Anda di halaman 1dari 20

Persiapan Stase Mata (Bismillaah)

Soal Pre-Test (sebelumnya)


1. Sebutkan anomali refraksi, gambar jatuhnya sinar serta penanganan anomali!
Jawab: (Kuliah dr. Ani)
- Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta mata,
dimana mata dalam keadaan istirahat (tidak berakomodasi).
- Normal: Emetropia
Suatu keadaan dimana sinar paralel difokuskan tepat di retina saat mata relaksasi
 Ketajaman penglihatan maksimal

- Anomali refraksi (ametropia):


Keadaan dimana sinar paralel tidak difokuskan tepat di retina saat mata relaksasi.
Titik fokusnya bisa di depan atau di belakang retina
1. Miopia
Keadaan refraksi tanpa akomodasi, sinar paralel difokuskan di depan retina.
Mata Miopia : Status refraksi di atas kekuatan plus

Penatalaksanaan Miopia:
Miopia rendah dan sedang: koreksi penuh dengan lensa sferis terlemah yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
Pada miopia tinggi, koreksi penuh tidak dilakukan karena menyebabkan nyeri
kepala. Bila perlu, diberikan kacamata baca  kacamata bifokal

2. Hipermetropia
Merupakan suatu anomali refraksi dimana sinar paralel, tanpa akomodasi akan
difokuskan di belakang retina. Sinar Divergen dari objek dekat, akan
difokuskan jauh di belakang retina.
• Pengobatan:
– Bila foria/tropia tak ada, gunakan lensa sferis positif terkuat yang bisa
memberikan tajam penglihatan terbaik
– Bila foria/tropia ada, koreksi hipermetropia total. Jika perlu : Kacamata
bifokal

3. Astigmatisme
Kondisi refraksi mata dimana terdapat perbedaan derajat refraksi pada
meridian yang berbeda, tiap meridian akan memfokuskan sinar paralel pada
titik fokus yang berbeda.
• Bentuk-bentuk bayangan : garis, oval, lingkaran, tak ada sebuah poin
• Pengobatan: Lensa silinder, jenis lensa yang mempunyai 2 meridian yang
saling tegak lurus satu sama lain

4. Presbiopia
Perubahan kemampuan akomodasi secara fisiologi yang melemah di usia tua.
2. Gambarkan anatomi bola mata dan sebutkan fungsinya!
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan
epitel kornea di
limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada mata. Jaringan ini
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea
yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya dam
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke
dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut
ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

1) Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel epitel tak
bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.
2) Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3) Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas lamel yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.
4) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea.
5) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan tebalnya 20-40
µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea.

Gambar 2. Lapisan Kornea

4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera yang
terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai permukaan yang relatif
datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai
kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil.
2) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah tegangan kapsul
lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang.15
Badan siliar terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang
merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).
3) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan sklerayang berisi
pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar, berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina
bagian terluar yang terletak di bawahnya.
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah anterior lensa terdapat
aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan
terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh
ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak
fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous
humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik
mata depan.
7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous humor normalnya
berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars
plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreous mempertahankan
penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang
ora serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel karena
kemampuannya mengikat banyak air.
8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar yang berbatas dengan koroid
adalah sebagai berikut:
1) Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
2) Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna
4) Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
5) Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar
dan sel horizontal.
6) Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh
arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel
ganglion.
8) Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9) Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah saraf optik. Di dalam
lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan vitreous humor.

3. Jelaskan penanganan corpal konjungtiva!


Korpus alienum kornea adalah benda asing yang terdapat pada kornea seperti serpihan
logam, serpihan kaca, atau serpihan benda-benda organik.
Tujuan dari penatalaksanaan adalah mengurangi nyeri, mencegah infeksi, dan
mencegah kerusakan fungsi yang permanen. Benda asing yang terletak di permukaan kornea
dapat dihilangkan dengan berbagai cara seperti usapan cotton bud secara halus, menggunakan
jarum spuit 1 cc atau menggunakan magnet. Setiap pasien dengan benda asing di kornea
dilakukan dengan langkah-langkah penatalaksanaan awal sebagai berikut:
1. Periksa tajam penglihatan sebelum dan sesudah pengangkatan.
2. Berikan anestesi topikal pada mata yang terkena.
3. Cobalah mengeluarkan benda asing dengan irigasi NaCl 0,9% steril.
4. Cobalah menggunakan cotton bud secara halus.
5. Cobalah menggunakan jarum halus.
6. Pengangkatan benda asing harus dilakukan dengan bantuan slit lamp.
7. Jika tidak berhasil segera rujuk ke dokter mata.
8. Berikan antibiotik topikal untuk profilaksis 4x1 hari sampai regenerasi epitel.
9. Berikan analgetik topikal.
10. Reevaluasi dalam 24 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi dan ulkus kornea.
Indikasi rujuk.
1. Benda asing sulit dikeluarkan
2. Terbentuk formasi rust ring pada kornea
3. Ada tanda-tanda perforasi bola mata
4. Ada tanda pembentukan ulkus kornea seperti kabur pada dasar defek, noda pada tes
fluorosensi bertahan >72 jam
5. Defek pada bagian sentral kornea
6. Hyfema
7. Kerusakan kornea difus
8. Laserasi kornea atau sklera
9. Udem kelopak mata
10. Perdarahan subkonjungtiva yang difus
11. Bentuk pupil yang abnormal
12. Kamera okuli anterior yang dalam
Pada kasus tanpa komplikasi dimana benda asing dapat dikeluarkan, dapat diberikan
antibiotik spektrum luas dan obat-obatan cycloplegic. Jika terjadi komplikasi ulkus maka
penanganannya seperti ulkus kornea. Penanganan lebih lanjut pada benda asing yang sulit
dikeluarkan harus dilakukan oleh dokter spesialis mata. Sebelum mengeluarkan benda asing,
seorang klinisi harus menilai seberapa dalam penetasi kornea, jika mencapai kamera okuli
anterior pengangkatan harus dilakukan di kamar operasi dengan alat pembesar yang cukup,
penerangan, anestesi dan peralatan yang cukup.
4. Sebutkan macam macam blefaritis!
Klasifikasi blefaritis (Buku Prof. Sidharta)
1. Blefaritis superficial
2. Seboroik Blefaritis
3. Blefaritis Skuamosa
4. Blefaritis Ulseratif
5. Blefaritis angularis
6. Meibomianitis

5. Sebutkan definisi, patofisiologi hifema dan jelaskan derajatnya!


a. Definisi
Hifema didefinisikan sebagai keberadaan sel darah merah di kamera okuli anterior
(anterior chamber). Apabila keberadaan sel darah merah sangat sedikit sehingga
hanya terbentuk suspensi sel-sel darah merah tanpa pembentukan lapisan darah,
keadaan ini disebut sebagai mikrohifema.
b. Etiologi/patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:
1. Hifema traumatik
2. Hifema iatrogenik
3. Hifema spontan
Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema
akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya
disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak,
pelor mainan, paint ball, maupun tinju.1 Trauma tumpul yang menghantam
bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata
berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi bidang ekuatorial.
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular secara
transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada struktur pembuluh darah
di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang dan
tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan
(camera oculi anterior).2
Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari
proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi
intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan
struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.
Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya anamnesis
tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua jenis hifema.
Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya proses
neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.
1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks.
Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina yang
mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan faktor
tumbuh vaskular (misal: VEGF)2 yang oleh lapisan kaya pembuluh darah (seperti
iris dan badan silier) dapat mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru
(neovaskularisasi). Pembuluh darah yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan
tidak kokoh, mudah mengalami ruptur maupun kebocoran. Kondis ini
meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan bilik mata depan.
2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya
juga melibatkan neovaskularisasi3 seperti yang telah dijelaskan pada poin
pertama.
3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang
mana terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor anti-
pembekuan. Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.
4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti
aspirin dan warfarin.
Gambar 1 – Proses trauma dari arah anterior bola mata dapat mengakibatkan
distorsi dimensi antero-posterior dan ekuatorial yang mengakibatkan perubahan
tekanan intraokular mendadak dan menyebabkan ruptur pembuluh darah (Kanski,
2011)
3
Salah satu literatur menyebutkan bahwa pada anak-anak dengan
retinoblastoma, hifema merupakan 0,25% presentasi klinis dari seluruh gejala
retinoblastoma. Meskipun jarang, hifema dapat menjadi salah satu tanda
terjadinya kelainan intraokular khususnya pada bayi dan anak-anak tanpa riwayat
trauma yang signifikan.
Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema grade I,
predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada usia
sekolah4. 40% hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris,
sedangkan 10% mengalami perlekatan dengan endotel kornea. Pada umumnya
hifema tanpa komplikasi dapat diresoprsi dan menghilang secara spontan dalam
waktu kurang dari satu minggu (lima hingga enam hari).
c. Derajat hifema
Klasifikasi hifema berdasarkan severitasnya adalah sebagai berikut5:
Grade Keberadaan darah di Kamera
Okuli Anterior (COA)
1 Kurang dari 1/3

2 1/3 sampai ½

3 Lebih dari ½

4 Total (Penuh)
a.k.a blackball / 8-ball
hyphema
Tabel 1 – Klasifikasi hifema berdasarkan derajat keparahannya
(Oldham GW. Hyphema. [Internet]. Cited: 2013 Mar 19. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Hyphema)
Gambar 2 – Klasifikasi hifema secara skematis (Sumber: drhem.com)
6. Status oftalmologi
7. Lapisan kornea dan ilustrasinya
Jawab:
Kornea adalah selaput bening mata yang menutupi mata bagian depan berupa jaringan
transparan dan avaskuler yang berbentuk seperti kaca arloji. Ketebalan bagian sentral
pada dewasa sekita 550 mikrometer, diameter horizontal 11,75 mm, vertikal 10,6 mm.
Lapisan kornea dari luar ke dalam dapat dibagi menjadi :
1. Lapisan epitel. Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane
basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan
erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman. Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma. Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement. Merupakan membrana aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane
basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi ±43 dioptri.

8. Definisi miopia, hipermetropia, sm astigmat. Sm gambarnya. (sama dengan


nomer 1)
9. Anatomi sistem lakrimasi.
10. Grade hifema (sama kaya nomer 5)
11. Perbedaan keratitis sama konjungtivitis
12. Tatalaksana trauma kimia (IT dr. Petty)
1. Primary therapy:
1.1 Check pH of both eyes, if the pH is not in physiologic range, then the eye must be
irrigated to bring the pH to an appropriate range (7-7,2)
1.2 Early irrigation as much as possible to remove the offending substances and
restore the physiologic ph. It may be necessary to irrigate as much as 2 liters to
achieve this. –
2. Medical therapy: Antibiotics, EDTA, cycloplegic agent, topical steroid, ascorbic
acid, doxycyclin
13. Lapisan retina (sama kaya nomer 2)
14. Pembagian katarak senilis  Stadium dan klasifikasi
1. Stadium Katarak Senilis
Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis dibedakan menjadi 4
stadium, yaitu:
1) Katarak insipien
Pada stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan
lensa berupa bercak-bercak tak teratur seperti baji dengan dasar di perifer dan daerah
jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau posterior.
Kekeruhan ini mula-mula hanya dapat tampak apabila pupil dilebarkan sedangkan
pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak pada pupil normal. Pada stadium ini
proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat
bilik mata depan normal, iris dalam posisi normal disertai dengan kekeruhan ringan
pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.20 Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Stadium ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2) Katarak imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih ditemukan bagian-
bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat terjadi hidrasi korteks. Lensa yang
degeneratif mulai meningkat tekanan osmotiknya dan menyerap cairan mata sehingga
lensa akan mencembung (katarak intumesen). Pencembungan lensa ini akan
menyebabkan bilik depan mata dangkal, sudut bilik mata menyempit dan daya
biasnya bertambah, menyebabkan miopisasi. Penglihatan mulai berkurang karena
media refrakta tertutup kekeruhan lensa yang menebal.
3) Katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Tekanan cairan di dalam lensa sudah
dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata. Oleh karena itu, pada katarak
imatur atau intumesen yang tidak dikeluarkan, cairan lensa akan keluar sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik
mata depan normal kembali, sudut bilik mata depan terbuka normal dan uji bayangan
iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar
positif.
4) Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Pada stadium ini terjadi degenerasi kapsul lensa dan mencairnya
korteks lensa sehingga masa korteks ini dapat keluar melalui kapsul dan masuk ke
dalam bilik mata depan. Hal ini menyebabkan lensa menjadi lebih kecil, berwarna
kuning dan kering. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan
memperlihatkan bentuk seperti kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam
didalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni.
2. Klasifikasi Katarak Senilis
Berdasarkan lokasi terjadinya kekeruhan pada lensa, katarak dikelompokkan menjadi
tiga tipe, yaitu:
1) Katarak nuklear
Katarak nuklear merupakan kekeruhan terutama pada nukleus dibagian sentral lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat sklerosis nuklear dan penguningan lensa yang berlebihan.
Beberapa derajat sklerosis nuklear dan penguningan pada umumnya merupakan
proses kondensasi nukleus lensa yang umumnya normal pada pasien diatas usia
pertengahan. Kondisi ini hanya sedikit mempengaruhi fungsi visual. Katarak nuklear
cenderung berkembang secara perlahan dan biasanya bilateral, meskipun bisa
asimetri. Katarak nuklear biasanya menyebabkan gangguan yang lebih besar pada
penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan yang
progresif dari nukleus lensa menyebabkan peningkatan indeks refraksi lensa dan
terjadi perpindahan myopik (myopic shift) pada refraksinya, dikenal sebagai miopia
lentikularis. Pada beberapa kasus perubahan myopik sementara menyebabkan
individu dengan presbiopia dapat membaca tanpa kacamata, suatu kondisi yang
disebut dengan penglihatan kedua (second sight). Gejala yang lain dapat berupa
diplopia monokular dan gangguan diskriminasi warna. Katarak jenis ini dapat terjadi
pada pasien diabetes melitus dan miopia tinggi. Tajam penglihatan sering lebih baik
daripada dugaan sebelumnya dan biasanyaditemukan pada pasien 65 tahun keatas
yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
2) Katarak kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Katarak ini cenderung bilateral
tetapi seringkali asimetris. Efeknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi, tergantung
dari jarak kekeruhan terhadap aksial penglihatan. Gejala katarak kortikal adalah
fotofobia dari sumber cahaya fokal yang terus-menerus dan diplopia monokular.
Katarak kortikal bervariasi kecepatan perkembangannya. Beberapa kekeruhan kortikal
tetap tidak berubah untuk periode yang lama, sementara yang lainnya berkembang
dengan cepat.
3) Katarak subkapsular posterior
Katarak subkapsular posterior atau katarak cupuliformis, terdapat pada korteks di
dekat kapsul posterior bagian sentral dan biasanya di aksial. Pada awal
perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglihatan karena
adanya keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala yang timbul adalah fotofobia dan
penglihatan buruk dibawah kondisi cahaya terang, akomodasi, atau
miotikum. Ketajaman penglihatan dekat menjadi lebih berkurang daripada
penglihatan jauh. Beberapa pasien mengalami diplopia monokular. Katarak
subkapsular posterior sering terlihat pada pasien yang lebih muda dibandingkan
dengan pasien yang menderita katarak nuklear atau kortikal.
Selain itu sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus, miopia tinggi dan retinitis
pigmentosa serta dapat juga terjadi akibat trauma, penggunaan kortikosteroid sistemik
atau topikal, inflamasi, dan paparan radiasi ion.
Tambahan:
Ketiga tipe katarak tersebut dilakukan pemeriksaan slitlamp dengan menggunakan
kriteria Lens Opacity Classification System (LOCS) III untuk mengetahui derajat
keparahan katarak dan menentukan rencana terapi pembedahan katarak sehingga
dapat memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Katarak nuklear dilakukan
penilaian nuclear opalescense (NO) dan intensitas kekeruhannya, nuclear color (NC).
Katarak kortikal (C) dinilai dengan membandingkan kumpulan cortical spoking pada
pasien dengan standar fotografi. Katarak subkapsular posterior (P) juga ditentukan
dengan membandingkan kekeruhan tersebut dengan standar fotografi. Pemeriksaan
derajat dari masing-masing tipe diperoleh dengan membandingkan lokasi kekeruhan
lensa pasien dengan skala yang terdapat pada standar fototgrafi. Kriteria LOCS III
terdiri dari 4 skala desimal untuk masing-masing NO, NC, C dan P. NC dan NO
dikelompokkan dengan skala desimal dari 0,1 sampai 6,9. Derajat C dan P
dikelompokkan dengan skala desimal dari 0,1 sampai 5,9.

Gambar 1. Standar fotografi LOCS III berukuran 8.5 x 11 inci pada color transparency yang
digunakan pada pemeriksaan slitlamp

15. Diagnosis kelainan refraksi


PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS)
Alat yang digunakan :
- Trial lens
- Trial frame
- Kartu Snellen
- Kartu Jaeger atau reading card
- Astigmat dial
- Kartu Ishihara
- Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m
- Penerangan yang cukup
Cara Pemeriksaan :
- Visus sentralis jauh diperiksa dengan kartu Snellen
- Jarak pemeriksaan 5 meter atau 6 meter.
- Tutup salah satu mata (sebaiknya mata kiri dulu), untuk memeriksa visus mata
kanan. Menutup bisa memakai telapak tangan kiri atau occluder yang diletakkan di
depan trial frame mata kiri.
- Huruf / angka / gambar / huruf E yang berbeda-beda arah dengan berbagai ukuran,
makin ke bawah makin kecil, di pinggir dari tiap baris terdapat angka yang menunjuk
jarak yang diperlukan bagi orang normal untuk dapat melihat dengan jelas.
(contoh:Bila pemeriksaan pada jarak 6m, penderita (dengan satu mata) hanya dapat
membaca huruf yang bertanda 10 m, maka visus mata tersebut adalah 6/10).
- Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca, maka diperiksa dengan hitungan jari
tangan yang berarti visusnya .../60.
- Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan goyangan tangan dengan jarak 1 meter,
yang berarti visusnya 1/300.
- Bila tidak bisa melihat goyangan tangan, digunakan berkas cahaya dengan jarak 1
meter, yang berarti visusnya 1/~
- Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole;
- Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6), berarti terdapat kelainan
refraksi yang belum terkoreksi.
- Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik kemungkinan terdapat
kelainan organik.
- Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris
negatif atau positif (dimulai dari lensa sferis kecil ke besar atau sesuai tabel prediksi
ukuran kelainan refraksi)
- Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6, dilakukan pemeriksaan
astigmat dial
- Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas, diperiksa dengan lensa
cylindris negatif atau positif (dengan metode trial and error) dimana axisnya tegak
lurus pada garis yang paling tegas tersebut, sampai dapat mencapai 6/6.
- Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.
- Menyebutkan macam kelainan refraksinya.
- Pada pasien berusia 40 tahun ke atas, perlu ditambahkan lensa addisi sesuai usia,
sampai bisa membaca kartu Jaeger J 30 atau reading card 30 pada jarak ±33 cm.
- Diperiksa tajam penglihatan terhadap warna dengan kartu Ishihara (waktu membaca
adalah 3-10 detik untuk tiap lembarnya)
16. Aliran Aquos humor
17. Grade/prognosis trauma kimia

Anda mungkin juga menyukai