Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER
(PENDEKATAN DIAGNOSIS SECARA KLINIS)

DisusunOleh :
Stella Abigail
1261050130

Dokter Pembimbing :
dr. Stanley Setiawan, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


PERIODE 8 MEI – 3 JUNI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
HERPES ZOSTER

(PENDEKATAN DIAGNOSIS SECARA KLINIS)

Stella Abigail

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang kadang di
dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial
menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang
dipersarafinya.

Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah: pajanan VVZ


sebelumnya (cacar air, vaksinasi),usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum
tulang atau organ, keganasan, terapi steroid
jangka panjang, stres psikologis, trauma dan tindakan pembedahan.

Varicella-zoster virus (VZV) adalah herpes virus yang merupakan penyebab


dari 2 penyakit berbeda yaitu varicella (juga dikenal cacar air) dan herpes zoster (juga
dikenal sebagai shingles/cacar ular/cacar api/dompo). Virus varicella adalah virus
DNA, berselubung/berenvelop, dan berdiameter 80-120 nm. Virus mengkode kurang
lebih 70-80 protein, salah satunya ensim thymidine kinase yang rentan terhadap obat
antivirus karena memfosforilasi acyclovir sehingga dapat menghambat replikasi DNA
virus. Virus menginfeksi sel Human diploid fibroblast in vitro, sel limfosit T
teraktivasi, sel epitel dan sel epidermal in vivo untuk replikasi produktif, serta sel
neuron. Virus varicella dapat membentuk sel sinsitia dan menyebar secara langsung
dari sel ke sel.

Infeksi primer dengan VZV atau varicella pada umumnya ringan, merupakan
penyakit self-limited yang biasanya ditemukan pada anak-anak ditandai dengan
demam ringan dan disertai vesikel berisi cairan yang gatal pada seluruh tubuh.
Sesudah infeksi primer varicella, VZV menetap dan laten dalam akar ganglion
sensoris dorsalis. Sesudah beberapa dekade, virus neurotropik ini dapat Zoster
ditandai dengan erupsi vesikel unilateral yang nyeri, khas nya mengikuti dermatom
saraf sensorik .
Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel epitel dan
limfosit di orofaring dan saluran nafas atas atau pada konjungtiva, kemudian limfosit
terinfeksi akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk kekulit melalui sel
endotel pembuluh darah dan menyebar ke sel epitel menyebabkan ruam vesikel
varicella. Penularan dapat terjadi melalui kontak lesi di kulit. Lesi vesikular akan
berubah menjadi pustular setelah infiltrasi sel radang. Selanjutnya lesi akan terbuka
dan kering membentuk krusta, umumnya sembuh tanpa bekas. Waktu dari pertama
kali kontak dengan VZV sampai muncul gejala klinis adalah 10-21 hari, rata-rata 14
hari. Setelah infeksi primer, virus akan menginfeksi secara laten neuron ganglia
cranial dan dorsal.

DIAGNOSIS KLINIS
Gejala Prod romal
Berlangsung 1-5 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada daerah
dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam waktu yang bervariasi.
Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau sebagai serangan
yang hilang timbul. Keluhan bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri
tekan, hiperestesi sampai rasa ditusuk-tusuk.Selain nyeri, dapat didahului dengan
cegukan atau sendawa. Gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia, other flu like
sympthom yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit timbul. Kadangkadang
terjadi limfadenopati regional

Erupsi kulit
o Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dibatasi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.
o Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan
dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pustul yang akan meng ering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 2-3
minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri segmental juga
menghilang.
o Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ketiga dan kadang-kadang sampai hari
ketujuh.
o Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar)
o Erupsi umumnya disertai nyeri (60-90% kasus)
Variasi klinis
o Pada beberapa kasus nyeri segmental tidak diikuti erupsi kulit, disebut zoster sine
herpete.
o Herpes zoster abortif : bila perjalanan penyakit berlangsung singkat dan kelainan
kulit hanya berupa vesikel dan eritema.
o Herpes zoster oftalmikus : menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi
kulit sebatas mata sampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila
mengenai anak cabang nasosilaris (adanya vesikel pada puncak hidung yang dikenal
sebagai tanda Hutchinson, sampai dengan kantus medialis) harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata.
o Sindrom Ramsay-Hunt : di liang telinga luar atau membrana timpani, disertai
paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan
lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut sebagai akibat virus menyerang
nervus fasialis dan
nervus auditorius.
o Herpes zoster aberans : Herpes Zoster disertai vesikel minimal 10 buah yang
melewati garis tengah.
o Herpes zoster pada imunokompromais : perjalanan penyakit dan manifestasi
klinisnya berubah, seringkali rekuren, berlangsung lebih lama (lebih dari 6 minggu),
cenderung kronik persisten, menyebar ke alat-alat dalam terutama paru, hati, dan
otak. Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit lebih berat (bula hemoragik,
hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas (aberans/
multidermatom/diseminata), lebih nyeri, dan komplikasi lebih sering terjadi.
o Herpes zoster pada ibu hamil : ringan, kemungkinan terjadi komplikasi sangat
jarang. Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil dengan HZ juga sangat
kecil. Karena alasan tersebut, HZ pada kehamilan tidak diterapi dengan antiviral.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran klinis yang meragukan.
 Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat multi
nucleated giant sel)
 Identifikasi antigen/ asam nukleat VVZ dengan metode PCR

DIAGNOSIS BANDING
Stadium praerupsi : nyeri akut segmental sulit dibedakan dengan nyeri yang timbul
karena penyakit sistemik sesuai dengan lokasi anatomik
Stadium erupsi : herpes simpleks zosteriformis, dermatitis kontak iritan, dermatitis
venenata, penyakit Duhring, luka bakar, autoinokulasi vaksinia, infeksi bakterial
setempat.

KOMPLIKASI KUTANEUS
o Infeksi sekunder : dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan
parut (selulitis ,impetigo dll)
o Gangren superfisialis menunjukkan HZ yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut

KOMPLIKASI NEUROLOGIS
o Neuralgia paska herpes (NPH) : nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3
bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar 10-40% dari
kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara
fungsional. dan psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan
(terbakar, nyeri, berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu
stimulus seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll).
Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat) ; nyeri prodromal lebih lama atau
lebih hebat; erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau intensitas
nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di daerah oftalmik, ansietas, depresi,
kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes. Walaupun mendapat terapi antivirus,
NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ, dan sering kali refrakter terhadap
pengobatan, walau pengobatan sudah optimal, 40 % tetap merasa nyeri.
o Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor neuropati (defisit
motorik), stroke, dan bell’s palsy
C. KOMPLIKASI MATA
o Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ Oftalmikus, terjadi
pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan, nyeri
menetap lama, dan/atau luka parut.
o Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis, episkleritis, skleritis,
koroiditis, neuritis optika, retinitis, retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.
D. KOMPLIKASI THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi pada THT
yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di
ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi
HZ di liang telinga luar atau membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri,
gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan
tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.
E. VISERAL
o Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.
o Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi misalnya
hepatitis, miokarditis, pericarditis, artitis.

Terapi
Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi
pada :
o usia > 50 thn
o dengan risiko terjadinya NPH
o HZO / sindrom Ramsay Hunt / HZ servikal / HZ sakral
o imunokompromais, diseminata/ generalisata, dengan komplikasi
o anak-anak, usia < 50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral bila
disertai: risiko terjadinya NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt, imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi.
Pengobatan Antivirus :
o Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7-10hari atau
o Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB/hari
o Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
o Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus :
 Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul
lesi baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.
 Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir
 intravena 10 mg/kgBB, 3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan
dalam 100 cc NaCl 0,9% dan diberikan tetes selama satu jam.
 Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
 Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polineuritis, dan
keterlibatan SSP dikombinasikan dengan kortikosteroid walaupun
keuntungannya belum dievaluasi secara sistematis

Pengobatan Antivirus pada pasien imunokompromais


o Asiklovir dewasa : 4-5 x 800 mg/hari atau
o Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/hari pada highly imunocompromais, multi
semental/diseminata
o Valasiklovir untuk dewasa : 3 x 1 gram/hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa : 3 x 500 mg/hari.
o Pada kasus yang hebat selain pemberian IV acyclovir ditambahkan Interferon Alpha
2a
o Acyclovir resisten diberi Foscarnet
o Pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi supresi terutama bila gejala klinik
belum menghilang : berikan acyclovir 2 x 400 mg perhari atau Valacyclovir 500 mg
perhari.

o Peningkatan sistem imun


1. Pemberian imunomodulator seperti interferon
2. Pemberian Isoprinosine

o Suportif sel Jaringan mencegah stress jaringan dan apoptosis:


1. Anti oksidan
2. Memperbaiki protein dan karbohidrat
Catatan : lama pemberian antiviral sampai stadium krustasi

Dosis Asiklovir anak


< 12 tahun : 30 mg/kgBB 7 hari
> 12 tahun : 60 mg/kgBB 7 hari

Analgetik :
o Nyeri ringan: parasetamol/NSAID
o Nyeri sedang sampai berat: kombinasi opioid ringan (tramadol, kodein)

Pengobatan topikal
o Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih
o Hindari antibiotik topikal kecuali ada infeksi sekunder
o Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril/ losiokalamin
o Asiklovir topikal tidak efektif

Terapi suportif
• Istirahat, makan cukup
• Jangan digaruk
• Pakaian longgar
• Tetap mandi

TERAPI NPH
• Tujuan : agar pasien dapat segera melakukan aktivitas sehari-hari.
• Terapi farmakologik lini pertama: masuk dalam kategori medium to high efficacy,
good strength of evidence, low level of side effect
• Terapi non-farmakologik : masuk dalam kategori reports of benefit limited

Terapi NPH (Nonfarmakologik)


 Neuroaugmentif
o Counter iritation
o Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
o Stimulasi deep brain
o Akupunktur
o Low intensity laser therapy
 Neurosurgikal
 Psikososial

INDIKASI RAWAT
 Penderita HZ yang luas sampai mengganggu keadaan umum (tidak dapat
makan atau minum)
 HZO/HZ dengan komplikasi
 HZ Imunokompromais yang multi segmental atau di seminata

RUJUKAN
 Bila tidak tersedia terapi nonfarmakologis dirujuk ke neurologi
 HZ oftalmik : rujuk ke dokter mata
 Sindrom Ramsay-Hunt: rujuk ke dokter THT
 HZ dengan komplikasi: rujuk ke spesialis sesuai dengan organ yang terkena
 Bila eruspi kulit tidak menyembuh sesuai dengan waktunya, rujuk
(kemungkinan resisten dengan asiklovir)

PENCEGAHAN
Metode pencegahan dapat berupa:
 Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi.
Misalnya, asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita
leukemia yang akan melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x
200 mg/hari, dimulai 7 hari sebelum transplantasi sampai 15 hari sesudah
transplantasi.
 Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan
(Zostavax®), sering diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah
terjadinya penyakit, meringankan beban penyakit, serta menurunkan
terjadinya komplikasi NPH.

KASUS
Seorang Bapak laki - laki, berinisial L usia 57 tahun, seorang
pegawai, beralamat di Kampung Jembatan RT 04 no 28, Cawang, Jakarta Timur
dikonsulkan ke bagian kulit dan kelamin pada tanggal 10 Mei 2017 dengan keluhan
terdapat terdapat keropeng tebal berwarna kehitaman dan kekuningan dengan disertai
borok dan luka di daerah dahi dan mata kiri sejak 2 minggu lalu. Keluhan dirasakan
nyeri serta panas seperti terbakar. Pasien mengaku 1 bulan belakangan sedang banyak
pikiran. Awalnya keluhan berupa demam dan bintik-bintik kemerahan yang kemudian
berubah menjadi lenting-lenting lepuh berisi cairan dan nanah.

Kemudian nanah tersebut pecah dan membentuk luka dan keropeng. Tiga hari
lalu pasien mengeluh tidak dapat membuka matanya. Pasien juga mengeluh matanya
jadi sering berair. Pengelihatan pasien masih baik, keluhan pusing berputar dan
telinga berdenging disangkal oleh pasien.
Pasien menggunakan obat cina untuk mengurangi keluhan, obat yang
digunakan berbentuk serbuk berwarna hijau, dioleskan di luka setiap malam. Pasien
mengaku lesi menjadi cepat kering namun lecet bertambah. Pasien juga tidak mandi 2
minggu ini, namun keluhan tidak kunjung membaik.

Pasien baru kali ini mengalami hal seperti ini, namun pasien pernah mengalami
cacar air saat masih SD. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit lain dan
tidak pernah dioperasi sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Anggota keluarga pasien di rumah tidak
ada yang memiliki keluhan serupa. Keluarga pasien juga tidak pernah mengalami
keluhan serupa dan tidak ada riwayat alergi.
Keadaan umum pasien baik, status gizi kesan cukup, kesadaran kompos
mentis, dan tanda vital dalam batas normal. Hasil pemeriksaan dermatologis
didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang, rambut kepala dan alis tampak hitam,
pada regio frontalis sinistra dan ophtalmica sinistra terdapat krusta tebal
hiperpigmentasi dan kekuningan dengan dasar eritem disertai ekskoriasi. Di regio
nasalis superior terdapat ekskoriasi sebesar 1 cm x 0,5 cm. Pada regio peri orbita
sinistra terdapat ulkus berukuran 3 cm x 2 cm dengan batas tidak tegas, tepi tidak rata
, dasar bersih, dinding tidak bergaung, yang dikelilingi krusta kehitaman.

PEMBAHASAN
Herpes Zoster merupakan penyakit infeksi karena reaktivasi dari virus
varicela. Kejadian Herpes Zoster meningkat seiring bertambahnya usia, terutama
pada usia di atas 50 tahun.
Pendekatan diagnosis sementara pada kasus ini dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pasien ini adalah seorang
laki - laki berusia 57 tahun, berkulit sawo matang, datang dengan keluhan krusta
hiperpigmentasi dengan dasar eritem di daerah dahi kiri sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit disertai nyeri serta panas seperti terbakar.
Pasien sempat mengalami stres psikologis sebelum mengalami keluhan. Herpes
Zoster lebih sering terjadi pada usia lanjut dengan faktor resiko seperti stres
psikologis, keadaan imunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS,
transplantasi sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang,
trauma dan tindakan pembedahan. Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat terjadi pada
golongan umur dan ras manapun, tetapi tidak terdapat riwayat kontak dengan bahan
iritan pada pasien. Pada Impetigo krustosa terdapat faktor resiko hygiene yang
kurang, tetapi pasien mulai tidak mandi ketika keluhan sudah muncul, pasien
biasanya mandi 2x sehari. Selain itu pasien tidak memiliki penyakit lain di kulit
sebelumnya dan tidak mengalami penurunan daya tahan tubuh.

Krusta hiperpigmentasi dengan dasar eritem yang dikeluhkan pasien hanya


terdapat di daerah dahi kiri saja, tidak terdapat di bagian tubuh lain dan lesi tidak
melewati garis medial fasial. Tahap akhir herpes zoster juga merupakan krusta dengan
lokasi yang mengikuti dermatom. Pioderma juga memiliki tempat predileksi di wajah,
namun biasanya di daerah orificium. Dermatitis Kontak Iritan juga memberikan
gambaran asimetris, namun tempat predileksi di daerah yang terkena zat iritan.

Keluhan lain yang dinyatakan pasien yaitu nyeri di daerah lesi dan
pasien tidak dapat membuka matanya. Kemungkinan terjadinya komplikasi
Neuralgia Pasca Herpes Zoster meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Karena lokasi lesi di daerah oftalmikus, dapat terjadi perlengketan antar konjungtiva
superior dan inferior mata sehingga mata tidak dapat dibuka

Pendekatan diagnosis sementara secara klinis pada kasus ini adalah Herpes
Zoster ophtalmicus sinistra karena pada kasus ini terdapat keluhan berupa demam dan
bintik-bintik kemerahan yang kemudian berubah menjadi berisi cairan dan nanah.
Kemudian nanah tersebut pecah dan menjadi krusta hiperpigmentasi dengan dasar
eritem di daerah dahi kiri yang disertai rasa nyeri dan terbakar.
Dermatitis Kontak Iritan merupakan reaksi imunologis kulit terhadap gesekan
atau paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit.Kelainan kulit yang terjadi
dapat sangat beragam

Impetigo krustosa merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi


bakteri yang menyerang epidermis. Penyakit ini ditandai adanya kumpulan cairan
yang sudah mengering berwarna kuning kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus betahemolitikus. Pada orang
dewasa, impetigo sering terjadi pada mereka yang tinggal bersama dalam satu
kelompok. Kurangnya kebersihan dan malnutrisi dapat mempermudah terjangkitnya
penyakit ini

RANGKUMAN
Dilaporkan satu kasus herpes zoster ophtalmikus sinistra pada seorang laki –
laki berusia 57 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat sakit
cacar air, perjalanan penyakit dari makula, vesikel, pustul, krusta serta rasa nyeri
seperti terbakar dan tidak dapat membuka mata, manifestasi klinis dengan gambaran
tebal hiperpigmentasi dan kekuningan dengan dasar eritem disertai ekskoriasi di regio
ophtalmica sinistra dan frontalis sinistra.
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramano K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi ke-
7. Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015 :
110-2
2. Brauer J. Varicella Zoster. Dalam: Zuckerman AJ, Banatvala.Principles and
practice of clinical virology, edisi keenam.London: John willey & Sons Ltd,
2009;;133-56
3. Lee Goldman and Andrew I Schafer, Goldman’s Cecil Medicine,24th Edition,
383, 2128-2131, 2012
4. Twersky JI, Schmader K. Herpes Zoster. Dalam: Halter JB,Ouslander JG, Tinetti
ME, High KP, Asthana S. penyunting.Hazzard’s Geriatric Medicine and
Gerontology. Edisi ke-6. Milan: McGraw-Hill;; 2009.h.1565-75.

Anda mungkin juga menyukai