Anda di halaman 1dari 12

REFERAT POST TEST

IMPETIGO BULOSA

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik


senior (KKS) di bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM.
Djoelham Binjai

Disusun Oleh:

RANDY SUTANTO

102118192

Pembimbing :

dr. Hj. Hervina,Sp.KK

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD.Dr.R.M. DJOELHAM BINJAI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji dansyukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan bimbingannya sehingga refarat ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam

Kepanitraan Klinik Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR.RM Djoelham

Binjai, Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga hendak mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya atas bantuan dari pembimbing yaitu dr. Hj. Hervina, Sp.KK

berupa bimbingannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan

laporan kasus ini yang berjudul “Impetigo Bulosa”.

Penulis berharap refarat ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan

tentang Impetigo Bulosa. Dengan menyadari masih banyaknya kekurangan

dalam penyusunan ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Binjai, September 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

KATA PENGATAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

2.1 Definisi.......................................................................................................2

2.2 Etiologi.......................................................................................................2

2.3 Epidemiologi..............................................................................................2

2.4 Faktor Resiko..............................................................................................3

2.5 Diagnosa......................................................................................................3

2.6 Patogenesis..................................................................................................5

2.7 Patofisiologi................................................................................................5

2.8 Diagnosa Banding ......................................................................................6

2.9 Penatalaksanaan..........................................................................................7

2.10 Edukasi .....................................................................................................8

2.11 Komplikasi................................................................................................9

2.12 Prognosis ..................................................................................................9

2.13 Profesionalisme.........................................................................................9

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................10

DAFTAR PUSTAK

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan

epidermis kulit. Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan

robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary

infection) dari pediculosis, skabies, infeksi jamur dan pada insect bites.1

Pioderma adalah infeksi pada epidermis, tepat di bawah stratum korneum

atau pada folikel rambut, oleh bakteri patogen yang sering disertai sekret purulen.

Bakteri patogen tersering yang merupakan penyebab pioderma adalah

Staphylococcus aureus maupun Streptococcus hemoliticus grup A.2

Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini antara lain kurangnya

higiene, daya tahan tubuh menuru, dan kekurangan gizi. 3 Impetigo bulosa sering

menyerang di negara yang sedang berkembang dan negara yang beriklim tropis.4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Impetigo adalah  infeksi permukaan kulit, di mana penyakit ini merupakan

salah satu bentuk pioderma. Impetigo bulosa ditandai dengan benjolan berisi

cairan.3

1
Pioderma adalah infeksi pada epidermis, tepat di bawah stratum korneum

atau pada folikel rambut, oleh bakteri patogen yang sering disertai sekret purulen.2

2.2. Etiologi

Bakteri patogen tersering yang merupakan penyebab pioderma adalah

Staphylococcus sp, meskipun dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus

maupun Streptococcus hemoliticus grup A.2

2.3. Epidemiologi

Impetigo bulosa sering terjadi di negara dengan pendapatan yang rendah

dan dalam kelompok kecil di negara yang berkembang. Penyebaran sering terjadi

di daerah dengan suhu yang panas dan lembab, akses air bersih yang kurang dan

tempat tinggal yang padat.4 Penyakit ini juga sering menyerang pada anak - anak

dan orang dewasa. Daerah yang sering terinfeksi yaitu pada bagian dada,

punggung dan lipatan di badan.5

2.4 Faktor Resiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaaan penyakit ini antara lain:

a. Usia

b. Tempat tinggal yang padat

c. Cuaca yang hangat dan lembab

d. Adanya kerusakan kulit

e. Kebersihan diri yang buruk

f. Anemia dan malnutrisi

2
g. Imunodefisiensi3

2.5. Diagnosa

2.5.1 Anamnesa

Keluhan timbul lepuhan mendadak pada kulit yang dengan cepat

membesar menjadi benjolan berisi cairan. Awalnya cairan berwarna jernih

kemudian menjadi keabu - abuan dan akhirnya menjadi kuning gelap seperti

nanah.3

2.5.2 Pemeriksaan Dermatologi

Terlihat bula dengan dinding tebal atau tipis, miliar hingga

lentikular, kulit sekitarnya kadang menunjukan hipopion.3

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran histopatologi

Pada epidermis tampak vesikel subkornea berisi sel radang.

Pada dermis tampak sebukan sel radang dan pelebaran ujung

pembuluh darah. Diambil langsung dari cairan vesikel atau

bula untuk mencari kuman.3

2.6. Patogenesis

Adanya defek imun, misalnya ekskoriasi superfisial, infeksi jamur pada

sela jari kaki, pembedahan, trauma, luka bakar, kateter intravaskular, akan

meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Peran respon pejamu tidak selalu dapat

diandalkan. Pada pasien imunodefisiensi dan pasien granulomatosa kronik,

3
netrofil tidak dapat menghancurkan Staphylococcus aureus dan terjadi

peningkatan kolonisasi bakteri sehingga infeksi bakteri penghasil toksin

meningkat. Toksin ekfoliatif (ETs) terdiri atas ETA dan ETB. ETs adalah protease

sering yang berikatan dengan molekul sel adesi desmoglein-1 pada epidermis dan

memecah epidermis sehingga sel kehilangan daya adesinya. Biasanya

epidermolisis terjadi di antara stratum spinosum dan granulosum sehingga lepuh

yang timbul berdinding tipis dan kendur dengan tanda Nickolsky positif. ETA

menyebabkan impetigo bulosa.5

2.7. Patofisiologi

Beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya pioderma adalah gigitan

serangga, trauma lokal, kelainan kulit (terutama dermatitis atopik), higiene buruk,

suhu dan kelembaban tinggi, usia pasien, riwayat pemakaian antibiotik, dan

pemukiman padat. Penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan individu

terinfeksi.

Toksin ekfoliatif (ETs) terdiri atas ETA dan ETB. ETs adalah protease

sering yang berikatan dengan molekul sel adesi desmoglein-1 pada epidermis dan

memecah epidermis sehingga sel kehilangan daya adesinya. Biasanya

epidermolisis terjadi di antara stratum spinosum dan granulosum sehingga lepuh

yang timbul berdinding tipis dan kendur dengan tanda Nickolsky positif. Lesi

timbul di kulit setelah sekitar 11 hari.2

4
2.8. Diagnosa Banding

2.8.1 Varicela

Infeksi akut primer oleh virus varisela zooster yang menyerang

kulit dan mukosa.Gejala klinis dimulai dengan gejala prodromal kemudian

disusul dengan timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang

berubah menjadi vesikel yang khas mirip tetesan embuun (dew drops).

Vesikel berubah menjadi keruh menyerupai pustul dan kemudian mejadi

krusta.6

2.8.2 Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis yang terjadi karena terjadinya sensitasi terhadap suatu

bahan atau penyebab alergen. Pada stadium akut dimulai dengan bercak

eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti papulovesikel, vesikel atau

bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan menyebabkan erosi dan eksudasi.7

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Non Farmakologi

Tatalaksana non farmakologi dari impetigo bullosa yaitu mencuci bersih

daerah lesi dengan dengan sabun dan air mengalir.

2.9.2 Farmakologi

5
Tatalaksana farmakologi pada pasien impetigo bulosa memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan

kekambuhan :

 Pasien diberikan obat topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai
profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas
disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari
selama 7-10 hari.
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal
dari Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu
menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat
isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus
Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar
Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk
pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan
Streptococcus pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat
sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan
kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin
topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat
defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif
melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi.

6
 Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi
yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari
untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.
bakteri superfisial kulit seperti impetigo.8

2.10 Edukasi

Pasien menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Menindak lanjuti jika terdapat luka dan mencuci area kulit yang terkena untuk
mencegah infeksi. Mengurangi kontak dekat dengan penderita. Mencuci pakaian,
kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan peralatan harian
bersama-sama. Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.8

7
2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat impetigo bulosa adalah selulitis,

sepsis, limfangitis, limfadenitis, bakteremia, dan post streptococcal

glomerulonephritis (PSGN). PSGN adalah komplikasi yang serius dan lebih

sering timbul pada infeksi yang disebabkan oleh streptococcus.5

2.12 Prognosis

Prognosis baik dengan atau tanpa komplikasi.3

2.13 Profesionalisme

 Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian obat dan

dosis yang tepat.

 Rujuk kepada dokter spesialis kulit dan kelamin jika terjadi komplikasi,

tidak sembuh pengobatan dan terdapat penyakit sistemik.

8
BAB III

KESIMPULAN

Impetigo bulosa ditandai dengan benjolan berisi cairan. Sering terjadi di

negara dengan pendapatan yang rendah dan dalam kelompok kecil di negara yang

berkembang. Penyebaran sering terjadi di daerah dengan suhu yang panas dan

lembab, akses air bersih yang kurang dan tempat tinggal yang padat. Bakteri

patogen tersering yang merupakan penyebab pioderma adalah Staphylococcus

aureus, meskipun dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus maupun

Streptococcus hemoliticus grup A.

Tatalaksana farmakologi pada pasien impetigo bulosa memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan

kekambuhan. Pasien diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada

wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai

profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas

disekolah atau tempat lainnya. Prognosis baik dengan atau tanpa komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai