Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH

RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD) PADA ANAK

untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan anak II


Dosen Pengampu : Ns. Rahmawati Maulidia, M.Kep
Disusun oleh :

1. CITRO HASTARING R

2. AGUNG DARMAWAN

3. AMINATUS SA’DIYAH

4. NOVY NORLILAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI

MALANG

2021
BAB 1

1.1 Latar Belakang

Pada beberapa orang, infeksi strep yang berulang menyebabkan sistem kekebalan
bereaksi terhadap jaringan tubuh termasuk meradang dan jaringan parut pada katup
jantung. Inilah yang disebut sebagai demam rematik. Penyakit jantung rematik
terjadi akibat peradangan dan jaringan parut pada katup jantung yang disebabkan
oleh demam rematik
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR)
akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit
ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat
pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia (Smeltzer, 2000).

Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap


akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah
menyerang katup pulmonal. Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan
demam reumatik akut (DRA) dan PJR.
Demam rematik sebagian besar menyerang anak-anak dan remaja di negara
berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di mana kemiskinan tersebar luas
dan akses ke layanan kesehatan terbatas. Orang yang hidup dalam kondisi yang
terlalu padat dan buruk memiliki risiko terbesar untuk mengembangkan penyakit
ini.
Dimana demam rematik dan penyakit jantung rematik adalah endemik,
penyakit jantung rematik adalah penyakit jantung utama yang terlihat pada wanita
hamil, menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal yang signifikan.
Wanita hamil dengan penyakit jantung rematik berisiko mengalami efek samping,
termasuk aritmia jantung dan gagal jantung karena peningkatan volume darah
yang memberi tekanan lebih pada katup jantung. Tidak jarang wanita tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit jantung rematik hingga kehamilan.
Meskipun telah diberantas di banyak bagian dunia, penyakit ini tetap menyebar
di sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah dan Selatan, Pasifik Selatan,
dan di antara imigran dan orang dewasa yang lebih tua di negara-negara
berpenghasilan tinggi, terutama di masyarakat adat (WHO,2020)

Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15


tahun. DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia
5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio
ekonomi rendah dan lingkungan buruk. Keterlibatan jantung menjadi komplikasi
terberat dari DRA dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Dengan 60% dari 470.000 kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian
PJR yang 15 juta jiwa. Penderita PJR akan berisiko untuk kerusakan jantung
akibat infeksi berulang dari DRA dan memerlukan pencegahan. Morbiditas akibat
gagal jantung, stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar
1.5% penderita rheumatic carditis akan meninggal pertahun. DRA dan PJR
diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum
jelas. Di seluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan
dewasa muda. 90.000 akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini
didunia adalah sebesar 1-10%.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut :

1. Bagaimana konsep teori penyakit RHD ?


2. Bagaimana etiologic penyakit RHD ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit RHD?

4. Bagaimana pathway dan patofisiologi penyakit RHD?

5. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit RHD?

6. Bagaiman Patogenesis penyakit RHD?


1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penyusunan makalah ini untuk mengetahui bagaimana konsep


penyakit RHD pada anak.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Bagaimana konsep teori penyakit RHD ?

2. Bagaimana etiologi penyakit RHD ?

3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit RHD?

4. Bagaimana pathway dan patofisiologi penyakit RHD?

5. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit RHD?

6. Bagaiman Patogenesis penyakit RHD?

1.4 Manfaat

1. Bagaimana konsep teori penyakit RHD.

2. Dapat mengetahui etiologi penyakit RHD .

3. Dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit RHD


4. Dapat mengetahui pathway dan patofisiologi penyakit RHD

5. Dapat mengetahui Penatalaksanaan penyakit RHD

6. Dapat mengetahui Patogenesis penyakit RHD


BAB 2

2.1 Konsep Teori Penyakit

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic


heart disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup
mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.

Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai


reaksi terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring.

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau


kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis,
Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan


kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang
berulang kali.

Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang


mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung
dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A.
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari Demam Rematik (DR).

2.1.2 Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat


interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini
berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang
berhubungan dengan streptococcus di kulit ataupun di saluran nafas, demam
rematik tampaknya tidak berhubungan dengan streptococcus di kulit. Faktor-
faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.

Faktor resiko penyakit jantung rematik

a. Faktor-faktor pada individu:

1) Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap


demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus

2) Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak
ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin
lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3) Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun


ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibanding dengan orang kulit putih.

4) Umur

Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam


reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat
jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi
umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada
anak
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik
dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada
keadaan lingkungan.

Faktor resiko penyakit jantung rematik

b. Faktor-faktor pada individu:

1) Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap


demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus

2) Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan


dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak
ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin
lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3) Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun


ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibanding dengan orang kulit putih.

4) Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat
jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi
umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada
anak
usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi
streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5) Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan


apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

6) Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian


dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein
dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis
pada reumatik fever.
b. Faktor-faktor lingkungan:

1) Keadaan sosial ekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk,


rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2) Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi,
lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3) Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi


saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik
juga meningkat.
2.1.3 Manifestasi Klinis

Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik dibedakan atas manifestasi


mayor dan minor.

Manifestasi Mayor

a. Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang


mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal
adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi
takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara
radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung,
dan tanda perikarditis.

b. Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam


reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau
inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.

c. Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih


kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang
menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang
tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.

d. Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul


berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan.
Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas
jari, lutut, dan persendian kaki.

e. Korea Sydenham. Gerakkan yang tidak disengaja atau gerakkan yang

abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.

Manifestasi Minor

1) Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung


reumatik

2) Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien
kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya

3) Demam tidak lebih dari 390 celcius

4) Leukositosis

5) Peningkatan Laju Endap Darah (LED)

6) C-Reaktif Protein (CRF) positif

7) P-R interval memanjang

8) Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)


9) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua

kriteria minor dan satu kriteria mayor.

Bukti-bukti infeksi streptococcus :

1) Kultur positif

2) Ruam skarlatina

3) Peningkatan antibodi streptococcus yang


meningkat Berdasarkan stadium

a. Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A.
- Demam
- Batuk
- Rasa sakit waktu menelan
- Muntah
- Diare
- Peradangan pada tonsil yang disertai peradangan
b. Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung
1-3 minggu
c. Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik atau penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
Peradangan umum dan manisfestasi spesifik demam rematik atau penyakit
jantung rematik
Gejala peradangan umum :

1. Demam yang tinggi

2. Lesu

3. Anoreksia

4. Lekas tersinggung

5. Berat badan menurun

6. Kelihatan pucat

7. Epistaksis

8. Athralgia

9. Rasa sakit disekitar sendi


10. Sakit perut

d. Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala
sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung
reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai
dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami
reaktivasi penyakitnya.
2.1.4 Pathway dan Patofisiologi
Patofisiologi RHD
Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang
disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic treptococcus yang menyerang
pada pharynx. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20
prodak ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta
streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibodi. Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan terhadap beberapa produk tersebut.

Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk


imun kompleks. Reaksi silang imun komleks tersebut dengan sarcolema kardiak
menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya
terjadi pada katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen.

Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau
pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman
A betahemolytic.

Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di


ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama
morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.

2.1.5 Penatalaksanaan

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis
akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal
jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi
tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan
terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik
untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal
atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas
tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka
panjang.
ALGORITMA

Profilaksis sekunder ARF pada seseorang yang diketahui memiliki ARF


adalah satu- satunya strategi pengendalian RHD yang terbukti efektif dan hemat
biaya pada tingkat individu dan populasi. Metode yang disarankan adalah injeksi
Benzathine penicillin G (BPG) empat minggu.

Durasi profilaksis sekunder yang tepat ditentukan oleh sejumlah faktor,


termasuk usia, waktu sejak episode terakhir ARF dan potensi bahaya dari AFR
rekuren. Bagi sebagian besar individu, durasi sekunder paling sedikit 10 tahun.

Manajemen RHD yanfg efektif melibatkan tindak lanjut klinis secara


teratur, dengan pemeriksaan Ekokardiografi, penerapan pedoman untuk RHD
kronis memiliki implikasi besar untuk layanan kesehatan, terutama didaerah
pedasaan dan terpencil. Selain akses terhadap layanan kesehatan primer yang
sesuai dengan budaya, perawatan terhadap RHD memerlukan :

1. Pencegahan sekunder dengan profilaksi penicillin

2. Pemantauan yang memadai terhadap terapi antikoagulan pada pasien


dengan katup prostetik AF atau mekanis

3. Akses menuju pelayanan kesehatan

4. Ekokardiografi

5. Ketersediaan tenaga dokter spesialis

6. Dokter spesialis anak / spesialis jantung


7. Untuk kunjungan yang lebih lanjut dengan layanan kardiologi dan

intervensi

Program pengendalian terkoordinasi adalah pendekatan yang paling


efektif dalam meningkatkan kapatuhan terhadap profilaksis sekunder ARF dan
tindak lanjut klinis orang dengan RHD. Program ini dilakukan terhadap individu,
masyarakat dan nasional yang menderita RHD atau riwayat ARF. Hal ini
dibentuk untuk deteksi lebih cepat, meningkatakna kepatuhan terhadap
profilaksis sekunder, mengurangi frekuensi
ARF dan mengurangi jumlah pasien rawat inap dengan ARF/ RHD. Program ini
juga menyediakan mekanisme untuk memantau paasien, mengarahkan terhadap
perawatan berkelanjutan, mengidentifikasi individu dengan kepatuhan terhadap
terapi jangka panjang dan memantau keberhasilan program dan perubahan
epidemiologi penyakit. Program pengendalian RHD bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi dan mendaftarkan kasus baru ARF dan RHD

2. Memperbaiki kepatuhan terhadap profilaksis sekunder

3. Meningkatkan kesadaran akan diagnosis dan manajemen layanan kesehatan

4. Memperbaiki perawatan klinis dan tindak lanjut sesuai dengan prosedur

5. Mendukung promosi pendidikan dan kesehatan bagi individu, keluarga


dan msyarakat

6. Mempromosikan pencegahan primer yang ditujukan untuk mencegah


episode awal ARF

7. Penggunaan data untuk memantau hasil pasien dan memperbaiki strategi


program

TINDAKAN

Dilakukan Sendiri

1. Sesuai dengan keparahan kasusnya, jenis olahraga yang dipilih harus jangan
sampai memperberat gejala.
2. Mengurangi asupan natrium yang banyak terdapat pada garam, penyedap rasa,
dan kerupuk.

3. Bila juga menderita kencing manis, penyakit ginjal dan Lupus, harus dijaga
agar tidak memperberat RHD-nya.

4. Lakukan kunjungan rutin ke dokter untuk senantiasa mengevaluasi kondisi


katup-katup jantung.

5. Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain.


Dilakukan Dokter

1. Untuk kasus tanpa gejala, dokter hanya akan memantau dengan pemeriksaan
USG jantung secara rutin.

2. Untuk kasus dengan gejala, dokter akan memberikan terapi untuk


menurunkan tekanan darah, dan diuretik untuk mengurangi volume cairan
dalam tubuh. Kemudian dokter akan memberikan obat-obatan symptomatic
untuk menghilangkan keluhan.

3. Untuk kasus berat, maka harus dipertimbangkan untuk tindakan operasi.

4. Dokter akan juga memberikan penanganan untuk mencegah kemungkinan


terjadinya komplikasi, seperti obat-obat aritmia, anti bekuan darah, antibiotik,
dll.

OPERASI

1. Balloon valvotomy. Dengan menggunakan catheter dan balon kecil yang


dimasukkan melalui pembuluh darah dengan tujuan untuk membuat katup
terbuka.

2. Commissurotomy. Operasi jantung terbuka untuk membuang jaringan parut


pada katup yang bermasalah. Selama operasi berlangsung, jantung dan paru-
paru dialihfungsikan ke heart-lung bypass machine.

3. Valve replacement surgery. Adalah mengganti katup yang rusak dengan


sintetis. Dilakukan bila sudah tidak dapat diperbaiki dengan dua cara di atas.
Juga merupakan operasi jantung terbuka dengan menggunakan heart-lung
bypass machine.

OBAT – OBATAN

Pemberantasan infeksi streptococcus:

1. Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :

2. Berat badan lebih dari 30 kg : 1,2 juta unit

3. Berat badan kurang dari 30 kg : 600.000 - 900.000 unit


4. Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin
dengandosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama

kurang lebih10 hari.

Anti Inflamasi

Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah
kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat
menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien

dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau
berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg
BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu,
kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.

Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat


terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3
dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon
IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan,
salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu
sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound
atau infeksi streptokokus baru.

2.1.6 Prognosis

Penyakit jantung rematik ini bisa menyebabkan:


Kerusakan permanen pada jantung yang disebabkan oleh demam rematik.
Biasanya terjadi 10 hingga 20 tahun setelah penyakit aslinya. Masalah paling
umum terjadi pada katup antara dua ruang jantung kiri (katup mitral), tetapi katup
lainnya juga dapat terpengaruh.

Stenosis katup, penyempitan katup ini mengurangi aliran darah. Regurgitasi


katup, Kebocoran pada katup ini bisa menyebabkan darah mengalir ke arah yang
salah.
Kerusakan otot jantung. Komplikasi akibat peradangan demam rematik bisa
melemahkan otot jantung, sehingga memengaruhi kemampuannya untuk
memompa.

Tak cuma itu saja, kerusakan pada katup mitral, katup jantung lain atau jaringan
jantung lainnya dapat menyebabkan masalah dengan jantung di kemudian hari.
Misalnya:

1. Fibrilasi atrium, serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak beraturan


dan cepat.

2. Gagal jantung, ketidakmampuan jantung untuk memompa cukup darah ke


seluruh anggota tubuh.

3. Aritmia, irama jantung yang abnormal.

4. Sydenham chorea, ditandai dengan terjadinya gerakan-gerakan secara spontan


pada beberapa bagian tubuh.
BAB 3

3.1 Askep Kasus Klinis atau Kasus berdasarkan


Jurnal Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Kapan waktu timbulnya penyakit? Jam berapa? Bagaimana awal
munculnya? Berangsur-angsur? Keadaan penyakit, apakah sudah
membaik, parah  atau tetap sama dengan sebelumnya.Usaha yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami,
imunisasi yang pernah diberikan, kecelakaan yang pernah dialami,
prosedur operasi dan perawatan rumah sakit alergi (makanan, obat-
obatan,  zat/substansi, textil), pengobatan dini (konsumsi obat-obatan
bebas).
4. Riwayat penyakit keluarga
Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang.
Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, TBC, hipertensi, penyakit
jantung, stroke, anemia, hemophilia, arthritis, migrain, DM, kanker dan
gangguan  emosional.
B. Data dasar Pasien
1. Aktifitas/istirahat
• Gejala : Kelemahan, kelelahan. Pusing, rasa berdenyut.
Dispenea karena kerja, palpitasi. Gangguan tidur
(ortopnea, dispnea  paroksimal noktural, nokturia,
keringatmalam hari.)
• Tanda : Takikardi, gangguan pada TD. Pingsan karena
kerja. Takipnea, dispnea.
2. Sirkulasi
• Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh: Demam
rematik, endokarditis bakterial subakut, infeksi
streptokokas;    hipertensi, kondisi kongenital (contoh
kerusakan Atrial-septal, sindrom marfan), trauma dada,
hipertensi pulmonal.  Riwayat murmur jantung,
palpitasi. Serak, hemoptisis. Batuk tanpa produksi
sputum.
• Tanda : Sistolik TD menurun, tekanan nadi karotid
lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan
dengan pulsasi arteri terlihat (IA).Nadi apikal: PMI kuat
dan terletak di bawah dan kekiri (IM); secara lateral kuat
dan perpindahan tempat (IA).
• Getaran :  Getaran diastolik pada aspek (SM). Getaran 
systolik 
pada dasar (SA) Getaran systolik  senjang batas sternal
kiri; getaran systolik pada titik jagular dan sepanjang
arteri karotis(IA).
• Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
Disritmia dan derajat pertama Blok AV (SA). Murmur :
Murmur diastolik pada area pulmonalik (IP). Bunyi
rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik
terdengar baik pada apek (MR). Murmur sistolik
terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke leher
(SA).Murmur sistolik pada dasar kiri batas sternal (SP)
meningkat selama inspirasi (IT). Murmur diastolik
(tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar
(IA). Murmur diastolik pada dasar kiri strenal
meningkat dengan inspirasi ( ST), Warna / Sianosis : 
Kulit hangat, lembab dan kemerahan (IA).Kapiler
kemerahan dan pucat pada tiap nadi  (IA).
3. Integritas Ego
• Gejala : Tanda kecemasan. Contoh gelisah, pucat,
berkeringat, fokus menyempit, gemetar.
4. Makanan/Cairan
• Gejala: Disfagia (IM Kronis), perubahan berat badan.
Penggunaan diuretik.
• Tanda: Edema umum / dependen. Hepatomegali dan asites
( SM, IM, IT) Hangat, kemerahan dan kulit lembab (IA).
Pernafasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan
mengi.
5. Neurosensori
• Gejala : Episode pusing/ pingsan berkenaan dengan beban
kerja.
6. Nyeri/Kenyamanan
• Gejala : Nyeri dada , angina (SA,IA). Nyeri dada non
angina / tidak khas (MVP).
7. Pernafasan
• Gejala : Dispenia (Kerja, ortopnea, paroksismal,
nokturnal). Batuk menetap ataunokturnal ( sputum
mungkin/ tidak produktif).
• Tanda : Takipnea. Bunyi napas adventisius (krekels dan
mengi). Sputum banyak dan berbecak darah ( Edema
pulmonal). Gelisah/ ketakutan ( Pada adanya edema
pulmonal).
8. Keamanan
• Gejala: Proses infeksi/ sepsis, kemoterapi radiasi. Adanya
perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dsb).
• Tanda: Perlu perawatan gigi / mulut.
9. Riwayat Psikososial
 Identifikasi klien tentang  kehidupan sosialnya 
 Identifikasi hubungan klien dengan yang  lain dan kepuasan diri
sendiri 
 Kaji lingkungan rumah  ,  hubungkan dengan  kondisi RS 
 Tanggapan  klien tentang beban  biaya RS 
 Tanggapan klien tentang penyakitnya 
10. Riwayat Spiritual
 Kaji ketaatan klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya :
sholat, ibadah, berdoa.
 Support system dalam keluarga 
 Ritual yang biasa dijalankan 

C. Aktifitas Sehari-hari
1. Nutrisi :
Selera makan, menu makan dalam 24 jam. Frekuensi makan dalam 24 jam.
Makanan yang disukai dan makanan  pantangan. Pembatasan pola makanan.
Cara makan (bersama keluarga, alat makan yang digunakan). Ritual sebelum
makan, dll.
2. Cairan 
Jenis minuman  yang dikonsumsi dalam 24 jam, frekuensi minum, kebutuhan
cairan dalam 24 jam.
3. Eliminasi  (BAB & BAK): 
Tempat pembuangan, frekuensi? kapan? teratur?, konsistensi, kesulitan dan
cara menanganinya, obat-obat untuk memperlancar BAB/BAK.
4. Istirahat Tidur
Apakah  cepat  tertidur,  jam  tidur  (siang/malam), bila tidak dapat tidur apa
yang dilakukan, apakah tidur secara rutin.
5. Olahraga  
Program olahraga tertentu, berapa lama melakukan dan jenisnya, perasaan
setelah melakukan olahraga.
6. Rokok / alkohol dan obat-obatan
Apakah  merokok? jenis? berapa banyak? kapan  mulai merokok? Apakah
minum minuman keras?  berapa minum /hari/minggu? jenis minuman?
apakah banyak minum ketika stress?
7. Personal hygiene
Mandi (frekuensi, cara, alat mandi, kesulitan, mandiri/dibantu), cuci rambut,
gunting kuku, gosok gigi.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa utama keperawatan menurut Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia  dan Standat Intervensi Keperawatan Indonesia cetakan ke 3 (2017)
1. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
2. Nyeri berhubungan dengan pencedera fisiologis 
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak
adekuat.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan deformitas katup atau
ketidakmampuan jantung untuk memompa, keterbatasan fisik
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
6. Pola nafas tidak efektf berhubungan dengan hambatan upaya benapas
7. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan abnormalitas
kelistrikan jantung
E. Intervensi (SIKI)
Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
(SDKI) Penurunan Curah Jantung D.0008
Penyebab
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload
Gejala dan tanda Mayor
Subyektif
1. Perubahan irama jantung (palpitasi)
2. Perubahan preload (lelah)
3. Perubahan afterload (dispnea)
4. Perubahan kontraktilitas (paroxysmalnoctural dipsnea (PND), ortopnea, batuk)
Objektif
1. Perubahan irama jantung
1) Bradikardi/takikardia
2) Gambaran EKG aritmia atau ganguan konduksi
2. Perubahan preload
1) Edema
2) Distensi vena jugularis
3) CVP meningkat/menurun
4) hepatomegali
3. Perubahan afterload
1) Tekanan darah meningkat/menurun
2) Nadi perifer teraba lemah
3) Capillary refiil time>3detik
4) Oliguria
5) Warna kulit pucat dan atau sianosis
4. Perubahan kontraktilitas
1) Terdengar suara jantung S3 atau S4
2) Ejection fraction menurun
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
1 Perubahan preload (tidak tersedia)
2 Perubahan afterload (tidak tersedia)
3 Perubahan kontraktilitas (tidak tersedia)
4 Perilaku/emosional
1) Cemas
2) Gelisah
Objektif
1 Perubahan preload
1) Murmur jantung
2) Berat badan bertambah
3) PAWP menurun
2 Perubahan afterload
1) PVR meningkat/menurun
2) SVR meningkat/menurun
3 Perubahan kontraktilitas
1) Cardiac index menurun
2) LVSWI menurun
3) SVI menurun
4 Perilaku/emosional
1) Perilaku/emosional (tidak tersedia)
(SIKI) Perawatan Jantung l.02075
Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala primer penururnan curah jantung ( meliputi dispnea,
kelelahan edema ,ortopnea, paroxysmal nocturnal dispne, peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
berat badan,hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,ronchi basah, oliguria,
batuk ,kulit pucat)
- Monitor tekanan darah ( termasuk tekanan darah ortostik, jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada(missal intensitas, lokasi,radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia ( kelainan irama dan frekuensi)
- Monitor nilai labratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesuadah aktifitas
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis. Beta
bloker, ACE inhibitor, calcium channel bloker, digoxin)
Terapiutik
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan posisi kaki kebawah atau posisi
nyaman
- Berikan diet jantunag yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein,natrium, kolesterol,
dan makanantinggi lemak
- Gunakan stocking elastic atau pneumatic intermiten, sesuai indikasi
- Fasilitasi pasien atau keluarga untuk modifikasi gaya hisup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi ksigen >94%
Edukasi
- Anjurkan beraktifitas sesuai toleransi
- Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


otot:
(SDKI) Intoleransi Aktifitas D.0056
Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan
oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat>20% dari kondisi
istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Dispnea sesaat/setelah aktifitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah>20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah
aktifitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
(SIKI) Manajemen Energi I.05178
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahin fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktifitas
Terapiutik
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, kunjungan, suara)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
- Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapa
berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejal
kelelahan tidak brkurang
- Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kerjasama dengan ahli gizi cara meningkatkan
asupan makanan
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya bernafas
(SDKI)Pola nafas Tidak Efektif D.0005
Penyebab
1. Depresi pusat pernafasan
2. Hambatan upaya nafas
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromaskuler
6. Gangguan neurologis
7. Gangguan neurologis
8. Imaturasi neurologis
9. Penurunan energy
10. Obesitas
11. Posisi tubuh menghambat ekspansi paru
12. Syndrome hipoventilasi
13. Kerurasakan inervasi diaframa (kerusakan saraf C5 keatas)
14. Cedera medulla spinalis
15. Efek agen farmakologis
16. Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Dipsnea
Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fse ekspansi memanjang
3. Pola nafas abnormal(mis. Takiepnea, bradipnea, hiperventilasi, kusmaul, cheyne-
stokes
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Ortopnea
Objektif
1. Pernafasan pursed-lip
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter thorax anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurunekskursi dada berubah
(SIKI) Manajemen Jalan Nafas I.01011
Observasi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan (mis.gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapiutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma cervical
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minuman hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotraeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak ada kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana


evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
4.1 Analisa Kasus

A. Identitas klien
Nama : Nn. W No. Register : 113948XX
Usia : 17 tahun Tanggal Masuk : 15 -02-2021
Tanggal
Jenis kelamin : Perempuan Pengkajian : 20-02-2021
Alamat : Dsn. Kedondong RT 7/4 Sumber informasi : Nn. W dan ortu
Sumbergedang Pasuruan

Nama orang tua : Ny. F


Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa

B. Status Kesehatan Sekarang

1. Keluhan utama

• Saat MRS :

Klien mengeluh mudah capek kurang lebih 1 minggu sebelum MRS, bila
berjalan ± 10 meter klien mudah capek dan “mgongsrong”, dan memberat
jika beraktivitas dan berkurang dengan istirahat

• Saat Pengkajian :
Klien mengeluh badannya lemas, jika berjalan jauh terkadang terasa ngos
ngosan dan tidak nafsu makan.
2. Lama keluhan : Keluhan dirasakan kurang lebih 3 minggu ini
3. Kualitas keluhan : Napas ngos-ngosan terkadang sesak
4. Faktor pencetus : Penyakit jantung dengan PJR
5. Faktor pemberat : Berjalan jauh dan beaktivitas berat
6. Upaya yang dilakukan: Periksa ke layanan kesehatan RS Medika Pandaan
7. Diagnose medis : Penyakit Jamtung Suspet PJR (Penyakit Jantung Rematik)

C. Riwayat kesehatan saat ini

Klien mengatakan kurang lebih 3 minggu ini, klien merasa sering capek dan
nafas ngongsrong, selain itu klien juga mengeluhkan wajahnya membengkak dan
muntah muntah, kemudian klien dibawa ke RS Medika Pandaan oleh orang
tuanya, setelah mendapat perawatan di RS Medika Pandaan, klien di rujuk ke
RSSA Malang, klien tiba di UGD RSSA Malang pada tanggal 15 Pebruari 2021
pukul

22: 05. Di UGD RSSA Malang klien didiagnosa penyakit jantung dengan Susp.
PJR, di IGD klien mendapat terapi O2 Nasal Canul 2 lpm, per oral furosemide 20
mg, dan captopril 12,5 mg, setelah di IGD klien MRS di ruang IPJT RSSA
Malang dan mendapat terapi Furosemide 2 x 20 mg dan captopril 2 x 12,5 mg.

D. Riwayat kesehatan terdahulu

1. Penyakit yang pernahdialami


a. Kecelakaan (jenis dan waktu) : tidak pernah
b. Operasi : tidak pernah
c. Penyakit
- Kronis : Tidak ada
- Akut : Tidak ada
d. Terakhir MRS : Tidak pernah
2. Alergi : Klien mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi.

E. Riwayat kehamilan dan persalinan

1. Prenatal

Pemeriksaan ANC di bidan rutin, tidak ada HT, DM atau penyakit lainnya
saat kehamilan

2. Natal

Kelahiran Normal

3. Post natal

An. W lahir spontan langsung menangis, BB lahir 2900 gr, PB lahir 51


cm, cukup bulan

4. Imunisasi

Imunisasi lengkap hingga campak, difteri (+), MR (+)

F. Riwayat keluarga

Tidak ada yang menderita penyakit ini sebelumnya (Penyakit Jantung Rematik)

G. Genogram
Nn.W 17 th

Keterangan:

: Laki-laki

: perempuan

: garis pernikahan

: garis keturunan
: pasien

: tinggalseruma
h H. Lingkungan
Rumah

1. Kebersihan :Bersih, setiap hari dibersihkan


2. Bahaya kecelakaan :Tidak ada
3. Polusi :Polusi kendaraan
4. Ventilasi :setiap ruangan terdapat ventilasi yang cukup
5. Pencahayaan : Di setiap ruangan terdapat jendela

H. Pola aktivitas

Jenis Rumah Rumah Sakit

Makan/minum Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Mandi Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Berpakaian Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Toileting Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Mobilitas ditempat tidur Mandiri Dibantu orang tua

Berpindah dan berjalan Mandiri Dibantu orang tua

I. Polanutrisi
Jenis Rumah Rumah Sakit

Jenis makanan Nasi, lauk, sayur Diit jantung I

Frekuensi makan 3 x / hari 3 x / hari

Porsi yang dihabiskan 1 porsi habis ½ porsi

Komposisi menu Nasi, lauk, sayur Menu RS, Diet Jantung I

Pantangan Tidak ada Tidak ada

Nafsu makan Baik Cukup


Jenis minuman Susu, air mineral Teh, air mineral

Frekuensi minum 8 - 10 gelas / hari 8 - 10 gelas / hari

Jumlah minuman

J. Pola eliminasi
1. BAB

Jenis Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 1 x / hari 1 x / hari

Konsistensi Lembek Lembek

Warna/bau Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Kesulitan Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan

Upaya menangani Tidak ada upaya Tidak ada upaya

2. BAK

Jenis Rumah Rumah Sakit

Frekuensi ± 4-7x/hari ± 4-7x/hari

Warna/bau Normal Normal

Kesulitan Tidak ada Tidak ada

Upaya menangani Tidak ada upaya Tidak ada upaya

I. Pola istirahat
Tidur
1. Tidur

Siang
Jenis Rumah Rumah Sakit

Lama tidur 2 - 3 jam 1 - 2 jam

Kenyamanan setelah tidur Nyaman Nyaman

2. Tdur
malam

Jenis Rumah Rumah Sakit

Lama tidur 8-10 jam 8-10 jam

Kenyamanan setelah tidur Nyaman Nyaman

Kebiasaan sebelum tidur Bermain HP Bermain HP

Tidak ada
Kesulitan Tidak ada kesulitan kesulitan

Upaya mengatasi

M. Pola kebersihan diri

Jenis Rumah Rumah Sakit

Mandi seperti
Mandi Mandi seperti biasa biasa

Frekuensi 2 x / hari 2 x / hari

Menggunakan
Menggunakan sabun Menggunakan sabun sabun

Keramas Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Frekuensi 2 x /minggu 2 x /minggu

Menggunakan
Penggunaan shampoo Menggunakan shampoo shampoo

Menggosok gigi Dibantu orang tua Dibantu orang tua

Frekuensi 2 x / hari 2 x / hari

Menggunakan
Penggunaan pasta gigi Menggunakan pasta gigi pasta gigi

Frekuensi ganti baju 2 – 3 x / hari 2 – 3 x / hari

Belum potong
Frekuensi memotong kuku 1 x / minggu kuku

Kesulitan Tidak ada Tidak ada

Upaya untuk mengatasi


N. Pola koping keluarga

1. Pengambil keputusan:

Ayah sebagai kepala keluarga untuk mengambil keputusan

2. Masalah terkait dengan anak di RS atau


penyakit: Tidak ada

3. Yang biasa dilakukan keluarga apabila mengalami


masalah : Keluarga akan berdiskusi untuk menyelesaikan
masalah

4. Harapan setelah anak menjalani perawatan:


Klien dapat berkumpul lagi dengan temannya

5. Perubahan yang dirasakan setelah klien sakit:

Orang tua harus bergantian menjaga klien selama dirawat di rumah sakit
sehingga pekerjaan orang tuanya terganggu

O. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum: lemah


Tekanan darah :
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 36,7̊C
RR : 24x/menit
Tinggi badan :145 cm
Berat badan :40 kg

2. Kepala &
leher a. Kepala

Inspeksi:

bentuk kepala bulat simetris, penyebaran rambut merata, tidak ada luka

pada kepala, kulit kepala bersih

Palpasi: Tidak ada massa/benjolan, tidak ada nyeri tekan


b. Mata
Inspeksi
:

Mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, pupil
reaktif terhadap cahaya, besar pupil kanan ±3 mm dan pupil kiri ±3 mm
Palpasi: Tidak ada massa/benjolan, tidak ada nyeri tekan

c. Hidung

Inspeksi: Bentuk hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,


tidak ada luka

Palpasi : Tidak ada massa/benjolan, tidak nyeri tekan

d. Mulut dan tenggorokan

Inspeksi: Mukosa bibir terlihat lembab, warna lidah merah, mulut bersih,

Palpasi: Tidak ada masssa/benjolan, tidak nyeri tekan

e. Telinga
Inspeksi
:

Telinga kanan dan kiri terlihat simetris, tidak ada cairan atau darah yang
keluar dari telinga, tidak ada luka
Palpasi: : tidak ada massa/benjolan, tidak nyeri tekan

f. Leher

Inspeksi: Tidak tampak distensi vena jugularis, bentuk simetris, tidak ada
luka

Palpasi:

tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, teraba
denyut nadi karotis, tidak ada kekakuan leher, tidak ada massa/benjolan,
tidak ada nyeri tekan

3. Thorak dan dada

a. Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak pada dada sebelah kiri

Palpasi: ictus cordis tidak teraba di ICS V medial line mid clavicula

sinistra
Perkusi

Terdengar dullness/pekak dari batas, yaitu:

• Kanan atas : ICS 2 ± 2 cm linea parasternalis dekstra

• Kanan bawah : ICS 4 ± 4 cm linea parasternalis dekstra

• Kiri atas : ICS 2 ± 2 cm dari linea parasternalis sinistra

• Kiri bawah : ICS 5 ± 7 cm midclavicula dari linea parasternalis


sinistra

Auskultasi

Terdengar bunyi SI dan S2 tunggal, suara jantung regular, tidak


terdengar S3 dan S4, terdengar murmur dan tidak terdengar
gallop
b. Paru

Inspeksi: bentuk dada simetris, tidak terlihat retraksi dinding dada,


pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, tidak ada luka,
RR 30 x/ menit

Palpasi: Tidak teraba massa/benjolan, tidak ada nyeri tekan

Perkusi: Terdengar sonor di semua lapang paru


Auskultasi : tidak ada wheezing, tidak terdengar ronkhi

4. Payudara dan ketiak

Inspeksi: Tidak ada luka, putting payudara simetris

Palpasi: tidak ada massa/benjolan, tidak ada nyeri tekan

5. Punggung da ntulang belakang

Inspeksi: Tulang punggung tampak simetris, tidak terdapat luka

Palpasi: tidak ada massa/benjolan, tidak nyeri tekan pada punggung

6. Abdomen

Inspeksi: Bentuk abdomen terlihat simetris, tidak ada luka

Palpasi: Tidak teraba massa/ benjolan, tidak nyeri tekan

Perkusi: Terdengar suara pekak

Auskultasi: Bising Usus (+) , Suara bising usus 6 kali per menit

7. Genetalia dan anus (Tidak terkaji)

8. Ekstremitas
• Atas

Inspeksi: Tidak ada luka tidak ada defotmitas, tidak terpasang plug

Palpasi: Tidak ada massa/benjolan, tidak nyeri tekan

• Bawah:

Inspeksi: Tidak ada luka, tidak ada deformitas.

Palpasi: Tidak ada massa/benjolan, tidak ada nyeri tekan, nadi


dorsalis pedis teraba

9. Neurologi

GCS 456, kesadaran compos mentis

10. Kulit dan kuku

• Kulit:

Inspeksi: warna kulit coklat

Palpasi: kulit tidaka kering, akral hangat

• Kuku:

Inspeksi: kuku jari tangan dan kaki terlihat tidak panjang, Clubbing
Fingers (+)
Palpasi: CRT <3 detik

P. Hasil pemeriksaan penunjang

Hasil Laboratorium : Tanggal 16 Pebruari 2021

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Hematologi

Hemoglobin 14,00 d/dL 11,4 – 15,1

Eritrosit 6,27 103/uL 4,0 – 5,0

Leukosit 8,76 103/uL 4,7 – 11,3

Hematokrit 41,20 % 38 – 42

Trombosit 310 103/uL 142 – 424

MCV 65,70 fL 80 – 93

MCH 22,30 pg 27 – 31

MCHC 34,00 g/dL 32 – 36


RDW 15,90 % 11,5 – 14,5

PDW 9,8 fL 9–13

MPV 9,2 fL 7,2 – 11,1

P-LCR 18,2% 15,0 – 25,0

PCT 0,29% 0, 150 – 0,400

NRBC Absolute 0,05 103/uL

NRBC percent 31,9 %

LED 3 mm/jam 2-30

Hitungjenis:

Eosinofil 0,3 % 0 –4

Basofil 0,5 % 0 –1

Neutrofi; 46,2% 51 – 67

Limfosit 45,2% 25 – 33

Monosit 7,8 % 2 –5

Immature Granulosit 0,20 %


(%)

Immature Granulosit 0,02 103/uL

Lain-Lain

Kimia Klinik

Elektrolit

Elektrolit Serum

Natrium (Na) 133 mmol/L 136 – 145


Kalium (K) 3,87 mmol/L 3,5 – 5,0

Klorida (CL) 99 mmol/L 98 – 106

FaalHati

AST/SGOT 122 U/L 0–32

ALT/SGPT 104 U/L 0–33

Albumin 3,65 g/dL 3,5 – 5,5


Metabolisme
Karbohidrat

Glukosa Darah 93 mg/dL <200


Sewaktu

Faal Ginjal

Ureum 31,00 mg/dL 16,6 – 48,5

Kreatinin 0,49 mg/dL < 12

Elektrolit

Kalsium (Ca) 8,5 mg/dL 7,6 – 11,0

Imunoserologi

ASTO Negatif IU/mL Negatif bila < 200

Inflamasi

CRP Kuantitatif 0,38 mg/mL < 0,3

Hasil Pemeriksaan Radiologi :


Foto Thorax AP
Cor : Bentuk apex rounded dan posisi normal, CTR 86 %
Aorta : Tidak tampak elongasi, dilatasi, kalsifikasi
Trachea : Ditengah
Pulmo : Corakan vascular normal. Hilus D/S normal.
Tidak tanpak infiltrate / cavitas / nodul
Sudut costophrenicus D/S : Lancip
Hemidiaphragma D/S : Dome shaped
Skeleton : Intak, tidak lesi litik/blastik/garis fraktur
Soft tissue : Normal
Kesimpulan : Cardiomegali (all chamber enlarged)

P. Terapi

1. P.O Captorpril 2 x 12,5 mg

2. P.O Furosemide 2 x 20 m
ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DS: Bakteri Streptococcus Beta Penurunan curah
• Nn. W mengatakan badannya Hemolyticus group A Jantung
lemas ↓
• Menginfeksi tenggorokan

Sel B memproduksi
• antibody anti streptococcus

DO: Edema wajah Reaksi antigen antibody
TTV : ↓
Nadi : 102 x/menit Sterptococcus menghasilkan
Suhu : 36,7̊C enzim
RR : 24x/menit ↓
Pemeriksaan Thorak dan dada Enzim merusak katup
a. Jantung jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak ↓
tampak pada dada sebelah kiri Reaksi inflamasi
Palpasi: ictus cordis tidak teraba ↓
di ICS V medial line mid Katup membengkok
clavicula sinistra ↓
Perkusi Edema pada jantung
Terdengar dullness/pekak dari ↓
batas: Obstruksi pembuluh darah
• Kanan atas : ICS 2 ± 2 cm jantung

linea parasternalis dekstra
• Kiri atas : ICS 2 ± 2 cm dari Penurunan Curah
Jantung
linea parasternalis sinistra

• Kanan bawah : ICS 4 ±


4 cm linea parasternalis
dekstra
• Kiri bawah : ICS 5 ± 7
cm midclavicula dari
linea parasternalis sinistra
Auskultasi
Terdengar bunyi SI dan S2

tunggal, suara jantung regular,


tidak terdengar S3 dan S4,
terdengar murmur dan tidak
terdengar gallop
b. Kulit dan kuku

• Kuku:

Inspeksi: kuku jari tangan


dan kaki terlihat tidak
panjang, Clubbing
Fingers
(+)

• Kulit Palpasi: CRT <3 detik

DS: Bakteri Streptococcus Beta Intoleransi


Hemolyticus group A Aktivitas

• Nn. W mengeluh badannya Menginfeksi tenggorokan
lemas, jika berjalan jauh ↓
terkadang terasa ngos ngosan Sel B memproduksi
antibody anti streptococcus

DO: Reaksi antigen antibody
• Keadaan umum tampak lemah ↓
• Pasien bedrest diatas tempat tidur Sterptococcus menghasilkan
enzim
• TTV:

Nadi : 102 x/menit
Suhu : 36,7̊C Enzim merusak katup
jantung
RR : 24x/menit

Reaksi inflamasi

Katup membengkok

Edema pada jantung

Obstruksi pembuluh darah
jantung

Gangguan suplai darah
kedalam sel

Tidak dapat menghasilkan
ATP

Kelelahan

Energy kurang

Intoleransi aktivtas

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN (Berdasarkan prioritas)

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi


jantung ditandai dengan klien mengeluh lemas, sering ngongsrong

2. Intoleransi Akivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien


mengeluh lemas jika beraktivitas dan berkurang dengan istirahat.
INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi SIKI: Perawatan jantung (I.02075)
jantung selama 3 x 24 jam. Maka O:
berhubungan diharapkan keadekuatan 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
dengan perubahan jantung memompa darah dapat (meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
frekuensi jantung terpenuhi dengan kriteria hasil noctural dyspnea, peningkatan CVP)
ditandai dengan : 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
klien mengeluh • Kekuatan nadi meningkat (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi
lemas, sering • Palpitasi menurun vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
ngongsrong. • Bradikardi menurun pucat)
• Takikardia menurun 3. Monitor tekanan darah
• Lelah menurun 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor saturasi oksigen
• Edema menurun
6. Monitor keluhan nyeri dada (misal intensitas, lokasi, radiasi,
• Gambaran EKG aritmia
durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
• Lelah menurun
7. Monitor EKG 12 sadapan
• Tekanan darah membaik
8. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
• Central venous pressure 9. Monitor nilai laboratorium jantung (misal elektrolit, enzim
membaik
jantung, BNP, NT pro-BNP)
10. Monitor fungsi alat pacu jantung

11. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan


sesudah aktivitas

12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum


pemberian obat (misal beta bocker, ACE inhibitor,
calcium channel blocker, digoksin)

T:

13. Posisikan semi fowler atau fowler dengan kaki ke


bawah atau posisi nyaman

14. Berikan diet jantung yag sesuai (misal batasi asupan kafein,
natrium,kolesterol, dan makanan tinggi lemak)

15. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya


hidup sehat

16. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu


17. Berikan dukungan emosional dan spiritual

18. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen


> 94%

E:

19. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

20. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap


21. Anjurkan berhenti merokok
22. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
23. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
K:
24. Kolaborasi pemberian anti arithmia, jika perlu
25. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2 Intoleransi akivitas Setelah dilakukan intervensi SIKI: Management energi (L.05178)


berhubungan selama 3 x 24 jam. Maka O:
dengan kelemahan diharapkan kemampuan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
ditandai dengan aktivitas dapat terpenuhi kelelahan
pasien mengeluh dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
lemas jika • Frekuensi nasi meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
beraktivitas dan • Saturasi oksigen 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
berkurang dengan meningkat aktifitas
istirahat. • Kemudahan dalam T:
melakukan aktivitas 5. Sediakan lingkungan nyaman
sehari-hari meningkat 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
• Kekuatan tubuh bagian 7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
8. Fasilitasi duduk di samping tempat tidur
atas meningkat
• Kekuatan tubuh E:
bagian bawah
meningkat
9. Anjurkan tirah baring
• Keluhan lelah menurun
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
• Perasaan lemah menurun
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
• Warna kulit membaik gejala kelelahan tidak berkurang

• Tekanan darah membaik 12. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

• Frekuensi napas K:
membaik
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
2 Intoleransi DS: DS: DS:
aktivitas • Nn. W mengatakan badannya • Nn. W mengatakan badannya • Nn. W mengatakan badannya
lemas lemas lemas
• Nn. W mengeluh badannya • Nn. W mengeluh badannya • Nn. W mengeluh badannya
lemas, jika berjalan jauh lemas, jika berjalan jauh lemas, jika berjalan jauh
terkadang terasa ngos ngosan terkadang terasa ngos ngosan terkadang terasa ngos ngosan
• Nn. W mengatakan mobilisasi • Nn. W mengatakan mobilisasi • Nn. W mengatakan mobilisasi
dibantu oleh orang tua dibantu oleh orang tua dibantu oleh orang tua
DO: DO: DO:
• Keadaan umum tampak lemah • Keadaan umum tampak lemah • Keadaan umum tampak lemah
• Pasien bedrest diatas tempat • Pasien bedrest diatas tempat • Pasien bedrest diatas tempat
tidur tidur tidur
• TTV: • TTV: • TTV:
Nadi : 102 x/menit Nadi : 90 x/menit Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,7̊C Suhu : 36,6 C Suhu : 36,4 C
RR : 24x/menit RR : 28x/menit RR : 28x/menit
A: A: A:
Masalah Toleransi Aktivitas Masalah Toleransi Aktivitas Masalah Toleransi Aktivitas teratasi
teratasi sebagian teratasi sebagian sebagian
P: P: P:
Lanjutkan intervensi Manajemen Lanjutkan intervensi Manajemen Lanjutkan intervensi Manajemen
Energi Energi Energi
BAB 4

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
RHD atau Penyakit Jantung Rematik adalah penyakit autoimun yang
disebabkan oleh infeksi streptococcus β hemolyticus grup A (JKK,2016)
Penyakit jantung bawaan adalah masalah struktural pada anatomi jantung dan
abnormalitas pembentukan jantung. (JKK,2016)
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak namun sering baru di ketahui mulai
dari usia remaja bahkan pada saat dewasa. Penyakit ini terjadi tanpa disadari
karna pada masa anak-anak biasa muncul dengan demam, atau radang
tenggorokkan yang kebnyakan dianggap sebagai penyakit biasa atau dari
pengobatan masa anak-anak yang belum tuntas karna dianggap pada saat
pengobat membaik maka bias langsung di hentikan, terutama pengobatan yang
menggunakan antibiotic. Gejala yang sering terjadi pada anak-anak yang
dianggap sebagai hal yang wajar biasanya adalah demam dan sakit
tenggorokkan. Sehingga sering tidak diketahui sejak dini diagsa RHD ini.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Perawat


Perawat sebaiknya memberikan edukasi kesehatan terkait Rheumatic Heart
Disease (RHD), pencegahan dan penatalaksanaan kepada pasien dan
keluarga. Edukasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pemberian edukasi sebaiknya selama pasien dirawat.
Perawat juga perlu memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk
mematuhi penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatic Heart Disease (RHD)
5.2.2. Pasien
Pasien Pasien sebaiknya mengubah gaya hidup lebih sehat, aktifitas fisik yang
teratur, pola makan yang teratur, mematuhi program pengobatan, rutin kontrol
ke rumah sakit.

5.2.3 Institusi Pendidikan


Disarankan bagi penulis selanjutnya agar dapat melakukan pembahasan lebih
lanjut mengenai faktor-faktor lain yang bisa mengurangi nyeri. Hal ini tentu
saja akan menjadi landasan ilmu pengetahuan bagi perawat untuk bisa
menerapkan tindakan keperawatan tersebut saat memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Karamhamzal. 2012. Reumatic Hearth Disease (dalam

:http://karamhamzal.blogspot.com/2012/07/reumatoid-heart-disease-
rhd.html). https://portalkeperawatan.blogspot.co.id/2016/06/ketidakefektifan-
pola-napas.html

Nurarif.A.H dan Kusuma .H.(2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC.Jogyakarta.MediAction

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan

Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1601

Anda mungkin juga menyukai