Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Medan
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru, Sp.S
i
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
D. Manfaat Penelitian
3
1. Manfaat Praktis
b. Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama pembelajaran
serta menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang
berharga yang dapat menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja.
2. Manfaat Teoritis
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai referensi dan data dasar dalam penelitian selanjutnya terkait
dengan kejadian penyakit Guillain Barre Syndrom (GBS) pada usia
muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Guillain Barre Syndrom adalah penyakit dimana system kekebalan
seseorang menyerang sistem saraf tepi dan menyebabkan kelemahan
otot bahkan bisa terajadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan
saraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang
dengan seluruh bagian tubuh kita yang rusak. Kerusakan sistem saraf
tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsangan sehingga
ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem saraf.
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun
neurologis yang timbul dikarenakan sistem kekebalan tubuh
menghasilkan antibody terhadap saraf, sehingga terjadi kerusakan pada
saraf itu sendiri. Kasus GBS dapat berkembang setelah infeksi, hal ini
terjadi ketika tubuh membuat antibodi untuk melindungi diri melawan
invasi bakteri atau virus. Namun, bakteri dan virus tertentu memiliki
penutup protein yang menyerupai beberapa protein yang normal pada
selubung yang membungkus saraf (selubung myelin) sehingga
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menyerang saraf itu sendiri.
2. Etiologi
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena
hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin
ini disebut demyelinasi. Demielinisasi menyebabkan penghantaran
impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.
GBS mengacu pada Insufisiensi karena proses demielinasi yang
melibatkan akar saraf dan perifer (polyradiculoneuropathy). GBS
menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang
beberapa saraf. Penyakit GBS dapat dipicu oleh infeksi mikroorganisme
4
5
3. Patofisiologi
Terdapat sejumlah teori yang menjelaskan terjadinya GBS, dimana
sistem imun tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang paling sering
adalah adanya organisme (misalnya virus atau bakteri) mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun
mengenalinya sebagai sel-sel asing. Pada GBS terbentuk antibodi atau
immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau
partikel asing dalam tubuh seperti bakteri maupun virus. Antibodi yang
bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin dan merusaknya,
dengan bantuan sel-sel leukosit sehingga terjadi inflamasi pada saraf.
Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan
mempengaruhi sel Schwan yang seharusnya menghasilkan materi lemak
penghasil myelin. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel
imun seperti limfosit dan makrofag menyerang myelin. Limfosit T akan
tersensitisasi bersamaan dengan limfosit B yang akan memproduksi
antibodi melawan komponen selubung myelin dan menyebabkan
destruksi myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang,
sementara pada waktu yang bersamaan, myelin yang ada dirusak oleh
antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut jaringan saraf
perifer akan hancur secara bertahap. Malfungsi sistem imunitas yang
terjadi pada GBS menyebabkan kerusakan sementara pada saraf perifer
dan timbulah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresisf
ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati
perifer (Shahar E, 2006).
Mekanisme lain yang sering disebut pada GBS adalah mimikri
molekuler. Mimikri molekuler ini berhubungan dengan situasi dimana
patogen dan tuan rumah memiliki antigen yang hampir sama, atau
reseptor sel B dan sel T tuan rumah dapat dikenali oleh peptida yang
tidak sesuai, yang mempengaruhi antibodi dan respon sistem imun sel T.
Atau dengan kata lain terjadi kesalahan sistem imun sehingga
6
4. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari GBS adalah sifatnya yang progresif cepat,
kelemahan bilateral dan relative simetris, gangguan diekstremitas bawah
pada baik proksimal dan distal yang terlibat hamper secara bersamaan.
Hal ini juga dapat disertai keterlibatan gangguan otot pernapasan
dan/atau keterlibatan saraf kranial.
a) Kelemahan : gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan
yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh
bagian bawah biasanya terkena duluan sebekum tungkai
atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal
daripada yang distal. Otot pernapasan dapat terpengaruh
juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas
mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai
tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.
5. Klasifikasi
a) Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
adalah jenis paling umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok
dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling
sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal disbanding distal.
Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa AIDP terdapat infiltrasi
limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
6. Diagnosis
Diagnosis GBS terutama ditegakkan dari temuan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase, yakni:
a) Fase Progresif
Pada umumnya, fase progresif berlangsung selama dua sampai
10
b) Gejala tambahan
1) Progresivitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal
dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3
minggu, 90% dalam 4 minggu.
2) Biasanya simetris
3) Adanya gejala sensoris yang ringan
4) Gejala saraf kranial, 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot
bulbar,kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau
saraf otak lain.
5) Disfungsi saraf otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor.
6) Tidak disertai demam saat onset gejala neurologis
12
c) Pemeriksaan CSS
1) Peningkatan protein
2) Sel MN < 10 /µl
d) Pemeriksaan elektrodiagnostik
1)Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang sering mirip GBS, dapat dibedakan dengan:
a) Miastenia gravis akut: Tidak muncul sebagai paralisis asendens,
meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot
mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia,
otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas serta tidak
didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.
8. Penatalaksanaan
Saat ini, diketahui tidak ada terapi khusus yang dapat menyembuhkan
penyakit GBS. Penyakit ini pada sebagian besar penderita dapat sembuh
dengan sendirinya. Pengobatan yang diberikan lebih bersifat
simptomatis. Tujuan dari terapi adalah untuk mengurangi tingkat
keparahan penyakit dan untuk mempercepat proses penyembuhan
penderita. Meskipun dikatakan sebagian besar dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan mengenai waktu perawatan yang lama dan juga masih
tingginya angka kecacatan / gejala sisa pada penderita, sehingga terapi
tetap harus diberikan.
a) Terapi Farmakologi
Kortikosteroid : Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya mengatakan bahwa preparat steroid tidak
memberikan manfaat sebagai monoterapi. Pemberian
kortikosteroid sebagai monoterapi tidak mempercepat
penyembuhan secara signifikan. Selain itu, pemberian
metylprednisolone secara intravena yang berkombinasi dengan
imunoterapi juga tidak memberikan manfaat secara signifikan
dalam waktu jangka panjang. Sebuah studi awal mengemukakan
pasien yang diberikan kortikosteroid oral menunjukkan hasil
yang lebih buruk daripada kelompok kontrol. Selain itu, sebuah
studi randomisasi di Inggris dengan 124 pasien GBS menerima
metylprednisone 500 mg setiap hari selama 15 hari dan 118
pasien mendapatkan placebo. Dalam studi ini tidak didapatkan
pernedaan antara kedua kelompok dalam derajat perbaikan
maupun outcome yang lainnya.
b) Terapi Suportif
Sebanyak 30% kasus GBS dapat mengalami gagal pernapasan,
sehingga terapi suportif yang baik menjadi elemen penting
dalam terapi GBS. Umumnya pasien GBS dimasukkan ke ruang
intensif ataupun ruang pelayanan intermediet untuk
memungkinkan monitoring pernapasan dan fungsi otonom yang
lebih intensif. Penurunan expiratory forced vital capacities < 15
cc/kgBB ideal atau tekanan inspirasi negative dibawah 60
cmH2O mengindikasikan bahwa pasien memerlukan intubasi
dan ventilator mekanik sebelum terjadi hipoksemia. Setelah
duaminggu penggunaan intubasi, perlu dipertimbangan
dilakukannya trakeostomi. Pasien dengan bed-ridden perlu
diberikan profilaksis DVT berupa kaos kaki kompres atau
antikoagulan berupa heparin atau enoxaprin subkutan. Apabila
terjadi kelompuhan otot wajah dan otot menelan, maka perlu
dipasang selang NGT untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
dan cairan penderita. Fisioterapi aktif juga diperlukan menjelang
masa penyembuhan untuk mengembalikan lagi fungsi alat gerak
penderita, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan melatih
keseimbangan penderita. Fisioterapi pasif dilakukan setelah
terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan otot
penderita.
9. Prognosis
Kebanyakan fungsi pasien GBS kembali normal. Setelah
perkembangan penyakit berhenti, gejala biasanya terjadi selama 2-4
minggu, diikuti dengan pemulihan bertahap. Sekitar 20-25% dari pasien
memerlukan ventilasi mekanis, dan 5% meninggal. Usia yang lebih tua
(60 tahun/ lebih tua), dukungan ventilasi, perkembangan yang cepat (< 7
hari). Bila terjadi kekambuhan/ tidak ada perbaikan pada akhir minggu
IV maka termasuk CIDP (Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy)
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Kebas pada kedua tungkai dan kedua tangan
Telaah : Pasien laki-laki 28 tahun dating ke RSU Haji Medan
dengan keluhan awal kebas pada kedua tangan dan kaki. Kebas dirasakan dari jari
kaki kemudian menjalar ke seluruh tungkai dan jari-jari tangan. Kebas diikuti
dengan tremor pada jari-jari tangan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sulit
berjalan karena lemas dan kesemutan pada kedua kaki. Pasien juga mengatakan
pada malam hari merasa sulit tidur karena kedua kaki pegal dan nyeri.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Ada
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Jantung berdebar(-), Nyeri dada(-)
Traktus Respiratorius : Sesak (-), Batuk (-)
Traktus Digestivus : Tidak Ada
Traktus Urogenitalis : BAB(+), BAK(+)
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Tidak Ada
Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak Ada
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & Pertumbuhan : Normal
18
19
Genitalia
20
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Sensorium :Composmentis (GCS: E=4, M=5, V=6)
Kranium
Bentuk : Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda kernig :-
Tanda Lasegue :-
Tanda Brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Skotoma : - -
Refleks Ancam : + +
Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducent)
Gerakan bola mata : + +
Nistagmus : - -
Posisi Bola Mata : Ditengah Ditengah
Pupil : Isokor Isokor
Lebar 3mm 3mm
:
Bentuk : Bulat Bulat
:
Refleks Cahaya Langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung: + +
Rima Palpebra : <7mm <7mm
Deviasi Konjugate : - -
Kanan Kiri
Nervus VII (Facialis)
Motorik
Mimik
22
Kerut Kening : + +
Kedipan Mata : + +
Menutup Mata : + +
Meringis : + +
Menggembungkan Pipi : + +
Meniup Sekuatnya : + +
Memperlihatakan Gigi : + +
Tertawa : + +
Bersiul : TDP TDP
Sensorik
Auditorius
Pendengaran : + +
Nistagmus : - -
Vertigo : - -
Tinitus : - -
23
Tremor :-
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Ujung Lidah Saat Istirahat : DBN
Ujung Lidah saat Dijulurkan : DBN
Sistem Motorik
Trofi : Hipotrofi Hipotrofi
Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
55555 55555
Kekuatan Otot : ESD : ESS :
55555 55555
44444 44444
EID : EIS :
44444 44444
Kornea : - -
Ballismus : - -
Mioklonus : - -
24
Atetosis : - -
Distonia : - -
Spasme : - -
Tic : - -
Dll : - -
Test Sensibilitas
Eksteroseptif
Tekanan : - -
Fungsi kortikal untuk
sensibilitas
Steorognosis : TDP
Grafestesia : TDP
Trisep : ++ ++
APR : ++ +
KPR : ++ +
Strumple : ++ ++
25
Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman- tromner : - -
Klonus lutut : - -
Klonus kaki : - -
Refleks primitive : - -
Koordinasi
Lenggang
Bicara : DBN
Menulis : DBN
Percobaan apraksia : DBN
Mimik : DBN
Tes telunjuk-telunjuk : DBN
Tes telunjuk-hidung : DBN
Diadokinesia : TDP
Test tumit–lutut : TDP
Test Romberg : TDP
Vegetatif
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Piloerektor : TDP
Miksi : (+) Normal
Defekasi : (+) Normal
26
Normal :TDP
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakkan
Leher :+
Pinggang :+
Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque :-
Cros Laseque :-
Test Lhermitte :-
Test Nafziger :-
Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena rebound :-
Vertigo :-
Dll :-
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor :+
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-
Fungsi Luhur
27
Diri :-
Tempat :-
Waktu :-
Situasi :-
Intelegensia :-
Daya pertimbangan :-
Reaksi emosi :-
Afasia
Ekspresif :-
Represif :-
Apraksia :-
Agnosa
Agnosiavisual :-
Agnosia jari-jari :-
Akalkulia :-
:-
Disorientasi Kanan-kiri :-
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Anamnesis
Keluhan Utama : Kebas pada kedua tungkai dan kedua tangan
Telaah : Pasien laki-laki 28 tahun dating ke RSU Haji Medan
dengan keluhan awal kebas pada kedua tangan dan kaki. Kebas dirasakan dari jari
kaki kemudian menjalar ke seluruh tungkai dan jari-jari tangan. Kebas diikuti
dengan tremor pada jari-jari tangan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sulit
berjalan karena lemas dan kesemutan pada kedua kaki. Pasien juga mengatakan
pada malam hari merasa sulit tidur karena kedua kaki pegal dan nyeri.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Ada
28
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hasil Satuan
Darah Rutin
Hemoglobin 13.9 g/dl
Eritrosit 4.54 10^3/uL
Leukosit 9.20 uL
Hematokrit 42.1 %
Trombosit 223000 uL
RDW-CV 15.6 fL
PDW 14.9 %
Index Eritrosit
29
MCV 93 F1
MCH 31 Pg
MCHC 33 %
Jenis Leukosit
Eosinofil% 0 %
Basofil 0 %
N. Stab %
Neutrofil 83 %
Limfosit 11 %
Monosit 6 %
LED mm/jam
Jumlah Total Sel
Total Lymphosit 1.03 ribu/uL
Total Basofil 0,00 ribu/uL
Total Monosit 0.51 ribu/uL
Total Eosinofil 0.02 ribu/uL
Total Neutrofil 7.7 ribu/uL
Elektrolit
Natrium 141 mEg/L
Kalium 3.70 mEg/L
Klorida 101.00 mEg/L
DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional :
Diagnosis Etilogi :
Diagnosa Anatomik :
Diagnosa Banding :
Diagnosa Kerja :
PENATALAKSANAAN :
- IVFD RL
20gtt/i
- Inj Ranitidine 25 mg/2ml/ 1 amp/12
Jam
30
KESIMPULAN
Guillain–Barré Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis. Kelainan ini kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,
maupun susunan saraf pusat. GBS merupakan polineuropati akut, bersifat simetris
dan asendens yang biasanya terjadi dalam 1-3 minggu dan kadang sampai 8
minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau
bisa terjadi paralisis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot – otot pernafasan dan
wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter.
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa faktor pencetus yang terlibat,
diantaranya infeksi virus, vaksinasi, dan beberapa penyakit sistemik. Manifestasi
klinis berupa kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan sensibilitas, dan
risiko komplikasi pencernaan.
Pemeriksaan penunjang untuk GBS adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal, elektromiografi dan MRI. Terapi farmakoterapi dan terapi fisik,
serta prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi
aksonal, dan umur pasien. Tatalaksana untuk Guillain–Barré Syndrome meliputi
plasmaparesis dan IVIg serta terapi suportif. Tujuan utama penatalaksanaan GBS
adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan
dan memperbaiki prognosisnya. Penegakan diagnosis lebih dini akan memberikan
prognosis yang lebih baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan kematian adalah
gagal nafas dan aritmia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Andary, M.T., Oleszek, J.L., Maurelus,K, and Mc-Crimmon, R. Y., 2014.
Guillain – Barre Syndrome http://emedicine.medscape.com/article/315632.
Benjamin R. Wakerley, Antonino Uncini and Nobuhiro Yuki. Guillain-Barre and
Miller Fisher syndromes-new diagnostic classification. Nat Rev Neurol. 2014
Center for Disease Control (CDC). Guillain Barre Syndrome (GBS)
http://www.cdc.gov./flu/protect/vaccine/guillainbarre.
Gorelick PB. Hankey’s Clinical Neurology., Taylor and Francis Group, LCC CRC
Press. 2014.
John CM, Brust MD. A Lange Medical Book Current Diagnosis and Treatment
Neurology., Edited by John CM and Brust MD, Clinical Neurology Columbia
University College of Physicians and Surgeons, New York. 2012
Kenichi K, Toshio A and Robert KY. Antianglioside antibodies and their
pathophysiological effects on Guillain-Barre Syndrome and Related Disorders.
Glycobiology. 2009
Mayo Clinic staff. 2011. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre syndrome/
Mikail, B. Penderita Guillain Barre Syndrome (GBS) meningkat di Kalangan
Usia Produktif. 2012. http://health.kompas.com . 2015
Pritchard J. Guillain-Barre syndrome. Clin Med. 2010
Ryszard MP, Cassio L., Robert MG. G. Guillain Barre Syndrom. JAMA. 2011
Van Dorn PA, et.al. IVIG Treatment and Prognosis in Guillain Barre Syndrome.
Journal of Clinical Immunology. 2010
Vucis S, Kiernan MC. Cornblath DR. Guillain-Barre syndrome: An Update. J
Clin