Anda di halaman 1dari 21

REFARAT

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Profesi Pendidikan Dokter
Universitas Abulyatama

Pembimbing
Dr. Libya Husen, Sp.PD

Penyusun
Putri Rahmah Safira : 20174034

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUMDAERAH MEURAXA
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul Sirosis
Hepatis. Referat ini penulis susun sebagai bagian dari proses belajar penulis selama
kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Meuraxa.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. selaku
pembimbing karena telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis
sehingga dapat menyelesaikan Referat ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan dalam
penulisan tugas laporan kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun supaya karya penulis dapat bermanfaat bagi kita semua
kedepannya.Terimakasih.

Banda Aceh, 7 Mei 2021

Putri Rahmah Safira

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
2.1 Definisi..............................................................................................2
2.2 Anatomi Fisiologi Hati .....................................................................2
2.3 Etiologi dan faktor resiko..................................................................3
2.4 Patogenesis........................................................................................5
2.5 Gejala Klinis......................................................................................5
2.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang.....................................................7
2.7 Diagnosis...........................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................9
2.9 Komplikasi......................................................................................10
2.10 Prognosis.........................................................................................12

BAB III PENUTUP.............................................................................................14


DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang menyebabkan proses difus
pembentukan nodul dan fibrosis.1 Prevalensi sirosis hepatis di dunia diperkirakan 100
(kisaran 25-100)/100.000 penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan
wilayah. Sirosis hepatis menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang
dewasa di dunia.2 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit
Dalam.3 Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C,
sedangkan di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan
Hepatitis C (30%-40%).4 Penelitian Patasik et al (2015) di RSUP Prof. Dr. D. Kandou
Manado dari Agustus 2012−Agustus 2014, mendapatkan bahwa pasien sirosis hepatis
terbanyak adalah laki-laki (62,7%) dengan rentang usia terbanyak 50-59 tahun (31,4%),
penyebab sirosis hepatis terbanyak adalah hepatitis B (13,7%) dan komplikasi terbanyak
varises esophagus (23,5%).5

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yaitu sirosis hati
yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata yaitu sirosis hati yang
menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin
atau karena penyakit lain.6 Perubahan dari kompensata menjadi dekompensata disebabkan
oleh insufisiensi sel hati dan hipertensi portal. 278 Hal tersebut akan memengaruhi tes fungsi
hati dan pemeriksaan hematologi, beberapa diantaranya yaitu kadar albumin, jumlah
trombosit, dan kadar kreatinin. Albumin merupakan protein yang hanya disintesis di hati
sehingga kadarnya akan memburuk sesuai perburukan hati.49 Jumlah trombosit pada sirosis
hepatis biasanya akan mengalami penurunan dan akan meningkatkan risiko perdarahan pada
pasien sirosis hepatis.10

Komplikasi utama dari sirosis meliputi ascites,spontaneous bacterial peritonitis (SBP),


encephalopathy hepatic, hipertensi portal, perdarahan variceal, dan sindrom hepatorenal.6
Prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan menggunakan klasifikasi Child Pugh,
yang dibagi menjadi Child pugh A, B, dan C yang masing-masing mempunyai angka
ketahanan hidup dua tahun sebesar 85%, 57%, dan 35%.1112

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sirosis Hepatis (SH)

Sirosis Hepatis (SH) merupakan penyakit hati menahun membaur (difus) yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat dan benjolan kecil. Biasanya diawali dengan
peradangan, kematian jaringan sel hati yang luas, penambahan jaringan ikat secara difus dan
upaya pertumbuhan kembali benjolan kecil hati. Sirosis dapat terjadi pascahepatitis (akut atau
kronis) atau pascanekrosis (setelah jejas toksik) atau menyertai penyumbatan kelenjar
empedu kronis (sirosis biliaris)1314.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya
dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk
(costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi
unit-unit kecil, yang disebut lobules. Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting
dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang
berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang
kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal15.

Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati
yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh
campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap
lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke
dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam
hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang
termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang
mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-
paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan
benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal. 15 Kelenjar ini

2
berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein, dan mengatur
sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya.3

Gambar I. Anatomi Hati

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Sirosis Hati

Etiologi dari sirosis dapat diidentifikasi dengan mengetahui riwayat penyakit pasien
digabung dengan evaluasi serologis dan histologis

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati15 :

1. Sirosis Laennec (alkoholik), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah
portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

3
Faktor risiko Sirosis Hepatis1617:

a. Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyeba sirosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis
virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

b. Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alkohol.

c. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang orang muda dengan
ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea
yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

d. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:

- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

-Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan


penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.

4
2.4. Patogenesis Sirosis Hepatis
Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat
menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu reaksi sistem
imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa.
Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti
terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut
selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta18
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun
(toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Proses ini awalnya menyerang dinding sel yang
menyebabkan keluarnya berbagai enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat
menyebabkan kematian sel. Di bawah pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin,
hepatosit sebenar-nya mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang ternyata
sangat penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel hepar karena dapat
memelihara keseimbangan ling-kungan sel. Makro molekul dari ECM terdiri dari kolagen,
proteoglikan dan glikoprotein.19
Pada sirosis ternyata terdapat perobahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga
terdapat penyimpangan dan peng-organisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati. Pada
berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III peptide yang
dapat meransang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi virus, iskemia
ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis hepatosit maka hepatosit
mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari biasanya20 .

2.5. Gejala Klinis

Gejala klinis SH merupakan manifestasi kegagalan sel hati seperti: ikterus, edema
perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, spidernevi sampai ensefalopati hepatik
dan manifestasi hipertensi portal berupa pembesaran limpa (splenomegali), varises esophagus
dan lambung serta asites21.

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis

5
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi22. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma23.

Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di table

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta


Ikterus Varises esophagus/cardia
Spider naevi Splenomegali
Ginekomastisia Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin Ascites
Kerontokan bulu ketiak Hemoroid
Ascites Caput medusa
Eritema palmaris
White nail

Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada


jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi
intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik
resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal
dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa
myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos24.

Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti
nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari
keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.
Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vaskular sistemik.252627

6
2.6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri
tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua konjungtiva mata
dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu
signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan
tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara
nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan
perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti
pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit
untuk dievaluasi karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada
ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan
waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan
kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma- glutamil transpeptidase (GGT) juga
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati
alkoholik kronik.

Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa
meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di
jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis.
Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat
sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya
akan; menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang
karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis
dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas 28. Selain

7
dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan
kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang
bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom
makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan
neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta29.

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita


sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering
dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non
invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang
kurang dan sangat bergantung pada operator30. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat
dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa.
Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak
rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.31 Selain itu, melalui pemeriksaan USG
juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta
skrining ada tidaknya karsinoma hati.32

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)


untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat
direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat
diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign
dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna
bagian atas33. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai
manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal
ligation (EVL).34

2.7. Diagnosis

Pada stadium kompensasi sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses
lanjutan dari kompensasi mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan
klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada
saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan
USG35. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena
sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis

8
pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis
kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi27. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan
laboratorium, USG abdomen dan endoskopi juga mendukung diagnosis sirosis hati
dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises esophagus dan
gastropati hipertensi porta36. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan
diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi
hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas26.

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. 37 Pasien dalam
keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang
cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya38.

Terapi terhadap komplikasi yang timbul37

a. Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari.
Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/
hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-
6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau


melena saja)39

9
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui
apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.

2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas
100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan
pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.

3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

c. Ensefalopati

1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada


hipokalemia.

2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.

3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada


varises.

4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi


sistemik.

5) Transplantasi hati.

d. Peritonitis bakterial spontan, Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim,


amoxicillin, aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatic, Mengatur keseimbangan cairan dan


garam.

2.9. Kompikasi

Ketika sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai kemungkinan
komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP),
varises esofagus, dan ensefalopati hepatik. Antara komplikasi satu dengan yang lain saling
terkait. Ascites hanya akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal 40. Pasien yang
mengalami varises esofagus akan berisiko terjadi perdarahan karena ruptur esofagus41, pada

10
keadaan perdarahan akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya ensefalopati hepatic 42.
Pengelolaan yang tepat terhadap satu komplikasi dapat meminimalkan terjadinya komplikasi
yang lain43

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya44:

1. Ensepalopati Hepatikum

Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat


reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari
derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma25

Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan


metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak.
Peningkayan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai
pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan beta-
phenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan
laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar
amonia serum.45

2. Varises Esophagus

Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15%
dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.46

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.47 PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan
proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang

11
rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS
disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga
oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen48. Bakteri penyebabnya antara lain
escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik
gram negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan
asites yang positif.45

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada
pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan
oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine
clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl,
volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.45

5. Sindrom Hepatopulmonal

Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Pada kasus
ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran cerna akibat
pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang dibuktikan melalui
pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi49. Selain itu, pasien juga diduga mengalami
ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai gangguan tidur selama menderita
sakit ini.47

2.10. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat
memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka
kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%,
Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%. 50

12
Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh

13
BAB III

PENUTUP

Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan fibrosis


jaringan parenkim hati tahap akhir, yang ditandai dengan pembentukan nodul regeneratif
yang dapat mengganggu fungsi hati dan aliran darah hati. Sirosis adalah konsekuensi dari
respon penyembuhan luka yang terjadi terus-menerus dari penyakit hati kronis yang
diakibatkan oleh berbagai sebab.

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini
pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung kecurigaan diagnosis sirosis hepatis terdiri
dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi yang
terjadi. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi angka kelangsungan
hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut

14
DAFTAR PUSTAKA

1. McCormick PA. Hepatic cirrhosis. Sherlock’s Deseases Liver Billiary Syst. Published
online 2011:103-120.

2. GG T. Cirrhosis and its seque. Goldman’s Cecil Med. 2012;24:999-1007.

3. PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia). Sirosis hati. Published online 2013.

4. nurdjanah s. sirosis hati. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 4th ed. Balai
Penerbit FKUI; 2006:445-448.

5. Lovena A, Miro S, Efrida E. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M.


Djamil Padang. J Kesehat Andalas. 2017;6(1):5. doi:10.25077/jka.v6i1.636

6. Budhiarta DMF. Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati dengan varises
esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. Intisari Sains Medis. 2017;8(1):19-
23. doi:10.15562/ism.v8i1.106

7. . Daulay AZ, Harahap A H. Karakteristik penderita sirosis hati yang dirawat inap di RS
Haji Medan. Published online 2015.

8. GN. L. Gangguan hati, kandung empedu Pangkreas, Dan. Patofisiologi Konsep Klin
Proses-Proses Penyakit. Published online 2015:472-508.

9. Deshpande, A., Pasupuleti, V., Thota, P. P, C., Mapara, S., Hassan, S. D. Acid-
suppressive therapy is associated with spontaneous bacterial peritonitis in cirrhotic
patients: a meta-analysis. J Gastroenterol Hepatol. 2013;28:235–242.

10. Afdhal N, McHutchison J, Brown R JI, Manns M, Poordad F et al. Trombocytopenia


associated with chronic liver disease. Hepatology. 2008;48.

11. Chung V. Systemic Therapy for Hepatocellular Carcinoma and Cholangiocarcinoma.


Surg Oncol Clin. 2015;24:187-198.

12. Perz, J.., Armstrong, G.., Farington, J.., Hutin J., dan Bell B. The contributions of
hepatitis B virus and hepatitis C virus infections to cirrhosis and primary liver cancer
worldwide. . J Hepatol. 2016;45:529–538.

15
13. Muin rima yuliati. Clinical Pathology and medical laboratory Majalah Patologi Klinik
Indonesia dan Laboratorium Medikik. Indones J Clin Pathol Med Lab Maj Patol Klin
Indones dan Lab Med. 2011;18(1):57-62.
file:///C:/Users/A4/AppData/Local/Temp/351-178-1-SM.pdf

14. Dooley MPH cirrhosis. D, JS, Lok AS, Burrouhgs AK, Heathcote EJ E, (penyunting).
Sherlock’s Deseases of the Liver and Billiary System. 2011;11:103-120.

15. Ii BAB. Askep Sirosis Hepatitis. Published online 2002:5-28.

16. Ii BAB, Pustaka T. 21 2.2. :6-18.

17. Garcia, D., Quintana, J., Gonzalez, J.. dan G, H.. Liver cirrhosis and diabetes: Risk
factors, pathophysiology, clinical implications and management. World J
Gastroenterol. 2009;15:280–288.

18. Atterburry 1. Con HO dan. Cirrhosis. Dalam. Dis liver. 2014;7:875-934.

19. Thaler M. Cirrhosis. Pediatrics gastrointestinal disease. 2010;3:1096-1108.

20. Fallis, A.GNursalam2016 metode penelitian. 済無 No Title No Title. J Chem Inf


Model. 2013;53(9):1689-1699.

21. Price SA WL. Sirosis Hati. 6th ed.; 2006.

22. Guglielmo J. Applied Therapeutic The Clinical Use of Drugs. Princ Infect Dis.
Published online 2013.

23. Indra TA HI. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Sci J Pharm.
2008;21 no,2.

24. Lee D 2012. Cirrhosis of the Liver. Published online 2012.

25. Robert S. Rahimi DCR. Complications of Cirrhosis. Curr Opin Gastroenterol. 28:223-
229.

26. Setiawan PB. sirosis hati. Published online 2007:129-136.

27. Riley TR, Taheri M SI. Does weight history affect fibrosis in the setting of chronic

16
liver disease? Published online 2009.

28. Karjadi T WF. Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien SirosisHati. 2011;61.

29. I. L. Profil pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Published online 2015.

30. Shimizu I, Matsumoto T, Suzuki N SC, Koizumi Y, Asaki T et al. Chronic liver
disease develop more slowly in females than males. Dalam: Prev female sex factors
against Dev chronic liver Dis. Published online 2012:3-18.

31. taylor. Chirrosis Imaging. Medscape Refference. Published online 2011.

32. Tarigan P. Ensefalopati Hepatik; Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 2007;1.

33. Lee D 2012. Cirrhosis of the Liver. Published online 2012.

34. Shiha G. Liver fibrosis. Consens Recomm Asian Pacific Assoc Study Liver.
2009;3(International Journal of Hepatology):323–333.

35. Malaguarnera, M., Risino, C., Cammalleri L, Malaguarnera, L., Astuto, M. V, I. D.


European journal of gastroenterology & hepatology. Branched Chain Amin acids
Suppl with L_acetylcarnitine versus BCAA Treat hepatic coma a randomized Control
double Blind study. 2009;21:762–770.

36. Yang, J.M. Xian, Y.F. Ip, P.SP.P, Wu JC., Lao, L.Fong HHS dkk. Reverse Visceral
Hipersensitivity in a neonatal-maternal separated Rat Model. Phytomedicine,.
Published online 2012.

37. Hidaka, H. S., Minamino, T., Takada, J., dkk., 2012. Long-term administration of PPI
reduces treatment failures after esophageal variceal band ligation. a randomized,
Control trial. 2012;47:118–126.

38. Indra TA HI 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Sci J Pharm
Dev MedicalApplication. 2016;21.

39. Mandell, L.A., Wunderink, R.G., Anzueto A, Bartlett, J.G., Campbell, G.D. D, N.C. D.
Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus
guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin

17
Infect Dis an Off Publ Infect Dis Soc Am. 2007;44:27-72.

40. EASL. European Association for the Study of the Liver,. EASL Clin Pract Guidel
Manag ascites, spontaneous Bact peritonitis, hepatorenal Syndr cirrhosis.
2010;53:397-417.

41. Widjaja F dan K. Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien Sirosis Hati. J Indon
Med Assoc. 2011;61:417– 424.

42. Tasnif, Y. dan Hebert, M. Complications of End-Stage Liver Disease,. Appl Ther Clin
Use Drugs. Published online 2013.

43. Kemenkes. Implementasi Formularium Nasional Dalam Pelaksanaan Pelayanan


Kesehatan Di Fasilitas Kesehatan Rujukan. Published online 2013.

44. Tasnif, Y. dan Hebert M. Complications of End-Stage Liver Disease,. Appl Ther Clin
Use Drugs. Published online 2013.

45. Wolf. DC. Cirrhosis. Published online 2012.

46. Wells, M., Chande, N., Adams, P., Beaton M, Levstik, M., Boyce, E. D.
Meta_analysis: vasoactive medications for the Bleeds. Manag acute variceal Ther
Aliment Pharmacol. 2012;35:1267–1278.

47. Nurdjanah S. Sirosis Hepatis. 2009; 2009.

48. Koulaouzidis, A., Bhat, S., dan Saeed AA. World Journal of Gastroenterology.
spontaneous Bact peritonitis. 2009;15:1042–1049.

49. Tarigan, P. Ensefalopati Hepatik,. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Ed. 1.

50. Saksana RA. Correlation between the severity of liver cirrhosis (child-pugh score) and
QTc interval prolongation. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology
and Digestive Endoscopy. Correl between Sev liver cirrhosis (child-pugh score) QTc
interval Prolong Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc. 2012;13:150-160.

18

Anda mungkin juga menyukai