas kulit kepala
berhubungan dengan ketidak mampuan bayi dalam
mengerakan kepala akibat peningkatan ukuran dan berat
kepala
3. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial
berhubungan akumulasi cairan serebrospinal.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tua
tentang penyakit anaknya
Rencana Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada pasien
Atresia Ani
PENGKAJIAN
Biodata klien
Riwayat keperawatan :
• Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang.
• Riwayat kesehatan masa lalu.
• Riwayat psikologis
• Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
• Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal.
• Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
• Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
• Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
• Riwayat sosial : Hubungan sosial
• Pemeriksaan fisik : Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan
pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus
melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam
24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
Pemeriksaan penunjang :

• Pemeriksaan radiologis
• Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.
• Sinar X terhadap abdomen
• Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
• Ultrasound terhadap abdomen
• Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor
• CT Scan
• Digunakan untuk menentukan lesi.
• Pyelografi intra vena
• Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
• Pemeriksaan fisik rectum
• Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
• Rontgenogram abdomen dan pelvis
• Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pada pasien anak dengan Atresiaani diagnosa yang


dapat muncul, yaitu :
Diagnosa preoperasi:
• Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
• Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
• Cemas orang tua berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
Diagnosa postoperasi:
• Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan/
insisi luka.
• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
• Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap luka kolostomi.
• Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan
kolostomi.
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan
di rumah.
Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada diagnosa preoperasi:

1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.


Tujuan: Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan
teratur.
Kriteria hasil:
• Penurunan distensi abdomen.
• Meningkatnya kenyamanan.
• Intervensi:
• Lakukan enema atau irigasi rektal.
• Kaji bising usus dan abdomen.
• Ukur lingkar abdomen
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake, muntah.
Tujuan: Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil:
• Output urin 1-2 ml/ Kg/ Jam.
• Capillary refill 3-5 detik.
• Turgor kulit baik.
• Membran mukosa lembab.
• Intervensi:
• Pantau TTV.
• Monitor intake-output cairan.
• Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV.
3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan: Kecemasan orang tua dapat berkurang.
Kriteria hasil:
• Klien tidak lemas.
• Intervensi:
• Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua
tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal.
• Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua.
• Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi.
Perencanaan keperawatan pada diagnosa postoperasi:

1. Nyeri berhubungan dengan teruma pembedahan/ insisi luka.


Tujuan: Rasa nyeri teratasi/ berkurang.
Kriteria hasil:
• Klien tampak tenang dan merasa nyaman.
• Klien tidak meringis kesakitan.
• Intervensi:
• Kaji skala nyeri.
• Kaji lokasi, waktu dan intensitas nyeri.
• Berikan lingkungan yang tenang.
• Atur posisi klien.
• Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih
lanjut.
Kriteria hasil:
• Penyembuhan luka tepat waktu.
• Tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi:
• Kaji area stoma.
• Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan
longgar pada area stoma.
• Tanyakan apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
• Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau ⅓ kantong.
• Lakukan perawatan luka kolostomi.
3. Resiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder
terhadap luka kolostomi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
• Tidak ada tanda-tanda infeksi
• TTV normal.
• Leukosit normal.
Intervensi:
• Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
• Pantau TTV.
• Pantau hasil laboratorium.
• Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
• Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
4.Perubahan eliminasi berhubungan kolostomi.
Tujuan: Gangguan pola eliminasi teratasi.
Kriteria hasil:
• BAB normal.
• Frekuensi buang air besar 1-2x/ hari.
Intervensi:
• Kaji pola dan kebiasaan buang air besar.
• Kaji faktor penyebab konstipasi/ diare.
• Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum
banyak dan mengandung tinggi serat jika konstipasi.
• Lakukan perawatan kolostomi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.
Kriteria hasil:
• Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan kolostomi
dirumah.
Intervensi:
• Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
• Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
• Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi pada anal secara tepat.
• Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
• Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
• Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Asuhan Keperawatan pada pasien
Labioplatoskisis
PENGKAJIAN
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
• BB normal neonatus : 2,75 – 3,00 kg
• TB normal neonatus : 50 cm
• LK normal neonatus : 43 -35 cm
• LD normal neonatus : 32 -33 cm
• Perkembangan motorik kasar
• Perkembangan motorik halus
• Perkembangan sensoris
• Perkembangan kognitif
• Perkembangan bahasa
• Perkembangan psikoseksual (Tahap oral)
• Perkembangan psikososial
• Perilaku social
• Perkembangan moral
• Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)
Observasi dan Pengkajian
Respiratory Sistem
• RR neonatus normal : 30 – 50 x/menit
• RR bayi normal : 26 – 40 x/menit
• Pernafasan abdominal dan diafragma
• Pernafasan dangkal dan iregular
• Pada pasien dengan labio palatoschizis system
pernafasannya terganggu, karena bayi tidak dapat
bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat.
Akibatnya dapat terjadi distress pernafasan atau
sebagai kompensasi melakukan hiperventilasi dan
selanjutnya dapat terjdi dispnea
Kardiovaskuler
• TD neonatus normal 80/50 mmHg
• TD bayi normal 90/61 mmHg
• Nadi neonatus normal 70 -170 mmHg
• Nadi bayi normal 80 – 160 mmHg
• Pada pasien labio palatoscizis, sistem kardiovaskuler tidak
mengalami gangguan

Persyarafan
Reflek pada bayi :
• Babinski
Jari – jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada
penderita labio palatoschizis reflek babinski positif
• Galant
Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika
dilakukan pengusapan di sepanjang tulang belakang. Pada
penderita labio palatoschizis reflek gallant positif
• Moro
Ekstensi tiba –tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah
ketika bayi terkejut akibat suara keras / perubahan posisi yang
cepat. Pada penderita labio palatoschizis reflek moro positif
• Palmar
Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh.
Pada penderita labio palatoschizis reflek palmar positif
• Placing
Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi
permukaan kaki ketika kaki disentuh di bagian atasnya.
Pada penderita labio palatoschizis reflek placing positif
• Plantar
Fleksi jari – jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak
kaki diusap. Pada penderita labio palatoschizis reflek
plantar positif
• Righting
Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi
tegak. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif
• Rooting
Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus
sentuhan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini positif
• Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut. Pada
penderita labio palatoschizis reflek ini negative karena muara
tuba eustachiinya terganggu
• Stepping
Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi
tegak dengan kaki menyentuh permukaan. Pada penderita
labio palatoschizis reflek ini positif.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang dapat muncul :


1. Resiko tinggi trauma sisi pembedahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan,
disfungsi menelan
2. Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan makan setelah
prosedur pembedahan
3. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan:
• Resiko tinggi trauma sisi pembedahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan,
disfungsi menelan
Kriteria hasil :
• Pasien tidak mengalami trauma pada sisi
bedah
• Sisi operasi tetap tidak rusak
Diagnosa Keperawatan:
• Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan makan setelah
prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
• Bayi mengkonsumsi jumlah nutrient yang adekuat
• Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk
menjalankan perawatan pasca operasi
• Bayi menunjukkan penambahan BB yang adekuat

Anda mungkin juga menyukai