HODGKINS LYMPHOMA
Dokter Pembimbing :
Disusun oleh :
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat yang
dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan judul
“Hodgkins Lymphoma” Penyusunan tugas paper ini dimaksudkan untuk
mengembangkan wawasan serta melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang diberikan pembimbing. Shalawat
beserta salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi penulis ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan
knlinik stase Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................40
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kemudian DNA memberi sel-sel seperangkat instruksi dasar, seperti kapan harus
tumbuh dan bereproduksi. Mutasi pada DNA mengubah instruksi ini sehingga sel-
sel terus tumbuh, dan berkembang biak secara tak terkendali. (NHS,2018)
Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi
yang sering kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi.
Tanda dan gejala tersebut bisa dikatakan tidak khas oleha karena sering kali juga
ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH. (LRF,2017)
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah
satu penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal
merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis
terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup
penderita LH semakin meningkat bahkan sembuh berkat manajemen penyakit
yang tepat. (LRF,2017)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang
saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti
asidofilik yang besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah
sel yang jernih. Gambaran morfologi tersebut membuat sel Reed Sternberg
tampak seperti mata burung hantu (owl-eye).(Kumar et al.2013)
Gambar 2.1. Sel Reed Sternberg. (Kumar V, Abbas AK, Aster JC.2013.
Robbins Basic Pathology. Edisi 9.)
4
Sumber: GLOBOCAN, IARC, 2013.
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, limfoma merupakan
salah satu dari sepuluh penyakit kanker didunia pada tahun 2012. Di gambar
diatas diketahui bahwa secara umum persentasi kasus baru dan kematian
(setelah dikontrol melalui variabel umur) akibat limfoma pada penduduk laki-
laki lebih tinggi dibanding perempuan. Ada laki-laki sebesar 1,1% terkena
limfoma hodgkin dan 0.7% pada perempuan. Kematian akibat LNH dan LH
cukup tinggi, yaitu mencapai setengah dari presentase kasus baru. Dan dari
data dari Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian
limfoma di Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien.
(Kemenkes RI, 2013)
5
EBV kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan
dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja
pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan
memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan meningkatkan
perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian
memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen
LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk
mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam
memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga diduga
menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode
reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang
mampu memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan
mencegah terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada
pusat germinal sel-B limfosit. (McDade L,2015)
Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan
terjadinya ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian
akan mensekresikan 6 berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan
mengakti-vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg
lebih lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30
merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan
limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari
granulosit, monosit dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan
normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit.( McDade L,2015)
Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien
transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif atau pada pasien
cangkok sum-sum tulang belakang. Keluarga dari pasien hodgkin (adik-kakak)
juga memili resiko untuk terjadi penyakit hodgkin. (Sumantri, 2014)
6
ke dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2) mixed cellularty, (3) lymphocyte
depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte depleted dan lymphocyte rich
seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.( Bradley W Lash, MD. 2018)
7
Pria lebih dominan untuk menjadi penderita dibandingkan dengan wanita
dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah
bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik histologik dari LH
tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang berlimpah di dalam
infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung limfosit berukuran kecil,
eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering
menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.
(Kumar V, 2013)
8
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah
adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta
sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler.
(Kumar V,2013)
2.4.5. LH tipe nodular lymphocyte predominant.
LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya
variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar
multilobus yang halus dan menyerupai gambaran berondong jagung (pop-
corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya ditemukan di dalam nodul besar
yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil yang bercampur
dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil,
neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga biasanya
tidak menghasilkan CD30 dan CD15 seperti sel Reed Sternberg pada
umumnya melainkan menghasilkan CD20. (Kumar V,2013)
9
terdapat nyeri di daerah abdomen akibat splenomegali atau pembesaran kelenjar
yang masif, nyeri tulang akibat destruksi lokal atau infiltrasi sumsum tulang.
Gejala Klinis :
Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri.
Demam,tipe Pel-Ebstein.
Hepatosplenomegali
Neuropati
Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstrimitas, sindrom vena cava,
kompresi medulla spinalis, disfungsi hollow viscera. (Sumantri, 2014)
10
kenyal seperti karet. Adapun predileksi kelenjar getah bening yang
biasanya terlibat, yaitu leher (60-70%), axila (10- 15%), inguinal (6-
12%), mediastinum (6-11%), hilus paru, kelenjar para-aorta dan retro-
peritoneal.
b. Splenomegali dan hepatomegali tetapi jarang bersifat masif.
c. Sindrom superior vena cava dengan tanda dan gelajanya berupa distensi
pada vena leher dan dinding dada, edema pada wajah dan ekstremitas
atas, sesak napas dan sakit kepala pada penderita dengan limfadenopati
mediastinum yang bersifat massif.
11
2.7. Staging Limfoma Hodgkin
Staging limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini yaitu
staging menurut kriteria Ann Arbor dengan revisi Costwold. Adapun staging LH
berdasarkan kriteria tersebut dimuat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Staging Limfoma Hodgkin (LH) berdasarkan Kritera Ann
Arbor dengan Revisi Costwold. (McDade L.2015. Classical Hodgkin’s
Lymphoma)
12
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm
X atau massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transversal
transtorakal maksimum pada foto polos dada Posterior Anterior (PA).
13
Tabel 2.2.
Stage dari Limfoma Hodgkin Klasik menurut EORTC (European
Organization for Research and Treatment of Cancer)
Stage Kriteria
Early-Stage Favorable Stadium I-IIA, tanpa faktor resiko.
Early-Stage Unfavorabel. Stadium I-IIA, > 1 faktor resiko
Advanced-Stage Disease Stadium IIB, III dan IV
Faktor Resiko
1. Adenopati mediastinum yang besar (massa melewati 1/3 diameter
horizontal dada).
2. Usia > 50 tahun.
3. Peningkatan laju endap darah > 50 mm/ jam tanpa gejala sistemik
atau > 30 mm/ jam dengan gejala sistemik.
4. Keterlibatan > 4 daerah kelenjar getah bening.
14
kemoterapi regimen BEACOPP (Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8;
Etoposide 200 mg/ m2, IV, hari ke-1 sampai 3; Adriamycin 35 mg/ m 2, IV, hari
ke-1; Cyclophosphamide 1.250 mg/ m2, IV, hari ke-1; Oncovin 1,4 mg/ m2, IV,
hari ke-1 dan 8; Procarbazine 100 mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 7; Prednisone 40
mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 14 dengan dosis meningkat dalam 2 siklus serta
diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan
radioterapi sebesar 30 Gy. (Ansell SM, 2015)
15
c. Penyakit progresif, jika terjadi penambahan ukuran sekurang kurang nya
20% dari diameter total lesi target.
d. Penyakit stabil, jika tidak terjadi penurunan ataupun penambahan ukuran
untuk memenuhi kriteria respon parsial ataupun penyakit progresif.
Tujuan utama dari terapi yang diberikan kepada penderita LH adalah untuk
bisa mencapai respon lengkap. Jika respon lengkap tidak dapat dicapai, maka
diharapkan dapat membantu memerpanjang kelangsungan hidup penderita dengan
senantiasa memberikan terapi yang adekuat dan teratur. (Eisenhauer et al, 2009)
Prognosis dari limfoma Hodgkin (LH) ditentukan oleh beberapa faktor, di
antaranya stadium penyakit, umur penderita, tipe penyakit secara histopatologik
dan lainnya. Masa bebas penyakit LH setelah 5 tahun terapi yaitu 85% pada
stadium I sampai II, 70% pada stadium IIIA dan 50% pada stadium IIIB dan IV.
(Eisenhauer et al, 2009)
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tuan X
No. RM/Ruang :-
Tanggal Masuk :-
Dokter :-
Identitas Pribadi
Nama : Tuan X
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin :-
Agama / Suku :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Anamnesa
Keluhan utama : Demam
Telaah :
Febris (+) intermiten tingkat tinggi selama 7 hari terakhir yang
dikaitkan dengan rasa dingin dan menggigil.
Chepalgia (+), nyeri retro-orbital (+), dan mialgia (+) selama satu
minggu
Gusi berdarah (+)
Konjungtiva pucat ringan (+)
beberapa purpura (+) dan petechiae (+) di bahu kiri, dan kedua kaki,
dan dua lesi ekimotik (+) besar dipunggung pasien.
17
BAK : (+) frekuensi 2 kali/hari, warna kemerahan.
BAB : (+) Frekuensi 1 kali/hari, warnanya tidak diketahui pasien,
tidak berdarah, tidak cair dan tidak keras.
RPT :-
RPO : Tidak Ada
RPK : Tidak Ada
R. Alergi : Tidak Ada
R. Kebiasaan :-
Status Present
Keadaan umum Keadaan penyakit Keadaan gizi
Sens : Compos Mentis Anemia : ya TB : - cm
TD : 110/ 80mmHg Ikterus : tidak BB : - kg
Nadi : 87 x/ menit Sianosis : tidak RBW = …. x 100%
Nafas : 22 x/ menit Dyspnea : tidak …. - 100
Suhu : 370 C Edema : tidak = .... %
Eritema : tidak Kesan: ....
Turgor : baik IMT = .... 100%
2
Gerakan aktif : ya ….
Sikap tidur paksa : ya 100
.... kg/m2
Kesan: ....
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Inspeksi: Konjungtiva Anemis (+)
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Inspeksi: ditemukan Purpura (+) dan Petechie (+) di bahu Kiri,
Lesi Ekimotik (+) 2 besar di punggung
Abdomen : Dalam Batas Normal
Extremitas : Inspeksi: Petechie (+) di kedua kaki
18
GAMBAR 1: Beberapa purpura dan petechiae di bahu kiri
19
GAMBAR 3: Dua lesi ekimotik besar di punggung pasien
20
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Laboratorium hari Pertama
Nama : Tuan X
21
4. Pemeriksaan Laboratorium hari Keenam
Nama : Tuan X
5. Pemeriksaan : Imunoserulogy
Ig M spesifik dengue (+) positive 1,94 Enzyme-linked immunosorbet
assay (ELISA)
6. Uji Tourniqet (+)
Diagnosis
DHF
Terapi
1. Aktivitas Tirah Baring
22
2. Diet Diet M II (makanan lunak, rendah garam, tinggi zat besi,
rendah energi dan kalsium tetapi cukup zat gizi lain)
3. Medikamentosa
Konsultan Penyakit Dalam
- IVFD RL 20-30 gtt/menit
- Inj. Omeprazol 40 mg 1/12 jam
- Inj. Ondansentron 8 mg 1/12 jam
- Sucralfat syr oral 1 gr 3 x 1 / Hari
Konsultan Spesialis Bedah
- Ciprofloxacin tab 500 mg 2 x 1 / hari
- Neorodex tab 2 x 1 / hari
- Curcuma tab 3 x 1 / hari
Konsultan Hematologi – Onkologi Medik
- Transfusi Packed Red Cells (PRC) 4 Bag
- Rencana Pemberian Kemoterapi CHOP :
((C) yclophosphamide, (H) ydroxydaunorubicin (juga disebut
doxorubicin atau adriamycin, (O) ncovin ( vincristine ), (P) rednison
atau (P) rednisolon.))
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Anamnesa Anamnesa
DHF Hodgkins Lymphoma
a. Demam intermitten merasa dingin a. Adanya penurunan berat badan (+)
23
dan menggigil b. Berkeringat di malam hari. (+)
b. Sakit kepala c. Demam (+)
c. Nyeri retroorbital d. Pruritus (-)
d. Myalgia e. Rasa nyeri yang timbul di daerah
e. Urin berwarna merah limfa setelah meminum alkohol.(-)
f. Nyeri dada, batuk, sesak napas (-)
g. Nyeri punggung atau nyeri
tulang(+)
h. Riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama.(-)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
DHF Hodgkins Lymphoma
a. Konjungtiva anemis a. Pada kasus ditemukan pembesaran
b. Ourpura dan petechie di bahu kiri kelenjar getah bening yang tidak
c. Lesi ekimotik 2 besar di punggung nyeri di leher (+)
d. Petechie di kedua kaki
b. Hepatomegali (+)
c. Distensi pada vena leher
(Tidak dapat diukur )
d. Edema pada wajah dan ekstremitas
atas (-)
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang
DHF Hodgkins Lymphoma
24
a. Pemeriksaan hematologik : a. Anemia (+)
Trombositopenia, leukopenia.
b. Pemeriksaan imunologi
Ig M spesifik dengue (+)
c. Uji Tourniqet :
Uji tourniquet (+)
b. Pemeriksaan pencitraan
(Tidak dilakukan pemeriksaan)
c. Pemeriksaan Histopatologik :
Makroskopis :
Dilakukan Aspirasi di daerah samping
leher di dapati 2 tts, warna kemerahan.
Mikroskopis :
Sediaan smear terdiri dari sebaran sel –
sel limfosit dengan beberapa tingkat
maturasi. Pada beberapa tempat
dijumpai sel-sel dengan dua inti dengan
kromatin kasar, sitoplasma basopilik.
d. Pemeriksaan imunohistokimia
(tidak dilakukan pemeriksaan)
25
Tatalaksana Tatalaksana
Hodgkins Lymphoma I. Non medikamentosa
Acetaminophen 1.Tirah baring
2.Nutrisi
3.Cairan
II. Medikamentosa
Konsultan Penyakit Dalam
- IVFD RL 20-30 gtt/menit
- Inj. Omeprazol 40 mg 1/12 jam
- Inj. Ondansentron 8 mg 1/12 jam
- Sucralfat syr oral 1 gr 3 x 1 / Hari
Konsultan Spesialis Bedah
- Ciprofloxacin tab 500 mg 2 x 1 / hari
- Neorodex tab 2 x 1 / hari
- Curcuma tab 3 x 1 / hari
Konsultan Hematologi
- Transfusi Packed Red Cells (PRC) 4
Bag
- Rencana Pemberian Kemoterapi
CHOP :((C) yclophosphamide, (H)
ydroxydaunorubicin (juga disebut
doxorubicin atau adriamycin, (O)
ncovin ( vincristine ), (P) rednison
atau (P) rednisolon.))
BAB IV
KESIMPULAN
26
suatu peringatan perlunya deteksi dini terhadap kelainan tersebut. Seperti pada
kasus limfoma hodkin, untuk mencapai keberhasilan terapi diperlukan pengenalan
terhadap tumor sedini mungkin.
27