Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

DERMATITIS ATOPI

Disusun Oleh :

M Imam Mahdi N

2012730059

Pembimbing:

Dr. H. Dindin Budhi Rahayu, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RSUD SAYANG CIANJUR

2017
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AM

Nama orang tuan : Tn. R

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 7 bulan

Alamat : Kp lowikadu Rt 02/03, Ds Gunung sari, kec Sukanagara,


kab cianjur

Agama : Islam

I. ANAMNESIS / ALLOANAMNESA

A. Keluhan Utama

Terdapat bercak dan bintik-bintik kemerahan pada wajah, lipatan ketiak, punggung,
dan dada.

B. Keluhan Tambahan

Gatal-gatal pada tempat lesi.

C. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien dibawa oleh ibunya ke Rumah Sakit dengan keluhan terdapat bercak dan
bintik-bintik kemerahan pada wajah, lipatan ketiak, punggung, dan dada sejak 1
minggu yang lalu. Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai gatal karena pasien
terlihat sering menggaruk sehingga kulit sekitarnya menjadi luka. Pasien juga mudah
gatal bila berkeringat. Keluhan saat ini merupakan yang ke-5 kalinya. Biasanya, saat
keluhan muncul pasien dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas dan diberi salep
serta puyer dan keluhan berkurang.

1 minggu yang lalu keluhan yang sama muncul kembali, dan 3 hari yang lalu pasien
sudah diobati dengan salep dan obat puyer yang sama oleh dokter puskesmas, tetapi
keluhan dirasakan tidak banyak ada perubahan, sehingga pasien dibawa ke Rumah
Sakit oleh ibunya.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak 2 bulan yang lalu sebanyak
5 kali.

Riwayat rhinitis alergi disangkal, asma disangkal, riwayat urtikaria disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut ibu pasien, keluarga besar dari ayah maupun ibu pasien belum pernah ada
yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien saat ini.

Riwayat rhinitis alergi disangkal, asma disangkal, riwayat urtikaria disangkal.

F. Riwayat Alergi

Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap telur dan susu sapi, dan sudah diganti
dengan susu kedelai.

Alergi obat-obatan disangkal, riwayat debu dan cuaca dingin disangkal.


PEMERIKSAAN

A. Status Generalikus

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Tekanan Darah : (-)

4. Nadi : 96x/menit

5. Pernafasan : 24x/menit

6. Suhu : 37,0oC

B. Status Dermatologikus

1. Regio / letak lesi : Wajah, lipat ketiak, dan punggung

2. Efloresensi : Primer papul, vesikel, eritema,


hiperpigmentasi.

Sekunder krusta

3. Sifat efloresensi :

Ukuran :

- Papul, vesikel dan pustul milier sampai lentikuler

- Eritema lentikuler

Susunan/bentuk :

-Papul ,vesikel dan pustule tidak teratur, diatas eritema.

-Eritema tidak teratur dasar dari vesikel, papul dan pustule

Penyebaran dan lokasi :

-Papul, Vesikel dan pustule sirkumskrip, generalisata, bilateral

-Eritema sirkumskrip, generallisata, bilateral

4. Pembengkakan KGB : tidak ada

5. Tes yang dilakukan : tidak ada


II. RESUME

An.AS, perempuan, usia 3 tahun. Dibawa oleh ibunya dengan keluhan terdapat bercak
dan bintik-bintik kemerahan yang disertai rasa gatal pada pada wajah, lipatan ketiak,
punggung, dan dada, dan sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak 2 bulan yang
lalu sebanyak 5 kali. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap telur dan susu sapi, dan
mudah gatal bila berkeringat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.

Status dermatologikus :

Pada regio wajah: Plak Eritematosa, Likenifikasi, Ekskoriasi

Pada regio lipatan ketiak: Sebagian Eritema dan sebagian lainnya hiperpigmentasi,
papulo-vesikel.

Pada regio punggung: Sebagian Eritema dan sebagian lainnya hiperpigmentasi, papulo-
vesikel.

III. DIAGNOSIS

A. Diagnosis Banding
- Dermatitis Atopi + scabies
- Dermatitis Atopi
- Skabies

B. Diagnosis Kerja
- Dermatitis atopi + skabies
IV. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa

Hindari makanan yang dapat menyebabkan keluhan bertambah seperti makan

telur dan susu sapi

Hindari memakai pakaian yang tebal dan tidak menyerap keringat

Mengobati keluhan gatal yang sama pada semua anggota keluarga yang

mengalami keluhan yang serupa

Medikamentosa

Topikal :

Permetrin (skabimite)

Hidrokortison 1%

Sistemik : Cetirizine sirup 1x1/2 cth

V. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

Quo ad sanationam : dubia et bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Dermatitis atopic (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh

faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,

vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi atau

alergi, faktor psikologik, atrau akibat bahan kimia atau iritan.

II.2. Epidemiologi

Dermatitis atopic (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama diseluruh

dunia dengan pravalensi pada anak-anak 10-20% dan pravalensi pada orang dewasa 1-3%.

Dermatitis atopic lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 1,5:1.

Dermatitis atopic sering dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis

atopic). Empat puluh lima persen kasus dermatitis atopic pada anak pertama kali muncul

dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu tahun pertama, dan 85% kasusu

muncul pertama kali sebelum usia 5 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat

dewasa (late onset dermatitis atopic), dan pasien ini dalam jumlah besar tidak ada tanda-

tanda sensitisasi yang dimediasi oleh IgE.

II.3. Etiopatogenesis

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya

diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat
ditegakan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal,

yang disalurkan lewat syaraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya

diteruskan ke thalamus kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan,

superficial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan

berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian pathogenesis DA dapat dijelaskan

secara imunologik dan nonimunologik.

a) Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya

seperti asma bronchial, rhinitis alergi, atau dermatitis atopi. Sebagian besar

anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan

eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan

berat akan berlanjut dengan asma dan /atau rhinitis alergika di kemudian

hari, dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu

penyakit atopi.
b) Faktor non imunologis
Faktor non imunololgis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain

adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan

kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan

bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan

menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan

rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal

akan mengakibatkan rasa gatal.


c) Faktor-faktor pencetus
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge

(DBPCFC), hamper 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat

mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayio dan anak dengan

alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar
IgE spesifik positif terhadap berbagai macam makanan. Walaupun

demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti

bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena

itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap

makanan tersebut untuk menetukan kepastiannya.


Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat

dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau

lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terihat pada alergi tungau debu

rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%

penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR

dibandingkan hanya 42% pada penderita asma. Perlu juga diperhatikan

bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh allergen hirup lainnya seperti

bulu binatang rumah tangga, jamur, atau ragweed di negara-negara

dengan 4 musim.
Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit

oleh kuman umumnya Sthapylococcus aureus, virus dan jamur.

Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah

koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat

infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang

bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T,

yang selanjutnya melepaskan histamine. Oleh karena itu penderita DA

dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhdap

kuman stafilokokus dan steroid topikal.

II.4. Manifestasi klinis


Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopic, yaitu bentuk infantile, bentuk anak, dan

bentuk dewasa.
a) Bentuk infantile (2 bulan 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah

muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekskremitas. Bentuk ini

berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada

bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada

bayi sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah

vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang

infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok membuat bayi

gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita

dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.

b) Bentuk anak (3 11 tahun)


Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantile, walaupun

diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit

kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah

fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.


c) Bentuk remaja dan dewasa (12 30 tahun)

DA bentuk dewasa terjadi pada usia 20 tahun. Umumnya berlokasi di

daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan eksremitas. Lesi

berbentuk dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.

II.5. Diagnosis

Hanfin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagaidasar

untuk menegakan diagnosis DA. Mereka mengajukan berbagai macam criteria yang dibagi

dalam criteria mayor dan criteria minor. Dermatitis atopic dikenal sebagai gatal yang

menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada

kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada pengamatan lesi di muka dan punggung
bukan diakibatkan garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum

mempunyai mekanisme gatal-garuk.

Kriteria diagnosis dermatitis atopic dari Hanfin dan Lobitz, 1977

Kriteria mayor (>3)

Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas

Dewasa : Likenifikasi fleksura

Bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor

Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria minor (>3)

Xerosis

Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus H.simpleks)

Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

Iktiosis/hiperlinearis Palmaris/keratosis pilaris

Ptriasis alba

Dermatitis di papilla mame

White dermatografism dan delayed blanched response

Keilitis

Lipatan infra orbital Dennie Morgan

Konjungtivitis berulang

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Orbita menjadi gelap

Muka pucat dan eritema

Gatal bila berkeringat

Intolerans perifolikular

Hipersensitif terhadap makanan


Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi

Tes alergi kulit tipe dadakan positif

Kadaqr IgE dalam serum meningkat

Awitan pada usia dini

Untuk mendiagnosis dermatitis atopic harus ada kriteria mayor 3 dan kriteria minor 3

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :

Tiga kriteria mayor berupa

Riwayat atopi pada keluarga

Dermatitis di muka atau ekstensor

Pruritus

Ditambah tiga kriteria minor :

Xerosis/iktosis/hiperliniaris Palmaris

Aksentuasi perifolikular

Fisura belakang telinga

Skuama di skalp kronis

Kriteria William untuk dermatitis atopic

I Harus ada :

Kulit yang gagal ( atau tanda garukan pada anak kecil)

II Ditambah 3 atau lebih tanda berikut :

Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian anterior dorsum pedis atau
seputar leher (termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun)

Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak < 4tahun pada generasi-1

dalam keluarga

Riwayat kulit kering sepanjang tahun

Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak < 4 tahun

Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun

II.6. Pemeriksaan penunjang

1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan

terhadap kulit.

2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokontriksi kulit yang tampak

sebagai garis pucat selama satu jam.

3. Uji kulit dan IgE RAST

Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,

namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST

(spesifikterhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran

diet sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk

4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans

Hasil penelitian adanya sel IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme

respon imun tipe I pada dermatitis atopic, adanya pajanan terhadap allergen

luar dan peran IgE di kulit.

5. Jumlah eosinofil

Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya

seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemuakn pada keadaan

yang kronis.
6. Faktor imunogenik HLA

Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai faktor

predisposisi intrinsic pasien atopic. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor.

Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga didapat ikut berperan pada

timbulnya dermatitis atopik.

7. Kultur dan resistensi

Mengingat adanya kolonisasi Staphylococus aureus pada kulit pasien atopic

terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan

resistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopic yang rekalsitran terutama di

rumah sakit kota besar.

II.7. Diagnosa Banding

1. Dermatitis seboroik

Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang

mengenai kulit kepala, pipi,badan,eksremitas dan diaper area.

2. Dermatitis kontak

Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan

erosif.

3. Dermatitis numularis

Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau

lebih, timbul pada kulit yang kering.

4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti

mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan

lutut, kulit kepala dan daerah genital.

5. Skabies

Diagnosis ditegakan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari,

distribusi lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa

adanya burrow dan adanya kutu pada pemeriksaan mikroskopik.

6. Dermatitis herptiformis

Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa

vesikel, terusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.

II.8. Penatalaksanaan dermatitis atopik

A. Umum

Berbagai fdaktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu,

karena itu perlu indentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.

Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (detergen, alcohol, astringen,

pemutih,dll)

Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembapan tinggi.

Menghidarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat

Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA

Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti

menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.

Menghindarkan stress emosi


Mengobati rasa gatal

B. Khusus

1. Pengobatan Topikal

a. Hidrasi kulit

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik

dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeable terhadap

mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat

digunakan anatar lain cream hidrofilik 10%, pelembab yang

mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari

5%.Pemakaian pelembab beberapa kali sehari setelah mandi

b. Kortikosteroid

Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus

berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak.

Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa

dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi

pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol,

kortikosteroid diaplikasikan intermitten umumnya dua kali seminggu.

c. Imunomodular topikal.

1) Takrolimus

Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk

salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun dan dewasa 0,03% dan

0,1%.

2) Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomudolator

golongan makrolatum.Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi

1% 2 kali sehari.

3) Preparat ter

Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit.

Sediaan dalam bentuk salaphdrofilik.

d. Antihistamin

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat

menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian cream doxepin 5%

dalam jangka pendekdapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.

2. Pengobatan Sistemik

a. Kortikosteroid

Hanya dipakai untuk mengendalikan DA ekserbasi akut. Digunakan

dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling.

b. Antihistamin

Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti

histaminharus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit

sistemik, aktifitas penderita dll.Pada kasus sulit dapat diberikan

doxepin hidroklorid 10-75mg/oral/2x sehari.

c. H1 dan H2

1) Anti infeksi
Pemberian antibiotiuka berkaitan dengan ditemukannya

peningkatan koloni S.aureus pada penderita DA. Dapat diberi

ertitromisin atau kaltromisin.Bila ada infeksi virusdapat diberi

asiklovir 3x 400mg/hari selama 10 hari atau 4x 200mg/hari

untuk 10 hari.

2) Interferon

INF y bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dari

proliferasi sel TH1.

3) Siklosporin

Adalah suatu imonosupresif kuat terutama bekerja pada sel T

akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang

akan menghambat Calcineurin sehingga transkripsi sitokin

ditekan.Dosis 5mg/kg/BBoral, diberikan dalam waktu singkat,

bila obat diberhentikan umumnya penyakit kambuh kembali.,

4) Terapi sinar (phototerrapy)

Dipakai untuk terapi DA yang berat.Terapi menggunakan sinar

ultraviolet B atau kombinasi Ultra violet A bekerja pada SL.

5) Antimetabolit

Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang

digunakan sebagai imunosupresan pada transplantasi organ,

telah pula digunakan dalam terapi penyakit kulit inflmasi.

6) Probiotik
Pemberian probiotik saat perinatal menunjukan penurunan

insidensi DA pada anak berisiko selam 2 tahun pertama

kehidupan.

II.9. Prognosis

Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial.Faktor yang berhubungan

dengan prognosis kurang baik, adalah :

DA yang luas pada anak

Menderita rhinitis alergika dan asma bronkiale

Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya

Awitan DA pada usia muda

Anak tunggal

Kadar IgE serum tinggi

Diperkirakan 30-35% penderita DA infantile akan berkembang menjadi asma

bronkiale dan hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat

dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.


BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis atopik adalah salah satu dari sepuluh besar penyakit yang sering terjadi,

karenanya perlu pemahaman yang lebih mendalam. Selain karena dermatitis atopic dapat

menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan

memberat sampai usia dewasa.

Dalam penegakan diagnosisnya, dermatitis atopi tidaklah terlalu sulit namun tidak

juga mudah. Karena kadang gejala dan wujud kelainan kulitnya tidak khas. Namun kita

selaku dokter perlu mengetahui dan memahaminya, sehingga diharapkan mampu

mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat terhadap pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi


atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai kortikosteroid pada
penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006.
2. Djuanda, adi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 1999.
3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC, Jakarta, 2004.
4. Judarwanto, widodo dr. Dermatitis atopik. Childrens Allergy Clinic. http//www.
childrenallergyclinic. Wordpress. Com.
5. Barnes. 2008. Asthma and COPD basic mechanisms and clinical management, 2nd
ed. Academic Press.
6. Corwin, Elizabeth J. 1997. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
7. Daili, Emmy S. Sjamsoe; Menaldi, Sri Linuwih; Wisnu, I Made. 2009. Panduan
Bergambar Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Kulit Dan Kelamin Fkui/Rsupn Cipto Mangunkusumo. PT MEDICAL
MULTIMEDIA INDONESIA. Jakarta Pusat
8. Judarwato, Widodo. 2010. Allergy testing. Children Allergy Center Information
Education Network.

9. Hanifin JM, Rajka G. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Dem Venereol
1980;92:44.

10. Spergel & Schneider, 1999. Atopic dermatitis. The Internet Journal of Asthma,
Allergy and Immunology 1:

11. Leung DY et al. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest 2004;113:651.

Anda mungkin juga menyukai