Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

VIRAL EXENTHEME

Nama : Agnes Dua Nurak

Nim : 11.2016.303

Pembimbing : dr. Dewi, SpA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RSUD Koja, Jakarta

Periode 27 November 2017 – 3 Februari 2018

Referat: Viral Exentheme Page 1


PENDAHULUAN
Eksantema adalah erupsi kulit yang sejenis, luas atau generalisata dengan
perkembangan yang dinamis. Penyakit eksantema biasanya berhubungan dengan infeksi,
virus, bakteri, toksin dan proses imun, tapi juga dapat disebabkan oleh paparan obat.
Penyebab tersering dari penyakit eksantema adalah infeksi virus.
Eksantema virus adalah erupsi kulit yang timbul sebagai tanda dari sebuah infeksi akut
yang disebabkan oleh virus.1 Penyakit yang disebabkan oleh virus eksantema merupakan
penyakit yang umum terjadi di Indonesia. Jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh virus ini
cukup banyak., contohnya adalah cacar air, campak, rubella dan sebagainya dengan gejala
yang hampir mirip satu sama lain.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit yang disebabkan oleh eksantema virus masih
kurang sehingga ketika anak-anak terkena suatu penyakit golongan ini sering salah mengerti
dengan menduga bahwa itu bukan penyakit akibat eksantema virus melainkan penyakit lain.
Misalnya kalau terkena cacar air akan timbul ruam, masyarakat mengira terkena alergi biasa.
Selain itu jenis-jenis penyakit akibat eksantema virus cukup banyak. Penyakit eksantema
merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak terutama pada awal masa
perkembangan seorang anak. Walaupun penyakit eksantema sering memberikan gambaran
klinis yang mirip satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap penyakit eksantema
memiliki karakteristik klinis yang khas sehingga kita harus dapat membedakan satu penyakit
eksantema dengan yang lain.

Referat: Viral Exentheme Page 2


PEMBAHASAN
DEFINISI
Kata eksantema berasal dari bahasa Yunani, dari kata exanthema, yang berarti pecah
atau pisah dan anthos, yang berarti bunga yang sedang berkembang. Penyakit eksantema
adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai erupsi difus pada kulit yang berhubungan
dengan penyakit sistemik yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Penyebab penyakit
eksantema sebagian besar adalah virus dan bentuk morfologik yang mirip satu sama lain
membuat kita sulit menentukan etiologi berdasarkan klinis.1
Viral exentheme adalah erupsi kulit yang timbul sebagai tanda dari sebuah infeksi akut
yang disebabkan oleh virus. Viral exentheme pada umumnya berkaitan dengan penyakit yang
dapat sembuh dengan sendirinya. Terdapat banyak virus yang dikatakan dapat menyebabkan
eksantema, baik yang diketahui maupun yang belum diketahui.
Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel akibat invasi organisme patogen,
produksi toksin oleh organisme, dan respons imun pejamu. 2 Pada awal abad ke 20 yaitu pada
era pra vaksinasi, klasifikasi penyakit eksantema didasarkan pada urutan kejadian dalam
masa perkembangan anak. Campak (measles/rubeola/morbili) disebut sebagai first disease,
demam skarlet (scarlet fever) sebagai second disease, rubela (German measles) sebagai third
disease, forth disease digambarkan oleh Duke tapi tidak dianggap sebagai golongan tersendiri
karena bermanifestasi seperti demam skarlet dan rubela, eritema infeksiosa sebagai fifth
disease dan roseola infantum sebagai sixth disease. Klasifikasi ini sekarang tidak digunakan
lagi karena telah ditemukan lebih dari 50 organisme (virus, bakteri, riketsia) penyebab
penyakit eksantema pada anak.3
Klasifikasi penyakit eksantema akut pada anak:2
Gambaran eritema makulopapular. Gambaran erupsi papulovesikular
Campak Infeksi varisela zoster
- Campak atipik - Variola
- Rubela - Eksema herpetikum

- Scarlet fever - Eksema vaksinatum


- Infeksi virus coxsackie
- Staphylococcal scalded skin syndrome
- Campak atipik
(SSSS)
- Rickettsialpox
- Staphylococcal toxic shock syndrome
- Impetigo
- Meningococcemia
- Gigitan serangga

Referat: Viral Exentheme Page 3


- Tifus dan tick fever - Urtikaria papular
- Toksoplasmosis - Erupsi obat

- Infeksi sitomegalovirus - Moluskum kontagiosum


- Dermatitis herpetiformis
- Eritema infeksiosum
- Roseola infantum
- Infeksi enterovirus
- Infeksi mononukleosis
- Eritema toksik
- Erupsi obat
- Sunburn
- Miliaria
- Mucocutaneus lymph node’s

ETIOLOGI
Penyebab penyakit eksantema sebagian besar adalah virus dan bentuk morfologik yang
mirip satu sama lain membuat kita sulit menentukan etiologi berdasarkan klinis.3, Karena
penyakit virus bersifat ringan dan self limited, etiologi spesifik tidak begitu diperlukan. Pada
kasus tertentu diagnosis etiologik yang spesifik sangat diperlukan yaitu pada kasus eksantema
yang timbul selama masa kehamilan, kasus imunokompromais, dan pada keadaan epidemi. Di
lain pihak pembedaan etiologik antara penyebab bakteri dan riketsia penting dilakukan
karena pengobatannya berbeda, terutama yang bersifat fatal.3

EPIDEMIOLOGI
Hasil survai di Indonesia terhadap kesehatan anak menunjukkan bahwa 42,8%-96%
anak yang termasuk kelompok 0-4 tahun masih mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh eksantema virus.4
Campak tersebar dan masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia,
dengan 30-40 juta kasus dan 530.000 kematian pada tahun 2003. Risiko kematian meningkat
pada negara-negara berkembang, dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh komplikasi
dari penyakit ini.4
Sebelum dikembangkannya vaksin campak, epidemi campak terjadi setiap 2-5 tahun
selama bulan-bulan musim dingin dan musim semi pada anak-anak yang berusia 5-9 tahun.
Keberhasilan program imunisasi pada negara-negara berkembang juga mencegah munculnya
wabah kembali (outbreak) dan menurunkan angka kecacatan (morbiditas) dan kematian

Referat: Viral Exentheme Page 4


(mortalitas) terkait campak. Di negara berkembang, campak merupakan penyebab utama
kematian bayi (infant).2,4
Virus Rubella mempunyai distribusi luas di seluruh dunia dengan ledakan wabah yang
paling sering terjadi pada akhir bulan-bulan musim dingin dan awal musim semi. Anak usia
sekolah, remaja, dan dewasa muda paling sering menderita infeksi ini. Epidemi umumnya
terjadi pada negara berkembang, terutama bila vaksin Rubella tidak tersedia.
Di negara barat kejadian varisela terutama meningkat pada musim dingin dan awal
musim semi, sedangkan di Indonesia virus menyerang pada musim peralihan antara musim
panas ke musim hujan atau sebaliknya Namun varisela dapat menjadi penyakit musiman jika
terjadi penularan dari seorang penderita yang tinggal di populasi padat, ataupun menyebar di
dalam satu sekolah.2
Varisela terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak usia 5-9 tahun.
Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak terjangkit setelah terjadi
penularan. Varisela menular melalui sekret saluran pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak
dengan lesi cairan vesikel, pustula, dan secara transplasental.. 4
Peningkatan insidensi terjadinya zoster berhubungan dengan umur. Reaktivasi ini
dipercaya akibat imunitas tubuh individu yang menurun terhadap VZV yang laten. Perbedaan
ras juga mempengaruhi, insidensi Zoster pada ras Afrika-Amerika hanya setengah dari yang
dilaporkan terjadi pada ras kulit putih. Anak-anak dengan degenerasi maligna (limfoma, akut
limfositik leukemia) dan AIDS memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
zoster.5

DIAGNOSTIK
Pada umumnya pendekatan diagnostik yang dilakukan adalah dengan mengenali pola
perjalanan klinik yang khas, misalnya anamnesis yang teliti tentang lama waktu sakit, gejala
klinis penderita, urutan munculnya gejala dan pola klinik ruam misalnya timbulnya ruam,
dimana, kapan, distribusinya, ada tidaknya rasa gatal, dimensi waktu hubungan antara ruam
dan panas, serta obat-obatan, baik oral maupun topical. Ruam makulopapular akut yang
terjadi pada anak biasanya berhubungan dengan infeksi virus. Umur penderita dapat menjadi
alat untuk mempersempit kemungkinan diagnosis banding. Penyakit ruam kulit yang disertai
panas, biasanya karena infeksi, terutama bila disertai dengan gejala sistemik yang lain, harus
mendapat perhatian khusus karena potensial menimbulkan wabah.1,3,5
Pemeriksaan klinik jenis ruam sangat penting pada demam dan ruam kulit: makula
adalah ruam yang ditandai oleh perubahan warna kulit tanpa elevasi maupun depresi, papula

Referat: Viral Exentheme Page 5


disertai elevasi permukaan kulit, nodul melibatkan proses di kulit lebih dalam, yang
membedakannya dilakukan dengan palpasi, plak yaitu penggabungan papula-papula, pustula
yaitu mengandung cairan, vesikula yaitu mengandung cairan dengan diameter < 0.5 cm dan
bulla yang diameternya > 0.5 cm.5 Adanya kelainan yang bersifat sistemik, seperti tanda
vital, adenopathy, pembesaran hepar dan lien, tanda dan gejala susunan syaraf mempunyai
poin sangat penting selain juga tingkat kegawatan klinik penderita.
Pemeriksaan laboratorium demam dan ruam umumnya tidak tersedia dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pemeriksaan darah lengkap, termasuk hitung jenis,
laju endap darah, faal hati dan pemeriksaan kultur darah maupun urine diperlukan. Pada
umumnya para klinisi melakukan pengelompokan penyakit berdasar jenis ruam, adanya
ruam, anamnesis dan pola klinik ruam yang disertai panas.
Ruam makulopapular adalah kelompok penyakit dengan ruam makulopapular yang
terdistribusi central, dimana ruam mulai muncul dari daerah kepala, leher kemudian
menyebar keseluruh tubuh/menyebar ke perifer, umumnya berkaitan dengan penyakit
campak, rubella, roseola/exanthema subitum atau ruam yang berhubungan dengan obat.
Kelompok penyakit dengan ruam makulopapular yang terdistribusi perifer, dimana predileksi
ruamnya ada di telapak tangan, telapak kaki, lutut dan siku misalnya meningococcemia,
Rocky Mountain spotted fever, dengue fever, yang awalnya tampil dengan ruam
makulopapular, sebelum akhirnya menjadi ruam petekhiae, harus segera dikenali agar
tatalaksana tidak terlambat dan fatal.
Ruam petekie: ada 3 penyakit penting yaitu meningococcemia, Rocky Mountain
spotted fever dan dengue fever. Ruam ini juga didapatkan pada infeksi virus coxsackie A9,
echovirus 9, cytomegalovirus, atypical measles, viral haemorrhagic fever baik yang
disebabkan oleh arbovirus maupun arenavirus.3 Beberapa infeksi bakteri seperti
staphylococcemia, disseminated gonococcal dan thrombotic thrombocytopenic purpura juga
menunjukkan gejala yang sama.
Ruam erythema dengan desquamasi, terdapat pada Scarlet fever, toxic shock syndrome,
scalded skin syndrome yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sindroma Kawasaki,
juga sering didapatkan pada infeksi Streptococcus viridan, toxic epidermal necrolysis dan
reaksi graft versus host.4
Ruam vesicobulous – pustule, didapatkan pada infeksi virus herpes varicella-zoster juga
pada infeksi kuman Staphylococcus dan gonococcemia. Pada penderita dengan
immunocompromised perlu diingat infeksi disseminated herpes simplex virus.

Referat: Viral Exentheme Page 6


Ruam nodul terdapat pada Erythema nodosum yaitu penyakit dengan ruam nodul,
berupa proses inflamasi akut, yang melibatkan proses immunologi pada panniculus adiposus.
Nodule tersebut terasa nyeri. Lesi banyak dijumpai pada ekstremitas bawah, lutut dan lengan.
Penyebabnya adalah idiopathic, sebesar 40 %, sisanya oleh karena infeksi misalnya karena
beta-hemolytic streptococcus, Mycobacterium atau sebab non infeksi misalnya reaksi
terhadap sulfonamide , oral kontrasepsi atau Sarcoidosis.3
Beberapa akhli menggunakan cara pengelompokan yang berbeda misalnya dengan
melihat ada tidaknya ruam ditelapak tangan dan telapak kaki, perjalanan penyakit atau ukuran
lesi yang ada.
Berikut akan dibahas mengenai penyakit-penyakit eksantema virus yang paling sering
terjadi.

Campak / Measles
Penyakit infeksi akut yang disebabkan virus campak, dengan gejala berupa ruam pada
kulit dan aktivasi jaringan retikuloendotelial. Etiologi penyakit ini adalah virus Campak,
genus Morbillivirus, family Paramyxoviridae. Virus campak, tergabung dalam family
Paramyxoviridae merupakan virus heat-labile (tidak tahan panas) dengan inti RNA dan
kapsul lipoprotein terluar.2 Campak menular melalui kontak langsung atau kontak udara
dengan droplet infeksius. Periode inkubasi umumnya berlangsung selama 8-12 hari, dimulai
pasien telah tertular 1-2 hari sebelum onset gejala hingga 4 hari setelah kemunculan ruam
kulit.3 Baik imunitas humoral maupun imunitas yang diperantarai sel berperan penting untuk
mengontrol infeksi virus campak. Antibodi imunoglobulin M (IgM) terdeteksi lebih awal
dibandingkan dengan munculnya onset gejala, diikuti dengan peningkatan titer IgG spesifik
campak. Respons imunitas humoral mengontrol replikasi virus dan memberikan proteksi
antibodi, sedangkan respons imunitas yang diperantarai oleh sel mengeliminasi sel-sel yang
terinfeksi. Imunosupresi sementara terjadi selama infeksi virus campak, menyebabkan
depresi hipersensitivitas tipe lambat dan jumlah sel T dan peningkatan risiko infeksi bakteri.4
Proses ini menciptakan imunitas jangka panjang terhadap campak yang belum terlalu
dimengerti, namun diduga karena adanya respons lemah sel T helper terhadap virus.
Perjalanan klinik diawali dengan infeksi epitel saluran napas bagian inkubasi umumnya
berlangsung selama 8-12 hari oleh virus, menyebar ke kelenjar limfa regional bersama
makrofag. Setelah mengalami replikasi dikelenjar limfa regional, virus dilepas kedalam aliran
darah, terjadilah viremia pertama. Sampailah virus ke sistem reticuloendothelial dan disusul
dengan proses replikasi. Viremia yang kedua akan mengantar virus sampai ke multiple tissue

Referat: Viral Exentheme Page 7


site terjadilah proses infeksi di endotelium pembuluh darah, epitelium saluran napas dan
saluran cerna. Virus menempel pada reseptor virus campak pada tempat tertentu, misalnya
pada lapisan lendir saluran nafas, sel otak dan usus.5
Masa penularan 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi.
Setelah inkubasi selama 8-12 hari dalam 24 jam kemudian munculah gejala coryza/pilek,
conjungtivitis/radang mata dan cough/batuk sebagai gejala periode prodromal. Semua gejala
diatas makin hari makin memberat, mencapai puncaknya pada periode erupsi, saat mulai
muncul ruam pada hari ke 4 sakit..4
Diagnosis klinis campak umumnya ditegakkan dengan munculnya ruam karakteristik
sebagai gejala prodromal yang dapat menyerupai penyakit seperti influenza. Campak yang
tidak menimbulkan komplikasi merupakan self-limited disease, yang berlangsung selama 10-
12 hari.3 Malnutrisi, imunosupresi, kesehatan yang buruk dan perawatan suportif yang tidak
adekuat dapat memperburuk prognosis pada pasien. Erupsi dimulai dari belakang telinga dan
perbatasan rambut kepala kemudian menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan
pada hari ke- 3 eksantema. Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit,
terletak pada mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul
warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa. Bercak Koplik
merupakan tanda patognomonik campak, dimulai dengan makula kecil dan merah yang
memiliki bintik biru keputihan berukuran 1-2 mm di dalamya. Bercak ini umumnya terlihat
pada mukosa pipi (buccal) di dekat gigi geraham (molar) kedua 1-2 hari sebelum dan hilang
pada 2 hari setelah gejala ruam muncul.3,5
Gejala panas, cough, coryza dan conjungtivitis pada hari ke 4 akan disusul dengan
keluarnya ruam eritromakulopapuler dengan perjalanan dan penyebaran yang khas, sehingga
diagnosis klinik mudah dikenali. Periode konvalesens ditandai dengan tersebarnya ruam pada
seluruh tubuh, yang disertai turunnya temperatur tubuh secara lisis. Panas pada penyakit
campak bersifat “ stepwise increase “, yang puncak panasnya terjadi pada hari ke 5 sakit, dan
pada hari ke 6 sakit, bila ruam sudah tersebar pada seluruh tubuh, panas akan menurun dan
kondisi klinik akan membaik.2,4 Coryza awalnya bersin-bersin, disusul dengan hidung buntu,
disertai ingus yang mukopurulen, menjadi makin berat saat ruam mulai muncul, akan tetapi
segera hilang pada waktu temperatur normal, yaitu pada saat ruam sudah menyebar keseluruh
tubuh. Conjungtivitis dimulai dengan adanya “ conjunctival injection “ dari palpebra bawah,
disusul dengan peradangan pada conjungtiva, edema palpebra, peningkatan lakrimasi dan
photopobia.1,5 Pada penderita anak dengan malnutrisi yang disertai defisiensi vitamin A,
manifestasi klinik conjungtivitis tampil lebih berat dan dapat terjadi keratitis, infeksi kornea,

Referat: Viral Exentheme Page 8


ulcus kornea, yang apabila tidak tertangani secara benar dapat berakibat kebutaan. Batuk
yang timbulnya pada periode prodromal, makin hari makin memberat, mencapai puncaknya
pada saat erupsi keluar. Gejala batuk ini bertahan agak lama, bahkan ada yang berlangsung
sampai beberapa minggu, terutama yang disertai dengan bronkopneumonia.
Ruam penyakit campak adalah eritromaculopapular, muncul 3 -4 hari panas, mulai dari
perbatasan rambut kepala, dahi, belakang telinga, kemudian menyebar ke muka, leher, tubuh,
ektremitas atas, terus kebawah, dan mencapai ujung kaki pada hari ke 3 ruam muncul.
Setelah ruam sudah menyebar keseluruh tubuh, maka ruam awal akan mengabur, disusul
dengan munculnya hiperpigmentasi dan desquamasi. Urutan lokasi terjadinya fade–
hiperpigmentasi–desquamasi, sama dengan urutan lokasi terjadinya ruam eritro
maculopapular. Gejala lain yang dapat dijumpai pada penyakit campak adalah,
gastroenteritis, lympadenopathy generalisata, laryngotracheitis, bronchitis dan pneumonitis
dan pada anak dengan malnutisi dapat disertai pneumothorax spontan, protein losing
enteropathy dan gizi buruk atau aktivasi dari proses tuberkulosis.4,5
Ada beberapa penampilan klinis penyakit campak yang tidak seperti yang diterangkan
diatas, yaitu Atypical Measles yaitu campak klinik pada anak yang pernah mendapat
imunisasi “Inactivated Measles Virus Vaccine“, virus campak mati. Tampilan klinik penyakit
ini berat dengan komplikasi
Severe Hemorrhagic Measles/Black Measles adalah campak yang berat dengan panas
yang tinggi disertai gejala CNS, gejala saluran napas yang berat, kemudian disusul dengan
munculnya ruam hemorrhagie dan berakhir fatal.
Modified Measles adalah satu bentuk klinik campak yang ringan, membutuhkan waktu
yang lebih pendek dibanding campak yang klasik. Pada umumnya hampir semua penyakit
dengan ruam erythro-maculopapular selalu didiagnosis sebagai campak. Konfirmasi bisa
dilakukan dengan pemeriksaan IgM campak setelah 1-3 munculnya ruam. Cara yang non
invasive adalah dengan pemeriksaan kadar IgM lewat sample oral fluid atau kultur urine
untuk virus campak .

Gambar 1 dan 2. Ruam kulit pada penyakit measles

Referat: Viral Exentheme Page 9


Pengobatan campak umumnya ringan, self limited, tidak tersedia anti viral spesifik,
antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan klinik penyakit, sehingga pengobatan campak
adalah suportif. Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada penyakit campak yang berat dan
disertai malnutrisi akan mempercepat penyembuhan pneumonia dan gastroenteritis,
memperpendek lama tinggal di rumah sakit, menurunkan angka kematian. Imunisasi campak
dilakukan pada semua anak usia 9 bulan, 15 bulan dan 6 tahun .
Penatalaksanaan campak pada kebanyakan kasus adalah terapi suportif. Pasien dengan
infeksi sekunder bakteri harus diobati dengan antibiotik yang tepat. Ribavirin dapat
dipertimbangkan sebagai terapi karena terbukti menghambat pertumbuhan virus campak pada
kultur jaringan dan mengurangi keparahan dan durasi infeksi campak pada beberapa kasus.
Malnutrisi dan defisiensi vitamin A dapat menekan imunitas yang diperantarai oleh sel pada
anak-anak, meningkatkan risiko dan keparahan penyakit pada masa kanak-kanak. Infeksi
virus campak menurunkan kadar vitamin A serum dan meningkatkan risiko kematian akibat
campak. Oleh karena itu, suplementasi vitamin A direkomendasikan pada seluruh anak
dengan campak yang tinggal dalam komunitas dengan tingkat defisiensi vitamin A cukup
tinggi. Pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.4,5
Penatalaksanaan Campak
Lini pertama
Terapi suportif
Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Vitamin A
Vaksin campak
Lini kedua
Ribavirin

Tingkat komplikasi spesifik berdasarkan umur tertinggi terjadi pada anak-anak yang
berusia kurang dari 5 tahun dan dewasa yang berusia lebih dari 20 tahun. Komplikasi
tersering dari infeksi virus campak adalah otitis media, pneumonia, laringotrakeobronkitis,
dan diare. Hepatitis, trombositopenia, dan encephalitis terjadi lebih jarang. Purpura terkait
trombositopenia merupakan komplikasi berat. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penyakit campak adalah otitis media, mastoiditis, pneumonia, obstructive laryngitis dan
laryngotracheitis, gastroenteritis, cervical adenitis, encephalomyelitis akut, subacute
sclerosing panencephalitis, subacute encephalitis. Pneumonia merupakan komplikasi campak

Referat: Viral Exentheme Page 10


yang terberat pada anak-anak dan komplikasi yang paling sering terjadi pada dewasa.
Keparahan penyakit bertambah pada individu dengan imunitas yang rendah dan gizi buruk,
sering menyebabkan terbentuknya pneumonia sel raksasa Hecht.1,4,5
Insidens campak di seluruh dunia menurun akibat dampak langsung dari keberhasilan
imunisasi. Dosis tunggal vaksin campak hidup yang dilemahkan menghasilkan level antibodi
yang terdeteksi pada 95% pasien, menyediakan imunitas seumur hidup. Pencegahan dengan
vaksinasi bersama rubela dan mumps (MMR) pada usia 15 - 18 bulan dan ulangan pada usia
10-12 tahun atau 12-18 tahun.4

Campak Atipik
Disebabkan oleh imunisasi oleh vaksin virus campak yang telah dimatikan. Terjadi
delayed hypersensitivity terhadap antigen virus. Dengan manifestasi klinis yaitu demam
tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut yang disertai pneumonitis. Erupsi kulit tidak
seperti campak yaitu berupa urtikaria, makulopapular, ptekie, purpurik dan kadang vesikular
dengan predileksi pada ekstremitas. Dapat terjadi edema pada lengan dan kaki serta
hiperestesi pada kulit. Bentuk dan distribusi dari eksantema menyerupai rocky mountain –
spotted fever. Pengobatan secara simptomatik. Pencegahan dengan imunisasi oleh vaksin
virus campak hidup yang dilemahkan.1,4.

Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella, termasuk genus Alpha virus, family
Togavirus, ditandai oleh adanya ruam 3 hari dan lymphadenopaty general, biasanya
postauricular, suboccipital dan cervical. Penyakit ini sangat menarik kalangan medis karena
sifat teratogeniknya menimbulkan malformasi congenital pada bayi.
Rubella adalah virus RNA berkapsul yang tergabung dalam famili Togaviridae. Virus
menyebar melalui kontak langsung atau droplet dari sekret nasofaring, Individu yang
terinfeksi virus selama 5-7 hari sebelum dan 14 hari setelah onset penyakit dengan viremia
yang tidak khas setelah ruam muncul. Pada kebanyakan individu, infeksi ini menciptakan
imunitas seumur hidup. Setelah inkubasi 14-21 hari akan muncul ruam dengan nyeri kepala,
malaise, anoreksia, conjungtivitis–coryza–batuk/cough yang ringan serta lymphadenopaty.
Adanya lymphadenopaty, malaise disertai dengan munculnya ruam yang hanya berlangsung
3 hari adalah gejala yang “ spesifik “ untuk penyakit rubella pada anak.3,4
Rubella kongenital terjadi ketika wanita hamil, berisiko tinggi, tidak diimunisasi dan
terpapar virus. Infeksi transplasental fetus terjadi selama fase viremia. Risiko tertinggi
dialami oleh fetus yang terpapar virus pada trisemester pertama. Infant yang terinfeksi secara

Referat: Viral Exentheme Page 11


kongenital akan menyebarkan virus melalui urin, darah dan sekret nasofaring hingga selama
12 bulan setelah kehamilan, kemudian menjadi sumber potensial penularan virus ke individu
lain yang berisiko tinggi.3,5
Infeksi rubella primer umumnya merupakan penyakit yang ringan, subklinis, terutama
pada individu dewasa. Gejala prodormal ditandai oleh demam derajat rendah, myalgia, sakit
kepala, konjungtivitis, rinitis, batuk, sakit tenggorokan, dan limfadenopati. Gejala ini
mungkin berlangsung hingga 4 hari dan sering menghilang seiring kemunculan ruam.
Keberadaan bercak Koplik di mulut menyokong diagnosis rubella. Setelah gejala prodormal
menghilang dan ruam mulai muncul, beberapa pasien mengalami erupsi kulit (eksanthem)
berupa makula merah yang sangat kecil pada palatum mole dan uvula (bintik Forsch-heimer),
namun enanthem ini bukanlah tanda diagnostik untuk rubella.4,5
Esantema pada rubella (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodrodromal
sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna
merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda
patogonomonik. Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus
suboksipital, retroaurikular atau suboksipital. Eksantema berupa makulopapular, eritematosa
dan diskret. Pertama kali ruam tampak di muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,
badan dan ekstremitas). Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada
hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas
di ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang.
Gejala coryza – cough – conjunctivitis ringan dan langsung menghilang pada saat ruam
muncul. Ruam pada penyakit rubella, merupakan clue menuju diagnosis penyakit Rubella.
Ruam muncul pertama kali di muka, dengan cepat menyebar ke leher, lengan, badan dan
ekstrimitas bawah. Pada hari pertama ruam sudah menyebar keseluruh tubuh, hari ke-2 ruam
dimuka sudah menghilang dan pada akhir hari ketiga ruam sudah tidak didapatkan lagi.
Biasanya tanpa disertai deskuamasi.1,3
Ruam (eksantem) terjadi 14-17 hari setelah paparan ditandai dengan makula dan papul
pruritus berwarna merah muda hingga merah yang muncul dari wajah, yang berlanjut
menyebar dengan cepat ke daerah leher, batang tubuh dan ekstremitas. Lesi pada tubuh
mungkin bergabung, sedangkan lesi pada ekstremitas sering menetap dan lebih mempunyai
ciri khusus. Ruam biasanya mulai menghilang dalam 2-3 hari, tidak seperti pada campak,
yang dapat lebih persisten dan menghilang dari kepala dan leher. Deskuasmasi mungkin
mengikuti proses resolusi ruam.1,4

Referat: Viral Exentheme Page 12


Individu dewasa, terutama wanita (hingga 70 %) yang terinfeksi rubella mengalami
artritis. Sendi besar dan kecil keduanya terlibat. Gejala sendi pertama kali sering muncul
setelah ruam memudar dan dapat menetap beberapa minggu. Pada beberapa individu, gejala
menetap dan berulang. Pembengkakan sendi dapat berlanjut membentuk efusi sendi.

Gambar 3. Ruam kulit pada penyakit rubella

Konfirmasi diagnosis Rubella ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan klinik yang teliti yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari,
limfadenopati retroaurikular dan suboksipital. Isolasi virus, ditemukan pada faring 7 hari
sebelum dan 14 hari sesudah timbulnya ruam. Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga
timbulnya ruam. Apabila diperlukan diagnosis etiologi, maka pemeriksaan IgM (single
serum) atau IgG ( paired sera ) dapat dilakukan. Pemeriksaan IgM sebaiknya dilakukan saat
muncul ruam. Sedangkan pemeriksaan paired sera dilakukan saat akut dan 2–4 minggu
sesudahnya.2,4
Rubella umumnya merupakan self-limited disease. Mayoritas infan (85%) terinfeksi in-
utero menularkan virus pada bulan pertama kehidupan; 1-3% berlanjut menularkan virus
pada tahun kedua kehidupan. Wanita hamil dengan infant terinfeksi memiliki risiko
menderita rubella. Perjalanan klinis tergantung pada seberapa parah fetus terpapar infeksi
intrauterin.
Penatalaksanaan rubella primer yang tidak menimbulkan komplikasi adalah terapi
suportif. Pada individu yang tidak hamil, pemakaian vaksin rubella dalam 3 hari pasca
terpapar secara teoritis mencegah penyakit, walaupun ini belum terbukti. Imunoglobulin tidak
secara rutin direkomendasikan sebagai profilaksis pasca paparan pada wanita hamil yang
rentan terinfeksi rubella. Data terbatas menunjukkan imunoglobulin intramuskular (0,55

Referat: Viral Exentheme Page 13


mL/kgBB) menurunkan kemunculan infeksi secara klinis dari 8% - 18% jika diberikan pada
wanita hamil yang berisiko dan terpapar virus. Tidak adanya tanda klinis setelah pemberian
imunoglobulin tidak menjamin infeksi kongenital tidak terjadi.3,4
Neonatus dengan sindrom rubella kongenital membuthukan terapi suportif dan
perhatian yang tepat terhadap isu kesehatan yang signifikan. Infant-infant ini sangat menular
dan seharusnya diisolasi untuk mencegah transmisi pada individu berisiko tinggi. Isolasi
kontak direkomendasikan pada infant ini hingga sedikitnya berusia 12 bulan atau jika kultur
ulangan negatif setelah berusia 3 bulan.3
Pengobatan hanya dilakukan secara suportif dan imunisasi MMR pada umur 12-15
bulan dan diulang pada umur 4-6 tahun merupakan strategi prevensi terhadap Rubella.4
Vaksin Rubella umumnya diberikan dalam bentuk vaksin MMR pada individu yang
berusia 12-15 bulan dan sekali lagi 4-6 tahun. Vaksin ini harus diberikan pada individu yang
berisiko tinggi terinfeksi rubella, seperti pekerja kesehatan, calon militer, mahasiswa dan
imigran yang baru. 4
Komplikasi Rubella jarang pada anak bahkan infeksi bakteri sekunder yang sering
terjadi pada campak juga tidak dijumpai pada Rubella. Beberapa komplikasi yang pernah
ditemukan antara lain arthritis, encephalitis, purpura. Infeksi rubella jarang menyebabkan
encephalitis (1 dari 6.000 kasus), dengan angka kematian bervariasi dari 0-50%.4 Komplikasi
lain yang jarang ditemukan, meliputi neuritis perifer, neuritis optik, miokarditis, perikarditis,
hepatitis, orcitis, dan anemia hemolitik. Trombositopenia transien ditemukan 1 dari 3.000
anak (biasanya anak perempuan), pertama kali muncul dalam sepanjang onset ruam dan
menghilang dalam hitungan hari hingga bulan. Hingga saat ini, hanya 1 kasus sindrom
hemofagositik terkait rubella pada infant yang dijumpai.5

VARICELLA – HERPES ZOOSTER

HHV 3 (Infeksi Varicella Zoster Virus)


Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular disebabkan oleh Varicella
Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa dan ditandai dengan adanya vesikel-
vesikel. Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk dalam
kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus
disebut capsid yang berebentuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai ganda.
Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan
ini bersifat infeksius. VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita.
Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated

Referat: Viral Exentheme Page 14


giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion
bodies). VZV menyebabkan penyakit varisela dan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan manusia
menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu varisela dikatakan sebagai infeksi
akut primer. Penderita dapat sembuh atau penderita sembuh dengan virus yang menjadi laten
(tanpa manifestasi klinis) dalam ganglia sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi reaktivasi
maka virus akan menyebabkan penyakit Herpes zoster. Varicella-zoster virus (VZV)
menyebabkan infeksi primer, latent dan recurrent, infeksi ini sangat menular terutama pada
anak dan ditandai dengan infeksi primer di mulai dengan ruam gatal yang kemudian akan
menjadi gerombolan papula, vesikula, pustule lalu berubah menjadi keropeng. Pada anak
semua manifestasi klinik ini hanya ringan, kecuali pada anak dengan imunodefisiensi yang
menjadi varisela yang berat disertai dengan erupsi menyeluruh, pneumonia dan seringkali
fatal. Setelah infeksi primer, sebagian besar akan menjadi infeksi latent seumur hidup di
ganglia.1,4,5
Gambar 4. Fase infeksi VZV

Setelah VZV masuk melaui saluran pernapasan atas atau setelah penderita berkontak
dengan lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia primer. Infeksi mula-mula terjadi
pada selaput lendir saluran pernapasan atas kemudian menyebar dan terjadi viremia primer.
Pada viremia primer ini virus menyebar melalui peredaran darah dan sistem limfa ke hepar,
dan berkumpul dalam monosit/makrofag, disana virus bereplikasi, pada kebanyakan kasus
virus dapat mengatasi pertahanan non-spesifik sehingga terjadi viremia sekunder. Pada
viremia sekunder virus berkumpul di dalam Limfosit T, kemudian virus menyebar ke kulit
dan mukosa dan bereplikasi di epidermis memberi gambaran sesuai dengan lesi varisela.
Permulaan bentuk lesi mungkin infeksi dari kaliper endotel pada lapisan papil dermis

Referat: Viral Exentheme Page 15


menyebar ke sel epitel dermis, folikel kulit dan glandula sebasea, saat ini timbul demam dan
malaise.2,3
Penelitian baru menunjukkan bahwa virus varisela dan zoster latensi juga seperti pada
HSV akibat adanya kontrol genetik yang sequensial yang mengatur replikasi virus. Beberapa
protein seringkali gagal dibuat di tengah jalan sehingga penularan dari satu sel ke sel lainnya
terhenti. Pada umumnya virus akan masuk lewat saluran pernafasan dan infeksi akan mulai di
lapisan lendir, kemudian virus berkembang di KGB regional, menimbulkan viremia pertama
yang akan dilanjutkan dengan replikasi di hepar dan lien sehingga timbul viremia kedua dan
mulai timbul lesi vesikuler di kulit. Pada pemeriksaan post-mortem terlihat jelas adanya
keterlibatan semua organ dan sistem. Latensi terjadi akibat adanya gene virus yang
terekspresi di dalam ganglia atau saraf sensorik, sebagian dalam IE gene, kadang E gene,
namun bukan L gene sehingga partikel yang infeksius tidak terbentuk atau tidak keluar sel.
Masuknya virus kedalam sel saraf terjadi saat ruam varisela timbul dan pada saat reaktifasi,
virion yang infeksius terbentuk dan ditularkan ke kulit lewat jalur sensorik. Kendali
imunologik diperkirakan dari respon imun seluler.3,5
Setelah inkubasi selama 10-21 hari, ruam dan gejala konstitusional dapat terjadi
bersamaan. Ada 5 ciri ruam varisela yaitu distribusi sentral, dengan konsentrasi terbanyak
pada tubuh dan muka, semua stadium ruam ada pada satu tempat anatomi, meliputi ruam
makula, papula, vesikula, pustula dan krusta. Perubahan ruam dari makula ke papula ke
vesikula dan krusta berlangsung cepat. Terlibatnya scalp pada mukosa. Dapat terlihat krusta
pada seluruh permukaan kulit. 3
Dengan masa inkubasi 10-21 hari, mulai dengan demam, malaise, ruam vesikel
distribusi sentral, gatal, terbanyak pada tubuh dan muka. Pada anak besar keluarnya ruam dan
vesikel mempunyai jarak waktu sekitar 1-2 hari, pada anak kecil seringkali timbul bersamaan.
Vesikel pada varisela biasanya terletak superfisial, tipis, fragil, mudah pecah. Berbentuk
elipse dengan diamater 2–3 mm, dikelilingi oleh area eritema. Pada saat vesikula sudah
bentuk penuh dan berubah menjadi pustula, eritema akan menghilang. Pusat pustula akan
mengering membentuk kawah (umbilicated appearance) dan disusul menjadi krusta.
Biasanya tanpa meninggalkan cicatrix, kecuali terjadi infeksi sekunder. Yang khas pada
varisela adalah adanya semua bentukan tahapan vesikel pada satu daerah di kulit. Demam
terjadi pada saat vesikel keluar (tidak semua dengan demam) dan menurun ke normal pada
saat krusta mengelupas. 1,5
Masa penularan : 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi. Manifestasi Klinis varisela
terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal, stadium erupsi. 3,5

Referat: Viral Exentheme Page 16


1. Stadium Prodormal
Timbul 10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan merasakan demam
yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala anoreksia, dan
malaise.
2. Stadium erupsi
1-2 hari kemudian timbul ruam-ruam kulit tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan
secara cepat akan terdapat badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan
yang tertutup, jarang pada telapak tangan dan telapak kaki. Penyebarannya bersifat
sentrifugal (dari pusat). Total lesi yang ditemukan dapat mencapai 50-500 buah.
Makula kemudian berubah menjadi papulla, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini
disertai rasa gatal. Perubahan ini hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga
varisela secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk papula, vesikel,
dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut polimorf. Vesikel akan berada
pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap pada stratum korneum dan
lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam gambaran vesikel khas,
bulat, berdinding tipis, tidak umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar
eritematous, terlihat seperti tetesan air mata/embun “tear drops”. Cairan dalam
vesikel kecil mula-mula jernih, kemudian vesikel berubah menjadi besar dan keruh
akibat sebukan sel radang polimorfonuklear lalu menjadi pustula. Kemudian terjadi
absorpsi dari cairan dan lesi mulai mengering dimulai dari bagian tengah dan akhirnya
terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu tergantung pada dalamnya
kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda,
dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur hilang. Lesi-lesi pada membran
mukosa (hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran kemih, vagina dan
konjungtiva) tidak langsung membentuk krusta, vesikel-vesikel akan pecah dan
membentuk luka yang terbuka, kemudian sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit
terbatas terjadi pada jaringan epidermis dan tidak menembus membran basalis, maka
penyembuhan kira-kira 7-10 hari terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun
lesi hiper-hipo pigmentasi mungkin menetap sampai beberapa bulan. Penyulit berupa
infeksi sekunder dapat terjadi ditandai dengan demam yang berlanjut dengan suhu
badan yang tinggi (39-40,5oC) mungkin akan terbentuk jaringan parut.1,3,5

Referat: Viral Exentheme Page 17


Gambar 5. Lesi kulit pada varisela

Diagnosis varisela dengan manifestasi klinik, isolasi virus dari cairan vesikel dan tes
serologis.1
Obat anti virus yang ada adalah acyclovir (ACV-9,2 hydroxyethoxymethyl guanine)
yang diphosphorilasi dengan thymidine kinase yang ada dalam sel yang terinfeksi virus.
Penyerapan pengobatan oral hanya 15-30% saja. Obat ini hanya mempengaruhi sintesa virus
dan tidak bekerja langsung pada DNA virus dan efeknya pada virus yang tidak menginfeksi
sel kecil. Enzim ini tidak diperlukan untuk sintesis virus, sehingga sering didapatkan
resistensi VZV pada obat ini, meskipun virus yang resisten ini juga kurang infektif.
Foscarnet, pyrophosphate analogue, yang bekerja menghambat polymerase DNA virus,
sering digunakan pada strain yang resisten ini, yang sering didapatkan pada penderita AIDS.
Pemberian obat ini disarankan pada permulaan penyakit (terutama pada anak yang
imunocompromised), oleh karena ACV kurang bermanfaat pada kasus yang berat.
Penggunaan VZIG (varicella zoster immunoglobiline) bermanfaat mencegah kasus menjadi
berat, terutama pada kelompok penderita keganasan dan neonatus. Imunisasi aktif dapat
diberikan pada anak yang terpapar, namun keberhasilannya tergantung pada viral load dan
kemampuan anak membentuk antibody secara cepat. Pada umumnya bilamana vaksinasi
varisela dilakukan pada usia muda (diatas 1 tahun), dianjurkan memberikan dosis ke dua pada
usia 6 tahun.4-6
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi
diantaranya adalah:
1. Infeksi sekunder dengan bakteri
Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi akibat staphylococus. Staphylococus dapat
muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis, erisipelas furunkel, abses, scarlet fever,
atau sepsis.6
2. Varisela Pneumonia

Referat: Viral Exentheme Page 18


Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunocompromised dan
kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, batuk, sesak napas, takipneu, ronki basah,
sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah timbulnya ruam. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler yang radio-opak pada kedua
paru.6
4. Ensefalitis
Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai 1 pada 1000
kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar, biasanya timbul pada hari 3-8
setelah timbulnya ruam. Dilaporkan 1 kasus pada anak berusia 3 tahun dengan
komplikasi ensefalitis menunjukkan gejala susah tidur, nafsu makan menurun,
hiperaktif, iritabel dan sakit kepala, 19 hari setelah ruam timbul, gerakan korea atetoid
lengan dan tungkai. Penderita meninggal setelah 35 hari perawatan.1,2

Herpes Zoster
Herpes Zoster adalah penyakit rekuren yang terjadi karena terjadinya reaktivasi VZV
yang tadinya laten di ganglion sensoris dorsalis kemudian bereplikasi dan menyebar melalui
persyarafan ke kulit. Zoster disebabkan reaktivasi VZV latent yang didapat dengan menderita
varisela ditandai ruam terlokalisir unilateral terdiri dari lesi mirip varisela sepanjang
distribusi saraf sensoris. Terjadi terutama pada imunocompromised dan pada anak besar dan
dewasa disertai dengan nyeri dermatomal yang sangat berat dibanding dengan pada
kelompok anak. 2,4
Zoster memiliki ciri pernah mengalami episode varisela klinis/subklinis, vesikel timbul
pada muka (ganglia trigeminal), dada (ganglia thorakal), leher dan punggung (ganglia
cervical), daerah peri-anal dan kaki (ganglia lumbo-sakral). Untuk reaktivasi pada ganglia
trigeminal, rasa nyeri timbul akibat lesi di daerah muka, telinga, mata dapat berjalan lama dan
tanpa lesi di kulit sehingga menimbulkan masalah diagnosis dan pengobatan yang sesuai.
Pada anak besar dan dewasa, timbul nyeri hebat sepanjang perjalanan saraf (terutama
dewasa) oleh karena predileksi pada jalan saraf posterior. Pada semua kasus ruam terjadi
unilateral sesuai dengan distribusi dermatomal saraf sensorik.1,3
Jika virus tidak sepenuhnya dapat dihilangkan saat viremia selesai, selanjutnya virus
menjadi laten dan diam untuk beberapa waktu di ganglion sensoris dorsalis. Antigen spesifik
Limfosit T dipercaya sebagai penyebab utama virus sehingga menjadi laten. Immunosupresi
atau penurunan kekebalan alami sel T limfosit menyebabkan terjadinya mekanisme yang

Referat: Viral Exentheme Page 19


memungkinkan reaktivasi virus dan rekurensi sehingga virus bermanifestasi sebagai penyakit
yang disebut zoster.3,5
Zoster tampak sebagai proses unilateral melibatkan satu sampai tiga dermatom yang
berdekatan. Beberapa lesi yang mungkin terdapat agak jauh dari dermaton yang terkena dapat
juga terlihat. Dermatom torakal adalah yang paling sering terkena, disusul oleh nervus cranial
dan daerah lumbosakral. Lesi pertama kali muncul sebagai eritema, yang kemudian berubah
menjadi sekumpulan vesikel. Nyeri dan parestesi pada dermatom yang terkena mendahului
timbulnya vesikel. Erupsi terjadi sekitar 3-5 hari kemudian mengering dan menjadi krusta
dalam 2 minggu. Nyeri pre-erupsi torakal dapat disalah artikan sebagai angina pectoris.3-5

Gambar 6. Lesi kulit pada Herper Zooster


Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah infeksi sekunder oleh bakteri
biasanya disebabkan oleh kokus gram positif, paralisis nervus motorik atau kranialis,
ensefalitis biasanya menyebabkan kejang dan gejala kelainan serebelar, keratitis, disseminata
pada pasien immunocompromised dan post herpetik neuralgia. Post herpetik neuralgia ini
menyebabkan nyeri berat persisten pada dermatom yang terkena setelah lesi kulit
menghilang.
Pada anak sehat, varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Lotio calamine
dapat diberikan pada lesi kulit lokal dan untuk menghilangkan gatal diberikan antihistamin.
Penggunaan kortikosteriod tidak dianjurkan. Kuku sebaiknya dipotong dan dibersihkan agar
tidak terjadi infeksi sekunder saat anak menggaruk lesi karena merasa gatal. Jika terjadi
infeksi sekunder, antibiotik dapat diberikan. Pada pasien dengan penyulit neurologis seperti
ataksia serebelar, ensefalitis, meningoensefalitis dan myelitis dapat diberikan obat anti virus.
Jika terjadi perdarahan dapat diatasi sesuai dengan hasil pemeriksaan sistem pembekuan dan
pemeriksaan sumsum tulang.

Referat: Viral Exentheme Page 20


Pasien dengan immunodefisiensi seperti pada leukemia, keganasan, bayi baru lahir,
penyakit kolagen, sindrom nefrotik dan penderita dengan immunosupresan oleh obat-obat
sitostatik atau kortikosteroid, radioterapi mendapatkan obat antivirus secepat mungkin.5
Obat anti VZV yang lazim diberikan adalah acyclovir, baik untuk mengobati varisela
maupun herpes zoster. Acyclovir yang diberikan 1-2 hari setelah timbulnya ruam terbukti
dapat berguna untuk menurunkan panas dan menghambat timbulnya lesi varisela. Pada pasien
dengan immunosupresi, acyclovir telah menunjukaan efisiensi dalam menurunkan kejadian
diseminata. Terapi dengan acyclovir harus dimulai pada 3 hari setelah onset zoster. VZ
terlihat kurang suseptibel dengan pengobatan asyclovir. Pada pasien dengan Herpes Zoster
dengan komplikasi post herpetic neuralgia, acyclovir hanya sedikit memiliki efek. Pemberian
acyclovir tdak dianjurkan untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, Dosis acyclovir yang
umum diberikan adalah 500 mg/m2, i.v, setiap 8 jam selama 5 hari. Dosis parenteral ini
terutama diberikan pada anak immunocompromised yang terkena herpes zoster. Acyclovir
oral dengan dosis 80 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, terbaik digunakan 1-2 hari sebelum
timbulnya ruam kulit. Acyclovir oral umumnya digunakan untuk anak-anak dengan status
imun yang baik. Selain itu Valacylovir 500 mg setiap 8 jam dan Famciclovir 1 gr/hari dalam
3 dosis termasuk golongan antiviral yang lebih baik absorpsinya.1,4,6
Vaksin varisela dapat juga berguna untuk pencegahan jika diberikan 3-5 hari setelah
kontak. Vaksin varisela semula berasal dari virus hidup yang telah dilemahkan (live
attenuated) mengingat harga vaksin varisela yang cukup mahal, sehingga cakupan
imunisasinya belum cukup luas dan daya perlindungan vaksin hanya selama 10-12 tahun,
maka bila vaksin diberikan pada anak dengan usia kurang dari 12 tahun dapat mengubah
epidemiologi penyakit, sehingga saat dewasa anak yang telah divaksinasi ini akan menderita
varisela, ini menyebabkan bertambahnya jumlah orang dewasa yang menderita varisela.4
Orang-orang yang tidak direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi varisela
adalah:3,5
 Jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap gelatin, neomisin, riwayat terjadinya
reaksi terhadap vaksinasi varisela.
 Orang-orang yang sedang sakit sedang sampai berat harus menunda vaksinasi
varisela sampai mereka sembuh.
 Wanita hamil harus menunggu untuk vaksinasi varisela sampai mereka melahirkan.
Wanita yang baru saja melaksanakan vaksinasi sebaiknya menunggu sampai 1
bulan sebelum terjadinya kehamilan.

Referat: Viral Exentheme Page 21


 Beberapa orang harus memeriksakan diri ke dokter mengenai rencana vaksinasi
varisela yang ingin dilakukan, orang-orang ini diantaranya adalah
- Orang yang terkena virus HIV/AIDS atau penyakit lain yang
mempengaruhi status imunitasnya.
- Orang-orang yang sedang mendapatkan terapi obat-obatan yang
mempengatuhi status imunitasnya, seperti steroid selama 2 minggu
- Orang yang menderita kanker.
- Orang-orang yang sedang diterapi dengan sinar-x atau obat sitostatik
- Orang-orang yang baru saja menerima transfusi darah atau produk-produk
darah lain.
Pada anak-anak sehat, prognosis varisela lebih baik dibandingkan orang dewasa. Pada
neonatus dan anak yang menderita leukemia, imunodefisiensi, sering menimbulkan
komplikasi sehingga angka kematian meningkat.

Ifeksi HHV (Herpes Hominis Virus)


Infeksi oleh virus herpes menyebabkan spektrum manifestasi klinik yang sangat luas
dan cenderung menjadi laten dalam tubuh setelah infeksi primer. Pada rangsangan tertentu
virus dapat menjadi aktif kembali dan akan cenderung berubah menjadi onkogenik.
Klasifikasi Famili Herpesviridae:
→Herpesviridae : Herpes simplex virus 1 (HSV-1) (HHV1), Herpes simplex virus 2
(HSV-2 )(HHV2), Varicella-zoster virus (HHV3).
• → β-Herpesviridae : Cytomegalovirus (CMV) (HHV5), Human herpes virus 6 (HHV6),
Human herpes virus 7 (HHV7).
• → χ- Herpesviridae : Epstein-Barr virus (EBV) (HHV4) dan Human herpes virus 8
(HHV8).
Herpes simplex
Infeksi yang disebabkan virus herpes simplex dengan variasi gejala klinik dari yang
ringan berupa lesi mukokutaneus sampai dengan infeksi deseminated yang mematikan.4
Infeksi HSV banyak tersebar pada manusia, jarang menimbulkan kasus-kasus yang berat,
namun variasi klinisnya berupa neonatal herpetika, kelainan pada kulit dan mukosa serta
kerusakan pada mata, susunan saraf pusat dan infeksi berulang pada genetalia sangat menarik
perhatian medik sekarang. HSV dipandang sebagai prototype HHV, mirip sekali dengan
CMV, VZV dan EBV secara morfologik. Meskipun kedua tipe antigenik yaitu HSV-1 lebih
sering dengan manifestasi infeksi kulit dan mukosa di daerah di atas pinggang sedang HSV-2

Referat: Viral Exentheme Page 22


lebih dominan dengan infeksi pada genetalia dan neonatus, namun kemiripan DNAnya
mencapai lebih dari 50%.3,6 Perbedaan juga terjadi pada proses replikasi yang sequensial
yang berakibat mempunyai respon imun yang berbeda. Akibatnya antibodi yang satu tidak
akan melindungi infeksi virus sejenis, meskipun beberapa peneliti menyatakan adanya cross
imunnity antar kedua HSV. Hampir semua virus HHV menimbulkan latensi setelah infeksi
primer, virus mampu di reaktivasi lewat beberapa jalur dan berarti juga secara periodik
mampu menularkan virusnya ke orang lain. Reaktivasi dikatakan disebabkan oleh karena
stress, sinar matahari, demam, namun pada beberapa keadaan, terjadi reaktivasi tanpa pemicu
yang jelas. Bukti adanya latensi dikemukakan dengan adanya ekspresi RNA yang terkait
dengan beberapa gangglion tertentu, misalnya trigeminal. Respon imun yang defisien
dianggap sebagai penyebab reaktivasi namun belum jelas mekanisme mana yang bekerja.
Imunoglobulin lebih mengatur latensinya daripada reaktivasinya.4,6
Penyebab penyakit ini adalah Herpes simplex virus, double stranded, enveloped DNA
virus, ada 2 type yaitu HSV-1 dan HSV-2, virus ini termasuk family Herpesviridae,
subfamily Alpha herpes viridae. Penularan HSV-1 melalui kontak dengan saliva penderita,
sedangkan HSV-2 melalui hubungan sexual atau bayi ditulari oleh ibunya. Manifestasi klnik
yang tampak akan sesuai dengan tahapan dan status infeksi.1,4
Manifestasi klinik infeksi HSV-1, biasanya sebatas mulut dan oropharynx, sedangkan
HSV-2 di daerah genitalia, dapat bermanifestasi di CNS maupun infeksi disseminated,
apabila mengenai neonatus. Herpes simplex virus dapat menjadi latent. Bentuk klinik yang
utama adalah 2,4
• Acute herpetic ginggivostomatitis, disebabkan HSV-1, mengenai anak umur 6 bulan
sampai 5 tahun. Penularan lewat saliva selama sekitar 3 minggu, dengan masa inkubasi
3–6 hari. Gejala klinis mendadak panas tinggi, anoreksia, kemudian disusul dengan
munculnya ginggivitis, yang ditandai dengan bengkak dan kemerahan. Disertai juga
dengan adanya vesikel pada mukosa mulut, lidah, bibir, kemudian pecah, menyatu
membentuk ulcus yang luas (ulcerated plaques). Juga dijumpai adanya
lymphadenopathy regional. Penyakit ini mereda setelah 3–7 hari dan sembuh dalam 2
minggu. Acute herpetic pharyngotonsilitis dan herpes genitalis, umumnya mengenai
orang dewasa.
• Neonatal herpetika terjadi pada bayi prematur dan neonatus yang tertular dari ibu
yang menderita infeksi primer HSV 2. Umumnya ibu tidak menunjukkan gejala klinik
pada genital, lahir pervaginam dan tertular selama persalinan. Para peneliti sepakat
untuk menyatakan bahwa adanya antibodi akan bermanfaat untuk menahan penularan

Referat: Viral Exentheme Page 23


dari ibu ke anak, oleh karena rendahnya penularan pada infeksi rekuren. Adanya infeksi
kongenital masih diragukan, meskipun terkadang ada kasus yang sangat berat dan fatal.
Gejala klinik neonatal herpes cukup khas, yaitu adanya gejala klinik pada akhir minggu
pertama, hipotermia, hepatosplenomegali, ikterus, dengan lesi vesikuler. Keadaan
klinik menjadi berat dengan cepat, pengobatan harus segera diberikan. Adanya lesi
vesikuler bayi sangat membantu diagnosis, dengan tanda radang otak, pneumonia,
demam, trombositopenia dan tanda SIRS yang disertai MODS.
• Gingivostomatitis herpetik akut hampir semuanya disebabkan oleh HSV-1. Anak
dibawah 4 tahun paling sering terkena, dimulai dengan demam tinggi, gelisah dan nyeri
pada mulut. Bersamaan dengan gejala umum, pada orofaring timbul ulkus, gusi
kemerahan dan bengkak, disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan gejalanya
mulai ringan sampai berat. Penderita akan sembuh dalam waktu 7 hari. Vulvovaginitis
herpetika dan utretritis terutama pada anak yang besar.
• Eczema herpeticum (Kaposi’s Varicelliform Eruption), merupakan lesi vesikuler dan
bentukan krusta diatas lesi kronik kulit atau eczema. Ditandai dengan panas yang tinggi
dan kegelisahan, timbul vesikel pada lesi kronik di kulit. Lesi makin hebat dengan
ulkus dan perdarahan, berlanjut sampai 7-9 hari, vesikel akan pecah dan berubah jadi
krusta. Pada beberapa kasus akan mirip dengan varisela. Infeksi herpetik traumatika
berjalan mirip eczema herpeticum, hanya lesi akan menempel pada daerah kulit yang
tergores akibat pada luka anak.
• Keratoconjunctivitis herpetic akut jarang, terjadi gejala umum disertai dengan
keratokonjungtivitis dan preauricular adenopathy. Kornea berkabut dan kelopak mata
sulit di tutup, dengan eksudat yang membraneus. Lesi menyembuh dalam waktu 2
minggu, sering ada dendritic ulcer pada konjungtiva. Terjadi gangguan visus dan bila
lesi makin ke dalam, akan terjadi penyembuhan dengan jejas.
• Ensefalitis dan meningoensefalitis herpetika Recurrent infections lebih sering
daripada infeksi primer yang memberi gejala dan terutama paling sering herpes labialis
disertai demam dan adanya vesikel sudut mulut. Biasanya klinis akan ringan, tanpa
gejala konstitusional, kecuali ensefalitis HSV (primer/sekunder) dan HSV berat pada
penderita imunocompromised.
Beberapa diagnosa banding yang perlu adalah ginggivostomatitis, Herpangina,
tonsilitis, jamur, pada vulvovaginitis; gonnorhoe, moniliasis, dermatitis amnioanal dan pada
eczema herperticum: eczema + infeksi, varicella.

Referat: Viral Exentheme Page 24


Diagnosis HSV dilakukan dengan isolasi virus atau dengan Tzank smear, akan
ditemukan multinucleated giant cels. Sedangkan pemeriksaan antibodi tidak bermanfaat.
Pengobatan infeksi herpes simplex virus adalah dengan antivirus. Beberapa antiviral yang
digunakan adalah penciclovir topical, acyclovir dan famciclovir. Obat tidak mampu
mematikan virus, namun menghambat replikasi.5

HHV4( Epstein Barr virus-mononukleosis infeksiosa)


Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia ke- 4 . Taksonomi
virus herpes ini adalah Grup I (dsDNA), famili Herpesviridae, genus Lymphocryptovirus,
spesies: Human herpesvirus 4 (HHV-4).1 Virus ini merupakan salah satu virus yang umum
pada manusia dan menyebabkan mononucleosis, sering terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda. Virus Epstein Barr tidak dapat dibedakan dalam ukuran dan struktur dari virus-virus
herpes lainnya. Genom DNA virus EB mengandung sekitar 172 kbp. Sel target virus EB
adalah limfosit B. Virus EB memulai infeksi sel B dengan cara berikatan dengan reseptor.4
Virus EB secara langsung masuk tahap laten dalam limfosit tanpa melalui periode replikasi
virus yang sempurna. Ketika virus berikatan dengan permukaan sel, sel-sel diaktivasi, untuk
kemudian masuk ke dalam siklus sel. Lalu dihasilkanlah beberapa gen virus EB dengan
kemampuan berproliferasi tidak terbatas. Genom virus EB lurus membentuk lingkaran,
sebagian besar DNA virus dalam sel yang kekal sebagai episom yang melingkar. Sepuluh
produk sel gen virus dihasilkan dalam sel yang kekal, termasuk enam antigen nuklear virus
EB yang berbeda (EBNA 1-6) dan dua PROTEIN membran laten (LMP1, LMP2). Virus EB
bereplikasi in vivo dalam sel-sel epitel dari orofaring, kelenjar parotis dan serviks uteri, juga
ditemukan dalam sel-sel epitel karsinoma nasofaring.4,6
Virus EB biasanya ditularkan melalui air liur yang terinfeksi dan memulai infeksi di
orofaring. Replikasi virus terjadi pada sel epitel faring dan kelenjar ludah. Sel B yang
terinfeksi virus mensintesis imunoglobulin. Mononukleosis merupakan transformasi
poliklonal sel B. Selama perjalanan infeksi mayoritas penderita membentuk antibodi
heterofil. Setelah masa inkubasi 30-50 hari, terjadi gejala nyeri kepala, malaise, kelelahan,
dan nyeri tenggorokan. Demam bertahan sampai 10 hari, terjadi pembesaran kelenjar getah
bening umum dan dapat ditemukan pada daerah leher dan pembesaran limpa. Penyakit
mononucleosis infeksiosa ini mempunyai kekhasan sembuh sendiri dan berlangsung 2-4
minggu. Selama penyakit berlangsung, terjadi peningkatan jumlah sel darah putih dalam
sirkulasi dengan limfosit dominan. 2,5

Referat: Viral Exentheme Page 25


Diagnosis dibuat berdasar pada tanda klinik dan adanya antibodi terhadap virus EB.
Tubuh juga biasanya menghasilkan limfosit B baru untuk menggantikan limfosit yang
terinfeksi dengan bentuk limfosit yang khas. 1
Belum ada vaksin virus EB yang tersedia. Acylovir dapat diberikan selama masa
pengobatan, namun hanya mengurangi pelepasan virus EB dari orofaring, tidak
mempengaruhi latensi, tidak berefek pada gejala klinik mononucleosis dan tidak terbukti
menguntungkan dalam penatalaksanaan virus EB. Untuk demam dan nyeri, dapat diberikan
asetaminofen atau paracetamol. Kebanyakan penderita akan sembuh sempurna.

HHV 5 (Cytomegalovirus)
Infeksi pada neonatus ini semula diduga berkaitan dengan protozoa di jalan lahir atau
bentuk lain dari syphilis, penyebab tersering infeksi kongenital cytomegalic inclusion disease
atau sebagai infeksi virus kelenjar ludah. Penyakit yang semula dinyatakan jarang ternyata
sekarang didapatkan dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Ciri khas histologik adalah
adanya inclusion body (timbunan nucleocapsid dan enveloped tegument pada Golgi komplex)
pada sel yang terinfeksi.2 Seringkali infeksi tidak menimbulkan gejala klinik, infeksi yang
persisten dan latensi. Meskipun trofisme virus pada bermacam jaringan, namun perlekatannya
pada sel epitel glandular lebih menonjol, infeksi primer meskipun tanpa gejala akan
memberikan shedding di urin, ludah atau cairan genital.
Kebanyakan infeksi terjadi tanpa menimbulkan gejala, namun dapat menjadi berat
seperti hepatosplenomegali, ikterus, trombositopenia, kalsifikasi serebral, gagal tumbuh,
retardasi mental dan chorioretinitis. Infeksi yang terjadi merupakan hasil pertimbangan
kekuatan antara virulensi virus dengan respon imun. Infeksi primer terutama terjadi pada
penderita yang rentan yang seronegatif. Sedangkan infeksi berulang (recurrent) berasal dari
reaktivasi infeksi permanen - latent atau reinfeksi pada penderita yang seropositif.4,5
Infeksi congenital terjadi sejak pada janin dalam rahim dalam bentuk yang ringan,
namun bilamana pada saat lahir sudah timbul gejala klinik, umumnya sudah merupakan
infeksi sistemik yang multi organ dan multi sistem. Organ yang sering terlibat adalah hepar,
jaringan otak, kelenjar ludah, pancreas, maupun pada paru dan ginjal. Secara klinis gejala
yang umum adalah hiperbilirubinemia dan kerusakan jaringan otak, terutama hilangnya
pendengaran. Infeksi congenital ini sejalan dengan gejala serologis pada ibu. Reaktivasi pada
ibu bisa terjadi tanpa gejala klinik yang jelas, namun bisa muncul di jalan lahir selama
persalinan. Pada neonatus yang sempat lahir, umumnya ikterus akan mereda dalam waktu 2

Referat: Viral Exentheme Page 26


minggu bisa sampai berbulan. Hepatosplenomegali akan makin membesar pada 2-4 bulan
pertama thrombositopenia akan membaik lebih cepat.3,5
Adanya antibodi pada bayi tidak menentukan adanya infeksi, pemeriksaan PCR dan
kultur virus lebih tepat, adanya antigenemia masih merupakan perdebatan. Infeksi CMV
setelah lahir jarang terjadi dan mempunyai gejala klinik yang ringan, karena reaktivasi yang
terbatas. Gejala makin jelas hanya pada mereka yang defisiensi imun, seperti penderita
keganasan, AIDS dan penderita yang mendapat transplant. Infeksi congenital biasanya diberi
batasan 3 minggu, karena setelah 3 minggu adanya infeksi intrauterine tak dapat dibuktikan
lagi, adanya virus bisa sebagai akibat paparan pada jalan lahir atau penularan lewat ASI.
Infeksi perinatal adalah infeksi pada bayi yang terpapar saat persalinan atau lewat ASI,
umumnya bayi telah mempunyai antibodi yang cukup dari ibunya. CMV pada bayi harus di
bandingkan dengan toxoplasmosis congenital, CRS (congenital rubella syndrome), infeksi
HSV atau sepsis. 1,4,6
Pengobatan dengan ganciclovir selama 6 minggu terbukti menurunkan prevalensi
ketulian namun pengobatan harus dilakukan sedini mungkin. Dampak pengobatan pada
retinitis dan colitis sangat baik, namun pada pengobatan pneumonia kurang bermakna. Obat
ini tidak membunuh virus, tidak mengubah kedaan latensi, lebih terlihat secara laboratorik
dibanding hasil klinik.3,5.

HHV 6-7 ( Roseola infantum, Exanthema subitum)


Human herpesvirus type 6 (HHV-6) merupakan penyebab terbanyak roseola infantum
atau exanthema subitum (45-86%), yang merupakan penyakit pada bayi dengan ruam dan
disertai dengan infeksi saluran nafas akut dan kelainan serebral.1 Gejala ini harus dibedakan
dengan penyakit lain pada penderita normal dan harus dicari padanannya pada penderita
dengan defisiensi imun. Virus ini umumnya hanya menimbulkan gejala klinik yang ringan,
namun bisa bersifat laten dan sering dikaitkan dengan gejala klinik kelainan otak termasuk
multiple sclerosis. Infeksi Primer HHV-6 didapat dari kasus kontak dan sumber infeksi
primer HHV-6 hampir selalu tak diketahui dengan inkubasi sekitar 10 hari. Manifestasi klinis
0
sangat bervariasi, mayoritas berupa roseola dan demam tinggi akut (39 - 40 C), berlangsung
3-6 hari.3 Demam seiring dengan viremia, disertai gejala letargi, anoreksia atau beberapa tak
terganggu oleh demam tinggi tersebut. Biasanya diagnosis awal penderita infeksi primer
HHV-6 adalah demam tanpa sebab yang jelas disertai (kadang) otitis media. Masa inkubasi
sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui. Manifestasi klinis perjalanan penyakit dimulai

Referat: Viral Exentheme Page 27


dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-41 0C, anak tampak iritabel, anoreksia,
biasanya terdapat koriza, konjungtivitis dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun
secara mendadak ke suhu normal disertai timbulnya ruam. Ruam tampak pertama kali di
punggung dan menyebar ke leher, ekstremitas atas muka dan ektremitas bawah. Ruam
berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip dengan lesi
rubela. Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam
hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi. Diagnosis dari
manifestasi klinis penurunan hitung leukosit. Terapi secara simptomatis.2,3,5
Human herpesvirus type 7 (HHV-7) mirip dengan HHV 6 dan gejala klinik yang
ditimbukan pun mirip dengan prevalensi lebih rendah (10-31%).

Eritema Infeksiosum (Fifth Disease)


Etiologi oleh Parvovirus humanus B 19. Cara penularan melalui alat rumah tangga dan
droplet. Masa inkubasi selama 5-16 hari (rata-rata 8 hari). Manifestasi klinis berupa tidak
terdapat gejala prodromal yang khas seringkali timbulnya ruam merupakan gejala awal dari
penyakit. Karakteristik ruam terbagi dalam tiga stadium;3,5,6 (1) eksantema pada pipi berupa
papuleritematosa yang menjadi pucat pada penekanan, dikelilingi daerah pucat. Lesi
kemudian meluas dan memberikan gambaran "slappedcheek". Kulit pada lesi terasa hangat
dan bertahan sampai 4-5 hari. (2) dimulai 1-4 hari timbulnya bercak pada wajah, timbul
makula/papula/urtika eritematosa terutama pada ekstensor ekstremitas dan menyebar ke
bokong badan, lesi berkonfluensi dan terjadi penyembuhan yang ireguler sehingga
memberikan gambaran retikuler/anyaman. (3) pada stadium ini eksantema berlangsung
selama 1-6 minggu dan ditandai dengan eksantema yang hilang timbul. Diagnosis
berdasarkan manifestasi klinis dan uji serologis. Komplikasi berupa artritis akut pada dewasa,
krisis aplastik pada penderita anemia hemolitik herediter, trombositopeni dan hidrops
fetalis/IUFD bila terinfeksi selama hamil. Terapi secara simptomatis.

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)


Etiologi oleh Coxsackievirus A 16. Cara penularan melalui droplets. Masa inkubasi
selama 4-6 hari. Manifestasi klinis berupa masa prodromal ditandai dengan panas subfebris,
anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem.
Eksantem timbul lebih cepat dari pada enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling
sering pada HFMD. Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar
eritem, ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah

Referat: Viral Exentheme Page 28


serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak
sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan
dan kaki termasuk telapak tangan dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada
anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi,
jarang menjadi bula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi.
Lesi menghilang tanpa bekas. Diagnosis dengan manifestasi klinis dan isolasi virus dengan
preparat Tzank.1,2,4,

Eczema Herpeticum
Etiologi oleh virus herpes simpleks Manifestasi klinis berupa lesi berupa vesikel yang
klinis bergerombol pada dasar eritematous, vesikel berkembang menjadi pustul yang
kemudian pecah menjadi ulkus yang ditutupi oleh krusta berwarna kuning. Lesi dapat terasa
nyeri atau gatal. Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari, lokasi
biasanya di mulut, genitalia atau tempat lain. Terapi tidak ada yang spesifik.3

Molluscum Contagiosum
Etiologi oleh virus pox. Manifestasi klinis tidak terdapat gejala prodromal. Erupsi
berupa papul berbentuk kubah dengan diameter 2-10 mm disertai umbilikasi ditengahnya,
warna merah seperti daging dan translusen. Lesi tersebar atau berkelompok. Penyembuhan
secara spontan tanpa jaringan parut. Terapi : Krioterapi, kuretase atau obat keratolitik.3,7

Coxsackie Virus
Coxsackievirus dibedakan dari kelompok picornavirus lain dengan patogenisitasnya
pada tikus dan dengan klasifikasi antigenisitas mereka. Mereka digolongkan sebagai
kelompok coxsackievirus A (A1 ke A, A24) dan kelompok B coxsackievirus (B1 untuk B6).
Kelompok A coxsackieviruses menghasilkan miositis pada otot skelet dan kelumpuhan
umum pada inokulasi intraserebral mencit menyusu dan Grup B coxsackieviruses
menghasilkan lesi fokal otot, nekrosis lemak antara bantalan bahu, lesi fokal di otak dan
sumsum tulang belakang dan paralisis spastik. 1,3
Infeksi coxsackievirus pada manusia kurang terungkap karena sangat sedikit yang
meninggal karena infeksi ini. Otopsi neonatus dengan infeksi coxsackievirus B menunjukkan
miokarditis fokal dan peradangan. Miokarditis fatal pada orang dewasa juga berhubungan
dengan nekrosis fokal. Kasus fatal menunjukkan keterlibatan encephalomyelitis dari motor
neuron di batang otak dan sumsum tulang belakang, namun coxsackievirus B menyerang baik
bagian putih maupun abu-abu. 3,5

Referat: Viral Exentheme Page 29


Manusia adalah inang bagi agen ini. Ruam dan lesi vesikuler paling sering disebabkan
oleh virus grup A. Herpangina muncul sebagai lesi kecil, vesikel tersebar dengan areola
merah di orofaring posterior, tonsil, lidah dan langit-langit yang berubah menjadi ulkus yang
dangkal dan sembuh dalam seminggu. Coxsackievirus A10 penyebab faringitis akut
lymphonodular dengan bercak putih solid dan papula kuning. Coxsackievirus A16, A10 dan
A5 menimbulkan kasus penyakit (HFMD=handfoot and mouth- tangan-kaki-mulut) yang
ditandai dengan demam, eksantema vesikuler dan beberapa lesi makulopapular simetris yang
melibatkan telapak tangan, kaki, disertai dengan tanda klinis berupa lesi vesikel pada mukosa
mulut, eksantema yang mengenai tangan dan kaki, kadang juga mengenai pantat dan disertai
panas. Penyebabnya terutama Enterovirus, terutama Coxsackievirus A16, dapat juga
disebabkan oleh enterovirus E71.2,5,6
Manifestasi kilnik berupa gejala prodromal disusul munculnya ulkus pada bibir,
mukosa pipi, dapat juga timbul di lidah, palatum, uvula maupun gusi. Exanthem muncul
telapak tangan, telapak kaki maupun permukaan interdigital. Semula berupa erythema, yang
dalam waktu singkat akan berubah menjadi vesikel dengan dasar kulit berwarna merah.
Kadang –kadang dapat dijumpai ruam di badan, paha dan pantat. Penyakit ini bersifat self
limited. Diagnosis dilakukan berdasar gejala klinik yang spesifik dengan dukungan Tzank
smear, dimana tidak akan dijumpai adanya multinucleated giant cell seperti pada virus herpes
simplex.3,7
Coxsackieviruses juga menyebabkan penyakit exanthematous yang mirip dengan
rubela dan meningitis aseptic yang secara klinis tidak dapat dibedakan dari infeksi oleh polio
virus dan kadangkala menyebabkan kelumpuhan, ensefalitis atau disfungsi serebral lainnya.
Meskipun self-limited, tapi dapat kambuh dengan demam dan gejala lainnya, termasuk
pleuritis dan orchitis. coxsackievirus B sering menyebabkan perikarditis dan miokarditis pada
anak. Anak menunjukkan gejala demam, takikardi, dispnea, nyeri prekordial, dengan friction
rub. Elektrokardiografi dan echokardiografi membantu konfirmasi diagnosis. Prognosis
miokarditis kurang baik, neonatus menunjukkan klinik yang berat dan sering fatal. Onset
tiba-tiba, dengan lesu, kesulitan makan, demam dengan tanda-tanda distress jantung atau
pernafasan.1,6
Coxsackievirus A24 (CA24V) adalah varian Enterovirus manusia pertama yang
diketahui menyebabkan penyakit mata sebagai manifestasi klinis utama. Sejak penemuannya
di Singapura pada tahun 1970, CA24V terus menimbulkan epidemi sporadis dan luas
konjungtivitis hemoragik akut (AHC) di seluruh dunia. Konjungtivitis ini ditandai dengan
masa inkubasi yang singkat dan tingkat serangan yang tinggi sekunder. Lakrimasi, chemosis,

Referat: Viral Exentheme Page 30


edema dan hiperemia dari konjungtiva dan pembesaran kelenjar preauricular juga terjadi.
Folikular hipertrofi konjungtiva lebih menonjol di atas dari forniks rendah. Adanya petechiae
ataupun bercak perdarahan subconjunctival, meskipun mencolok, terlihat hanya dalam
beberapa kasus. Umumnya terjadi Uveitis anterior dengan lesi kornea yang menyebabkan
nyeri dan mengganggu visus. Pemulihan terjadi dalam 1 sampai 2 minggu tanpa gejala sisa.4-6
Secara klinis, tidak mungkin untuk membedakan konjungtivitis disebabkan oleh
CA24V dari konjungtivitis yang disebabkan oleh Enterovirus 70. Isolasi virus sering
digunakan untuk diagnosis, serodiagnosis juga digunakan untuk konfirmasi kasus
coxsackievirus B miokarditis, karena pada saat kelainan jantung dibuktikan, ekskresi virus
sudah berhenti. Peningkatan empat kali lipat atau lebih titer antibodi netralisasi antara
sepasangan bermakna diagnostik atau titer antibodi yang tinggi serotipe tunggal pada anak-
anak. Bila antibodi terhadap lebih dari satu serotipe di ukur sebaiknya bila ada kenaikan titer
antibodi empat kali lipat atau lebih atau titer diatas 512 dianggap sebagai infeksi baru. Titer
antibodi yang tinggi dapat bertahan bertahun-tahun, yang menunjukkan bahwa infeksi kronis
memang terjadi. Pendekatan molekuler menggunakan analisis virus cDNA dan produk
diperkuat oleh gel elektroforesis untuk alat diagnostik cepat untuk AHC dan membedakan
CA24V dari EV70.2,7

Referat: Viral Exentheme Page 31


KESIMPULAN

Dari seluruh gambaran virus eksantema yang hampir mirip satu dengan lainnya, kita
dapat membedakan masing-masing penyakit dengan melihat dari gejala prodromal,
karakteristik ruam dan manifestasi klinis yang khas. Untuk diagnosis banding dengan
penyakit eksantema lainnya didasarkan pada riwayat penyakit dan imunisasi sebelumnya,
bentuk gejala prodromal, gambaran erupsi kulit, adanya tanda patognomonik atau tanda
lainnya, uji diagnostik laboratoris.

Daftar Pustaka
1. Sari Pediatri, Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada Anak Tuty Rahayu,
Alan R. Tumbelaka. Vol. 4, No. 3, Desember 2002: 104 – 113.
2. Ismoedijanto. DEMAM dan RUAM di DAERAH TROPIK (VIRAL
EXANTHEMAS IN THE TROPIC). Divisi penyakit infeksi dan pediatri tropik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Univeristas Airlangga/ RS
Dr Sutomo Surabaya. KB_Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical
Countries: Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011.
3. P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya,
22 - 23 Oktober 2011.hal.173.
4. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Sari Pediatri; 2:43-7.
5. Gable EK, Liu G, Morrell DS. Pediatric exanthems. Prim Care 2000; 27:353-69.
6. Amir J, Wolf DG, Levy I. Treatment of symptomatic congenital cytomegalovirus
infection with intravenous ganciclovir followed by long term oral ganciclovir. Eur J
Pediatr 2010; 169:1061
7. Widodo Darmownadowo, dkk. Demam dan ruam pada anak. PKB Ilmu Kesehatan
Anak, 2011

Referat: Viral Exentheme Page 32

Anda mungkin juga menyukai