Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

IMPETIGO BULOSA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Pembimbing:
dr. Zikri Adriman, Sp.DV

Oleh:
Bagus Laksono Samudro (20174017)

BAGIAN / SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN RUMAH


SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA BANDA ACEH
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “IMPETIGO
BULOSA” Shalawat beserta salam penulis tujukan ke pangkuan Nabi Muhammad S.A.W
yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior
pada Bagian / SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Aceh di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh. Selama penyelesaian referat
ini penulis selalu mendapat bantuan dan pengarahan dari pembimbing yang bertanggung
jawab. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Zikri
Adriman, Sp.DV yang telah banyak meluangkan waktu agar referat ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian
demi kesempurnaan referat lain nantinya dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah S.W.T selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Banda Aceh, 25 April 2021

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I LAPORAN KASUS.............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6
2.1 Definisi.........................................................................................................................6
2.2 Epidemiologi................................................................................................................6
2.3 Patofisiologi..................................................................................................................6
2.4 Gejala klinis..................................................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................8
2.6 Diagnosis......................................................................................................................8
2.7 Diagnosis Banding........................................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................................8
2.9 Prognosis......................................................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Syaifuddin
Umur : 65 tahun
No.RM : 042704
Jenis Kelamin : Laki - laki
Bangsa/Suku : Aceh
Kawin/Tdk Kawin : Kawin
Pekerjaan : Tukang Becak
Kegemaran :
Alamat : Desa Reuloh
Agama : Islam

1.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Terdapat Makula eritema dibagian Punggung badan, Paha, disertai
bula dan pustul dan rasa gatal sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit : Timbul kemerahan dan gelembung berisi nanah,


pertumbuhan ruamnya cepat dan akan timbul gatal
pada saat bekerja

Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

Riwayat Penyakit Terdahulu : Disangkal

1.3 PEMERIKSAAN

A. Status Generalisata

Kesadaran Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis


Gizi : Normal
Suhu Badan : Dalam batas normal
Nadi : Dalam batas normal
Tekanan Darah : Dalam batas normal
Pernafasan : Dalam batas normal

3
Keadaan Spesifik

Kepala : Terdapat pembengkakan dihidung


Leher : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Ekstremitas : Terdapat makula eritema dan bula di regio sacralis

B. Status Dermatologikus
Lokalisasi : Regio sacralis

RUAM
Primer : Makula Eritema dan terdapat Pustul berukuran numuler dan
berbatas tegas, bentuk makula seperti sirsiner.

Sekunder :

TES-TES YANG DILAKUKAN :

PEMERIKSAAN LABORATORIK :

Rutin :

Khusus : Kultur Bakteri

Ringkasan : Pasien datang dengan keluhan gatal dibagian punggung dan


timbul makula eritema disertai pustul dan keluhan dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu

Diagnosis Banding : Impetigo bulosa, Dermatofitosis, Dermatitis kontak,


Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, Pomfigoid bulosa

Diagnosis : Impetigo Bulosa

Diagnosis Sementara : Impetigo Bulosa

PENATALAKSANAAN :

Umum : menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh seperti mandi dan


mencuci tangan.

Khusus :
Sistemik : Dikloxacillin 250-500 mg 4x/hari
Kloksasilin 3x250 mg/hari diberikan sebelum makan
Topikal : Mupirosin 2x/hari

4
Pemeriksaan Anjuran : Kultur Bakteri

Prognosis : Quo ad Vitam : ad bonam


Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
Quo ad Kosmetikum : ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada bagian epidermis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus B Hemolyticus dan Staphylococcus Aureus.
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering
meurpakan penyakit penyerta (secondary infection) dari pediculosis, skabies, infeksi jamur
dan insect bites. Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung dan sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dewasa. Kelainan
kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan serum) pada kulit yang utuh, dengan kulit
sekitar normal atau kemerahan.1

2.2 Epidemiologi

Impetigo terjadi lebih sering di iklim tropis dan di dataran rendah. Kondisi hangat
dan lembab dikombinasikan dengan sering terkena gangguan kulit melalui gigitan
serangga mendukung perkembangannya sepanjang tahun di iklim tropis. Kondisi padat
atau kebersihan yang buruk juga menyebabkan impetigo. Impetigo dapat mengenai
semua ras. Secara keseluruhan, insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun pada
orang dewasa impetigo lebih sering terjadi pada laki-laki. Impetigo terjadi pada
individu-individu dari segala usia, tetapi paling sering terjadi pada anak-anak 2-5 tahun.
Penyebaran cepat dapat terjadi melalui keluarga, pusat penitipan anak, dan sekolah.2

2.3 Patofisiologi

Impetigo Bulosa disebabkan oleh eksotoksin Staphylococcus aureus yang masuk


melalui kulit terluka menyebabkan lepasnya adhesi dermis superfisial yang
menimbulkan lepuh dan menyebabkan terkelupasnya kulit dengan membelahnya sel
granular epidermis.3 Stratum korneum yang intak merupakan salah satu pertahanan kulit
terhadap bakteri patogen penyebab pioderma. Beberapa faktor yang berperan dalam
timbulnya pioderma adalah gigitan serangga, trauma lokal, kelainan kulit (terutama
dermatitis atopik), higiene buruk, suhu dan kelembaban tinggi, usia pasien, riwayat
pemakaian antibiotik, dan pemukiman padat. Penularannya terjadi melalui kontak
langsung dengan individu terinfeksi. 19 Beberapa penelitian di Indonesia mendapatkan
kelompok usia tertinggi yang menderita pioderma adalah kelompok usia di bawah lima
6
tahun,3,4 kemungkinan karena sistem imunitas yang masih lemah dan seringnya anak-
anak berada dalam suatu kelompok, misalnya lingkungan taman kanak-kanak atau
sekolah.19 Berbagai protein imunomodulator yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut,
misalnya toksin, eksotoksin, dan adesin, menyebabkan timbulnya gambaran klinis.
Adanya defek imun, misalnya ekskoriasi superfisial, infeksi jamur pada sela jari kaki,
pembedahan, trauma, luka bakar, kateter intravaskular, akan meningkatkan risiko
terjadinya infeksi. Peran respon pejamu tidak selalu dapat diandalkan. Pada pasien
imunodefisiensi dan pasien granulomatosa kronik, netrofil tidak dapat menghancurkan
Staphylococcus aureus dan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri sehingga infeksi
bakteri penghasil toksin meningkat. Staphylococcus aureus yang disebut toxic shock
syndrome toksin-1 (TSST-1) dikenal sebagai superantigen toksin pirogenik. Antigen
konvensional memerlukan pengenalan oleh lima elemen kompleks reseptor sel T,
sedangkan superantigen hanya memerlukan daerah rantai  sehingga 5% - 30% sel T
lainnya akan teraktivasi. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin dari makrofag secara
sistemik, terutama interleukin 2, interferon-, dan tumor nekrosis faktor-. 20,23
Stimulasi superantigen pada sel T juga menyebabkan aktivasi dan ekspansi limfosit yang
mengekspresi daerah rantai- reseptor sel T spesifik. Hal ini dapat mengaktivasi sel B,
menyebabkan kadar imunoglobulin E (IgE) atau autoantibodi meningkat. Superantigen
secara selektif dapat menginduksi antigen pada sel T yang berkaitan dengan limfosit
kutan, sehingga menyebabkan proses "homing" ke kulit. Gempuran sitokin ini
menyebabkan sindrom kebocoran kapiler dan dapat menjelaskan sebagian besar
manifestasi klinis penyakit yang diperantarai superantigen, misalnya toxic shock
syndrome (TSS) dan scarlet fever.4

2.4 Gejala Klinis

Gejala yang paling ditemukan pada Impetigo Bulosa adalah Tempat predileksi di
ketiak, dada, punggung. Sering bersama dengan miliaria. Terdaoat oada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Keadaan umum tidak
dipengaruhi. Kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih erimatosa. 5 impetigo bulosa
berisi cairan jernih kekuningan berisi bakteri Staphylococcus Aureus denggan erimatosa.
Bula bersifat superfisial dilapisan epidermis, mudah pecah karena letaknya subkorneal,
meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritema (koleret), dan cepat

7
mengering. Lesi dapat melebar membentuk gambaran polisiklik. Sering kali bula sudah
pecah saat berobat, sehingga yang tampak ialah lesi koleret dengan dasar erimatosa.6

2.5 Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan gambaran terapi


terhadap obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik,
dapat digunakan dalam menentukan terapi antibiotik yang sensitif untuk mengeradikasi
bakteri penyebab infeksi, pengecatan gram, digunakan untuk melihat bakteri.3

2.6 Diagnosis

Diagnosis Impetigo Bulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran


klinis, biasanya tidak terlalu sulit. Namun perlu dipikirkan kemungkinan penyakit kulit lain
yang memberikan gejala Impetigo.

2.7 Diagnosis Banding

Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip
dermatofitosis. dan pada anamnesis hendaknya ditanyakan apakah sebelumnya terdapat lepuh
atau tidak. Diagnosa banding lainnya adalah Dermatitis Kontak, Staphylococcal Scalded
Skin.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan impetigo biasanya melibatkan perawatan luka lokal bersama dengan


terapi antibiotik. Terapi antibiotik untuk impetigo mungkin dengan agen topikal saja atau
kombinasi agen sistemik dan topikal.5 Untuk pencegahan terhadap impetigo, penderita
dianjurkan untuk mandi 2 kali sehari dengan sabun dan memperkuat daya tahan tubuh

1. Topikal

Bila banyak pus atau krusta : kompres terbuka dengan asam salisilat 0,1%, larutan
povidone iodine 1%, dilakukan 3 kali sehari masing-masing 30 menit – 60 menit selama
keadaan akut.

Bila tidak tertutup pus atau krusta : salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% dioleskan
2-3 kali sehari selama 7-10 hari.

8
2. Sistemik
Lini pertama :
 Kloksasilin/diklosasilin : dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak- anak 25-50
mg/KgBB/hari terbagi dalam 4 dosis

 Amoksisilin dan asam klavunalat : dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/


terbagi dalam 3 dosis

 Sefaleksin : 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis

Lini kedua
 Azitromisin 1x500 mg/hari (1 hari), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)

 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis

 Eritromisin : dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 2050 mg/kgBB/hari

2.9 Prognosis

Impetigo bulosa bukan penyakit yang mengancam nyawa jika faktor risiko dihindari
dan segera diobati. Jika ada faktor risiko seperti higiene atau daya tahan tubuh rendah, angka
kekambuhan cukup tinggi. Prognosis umumnya baik.3

9
BAB III
PEMBAHASAN

Temuan pada pasien Berdasarkan Teori


DATA DIRI PASIEN Pada usia anak dan dewasa-manula; pada
anak diantara 5-15 tahun dan pada dewasa-
Nama : Syaifuddin
manula antara 30-50 tahun.
Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. Rm : 042704

Diagnosa : Impetigo Bulosa


Tiga bulan yang lalu mulai timbul ruam Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat
makula eritema, bula, pustul pada bagian prediksi di aksila, dada, punggung. Terdapat
punggung badan pasien. Dan timbul rasa pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit
gatal. Penderita mengatakan sering berupa eritema, bula, dan bula hipopion.
merasakan gatal pada saat bekerja. Kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel/bula telah memecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan
dasarnya masih erimatosa.
Pemeriksaan Fisik Kulit Tempat predileksi tersering pada impetigo
bulosa adalah di ketiak, dada, punggung dan
Makroskopik (inspeksi) : awal lesi muncul
sering bersama-sama dengan miliaria.
perubahan warna
Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan
kemerahan dan
kulit berupa vesikel (gelembung berisi
terdapat benjolan
cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari
(bula) berisi nanah
1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit
di daerah
sekitar normal atau kemerahan. Pada
punggung badan
awalnya vesikel berisi cairan yang jernih
juga di bagian
yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap
10
paha penderita. dari bulla pecah dan meninggalkan
Dan telah gambaran “collarette” pada pinggirnya.
mengering menjadi Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian
warna kehitaman. tengah yang jika disingkirkan memper
lihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla
yang utuh jarang ditemukan karena sangat
rapuh

Mikroskopik : tidak dilakukan pemeriksaan


kultur bakteri

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


kulit (inspeksi), dan gejala klinis dapat
ditegakkan diagnosis impetigo bulosa
TATALAKSANA : Sistemik :

- Cetirizine 1x1 - Dikloxacillin 250 – 500 mg 4x/hari

- Co amoxyclav 2x1 - Kloksasilin 3x250 mg/ hari


diberikan sebelum makan
- Fucilox cr 1x1
Topikal :

- Mupirosin 2x/hari

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sibero HT, Putra IWA, Anggraini DI. Tatalaksana Terkini Acne Vulgaris. JK Unila.
2019;3(2):313-320.

2. Nazaya M, Praharsini IGAA, Rusyati LMM. Profil Gangguan Kualitas Hidup Akibat
Akne Vulgaris Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Tahun
2015. E J Med. 2018;7(8):1-5.

3. Ayudianti P, Indramaya DM. Studi Retrospektif : Faktor Pencetus Akne Vulgaris


( Retrospective Study : Factors Aggravating Acne Vulgaris ). Fakt Pencetus Akne
Vulgaris. 2014;26/No. 1:41-47.

4. Sole FRT, Suling PL, Kairupan TS. Hubungan antara Mencuci Wajah dengan
Kejadian Akne Vulgaris pada Remaja Laki-laki di Manado. e-CliniC. 2019;8(1):158-
162. doi:10.35790/ecl.8.1.2020.28310

5. Adhi Djuanda PD Prof, Dr, dr, Mochtar Hamzah dr, Siti Aisah PD Prof, Dr, dr. ILMU
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. 6th ed. Fakultas Kedokteran Indonesia; 2011.

6. Afriyanti RN. Akne Vulgaris Pada Remaja. Med Fac Lampung Univ. 2015;4(6):102-
109.

7. Yenny SW. Resistensi Antibiotik Pada Pengobatan Akne Vulgaris. Media Derm
Venereol Indones. 2019;45(2):111-115. doi:10.33820/mdvi.v45i2.24

12

Anda mungkin juga menyukai