Anda di halaman 1dari 39

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

LIMFOMA HODGKIN

Oleh
Ajeng Tri Aulia Nanis
NIM. 1910027009

Dosen Pembimbing
dr. Abdul Mu’ti, M. Kes., Sp.Rad

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
September 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Limfoma
Hodgkin”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mu’ti,
M. Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam
referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini menjadi ilmu
bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, September 2019

Penulis,

Ajeng Tri Aulia Nanis

i
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Anatomi Sistem Limfatik..........................................................................3
2.2 Definisi dan Klasifikasi.............................................................................6
2.3 Epidemiologi.............................................................................................8
2.4 Etiologi......................................................................................................9
2.5 Patogenesis................................................................................................9
2.6 Gambaran Klinis......................................................................................10
2.7 Diagnosis dan Staging.............................................................................10
2.8 Diagnosa Banding...................................................................................17
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................21
BAB III KESIMPULAN......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

ii
1. BAB I
2. PENDAHULUAN

3.
1.1 Latar Belakang
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening
dan jaringan limfoid. Limfoma disebabkan oleh sel-sel limfosit B dan limfosit T
yang menjadi abnormal yang membelah secara cepat dan hidup lebih lama dari
biasanya. Limfoma dibagi menjadi dua berdasarkan tipe histologiknya yaitu
Limfoma Non Hodgkin (LNH) dan Limfoma Hodgkin (LH) [ CITATION Kem15 \l
1033 ]. Limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-Hodgkin (NHL) adalah
neoplasma umum yang sering terjadi di kepala dan leher dengan diagnosis adanya
massa pada leher unilateral yang biasa terjadi pada pasien berusia 21 - 40
tahun[ CITATION Aik08 \l 1033 ].
Limfoma Hodgkin merupakan keganasan limforetikular yang terjadi karena
mutasi Sel B pada sistem limfatik dengan hasil deteksi yaitu adanya sel abnormal
Reed-Sternberg dalam sel kanker [ CITATION Inf15 \l 1033 ]. Pada tahun 2015, 9050
kasus yang di diagnosis limfoma Hodgkin di Amerika Serikat [ CITATION Ans15 \l
1033 ]. Limfoma Hodgkin paling sering terjadi limfadenopati tunggal pada
cervical. Keterlibatan ekstranodal jarang terjadi dengan insidensi sekitar 4% - 5%
[ CITATION Aik08 \l 1033 ] . Limfoma Hodgkin merupakan jenis yang paling bisa
disembuhkan dan biasanya mengenai kelenjar getah bening yang terletak di leher
dan kepala. Kasus Limfoma Hodgkin lebih jarang terjadi daripada Limfoma Non
Hodgkin dengan insidensi sekitar 9.000 kasus baru dapat terjadi di setiap
tahunnya serta dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan biasanya
terdiagnosis pada saat dewasa muda sekitar usia 20 dan 40 tahun [ CITATION
Inf15 \l 1033 ].
Tanda klinis yang paling sering ditemukan pada penderita limfoma yaitu
adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha dengan
ukuran benjolan lebih dari 2 cm [ CITATION Kem15 \l 1033 ]. Limfoma
Hodgkin ditandai dengan pembesaran adenopati leher[ CITATION Aik08 \l
1033 ]. Diagnosis limfoma Hodgkin dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

1
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang [ CITATION Kem15 \l 1033 ].
Pemeriksaan imaging meliputi CT, MRI, dan, positron emission tomography
(PET)/CT memiliki peran penting dalam penentuan staging yang akurat pada
limfoma, yang bertujuan untuk menentukan pemilihan terapi. Gambaran
hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul pada
pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah thorax, abdomen atau pelvis
Terapi yang dapat dilakukan yaitu Radioterapi ditambah kemoterapi digunakan
untuk menurunkan stadium dan kemoterapi merupakan terapi dilakukan untuk
stadium lanjut [ CITATION Aik08 \l 1033 ].

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan secara umum mengenai limfoma hodgkin. Adapun tujuan
secara khususnya adalah untuk mengetahui pemeriksaan radiologi apa saja yang
dapat dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang khas pada limfoma
hodgkin sehingga dapat mempermudah menegakkan diagnosis serta membedakan
gambaran radiologi limfoma hodgkin dengan diagnosis banding lainnya.

2
4. BAB II
5. TINJAUAN PUSTAKA

6.
2.1 Anatomi Sistem Limfatik

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Limfatik [ CITATION Tor17 \l 1033 ]

Sistem limfatik terdiri dari cairan getah bening, pembuluh limfatik


yang berfungsi untuk mengangkut getah bening, sejumlah jaringan limfoid
dan sumsum tulang merah. Sistem limfatik membantu sirkulasi cairan
tubuh dan melindungi tubuh terhadap agen penyebab penyakit. Sebagian
besar komponen plasma darah yang melalui dinding kapiler darah akan
masuk ke cairan interstitial kemudian akan masuk ke pembuluh limfatik
yang disebut getah bening. Jaringan limfatik merupakan jaringan ikat
reticular yang mengandung banyak limfosit. Limfosit adalah sel darah
putih agranular yang terdiri dari dua jenis limfosit yang berpartisipasi
dalam respon imun adaptif yaitu Sel B dan Sel T [CITATION Tor17 \l 1033 ].
Pembuluh limfatik bermula di kapiler limfatik yang terletak di
antara sel-sel. Kapiler limfatik dapat mengabsorpsi molekul besar seperti

3
protein dan lemak. Pembuluh limfatik mirip dengan vena-vena kecil tetapi
memiliki dinding yang lebih tipis dan banyak katup. Sepanjang pembuluh
limfatik, getah bening mengalir melalui nodus limfatik yang terdiri dari
massa sel B dan sel T. Pembuluh limfatik yang keluar dari nodus limfatik
disebut trunkus limfatik. Trunkus limfatik terdiri dari trunkus principal di
lumbal, intestinalis, bronkomediastinum, subklavia dan trunkus jugularis.
Trunkus lumbal mengalirkan limfe dari tungkai bawah, pelvis, ginjal,
kelenjar adrenalin, dan dinding abdominal. Trunkus intestinalis
mengalirkan limfe dari lambung, usus, pancreas, lien, dan sebagian hepar.
Trunkus bronkomediastium mengalirkan limfe dari paru dan jantung
sedangkan trunkus subclavia mengalirkan limfe dari ekstremitas atas.
Trunkus jugularis dari kepala dan leher. Cisterna chili merupakan
pembuluh panjang sekitar 38 – 45 cm yang terletak di vertebra lumbal dua.
Cisterna chili menerima limfe dari trunkus lumbal kanan dan kiri serta dari
trunkus intestinal. Sebagai hasil dari jalur ini, getah bening dari kuadran
kanan atas tubuh kembali ke vena cava superior melalui vena
brakiocephalic kanan, sedangkan semua getah bening kuadran kiri sisi atas
tubuh dan seluruh tubuh di bawah diafragma kembali ke vena cava
superior melalui vena brakiosefalika kiri [ CITATION Tor17 \l 1033 ].
Organ jaringan limfatik dikelompokkan menjadi dua kelompok
berdasarkan fungsinya. Organ limfatik primer adalah sel induk membelah
dan menjadi artinya mampu meningkatkan respon imun. Yang termasuk
organ limfatik primer adalah sumsum tulang merah dan timus. Organ
limfatik sekunder adalah tempat di mana sebagian besar respons imun
terjadi meliputi kelenjar getah bening, limpa, dan nodul limfatik (folikel).
Timus, nodus limfe , dan limpa dianggap organ limfatik karena dikelilingi
oleh kapsul jaringan ikat sedangkan nodul limfatik tidak dianggap organ
karena tidak memiliki kapsul [ CITATION Tor17 \l 1033 ].

4
Gambar 2.2 Nodus Limfe [ CITATION Tor17 \l 1033 ]

Nodus limfe terletak di sepanjang pembuluh limfe yang tersebar di


seluruh tubuh. Sebagian besar limfe terletak di glandula mammae ,aksila
dan inguinal. Trabekula merupakan bagian nodus limfe yang membagi
nodus menjadi kompartemen. Kapsul interna adalah jaringan pendukung
serat reticular dan fibroblas. Kapsul, trabekula, serat reticular, dan
fibroblas merupakan stroma (kerangka pendukung jaringan ikat) nodus
limfe. Parenkim dari nodus limfa terbagi menjadi korteks superfisial dan
medula yang dalam. Korteks terdiri dari korteks luar dan korteks dalam. Di
dalam korteks luar terdapat agregat sel B berbentuk telur yang disebut
nodul limfatik (folikel). Nodul limfatik terdiri dari sel B yang disebut
limfatik primer. Sebagian besar nodul limfatik di korteks luar adalah
sekunder nodul limfatik yang terbentuk sebagai respons terhadap antigen
dan merupakan situs sel dan memori plasma pembentukan sel B. Setelah
sel B mengenali nodul limfatik primer sebagai antigen, nodul limfatik
primer berkembang menjadi sekunder nodul limfatik. Pusat nodul limfatik
sekunder mengandung daerah sel pewarnaan cahaya yang disebut pusat
germinal. Dalam pusat germinal terdiri dari sel B, sel dendritik folikular

5
dan makrofag. Ketika sel-sel dendritik folikular "menyajikan" antigen, sel
B berkembang menjadi sel plasma penghasil antibodi atau berkembang
menjadi sel memori B. Sel memori B bertahan setelah respon imun awal
dan mengingat jika menemui antigen yang sama. Sel B yang tidak
berkembang dengan baik mengalami apoptosis dan dihancurkan oleh
makrofag. Korteks bagian dalam tidak mengandung nodul limfatik yang
terdiri dari sel T dan sel dendritik yang memasuki nodus limfe dari
jaringan lain. Sel dendritik menyajikan antigen pada sel T, menyebabkan
proliferasi. Sel T yang baru terbentuk kemudian bermigrasi dari nodus
limfe ke area tubuh di mana ada aktivitas antigenik. Medula nodus limfe
mengandung sel B, penghasil antibodi sel plasma yang telah bermigrasi
keluar dari korteks ke dalam medula. Di dalam nodus, limfe memasuki
sinus yaitu saluran yang mengandung serat retikuler bercabang, limfosit,
dan makrofag. Dari pembuluh limfatik, getah bening mengalir ke dalam
sinus subkapsular tepat di bawah kapsul. Dari sini getah bening mengalir
melalui sinus trabecular. Antibodi yang dikeluarkan oleh sel plasma, dan
mengaktifkan sel T keluar dari node. Limfe berfungsi sebagai jenis filter.
Saat getah bening memasuki satu ujung dari nodus limfe, zat asing
terjebak oleh serat retikuler dalam sinus node. Kemudian makrofag
menghancurkan beberapa benda asing oleh fagositosis, sedangkan limfosit
menghancurkan yang lain oleh respon imun. Limfe yang disaring
kemudian meninggalkan ujung lain kelenjar getah bening [ CITATION
Tor17 \l 1033 ].

2.2 Definisi dan Klasisfikasi


Limfoma Hodgkin merupakan kelompok neoplasma khusus
dengan ciri khas adanya sel datia tumor yaitu sel Reed-Sternberg.
Limfoma Hodgkin terjadi hanya pada satu kelenjar getah bening dan dapat
berkembang secara bertahap ke kelenjar-kelenjar getah bening yang secara
anatomik berhubungan [CITATION Kum \l 1033 ].

6
Terdapat subtipe Limfoma Hodgkin yang dikenal, yaitu :
 Limfoma Hodgkin Sklerosis Nodular
Subtipe ini paling lazim ditemukan dan cenderung mengenai leher,
supraklavikula dan kelenjar getah bening mediastinum. Secara morfologi
terdapat varian sel Reed-Sternberg (RS) tertentu yaitu sel lacuna. Sel ini
besar dengan satu inti yang multi lobus, anak inti kecil banyak dan
sitoplasma banyak berwarna pucat.
 Limfoma Hodgkin Sel campuran
Limfoma Hodgkin subtipe ini paling lazim ditemukan pada
penderita berumur lebih dari 50 tahun dengan frekuensi sekitar 25% dan
lebih sering ditemukan pada pria. Secara morfologi terlihat sel RS klasik di
antara sel-sel radang seperti limfosit kecil, eosinophil, sel plasma dan
makrofag.
 Limfoma Hodgkin Predominan Limfosit
Yang khas pada subtipe ini adalah sel RS varian limfohistiositik
(L&H) yang intinya berlobus banyak dan besar menyerupai biji jagung
(popcorn cells). Sel varian L&H mengekspresikan petanda sel B(CD20).
Sebagian besar penderita dengan subtipe predominan limfosit mengalami
limfadenopati leher dan aksila yang terisolasi dan prognosisnya baik
[ CITATION Kum \l 1033 ].
 Limfoma Hodgkin kaya limfosit (lymphocyte rich)
Karakteristik histologis dari tipe ini adalah adanya sel Reed
Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta sedikit eosinofil
dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler [ CITATION Bak06 \l
1033 ].

 Limfoma Hodgkin jarang limfosit (lymphocyte depletion)


Tipe ini yang paling jarang dijumpai dan hanya mencangkup
kurang dari 1% dari keseluruhan kasus Limfoma Hodgkin namun
merupakan tipe yang paling agresif dibandingkan dengan tipe lainnya.
Tipe ini paling sering terjadi pada penderita dengan usia yang sudah lanjut
dan dengan infeksi virus HIV/AIDS. Infiltrat pada tipe ini lebih sering

7
tampak difus dan hiposeluler sedangkan sel Reed Stern-berg hadir dalam
jumlah yang besar dan bentuk yang bervariasi. Tipe lymphocyte depleted
dapat dibagi menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed Sternberg yang
dominan dan sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar
getah bening digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai
sedikit sel limfosit dan sel Reed Sternberg [ CITATION Bak06 \l 1033 ].

2.3 Epidemiologi
Limfoma Hodgkin (HL) adalah neoplasma ganas dari jaringan
limfatik dan salah satu dari beberapa keganasan dewasa yang dapat
berhasil diobati pada sebagian besar kasus. Biasanya ditemukan di kelenjar
getah bening, limpa, hati, sumsum tulang dan situs lainnya, dengan
insidensi 2-4 per 100.000 orang per tahun [ CITATION Men16 \l
1033 ].

Di Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru penyakit


Hodgkin setiap tahunnya, rasio antara laki – laki dan perempuan adalah
1,3-1,4 berbanding 1. Terdapat distribusi usia bimodal, yaitu pada usia 15-
34 tahun dan usia di atas 55 tahun, 40% orang dewasa dilaporkan
menderita Limfoma Hodgkin [ CITATION Sum15 \l 1033 ]. Usia rata-
rata saat diagnosis untuk pasien dengan Limfoma Hodgkin adalah sekitar
28 tahun. Limfoma Hodgkin paling sering terjadi pada kelenjar getah
bening (> 90%) dan jarang terjadi ekstranodal. Dalam 70% hingga 80%
kasus, Limfoma Hodgkin ditandai dengan pembesaran adenopati leher,
dan sering ada juga di mediastinum bersamaan dengan nodal yang lain.
Terdapat empat subtipe Limfoma Hodgkin secara histologis menrut
modifikasi Rye. Nodular sclerosing adalah yang paling umum terjadi di
Amerika Utara dan Eropa Barat, biasanya ditandai massa di mediastinum
pada seorang wanita muda. Tipe seluler campuran adalah yang paling
umum kedua terjadi di Amerika Utara dan lebih sering terjadi pada
populasi miskin dan lebih sering dikaitkan dengan penyakit
subdiaphragmatik, situs ekstranodal, dan prognosis keseluruhan lebih
buruk daripada sclerosis nodular. Penyakit dominan limfosit secara klasik
memiliki prognosis yang menguntungkan. Limfosit- penyakit menipis

8
memiliki prognosis yang paling buruk dan dikaitkan dengan usia lanjut,
gejala sistemik, limfadenopati retroperitoneal, dan situs ekstranodal
[ CITATION Aik08 \l 1033 ].

2.4 Etiologi
Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih
belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor, seperti paparan infeksi
virus, faktor keluarga dan keadaan imunosupresi yang diduga memiliki
keterkaitan dengan terjadinya LH [ CITATION Ans15 \l 1033 ] . Pada 70%
kasus Limfoma Hodgkin yang pernah dilaporkan di seluruh dunia
menunjukkan adanya keterlibatan infeksi Epstein-Barr Virus [ CITATION
Kum \l 1033 ].

2.5 Patogenesis
Ekspresi gen dari Epstein Bar Virus (EBV) diduga memicu
terjadinya transformasi dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju
salah satu fenotif LH. Pada saat terjadi infeksi primer, EBV akan masuk
dalam fase laten di dalam sel B memori sehingga EBV mampu bertahan
sepanjang masa hidup sel-B. EBV kemudian mengkode produk gen
EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam proses transformasi sel-
B. Produk-produk gen ini bekerja pada jalur sinyal intraseluler di mana
EBNA-1 bekerja secara langsung dengan memberikan umpan negatif pada
ekspresi gen penekan tumor dan meningkatkan perkembangan tumor
melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian mempromosikan
aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1
meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk
mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam
mempromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga
diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang
mengkode reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen
LMP-2 yang mampu memprogram ulang sel-B limfosit matur menjadi
salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses apoptosis melalui
aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit. Akibat

9
dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya
ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B yang kemudian akan
mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan
mengaktivasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-
Sternberg untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1).
CD30 merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-
sel jaringan limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan
penanda dari granulosit, monosit dan sel-T yang teraktivasi yang dalam
keadaan normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit [ CITATION
McD15 \l 1033 ].

2.6 Gambaran Klinis


Gejala umum yang sering dirasakan pasien antara lain
pembengkakan pada kelenjar getah bening yang biasanya terjadi pada
leher, aksial dan inguinal, menggigil/suhu tubuh naik-turun, demam
berulang dan keringat di malam hari, penurunan berat badan, kehilangan
nafsu makan, kelelahan terus menerus dan kehilangan energi, sesak nafas
dan batuk, gatal diseluruh tubuh tanpa sebab (ruam), pembesaran tonsil
dan sakit kepala [ CITATION Inf15 \l 1033 ].

2.7 Diagnosis dan Staging


Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
[ CITATION Lon12 \l 1033 ].
a. Anamnesis
Gejala konstitusional terdiri dari penurunan berat badan, demam
lebih dari 380C dan berkeringat di malam hari. Demam Pel-Ebstein yaitu
demam hilang timbul selama 1-2 minggu, pruritus, rasa nyeri pada lien
setelah meminum alkohol, nyeri dada dan sesak nafas serta nyeri
punggung dan tulang. Saat anamnesis didapatkan adanya riwayat keluarga
yang menderita penyakit limfoma Hodgkin khususnya tipe sklerotik
(Longo, et al., 2012).

10
b. Pemeriksaan Fisik
Saat pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik didapatkan
limfadenopati asimptomatik yang asimetris dengan konsistensi padat
kenyal seperti karet, predileksi limfadenopati dapat ditemukan di leher,
axila, dan inguinal. Splenomegali dan hepatomegali dapat ditemukan
tetapi jarang bersifat massif. Sindrom vena cava superior dengan tanda dan
gelajanya berupa distensi pada vena leher dan dinding dada, edema pada
wajah dan ekstremitas atas (Longo, et al., 2012).

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan anemia.
Neutrofilia, eosinophilia, limfofenia, peningkatan laju endapan darah
dan LDH (lactate dehydrogenase serum) (Longo, et al., 2012).

Pemeriksaan Histopatologik
Melakukan biopsi pada kelenjar getah bening kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologik didapatkan adanya sel Reed Sternberg
dengan latar belakang sel radang pleomorf (Longo, et al., 2012).

11
Gambar 2.3 Sel Reed Sternberg

Pemeriksaan Imunohistokimia
Pada pemeriksaan imunohistokimia ditemukan penanda CD15,
CD20 atau CD30 pada sel Reed Sternberg (Longo, et al., 2012).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak dapat membedakan limfadenopati
Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin. Hasil imaging akan
terlihat pembesaran nodus homogen dengan ukuran 2 – 10 cm. Pada
Nodus sebelum dan setelah terapi dapat terlihat adanya kalsifikasi. ,
Limfoma Hodgkin melibatkan satu nodus dan dapat menyebar secara
berdekatan. Limfoma Hodgkin biasanya mengenai kelenjar getah
bening rantai jugularis interna dan mediastinum [ CITATION
Aik08 \l 1033 ].

Pemeriksaan radiologi foto polos dada proyeksi Posterior Anterior


(PA) dapat ditemukan gambaran radiopaque dari nodul unilateral atau
bilateral yang berbatas tidak tegas atau tegas serta konsolidasi .
Gambaran hipodens dari massa jaringan lunak multipel akibat
agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah
thorax, abdomen atau pelvis (Longo, et al., 2012).

12
Gambar 2.4 CT-scan leher normal potongan axial

A B

Gambar 2.5 CT scan leher normal; A) Potongan Coronal, B) Potongan Sagital


(Sumber : https://radiopaedia.org )

13
Gambar 2.6 CT-scan Nodus limfoma. A). nodus limfoma bilateral, B). kalsifikasi
nodus limfoma tipe sclerosis, C). nodus limfoma nekrotik (Longo, et al., 2012).

14
Gambar 2.7 Gambaran CT-scan dengan kontras tampak massa besar
jaringan lunak di mediastinum [ CITATION Her15 \l 1033 ].

15
Gambar 2.8 CT-scan Hodgkin Lymphoma pada leher

Gambar 2.9 Limfoma Hodgkin pada mediastinum; a) potongan

sagittal, b) dan c) potongan axial dengan kontras menunjukkan sebuah


massa isodens pada otot dan hipodens di area inferior, d) foto X-ray, d)
PET scan menunjukkan peningkatan akumulasi FGD di mediastinum

16
Gambar 2.10 Limfoma Hodgkin tipe sclerosis nodular pada paru

Gambar 2.11 CT-scan Limfoma Hodgkin pada Pelvis Sinistra

17
Tabel 2.1 Penetapan Stadium Klinis Limfoma Hodgkin (Klasifikasi
Ann Arbor di revisi Costwold)
(Sumber : Kumar, Abbas & Aster, 2015; McDade, 2015)

Stadium Distribusi Penyakit


I Mengenai satu region kelenjar getah bening atau mengenai
satu organ ekstralimfatik atau jaringan
II Mengenai dua atau lebih region kelenjar getah bening
hanya pada satu sisi dari diafragma atau dengan mengenai
organ atau jaringan ekstra limfatik berdekatan atau
jaringan yang bersifat terbatas
III Mengenai region kelenjar getah bening pada kedua sisi
dari diafragma yang mungkin termasuk limpa, organ
ekstralimfatik berdekatan atau jaringan yang bersifat
terbatas atau kedua-duanya
IV Mengenai satu atau lebih organ ekstra limfatik atau
jaringan secara multiple atau tersebar dengan atau tanpa
mengenai organ limfatik
Sufix Ciri
A Tanpa gejala pada suffix B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini :
- Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
terakhir
- Demam rekuren >380C
- Berkeringat di malam hari
C Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan
diameter >10cm atau massa mediastinum dengan ukuran
>1/3 diameter transversal transtorakal maksimum pada
foto polos data posterior-anterior (PA)

Tabel 2.2 Stage dari Limfoma Hodgkin Klasik menurut EORTC (European
Organization for Research and Treatment of Cancer).

18
Sumber : (Ansell, 2015)

Stage Kriteria
Early-stage favorable Stadium I-IIA, tanpa faktor resiko
Early-stage unfavorable Stadium I-IIA, >1 faktor resiko
Advanced-Stage Disease Stadium IIB, III, dan IV
Faktor Resiko
1. Adenopati mediastinum yang besar (massa melewati 1/3
diameter horizontal dada)
2. Usia >50 tahun
3. Peningkatan laju endapan darah >50mm/jam tanpa gejala
sistemik atau >30 mm/jam dengan gejala sistemik
4. Keterlibatan >4 daerah kelenjar getah bening

2.8 Diagnosis Banding


Karena limfoma Hodgkin dianggap sebagai keganasan yang
dapat disembuhkan dan diagnosis bandingnya luas, masalah medikolegal
dapat timbul kegagalan mendiagnosis penyakit secara tepat waktu,
mungkin karena faktor-faktor berikut:
- Kesalahan interpretasi gejala B.
- Kurangnya tindak lanjut untuk radiografi dada abnormal atau temuan
pemeriksaan fisik
- Diagnosis patologis yang terlewatkan karena biopsi jarum diperoleh
alih-alih biopsi kelenjar getah bening eksisi [ CITATION Las18 \l 1033 ].
Diagnosis banding limfoma Hodgkin sebagai berikut :
a. Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Hodgkin (LH) sulit dibedakan dengan Limfoma non
Hodgkin (LNH) dari gambaran radiologi karena memiliki tanda yang
sama yaitu limfadenopati. Tetapi LNH lebih sering terjadi ekstranodal
dibandingkan LH dan LNH pada pemeriksaan histopatologi tidak
didapatkan adanya sel Reed Sternberg.

19
Gambar 2.12 Limfoma Non Hodgkin leher (CT-scan axial & Sagital)
(Sumber : https://radiopaedia.org )

Gambar 2.13 Limfoma Non Hodgkin pada mediastinum (Sumber :


https://radiopaedia.org )

20
Gambar 2.14 Limfoma Non Hodgkin pada ingunal (Sumber :
https://radiopaedia.org )

21
Gambar 2.15 Limfoma non Hodgkin pada paru; a) X-ray didapatkan
nodul multiple dan konsolidasi, b) dan c) Ct-scan kontras terdapat
nodul multiple bilateral dan massa pada paru kanan

22
Gambar 2.16 Limfoma non Hodgkin pada esophagus ct-scan
potongan axial dan coronal menunjukkan massa pada esophagus

b. Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit radang multisistem dengan
etiologi yang tidak diketahui yang bermanifestasi sebagai granuloma tanpa
kantung, terutama di paru-paru dan kelenjar getah bening intrathoraks
[ CITATION Kam19 \l 1033 ].
Tanda dan gejala sebagai berikut:
 Asimptomatik (terdeteksi secara tidak sengaja pada pencitraan dada)
 Keluhan sistemik (demam, anoreksia)
 Keluhan paru (dispnea saat aktivitas, batuk, nyeri dada, dan hemoptisis)
 Sindrom Löfgren (demam, limfadenopati hilus bilateral, dan
poliartralgia)
Gambaran radiologi : tampak limfadenopati mediastinum pad ct-scan dan
limfadenopati hilus bilateral pada x-ray.

23
Gambar 2.17 Limfadenopati hilus bilateral (X-Ray)

Gambar 2.18 Limfadenopati mediastinum (CT-scan)


c. Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening supraklavikular ipsilateral termasuk dalam penyakit tahap terbatas,
tetapi pembesaran kelenjar getah bening aksila meningkatkan diagnosis
penyakit stadium lanjut [ CITATION Tan19 \l 1033 ].
Gambaran radiologi :
Pada foto X-ray thoraks terlihat massa besar di paru medial kiri
dengan opacity meluas ke paru-paru atas dan terlihat nodul paru kanan
bawah yang menunjukkan deposit metastasis. Peningkatan opasitas
paratrakeal kanan menunjukkan limfadenopati. Terdapat Efusi pleura kiri.
Pada CT-scan thoraks tampak paru-paru kiri besar dan massa hilar, dengan
invasi arteri pulmonalis kiri [ CITATION Irs19 \l 1033 ].

24
Gambar 2.19 SCLC X-Ray Thoraks

Gambar 2.20 SCLC CT-Scan


2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan
tipe dan stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas
radioterapi, kemoterapi dan terapi kombinasi. Penatalaksaan LH
menggunakan klasifikasi EORTC (European Organiza-tion for Research
and Treatment of Cancer) [ CITATION Ans15 \l 1033 ].

Early-Stage Favorable.
Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD:
- Adriamycin 25 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15
- Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15
- Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15
- Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 2 siklus dan
diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 20 Gy.4,8

Early-Stage Unfavorable.
Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD :
- Adriamycin 25 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15

25
- Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15
- Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15
- Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 4 siklus dan
diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 30 Gy.
Penatalaksanaan lainnya yang lebih intensif yaitu dengan pemberian
kemoterapi regimen BEACOPP :
- Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8
- Etoposide 200 mg/ m2, IV, hari ke-1 sampai 3
- Adriamycin 35 mg/ m2, IV, hari ke-1; 13
- Cyclophosphamide 1.250 mg/m2, IV hari ke-1
- Oncovin 1,4 mg/m2 IV, hari ke-1 dan 8
- Procarbazine 100 mg/m2 oral, hari ke 1-7
- Prednisone 40 mg/m2 oral hari ke 1-14 dengan dosis meningkat dalam
2 siklus serta diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD
dalam 2 siklus dan radioterapi seb esar 30 Gy. 4,8.

Advanced-Stage Disease.
Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6 sampai 8
siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi jika ukuran limfoma > 1,5
cm setelah pemberian kemoterapi regimen ABVD atau > 2,5 cm setelah
pemberian kemoterapi regimen BEACOPP [ CITATION Ans15 \l 1033 ].

Gambar 2.21 Gambaran PET/CT scan post kemoterapi.

26
27
BAB III
KESIMPULAN

Limfoma Hodgkin merupakan kelompok neoplasma khusus dengan


ciri khas adanya sel datia tumor yaitu sel Reed-Sternberg. Limfoma Hodgkin
terjadi hanya pada satu kelenjar getah bening dan dapat berkembang secara
bertahap ke kelenjar-kelenjar getah bening yang secara anatomik berhubungan.
Terdapat lima tipe limfoma hoodgkin, yaitu sclerosis nodular, predominan
limfosit, sel campuran, kaya limfosit dan jarang limfosit. Di Amerika Serikat
terdapat 7500 kasus baru penyakit Hodgkin setiap tahunnya, rasio kekerapan
antara laki – laki dan perempuan adalah 1,3-1,4 berbanding 1. Terdapat distribusi
usia bimodal, yaitu pada usia 15-34 tahun dan usia di atas 55 tahun, 40% orang
dewasa dilaporkan menderita Limfoma Hodgkin.

Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih
belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus
yaitu Epstein-Barr Virus, faktor keluarga dan keadaan imunosupresi yang diduga
memiliki keterkaitan dengan terjadinya LH. Gejala umum yang sering dirasakan
pasien antara lain pembengkakan pada kelenjar getah bening yang biasanya terjadi
pada leher, aksial dan inguinal, menggigil/suhu tubuh naik-turun, demam berulang
dan keringat di malam hari, dan penurunan berat badan. Diagnosis limfoma
Hodgkin dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
pemeriksaan radiologi khususnya CT-scan. Gambaran hiperdens dari massa
jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan
kontras di daerah thorax, abdomen atau pelvis. Terapi yang dapat dilakukan pada
pasien limfoma Hodgkin yaitu kemoterapi dan radioterapi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, A., & Glastonbury, C. (2008). Imaging Hodgkin and Non-Hodgkin


Lymphoma in the Head and Neck. Radiologi The Clinics, 363-378.

Ansell, S. (2015). Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clin


Proc, 1574-1583.

Bakta, I. (2006). Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta: EGC.

Bell, D., & Amini, B. (n.d.). Hodgkin Lymphoma. Retrieved September 19, 2019,
from Radiopaedia: http;//radiopaedia.org/article/hodgkin-lymphoma

Herring, W. (2015). Learning Radiology Recognising The Basics. Philadepia:


Elsevier.

Infodatin. (2015). Data dan Kondisi Penyakit Limfoma di Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Irshad, A. (2019, September 12). Small Cell Lung Cancer (SCLC) Imaging.
Retrieved September 17, 2019, from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/358274-overview

Kamangar, N. (2019, June 20). Sarcoidosis. Retrieved September 16, 2019, from
Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/301914-overview

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Panduan Penatalaksanaan


Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku Ajar Patologi Robbins.
Singapore: Elsevier Inc.

Lash, B. (2018, September 2018). Hodgkin Lymphoma Differential Diagnoses.


Retrieved September 16, 2019, from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/201886-differential

Longo, D., Kasper , D., Jameson, J., Fauci , A., Hauser, S., & Loscalzo, J. (2012).
Harrison’s Principles of Internal Medicine (18 ed.). Amerika Serikat:
McGraw-Hill Companies.

McDade, L. (2015). Classical Hodgkin’s Lymphoma: Pathogenesis and Future


Treatment Directions. Res Medica, 47-57.

25
Men, Y., Sun, X., Wei, D., & Yu, Z. (2016). Primary extranodal head and neck
classical Hodgkin lymphoma. Experimental and Therapeutic Medicine,
1007-1011.

Nazeer, A. (n.d.). Extra-Nodal Lymphoma. Retrieved September 21, 2019, from


Slideshare: http;//slideshare.net/mobile/abd_nazeer/presentation1pptx-
radiological

Sumantri, R. (2015). Penyakit Hodgkin. In S. Setiati, I. Alwi, A. Sudoyo, M.


Simadibrata K, B. Setiyohadi, & A. Syam, Ilmu Penyakit Dalam (pp.
2989-2993). Jakarta Pusat: InternaPublishing.

Tan, W. (2019, March 20). Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation.
Retrieved September 17, 2019, from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/280104-clinical#b3

Tortora, G., & Derrickson, B. (2017). Priciples of Anatomy & Physiology (15th
ed.). United States of America: Wiley.

26
LAMPIRAN

LAPORAN KASUS

 Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. IP
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sangata
Agama : Islam
Pasien di rujuk dari RSUD Sangatta ke Poli Onkologi RSUD AWS pada tanggal 4
November 2017 dengan diagnosis tumor colli limfoma Hodgkin.

 Anamnesis
Keluhan utama : Benjolan di leher

 Riwayat Singkat
Pasien datang kontrol pertama kali ke poli onkologi RSUD AWS pada
tanggal 8 November 2017 dengan keluhan benjolah di leher, dan tidak ada
keluhan yang lainnya. Dokter menyarankan pasien untuk dilakukan FNAB
(Fine Needle Aspiration Biopsy) dan pemeriksaan laboratorium patologi
anatomi. Dokter juga merujuk pasien ke dokter spesialis jantung untuk
dilakukan echocardiography dan ekokardiografi untuk perencanaan
kemoterapi dan tindakan pembedahan. Pasien juga diminta untuk melakuka
foto CT-scan.

 Pemeriksaan Fisik
- Massa colli/limfadenopati colli.
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Pemerikaan penunjang
1. Ekokardiografi (EKG)
Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan tidak ada kontraindikasi untuk
dilakukan pembedahan dan pasien tidak mendapatkan terapi di bidang
kardiologi.

27
2. Echocardiography
Hasil pemeriksaan :
- Dimensi ruang-ruang jantung dalam batas normal
- Kontraktilitas LV dalam batas normal (EF : 63%)
- LVH (-)
- Wall motion analysa : global normokinetik
- Tak tampak thrombus maupun vegetasi
- Katup-katup dalam batas normal
- Doppler E/A <1
Kesimpulan : Disfungsi diastolik

3. Pemeriksaan Darah Lengkap


Hasil pemeriksaan darah lengkap di dapatkan leukositosis

4. Pemeriksaan Patologi Anatomi


Makroskopik:
Diterima 2 potong jaringan sediaan jaringan abu-abu, padat dengan ukuran
5x4x3cm dan ukuran 10x8x5cm.
Mikroskopis :
Kedua sediaan menunjukkan gambaran serupa :
Tampak kelenjar getah bening dengan neoplasma yang tersusun noduler
dibatasi oleh area sclerosis. Neoplasma terdiri dari sel-sel berinti besar,
multilobulated, kromatin kasar, anak inti prominent, sitoplasma luas,
sesuai gambaran sel Reed Sternberg. Dikelilingi oleh sel eosinophil dan
neutrophil.
Kesimpulan : Colli sinistra, operasi : Hodgkin Lymphoma
Diagnosis Klinis : Limfoma Hodgkin

28
5. Gambaran Radiologi (CT-scan leher)

Gambar 2.16 CT-scan kontras LH leher


(Sumber primer)

Gambar 2.17 CT-scan non kontras


pada LH leher (Sumber Primer)

29
Gambar 2.18 CT-
scan kontras potongan
sagittal pada LH leher

Gambar 2.19 CT-scan kontras potongan coronal pada LH leher (Sumber Primer)

Interpretasi CT-scan :

30
Diagnosis Klinis : Hodgkin Lymphoma
Telah dilakukan pemeriksaan CT scan leher tanpa dan dengan kontras, potongan
axial dan reformat dengan hasil sebagai berikut :
- Tampak pembesaran limfonody colli, supraclavicular, infraclavicula
bilateral multiple bergerombol, disertai lesi hipodens (6-10 HU) pada soft
tissue region colli anterior; yang kurang menyangat kontras
- Densitas jaringan otak yang tervisualisasi tampak normal
- Sinus paranasalis yang tervisualisasi dan air cell mastoid normal
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
Status Hodgkin Lymphoma saat ini
- Tampak multiple Limfadenopathy colli, supraclavicular, infraclavicula
bilateral multiple; jika di banding MSCT sebelumnya tanggal 04
Desember 2017, jumlah lymphadenopathynya agak bertambah
- Lesi hipodens pada soft tissue region colli anterior kurang menyangat
kontras
DD : oedema, massa kistik

 Penatalaksanaan
Pasien sudah dilakukan kemoterapi 12 kali dengan regimen BACOP dan
ICE
Regimen BACOP : (kemoterapi IA)
- Bleomycin 10 mg
- Adriamycin 35 mg
- Cyclophosphamide 1.250 mg
- Procarbazine 100 mg
Kemoterapi IIA dan II B: Regimen BACOP
Kemoterapi III A :
- Bleomycin 15 gr
- Cyclophosphamide 750 gr
- Prednisone 3x IV/bulan
Kemoterapi III B :

31
Regimen BACOP +Vincristine 2 gr
Kemoterapi IV A, VA, VI A, VII A:
- Bleomycin
- Cyclophpsphamide 750 gr
- Prednisone 3x IV
Kemoterapi IV B, V B, VI B:
- Doxorubicin 75 gr
- Vincristine 2 gr
Regimen ICE : Pada tanggal 30 November 2018
- Ifosfamide 3 gr
- Carboplatin 600 gr
- Etoposide 300 gr
Regimen ICE diganti karena tidak ada respon (8 Mei 2019)
Regimen pengganti :
- Doxorubicin 16 mg
- Cysplatin 40 mg
- Cytarabine 2400 mg
- Metil prednisolone 500 mg

32

Anda mungkin juga menyukai