Anda di halaman 1dari 24

Laporan kasus

HERPES ZOSTER OFTALMICUS DEXTRA

Esti Yunita Safitri Masbait (2018-84-025)

Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNPATTI/ RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

PENDAHULUAN

Kata herpes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “merangkap atau

merangkak”.1 pengertian yang lain dari herpes zoster atau shingles adalah penyakit

neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar

eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu

dermatom. 2 Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen

virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf

kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit

dengan segmen yang sama. 2

Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal

musim. Review sistemik yang di publikasikan tahun 2004, angka insiden herpes

zoster diantara pasien dengan sistem imun yang baik berkisar antara 1.2-4.8 per 100

orang, penelitian di USA dan Perancis juga dilaporkan insiden penyakit kurang lebih

sama dengan yang sebelumnya.1 dan pada penelitian lain insidensnya 2-3 kasus per

1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya meningkat dengan

bertambahnya usia. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda),bila

terjadi dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Penyakit ini menular

1
namun daya tularnya kecil dibandingkan dengan varisela. 2 90% kasus muncul pada

anak-anak yang <10 tahun, <5% pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun. 3 Resiko

penyakit meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum

tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat

menular namun daya tularnya kecil bila dibandingkan dengan varisela. 2

Virus Varicella zoster merupakan virus herpes yang tercacat menginfeksi 98%

populasi orang dewasa. Pada infeksi primer dari virus ini hampir selalu mempunyai

gejala yang ditandai dengan vesikel pruritus diseminasi. 3 gejala lain dari infeksi virus

ini dimulai dengan timbulnya gejala prodormal berupa sensasi abnormal atau nyeri

otot lokal, nyeri tulang, pegal, parastesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar

dari ringan sampai berat. Gejala awal juga sering di jumpai nyeri kepala, malaise dan

demam . Selama infeksi primer, varicella zoster menyerang pada ganglion sensoris

dan tinggal dalam ganglion spinalis selama bertahun-tahun.2

Setelah gejala prodormal, timbulnya erupsi kulit yang biasanyagatal ataunyeri

terlokalisata (terbatas pada satu dermatom) berupa makula kemerahan kemudiaan

berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari selanjutnya

isi vesikel akan pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari) sebagian besar

kasus herpes zoster, erupsi kulit menyembuh secara spontan tanpa ada gejala sisa.2

Virus Varicella zoster secara struktural memiliki kemiripan pada herpes virus

lainnya: kapsul lipid mengelilingi nudecapsid dengan ikosahedral yang simetris, total

diameternya 150 sampai 200 nm, pada bagian sentral terletak DNA double stranded

dengan berat molekulnya sekitar 80 juta. 3

2
Replikasi nasofaringeal dari virus ini muncul setelah infeksi primer. Hal

tersebut diikuti oleh penyebabran infeksi ke jaringan limfoid terdekat dimana virus

menginfeksi sel T CD4+ memori yang kaya akan jaringan limfoid tonsilar.4

Dalam varicella, virus varicella zoster diperkirakan masuk melalui mukosa

saluran pernapasan bagian atas dan orofaring, diikuti oleh replikasi lokal dan viremia

primer; virus ini kemudian bereplikasi dalam sel sistem retikuloendotelial dengan

viremia sekunder berikutnya dan diseminasi ke kulit dan selaput lendir. 3 Lokasi virus

ini berada di lapisan sel basal diikuti oleh replikasi virus, pembentukan vakuola,

degenerasi bola sel epitel, dan akumulasi cairan edema. Episode kedua varicella telah

di dokumentasikan tetapi jarang. Selama varicella, virus zoster lewat dari lesi kulit ke

saraf sensoris, kemudian berjalan ke ganglia sensoris, dan mengalami fase laten. 3

Gambar 1: varicella dan herpes zoster

Gejala yang ditunjukkan oleh herpes zoster adalah ruam yang bersifat

dermatomal dan tidak melewati garis tengah tubuh, gambarannya konsisten dengan

reaktivasi dari satu akar dorsal atau ganglion saraf kranial. Dermatom thorasika,

trigeminal, lumbar, dan servikal merupakan yang tersering mengalami ruam,

meskipun area lainnya bisa terkena. Pada pasien dengan imunokompromais beberapa

3
lesi yang tersebar di luar dermatom yang terkena tidak terduga. Ruam sering

didahului oleh kesemutan, gatal, atau nyeri (atau kombinasi dari ini) selama 2 sampai

3 hari, dan gejala-gejala ini dapat terus menerus atau episodik. Tergantung pada

lokasi dan tingkat keparahan, nyeri prodromal ini dapat menyebabkan kesalahan

diagnosis dan pengujian yang cukup mahal. Ruam seperti makula dan papula, yang

berevolusi menjadi vesikel dan kemudian pustula. Lesi baru muncul selama tiga

sampai lima hari, seringkali dengan jalannya dermatom meskipun ada pengobatan

antiviral. Ruam biasanya mengering dengan pengerasan kulit dalam tujuh hingga 10

hari.5

Untuk menegakkan diagnosis herpes zoster bisa secara klinis, pada anamnesis

pasien mungkin akan mengeluh bahwa terasa nyeri pada bagian yang terkena, nyeri

kepala, malaise, demam dan nyeri tekan pada daerah satu atau lebih akar dorsal.

Nyerinya bisa terasa tajam pada tempat yang sama tetapi juga mungkin menyebar. 6

Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan papul kemerahan, yang kemudian dengan

cepat menjadi vesikel lalu pustul.6 Ruam atipikal mungkin memerlukan tes

imunofloresensi langsung untuk antigen virus varicellazoster atau uji reaksi rantai

polimerase untuk DNA virus ini dalam sel dari dasar lesi setelah mereka tidak diurai.5

4
KASUS

Seorang perempuan usia 60 tahun, suku Ambon, bangsa Indonesia, alamat

KARPAN. Masuk di instalasi gawat darurat RSUD Haulussy dengan no. RM 020666,

tanggal 12 November 2018 dengan keluhan kemerahan pada kulit dan terdapat

gelembung berisi cairan dan nanah pada mata kanan.

Autoanamnesis

Pasien mengeluh terdapat kemerahan pada kulit dan terdapat gelembung berisi

cairan dan nanah pada mata kanan. keluhan ini dirasakan sejak 4 hari yang lalu,

pasien mengaku munculnya kemerahan dan gelembung berisi cairan dan nanah

awalnya muncul pada belakang leher kemudian muncul juga pada pipi kanan, telinga

kanan, leher kanan, dan bahu sebelah kanan. Pasien mengaku terasa nyeri seperti

tertusuk-tusuk, disertai rasa gatal dan panas padi daerah kemerhan pada kulit. Pasien

juga mengatakan adanya demam 4 hari SMRS. Pasien juga mengeluh lemas, nyeri

seluruh badan, dan merasa pusing. pasien baru pertama kali mengalami keluhan ini,

dan sudah pernah berobat dengan Ampicilin dan Asam mefenamat namun tidak ada

perubahan. Menurut pasien ibu pasien juga pernah menderita hal yang sama 2 tahun

yang lalu.

5
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis (GCS = E4V5M6), tampak sakit


sedang, kesan gizi cukup. TD : 140/80 mmHg, nadi : 70
x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 37,9oC
Kepala : Bentuk normosefal, konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-),
Mulut : Faring : hiperemis (-), tonsil T1-1:
Leher : Tampak gelembung bergerombol berisi cairan
Toraks : Jantung dan paru dalam batas normal
Aksila : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada kelainan
Eksteremitas : Akral hangat, tidak ada kelainan
bawah

Status Dermatologis

1. Lokasi : Regio frontal dextra, palpebral


Ukuran : Miliar-lentikular

Efloresensi : Vesikel berkelompok, Eritema

DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis kontak

2. Impetigo bullosa

3. Erisipelas

DIAGNOSIS: Herpes zoster oftalmicus dextra

PENATALAKSANAAN

1. Terapi:

6
Terapi sistemik:

– IVFD RL 20 tpm

– Injeksi ketorolac 2 x 30 mg/iv

– Injeksi ranitidine 2x 50 mg/iv

– Drip paracetamol 500 mg/iv (ekstra)

– Acyclovir 5x800 mg (7 hari)

– Nerva 5000 2 x 1 tablet

Terapi topikal tidak diberikan pada pasien ini.

PROGNOSIS

Ad Vitam : Bonam

Ad Functionam : Bonam

Ad Sanationam : Bonam

13/2/2020 14/2/2020
S Nyeri pada mata kanan, makan dan Nyeri pada mata kanan, makan dan
minum baik, tidur baik, BAB dan BAK minum baik, tidur baik, BAB dan
lancar. BAK lancar..
O TD: 130/90mmHg TD: 140/80mmHg
N:83 x/menit N: 92x/menit
RR: 22x/menit RR: 20x/menit
S: 37.50C S: 36.80C
Status dermatologi : Status dermatologi :
 Lokasi : frontalis dextra,  Lokasi : frontalis dextra, oculi
palpebral dextra. dextra.
 Ukuran : miliar-lentikular  Ukuran : miliar-lentikular

7
 Eff : eritema, erosi, krusta  Eff : eritema, erosi, krusta.

A Herpes Zoster Oftalmicus Dextra Herpes Zoster Oftalmicus Dextra


P  Medikamentosa  0,9% (pagi dan sore)
o IVFD RL 20 tpm Medikamentosa
o Injeksi ketorolac 2x50 o IVFD RL 20 tpm
mg/iv (KP) o Injeksi ketorolac 2x50
o Asiklovir 5x800 mg mg/iv (KP)
o Gentamicin o Asiklovir 5x800 mg

 Non-medikamentosa o Gentamicin

o Rawat inap dan tirah  Non-medikamentosa


baring o Rawat inap dan tirah
baring

15/2/2020 17/2/2020
S Nyeri pada mata kanan, makan dan Nyeri pada mata kanan, makan dan
minum baik, tidur baik, BAB dan BAK minum baik, tidur baik, BAB dan
lancar. BAK lancar.
O TD: 140/80mmHg TD: 140/90mmHg
N:90 x/menit N: 86x/menit
RR: 22x/menit RR: 20x/menit
S: 36.50C S: 36.80C
Status dermatologi : Status dermatologi :
 Lokasi : frontalis dextra,  Lokasi : frontalis dextra,
palpebral dextra.. palpebral dextra..
 Ukuran : miliar-lentikular  Ukuran : miliar-lentikular
 Eff : eritema, erosi, krusta  Eff : eritema, erosi, krusta

8
A Herpes Zoster Oftalmicus Dextra Herpes Zoster Oftalmicus Dextra
P  Medikamentosa  Medikamentosa
o Asiklovir 5x800mg/hr o Asiklovir 5x400mg/hr
o Gentamicin o Gentamicin
o Ceftriaxone 10 mg 2x1 o Ceftriaxone 10 mg
 Non-medikamentosa 2x1
o Rawat inap dan tirah  Non-medikamentosa
baring o Rawat inap dan tirah
baring

18/2/2020 19/2/2020
S Nyeri pada mata kanan berkurang, Nyeri pada mata kanan berkurang,
makan dan minum baik, tidur baik, BAB makan dan minum baik, tidur baik,
dan BAK lancar. BAB dan BAK lancar.
O TD: 130/90mmHg TD: 140/80mmHg
N:98 x/menit N: 92x/menit
RR: 22x/menit RR: 20x/menit
S: 37.50C S: 36.80C
Status dermatologi : Status dermatologi :
 : frontalis dextra, palpebral  Lokasi : : frontalis dextra,
dextra..Ukuran : miliar-lentikular palpebral dextra..
 Eff : eritema, erosi, krusta  Ukuran : miliar-lentikular
 Eff : eritema, erosi, krusta
A Herpes Zoster Oftalmicus Dextra Herpes Zoster Oftalmicus Dextra
P  Medikamentosa  Medikamentosa
o IVFD RL 20 tpm o IVFD RL 20 tpm
o Asiklovir 5x400 mg o Asiklovir 5x400 mg

9
o Ceftriaxone 1x1 tab o Ceftriaxone 1x1 tab
o Gentamicin o Gentamicin
 Non-medikamentosa  Non-medikamentosa
o Rawat inap dan tirah o Kompres Nacl 0,9%
baring (pagi dan sore)

20/2/2020
Nyeri pada mata kanan berkurang,
makan dan minum baik, tidur baik,
BAB dan BAK lancar.
TD: 140/80mmHg
N: 92x/menit
RR: 20x/menit
S: 36.80C
Status dermatologi :
 frontalis dextra, palpebral
dextra..
 Ukuran : miliar-lentikular
 Eff : eritema, erosi, krusta .
Herpes Zoster
 Medikamentosa
o Asiklovir 5x800 mg
o Nerva 5000 2x1 tab
o Fuson cream
2xoles/hri
o Asam mefenamat
3x500
 Non-medikamentosa

10
o Kompres Nacl 0,9%
(pagi dan sore)
Boleh pulang

Gambar follow up

1. Tanggal 13-2-2020

11
2. Tanggal 14-2-2020

12
3. Tanggal 15-2-2020

13
4. Tanggal 16-2-2020

14
5. Tanggal 17-2-2020

6. Tanggal 18-2-2020

15
7. Tanggal 19-2-2020

8. Tanggal 20-2-2020

PEMBAHASAN

Diagnosis herpes zoster ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan mikroskopis bila diperlukan.

Dari anamnesis diketahui penderita seorang wanita 60 tahun. Berdasarkan

teori, 98% populasi orang dewasa terinfeksi virus Varicella zoster. 2 Rata-rata dua per

tiga dari kasus ditemukan pada orang usia lebih dari 50 tahun dan satu dari empat

akan mengalami herpes zoster dalam hidupnya. Dari literatur internasional

menjelaskan 2-3 kasus per 000 orang antara 20 dan 50 tahun, lima kasus per 000

orang selama dekade ke enam dan 6-7 kasus per 000 orang pada dekade 7-8 dalam

kehidupan.7 Beberapa faktor lain juga dilaporkan dapat meningkatkan risiko dari

herpes zoster termasuk jenis kelamin perempuan, trauma fisik pada daerah dermatom,

polimorfisme IL-10, dan ras kulit putih. Pasien mengeluh adanya gelembung berisi

cairan dan nanah yang terasa panas pada daerah leher hingga ke telinga disertai rasa

nyeri, dan gatal. Keluhan ini sudah dirasakan sejak empat hari yang lalu. Awalnya

ada kemerhan pada kulit leher dankemudian muncul pada pipi kanan, telinga kanan

dan pada bahu kanan yang disertai gatal serta nyeri. 7

Berdasarkan teori yang ada, herpes zoster akan memberikan gejala kemerahan

vesikular dan nyeri dengan ditribusi pada daerah dermatom. Dan gejala prodromal

16
akan muncul dalam 1-5 hari sebelum onset kemerahan muncul pada 70-80% dari

kasus, yang dikarakteristikan dengan respon imun dan inflamasi sel neuronal. Gejala

prodromal biasanya berupa nyeri ototlokal, nyeri tulang, pegal, gatal , nyeri

kepala,malaise dan juga demam.2 Virus varisela zoster menginfeksi sel-sel dermis dan

epidermiss, yang menyebabkan kemerahan, yang mana biasanya mempengaruhi satu

dermatom. Kemerahan dermatom unilateral bisa dibagi secara klinis menjadi empat

stadium: eritematosa, vesikular, vesikular-pustular, dan ulseratif. 7

Etiopatogenesis dari herpes zoster sendiri adalah virus varisela zoster ini

merupakan famili virus herpes. Anggota yang termasuk dalam kelompok virus ini

antara lain, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, citomegalovirus (CMV), virus

Eipstein-Barr (EBV), human herpes virus-6 dan 7 (HHV-6 dan HHV-7), yang

menyebabkan roseola; sarkoma Kaposi yang di induksi virus herpes juga disebut

sebagai virus herpes tipe 8. Herpes zoster merupakan reaktivasi dari Virus varisel

azoster pada saat infeksi Virus varisel azoster primer. 7 Dalam perjalanan penyakit

varisela, Virus varisel azoster melewati lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung

saraf sensorik yang berdekatan dan transpor sentripetalnya naik ke serabut sensoris ke

ganglia sensoris. Sel T yang terrinfeksi kemungkinan juga turut membawa virus ke

ganglia sensoris secara hematogen. Di ganglia, virus akan mengalami fase laten yang

akan berlangsung seumur hidup penderita. Reaktivasi virus yang sporadis dan sering,

infeksi tampaknya tidak muncul selama latensi. Mekanisme yang terlibat dalam

reaktivaasi virus varisel azoster laten tidak jelas, tetapi dikaitkan dengan adanya

imunosupresi; tekanan emosional, iradiasi tulang belakang; keterlibatan tumor pada

17
umbilikus, ganglion akar dorsal, atau struktur yang berdekatan; trauma lokal;

manipulasi bedah vertebra; dan sinusitis frontalis (sebagai hasil dari herpes zoster

oftalmikus). 3

Faktor risiko mayor dari herpes zoster yaitu disfungsi imunitas seluler. Pasien

dengan imunokompromais 20-100 kali lebih beresiko untuk terkena herpes zoster

dibandingkan dengan individu dengan imunokompeten pada usia yang sama. Kondisi

imunokompromais yang berhubungan dengan risiko tinggi terkena herpes zoster yaitu

infeksi HIV (Human immunodeficiency virus), transplantasi sumsum tulang,

leukemia, limfoma, pasien kemoterapi dan pasien yang dalam pengobatan

kortikosteroid. Herpes zoster merupakan tanda awal dan menonjol dari “infeksi

oportunistik” pada pasien HIV. Oleh karena itu HIV harus dipertimbangkan pada

individu dengan herpes zoster. Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko herpes

zoster yaitu jenis kelamin wanita, stres, trauma fisik pada dermatom yang

terpengaruh, gen IL-10 yang polimorfik, dan ras kulit putih. 3

Bila virus varisela zoster menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius

terjadi syndrom Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit yang timbul diliang telinga luar atau

membran timpani disertai paresis nervus fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan

pengecapan 2/3 bagiandepanlidah, tinitus, vertigo dan tuli.2

Dari pemeriksaan fisik didapatkan gembaran vesikel berkelompok dengan

dasar eritema pada regio Coli dextra dan Auricula dextra dermatom C2-C3, dengan

ukuran milier hingga lentikuler. Sesuai dengan kepustakaan, gambaran klinis yang

18
diberikan herpes zoster berupa vesikel berkelompok berwarna merah yang biasanya

mengikuti arah dermatom tubuh. 3

Pada kasus ini tidak diperlukan pemeriksaan penunjang, karena berdasarkan

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa ditegakkan diagnosis yang mengarah pada

penyakitnya. Dan apabila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan

pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan antigen virus varisel azoster, kultur

virus, Tzanck smear dan serologi jika untuk mengetahui virus penyebab secara pasti.8

Diagnosa banding dari herpes zoster jika dilihat dari erupsi dermatom adalah

dermatitis kontak, impetigo bullosa, dan erisipelas. Dermatitis kontak ialah dermatitis

yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua

macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.

Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non imunologik, jadi kerusakan

kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak

alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.

Ditandai dengan pola reaksi inflamasi polimorfik yang melibatkan epidermis maupun

dermis seperti pruritus, eritema dan vesikulasi, sedangkan bentuk kronisnya yaitu

pruritus, xerosis, likenifikasi, hiperkeratosis, dan fissuring.

Impetigo bullosa ialah pioderma superfisialis yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus, pada penyakit ini keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat

predileksi di ketiak, dada, dan punggung. Dengan kelainan kulit berupa eritema, bula,

dan bula hipopion. Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh

Streptococcus, gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan berbatas

19
tegas serta disertai gejala konstitusi (demam, malaise). Penyakit ini didahului trauma,

oleh karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah.2

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah terapi sistemik berupa injeksi

ketorolac 2x30 mg/iv, injeksi ranitidin 2x50mg/iv, asiklovir 5x800 mg (7 hari), dan

nerva 5000 2x 1 tab, dan untuk terapi topikal diberikan fuson cream 2xoles/hari. Pada

referensi, herpes zoster di terapi dengan analog nukleosida seperti asiklovir,

valasiklovir (prodrug dari asiklovir) dan famsiklovir (prodrug dari penciclovir) telah

disetujui diseluruh dunia untuk mengobati herpes zoster, termasuk pada pasien

dengan gangguan imun. Obat antiviral tambahan, brivudin, tersedia secara luas di

beberapa negara tetapi terbatas pada indikasi untuk pasien imunokompeten karena

interaksi fatal dengan 5-fluoracil (5-FU). Semua obat antiviral secara signifikan

menurunkan insidensi pembentukan lesi baru dan mempercepat penyembuhan dan

resolusi nyeri akut. Selain itu, terapi antiviral mempersingkat durasi pelepasan virus,

yang secara hipotesis dapat membatasi kerusakan neuron, sehingga mengurangi

insiden, keparahan dan durasi rasa nyeri. 9

Selain antivirus, pada teori disebutkan obat-obatan yang dapat digunakan pada

kasus herpes zoster yaitu kortikosteroid oral sering dilakukan namun berbagai

penelitian menunjukan hasil yang beragam. Prednison digunaanbersama asiklovir

dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis akibat

infeksi virus dan kemungkinan juga menurunkan derajat keruskan pada saraf yang

terlibat. Selain itu, analgetik juga dapat diberikan untuk mengatasi nyeri akut ringan

menunjukan responyang baik seperti AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen,

20
diklofenak), atau analgetiknon opioid (paracetamol, tramadol, asam mefenamat)

kadang-kadang dibutuhkan opioid (kodein, morfin, oksikodon) untuk nyeri hebat.2

Pemberian obat topikal juga sering digunakan yaitu dengan kompres terbuka

menggunakan solusio borowi dan solosio calamin yang efektif pada lesi akut untuk

mengurangi nyeri dan pruitus. Selain itu, AINS topikal juga dapat digunakan seperti

bubuk aspirin dalam kloroform, krim indometasin yang juga efektif menghilangkan

nyeri akut. Penggunaan anastetik lokal dan kortikosteroid dimaksdkan untuk

mengurangi nyeri post herpatik.2

Tabel 1.1 penggunaan asiklovir pada herpes zoster.

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan herpes zoster yang bisa

terjadi antara lain hemoragik, gangren pada daerah yang terkena, sedangkan apabila

21
secara umum bisa menyebabkan meningoensephalitis, sindrom vaskular serebral,

sindrom nervus cranial (cabang trigeminal ophtalmika) atau herpes zoster

ophtalmicus, sindrom Ramsay Hunt (paresis nervus fasialis, gangguan lakrimasi,

gangguan pengecapan 2/3 bagiandepanlidah, tinitus, vertigo dan tuli). 2 selain itu,

dapat terjadi kelemahan motorik perifer, myelitis transversus, keterlibatan organ

viseral (pneumonitis, hepatitis, pericarditis/myocarditis, pankreatitis, esofagitis,

enterokulitis, sistitis, sinovitis) diseminasi kulit, dan superinfeksi akibat lesi kulit. 8

RINGKASAN

Dalam laporan ini telah dilaporkan sebuah kasus herpes zoster pada seorang

wanita 60 tahun dengan keluhan utamanya adalah kemerahan pada kulit dan timbul

bentol-bentol berisi cairan serta nanah pada leher kanan, telinga kanan, belakang

leher kanan dan bahu kanan yang muncul sejak 4 hari lalu dan terasa gatal, panas dan

nyeri.

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penunjang

bila ingin mengetahui jenis adanya DNA virus varisela zoster. Dalam pemeriksaan

fisik ditemukan vesikel berkelompok, dengan dasar eritem pada leher kanan, telinga

kanan dan belakang leher kanan.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah antivirus sistemik berupa injeksi

ketorolac 2x30 mg/iv, injeksi ranitidin 2x50mg/iv, asiklovir 5x800 mg (7 hari), dan

nerva 5000 2x 1 tab, dan untuk terapi topikal diberikan fuson cream 2xoles/hari.

22
REFERENSI

1. Puja B., Deepak B., Sheeba A. Internationaal Joural of medical Research &

Health Science. 2013; 2(4): 960-966.

2. Menaldi SLS., Bramono K., Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi 7. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2017

3. Schmander KE., Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster (eds) Goldsmith

LA., Katz SI., Gilcherst BA., Paller AS., Leffell DJ., Wolff K. Fitzppatrick’s

Dermatology in General medicine. 8th edition. USA. McGraw-Hill

companies. 2012: 3388-3411.

4. Gupta R., Gupta P., Gupta S. Pathogenesis of Herpes Zoster. The Pharma

Journal. 2015; 4(5): 11-13

5. Cohen JI. Herpes Zoster. The New England Journal of Medicine.

2013;369:255-63

6. Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rooks Textbook of

Dermatology. 8th edition. USA: Blackwell Publishing. 2010:p.33.22-3328.

7. Armando S., Nicoletta V., Sara P., Matilde G., Silvia L., Giovanni G. Herpes

zoster: New preventive perspective. Journal of Dermatology and Clinical

Research. 2015;3(1):1-4

23
8. Wolff K., Johnson RA., Suurmond D. Color atlas & synopsis clinical

dermatology. Disease Due to Microbial Agents. 5th edition. USA.. McGraw-

Hill Companies. 2007

9. Whitley RJ., Volpi A., McKendrick M., Wijck AV., Oaklander AL.

Management of Herpes Zoster. Journal of Virology.2010;48:521-528

24

Anda mungkin juga menyukai