Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

VERUKA VULGARIS

Pembimbing:
dr. Sylvia Marfianti, Sp.KK
oleh :
Rio Firdaus Nur Fathonie 18710011
M. Septian Feri Irawan 18710099

LAB/SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD DR. MOH. SALEH


PROBOLINGGO

FAKULTAS KEDOKTERAN WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Veruka vulgaris, juga dikenal sebagai kutil umum, adalah pertumbuhan kulit jinak yang
disebabkan oleh infeksi virus pada kulit yaitu Human Papiloma Virus (HPV), yang merupakan
virus beruntai ganda dan melingkar. Veruka vulgaris (kutil) merupakan kasus yang banyak
dijumpai di kalangan masyarakat. Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada
dewasa dan orang tua (Djuanda, 2009). Infeksi HPV merupakan hal umum dan sebagian besar
manusia pernah mengalaminya. Manifestasi paling umum dari infeksi HPV adalah veruka
vulgaris (Dalimunthe, 2016). Sebagian cenderung menginfeksi daerah alat kelamin atau anus,
menimbulkan kutil genital, sedangkan yang lain mengkolonisasi jari dan tangan, menimbulkan
kutil biasa. Kutil ditularkan melalui kontak kulit ke kulit sedangkan kutil genital dianggap
sebagai penyakit menular seksual. Virus HPV penyebab veruka vulgaris ini tidak memberikan
gejala akut, namun pertumbuhan lesinya bersifat perlahan dan menyebabkan perluasan fokal
daripada sel epitel. Lesi dapat diam dalam periode subklinis dalam waktu yang lama atau tumbuh
menjadi sebuah massa yang secara awam dikenal sebagai kutil (Saraswati, 2013).
Berdasarkan penelitian, 3-20% anak sekolah memiliki kutil (veruka), dari 1000 anak yang
berusia di bawah 16 tahun yang mendatangi rumah sakit di Cambrige, United Kingdom pada
tahun 1950-an terdapat 70% anak yang menderita veruka vulgaris, 24% plantar warts, 3,5%
plane warts, 2% filiform warts dan 0,5% menderita anogenital warts. Masa inkubasi dapat
bervariasi dari beberapa minggu hingga lebih dari satu tahun. Timbulnya veruka dapat terjadi
setelah 20 bulan terinfeksi (Sterling, 2004). Veruka vulgaris merupakan gambaran infeksi HPV
yang paling umum, terdapat paling banyak pada usia 5-20 tahun dan hanya 15% yang terdapat
pada usia di atas 35 tahun. Data nasional prevalensi di Indonesia belum diketahui. Di negara
negara dengan layanan medis yang sangat maju, tingkat rujukan kutil ke klinik dermatologi
sudah sangat meningkat dalam 50 tahun terakhir. Namun, untuk common wart, belum ada data
yang cukup untuk menilai apakah ini mencerminkan peningkatan sejati dalam angka kejadian
atau peningkatan permintaan untuk pengobatan saja (Jonathan, 2015).
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya veruka vulgaris adalah
penggunaan tempat pemandian umum, trauma, dan seseorang dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Sampai saat ini, belum ada data pasti mengenai prevalensi penyakit ini, hal ini
disebabkan tidak semua pasien dengan veruka datang untuk mencari bantuan tenaga medis,
karena sifat daripada lesi itu sendiri yang tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari dan
terkadang dapat sembuh sendiri seiring berjalannya waktu. Namun lesi ini juga dapat menyebar
ke bagian tubuh lain, sering mengalami rekurensi, serta menimbulkan bekas berupa jaringan
parut. Terapi yang dilakukan tidaklah bertujuan untuk menghilangkan etiologi penyebab, namun
lebih bersifat kosmetik (Saraswati, 2013).
Penatalaksanaan dan terapi pada veruka vulgaris disesuaikan dengan lokasi tubuh yang
terkena, usia pasien, status imun pasien, derajat ketidaknyamanan baik secara fisik maupun
emosional dan jika ada terapi sebelumnya. Veruka vulgaris yang muncul pada anak tidak
memerlukan pengobatan khusus karena biasanya dapat regresi sendiri. Krioterapi merupakan
pilihan utama untuk hampir semua veruka vulgaris. veruka seharusnya dibekukan secara adekuat
dimana dalam waktu 1-2 hari akan timbul lepuh sehingga akan menjadi lebih lunak. Idealnya
pengobatan dilakukan setiap 2 atau 3 pekan sampai lepuh terkelupas. Komplikasi dari krioterapi
diantaranya terjadinya hipopigmentasi dan timbul jaringan parut (skar). Asam salisilat 12-26%
dengan atau tanpa asam laktat efektif untuk pengobatan veruka vulgaris dimana efikasinya
sebanding dengan krioterapi. Efek keratolitik asam salisilat mampu membantu mengurangi
ketebalan veruka dan menstimulasi respon inflamasi (Janik, 2008).
Veruka vulgaris termasuk penyakit yang banyak ditemui di Indonesia, tetapi masyarakat
tidak banyak yang melakukan pengobatan sampai benar benar mengganggu aktivitasnya, maka
dari itu kami tertarik untuk membuat veruka vulgaris sebagai laporan kasus kami.
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. I
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan :-
Alamat : Jalan Angguran Jaya I/145 RT 1 RW 16 Kebonsari Kulon
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tgl.pemeriksaan : 17-08-2018
No. RM : 231482

2.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : Kutil ditangan kanan dan kiri


Riwayat penyakit sekarang :
Pasien Anak perempuan berusia 14 tahun datang ke RSUD Probolinggo dengan keluhan
kutil ditangan kanan dan kirinya sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya timbul satu ditangan kanan
saja, kemudian menyebar ke tangan kiri. Kutil tersebut awalnya kecil dan semakin lama semakin
membesar. Kutil dirasakan tidak gatal, tidak ada nyeri tetapi terasa nyeri bila di tekan.
Sebelumnya pasien belum pernah berobat, dan pasien tidak memiliki riwayat terhadap
alergi obat dan asma.
Kutil pernah di beri cuka sebanyak 4 kali, di gosok dengan sabun dan juga di tusuk.
Riwayat penyakit dahulu:
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti ini.
2.3 STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : Tangan kanan dan kiri


Distribusi : Tersebar
Efloresensi : Tampak papul berwarna abu-abu multipel dengan ukuran bervariasi
kurang dari 0,5cm, batas tegas dengan permukaaan kasar

2.4 DIAGNOSIS BANDING


- Veruka Vulgaris
- Moluskum Kontagiosum

2.5 PEMERIKSAAN LAB/PENUNJANG


- Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.6 DIAGNOSIS KERJA


- Veruka Vulgaris

2.7 PENATALAKSANAAN
- Elektrokauterisasi dan kuretase
2.8 SARAN
- Menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan
- Menghindari kontak langsung dengan penderita yang sama
- Jangan ditusuk tusuk dengan benda tajam lagi

2.9 PROGNOSIS
- Penyakit ini dapat disembuhkan walaupun termasuk penyakit residif
BAB III

PEMBAHASAN

Veruka atau yang lebih dikenal dengan “kutil” merupakan ploriferasi jinak pada kulit dan
mukosa yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV). HVP merupakan virus
DNA yang terdiri lebih dari 100 tipe (Janik, 2008). Dapat menyerang kulit dan mukosa
ekstremitas, genital serta mukosa laring dan mulut. Virus ini tidak menunjukkan gejala dan tanda
yang akut melainkan terjadi secara lambat serta adanya ekspansi fokal dari sel epitel. Walaupun
bersifat jinak, tetapi beberapa tipe HPV dapat bertransformasi menjadi neoplasma. Bentuk klinis
yang ditimbulkan bermacam-macam, yaitu veruka vulgaris (common warts), veruka plana (flat
warts), veruka plantaris (plantar warts), genital warts. Selain itu, HPV dapat menyebabkan
penyakit yang disebut epidermodysplasia verruciformis (James, 2008).

Veruka vulgaris merupakan gambaran infeksi HPV yang paling umum, terdapat paling
banyak pada usia 5-20 tahun dan hanya 15% yang terdapat pada usia di atas 35 tahun. Data
nasional prevalensi di Indonesia belum diketahui. Di negara negara dengan layanan medis yang
sangat maju, tingkat rujukan kutil ke klinik dermatologi sudah sangat meningkat dalam 50 tahun
terakhir (Jonathan, 2015).

Munculnya infeksi HPV dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk lokasi lesi,
jumlah dari virus yang menginfeksi, frekuensi kontak dan status imun seseorang. Pengaruh imun
dan genetik yang rentan terhadap infeksi HPV belum dapat dimengerti sepenuhnya. Penelitian
infeksi papilloma virus pada hewan, dimana resistensi terhadap ancaman virus berhubungan
dengan adanya neutralizing anti-capsid antibodies dan serum atau immunoglobulin G dari hewan
yang resisten dapat menimbulkan proteksi melalui transfer pasif. Infeksi HPV terjadi melalui
inokulasi virus ke dalam epidermis yang viable yaitu melalui defek pada epitelium. Veruka dapat
menyebar baik dengan kontak langsung ataupun tak langsung. Dapat melalui kulit yang trauma,
abrasi maupun maserasi kulit merupakan predisposisi untuk inokulasi virus ini (Janik, 2008).

Tempat predileksi veruka vulgaris terutama di ekstremitas bagian ekstensor dan tempat
yang sering terjadi trauma seperti tangan, jari, dan lutut. Pemeriksaan klinis menunjukkan papul
padat verukosa, keratotik, dengan ukuran beberapa mm sampai dengan 1 cm, dan bila
berkonfluensi, dapat menjadi lebih besar. Biasanya asimtomatik, tetapi dapat nyeri bila tumbuh
di palmar atau plantar dan merusak kuku bila tumbuh pada lipatan atau bawah kuku. Pada anak-
anak, dapat di wajah dan leher (Handoko, 2010). Veruka vulgaris pada tangan dan kaki
disebabkan oleh HPV tipe 1, 2, 4, 27, 57, dan 19. Gambaran klinis veruka vulgaris berupa papul
dengan ukuran bervariasi, hiperkeratosis dengan permukaan filiformis, berbatas tegas, dan
tampak red or brown dots yang merupakan ciri khas dari penyakit ini (Jonathan, 2015). Pada
kasus pasien ini, pasien datang dengan keluhan kutil di kedua telapak tangan. Kutil ini timbul
sejak ± 2 tahun yang lalu. Kutil ini terasa nyeri apabila di tekan.

Veruka memiliki beberapa bentuk klinis, yaitu (Handoko, 2010):

 Veruka vulgaris: Tampak berupa tonjolan berupa papul seperti kembang kol yang
terutama sering terdapat pada ekstrimitas bagian ekstensor, terutama pada tangan,
walaupun penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh termasuk mukosa mulut dan
hidung. Lesi yang nampak bentuknya bulat berwana abu-abu, besarnya lentikular
atau jika berkonfluensi berbentuk plakat, dengan permukaan yang kasar (verukosa).
bila dilakukan goresan, dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena
koubner). Veruka vulgaris dapat tampak menyebar, berkelompok atau timbul di
sekitar kuku. Dapat pula ditemukan indukkutil yang suatu saat akan menimbulkan
anak-anak kutil dalam jumlah yang banyak.
 Veruka viliformis: Merupakan varian dari veruka vulgaris yang terdapat pada daerah
wajah dan kulit kepala.Lesi nampak sebagai penonjolan yang tegak lurus pada
permukaan kulit denganpermukaannya yang verukosa.
 Veruka plana juvenilis: Lesi yang tampak memiliki permukaan yang licin dan rata,
berwarna sama dengan warnakulit atau agak kecoklatan. Penyebarannya terdapat
pada daerah wajah dan leher, dorsummanus dan pedis, pergelangan tangan serta
lutut. juga terdapat fenomena kÖbner dantermasuk penyakit yang sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Jumlah kutil dapat sangatbanyak. terutama pada anak dan usia
muda, walaupun juga terdapat pada orang tua.
 Veruka plantaris: Lesi terdapat pada telapak kaki, terutama pada daerah yang banyak
mengalamipenekanan. bentuknya berupa cincin yang keras, dengan bagian tengah
yang agak lunakdan berwarna kekuning-kuningan. permukaannya licin karena
gesekan dan menimbulkannyeri pada waktu berjalan, yang disebabkan oleh
penekanan massa yang terdapat padadaerah tengah cincin. Bila beberapa veruka
bersatu dapat timbul gambaran seperti mozaik.
 Veruka akuminatum: Lebih dikenal dengan nama kondyloma akuminata. Predileksi
umumnya pada daerahgenital. tidak nyeri dan bentuk lesi yang nampak dapat datar
maupun seperti jengger ayamtergantung pada tipe HPV yang menginfeksi.

Pada pasien ini, awalnya terdapat satu kutil kecil pada telapak tangan kanan. Karena
merasa terganggu, pasien mencoba menusukkan jarum pada kutil tersebut. Hal ini
mengakibatkan beberapa hari kemudian timbulah kutil-kutil berukuran kecil yang bertambah
banyak dan menyebar ke telapak tangan kiri. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan
adanya papul berwarna abu-abu multipel dengan ukuran bervariasi kurang dari 0,5 cm berbatas
tegas dengan permukaan kasar.
Dari beberapa gejala yang di alami pasien dan didukung dengan pemeriksaan fisik, maka
kami mendiagnosis pasien ini sebagai Veruka Vulgaris. Namun pada pasien ini didapatkan pula
beberapa diagnosis banding yaitu:
 Moluskum Kontagiosum
Moluskum kontagiosum adalah infeksi virus DNA genus Molluscipox. Pada individu
sehat dapat sembuh spotan setelah beberapa bulan. Namun kadang menetap sampai 2
bulan atau lebih. Meskipun sesungguhnya tidak diperlukan terapi, tetapi terapi dengan
intervensi dapt mengurangi kemungkinan terjadinya autoinokulasi dan memutus rantai
penularan. Berbagai jenis terapi topikal telah digunakan, termasuk radiasi dan tindakan
bedah kulit. Sebagian terapi meninggalkan bekas hiperpigmentasi pasca inflamasi.
Lokasi penyakit ini yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan, dan ekstremitas (jarang
di telapak tangan dan kaki), sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan
genitalia eksterna. Kelainan kulit berupa papul berbentuk bulat mirip kubah, berukuran
miliar sampai lentikular dan berwarna putih dan berkilat seperti lilin. Papul tersebut
setelah beberapa lama membesar kemudian di tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika
dipijat akan tampak keluar massa yang berwarna putih mirip butiran nasi. Kadang-
kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
Veruka Vulgaris Moluskum Kontagiosum
Penyebab HPV Virus DNA genus
Molluscipox
Gejala Papul – Nodul Verukosa, nyeri Papul kubah dan berkilat serta
terdapat lekukan (delle)
Penularan Kontak langsung dan tidak langsung Kontak langsung dan tidak
langsung
Predileksi Bagian tubuh yang sering mengalami Wajah, leher, ketiak, badan,
trauma (sering telapak tangan dan dan ekstremitas (jarang
telapak kaki) telapak tangan dan telapak
kaki)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis Veruka


Vulgaris adalah dengan cara bipsi kulit untuk mendapatkan gambaran histopatologis. Pada
gambaran histopatologis akan didapatkan hiperkeratosis, parakeratosis, papilomatosis dan
akantosis (Handoko, 2010). Pada pasien ini kami tidak melakukan pemeriksaan penunjang.
Penanganan veruka vulgaris dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan salep topikal,
bedah beku dan elektrokauterasi (Saraswati, 2013).
 Salep salisil 50% dengan plester
Dapat diberikan salep salisil dengan plester yang dilubangi bagian tengahnya untuk
melindungi kulit sekitarnya. setelah diberikan salep lalu ditutup dengan plester lain
diatasnya. lakukan pergantian dalam satu kali sehari. setelah 1-2 minggu biasanya
lesi akan menjadi putih dan lembek sehingga mudah dilepas.
 Krioterapi dengan nitrogen cair
Krioterapi (bedah beku) dengan nitrogen cair digunakan pada kutil yang tidak
berhasildiobati dengan obat olesan. Bisa dengan menggunakan peralatan sederhana
denganbenang katun yang dililitkan sekitar ujung lidi sebesar tangkai jeruk. Alat ini
dimasukkan ke dalam nitrogen cair kemudian ditutulkan pada kutil sampai kutil dan
kulit sekitar yangmengelilinginya membeku.
 Elektrokauter dan kuretase
Setelah diberikan anastesi lokal dengan lidokain, letakkan jarum listrik pada puncak
lesi dan tahan hingga jaringan mulai agak menggelembung. Selanjutnya lesi dapat
diangkat dengan kuretasi.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan
elektrokauter dan kuretasi.
Saran untuk pasien ini yaitu menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan, menghindari
kontak langsung dengan teman yang memiliki sakit seperti ini dan juga hindari untuk melakukan
kegiatan yang membuat bagian tubuh terluka.
Prognosis untuk pasien yaitu Penyakit ini dapat disembuhkan walaupun termasuk
penyakit residif.
DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, Dina Arwina. Siregar, Tanjung. 2016. Lama Waktu Penyembuhan Berkorelasi
dengan Karakteristik Pasien pada Pengobatan Veruka Vulgaris dengan Pengolesan
Larutan Fenol 80%. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. 28. No. 1

Djuanda, Adhi, Prof.dr; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam; Balai Penerbit
FKUI; Jakarta 2009.
Handoko RP. 2010. Penyakit virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi ke-6). Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

James WD. 2008. Berger TG, Elston DM. Viral disease. Diseases of the skin. Ed 10.

Janik MP, Heffernan MP. 2008. Warts. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Ed 7. Vol 2.

Jonathan, Julian. 2015. Profil Veruka Vulgaris Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari – Desember 2012. Jurnal e-Clinic. Vol. 3,
No. 2.

Saraswati, Ni Made Gita. 2013. Seorang Penderita Dengan Veruka Vulgaris Rekuren.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali.

Sterling JC. 2004. Virus infection. Rook’s Text Book Of Dermatology. Ed 7. Vol 4.

Anda mungkin juga menyukai