Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

IMPETIGO KRUSTOSA

Dokter Pembimbing :
dr. Dindin Budhi Rahayu,Sp.KK

Disusun Oleh :
Frylie Fremiati
2014730034

KEPANITERAAN KLINIK STASE KULIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya pada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kepaniteraan stase
ilmu kulit dan kelamin serta penyusun berharap pembaca bisa mengetahui serta
memahami lebih dalam tentang pembahasan penyusun yaitu tentang dasar-dasar ilmu
kedokteran (preklinik) yang berkaitan dengan Impetigo Krustosa.

Penyusun mengakui masih banyak terdapat kesalahan di dalam pembuatan


laporan kasus ini sehingga laporan kasus ini masih belum sempurna. Penyusun
harapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah kesempurnaan laporan ini.

Terimakasih penulis ucapkan pada pembimbing yang telah membantu


penyusun hingga penyusun dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus serta
membantu dalam kelancaran pembuatan laporan kasus.

Penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun


khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Cianjur, Agustus 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Impetigo krustosa (kontagiosa/ non bulosa) adalah bentuk pioderma yang


menyerang epidermis yang disebabkan oleh kuman Streptococcus β hemolyticus
dan Staphylococcus aureus. Streptococcus pyogenes dapat pula terlibat terutama
dalam keadaan panas dengan iklim lembab.1,5
70 % kasus dari keseluruhan pioderma adalah impetigo non bulosa.
Kejadian terutama pada anak-anak dengan frekuensi yang sama baik pada
perempuan maupun laki-laki.1,2
Impetigo dimulai dari lesi makulopapular yang bertransisi menjadi vesikel
berdinding tipis yang sangat mudah ruptur, bertempat di superfisial, kadang gatal.
Setelah pecah, timbul erosi yang tertutupi oleh krusta klasik berwarna seperti
madu yang dapat berdiameter hingga lebih dari 2 cm. Infeksi dapat terjadi dua
sampai tiga minggu bila tidak diobati. Bila krusta kering, daerah lesi yang sembuh
tidak membentuk jaringan parut. Kulit daerah muka (lubang hidung, regio
perioral) dan ekstremitas adalah daerah yang paling sering terjadi. Limfadenitis
regional mungkin dapat terjadi, namun tidak menunjukan gejala sistemik.4,5
Impetigo bersifat self limiting disease walaupun langka namun dapat
terjadi selulitis, septikemia, osteomielitis, artritis septik, limfangitis, limfadenitis,
staphylococcal scalded skin syndrome, dan glomerulonefritis akut post
streptococcal.5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AF
No CM : 89.76.xx
Tanggal Lahir : 10-10-2017
Umur : 1 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung Pasir Laja RT. 02/RW.08 desa Sukasari,
Kec. Cilaku, Kab. Cianjur Jawa Barat
Pendidikan : -
Agama : Islam
Status Marital :-
Pekerjaan :-
Bangsa : Indonesia
Tanggal pemeriksaan : 2 Agustus 2019

B. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Keropeng terasa gatal di kedua punggung kaki sejak 4 hari.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Sayang Cianjur keluhan terdapat keropeng terasa gatal di kedua punggung
kaki sejak 4 hari. Keropeng berwarna merah kekuningan dan kering. Awalnya
berbentuk kemerahan di punggung kaki anaknya, pasien sering menggaruk di
punggung kakinya lalu mulai muncul sebuah lepuh kecil berwarna jernih.

Lepuh tersebut tidak sengaja dipecahkan oleh pasien saat menggaruk.


Keesokan harinya setelah lepuh itu pecah, mulai muncul keropeng kecil di punggung
kaki anaknya dan dalam waktu tiga hari keropeng tersebut mulai menyebar ke lokasi
lainnya seperti telapak tangan dan wajah anaknya.
Menurut ibu pasien mengatakan anaknya sering menggaruk-garuk karena
merasa gatal. Rasa gatal memberat saat malam hari, dan tidak ada keluarga yang
mengalami keluhan yang sama. Pasien belum sempat berobat kemana pun.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Menurut ibu pasien,
pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki gejala seperti ini. Riwayat penyakit asma
disangkal.

e. Riwayat Pengobatan
Belum pernah membeli berobat untuk mengatasi keluhan yang dirasakan oleh pasien.

f. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat, makanan, cuaca, dan debu

g. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di rumah dengan kedua orang tuanya, di daerah padat
penduduk.

C. PEMERIKSAAN FISIS
a. Keadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda vital :
 Nadi : 92 x/menit, reguler kuat angkat
 Respirasi : 22x/menit
 Suhu : 36,9oC
d. Status Antopometri
 BB : 11,8 kg
 TB : 86 cm
e. Status Generalis
Kepala : normochepal, rambut berwarna hitam, distribusi merata
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Kulit Kepala : tidak terdapat lesi
Kulit Wajah : lihat status dermatologis
Leher : pembesaran KGB (-)
Tenggorokan : faring tidak hiperemis
Thorax :
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk
Inferior : akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk
Kelainan kulit lihat status dermatologis

f. Status Dermatologis
Distribusi Regional

Regio Dorsal pedis, plantar manus sinistra, facial

Lesi Multipel, sirkumskrip, sebagian diskret, sebagian


konfluens , sebagian lentikular, nodular, dengan ukuran
terbesar 2 cm x 1 cm dan terkecil 1cm x 1cm, sebagian lesi
timbul, serta sebagian kering

Efloresensi Makula sebagian eritema, vesikel, papul, krusta berwarna


kuning dan kehitaman
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
E. RESUME
An. AF laki-laki berusia 1 tahun 9 bulan datang diantar oleh orang tuanya ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Sayang Cianjur dengan keluhan terdapat krusta
terasa pruritus di dorsal pedis sejak 4 hari hari SMRS. Krusta berwarna kekuningan
dan kering. Awalnya berbentuk vesikel tepi eritem berukuran lentikular. Vesikel juga
ditemukan pada plantar manus sinistra, dan facial. Ukuran krusta terkecil adalah 1 x 1
cm dan ukuran terbesar adalah 2 x 1 cm Menurut ibu pasien, pasien sering meraba
vesikel dan menggaruknya.
Status generalis dalam batas normal
Status dermatologikus :
 Distribusi : Regional
 Region : wajah, ekstrimitas atas dan bawah
 Lesi : Multipel, sirkumskrip, sebagian diskret, sebagian konfluens , sebagian
lentikular, nodular, dengan ukuran terbesar 2 cm x 1 cm dan terkecil 1cm x
1cm, sebagian bentuk anular teratur sebagian tidak teratur, sebagian lesi
timbul, serta sebagian kering.
 Efloresensi : Makula sebagian eritema, vesikel, papul, krusta berwarna kuning
dan kehitaman

F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Impetigo krustosa
2. Ektima
3. Dermatitis atopic

G. DIAGNOSA KERJA
 Impetigo krustosa

H. USULAN PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan darah lengkap
 Kultur kuman

I. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa:
 Menjaga kondisi tubuh dan kulit agar tetap dalam keadaan bersih serta sehat

dengan cara mandi secara teratur.

 Menghindari agar anak tidak menggaruk pada bagian lesi

 Tidak memecahkan lenting yang muncul

 Mencuci tangan setiap setelah memegang lesi

 Memotong kuku yang panjang

b. Medikamentosa
Sistemik :
 Amoxcicilin syrup 3 x 3/4 cth
 Cetirizine syrup 1 x 5ml

Topical :
 Fusidic acid 2% cream

 Membersihkan krusta dengan menggunakan kassa yang dibasahi oleh


NaCl, gosok dengan lembut lesi yang berkrusta selama 2x dalam
sehari.

J. PROGNOSIS
a. Qua ad Vitam : ad bonam
b. Qua ad Fungtionam : ad bonam
c. Qua ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III

ANALISA KASUS

Temuan Kasus Tinjauan Teori


Berdasarkan Anamnesis
Anak laki-laki , 2 tahun  Kejadian terutama pada anak-anak dengan
frekuensi yang sama baik pada perempuan
maupun laki-laki.

Pasien datang dengan  Kuman menyebar dari lubang hidung ke kulit


keluhan keropeng gatal di normal (sekitar 11 hari) dan kemudian
di wajah, telapak tangan, berkembang menjadi lesi kulit (setelah 11
dan kedua telapak kaki hari kemudian).
sejak 4 hari.  Lesi biasanya timbul pada kulit wajah
(terutama sekitar hidung) atau ekstremitas
setelah trauma.
 Kuman yang dibawa dari hidung terlokalisasi
terbatas pada nares anterior dan daerah bibir
yang berdekatan.
Berdasarkan Pemeriksaan Fisik dan Status Dermatologikus
fasialis, ekstremitas atas , Lesi biasanya timbul pada kulit wajah (terutama
ekstremitas bawah sekitar hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
Kuman yang dibawa dari hidung terlokalisasi
terbatas pada nares anterior dan daerah bibir yang
berdekatan
Lesi : Multipel, Setelah pecah, timbul erosi yang tertutupi oleh krusta
sirkumskrip, sebagian klasik berwarna seperti madu yang dapat berdiameter
diskret, sebagian hingga lebih dari 2 cm.
konfluens , sebagian
lentikular, nodular,
dengan ukuran terbesar 2
cm x 1 cm dan terkecil
1cm x 1cm, sebagian
bentuk anular teratur
sebagian tidak teratur,
sebagian lesi timbul, serta
sebagian kering.
Efloresensi:Makula
sebagian eritema, vesikel,
papul, krusta berwarna
kuning dan kehitaman

Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang, dan Diagnosis Banding


Pemeriksaan penunjang Diagnosis Impetigo krustosa didasarkan gambaran
tidak dilakukan klinis sudah dapat ditegakan
Ektima Diagnosis banding dari impetigo krustosa dapat
berupa ektima.
Persamaan keduanya berkrusta berwarna kuning.
Perbedaannya impetigo krustosa : terdapat pada anak
berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi
Ektima : terdapat pada anak maupun dewasa, tempat
predileksi nya di tungkai bawah dan dasarnya ialah
ulkus
Berdasarkan tatalaksana
 Amoxcicilin syrup 3 Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap
x 3/4 cth antibiotic. Kalau banyak diberi pula antibiotic
 Cetirizine syrup 1 x sistemik.
5ml

Topical :
 Fusidic acid 2%
cream

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Impetigo krustosa (kontagiosa/ non bulosa) adalah bentuk pioderma yang
menyerang epidermis yang disebabkan oleh kuman Streptococcus β hemolyticus
dan Staphylococcus aureus. Streptococcus pyogenes dapat pula terlibat terutama
dalam keadaan panas dengan iklim lembab.1,5

B. EPIDEMIOLOGI
70 % kasus dari keseluruhan pioderma adalah impetigo non bulosa.
Kejadian terutama pada anak-anak dengan frekuensi yang sama baik pada
perempuan maupun laki-laki.1,2
C. ETIOLOGI
Streptococcus β hemolyticus dan Staphylococcus aureus. Streptococcus pyogenes

D. PATOGENESIS
Biasanya, kuman menyebar dari lubang hidung ke kulit normal (sekitar 11
hari) dan kemudian berkembang menjadi lesi kulit (setelah 11 hari kemudian).
Lesi biasanya timbul pada kulit wajah (terutama sekitar hidung) atau ekstremitas
setelah trauma. Kuman yang dibawa dari hidung terlokalisasi terbatas pada nares
anterior dan daerah bibir yang berdekatan. Kondisi yang mengganggu integritas
epidermis, yang memberikan portal masuknya impetiginisasi, meliputi gigitan
serangga, dermatofitosis epidermis, herpes simpleks, varisela, abrasi, laserasi, dan
luka bakar.3

E. MANIFESTASI KLINIS
Impetigo dimulai dari lesi makulopapular yang bertransisi menjadi vesikel
berdinding tipis yang sangat mudah ruptur, bertempat di superfisial, kadang gatal.
Setelah pecah, timbul erosi yang tertutupi oleh krusta klasik berwarna seperti
madu yang dapat berdiameter hingga lebih dari 2 cm. Infeksi dapat terjadi dua
sampai tiga minggu bila tidak diobati. Bila krusta kering, daerah lesi yang sembuh
tidak membentuk jaringan parut. Kulit daerah muka (lubang hidung, regio
perioral) dan ekstremitas adalah daerah yang paling sering terjadi. Limfadenitis
regional mungkin dapat terjadi, namun tidak menunjukan gejala sistemik.4,5

F. KOMPLIKASI
Impetigo bersifat self limiting disease walaupun langka namun dapat
terjadi selulitis, septikemia, osteomielitis, artritis septik, limfangitis, limfadenitis,
staphylococcal scalded skin syndrome, dan glomerulonefritis akut post
streptococcal.5

G. DIAGNOSIS BANDING
 Ektima

H. TATALAKSANA
a. Non-medikamentosa
 Menjaga kondisi tubuh dan kulit agar tetap dalam keadaan bersih serta sehat

dengan cara mandi secara teratur.

 Menghindari agar anak tidak menggaruk pada bagian lesi

 Tidak memecahkan lenting yang muncul

 Mencuci tangan setiap setelah memegang lesi

 Memotong kuku yang panjang

b. Medikamentosa
 Topikal5
 Sistemik3

I. PROGNOSIS
Prognosisnya baik namun bila tidak diobati dapat mengarah kepada
komplikasi.

BAB IV
KESIMPULAN

Impetigo krustosa (kontagiosa/ non bulosa) adalah bentuk pioderma yang


menyerang epidermis yang disebabkan oleh kuman Streptococcus β hemolyticus dan
Staphylococcus aureus. Streptococcus pyogenes dapat pula terlibat terutama dalam
keadaan panas dengan iklim lembab. Pada pasien ini di tetapkan diagnosa impetigo
krustosa berdasarakan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Lesi biasanya timbul pada
kulit wajah atau ekstremitas setelah trauma.

DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2013.
2. Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
Jakarta. Balai Penerbit Fkui. 2017.
3. Sheehan, Jessica M., Kingsley, Melanie, Rohrer, Thomas E.. Excisional Surgery
And Reapir, Flapas, And Grafts. In Susan B, Wolff K, Goldsmith La, Katz Si, Et
Al:,. Fitzpatricks’s Dermatology In General Medicine. 8 Th Ed. Volumes 1: New
York: Mc Graw Hill; 2012.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. 2014. Panduan
layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi. Jakarta

5. Harman, Holly; Banvard, Christine et al. Impetigo: Diagnosis and Treatment. Amerika:
American Academy of Family Physicians. 2014 :
https://www.aafp.org/afp/2014/0815/p229.pdf

Anda mungkin juga menyukai