Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH LAPORAN KEGIATAN

STASE ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (IKM)


DI UPT. PUSKESMAS SAMBAU KOTA BATAM TAHUN 2022

Pembimbing :
Isramilda, M.Si

PERIODE :
24 JANUARI 2022 – 26 FEBRUARI 2022

Putri Weni
Sinta Sandra Putri Astuti (102119085)
Cindy Bora Ju (102121067)
Rion Inka Putra (

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN 
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dalam rangka
melaksanakan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) stase Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Batam yang dilaksanakan pada
tanggal 24 Januari sampai dengan 26 Februari 2022.
Laporan ini disusun berdasarkan informasi dan data yang diperoleh selama
berada di Puskesmas Sambau, Kota Batam. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing selama
KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat dan membantu menyusun laporan ini, yaitu:
1. Ibu Eny Yuliawati, S.KM selaku Kepala UPT. Puskesmas Sambau
2. Dr. dr. Ibrahim S.H, M.Sc, M.Kn, M.Pd.Ked, Sp. KKLP selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Batam.
3. dr. Suryanti Tsang, M. Kes selaku Kepala Prodi Fakultas Kedokteran
Universitas Batam
4. dr. Sukma Sahreni, M. Gz selaku Koordinator KKS Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Batam.
5. Ibu Isramilda, M.Si selaku pembimbing kami dalam KKS stase Ilmu
Kesehatan Masyarakat
6. Seluruh Pegawai dan staf UPT. Puskesmas Sambau Kota Batam yang
telah membantu kami selama melakukan KKS
Demikianlah laporan kegiatan ini saya Iaksanakan selama menjalani KKS
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Batam. Penulis
menyadari bahwasanya masih banyak terdapat kekurangan dari laporan kegiatan
ini, oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Batam, Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Prosedur Kegiatan
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
A. Sejarah Singkat Puskesmas Rempang Cate
B. Visi dan Misi Puskesmas Rempang Cate
1.Visi Puskesmas
2. Misi Puskesmas
C. Motto Puskesmas Rempang Cate
BAB III
LAPORAN KEGIATAN
A. 5 Penyakit Tertinggi di Puskesmas Rempang Cate
B. Program kerja di Puskesmas Rempang Cate
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

iii
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwajibkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomi (Depkes, 2009).

Pengelolaan kesehatan diselenggarakan pemerintah melalui pengelolaan

administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya

kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat,

ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum

kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dilakukan secara berjenjang di pusat

dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di

bidang kesehatan. Pengelolaan kesehatan tersebut dilaksanakan melalui Sistem

Kesehatan Nasional (Depkes, 2009)

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012

tentang Sistem Kesehatan Nasional disebutkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen


4

bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. SKN

dilaksanakan secara berkelanjutan, sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan

tanggap terhadap perubaham dengan kemajuan, kesatuan dan ketahanan nasional

berdasarkan standar persyaratan dan perundang-undangan yang berlaku.

Konsep Puskesmas mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1968.

Kepanjangan dari Puskesmas adalah Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas

adalah suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan

yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan

pelayanan kesehatan,yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan

secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan. Puskesmas merupakan

salah satu unsur lembaga milik pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di

bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.

Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan

terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan

menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,

dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya

kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan

untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa

mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.


5

Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air.

Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya Puskesmas di perkuat dengan

Puskesmas Pembantu serta Puskesmas Keliling, kecuali itu untuk daerah yang

jauh dari sarana pelayanan rujukan.Puskesmas di lengkapi dengan fasilitas rawat

inap. Tercatat tahun 2002 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.227

unit, Puskesmas Pembantu 21.587 unit, Puskesmas Keliling 5.084 unit (Perahu

716 unit, Ambulance 1.302 unit). Sedangkan puskesmas yang telah di lengkapi

dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya sebanyak 5.459

unit tidak di lengkapi dengan fasilitas rawat inap..

Pada bulan April 2011 Puskesmas di kota Batam berganti menjadi UPT

(Unit Pelaksana Teknis), dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas dan

bertanggung jawab kepada kepala Dinas Kesehatan Kota Batam.

Sebagai calon dokter yang sedang dalam masa pendidikan, diperlukan

pengetahuan dan pengenalan terhadap program kesehatan baik ditingkat provinsi

hingga puskesmas, yang bertujuan membentuk sikap manager kesehatan dalam

pengelolaan program kesehatan, untuk menjawab tantangan dimasa depan

dibutuhkan Five Stars Doctor, yaitu dokter bukan hanya sebagai Care Provider,

namun juga sebagai Decision Maker, Communicator yang baik, Community

Leader hingga tingkat masyarakat dan Manager.


6

1.2 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kegiatan Program Kementerian Kesehatan yang

ditindaklanjuti di Dinas Kesehatan Kota Batam serta Puskesmas yang ada di

Kota Batam.

1.2.2 Tujuan Khusus

Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari pelaksanaan

kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Masyarakat yang

dilaksanakan di UPT Puskesmas Sambau Nongsa Kota Batam.

1.3 Prosedur dan Langkah Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan

Masyarakat

1.3.1 Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Dinas Kesehatan Kota

Batam

a. Bimbingan, pengarahan dan pemberian materi atau Program

Kesehatan.

b. Mempelajari program-program yang ada di puskesmas kota Batam

serta mencari permasalahan dari program tersebut serta mencari

solusinya.

c. Mengarahkan kepaniteraan klinik senior ke puskesmas yang

ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Batam..

1.3.2Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di UPT Puskesmas

Sambau Nongsa Kota Batam


7

a. Melapor kepada UPT Puskesmas Sambau Nongsa Kota Batam dan

perkenalan kepada semua petugas kesehatan di UPT Puskesmas

Sambau Nongsa Kota Batam.

b. Mempelajari program-program yang ada di UPT Puskesmas

Sambau Nongsa.

c. Mengumpulkan data-data setiap program yang ada di UPT

Puskesmas Sambau Nongsa.

d. Memberikan penyuluhan di UPT Puskesmas Sambau Nongsa Kota

Batam.

e. Membuat laporan hasil kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior

selama di UPT Puskesmas Sambau Nongsa Kota Batam.

f. Responsi mengenai kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di UPT

Puskesmas Sambau Nongsa Kota Batam.

1.4 Manfaat Kegiatan

a. Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan bagi peserta

Kepaniteraan Klinik Senior tentang program-program kesehatan Dinas

Kesehatan Kota Batam, UPT Puskesmas Sambau Nongsa Kota Batam

dan pelaksanaannya.

b. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

bersosialisasi dengan masyarakat.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Menurut Keputusan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 43 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Masyarakat, Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang :

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu

c. Hidup dalam lingkungan yang sehat

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal baik individu, keluarga dan

kelompok masyarakat
9

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas memiliki fungsi yaitu

penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah

kerjanya dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah

kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsinya, Puskesmas berwenang untuk:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengindentifikasi dan

menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan

masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan

upaya kesehatan berbasis masyarakat

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia

g. Memantau pelaksanaaan pembangunan agar berwawasan kesehatan

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon

penanggulangan penyakit (Permenkes RI No 43 Tahun 2019).


10

2.1.4 Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas

adalah pembangunan kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat,

pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi

tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes RI No 43 Tahun

2019).

2.1.5 Misi Puskesmas

Dalam misi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh

Puskesmas adalah mendukung tercapainya visi pembangunan kesehatan nasional.

Misi tersebut adalah :

1. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam

upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan

kesehatan diwilayah kerjanya.

3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok,dan masyarakat.

4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan

terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil

tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan

kepercayaan.
11

5. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan

UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem

Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas (Permenkes

RI No 43Tahun 2019).

2.1.6 Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Puskesmas terdiri atas tenaga

kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan

tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan

mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk

dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah (Permenkes RI

No 43 Tahun 2019). Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri

atas:

a. Dokter atau dokter layanan primer

b. Dokter gigi

c. Perawat

d. Bidan
12

e. Tenaga kesehatan masyarakat

f. Tenaga kesehatan lingkungan

g. Ahli teknologi laboratorium medik

h. Tenaga gizi

i. Tenaga kefarmasian

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,

administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di

Puskesmas. Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar

profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,

menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan

pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin

praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ( Permenkes RI No 43

Tahun 2019).

2.1.7 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas berdasarkan PMK No.43 tahun 2019

meliputi :

1. Berdasarkan prinsip paradigma sehat, puskesmas mendorong seluruh

pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan

mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.


13

2. Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas

menggerakan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan

di wilayah kerjanya.

3. Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong

kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat.

4. Berdasarkan prinsip pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh

masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status

sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

5. Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas

mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan

UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem

rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.8 Azas Penyelenggaraan Puskesmas

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia,

pengelolaan program kerja Puskesmas berpedoman pada empat azas pokok yakni:

1. Azas pertanggung-jawaban wilayah


14

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus

melaksanakan azas pertanggung-jawaban wilayah. Artinya,

Puskesmas harus bertanggung jawab atas semua masalah kesehatan

yang terjadi di wilayah kerjanya.

Karena adanya azas yang seperti ini, maka program kerja Puskesmas

tidak dilaksanakan secara pasif saja, dalam arti hanya sekedar menanti

kunjungan masyarakat ke Puskesmas, melainkan harus secara aktif

memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan

masyarakat.

2. Azas peran serta masyarakat

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus

melaksanakan azas peran serta masyarakat. Artinya, berupaya

melibatkan bentuk peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan

banyak masyarakat dalam menyelenggarakan program kerja tersebut.

Di Indonesia dikenal dengan nama Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu).

3. Azas keterpaduan

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus

melaksanakan azas keterpaduan. Artinya, berupaya memadukan

kegiatan tersebut bukan saja dengan program kesehatan lain (lintas

program), tetapi juga dengan program dari sektor lain lintas sektoral.
15

4. Azas rujukan

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus

melaksanakan azas rujukan. Artinya, jika tidak mampu menangani

suatu masalah kesehatan harus merujuknya ke sarana kesehatan yang

lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran jalur rujukannya adalah

Rumah Sakit. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat jalur

rujukannya adalah ”kantor” kesehatan.

2.1.9 Upaya Penyelenggaraan Puskesmas

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global serta mempunyai

daya ungkit tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dan harus diselenggarakan di setiap Puskesmas.Upaya kesehatan

wajib tersebut adalah :

a. Upaya promosi kesehatan

b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upaya kesehatan Ibu dan Anak serta keluarga berencana

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang

ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan


16

dimasyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas,

yang dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah

ada yakni:

a. Upaya kesehatan sekolah

b. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

c. Upaya kesehatan kerja

d. Upaya kesehatan gigi dan mulut

e. Upaya kesehatan jiwa

f. Upaya kesehatan mata

g. Upaya kesehatan usia lanjut

h. Upaya pembinaan pengobatan

i. Laboratorium sederhana

2.1 Kedudukan, Organisasi, dan Tata Kerja Puskesmas

2.1.1 Kedudukan Puskesmas

Kedudukan Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan

Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem

Pemerintah Daerah:

1. Sistem Kesehatan Nasional

Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah

sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang

bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan

dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.


17

2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

sebagian tugas pembangunan kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah

kerjanya.

3. Sistem Pemerintah Daerah

Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah

sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

bidang kesehatan di tingkat kecamatan.

4. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Di wilayah kerja Puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan

kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan

swasta seperti: praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik bidan,

poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di

antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah

sebagai mitra. Di wilayah kerja Puskesmas terdapat pula berbagai

upaya-upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya masyarakat

seperti: Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa dan Pos UKK.

Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan

kesehatan berbasis dan bersumber daya masyarakat adalah sebagai

Pembina.
18

2.1.2 Organisasi Puskesmas

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Puskesmas tergantung dari beban tugas

masing-masing Puskesmas. Penyusunan struktur organisasi Puskesmas

di suatu Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan

daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi

Puskesmas sebagai berikut:

a. Kepala Puskesmas

b. Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab membantu Kepala

Puskesmas dalam pengelolaan:

1) Data dan informasi

2) Perencanaan dan penilaian

3) Keuangan

4) Umum dan kepegawaian

c. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas:

1) Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan terhadap

UKMB

2) Upaya kesehatan perorangan

d. Jaringan Pelayanan Perorangan:

1) Unit Puskesmas Pembantu

2) Unit Puskesmas Keliling


19

3) Unit Bidan di Desa/Komunitas.

2. Kriteria Personalia

Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas

disesuaikan dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing unit

Puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut

dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang

kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.

3. Eselon Kepala Puskesmas

Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan

kesehatan di tingkat kecamatan, sesuai dengan tanggungjawab tersebut

dan besarnya peran kepala puskesmas dalam penyelenggaraan

pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan maka jabatan kepala

puskesmas adalah jabatan struktural eselon IV. Apabila tenaga yang

memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon IV tidak tersedia,

ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan sesuai dengan kriteria

Kepala Puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan

masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap.

2.1.3 Tata Kerja Puskesmas

1. Dengan Kantor Kecamatan

Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas berkoordinasi dengan

kantor Kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di

tingkat Kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan,


20

penggerakan pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian serta

penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya

masyarakat oleh Puskesmas, koordinasi dengan kantor Kecamatan

mencakup pula kegiatan fasilitasi.

2. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Puskesmas ialah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.Dengan demikian, secara teknis dari administratif,

Puskesmas bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.Sebaliknya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

bertanggung jawab membina serta memberikan bantuan administratif

dan teknis kepada Puskesmas.

3. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola

oleh lembaga masyarakat dan swasta, Puskesmas menjalin kerja sama

termasuk penyelenggara rujukan dan memantau kegiatan yang

diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan

bersumber daya masyarakat, Puskesmas melaksanakan bimbingan

teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai kebutuhan, contohnya seperti

Posyandu, Poskeskel, dll.

4. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan

Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya

kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerja sama yang erat

dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan


21

perorangan, jalinan kerja sama tersebut diselenggarakan dengan

berbagai sarana pelayanan kesehatan perorangan seperti Rumah Sakit

(Kabupaten/Kota) dan berbagai Balai Kesehatan Masyarakat (Balai

Pengobatan Penyakit Paru, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai

Kesehatan Kerja Masyarakat, Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat,

Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, Balai Kesehatan Indra Masyarakat).

Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerja sama

diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan

masyarakat rujukan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta

berbagai Balai Kesehatan Masyarakat. Kerja sama tersebut

diselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh

dalam koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

5. Dengan Lintas Sektor

Tanggung jawab Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah

menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang

dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Untuk hasil yang

optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus

dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di

tingkat Kecamatan. Diharapkan di satu pihak, penyelenggarakan

pembangunan kesehatan di Kecamatan tersebut mendapat dukungan

dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan yang


22

diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat Kecamatan berdampak

positif terhadap kesehatan.

6. Dengan Masyarakat

Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas memerlukan dukungan aktif

dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan.Dukungan

aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun

Puskesmas yang menghimpun berbagai potensi masyarakat, seperti

tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, organisasi kemasyarakatan, serta

dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai mitra dalam

menyelenggarakan pembangunan kesehatan.


23

BAB III

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SAMBAU NONGSA

KOTA BATAM

3.1 Letak Geografi

Puskesmas Sambau Nongsa terletak di Jl. Kavling Nongsa, Kelurahan

Sambau, Kecamatan Nongsa. Kelurahan sambau sendiri memiliki luas wilayah

sebesa sebesar 64,090 km2.

3.2 Batas Wilayah

Wilayah Kecamatan Nongsa secara administrasi berbatasan dengan :

Tabel 3.1 Luas Wilayah Kecamatan Nongsa


No Nama Luas Batas Administrasi
Wilayah Wilayah

1. Kecamatan 133,6km2 Utara : Selat Singapura


Nongsa Selatan : Kelurahan kabil
Barat : Teluk tering kecamatan
Timur : batam kota
Bintan kota

Sumber : Profil Pukesmas Kecamatan Sambau 2020

3.3 Geologi

Wilayah kecamatan Nongsa seperti halnya kecamatan lain di propinsi

Kepulauan Riau merupakan bagian dari paparan continental benua asia, pulau-

pulau tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa erosi atau penyusutan dari daratan

pra tersier yang membentang dari semenanjung Malaysia, pulau Singapura


24

dibagian utara sampai dengan pulau-pulau Moro dan Kundur serta pulau Karimun

di bagian selatan dengan jenis tanah latosol dengan warna kuning muda yang

mengandung banyak bauksit muda dengan tingkat kesuburan tanah sedang.

3.4 Iklim

Kecamatan Nongsa mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar

antara 20,9°C – 23,9°C dan suhu maksimum berkisar antara 31,2°C – 34,4°C,

sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun 2017 adalah 26,4°C – 28,6°C.

3.5 Data Wilayah Dan Fasilitas Kesehatan

Tabel 3.2 Data Wilayah dan Fasilitas Kesehatan

3.6 Penduduk
25

Jumlah penduduk Kecamatan Nongsa sebanyak 29.000 Jiwa dengan

angka kepadatan penduduk sebesar 421 jiwa/km2. Sedangkan untuk

kelurahan sambau sendiri memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.984 jiwa.

3.7 Fasilitas Sarana Kesehatan

Tabel 3.5 Data Fasilitas Sarana Kesehatan

3.8 Visi dan Misi Puskesmas Sambau

3.8.1 Visi

” Menjadikan Pusksmas dengan pelayanan yang prima dan proaktif,

menuju masyarakat sambau sehat“

3.8.2 Misi
26

1. Menunjukan pelayanan Kesehatan bermutu, professional, merata dan

terjangkau.

2. Meningkatkan Kualitas SDM

3. Mengembangkan sarana dan prasarana untuk menunjukan kualitas

pelayanan yang prima

4. Meningkatkan partisipasi kemandirian masyarakat sambau untuk

berperilaku hidup sehat.

5. Mewujudkan masyarakat sambau yang sehat secara fisik, mental dan

spiritual.

3.9 Tujuan

Sebagai penjabaran dari Visi Puskesmas Sambau Pembangunan kesehatan

diarahkan untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum dalam Rencana

Kegiatan puskesmas yaitu :

Dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan

cara :

1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB)

2. Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)

3. Menurunkan prevalensi gizi buruk pada anak balita

4. Melengkapi kebutuhan obat,alat kesehatan dan non medis di puskesmas,

puskesmas pembantu, desa siaga dll serta terawasinya obat dan makanan

5. Meningkatkan pencapaian imunisasi dan surveylance untuk pencapaian

UCI (Universal Child Immunization)


27

6. Meningkatkan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan tidak

menular

7. Meningkatnya pembinaan posyandu, Posbindu, terlatihnya Kader

Posyandu, dan Guru UKS

8. Meningkatkan pelaksanaan penyebaran informasi kesehatan pada

masyarakat

9. Meningkatnya pelaksanaan promosi kesehatan di kelompok sekolah

SD,SLTP dan SLTA serta masyarakat umum melalui promosi kesehatan

langsung

10. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan kualitas air bersih di tempat –

tempat umum dan pemukiman menuju Standar Pelayanan Minimum

(PSM)

11. Meningkatkan pelayanan Prima semua pasien BPJS dan Umum

12. Meningkatkan validasi data informasi kesehatan

13. Meningkatkan kualitas pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat

14. Meningkatkan manajemen kesehatan.

3.10 Strategi

1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani

dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu

dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya

promotif dan preventif.


28

3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk

mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang

merata dan bermutu.

5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan

alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan

berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi

kesehatan yang bertanggung jawab.

3.11 Kondisi Sarana dan Tenaga Kesehatan

3.11.1 Sarana Fisik

UPT Puskesmas Sambau kecamatan Nongsa mempunyai 2 (Dua)

gedung yang terdiri dari :

1. Gedung Rawat Jalan

Gedung rawat jalan yang mulai beroperasional sejak 2 mei 1994 dan

diresmikan tanggal 20 desember 1994, yang terdiri dari beberapa Poli /

Ruangan Pelayanan antara lain :

1. Ruangan Pendaftaran

2. Ruangan Pemeriksaan Anak

3. Ruangan Pemeriksaan KIA /KB

4. Ruangan Pemeriksaan Umum


29

5. Ruangan Pemeriksaan Usila

6. Ruangan Pelayanan Gigi dan Mulut

7. Ruangan Laboratorium

8. Ruangan Apotek

9. Ruangan Konseling

10. Ruangan Pertemuan

11. Ruangan Gudang Obat

12. Ruangan Gudang Barang

13. Ruangan Vaksin

14. Toilet

2. Gedung Rawat Inap

Gedung Rawat Inap yang terdiri dari 2 lantai antara lain :

Lantai bawah ( Lantai 1 ) terdiri dari beberapa ruangan :

1. Ruangan UGD

2. Ruangan Perawatan Anak

3. Ruangan Perawatan Kebidanan

4. Ruangan Bersalin / VK

5. Gudang

Lantai Atas ( Lantai 2 ) terdiri dari beberapa ruangan :

1. Ruangan Kepala Puskesmas

2. Ruangan Keuangan

3. Ruangan Tata Usaha


30

3.11.2 Data Ketenagakerjaan

Jumlah Sumber Daya Kesehatan yang terdapat di UPT Puskesmas

Sambau kecamatan Nongsa Kota Batam ada sebanyak 68 orang yang terdiri

dari beberapa jenis ketenagaan antara lain yang terdapat pada tabel dibawah

ini.

Tabel 3.6 Data Ketenagakerjaan

BAB IV

LAPORAN KEGIATAN
31

4.1 5 Penyakit Tertinggi di Puskesmas Sambau

4.1.1 ISPA

A. Defenisi
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi bakteri ataupun virus, tanpa atau disertai parenkim
paru. ISPA merupakan suatu kelompok penyakit sebagai penyebab angka
absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain. Penyakit
ISPA sering terjadi pada anak-anak, hal tersebut diketahui dari hasil
pengamatan epidemiologi bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih
lebih besar dari pada didesa. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih
tinggi dari pada di desa.
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular
di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-
nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas
sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-
negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula,
ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di
fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.
B. Epidemiologi
Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 jutadan
Bangladesh, Indonesia, masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi
di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. ISPA
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%)
dan rumah sakit (15%-30%) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian
bayi. Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009
(18,2%) pada tahun 2010 dan38,8%pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain
itu, ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di
rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan
32

penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita.
Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA
sebagai penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematian balita.
Di Provinsi Sulawesi Tengah, tahun 2013 jumlah penderita ISPA
mencapai 23,6%. Ada lima kabupaten tertinggi ISPA yaitu, kabupaten Poso
mencapai 34,1%, kabupaten Tojo una-una mencapai 34%, kabupaten Toli-
Toli mencapai 28%, kabupaten Parigi Moutong mencapai 27.9%, dan
kabupaten Donggala mencapai 26,8% (Riskesdas, 2013). Di Desa Tinombo
tahun 2015 jumlah penderita ISPA pada balita 45%, Tahun 2016 jumlah
penderita ISPA pada balita 18 %, dan bulan januari sampai dengan bulan
desember 2017 dengan jumlah balita 208 orang, jumlah penderita ISPA
mencapai 29% atau 61 balita.
C. Etiologi
Hasil penelitian fungsi paru di negara sedang berkembang menunjukkan
bahwa kasus pneumonia berat pada anak disebabkan oleh bakteri, biasanya
Streptococcus pneumonia atau Haemophillus influenza. Hal ini bertolak
belakang dengan situasi di negar maju, yang penyebab utamanya adalah virus.
(WHO,2003). Selain itu, lingkungan atau tempat tinggal juga menjadi salah
satu factor yang mempengaruhi kejadian ISPA yaitu apabila luas bangunan
tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan menyebabkan kurangnya
asupan oksigen dan memudahkan terjadinya penularan infeksi.
Penyebab ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pneumococcus, Haemophilus, Bordetella dan Corynebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Berdasarkan penelitian
di Pulau Lombok tahun 1997-2003 serta penelitian di berbagai negara yang
dipublikasikan WHO, penyebab ISPA yang paling umum dan paling sering
ditemukan pada balita adalah bakteri Streptococcus pneumoniae dan
Haemophyllus influenzae.
33

Grup B Streptokokus dan gram negative bakteri Enteric merupakan


penyebab yang paling umum pada neonatus dan merupakan transmisi vertikal
dari ibu sewaktu persalinan. Penumonia pada neonatus berumur 3 minggu
sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri, biasanya bakteri
Streptokokus Pneumoniae. Pada balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus
merupakan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu Respiratory Synctyial
virus. Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya penyebab pneumonia
adalah bakteri.
Menurut publikasi WHO penelitian yang dilakukan di berbagai negara
berkembang juga menunjukkan bahwa Streptococcus Pneumoniae dan
Haemophylus Influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan dua
pertiga dari hasil isolasi (73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari
spesimen darah). Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus. Di Indonesia, penelitian di Lombok 1997–
2003 memperlihatkan usap tenggorok pada usia <2 tahun ditemukan
Streptococcus Pneumoniae (48%) dan Haemophylus Influenzae B (8%).
Beberapa faktor resiko juga mempengaruhi seperti asap rokok dari orang
tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan
pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah
resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus-
menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan terutamamemperberat
timbulnya infeksi saluran pernapasan akut dan gangguan paru-paru pada saat
dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar
memberikan resik o terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok
dilakukan oleh ibu bayi.8
Faktor resiko lainnya adanya penggunaan obat nyamuk bakar akibat
asapnya yang dapat terhirup. Sedangkan obat nyamuk semprot cair memiliki
konsentrasi berbeda karena cairan yang dikeluarkan ini akan diubah menjadi
gas (artinya, dosisnya lebih kecil). Sementara obat nyamuk elektrik lebih kecil
lagi karena bekerja dengan cara mengeluarkan asap tapi dengan daya listrik
(makin kecil dosis bahan zat aktif, makin kecil pula bau yang ditimbulkan;
34

sekaligus semakin minim pula kemungkinan mengganggu kenyamanan


manusia.
D. Tanda dan gejala
Pasien yang mengalami, atau yang meninggal akibat, penyakit pernapasan
disertai demam tinggi, akut, dan belum jelas penyebabnya seperti demam yang
lebih dari 38°C disertai batuk dan sesak napas, atau penyakit parah lainnya
yang tidak jelas penyebabnya seperti ensefalopati atau diare dengan riwayat
pajanan yang mirip dengan IsPa yang dapat menimbulkan kekhawatiran yang
disebutkan di atas dalam masa inkubasi yang diketahui atau suspek.
Penyakit ISPA dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala
seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan
demam. Berikut gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut :7
 Gejala dari ISPA ringan
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai beriku :
- Batuk
- Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(pada
- waktu berbicara atau menangis)
- Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
- Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.
 Gejala dari ISPA sedang
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
- Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk kelompok
- umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih
- untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12
- bulan - < 5 tahun.
- Suhu tubuh lebih dari 39°C
- Tenggorokan berwarna merah
- Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
35

- Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga


- Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
 Gejala dari ISPA Berat
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejala- gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
- Bibir atau kulit membiru
- Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
- Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
- Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas
- Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
- Tenggorokan berwarna merah
E. Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik thoraks dapat didapatkan adanya sesak dengan
pernapasan yang melebihi normal (tergantung usia penderita) yang disertai
retraksi baik subcostal, retraksi intracostalis. Pada bayi ataupun anak bisa
dapatkan tanda-tanda retardasi pernapasan dengan adanya pernapasan
cuping hidung. Sedangkan untuk pemeriksaan auskultasi tidak didapatkan
adanya bunyi pernapasan tambahan baik ronkhi maupun wheezing. Pada
pemeriksaannya dapat pula ditemukan demam dan tanda-tanda malaise
lainnya.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan pengambilan
sputum. Spesimen klinis rutin (kultur mikroorganisme sputum dan darah)
pada pasien dengan ISPA idealnya sebelum penggunaan antibiotik. Namun
pada kenyataannya ini jarang dilakukan. Spesimen dari saluran napas atas
(hidung, nasofaring dan/atau swab tenggorokan) dan saluran napas bagian
bawah (sputum, aspirat endotrakeal, bilasan bronkoalveolar) yang
dilakukan pemeriksaan virus maupun bakteri untuk menegakkan diagnosis
dan tatalaksana lebih lanjut.
36

F. Penatalaksanaan
Pemberian terapi oksigen biasanya diberikan untuk pasien dengan ISPA
yang berat sehingga perlu diberikan oksigen. Pemberian terapi oksigen dapat
diberikan pada pasien dengan depresi napas berat, hipoksemia (SpO2 < 90%)
atau syok. Dimulai terapi dengan 5L/menit lalu titrasi sampai SpO2>90%.
Pulse oximetry, oksigen, selang oksigen dan masker harus tersedia disemua
tempat yang merawat pasien dengan ISPA berat. Tidak ada alasan membatasi
oksigen karena ventilatory drive terganggu. 10
Sedangkan bila pasien datang dengan gejala syok dapat dilakukan
manajemen cairan konservatif pada pasien ISPA berat. Pada pasien ISPA
berat hati-hati dalam pemberian cairan intravena, karena resusitasi cairan
secara agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam situasi terdapat
keterbatasan ventilasi mekanis.
pemberian antibiotik diberikan Antimikroba untuk pengobatan penyakit
infeksi pada pasien anak dapat diklasifikasikan dalam empat golongan, yaitu
Penicillin dengan derivatnya, Cefalosporin, Aminoglikocid dan antibiotik lain
termasuk Kloramfenikol, Makrolid (Eritromycin dengan derivatnya),
Kotrimoksazol, Metronidazol. Golongan penicillin sangat luas dipergunakan
dalam bidang pediatri untuk berbagai derajat infeksi. Untuk pengobatan
infeksi berat pada umumnya dipergunakan golongan Penicillin, Cefalosporin
dan Aminoglikocid baik sebagai monoterapi atau kombinasi.
 Ampicillin, Amoxicillin
Dosis lazim amoxicillin untuk anak dengan berat badan kurang dari 6
kg adalah 25 – 50 mg tiap 8 jam, anak dengan berat badan 6 – 8 kg
adalah 50 –100 mg tiap 8 jam sedangkan anak dengan berat badan 9 – 19
kg adalah 6,7 – 13,3 mg / kg berat badan tiap 8 jam, dewasa 20 kg atau
lebih dosisnya 250 – 500 mg tiap 8 jam. Amoxicillin sirup kering dengan
berat badan lebih dari 8 kg dosisnya 125 – 250 mg tiap 8 jam.
 Eritromisin
Dosis terapi eritromycin anak dengan berat badan sampai 20 kg
adalah 30–50 mg / kg berat badan perhari dibagi dalam jumlah yang
37

sama tiap 6 jam sedangkan dosis anak dengan berat badan sampai 20 kg
adalah 1 – 2 g sehari dibagi dalam jumlah yang sama tiap 6 jam. Dosis
terapi sirup kering eritromycin adalah anak dengan berat badan > 25 kg
adalah 1 ½ cth; berat badan 10 - 25 kg adalah 1 cth; berat badan 10 –5
kg adalah ½ cth dan berat badan < 5 kg adalah ¼ cth, diberikan dalam 4
kali sehari.
 Kotrimoksazol
Kotrimoksazol diindikasikan untuk pengobatan infeksi saluran nafas,
infeksi saluran kemih, sigelosis dan infeksi salmonella yang invasif
(Anonim, 2000). Dosis terapi untuk kotrimoksazol adalah tiap tablet anak
(20 mg/100 mg): untuk umur 6 minggu – umur 6 bulan 2 kali sehari 1
tablet anak dibuat pulveres atau serbuk bagi, untuk umur 6 bulan sampai
6
tahun 2 kali sehari 2 tablet anak dibuat pulveres atau serbuk bagi. Dosis
terapi untuk sirup kering anak dengan umur 6 bulan – 5 tahun 1 cth, anak
dengan umur 6 minggu – 5 bulan ½ cth.
 Cefalosporin
Cefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding sel mikroba. Cefalosporin aktif
terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi spektrum anti
mikroba masing-masing derivat bervariasi. Farmakologi cefalosporin
mirip dengan ampicillin, ekskresi terutama melalui ginjal dan dapat
dihambat oleh probenesid.
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi.
Reaksi anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi.
Reaksi silang biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penicillin berat,
sedangkan pada alergi penicillin yang ringan dan sedang
kemungkinannya
Kecil.

G. Pencegahan ISPA
38

Pencegahan penularan ISPA dapat dilakukan dengan imunisasi.


Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus /
bakteri. Cara lain yang utama adalah menjaga daya tahan tubuh lewat perilaku
hidup bersih dan sehat, termasuk mengkonsumsi makanan bergizi seimbang
dan cukup istirahat. Sebelum dibawa ke Puskesmas, rumah sakit atau ke
tempat praktek pengobatan, sangatlah penting bagi kader dan orang tua balita
untuk memahami penyakit ini meliputi gejala gejalanya dan bagaimana
penanganannya di rumah. Kader kesehatan adalah tenaga yang berasal dari
masyarakat yang dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk
masyarakat secara sukarela dan dilatih untuk menanggani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam
hubungan yang amat dekat dengan tempat tempat pemberian pelayanan
kesehatan terutama tentang pencegahan dan perawatan balita dengan ISPA.
H. Prognosis
Prognosis yang dapat terjadi yang sering terjadi adalah baik. Bahkan
biasanya ispa dapat sembuh dengan sendiri (self limiting disease).
I. Program Puskesmas

Program dasar pada puskesmas terdiri dari basic six yaitu:


1. Upaya Promosi Kesehatan (Penyuluhan, sosialisasi program)
2. Upaya Pencegahan Penyakit Menular (surveillance, Imunisasi)
3. Upaya Kesehatan Lingkungan (air bersih, Jamban, Limbah, sampah)
4. Upaya KIA-KB (kunjungan ibu hamil, Persalinan oleh bidan/dokter)
5. Upaya Perbaikan Gizi (distribusi MP-ASI, Keluarga Sadar gizi)
6. Upaya Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan

Menurut Depkes RI Upaya pencegahan terhadap Penyakit ISPA meliputi:


1. Penyuluhan Kesehatan
2. Penatalaksanaan penderita ISPA
3. Imunisasi dan
4. Menerapkan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga
yang terdiri dari 10 indikator:
39

a. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


b. Bayi diberi ASI Eksklusif
c. Menimbang bayi/balita
d. Ketersediaan air bersih
e. Cuci tangan pakai sabun
f. Ketersediaan jamban sehat
g. Memberantas jentik nyamuk
h. Mengkonsumsi buah dan sayur
i. Melakukan Aktivitas Fisik setiap hari
j. Tidak Merokok di dalam Rumah
 Rumah Sehat :
 Ventilasi min 10% dari luas lantai ruangannya.
 Pencahayaan seluruh bagian ruanagan dengan
minimal intensitas cahaya sekitar 60 lux (tidak
menyilaukan)
 Luas : min 8 m2 (UI), atau 14 m2 orang pertama 9
m2 setiap penghuni berikutnya (depkes)
4.1.2 Hipertensi Primer

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah

sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg.

Berdasarkan etiologinya hipertensi diklasifikasikan menjadi :

1. Hipertensi primer/esensial (insidens 80-95%) : hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder : hipertensi akibat suatu penyakit atau

kelainan mendasari, seperti stenosis arteri renalis, penyakit

parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronisme, dan

sebagainya.

Tabel 4.1. Klasifaksi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII


40

B. Patogenesis Hipertensi Primer

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial. Berbagai

mekanisme yang berperan dalam peningkatan tekanan darah antara

lain :

1. Mekanisme neural : stres, aktivasi simpatis, variasi diurnal

2. Mekanisme renal : asupan natrium tinggi dengan retensi cairan

3. Mekanisme vaskular : disfungsi endotel, radikal bebas, dan

remodeling pembuluh darah

4. Mekanisme hormonal : sistem renin, angiotensin, dan

aldosteron

Faktor lainnya seperti genetik, perilaku, dan gaya hidup juga

berpengaruh dalam hipertensi.

C. Diagnosis Hipertensi

1. Anamnesis

Kebanyakan pasien hipertensi bersifat asimtomatik. Beberapa

pasien mengalami sakit kepala, rasa seperti berputar, atau

penglihatan kabur.
41

Mencari faktor resiko lainnya juga diperlukan, seperti

merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes

melitus, mikroalbuminuria, riwayat keluarga dengan penyakit

kardiovaskular dini (laki – laki <55 tahun atau perempuan <65

tahun).

2. Pemeriksaan Fisik

Nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran

pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah

≥140/90mmHg pada dua atau lebih kunjungan, hipertensi

dapat ditegakkan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan

dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat

(setingkat dengan jantung), serta teknik yang benar.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi :

1.) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, kadar

ureum, kreatinin, gula darah, lemak darah, elektrolit,

kalsium, asam urat, dan urinalisis.

2.) Pemeriksaan lain : pemeriksaan fungsi jantung

(elektrokardiografi), funduskopi, USG gijal, foto toraks,

ekokardiografi.

b. Pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi

sekunder :
42

1.) Hipertiroidisme / hipotiroidisme : fungsi tiroid (TSH,

FT4, FT3)

2.) Hiperparatiroidisme : kadar PTH

3.) Hipoaldosteronisme primer : kadar aldosteron plasma,

renin plasma, CT-scan abdomen, dll

4.) FEokromositoma : kadar metanefrin, CT-scan atau MRI

abdomen

5.) Sindrom chusing : kadar kortisol urin 24 jam

6.) Hipertensi renovaskuler : CT-angiografi arteri renalis,

USG ginjal, dopler sonografi

D. Tatalaksana Hipertensi Primer

Tatalaksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya

hidup, namun terapi antihipertensi dapat langsung dimulai untuk

hipertensi derajat 1dengan penyerta dan hipertensi derajat 2.

Tatalaksana hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi

medikamentosa :

1. Modifikasi gaya hidup

a. Penurunan berat badan. Target indeks masa tubuh dalam

rentang normal untuk Asia – Pasifik 18,5 – 22,9 Kg/m2

b. Diet. Dietary Aproach to Stop Hypertension (DASH)

mencakup konsumsi buah dan sayur, serta produk susu

rendah lemak jenuh/lemak total


43

c. Penurunan asupan garam. Konsumsi NaCl yang disarankan

adalah <6g/hari

d. Aktivitas fisik. Target aktivitas fisik yang disarankan

minimal 30 menit/hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam

seminggu.

e. Pembatasan konsumsi alkohol

2. Terapi medikamentosa

Terdapat beberapa panduan dalam penggunaan antihipertensi.

Menurut National Institute for Health and Care Excellence

(NICE) 2013, usia pasien <55 tahun lebih disarankan memulai

terapi dengan penghambat ACE atau ARB, sementara usia >55

tahun dengan CCB. Menurut JNC 8, pilihan antihipertensi

didasarkan pada usia, ras, serta ada atau tidaknya DM dan

penyakit ginjal kronik (PGK). Pada ras kulit hitam,

penghambat ACE dan ARB tidak menjadi pilihan kecuali

terdapat PGK dengan atau tanpa DM.

Sekali terapi antihipertensidimulai, pasien harus rutin kontrol

dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan sesuai target

tekanan darah tercapai. Frekuensi kontrol untuk hipertensi

derajat dua disarankan untuk lebih sering. Setelah tekanan

dararah mencapai target dan stabil, frekuensi kunjungan dapat

diturunkan hingga menjadi 3 – 6 bulan sekali. Namun, jika


44

belum tercapai, diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan

gaya hidup serta pertimbangan terapi kombinasi.

Selain tekanan darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan

dengan tetap memperhatikan efek samping dan komplikasi

hipertensi. Pasien perlu diedukasi bahwa terapi antihipertensi

ini bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus dievaluasi

secara berkala.

Obat – obatan antihipertensi antara lain :

- Diuretik Tiazide à Klorotiazide, Klortalidone (dosis 12,5-50

mg/hari)

- Loop Diuretic à Furosemide (dosis 20-50 mg IM/IV atau tab

40 mg/hari)

- Beta Blocker à Bisoprolol (1,25-10 mg/hari), Propanolol

(tab 40 mg 2x3)

- ACE Inhibitor à Captopril (dosis 12,5 mg/hari)

- CCB Dihidropiridin à Amlodipine (dosis 5-10 mg/hari)

E. Komplikasi

Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ antara lain :

1. Serebrovaskular : stroke, transient ischemic attacks, demensia

vaskular

2. Mata : retinopati hipertensif

3. Kardiovaskular : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau

hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner


45

4. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal

kronis

5. Arteri perifer : klaudikasio intermiten

F. Program Puskesmas Sambau terkait Hipertensi

Jumlah estimasi penderita hipertensi di kelurahan Sambau

yang berusia >15 tahun adalah sebesar 2.431 jiwa, dengan jumlah

penderita laki – laki sebanyak 1.493 dan perempuan 938. Jumlah

penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan kesehatan

adalah sebanyak 1.203 (laki – laki : 662 dan perempuan : 541) atau

sebesar 49,5% dari keseluruhan penderita hipertensi.

Terkait hal ini, puskesmas Sambau rutin melakukan program

kegiatan – kegiatan terkait pengendalian penyakit tidak menular

(PTM). Program – program tersebut antara lain :

1. Deteksi dini faktor resiko PTM di Pos Pembinaan Terpadu

(posbindu) :

Deteksi dini faktor resiko PTM di posbindu adalah upaya

kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di

posbindu dengan sasarannya adalah seluruh warga yang berusia

di atas 15 tahun. Kegiatan yang dilakkukan meliputi :

 Pengukuran tekanan darah

 Pengukuran gula darah

 Pengukuran indeks masa tubuh (IMT)

 Wawancara perilaku berresiko


46

 Edukasi perilaku gaya hidup sehat

2. Program pelayanan terpadu (Pandu) PTM :

Pandu PTM adalah kegiatan penemuan dan penanganan kasus

PTM dan manajemen faktor resiko PTM di FKTP secara

terpadu. Kegiatan manajemen faktor resiko meliputi :

 Perilaku merokok

 Obesitas

 Tekanan darah > 120/80 mmHg

 Gula darah sewaktu > 200mg/dL

 Kolesterol atau kolesterol rata – rata

Selain itu, dalam hal ini juga dilakukan penanganan terhadap

penyandang PTM

3. Program layanan upaya berhenti merokok (UBM) :

Kegiatan layanan UBM adalah pemberian konseling kepada

perokok untuk berhenti merokok di FKTP dan sekolah. Kegiatan

yang dilakukan meliputi :

 Identifikasi klien

 Evaluasi dan motivasi

 Penentuan pilihan terapi yang akan diberikan

 Penyusunan rencana untuk menindaklanjuti / follow up

yang sudah dilakukan

4.1.3 Dispepsia
47

a. Definisi
Merupakan suatu kondisi yang bisa menyebabkan rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas karena penyakit asam lambung atau
maag. Meski begitu, dispepsia bukanlah sebuah penyakit, tapi tanda
atau gejala dari suatu penyakit pencernaan yang dialami seseorang.
b. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang meningkatkan seseorang mengalami
dyspepsia, yaitu:
1) Merokok
2) Sering mengkonsumsi makanan pedas dan berlemak, soda dan
kafein
3) Waktu makan yang tidak teratur
4) Konsumsi obat-obatan tertentu
c. Gejala
Seseorang yang mengidap dyspepsia dan mengalami berbagai
gejala di dalam tubuh, seperti:
1) Rasa cepat kenyang setelah makan
2) Kembung setelah makan
3) Timbulnya rasa tidak nyaman di ulu hati, bisa juga disertai rasa
sakit dan perih
4) Rasa panas dan terbakar di ulu hati
5) Mual dan disertai dengan muntah
d. Diagnosis dyspepsia
Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan, antara lain:
1) Pemeriksaan darah
2) Pemeriksaaan feses
3) Pemeriksaan nafas
4) Ultrasonografi abdomen
5) Endoskopi
6) Pemeriksaan pencitraan
48

e. Komplikasi dyspepsia
Meski gangguan pencernaan seperti dispepsia biasanya tak
menyebabkan komplikasi serius, tapi kondisi ini bisa memengaruhi
kualitas hidup pengidapnya. Sebab, dispepsia yang tak diobati akan
terus menimbulkan rasa tidak nyaman di bagian, berkurangnya nafsu
makan, hingga kesulitan menelan.
f. Penanganan dyspepsia
Penanganan dapat dilakukan secara primer dan sekunder. Secara
primer modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan,
contohnya:
1) Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan dyspepsia
2) Makan dalam porsi kecil tapi sering
3) Kurangi konsumsi alkhol
4) Gunakan antinyeri yang lebih aman bagi lambung, seperti PCT
5) Mengontrol stres dan rasa cemas
g. Tatalaksana dyspepsia
Pencegahan dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup, seperti:
1) makan dengan porsi kecil namun sering, usahakan kunyah perlahan
2) Hindari makanan yang dapat menimbulkan dyspepsia
3) Kurangi merokok
4) Menajaga BB agar tetap ideal
5) Olahraga selalu
6) Mengatasi stres dan rasa cemas
h. Program puskesmas terkait dyspepsia
Program upaya pengelolaan dispepsia agar keluhan tidak berulang.
1) Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan
alloanamnesis)
2) pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
3) home visit untuk menilai kondisi rumah dan keluarga.
49

4) Penilaian berdasarkan diagnosis holistik awal, proses, dan akhir


studi secara kuantitatif dan kualitatif.
5) Hasil disajikan dalam format laporan kasus.
Pasien dengan dispepsia memiliki kebiasaan makan yang tidak
teratur dan tidak pernah berolahraga. Pasien dan keluarga diberi
edukasi terkait gejala dispepsia dengan menggunakan media leaflet
berupa penyebab, pencegahan dan pengobatan, serta anjuran untuk
melakukan olahraga secara teratur, dan melaksanakan modifikasi gaya
hidup.
4.1.4 Tuberculosis

a. Definisi
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari
tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru.
b. Etiologi
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita
Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas,
atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

c. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
50

droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari


orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan
nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah
hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
d. Klasifikasi TB
1. Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA (+) Kriteria hasil dari tuberkulosis paru
BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS
hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
51

2) Tuberkulosis Paru BTA (-) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS


hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TBC ekstra-paru ringan Misalnya : TBC kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra-paru berat Misalnya : meningitis, millier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC
tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif.
Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala
yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru
4) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari
52

f. Komplikasi :
1) Pleuritis tuberkulosa
2) Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
3) Tuberkulosa milier
4) Meningitis tuberkulosa
g. Penatalaksanaan Tuberkulosis paru
1. Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap
yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti
TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan
cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah
efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2
macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni
kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
h. Program Puskesmas Terkait TB
1) Penemuan Kasus terhadap pasien TB dengan Diagnosis
2) Diagnosis TBC dilakukan dengan pemeriksaan dahak sebanyak
dua kali yaitu saat pertama datang ke Puskesmas dan keesokan
paginya.
3) Diberikan konseling tentang pengobatan yang harus dijalani.
4) Penilaian berdasarkan diagnosis holistik awal, proses, dan akhir
studi secara kuantitatif dan kualitatif
5) Hasil disajikan dalam format laporan kasus

4.1.5 Diabetes Melitus

A. Definisi
53

Merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

B. Klasifikasi

Tabel 4.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Tipe I Destruksi sel beta pankreas, umumnya terjadi

defisiensi insulin absolut sehingga mutlak

membutuhkan terapi insulin. Biasanya disebabkan

karena penyakit autoimun atau idiopatik

Tipe II Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai dominan

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Karena obat/zat kimia/iatrogenik

f. Infeksi

g. Sebab imunologi yang jarang

h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

DM

Gestasional
54

C. Diagnosis

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan klasik dan non klasik.

Keluhan klasik berupa poliuria, polifagia, polidipsia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain (non

klasik) dapat berupa badan terasa lemah, kesemutan, gatal mata

kabur, nyeri pada ekstremitas yang tidak diketahui sebabnya, luka

yang sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada

perempuan.

Pada anamnesis juga dapat ditanyakan adanya faktor risik DM

seperti merokok, hipertensi, riwayat jantung koroner, obesitas,

riwayat penyakit keluarga, dan pola hidup.

Pada pemeriksaan fisik dicari tanda penyakit

penyerta/komplikasi di antaranya hiperensi, kardiomegali, infeksi

paru, udem, kulit kering dan gangguan pulsasi pembuluh darah.

Adapun alur diagnosis DM dapat dilihat pada tabel 4.3.

1. Gejala klasik DM + glukosa [plasma sewaktu >200mg/dL

(11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu adalah hasil pemeriksaan sesaat pada

satu waktu tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa >126mg/dL

(7,0 mmol/L)

Puasa berarti tidak ada asupan kalori setidaknya 8 jam.


55

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO >200mg/dL

(11,1mmol/L)

TTGO dilakukan sesuai standar WHO, dengan 75 g glukosa

anhidrat yang dilarutkan dalam air.

D. Tatalaksana

Tatalaksana DM secara adekuat bertujuan untuk :

1. Menghilangkan keluhan dan tanda DM

2. Mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target glukosa

darah (jangka pendek)

3. Mencegah serta menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati (jangka panjang)

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan upaya pengendalian

menyeluruh terhadap glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan

profil lipid. Agar tujuan tersebut dapat tercapai perlu dilakukan

pengelolaan secara holistik dengan pengajaran perubahan gaya

hidup dan perawatan mandiri.

Berikut ringkasan tatalaksana holistik DM :

1. Evaluasi medis terarah : meliputi riawayat penyakit,

pemeriksaan fisik, evaluasi laboratoris/penunjang lain serta

rujukan apabila diperlukan


56

2. Evaluasi medis berkala/pemantauan : meliputi pemeriksaan

GDP, GD2PP, HbA1C setiap 3 – 6 bulan, dan pemeriksaan

penunjang lainnya

3. Pilar penatalaksanaan DM :

a. Edukasi

Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup

sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, serta tanda dan

gejala hipoglikemia beserta cara mengatasinya perlu

dipahami oleh pasien

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan aspek penting dari penatalaksanaan DM

secara menyeluruh yang membutuhkan keterlibatan

multidisiplin (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, pasien,

serta keluarga pasien). Prinsip pengaturan diet pada

penyandang DM adalah menu seimbang sesuai kebutuhan

kalori dan zat gizi masing – masing pasien, serta perlu

ditekankan pentingnya pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah

makanan.

Komposisi makanan yang diajurkan terdiri dari :

 Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi

(karbohidrat nonolahan berserat tinggi, dibagi dalam

3x makan/hari)

 Lemak : 20 – 25% kebutuhan kalori


57

 Protein 10 – 20% total asupan energi

 Natrium <3g atau 1 sdt garam dapur

 Serat 25g/hari

 Pemanis alternatif : tetap perlu diperhitungkan

kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan

kalori sehari - hari

c. Aktivitas Fisik

Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas sedang

(50 – 70% denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu

atau aerobik 75 menit/minggu. Aktivitas dibagi dalam 3 kali

per minggu dan tidak ada 2 hari berturut – turut tanpa

aktivitas fisik.

d. Terapi Farmakologis

Terapi farmokologis diterapkan bersama – sama dengan

pengaturan diet dan latihan jasmani. Terapi farmakologis

dapat berupa ADO (anti diabetes oral) atau insulin.

Berdasarkan cara kerjanya ADO dibagi menjadi 5 golongan :

 Pemicu sekresi insulin : sulfonyl urea (dikonsumsi 15

– 30 menit sebelum makan) dan glinid (sesaat

sebelum makan).

 Peningkat semsitivitas terhadap insulin : metformin

(dikonsumsi sebelum/saat/sesudah makan) dan

tiazolidindion (tidak bergantung jadwal makan)


58

 Penghambat absorbsi glukosa : penghambat

glukosidase alfa (bersama makanan suapan pertama)

 DPP-IV inhibitor (bersama makanan atau sebelum

makan).

Selain ADO, terapi farmakologi lainnya adalah insulin.

Terapi insulin dindikasikan pada :

 DM tipe I

 Penurunan berat badan yang cepat

 Hiperglikemia berat disertai ketosis

 Ketoasidosis diabetik

 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

 Hiperglikemia dengan asidosis laktat

 Gagal dengan ADO dosis optimal

 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark

miokard akut, stroke)

 Kehamilan dengan DM/ DM gestasional yang tidak

terkendali dengan pengaturan diet

 Kontraindikasi ADO

E. Komplikasi

Komplikasi dari DM dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu

makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Mikroangiopati

merupakan komplikasi yang paling dini kemudian diikuti dengan

makroangipati dan neuropati. Berikut beberapa komplikasi DM :


59

Makroangiopati :

 Penyakit jantung koroner

 Penyakit arteri perifer

 Penyakit serebrovaskuler

 Kaki diabtes

Mikroangiopati :

 Retinopati diabetik

 Nefropati diabetik

 Disfungsi ereksi

Neuropati :

 Neuropati perifer

 Neuropati otonom

F. Program Puskesmas Sambau terkait DM

Jumlah penderita DM yang ada di kelurahan Sambau adalah

sebanyak 201 orang dan dari seluruh penderita DM tersebut

diketahui bahwa semuanya telah mendapatkan pelanyanan kesehatan

sesuai standar. Program atau kegiatan yang dilakukan oleh

puskesmas Sambau dalam rangka pengendalian kasus DM ini antara

lain :

1. Deteksi dini faktor resiko PTM di Pos Pembinaan Terpadu

(posbindu) :

Deteksi dini faktor resiko PTM di posbindu adalah upaya

kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di


60

posbindu dengan sasaran pemeriksaan gula darah adalah seluruh

warga yang berusia di atas 40 tahun atau kurang dari 40 tahun

yang memiliki faktor resiko obesitas dan/atau hipertensi.

Kegiatan yang dilakkukan meliputi :

 Pengukuran tekanan darah

 Pengukuran gula darah

 Pengukuran indeks masa tubuh (IMT)

 Wawancara perilaku berresiko

 Edukasi perilaku gaya hidup sehat

2. Melakukan edukasi (penyuluhan dan konseling) tentang DM di

Pos Pembinaan Terpadu terkait penyakit tidak meular (Posbindu

PTM) maupun di puskesmas.

3. Program gerakan nusantara tekan angka obesitas (GENTAS)

Kegiatan GENTAS adalah suatu gerakan yang melibatkan

masyarakat dalam rangka pencegahan obesitas sebagai faktor

resiko PTM. Kegiatan yang dilakukan meliputi :

 Pengukuran indeks masa tubuh (IMT)

 Wawancara perilaku berresiko

 Edukasi perilaku gaya hidup sehat

4. Menganjurkan masyarakat untuk :

 Mengatur pola makan sesuai dengan diet untuk penyakit DM.

 Melakukan latihan fisik secara teratur dan tepat dengan

prinsip BBTT (Baik, Benar, Terukur dan Teratur).


61

 Mengonsumsi obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.

 Monitoring kadar glukosa darah sesuai petunjuk dokter

karena obat hanya bermanfaat bila disertai dengan pola

makan yang seimbang dan latihan fisik secara teratur dan

tepat

Anda mungkin juga menyukai