Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari berbagai system, diantaranya adalah system


kardiovaskuler. System ini menjalankan fungsinya melalui organ jantung danpembuluh
darah. Dimana organ yang memiliki peranan penting dalam hal iniadalah jantung yang juga
merupakan organ besar dalam tubuh. Fungsi utama jantung adalah untuk memompakan darah ke
seluruh tubuh dengan cara mengembang dan menguncupyang disebabkan oleh karena adanya
rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Seperti pada organ-organ yang lain,
jantung juga dapat mengalamikelainan ataupun disfungsi.
Sehingga muncullah penyakit jantung yang dapatdibedakan dalam dua kelompok,
yaitu penyakit jantungdidapat dan penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan
adalah kelainanstruktural jantung yang kemungkinan terjadi sejak dalam kandungan dan
beberapa waktusetelah bayi dilahirkan. Salah satu jenis penyakit jantung yang tergolong
penyakit jantung bawaan adalah Ventricular Septal Defect (VSD).
VSD adalah kelainan jantung bawaan dimana terdapat lubang (defek/inkontinuitas)
pada septum ventrikel yang terjadi karena kegagalan fusi septum interventrikel pada masa
janin. VSD merupakan kelainan jantung congenital tersering dengan prevalensi 20-25 %
dari seluruh prevalensi jantung kongenital. Septum ventrikel terbagi menjadi 2
bagian,yaitu pars membranacea (bagian membran) dan pars muscularis (bagian otot).
Sedangkan septum muscularis dibagi menjadi 3 bagian, yaitu inlet, trabecular, dan
outlet (infundibulum). VSD yang terletak di pars membrane sering kali meluas ke bagian
muscular sehingga sebagian besar ahli menyebut VSD ini dengan istilah VSD
perimembranous (PM). VSD PM merupakan jenis tersering (70%), selanjutnya trabecular
(5-20%), infundibular, dan inlet.
Kejadian VSD di Amerika Serikat dan di dunia sebanding, kira-kira satu sampai dua
kasus per seribu bayi yang lahir. Riset menunjukkan bahwa prevalensi VSD di Amerika Serikat
meningkat selama tiga puluh tahun terakhir. Sebuah peningkatan ganda terjadi pada prevalensi VSD yang
dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention dari tahun 1968-1980. The
Baltimore-Washington Infant Study (BWIS) juga melaporkan sebuah peningkatan ganda pada
VSD dari tahun 1981-1989.Riset BWIS melaporkan bahwa peningkatan ini terjadi karena makin
sensitifnya deteksi penyakit ini oleh echocardiography.Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit Jantung

1
Harapan Kita, tipe perimembranus adalah yang terbanyak ditemukan (60%), kedua adalah subarterial
(37%), dan yang terjarang adalah tipe muskuler (3%). VSD sering ditemukan pada kelainan-kelainan
kongenital lainnya, seperti Sindrom Down.
Faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD adalah Rubella atau infeksi virus
lainnya pada ibu hamil, gizi ibu hamil yang buruk, ibu yang alkoholik, usia ibu diatas 40
tahun, dan ibu penderita diabetes. Pencegahan VSD dapat dilakukan pada awal masa
kehamilan terutama tiga bulan pertama dimana terjadi pembentukan organ tubuh antara
lain jantung, sebaiknya ibu tidak mengkonsumsi jamu berbahaya dan obat obat yang dijual
bebas di pasaran, menghindari minuman beralkohol, dan memperbanyak asupan makanan
bergisi terutama yang mengandung protein dan zat besi juga asam folat tinggi.Pencegahan
infeksi pada masa hamil dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi MMR untuk
mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil yang merupakan faktor
risiko terjadinya VSD.
Penyakit kelainan jantung bawaan dapat di diagnosa sejak masa kehamilan yakni
memasuki usia kehamilan 16 hingga 20 minggu dengan pemeriksaan USG kandungan.
Semakin dini diagnose dapat di ketahui maka harapan untuk proses penyembuhan akan
semakin besar. Oleh karena itu sebagai perawat harus berusaha memberikan nasehat
terutama pada ibu yang sedang hamil untuk dapat menghindari hal - hal yang dapat
menimbulkan penyakit VSD, sehingga turut membantu menurunkan prevalensi kejadian
VSD di Indonesia pada khususnya, dan juga perawat harus menerapkan asuhan
keperawatan secara tepat kepada pasien dengan VSD.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Ventrikel Septum Defect.
2. Tujuan khusus

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Ventricular Septal Defect (VSD)


Defek septum ventricular (VSD) adalah suatu keadaan abnormal yaitu adanya
pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.(Rita &Suriadi, 2001). VSD adalah
adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan ventrikel kanan dan
ventrikel kiri. (Heni dkk, 2001).
Ventricular septal defect (VSD) adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada
septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat
kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Kebocoran ini
terjadi karena kelambatan dalam pertumbuhannya.

B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB), penyebabnya
tidak diketahui. Lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial seperti:
1. Kelainan perkembangan embrionik pada usia lima sampai delapan minggu
2. Infeksi ibu selama trimester pertama
3. Ibu menderita DM dengan ketergantungan pada insulin
4. Gizi ibu jelek
5. Radiasi
Faktor yang berpengaruh, diantaranya adalah:
1. Faktor eksogen
Seperti ibu dengan DM, fenilketonuria, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan
obat-obatan (maternalfaktor).
2. Faktor endogen
Seperti riwayat keluarga dengan penyakit jantung (faktor genetik).

C. Patofisiologi
Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan resistensi
sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan resistensi pulmonal. Hal ini
mengakibatkan darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek septum.Volume darah di
paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru.

3
Dengan demikian tek.ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke
kanan. Hal ini akan berisiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertropi otot
ventrikel kanan sehingga terjadi peningkatan workload dan terjdi pembesaran atrium
kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak
sempurna.

D. Manifestasi Klinis
Defek kecil asimtomatik, defek sedang hingga besar menimbulkan keluhan seperti
kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami
batuk serta infeksi saluran napas berulang. Ini menyebabkan pertumbuhan yang lambat.
Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat,
dapat teraba thrill sistolik, bunyi jantung II mengeras bila telah terjadi hipertensi
pulmonal, terdengar bising pansistolik di SIC 3-4 parasternal kiri yang menyebar
sepanjang parasternal dan apeks. Pada pirau yang besar dapat terdengar bising
middiastolik di apeks akibat aliran berlebihan, dapat ditemukan gagal jantung kongestif.
Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dan sindrom eisenmenger, penderita tampak
sianosis dengan jari tabuh, bahkan mungkin disertai tanda gagal jantung kanan
(Purwaningtyas, 2008; Rilantono, 2003)
1. VSD Kecil
Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit membesar dan tidak ada
gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung biasanya normal, dapatditemukan bising
sistolik dini pendek yang mungkin didahului early systolic click. Ditemukan pula
bising pansistolik yang biasanya keras disertai getaran bising dengan pungtum
maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang sternum
kiri, bahkan ke seluruh prekordium.
2. VSD Sedang
Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat minum atau memerlukan
waktu lebih lama/tidak mampu menyelesaikan makan dan minum, kenaikan berat
badan tidak memuaskan, dan sering menderita infeksi paru yang lama sembuhnya.
Infeksi paru ini dapat mendahului terjadinya gagal jantung yang mungkin terjadi pada
umur 3 bulan.
Bayi tampak kurus dengan dispneu, takipneu,serta retraksi. Bentuk dada biasanya
masih normal. Pada pasien yang besar, dada mungkin sudah menonjol. Pada auskultasi

4
terdengar bunyi getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis
parasternal kiri yang menjalar ke seluruh prekordium.
3. VSD Besar.
Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I sampai III dapat terjadi
pirau kiri ke kanan yang bermakna dan sering menimbulkan dispneu.Gagal jantung
biasanya timbul setelah minggu VI, sering didahului infeksi saluran napas bawah.
Bayi sesak napas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen
akibat gangguan pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat nyata.
Biasanya bunyi jantung masih normal, dapat didengar bising pansistolik, dengan
atau tanpa getaran bising, melemah pada akhir sistolik karena terjadi tekanan sistolik
yang sama besar pada kedua ventrikel. Bising mid-diastolik di daerah mitral mungkin
terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat.

E. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lubang, VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe:
1. Perimembranous, bila lubang terletak didaerah septum membranous dan sekitarnya.
2. Subarterial Doubly commited, bila lubang terletak didaerah septum infundibuler.
3. Muskuler, bila lubang terletak didaerah septum muskuler inlet, outlet ataupun
trabekuler.
Besar dan arah shuny tergantung 2 hal, yaitu besar kecilnya defek dan tekanana
pulmonal (Robbins, 2007). Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan
terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru
bertambah.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto thorax : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru
meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a.
pulmonal.
2. Elektrokardiografi : LVH, LAH.
3. Ekokardiografi : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri,
dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi
defek septum ventrikel, dengan defek doppler dan warna dapat dipastikan arah dan
besarnya aliran yang melewati defek tersebut.

5
4. Kateterisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat
mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi
ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD (Joto, 2001;
Kertohusodo, 1987; Rakhman, 2003).
5. Auskultasi jantung
6. Pemantauan tekanan darah
7. MRI

G. Pencegahan VSD
1. Anak diberikan asupan kalori yang memadai agar mencapai pertumbuhan yang
optimal.
2. Sebelum dan selama hamil ibu menghindari pemakaian alkohol, merokok dan
mengontrol diabetesnya secara teratur.
3. Menurut Artikel Ventricular Septum Defect pasien Small Ventricular Septum Defect
dengan tekanan arteri paru normal, fungsi ventrikel normal, dan tidak ditemukan lesi
memiliki toleransi aktifitas yang normal dan tidak ada batasan berolahraga.
Sedangkan yang memiliki pulmonary arterial hypertension biasanya memiliki batasan
dalam berolahraga. Dan juga pada wanita hamil dengan Small Ventricular Septum
Defect tanpa hipertensi paru tidak menimbulkan resiko pada kehamilan. Sedangkan
moderate defects dapat meningkatkan aliran darah pada paru-paru selama kehamilan

H. Penatalaksanaan
1. Terapi
1) Pada VSD kecil
VSD kecil tidak perlu dirawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi
anak. Berikan antibiotik seawal mungkin .Vasopresor atau vasodilator adalah
obat – obat yang dipakai untuk anak dengan VSD dan gagal jantung misal
dopamin ( intropin ) memiliki efek inotropik positif pada miokard menyebabkan
peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi.
Sedang isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik posistif pada miokard
menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung. Bayi dengan gagal
jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif
dalam bentuk pengikatan / penyatuan arteri pulmonar. Pembedahan tidak ditunda
sampai melewati usia prasekolah.

6
2) Pada VSD sedang
Jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5
tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal
jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat
dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
3) Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen
Biasanya pada keadaan gagal jantung pengobatannya menggunakan digitalis.
Bila ada anemia diberi transfuse eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi
besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada
gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
4) Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen
Operasi paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri
pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan
diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila
defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke
ventrikel kiri melalui defek.
5) Antibiotic profilaksis → mencegah endokarditis pada tindakan tertentu.
Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun, Prognosis
operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam keadaan baik, BB 15
kg. Bila sudah terjadi sindrom Eisenmenger ini tidak dapat dioperasi. Sindrom
Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD yang berat, yaitu ketika
tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, sehingga shuntnya sebagian
atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri sebagai akibat terjadinya
penyakit vaskuler pulmonal.
Artikel Ventricular Septum Defect, dulu Pasien dengan ventricular septal
defects direkomendasikan secara rutin diberikan antibiotik profilaksis untuk
menghindari terjadinya endokarditis. Hal ini dikarenakan resiko peningkatan
endokarditis disebabkan bakteremia. Kurangnya kebersihan gigi mungkin
mengakibatkan timbulnya bakteremia, dan pengobatan dengan antibiotik dapat
mengurangi resiko bakteremia dan endokarditis.
Kemudian, bukti-bukti menunjukkan bahwa endokarditis kemungkinan besar
disebabkan dari kebersihan gigi yang buruk, serta gaya hidup pasien. Karena
kurangnya data untuk mendukung perihal tentang efektitas profilaksis antibiotik
untuk pencegahan endokarditis, saran tersebut diubah. Selanjutnya peneliti

7
menyarankan bahwa pasien dengan ventricular septum defect tanpa komplikasi
tidak perlu antibiotik, tetapi mereka menekankan untuk melakukan pencegahan
infeksi gigi, dengan secara teliti menjaga kebersihan gigi setiap hari dan secara
berkala memeriksakannya ke dokkter gigi.
Namun, antibiotik profilaksis untuk perawatan gigi terus direkomendasikan
selama 6 bulan setelah menyelesaikan operasi penutupan atau transcatheter
closurer bagi pasien ventricular septum defect dan pada saat masih terdapat
kerusakan yang berkaitan dengan material tambalan, karena situasi ini bisa
menghambat endothelialisasi.

I. Komplikasi
1. Endokarditis infektif
2. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar
3. Penyakit vaskular paru progresif
4. Kerusakan sistem konduksi ventrikel
5. Infeksi paru gagal jantung kongestif
6. Eisenmenger’s syndrome
Beberapa pasien dengan VSD yang besar tidak terkoreksi biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan, infeksi pernafasan berulang, hipertenis pulmonal, dan gangguan
ventrikel kanan dan kiri. Komplikasi yang utama adalah kegagalan ventrikel kanan yang
berat dengan terjadinya shunting yang reversal (Eisenmenger’s syndrome).

J. Prognosis
1. Dengan bertambahnya umur membuat VSD mengecil, bahkan menutup
2. Sebagian besar menutup pada 2 tahun pertama pada VSD kecil
3. Lebih dari 2 tahun tidak menutup yang menyebabkan dapat menjadi menetap
4. Defek sedang & besar bisa menimbulkan gagal jantung
K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktifitas
terbatas)
2) Kaji adanya komplikasi
3) Riwayat kehamilan
4) Riwayat perkawinan

8
5) Pemeriksaan umum : keadaan umum, berat badan, tanda – tanda vital, jantung
dan paru
6) Kaji aktivitas anak
7) Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung : nafas cepat, sesak nafas, retraksi dada,
bunyi jantung tambahan (mur-mur), edema tungkai, hepatomegali.
8) Kaji adanya tanda hypoxia kronis : clubbing finger
9) Kaji pola makan, pertambahan berat badan.
2. Diagnosa
1) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan
pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4) Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
3. Rencana Keperawatan

N Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
O keperawatan

1 Penurunan curah Setelah diberikan asuhan 1. Observasi kualitas dan


jantung yang keperawatan diharapkan kekuatan denyut jantung , nadi
berhubungan penurunan curah jantung perifer, warna dan kehangatan
dengan tidak terjadi dengan kriteria kulit
malformasi hasil
2.Tegakkan derajat cyanosis
jantung
(misal : warna membran mukosa
derajat finger)

3.Berikan obat – obat digitalis


sesuai order

4.Berikan obat – obat diuretik


sesuai order.

2 Perubahan Setelah diberikan asuhan 1. Hindarkan kegiatan


nutrisi kurang keperawatan diharapkan perawatan yang tidak perlu

9
dari kebutuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi pada klien
tubuh dengan kriteria hasil :
2. Libatkan keluarga dalam
berhubungan
- Makanan habis 1 porsi. pelaksanaan aktifitas klien
dengan
kelelahan pada - Mencapai BB normal 3. Hindarkan kelelahan yang
saat makan dan sangat saat makan dengan
- Nafsu makan meningkat.
meningkatnya porsi kecil tapi sering
kebutuhan
4. Pertahankan nutrisi dengan
kalori.
mencegah kekurangan
kalium dan natrium,
memberikan zat besi.

5. Sediakan diet yang seimbang,


tinggi zat nutrisi untuk
mencapai pertumbuhan yang
adekuat.

6. Jangan batasi minum bila


anak sering minta minum
karena kehausan

3 Intoleransi Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan klien untuk


aktivitas keperawatan diharapkan melakukan permainan dan
berhubungan pasien dapat melakukan aktivitas yang ringan.
dengan ketidak aktivitas secara mandiri
2. Bantu klien untuk memilih
seimbangan dengan kriteria hasil :
aktifitas sesuai usia, kondisi
antara
- Pasien mampu melakukan dan kemampuan.
pemakaian
aktivitas mandiri.
oksigen oleh 3. Berikan periode istirahat
tubuh dan suplai setelah melakukan aktifitas
oksigen ke sel.

4 Cemas Setelah diberikan asuhan 1. Orientasikan klien dengan


berhubungan keperawatan diharapkan lingkungan
dengan cemas berkurang dengan

10
ketidaktahuan kriteria hasil : 2. Ajak keluarga untuk
terhadap mengurangi cemas klien jika
- Pasien tidak bertanya-
penyakit. kondisi sudah stabil
tanya.
3. Jelaskan keadaan yang
- Cemas berkurang. Pasien
fisiologis pada klien post op
tidak tampak bingung.

11
BAB III

KASUS

A. Kasus :
Anak W (10 th) masuk rumah sakit pada tanggal 19 Mei 2012 dengan keluhan sesak
nafas, sesak napas bertambah setelah berjalan ±10 m, perut terasa penuh, seluruh tubuh
nampak kebiruan, dan pasien sulit tidur. Keluarga menyebutkan bahwa anak W sering
sesak nafas sejak usia 8 tahun, ketika berolahraga senam dan lari. 2 minggu SMRS dengan
gejala yang muncul seperti di atas anak W diminta untuk melakukan rontgen thorax dan
hasilnya menunjukkan scoliasis thoracalis, cardiomegali, dan tidak ada efusi pleura. Hasil
pengkajian tanggal 21 Mei 2012 menunjukkan data sesak nafasnya sudah berkurang,
pasien merasa sesak nafas ketika berjalan ke kamar mandi, nafsu makan pasien pun
berkurang, sehingga pasien hanya mampu menghabiskan ½ porsi makan saja. Data yang
lain antara lain TB:157 cm; BB:34 kg; IMT:13,79; LK:52,5; LLA:17 cm; LB:64;
LP:60cm; RBC:6,38; MCV:72,8fL; MCH:24,1g/dl.

B. Pengkajian
1. Identitas Pasien:
1) Nama : Anak W
2) Usia : 10 tahun
3) Tanggal masuk RS : 19 Mei 2012
2. Anamnesa
1) Keluhan Utama
Sesak nafas, sesak napas bertambah setelah berjalan ±10 m, perut terasa
penuh, seluruh tubuh nampak kebiruan, dan pasien sulit tidur.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga menyebutkan bahwa W sering sesak nafas sejak usia 8 tahun, ketika
berolahraga senam dan lari.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Sesak nafas ketika berjalan ke kamar mandi, nafsu makan pasien pun
berkurang, sehingga pasien hanya mampu menghabiskan ½ porsi makan saja.
3. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Pernapasan

12
Rontgen thorax menunjukkan scoliasis thoracalis, tidak ada efusi pleura dan
RR: 28x/menit.
2) Sistem Kardiovaskuler
Rontgen thorax juga menunjukkan adanya cardiomegali, RBC:6,38;
MCV:72,8fL; MCH:24,1g/dl, TD: 100/60 mmHg, HR : 110x/mnt dan suara
jantung: Gallop (S3)
3) Sistem Muskuloskeletal
TB:157 cm; BB:34 kg; IMT:13,79; LK:52,5; LILA:17 cm; LB:64 cm;
LP:60cm;
C. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
- DS: - Penurunan curah
- sesak nafas jantung
- sesak nafas ketika berjalan ke kamar
mandi
- - perut terasa penuh
- - sulit tidur
: - DO:
- tubuh kebiruan
- - hanya mampu menghabiskan ½
- porsi makan
- scoliasis thoracalis
- -cardiomegali
- rontgen thorax menunjukkan scoliasis
thoracalis, cardiomegali
- IMT:13,79; LK:52,5; LLA:17 cm;
LB:64; LP:60cm; RBC:6,38;
MCV:72,8fL; MCH:24,1g/dl.
DS: Gangguan pertukaran
- sesak nafas gas

- - perut terasa penuh


- - sulit tidur

13
DO:
- seluruh tubuh nampak kebiruan
- sesak napas bertambah setelah berjalan
±10 m
DS: Intoleransi aktivitas
- keluhan sesak nafas
- sesak nafas ketika berjalan kekamar
mandi
- Keluarga menyebutkan bahwa anak W
sering sesak nafas sejak usia 8 tahun,
ketika berolahraga senam dan lari
- hanya mampu menghabiskan ½ porsi
makan saja
DO:
- sesak napas bertambah setelah berjalan
±10 m
- IMT:13,79; LK:52,5; LLA:17 cm;
LB:64; LP:60cm; RBC:6,38;
MCV:72,8fL; MCH:24,1g/dl.
DS: Ketidak seimbangan
- pasien mengeluh perut terasa penuh nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
- nafsu makan pasien berkurang
DO:
- pasien hanya mampu menghabiskan ½
porsi makan saja
- TB:157 cm; BB:34 kg;

D. Diagnose Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
2. Gangguan pertukaran gas b.d hiperventilasi
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplay O2
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d adanya gangguan
Ventrikel Septum Defect

14
E. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Penurunan curah Efektivitas pompa jantung Cardiac Care
jantung b.d Kriteria hasil: Aktivitas:
malformasi - Suara jantung pasien - Catat tanda dan gejala
jantung normal penurunan curah jantung
-Dapa mentoleransi aktifitas - Selalu monitor TTV
- Tidak sianosis - Monitor status cardivaskuler
- Tidak mengalami sesak - Sediakan terapi anti aritmia
nafas berdasarkan kebijakan unit
- Ukuran jantung pasien - Monitor respon pasien
kembali normal untuk pengobatan anti aritnia
- Jadwalkan pelatihan dan
waktu istirahat untuk
mencegah kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Instruksikan pasien
untuk segera melaporkan
pada petugas jika merasakan
ketidaknyamanan di dada
2. Gangguan Status pernafasan : Terapi oksigen
pertukaran gas pertukaran Gas Aktivitas :
b.d hiperventilasi Criteria Hasil - Memertahankan kepatenan
- Hasil X-Ray dada tidak jalan nafas
menunjukkan scoliosis - Atur Oksigenisasi
thoracalis - Kelola tambahan oksigen
- Klien mampu mencapai - Monitor aliran oksigen
keseimbangan ventilasi - Monitor posisi selang
perfusi oksigen
- Klien tidak merasakan - Cek peralatan dan aliran O2
sesak nafas secara berkala untuk

15
- Klien tidak mengeluhkan memastikan aliran sesuai
kurang istirahat / tidur dengan yang dibutuhkan
-Klien tidak menunjukkan - Monitor keefektifan terapi
sianosis oksigen
- Monitor kemampuan paisen
untuk mentoleransi ketika
oksigen dilepaskan saat
makan
Respratory Monitoring
Aktivitas :
- Monitir kecepatan,
ritme, kedalaman, dan usaha
dalam bernafas
- Monitor pola nafas
- Auskultasi pola nafas, catat
area penurunan /
ketidakseimbangan ventilasi
dan adanya suar tambahan
- Monitor adanya dyspnea
3. Intoleransi Toleransi aktivitas criteria Cardiac Care : Rehabilitatif
aktivitas b.d Hasil: Aktivitas :
ketidakseimbang - Denyut nadi kembali - Memantau toleransi aktifitas
an suplay O2 pada range normal pasien
- Tidak sianosis - Instruksikan pasien untuk
- Dapat berjalan lebih memberitahukan ketika
jauh dari 10 m mengalami nyeri dada
- Dapat melakukan - Instruksikan pasien dalam
aktifitas sehari-hari merawat diri saat nyeri dada
mulai dari yang ringan
Peningkatan tidur
Aktivitas :
- Memperkirakan siklus
bangun tidur pasien dalam

16
merencanakan tindakan
keperawatan
- Anjurkan pasien untuk
memonitor pola tidur
- Menyesuaikan lingkungan
untuk membuat pasien
nyaman dalam tidur
(pencahayaan dan temperatur
diatur sesuai dengan yang
diinginkan)
4. Ketidakseimbang Nafsu makan Nutrition Terapy
an nutrisi kurang Kriteria hasil : Aktivitas :
dari kebutuhan - Pasien dapat menikmati - Lengkapi pengakjian nutrisi
tubuh b.d adanya makan yang dikonsumsi pasien
gangguan - Keinginan untuk makan - Monitor makanan dan
Ventrikel meningkat minuman serta menghitung
Septum Defect - Intake nutrisi yang intake nutrisi
dikonsumsi juga - Kolaborasi dengan ahli gizi ,
mengalami peningkatan jumlah kalori dan tipe nutrisi
yang dibutuhkan
- Memilih suplement nutrisi
jika dibutuhkan
Nutrition Monitoring
Aktivitas:
- Monitor BB
- Monitor energi yang
dikeluarkan, kelemahan dan
kelelahan
Nutrition Status Nutrition Management
Criteria Hasil : Aktivitas:
- Intake nutrisi cukup - Pengakjian makanan yang
- Intake makanan cukup menimbulakan alergi
- Kenaikan BB / TB - Mengkaji makanan yang

17
disenangi
- Memberikan dan
menyarankan untuk
mengkonsumsi rendah
kolesterol
- Catat intake yang masuk

18
BAB IV

PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pada askep teori, ada beberapa penyebab pasien mengalami VSD, yairu sebagai
berikut: kelainan perkembangan embrionik pada usia lima sampai delapan minggu,
infeksi ibu selama trimester pertama, ibu menderita DM dengan ketergantungan pada
insulin, gizi ibu jelek dan radiasi. Namun sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan
(PJB), penyebabnya tidak diketahui. Begitu pula dengan pasien pada kasus, pasien W
tidak diketahui penyebabnya. Pada manifestasi, yang muncul pada pasien pada askep
teori adalah adanya tanda-tanda gagal jantung : nafas cepat, sesak nafas, retraksi dada,
bunyi jantung tambahan (mur-mur), edema tungkai, hepatomegaly, hypoxia kronis dan
clubbing finger. Sedangkan pada askep kasus, manifestasi yang muncul adalah sesak
nafas, nampak kebiruan, dan pasien sulit tidur. Selain itu dari pemeriksaan penunjang
rontgen thorax juga menunjukkan adanya cardiomegaly. TD: 100/60 mmHg, HR :
110x/mnt dan suara jantung: Gallop (S3). Manifestasi pada pasien dalam kasus sebagian
besar sesuai dengan askep teori. Walaupun ada beberapa manifestasi yang berbeda dan
tidak muncul pada pasien dalam kasus, seperti suara jantung mur-mur ( dalam kasus
gallop ), edema, clubbing finger dan hepatomegaly tidak dijumpai pada kasus.
Kemudian, seluruh tubuh pasien membiru ( sianosis ) yang mengindikasikan bahwa
telah terjadi penyakit vaskuler paru dan sindrom eisenmenger yang disertai dengan
tanda-tanda CHF karena pasien telah mengalami cardiomegali yang mana hal ini sesuai
dengan manifestasi pada askep teori dan komplikasi dari VSD. Pada pengkajian juga
dilakukan pemeriksaan diagnostik kepada pasien berupa rontgen dada, auskultasi jantung
dan pemantauan TD sesuai dengan teori pada bab 2.

2. Diagnosa
Pada askep teori diagnosa yang diangkat adalah:
A. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada
saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
C. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
D. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya

19
Sedangkan pada askep kasus, kami mengangkat diagnosa sebagai berikut:
A. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
B. Gangguan pertukaran gas b.d hiperventilasi
C. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplay O2
D. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d adanya gangguan
Ventrikel Septum Defect
Dari segi diagnose, askep teori maupun askep kasus mengangkat diagnose utama
yang sama, begitu pula dengan diagnose yang lainnya. Hanya saja, pada askep kasus
kami mengambil diagnose gangguan pertukaran gas yang tidak muncul pada askep teori
dan pada askep teori muncul diagnose cemas yang tidak muncul pada askep kasus.
Setelah melakukan diskusi kelompok, kami sepakat untuk mengangkat diagnosa
gangguan pertukaran gas karena pasien tampak menunjukkan tanda – tanda sesak,
sianosis, HR 110x/menit dan RR 28x/menit. Sedangkan alasan kami tidak mengangkat
diagnosa cemas adalah pasien pada kasus tidak menunjukkan tanda – tanda cemas
untuk mendukung data dianalisa data, akan tetapi cemas dapat saja terjadi pada setiap
pasien yang sakit.

3. Intervensi
Pada intervensi, askep teori maupun askep kasus menggunakan NIC dan NOC yang
sama karena diagnosa yang diangkat juga sama. Pada askep kasus, untuk diagnose
pertama NIC yang kami ambil yaitu cardiac care, diagnose kedua yaitu respratory
monitoring, diagnose ketiga yaitu cardiac care dan peningkatan tidur ( karena pasien sulit
tidur ) serta diagnose keempat yaitu nutrition terapy, begitu pula pada askep teori. Hanya
saja, pada askep kasus kami tidak menampilkan intervensi untuk mengatasi cemas karena
kami tidak mengangkat diagnose tersebut dan pada askep teori pun tidak menampilkan
intervensi untuk diagnose gangguan pertukaran gas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:FKUI

Cecily L. Bets, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3, Jakarta : EGC,
2002.

Junadi dkk, Kapita Selekta kedokteran, Ed2, Media Aesculapius, FKUI, 1982

M.H Abdoerrachman, M.B Affandi, S. Agusman, H. Alatas, Dahlan A, Aminullah A,et all.
2007 .Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: FKUI

NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.


Philadelphia: NANDA International.

Schwartz M. William. 2004.Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta :EGC

Samik, Wahab A. 2009.Kardiologi Anak. Jakarta :EGC

21

Anda mungkin juga menyukai