Anda di halaman 1dari 30

PAPER

HODGKINS LYMPHOMA

Paper ini Disusun Sebagai Satu Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik

Senior Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Haji Medan

Dokter Pembimbing :

Dr. Alwinsyah Abidin, Sp. PD

Disusun oleh :

Indamayanti Oktavia Khalifatunnisa (19360186)

Krisna Ramda (19360192)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT


DALAMRUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
DAN MALAHAYATI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat yang
dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan judul
“Hodgkins Lymphoma” Penyusunan tugas paper ini dimaksudkan untuk
mengembangkan wawasan serta melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang diberikan pembimbing. Shalawat
beserta salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi penulis ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan
knlinik stase Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Medan, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi ...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Hodgkin Limfoma
............................................................................................................
3
............................................................................................................
2.2. Epidemiologi Hodgkin Limfoma........................................................4
2.3. Etiologi dan Patogenesis Hodgkin Limfoma.....................................5
2.4. Klasifikasi Hodgkin Limfoma............................................................6
2.5.Manifestasi Klinis Hodgkin Limfoma.................................................9
2.6. Penegakan Hodgkin Limfoma............................................................10
2.7. Staging Hodgkin Limfoma.................................................................12
2.8. Penatalaksanaan Hodgkin Limfoma...................................................13
2.9. Prognosis Hodgkin Limfoma..............................................................15

BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................17

BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan limfoid
mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Limfoma terjadi akibat dari adanya
pertumbuhan yang abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun yaitu
limfosit. Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian
dalam tubuh seperti limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau
berbagai organ lainnya yang kemudian dapat membentuk suatu massa yang
disebut sebagai tumor. Tubuh memiliki 2 jenis limfosit utama yang dapat
berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B limfosit dan sel-T limfosit. (Swerdlow S
et al, 2016)
Limfoma Maligna terhitung sebesar 3,37% dari seluruh keganasan di dunia.
Insiden Limfoma Maligna di seluruh dunia meningkat rata rata 3–4% selama 4
dekade terakhir. Insiden dari LNH pada laki-laki 6% dan pada wanita 4,1%
sedangkan LH 1,1% pada laki-laki dan 0,7% pada wanita.(Huh J,2012) dan Data
dari Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian limfoma
di Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien. (Kemenkes RI,2015)
Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH)
dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan
histopatologik dari kedua penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran
histopatologik yang khas ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg. (Swerdlow
S et al, 2016)
Limfoma Hodgkin, lebih jarang terjadi daripada limfoma non-Hodgkin.
Menurut National Cancer Institute, sekitar 9.000 kasus baru limfoma Hodgkin
diproyeksikan setiap tahun. Rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan 1,3-
1,4 berbanding. Limfoma dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, itu
paling sering didiagnosis pada orang dewasa muda antara usia 15 dan 35 dan pada
orang dewasa yang lebih tua di atas usia 50. (LRF, 2017)
Penyebab pasti limfoma Hodgkin tidak diketahui, tetapi terjadinya
perubahan (mutasi) pada DNA dari jenis sel darah putih yang disebut limfosit B,.

1
Kemudian DNA memberi sel-sel seperangkat instruksi dasar, seperti kapan harus
tumbuh dan bereproduksi. Mutasi pada DNA mengubah instruksi ini sehingga sel-
sel terus tumbuh, dan berkembang biak secara tak terkendali. (NHS,2018)
Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi
yang sering kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi.
Tanda dan gejala tersebut bisa dikatakan tidak khas oleha karena sering kali juga
ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH. (LRF,2017)
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah
satu penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal
merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis
terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup
penderita LH semakin meningkat bahkan sembuh berkat manajemen penyakit
yang tepat. (LRF,2017)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Penyakit Limfoma Hodgkin


Limfoma Hodgkin, juga dikenal sebagai penyakit Hodgkin, adalah jenis
limfoma, kanker sistem limfatik. Sistem limfatik adalah jaringan simpul
(simpul jaringan) yang dihubungkan oleh pembuluh yang mengalirkan cairan
dan membuang produk dari tubuh. Kelenjar getah bening bertindak sebagai
filter kecil, menyaring organisme dan sel asing. (Laura J. Martin, MD. 2017)
Sistem limfatik juga terlibat dalam memproduksi sel darah putih penting
yang disebut limfosit yang membantu melindungi Anda terhadap berbagai
infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Ketika sistem limfatik
melawan infeksi aktif, Anda mungkin memperhatikan bahwa beberapa
kelenjar getah bening dan jaringan di daerah infeksi menjadi bengkak dan
lunak. Ini adalah reaksi normal tubuh terhadap infeksi. (Laura J. Martin, MD.
2017)
Limfoma terjadi ketika sel-sel kelenjar getah bening atau limfosit mulai
berkembang biak dengan tidak terkendali, menghasilkan sel-sel ganas yang
memiliki kemampuan abnormal untuk menyerang jaringan lain di seluruh
tubuh.(Laura J. Martin, MD. 2017)
Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan
limfoid yang bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar
secara sistemik. Dua jenis limfoma utama adalah limfoma Hodgkin dan
limfoma non-Hodgkin, yang diklasifikasikan berdasarkan karakteristik unik
kanker tertentu, yaitu: (1) limfoma Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-
Hodgkin (LNH). (Kumar et al.2013)
LH merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan
khas ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel
radang pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrophil, sel plasma dan histiosit).Sel
Reed Sternberg adalah sebuah sel yang sangat besar dengan ukuran diameter
sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti besar multilobuler dengan
banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit eusinofilik.

3
Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang
saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti
asidofilik yang besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah
sel yang jernih. Gambaran morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg
tampak seperti mata burung hantu (owl-eye).(Kumar et al.2013)

Gambar 2.1. Sel Reed Sternberg. (Kumar V, Abbas AK, Aster JC.2013.
Robbins Basic Pathology. Edisi 9.)

2.2. Epidemiologi Limfoma Hodgkin


Insiden LH bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, ras, geografis, kelas
sosial dan subtipe histologis. Asia mempunyai angka insiden yang terendah
(5,5/100.000 orang di Yaman dan Lebanon, < 1/100.000 orang di Cina dan
Jepang). Angka kematian juga tergolong rendah karena mempunyai respons
yang baik terhadap terapi. (Al-Tonbary,2012)
40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH. Insiden LH
tergolong stabil dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di
Amerika Serikat pada tahun 2010. LH lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita (1,2:1) dan lebih sering terjadi pada orang
berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam. Distribusi usia pada
LH tergolong bimodal dengan usia puncak pertama yaitu sekitar 15 sampai
dengan 34 tahun dan usia puncak kedua yaitu sekitar lebih dari atau sama
dengan 50 tahun. (Longo DL et al, 2012)

4
Sumber: GLOBOCAN, IARC, 2013.
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, limfoma merupakan
salah satu dari sepuluh penyakit kanker didunia pada tahun 2012. Di gambar
diatas diketahui bahwa secara umum persentasi kasus baru dan kematian
(setelah dikontrol melalui variabel umur) akibat limfoma pada penduduk laki-
laki lebih tinggi dibanding perempuan. Ada laki-laki sebesar 1,1% terkena
limfoma hodgkin dan 0.7% pada perempuan. Kematian akibat LNH dan LH
cukup tinggi, yaitu mencapai setengah dari presentase kasus baru. Dan dari
data dari Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian
limfoma di Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien.
(Kemenkes RI, 2013)

2.3. Etiologi dan Patogenesis Limfoma Hodgkin


Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum
jelas diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor
keluarga dan keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan
terjadinya LH. (Ansell,2015)
Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh
dunia menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel
Reed-Sternberg.(Kumar V,2013)
Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi dan
pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat
terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-
B limfosit sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit.

5
EBV kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan
dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja
pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan
memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan meningkatkan
perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian
memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen
LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk
mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam
memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga diduga
menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode
reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang
mampu memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan
mencegah terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada
pusat germinal sel-B limfosit. (McDade L,2015)
Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan
terjadinya ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian
akan mensekresikan 6 berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan
mengakti-vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg
lebih lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30
merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan
limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari
granulosit, monosit dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan
normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit.( McDade L,2015)
Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien
transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif atau pada pasien
cangkok sum-sum tulang belakang. Keluarga dari pasien hodgkin (adik-kakak)
juga memili resiko untuk terjadi penyakit hodgkin. (Sumantri, 2014)

2.4. Klasifikasi Limfoma Hodgkin


Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini
yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American European
Lymphoma) dan WHO (World Health Organization) yang menglasifikasikan LH

6
ke dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2) mixed cellularty, (3) lymphocyte
depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte depleted dan lymphocyte rich
seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.( Bradley W Lash, MD. 2018)

2.4.1 LH tipe nodular sclerosing.

LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling sering dijumpai,


baik pada penderita pria ataupun wanita, terutama pada para remaja dan
dewasa muda. LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar
getah bening yang terletak di supraklavikula, servikal dan mediastinum.
Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing adalah (1) adanya
variasi dari sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang merupakan sebuah sel
besar yang memiliki sebuah inti multilobus, anak inti yang kecil dan
multipel serta sitoplasma yang melimpah dan pucat dan (2) adanya fibrosis
dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang membagi jaringan limfoid
ke dalam nodul-nodul berbatas dengan infiltrat seluler yang mengandung
limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lacuna. (Kumar V,2013)

Gambar 2.2. Gambaran Histopatologik pada LH Tipe Nodular


Sclerosing.(Kumar V, Abbas AK, Aster JC.2013. Robbins Basic
Pathology. Edisi 9)

2.4.2. LH tipe mixed cellularity.


LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi
pada anak-anak dan penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan 50
tahun serta mencangkup 25% dari keseluruhan kasus LH yang dilaporkan.

7
Pria lebih dominan untuk menjadi penderita dibandingkan dengan wanita
dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah
bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik histologik dari LH
tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang berlimpah di dalam
infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung limfosit berukuran kecil,
eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering
menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.
(Kumar V, 2013)

Gambar 2.3. Gambaran Histopatologik dari LH tipe Mixed-


Cellularity.(Kumar V, Abbas AK, Aster JC.2013. Robbins Basic
Pathology. Edisi 9)
2.4.3. LH tipe lymphocyte depleted.
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang
dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH
namun merupakan tipe LH yang paling agresif dibandingkan dengan tipe
LH lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi pada penderita dengan usia
yang sudah lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi virus
HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus dan
hiposeluler sedangkan sel Reed Sternberg hadir dalam jumlah yang besar
dan bentuk yang bervariasi. LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi
menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed Sternberg yang dominan dan
sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening
digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel
limfosit dan sel Reed Sternberg. (Kumar V,2013)
2.4.4. LH tipe lymphocyte rich.

8
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah
adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta
sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler.
(Kumar V,2013)
2.4.5. LH tipe nodular lymphocyte predominant.
LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya
variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar
multilobus yang halus dan menyerupai gambaran berondong jagung (pop-
corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya ditemukan di dalam nodul besar
yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil yang bercampur
dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil,
neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga biasanya
tidak menghasilkan CD30 dan CD15 seperti sel Reed Sternberg pada
umumnya melainkan menghasilkan CD20. (Kumar V,2013)

Gambar 2.4. Gambaran Histopatologik pada LH Tipe Nodular


Lymphocyte Predominant. .(Kumar V, Abbas AK, Aster JC.2013.
Robbins Basic Pathology. Edisi 9)

2.5. Manifestasi Klinis Limfoma Hodgkin


Terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri. Gejala
sistemikyaitu demam (tipe Pel-Ebstein),berkeringat malam hari,penurunan berat
badan, lemah badan Can pruritus terutama pada jenis Nodular Sklerosis.Selain itu

9
terdapat nyeri di daerah abdomen akibat splenomegali atau pembesaran kelenjar
yang masif, nyeri tulang akibat destruksi lokal atau infiltrasi sumsum tulang.
Gejala Klinis :
 Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri.
 Demam,tipe Pel-Ebstein.
 Hepatosplenomegali
 Neuropati
Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstrimitas, sindrom vena cava,
kompresi medulla spinalis, disfungsi hollow viscera. (Sumantri, 2014)

2.6. Penegakan Diagnosa Hodgkin Limfoma.


Penegakan diagnosis dari limfoma Hodgkin (LH) dilakukan dengan
mempertimbangkan temuan yang diperoleh pada saat melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terhadap penderita. (Longo DL et
al, 2012)
2.6.1. Anamnesis
a. Gejala konstitusional yang terdiri atas:
 Simtom B yang terdiri atas penurunan berat badan lebih dari 10%
dalam 6 bulan terakhir, demam lebih dari 38 derajat Celcius dan
berkeringat di malam hari.
 Demam Pel-Ebstein yaitu demam tinggi selama 1 sampai 2 minggu lalu
terdapat periode afebril selama 1 sampai 2 minggu kemudian demam
tinggi muncul kembali.
 Pruritus yaitu rasa gatal pada sebagian atau seluruh tubuh.
 Rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah meminum alkohol.
b. Nyeri dada, batuk, sesak napas serta nyeri punggung atau nyeri tulang.
c. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, terutama pada LH tipe
nodular sclerotic.

2.6.2. Pemeriksaan Fisik


a. Limfadenopati asimptomatik yaitu pembesaran kelenjar getah bening
yang tidak nyeri, biasanya asimetrik dengan konsistensi yang padat

10
kenyal seperti karet. Adapun predileksi kelenjar getah bening yang
biasanya terlibat, yaitu leher (60-70%), axila (10- 15%), inguinal (6-
12%), mediastinum (6-11%), hilus paru, kelenjar para-aorta dan retro-
peritoneal.
b. Splenomegali dan hepatomegali tetapi jarang bersifat masif.
c. Sindrom superior vena cava dengan tanda dan gelajanya berupa distensi
pada vena leher dan dinding dada, edema pada wajah dan ekstremitas
atas, sesak napas dan sakit kepala pada penderita dengan limfadenopati
mediastinum yang bersifat massif.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan hematologik, dapat ditemukan adanya anemia, neutrofilia,
eosinofilia, limfopenia, serta laju endap darah dan LDH (lactate
dehydrogenase serum) yang meningkat pada pemeriksaan darah lengkap.
b. Pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran radiopaque dari
nodul unilateral atau bilateral yang berbatas tidak tegas atau tegas serta
konsolidasi pada pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior Anterior
(PA); gambaran hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat
agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah
thorax, abdomen atau pelvis.
c. Pemeriksaan histopatologik, dapat ditemukan adanya sel Reed Sternberg
(adanya dua buah inti yang saling bersisian yang di dalamnya masing-
masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang besar dan mirip dengan
inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih) dengan latar belakang
sel radang pleomorf pada pemeriksaaan biopsi kelenjar getah bening.
d. Pemeriksaan imunohistokimia, dapat ditemukan penanda CD15,CD20
atau CD30 pada sel Reed Sternberg.
e. Pemeriksaan lainnya, seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru,
ekokardiografi dan eletrokardiografi digunakan untuk mengetahui adanya
tanda dan gejala keterlibatan organ lainnya selain kelenjar getah bening
serta tes kehamilan pada penderita wanita muda.

11
2.7. Staging Limfoma Hodgkin
Staging limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini yaitu
staging menurut kriteria Ann Arbor dengan revisi Costwold. Adapun staging LH
berdasarkan kriteria tersebut dimuat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Staging Limfoma Hodgkin (LH) berdasarkan Kritera Ann
Arbor dengan Revisi Costwold. (McDade L.2015. Classical Hodgkin’s
Lymphoma)

Stadium Keterlibatan Jaringan


I Satu daerah kelenjar getah bening atau satu daerah ekstralimfatik.
Dua atau lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang
II sama atau perluasan ekstralimfatik yang berdekatan ditambah satu atau
lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama.( otot
tipis di bawah paru-paru)
Daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma yang bisa
III
diikuti oleh perluasan ekstralimfatik yang berdekatan. misalnya, leher,
dada, dan perut.
IV Keterlibatan difus dari satu atau lebih daerah atau organ ekstralimfatik.
atau keterlibatan organ seperti paru-paru, limpa, hati, tulang atau
sumsum tulang
Sufix Ciri
A Tanpa gejala pada sufix B.
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
 Penurunan berat badan > 10% dalam 6 bulan terakhir.
B
 Demam rekuren > 38 derajat Celcius.
 Berkeringat di malam hari.

12
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm
X atau massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transversal
transtorakal maksimum pada foto polos dada Posterior Anterior (PA).

Gambar 2.5. Hodgkin Lymphoma Stages


(John P. Leonard, MD. The Leukemia & Lymphoma Society's)

2.8. Penatalaksanaan Limfoma Hodgkin


Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan
stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas radioterapi,
kemoterapi dan terapi kombinasi. Radioterapi meliputi Extended Field
Radiotherapy (EFRT), Inyolved Field Radiotherapy (IFRT) dan radioterapi (RT)
pada Limfoma Residual ata:u Bulky Disease.
Dalam guideline yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer
Network (2004) kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD dan Stanford
V sebagai kemoterapi terpilih.
EORTC (European Organiza- tion for Research and Treatment of Cancer)
mengelompokkan penderita LH klasik ke dalam 3 stage berdasarkan atas kriteria
yang terdiri atas stadium L- H dengan ada atau tidak adanya faktor resiko
sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 2.2. (Ansell SM, 2015)

13
Tabel 2.2.
Stage dari Limfoma Hodgkin Klasik menurut EORTC (European
Organization for Research and Treatment of Cancer)
Stage Kriteria
Early-Stage Favorable Stadium I-IIA, tanpa faktor resiko.
Early-Stage Unfavorabel. Stadium I-IIA, > 1 faktor resiko
Advanced-Stage Disease Stadium IIB, III dan IV
Faktor Resiko
1. Adenopati mediastinum yang besar (massa melewati 1/3 diameter
horizontal dada).
2. Usia > 50 tahun.
3. Peningkatan laju endap darah > 50 mm/ jam tanpa gejala sistemik
atau > 30 mm/ jam dengan gejala sistemik.
4. Keterlibatan > 4 daerah kelenjar getah bening.

2.1.1 Early-Stage Favorable.


Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan
15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-
1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 2 siklus dan
diikuti dengan pembe- rian radioterapi sebesar 20 Gy. (Ansell SM, 2015)
2.1.2 Early-Stage Unfavorable.
Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan
15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6 mg/ m 2, IV, hari ke-
1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 4 siklus dan
diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 30 Gy.

Penatalaksanaan lainnya yang lebih intensif yaitu dengan pemberian

14
kemoterapi regimen BEACOPP (Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8;
Etoposide 200 mg/ m2, IV, hari ke-1 sampai 3; Adriamycin 35 mg/ m 2, IV, hari
ke-1; Cyclophosphamide 1.250 mg/ m2, IV, hari ke-1; Oncovin 1,4 mg/ m2, IV,
hari ke-1 dan 8; Procarbazine 100 mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 7; Prednisone 40
mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 14 dengan dosis meningkat dalam 2 siklus serta
diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan
radioterapi sebesar 30 Gy. (Ansell SM, 2015)

.8.4 Advanced-Stage Disease.

Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilakukan dengan


pemberian kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6 sampai 8 siklus
dan diikuti dengan pemberian radioterapi jika ukuran limfoma > 1,5 cm setelah
pemberian kemoterapi regimen ABVD atau > 2,5 cm setelah pemberian
kemoterapi regimen BEACOPP. (Ansell SM, 2015)

.8.4 LH tipe nodular lymphocyte predominant.

Penatalaksanaan LH tipe nodular lymphocyte predominant berbeda dengan


penatalaksanaan LH klasik oleh karena LH tipe ini memiliki karakteristik biologis
yang berbeda dengan LH klasik oleh karena adanya CD20. Pada penderita dengan
stadium IA tanpa ada- nya faktor resiko, dapat dilakukan pengangkatan kelenjar
getah bening yang diikuti dengan watchful waiting atau pemberian radioterapi
sedangkan pada penderita dengan stadium yang lebih lanjut, dapat dilakukan
pemberian kemoterapi regimen ABVD yang dikombinasikan dengan Rituximab.
(Ansell SM, 2015)

2.9. Respon terhadap Terapi dan Prognosis


Respon yang diberikan oleh penderita limfoma Hodgkin (LH) terhadap
terapi yang diberikan dapat dievaluasi melalui sebuah kriteria yang dikenal
sebagai kriteria RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid Tumours) yang
terdiri atas:
a. Respon lengkap, jika semua lesi target menghilang.
b. Respon parsial, jika terjadi pengurangan ukuran sekurang kurangnya 30%
dari diameter total lesi target

15
c. Penyakit progresif, jika terjadi penambahan ukuran sekurang kurang nya
20% dari diameter total lesi target.
d. Penyakit stabil, jika tidak terjadi penurunan ataupun penambahan ukuran
untuk memenuhi kriteria respon parsial ataupun penyakit progresif.

Tujuan utama dari terapi yang diberikan kepada penderita LH adalah untuk
bisa mencapai respon lengkap. Jika respon lengkap tidak dapat dicapai, maka
diharapkan dapat membantu memerpanjang kelangsungan hidup penderita dengan
senantiasa memberikan terapi yang adekuat dan teratur. (Eisenhauer et al, 2009)
Prognosis dari limfoma Hodgkin (LH) ditentukan oleh beberapa faktor, di
antaranya stadium penyakit, umur penderita, tipe penyakit secara histopatologik
dan lainnya. Masa bebas penyakit LH setelah 5 tahun terapi yaitu 85% pada
stadium I sampai II, 70% pada stadium IIIA dan 50% pada stadium IIIB dan IV.
(Eisenhauer et al, 2009)

16
BAB III

LAPORAN KASUS

PENGKAJIAN AWAL MEDIS RAWAT INAP

ILMU PENYAKIT DALAM

STATUS ORANG SAKIT

Nama : Tuan X
No. RM/Ruang :-
Tanggal Masuk :-
Dokter :-
Identitas Pribadi
Nama : Tuan X
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin :-
Agama / Suku :-
Pekerjaan :-
Alamat :-

Anamnesa
Keluhan utama : Demam
Telaah :
 Febris (+) intermiten tingkat tinggi selama 7 hari terakhir yang
dikaitkan dengan rasa dingin dan menggigil.
 Chepalgia (+), nyeri retro-orbital (+), dan mialgia (+) selama satu
minggu
 Gusi berdarah (+)
 Konjungtiva pucat ringan (+)
 beberapa purpura (+) dan petechiae (+) di bahu kiri, dan kedua kaki,
dan dua lesi ekimotik (+) besar dipunggung pasien.

17
BAK : (+) frekuensi 2 kali/hari, warna kemerahan.
BAB : (+) Frekuensi 1 kali/hari, warnanya tidak diketahui pasien,
tidak berdarah, tidak cair dan tidak keras.
RPT :-
RPO : Tidak Ada
RPK : Tidak Ada
R. Alergi : Tidak Ada
R. Kebiasaan :-

Status Present
Keadaan umum Keadaan penyakit Keadaan gizi
Sens : Compos Mentis Anemia : ya TB : - cm
TD : 110/ 80mmHg Ikterus : tidak BB : - kg
Nadi : 87 x/ menit Sianosis : tidak RBW = …. x 100%
Nafas : 22 x/ menit Dyspnea : tidak …. - 100
Suhu : 370 C Edema : tidak = .... %
Eritema : tidak Kesan: ....
Turgor : baik IMT = .... 100%
2
Gerakan aktif : ya ….
Sikap tidur paksa : ya 100
.... kg/m2
Kesan: ....

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Inspeksi: Konjungtiva Anemis (+)
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Inspeksi: ditemukan Purpura (+) dan Petechie (+) di bahu Kiri,
Lesi Ekimotik (+) 2 besar di punggung
Abdomen : Dalam Batas Normal
Extremitas : Inspeksi: Petechie (+) di kedua kaki

18
GAMBAR 1: Beberapa purpura dan petechiae di bahu kiri

GAMBAR 2: Beberapa petechiae di kaki

19
GAMBAR 3: Dua lesi ekimotik besar di punggung pasien

20
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Laboratorium hari Pertama
Nama : Tuan X

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hitung Leukosit 2400↓ /ul 4.000-11.000
Hitung trombosit 20.000↓ /ul 150.000-440.000

2. Pemeriksaan Laboratorium hari Ketiga


Nama : Tuan X

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hitung Leukosit /ul 4.000-11.000
Hitung trombosit 6000↓ /ul 150.000-440.000

3. Pemeriksaan Laboratorium hari Keenam


Nama : Tuan X

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hitung Leukosit /ul 4.000-11.000
Hitung trombosit 2.000↓ /ul 150.000-440.000

21
4. Pemeriksaan Laboratorium hari Keenam
Nama : Tuan X

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hitung Leukosit 6300 /ul 4.000-11.000
Hitung trombosit 112.000 /ul 150.000-440.000

5. Pemeriksaan : Imunoserulogy
Ig M spesifik dengue (+) positive 1,94 Enzyme-linked immunosorbet
assay (ELISA)
6. Uji Tourniqet (+)

Diagnosis
DHF

Terapi
1. Aktivitas  Tirah Baring

22
2. Diet  Diet M II (makanan lunak, rendah garam, tinggi zat besi,
rendah energi dan kalsium tetapi cukup zat gizi lain)
3. Medikamentosa
 Konsultan Penyakit Dalam
- IVFD RL 20-30 gtt/menit
- Inj. Omeprazol 40 mg 1/12 jam
- Inj. Ondansentron 8 mg 1/12 jam
- Sucralfat syr oral 1 gr 3 x 1 / Hari
 Konsultan Spesialis Bedah
- Ciprofloxacin tab 500 mg 2 x 1 / hari
- Neorodex tab 2 x 1 / hari
- Curcuma tab 3 x 1 / hari
 Konsultan Hematologi – Onkologi Medik
- Transfusi Packed Red Cells (PRC) 4 Bag
- Rencana Pemberian Kemoterapi CHOP :
((C) yclophosphamide, (H) ydroxydaunorubicin (juga disebut
doxorubicin atau adriamycin, (O) ncovin ( vincristine ), (P) rednison
atau (P) rednisolon.))

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Anamnesa Anamnesa
DHF Hodgkins Lymphoma
a. Demam intermitten merasa dingin a. Adanya penurunan berat badan (+)

23
dan menggigil b. Berkeringat di malam hari. (+)
b. Sakit kepala c. Demam (+)
c. Nyeri retroorbital d. Pruritus (-)
d. Myalgia e. Rasa nyeri yang timbul di daerah
e. Urin berwarna merah limfa setelah meminum alkohol.(-)
f. Nyeri dada, batuk, sesak napas (-)
g. Nyeri punggung atau nyeri
tulang(+)
h. Riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama.(-)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
DHF Hodgkins Lymphoma
a. Konjungtiva anemis a. Pada kasus ditemukan pembesaran
b. Ourpura dan petechie di bahu kiri kelenjar getah bening yang tidak
c. Lesi ekimotik 2 besar di punggung nyeri di leher (+)
d. Petechie di kedua kaki

b. Hepatomegali (+)
c. Distensi pada vena leher
(Tidak dapat diukur )
d. Edema pada wajah dan ekstremitas
atas (-)
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang
DHF Hodgkins Lymphoma

24
a. Pemeriksaan hematologik : a. Anemia (+)
Trombositopenia, leukopenia.
b. Pemeriksaan imunologi
Ig M spesifik dengue (+)
c. Uji Tourniqet :
Uji tourniquet (+)
b. Pemeriksaan pencitraan
(Tidak dilakukan pemeriksaan)

c. Pemeriksaan Histopatologik :
Makroskopis :
Dilakukan Aspirasi di daerah samping
leher di dapati 2 tts, warna kemerahan.
Mikroskopis :
Sediaan smear terdiri dari sebaran sel –
sel limfosit dengan beberapa tingkat
maturasi. Pada beberapa tempat
dijumpai sel-sel dengan dua inti dengan
kromatin kasar, sitoplasma basopilik.

d. Pemeriksaan imunohistokimia
(tidak dilakukan pemeriksaan)

25
Tatalaksana Tatalaksana
Hodgkins Lymphoma I. Non medikamentosa
 Acetaminophen 1.Tirah baring
2.Nutrisi
3.Cairan
II. Medikamentosa
 Konsultan Penyakit Dalam
- IVFD RL 20-30 gtt/menit
- Inj. Omeprazol 40 mg 1/12 jam
- Inj. Ondansentron 8 mg 1/12 jam
- Sucralfat syr oral 1 gr 3 x 1 / Hari
 Konsultan Spesialis Bedah
- Ciprofloxacin tab 500 mg 2 x 1 / hari
- Neorodex tab 2 x 1 / hari
- Curcuma tab 3 x 1 / hari
 Konsultan Hematologi
- Transfusi Packed Red Cells (PRC) 4
Bag
- Rencana Pemberian Kemoterapi
CHOP :((C) yclophosphamide, (H)
ydroxydaunorubicin (juga disebut
doxorubicin atau adriamycin, (O)
ncovin ( vincristine ), (P) rednison
atau (P) rednisolon.))

BAB IV

KESIMPULAN

Limfoma Hodgkin (LH) merupakan salah satu penyakit yang memiliki


tanda dan gejala yang tidak spesifik. Adanya temuan suatu benjolan di tempat-
tempat yang tidak seharusnya atau adanya pembesaran kelenjar dapat menjadi

26
suatu peringatan perlunya deteksi dini terhadap kelainan tersebut. Seperti pada
kasus limfoma hodkin, untuk mencapai keberhasilan terapi diperlukan pengenalan
terhadap tumor sedini mungkin.

Diagnosis LH dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaa histopatologis


dengan ditemukannya sel reed stenberg yang merupakan sel ganas limfosit B.
Penentuan stadium dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa CT-
scan yang dihubungkan dengan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien.
Pasien KDASA sudah menjalani pemeriksaan histopatologi dan memang benar
ditemukan sel reed stenberg pada biopsi yang diambil dari sampel tumor yang ada
di ketiak dan juga telah melakukan pemeriksaan CT-san pada thorax dan abdomen
untuk penentuan stadium.

Penatalaksanaan dari LH terdiri dari kemoterapi dan radioterapi. Pemilihan


terapi tunggal atau kombinasi sangat dipengaruhi oleh stadiumnya. Terapi
kemoterapi yang paling sering digunakan adalah kemoterapi ABVD (Adriamycin
25 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Bleomycin 10 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan 15;
Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m 2, IV, hari ke-
1 dan 15). Kemoterapi ABVD ini juga yang didapatkan oleh pasien KDASA.

Telah dilaporkan 1 kasus dengan diagnosa Lymfoma Hodgkin, alasan


ditegakkan dengan ditemukan adanya sel-sel dengan dua inti dengan kromatin
kasar, sitoplasma basopilik dengan latar belakang smear sel sel darah merah dan
sel sel darah merah dan sel- sel PMN (polymorphonuclear neutrophilic leukocyte)
pada pemeriksaaan Histopatolog. Dan rencana akan diberikan kemoterapi.

27

Anda mungkin juga menyukai