Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

SPONDILOSIS LUMBALIS

Oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.ked 04054821820039

Pembimbing:
dr. Margareta Dewi Dwiwulandari, Sp.KFR

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus berjudul:

SPONDILOSIS LUMBALIS

Oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.Ked 04054821820039

telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikutiKepaniteraan Klinik di
Bagian/ Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/ RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 11 November 2019 s.d. 27 November 2019.

Palembang, Maret 2019


Pembimbing,

dr. Margareta Dewi Dwiwulandari, Sp.KFR

2
KATA PENGANTAR

Segala puji penyusun haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus berjudul “Spondilosis
Lumbalis” ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penulisan referat ini, terutama kepada dr. Margareta Dewi Dwiwulandari, Sp.KFR sebagai
pembimbing penulisan laporan kasus ini.
Dengan penulisan laporan kasus ini, penulis berharap semua pihak yang membaca dapat
lebih memahami mengenai spondilosis lumbalis sehingga dapat bermanfaat bagi calon dokter
umum khususnya serta bagi kesehatan masyarakat secara umum.

Palembang, November 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. 1


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 3
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 5
BAB II STATUS PASIEN ........................................................................................ 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 20
BAB IV ANALISIS MASALAH .............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 41
DISKUSI ................................................................................................................... 43

4
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah (NPB) di daerah lumboskral merupakan gangguan


yang hampir semua orang pernah mengalaminya. Setelah nyeri kepala, kelainan inilah
yang paling sering diderita dan penyebab orang mangkir tidak masuk kerja. Pada satu
penelitian didapatkan 18% populasi berusia 18 – 68 tahun menderita nyeri punggung
bawah.1 NBP adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya.2

Di Indonesia, insidensi NPB belum diketahui dengan jelas. Berbagai data yang
ada di beberapa negara berkembang menyebutkan, insidensi NPB lebih kurang 15 –
20% populasi, yang sebagian besar merupakan NPB akut maupun kronik termasuk
tipe benigna. Sembilan puluh persen NPB benigna dapat sembuh spontan dalam kurun
waktu 4 – 6 minggu, namun ada kecenderungan berulang sehingga menyebabkan
terjadinya nyeri kronik dan disabilitas.3

Penyebab pasti sebagian besar kasus NPB benigna baik yang akut maupun
kronik, sulit ditentukan, walaupun diperkirakan kebanyakan karena sebab mekanikal
(97%).3,4 Dari sekian banyak penyebab mekanikal, proses degeneratif (spondilosis)
menduduki peringkat kedua (10%) setelah lumbar strain/sprain (70%). Disusul
hernia nucleus pulposus (HNP) (4%), stenosis spinalis (3%), fraktur kompresi
osteoporotik (4%), fraktur traumatik dan penyakit kongenital (< 1%), spondilolisis
dan NPB diskogenik.4

Spondilosis berasal dari kata spondilo (bahasa Yunani) yang berarti tulang
belakang. Spondilosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada osteoarthritis
degeneratif dari sendi antara korpus vertebra dan atau foramen neural. Pada keaadaan
ini, sendi faset tidak terlibat. Jika berat, hal ini dapat menyebabkan penekanan pada
akar saraf (radiks), yang kemudian akan menyebabkan gangguan sensorik dan atau
motorik, seperti nyeri, parastesia atau kelemahan kedua tungkai.5

Hal ini sering menyebabkan nyeri punggung biasa, biasanya terjadi pada usia lanjut
dan dapat melibatkan semua atau beberapa bagian dari tulang belakang. Namun,
paling sering pada regio servikal dan lumbal.6

5
Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang
belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang
diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan
kadang – kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis
(korpus).7,8,9

Fisioterapai berperan untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan dan


keterbatasan aktivitas tersebut sehingga pasien dapat beraktivitas kembali tanpa
adanya keluhan. Fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain menggunakan modalitas
fisioterapi yaitu infra red (IR), transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) dan
terapi latihan william flexion exercise.5

6
BAB II
STATUS PASIEN

IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. ZBM
b. Umur : 81 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Petani
e. Alamat : Dusun II Supat, Kabupaten Musi Banyuasin
f. Agama : Islam
g. Kunjungan : 15 November 2019
h. No. MedRec : 1149220

1. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri punggung bawah yang semakin memberat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri punggung bawah terutama
pada puggung bawah kiri dan tidak menjalar ke kedua tungkai. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk dan memberat bila pasien melakukan aktifitas/bergerak, namun tidak
memberat dengan batuk, bersin atau mengedan. Awalnya nyeri masih dapat
berkurang dengan minum obat warung dan istirahat, namun sejak 3 bulan ini nyeri
punggung bawah semakin memberat dan tidak hilang dengan minum obat dan
istirahat.
Sejak 1 bulan yang lalu nyeri dirasakan semakin hebat dan sangat
mengganggu aktivitas, dimana saat ini untuk berjalan pasien harus dipapah dan nyeri
dirasakan memberat setelah pasien duduk lama. Kelemahan anggota gerak disangkal,
kesemutan dan baal disangkal, BAB dan BAK biasa.

c. Riwayat Penyakit/ Operasi Dahulu


- Riwayat trauma/jatuh terduduk : disangkal
- Riwayat batuk lama (TB) : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal

7
- Riwayat kolesterol : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat Penyakit pada Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat batuk lama (TB) : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah seorang petani. Pasien mengatakan sering duduk dan membungkuk
dalam waktu lama

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Suami pasien sudah meninggal, pasien tinggal di rumah sendiri bersama anak dan
menantunya yang sudah bekerja. Anak pasien bekerja sebagai buruh dengan
penghasilan Rp. 2.000.000,00 /bulan. Pasien berobat dengan jaminan kesehatan BPJS.
Kesan: ekonomi menengah ke bawah.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Tinggi Badan/ Berat Badan : 155 cm/ 50 kg BMI: 20,80
Cara berjalan/ Gait
- Antalgik gait : tidak ada
- Hemiparese gait : tidak ada
- Steppage gait : tidak ada
- Parkinson gait : tidak ada
- Tredelenburg gait : tidak ada
- Waddle gait : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

8
Bahasa/ bicara
Komunikasi verbal : baik
Komunikasi non verbal : baik

Tanda vital
Tekanan Darah : 130/80 mm/Hg
Nadi : 92x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
Kulit : tidak ada kelainan
Status Psikis
Sikap : kooperatif Orientasi : baik
Ekspresi wajah : normal Perhatian : baik

b. Saraf-saraf Otak
Nervus Kanan Kiri
I. N. Olfaktorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II. N. Opticus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
III. N. Occulomotorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. N. Trochlearis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. N. Trigeminus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VI. N. Abducens Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VII. N. Fasialis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VIII. N. Vestibulocochlearis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IX. N. Glossopharyngeus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
X. N. Vagus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
XI. N. Accesorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
XII. N. Hypoglossus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Kepala
Bentuk : normal, simetris
Ukuran : normo cephali
Posisi
- Mata : normal, simetris
9
- Hidung : normal, simetris
- Telinga : normal, simetris
- Mulut : normal, simetris
- Wajah : simetris
- Gerakan abnormal : tidak ada
d. Leher
Inspeksi : simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku
kuduk (-), tumor (-), JVP 5-2 cm H2O
Luas Gerak Sendi
Ante /retrofleksi (n 65/50) : 65/50
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45
Tes Provokasi
Lhermitte test/ Spurling : tidak dilakukan
Test Valsava : tidak dilakukan
Distraksi test : tidak dilakukan
Test Nafziger : tidak dilakukan
e. Thorax
Bentuk : simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Eks. maksimum cm Ins. Maksimum cm (tidak
dilakukan)
Paru-paru
- Inspeksi : statis dinamis simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, pelebaran sela iga (-), krepitasi
(-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+), normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II (+) normal, HR 87x/menit
reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
10
- Inspeksi : datar, tidak terlihat massa, venektasi (-), scar(-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
g. Trunkus
Inspeksi
- Simetris : simetris
- Deformitas : tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Gibbus : tidak ada
- Hairy spot : tidak ada
- Pelvic tilt : tidak ada
Palpasi
- Spasme otot-otot para vertebrae: tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi) :ada (+) pada otot-otot para lumbal
-
Luas gerak sendi lumbosakral
- Ante/retro fleksi (95/35) : 45/15
- Laterofleksi (D/S) (40/40) : 20/10
- Rotasi (D/S) (35/35) : 25/15

Tes Provokasi
- Valsava test : tidak dilakukan
- Tes Laseque : -/-
- Baragard dan Sicard : -/-
- Niffziger test : tidak dilakukan
- Test SLR : -/-
- Test: O’Connell : tidak dilakukan
- FNST : tidak dilakukan
- Test Patrick : +/+
- Test Kontra Patrick : +/+
- Tes Gaernslen : tidak dilakukan
- Test Thomas : tidak dilakukan
- Test Ober’s : tidak dilakukan
11
- Nachalasknee flexion test : tidak dilakukan
- Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan
- Mc.Bridge sitting test : tidak dilakukan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan
- Test schober : tidak dilakukan

h. Anggota Gerak Atas


Inspeksi kanan kiri
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada
- Tremor : tidak ada tidak ada
- Nodus herbenden : tidak ada tidak ada
Palpasi
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Normal (luas) Normal (luas)
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada kelainan
12
Penilaian fungsi tangan Kanan Kiri
Anatomical normal normal
Grips normal normal
Spread normal normal
Palmar abduct normal normal
Pinch normal normal
Lumbrical normal normal

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180
Adduksi Bahu 180-0 180-0 180-0 180-0
Fleksi bahu 0-180 0-180 0-180 0-180
Extensi bahu 0-60 0-60 0-60 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f0) 0-90 0-90 0-90 0-90
Endorotasi bahu (f90) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f90) 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan tangan 0-70 0-70 0-70 0-70
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90

Test Provokasi kanan kiri


- Yergason test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Apley scratch test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Moseley test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Adson maneuver : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Tinel test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Phalen test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Prayer test : tidak dilakukan tidak dilakukan
- Finkelstein : tidak dilakukan tidak dilakukan
13
- Promet test : tidak dilakukan tidak dilakukan

i. Anggota Gerak Bawah


Inspeksi kanan kiri
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada
- Tremor : tidak ada tidak ada
Palpasi
- Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada tidak ada
- Diskrepansi : tidak ada tidak ada

Neurologi
Motorik kanan Kiri
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
14
Luas Gerak Sendi
Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-100 0-100 0-100 0-100
Ekstensi paha 0-20 0-20 0-20 0-20
Endorotasi paha 0-25 0-25 0-25 0-25
Adduksi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi paha 0-40 0-40 0-40 0-40
Fleksi lutut 0-110 0-110 0-130 0-130
Ekstensi lutut 0-20 0-20 0-20 0-20
Dorsofleksi pergelangan kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Plantar fleksi pergelangan kaki 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi kaki 0-35 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki 0-20 0-20 0-20 0-20

Tes Provokasi Sendi Lutut kanan kiri


Stes test tidak ada tidak ada
Drawer’s test tidak ada tidak ada
Test tunel pada sendi lutut tidak ada tidak ada
Test homan tidak ada tidak ada
Test lain-lain tidak ada tidak ada

3. Pemeriksaan-pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan refleks-refleks primitive pada anak-anak dengan gangguan SSP
Righting reaction : Tidak dilakukan
Reaksi keseimbangan : Tidak dilakukan
Pemeriksaan lainnya : Tidak dilakukan

Bowel test/bladder test


- Sensorik peri anal : Tidak dilakukan
- Motorik sphincter ani eksternus : Tidak dilakukan
- BCR (Bulbocavernosis Refleks) : Tidak dilakukan
Fungsi Luhur
- Afasia : Tidak ada
15
- Apraksia : Tidak ada
- Agrafia : Tidak ada
- Alexia : Tidak ada

4. Pemeriksaan Penunjang
A. Radiologis:

- Kurva lordosis kolumna vertebralis berkurang


- Tak tampak fraktur dan listesis
- Densitas tulang menurun dan trabekulasi tulang kasar.
- Tampak spur anterior dan lateral di vertebral lumbalis 3 dan 4.
- Tak tampak lesi litik/blastik. Pedikel intak
- Diskus intervertebralis L1-L2 menyempit.
Kesan: Spondilosis lumbalis
B. Laboratorium : tidak ada
C. Lain-lain CT-Scan/ MRI : tidak ada

16
5. RESUME
Seorang wanita, berusia 81 tahun datang ke poli rehabilitasi medik RSMH
dengan keluhan nyeri pada pinggang bawah yang semakin memberat. Sejak 3 bulan
yang lalu pasien mengeluh nyeri punggung bawah terutama pada puggung bawah kiri
dan tidak menjalar ke kedua tungkai. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan memberat bila
pasien melakukan aktifitas/bergerak. Awalnya nyeri masih dapat berkurang dengan
minum obat warung dan istirahat, namun sejak 3 bulan ini nyeri punggung bawah
semakin memberat dan tidak hilang dengan minum obat dan istirahat. Sejak 1 bulan
yang lalu nyeri dirasakan semakin hebat dan sangat mengganggu aktivitas, dimana saat
ini untuk berjalan pasien harus dipapah dan nyeri dirasakan memberat setelah pasien
duduk lama. Kelemahan anggota gerak disangkal, kesemutan dan baal disangkal, BAB
dan BAK biasa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Sensorium : compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mm/Hg
Nadi : 92x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 50 kg
TB : 155 cm
BMI : 20,80 kg/m2
Pada status lokalis trunkus didapatkan nyeri tekan pada otot paralumbal dan penurunan
luas gerak sendi lumbosakral dan anggota gerak bawah. Pada pemeriksaan provokasi
didapatkan Patrick test (+/+), kontra patrick test (+/+). Pada pemeriksaan penunjang foto
lumbosacral AP/lateral didapatkan kurva lordosis kolumna vertebralis berkurang, tak
tampak fraktur dan listesis, densitas tulang menurun dan trabekulasi tulang kasar, tampak
spur anterior dan lateral di vertebral lumbalis 3 dan 4, tak tampak lesi litik/blastik, pedikel
intak, diskus intervertebralis L1-L2 menyempit, dengan kesan spondilosis lumbalis.

6. EVALUASI
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran

1 Struktur dan Pasien mengalami spondilosis Mengurangi punggung bawah.


fungsi tubuh lumbalis yang menyebabkan (nyeri tidak menjalar).
nyeri punggung bawah.

17
2 Aktivitas Terdapat gangguan atau Meningkatkan kemampuan
keterbatasan dalam pasien untuk dapat beraktivitas
beraktivitas seperti jongkok, secara normal sehari-hari.
berjalan, saat akan berdiri, dan
saat duduk terlalu lama akibat
nyeri pada punggung bawah.

3 Partisipasi Gangguan nyeri pada Pasien dapat berpartisipasi


punggung menyebabkan dalam kegiatan sosial dengan
ketidaknyamanan dalam meningkatkan kepercayaan diri
kegiatan sosial, seperti tidak pasien dan kemampuan
dapat pergi ke pasar jika berinteraksi dengan sesama.
terlalu lama.

Catatan: ICF International Clasification of Function (WHO 2002)

DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis: LBP ec Spondilosis Lumbalis

7. PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Fisioterapi
Terapi Panas : SWD selama 10-15 menit 2x/minggu
Terapi Dingin : tidak dilakukan
Stimulasi Listrik : TENS selama 10 menit
Terapi Latihan : William flexion exercise

Okupasi Terapi
ROM Exercise : Melakukan gerakan pada persendian baik aktif mapun
pasif berupa luas gerak sendi lumbosakral: ante/retro fleksi, laterofleksi dan rotasi.
ADL Exercise : Melakukan aktivitas sehari-hari

Ortotik Prostetik
Ortotic : Tidak diperlukan
Prostetik : Tidak diperlukan
Alat bantu ambulansi : Tidak diperlukan

18
Terapi Wicara
Afasia : Tidak Diperlukan
Disartria : Tidak Diperlukan
Disfagia : Tidak Diperlukan

Social Medik : Memberikan edukasi keluarga untuk merawat dan


membantu penderita untuk menjalankan terapinya.

Edukasi :
- Membatasi aktivitas yang menyebabkan nyeri pada punggung dan paha
- Tidak mencuci baju sambil jongkok, jangan mengangkat barang di rumah,
jangan berjalan jauh, tidak duduk terlalu lama.
- Jangan duduk di kursi pendek, jangan duduk di lantai, tidur di kasur yang
empuk.
- Melakukan terapi latihan yang disarankan beberapa kali dalam sehari, terutama
di pagi hari saat bangun tidur
- Rutin melakukan fisioterapi di rumah sakit.

8. TERAPI MEDIKA MENTOSA


- Natrium diklofenak 50 mg setiap 12 jam diminum setelah makan
- Omeprazole kapsul 20 mg setiap 24 jam

9. PROGNOSA
- Medik : dubia ad bonam
- Fungsional : dubia ad bonam

10. FOLLOW UP (tidak dilakukan)

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti vertebra/ tulang belakang.
Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan
dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan kadang –
kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis (korpus).7,8,9

3.2 Epidemiologi

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di


Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami
spondilosis lumbalis, meningkat mulai dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di
dunia, spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini
meningkat dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia.8

Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit pada tulang belakang,
yang sering terjadi pada level T9-10 dan L3. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita
berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis. Rasio jenis kelamin bervariasi
namun pada dasarnya sama.8

3.3 Anatomi

Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang


memungkinkan untuk bergerak.7 Tulang vertebra secara keseluruhan terdapat 33
segmen yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas sakral yang
mengalami fusi dan 4 ruas koksigeal.10 Vertebra lumbalis, mulai dari lumbal 1 (L1)
sampai dengan lumbal 5 (L5), mempunyai panjang vertikal yang lebih pendek dari
diameter horizontal, sehingga dapat menanggung beban yang lebih berat.10,11

Vertebra lumbalis ini dibentuk berdasarkan 3 bagian fungsional: 11

- Korpus vertebra : berfungsi untuk menampung beban


- Arkus vertebra : berfungsi untuk melindungi elemen neural
- Prosessus/ tonjolan tulang: berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dari gerakan
otot (terdiri dari prosessus spinosus dan transversus).

20
Korpus vertebra lumbalis dibedakan dengan korpus vertebra torakalis dengan
tidak adanya faset/ sudut dari tulang iga/ kosta. Antara satu korpus dengan yang
lainnya dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ukurannya bertambah besar mulai
dari L1 sampai L5, yang menunjukkan semakin ke bawah segmennya, semakin besar
beban yang diterima. Dimana vertebra L5 mempunyai korpus terbesar, prosessus
spinosus terkecil dan prosessus transversus paling tebal.11

Gambar 1. Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-posterior dan lateral. Dikutip dari:
Lumbar Spine Radiographic Anatomy. Available at: http://www.wikiradiography.com/

Tiap arkus vertebra terdiri dari 2 pedikel, 7 prosessus (1 prosessus spinosus, 4


artikularis dan 2 transversus) dan 2 lamina, yang dihubungkan oleh sendi-sendi faset/
apofiseal dan ligamen.11

Pedikel menghubungkan arkus dengan korpus bagian posterolateral. Pedikel


ini berhubungan dengan bagian kepala dari korpus vertebra dan berfungsi sebagai
pelindung kauda ekuina yang ada di dalamnya.11

Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan


tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus dan
transversus (termasuk juga prosesus mamilaris) menjadi tempat melekatnya otot
sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut.12

Lamina berfungsi merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan


artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pada
pars interartikularis.12

21
Gambar 2. Vertebra lumbal ke-5, tampak dari atas (A) dan dari samping (B). Dikutip dari: Ropper
AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. Dalam: Adams and Victor’s Principle
of Neurology, 8th Edition. New York: McGraw Hill, 2005. p.168-191.

Pada kolumna vertebra terdapat 2 jenis persendian, yaitu persendian antara 2


korpus vertebra (dihubungkan oleh diskus intervertebralis) disebut amphiarthrodial
dan antara 2 arkus vertebra disebut arthrodial/ zygipofiseal/ faset/ apofiseal. Sendi
faset ini dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus
artikularis inferior vertebra yang di atasnya dan berfungsi untuk mengarahkan gerakan
segmen vertebra. Pada dasarnya sendi faset bukanlah penanggung beban, kecuali bila
vertebra dalam postur ekstensi (lordosis). Sendi ini memiliki kapsul yang longgar
serta lapisan sinovial.10,12

Gambar 3: Sendi amphiarthrodial dan faset. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan
11, 2011

Ligamen-ligamen yang penting sebagai penunjang/ penyokong pada kolumna


vertebralis meliputi: ligamentum interspinosa, flavum, longitudinalis anterior dan
posterior, kapsularis serta lateralis.10

22
Gambar 4. Ligamentum pada tulang belakang. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar
Spine. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated:
Jan 11, 2011

Adapun otot-otot paravertebral lumbal dibentuk oleh: 10

Latissimus dorsi: Berada pada lapisan terluar, kontraksinya akan memberi gaya
ekstensi terhadap tulang punggung.
Erektor spinalis: Terdiri dari kelompok superfisial (illiokostalis dan longissimus) dan
kelompok otot profunda.
Multifidus, interspinalis dan intertransverii.

Gambar 5. Otot-otot paravertebral daerah lumbal. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11,
2011.

23
3.4 Etiologi

Spondilosis lumbalis merupakan suatu fenomena penuaan yang non spesifik.


Kebanyakan penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi
badan, berat badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol atau
riwayat reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi
Inggris, tapi tidak pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih
kontraversial, sebagaimana diduga berhubungan dengan degenerasi diskus.8

3.5 Patofisiologi

Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah


ligamentum yang mendapat tekanan.8 Secara skematik dapat dijelaskan:

Gambar 6. Teori Kirkaldy-Willis (terjadinya spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Barr KP and
Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski
ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders,
2005.

24
Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan
tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula
artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang
peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor tersebut
sebenarnya berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai
stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan
substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun
alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan
proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi
yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (triggers
points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri.3

Gambar 7. Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis. Dikutip dari: Meliala LKRT. Patofisiologi
Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli
HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.

Berbagai stimuli seperti mekanikal, termal maupun kemikal dapat


mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor. Aktifasi nosiseptor langsung,
menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang timbul
akibat aktifasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif. Bentuk nyeri yang lain yang
sering timbul pada NPB yaitu nyeri neuropatik.3

25
3.6 Gambaran Klinis

Keluhan dapat berupa nyeri yang terpusat pada bagian tulang belakang yang
terlibat, bertambah dengan pergerakan, dan berkaitan dengan kekakuan dan
keterbatasan gerakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada gejala sistemik
sepertikeletihan, malaise, dan demam. Nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Dan
yang lebih penting diketahui bahwa tidak ada tanda penekanan radiks saraf. Beberapa
pasien mengeluhkan nyeri yang samar-samar dan intermiten pada tungkai atas atau
tungkai belakang, tapi bukan suatu bentuk nyeri skiatika dan straight-leg raising test
tidak menimbulkan nyeri ini. Pasien memilih posisi sedikit fleksi. Posisi duduk
biasanya membuat pasien nyaman, meskipun rasa kaku dan tak nyaman bisa terjadi
jika pasien dalam posisi tegak (erect).6

Keparahan dari gejala sering sedikit berhubungan dengan gambaran radilogik,


nyeri bisa muncul meskipun gambaran radiologik yang dijumpai minimal. Malah
berkebalikan, osteofit yang bermakna dengan spur formation pada vertebra dapat
terlihat pada pasien dengan ataupun tanpa gejala.6 Jika spondilosis lumbalis (osteofit)
menonjol ke dalam kanalis spinalis, maka dapat terjadi komplikasi berupa kanalis
stenosis.8 Delapan puluh persen pasien dengan kanalis stenosis mengalami
klaudikasio intermiten neurogenik, tergantung pada beratnya stenosis kanalis. Gejala
yang mengarah kepada hal tersebut adalah defisit motorik, sensorik, nyeri tungkai
bawah dan kadang-kadang terdapat inkontinensia urin.7

3.7 Prosedur Diagnostik


3.7.1 Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan.8
3.7.2 Pemeriksaan Radiologik
3.7.2.1 Foto X-ray polos

Pemeriksaan foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan


oblique berguna untuk menunjukkan spondilosis (osteofit), spondilolisthesis,
sementara stenosis kanalis sentralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.7,8

26
Gambar 8. Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran osteofit. Dikutip dari:
Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/249036. Updated: Apr 9th, 2009.

3.7.2.2 CT Scan vertebra

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi osseus (tulang). Dengan


potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk kanalis spinalis, resessus lateralis,
sendi faset, lamina dan morfologi diskus intervertebralis, lemak epidural dan
ligamentum flavum juga terlihat.7

3.7.2.3 MRI Spine

MRI lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat
ini merupakan metode terbaik untuk memvisualisasi isi kanalis spinalis. Sangat
penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala,
karena penyempitan asimtomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering
ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimtomatik atau pasien yang sama
sekali asimtomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan. 7

3.8 Diagnosa Banding 4

- Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


- Spondilolisthesis
- Lumbar sprain/strain
- Fraktur kompresi osteoporotik

27
3.9 Penatalaksanaan

3.9.1 Medikamentosa 13
Tujuan pemberian medikamentosa meliputi:
1. Simtomatik: mengurangi/ menghilangkan nyeri.
Obat-obat yang digunakan meliputi NSAID (nonsteroid anti inflammatory
drugs), analgesik non opioid dan analgesik opioid. Pemilihan analgesik tersebut dapat
didasarkan pada intensitas nyeri (ringan, sedang dan berat). Nyeri ringan digunakan
NSAID atau analgesik non opioid seperti parasetamol, aspirin, ibuprofen. Nyeri
sedang diberikan analgesik opioid ringan seperti kodein, dihidrokodein,
dekstropropoksifen, pentazosin. Kombinasi antara NSAID dengan analgesik opioid
ringan dapat juga diberikan. Nyeri berat diberikan opioid seperti morfin, diamorfin,
petidin, buprenorfin. Untuk kasus tertentu dapat diberikan analgesik ajuvan seperti
golongan fenotiazin, antidepresan trisiklik dan amfetamin.
2. Kausal:
a) Menghilangkan spasme otot misalnya baklofen, diazepam, eperison, tizanidine,
dan lain-lain
b) Menghilangkan kecemasan (antiansietas)

3.9.2 Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya


gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada
keadaan tanpa komplikasi. Prosedur operasi yang dapat dilakukan antara lain:
operasi dekompresi, operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil dan
kombinasi keduanya.7

3.9.3 Terapi Fisik

3.9.3.1 Penentraman dan Edukasi Pasien

Edukasi meliputi pemberian keterangan sebanyak mungkin sesuai


kebutuhan pasien, sehingga pasien mengerti tentang penyakitnya. Sebagai
tambahannya, dokter harus berempati, menyemangati dan memberikan informasi
yang positif kepada pasien. Menentramkan pasien, yaitu mengatakan bahwa tak ada
kelainan serius yang mendasari penyakitnya, prognosisnya baik dan pasien dapat
tetap melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini untuk mengatasi pemikiran negatif
dan kesalahan penerimaan informasi terhadap pasien tentang nyeri punggung

28
bawahnya. Ada suatu bukti yang kuat dari systematic reviews bahwa nasehat untuk
beraktifitas secara normal akan mempercepat pemulihan dan mengurangi disabilitas
daripada nasehat untuk beristirahat dan ”let pain be your guide”.14

3.9.3.2 Tirah Baring

Modalitas kunci pengobatan nyeri punggung akut adalah tirah baring.


Istirahat harus menyeluruh dan spesifik, yang berarti bahwa tidak ada beban pada
punggung, karena dengan adanya beban akan menyebabkan trauma, otot-otot akan
berkontraksi sehingga timbul rangsangan nosiseptif dan nyeri ini akan mendasari
kontraksi otot dan menyebabkan spasme. Dengan menghindari gerak pada jaringan
yang meradang selama periode tertentu dapat secara bermakna mengurangi
rangsangan nosiseptif.15 Posisi istirahat yang diterima adalah posisi modifikasi
Fowler, yakni suatu posisi dimana tubuh bersandar dengan punggung dan lutut
fleksi dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi.9,15

Gambar 9. Posisi istirahat (tirah baring).


Dikutip dari: Thumbaraj V. Lumbar
Spondilosis. Available at:
http://www.globalspine.net/lumbar_
spondylosis. 2003-2005. Access: May 2011.
3.9.3.3 Back School

Istilah back school secara umum digunakan untuk kelompok kelas yang
memberikan edukasi tentang nyeri punggung. Materi yang diberikan meliputi
informasi tentang anatomi dan fungsi tulang belakang, penyebab nyeri punggung
bawah yang dideritanya, cara mengangkat yang benar dan latihan ergonomik, dan
kadang-kadang nasehat tentang latihan dan untuk tetap beraktifitas. Secara umum,
penelitian menunjukkan bahwa back school efektif dalam mengurangi disabilitas
dan nyeri untuk NPB kronik.14

3.9.3.4 Exercise (Latihan)

Latihan sudah menjadi standar penatalaksanaan nyeri pada punggung.


Latihan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif dan dalam pengawasan atau
tanpa pengawasan.16 Tujuan dari latihan meliputi memelihara fleksibilitas fisiologik
kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak serta ketahanan badan.15
Beberapa penelitian prospektif acak gagal membuktikan manfaat dari latihan
29
dibanding plasebo pada NPB akut16, namun penelitian lain menunjukkan bahwa
latihan memberikan outcome yang baik pada penatalaksanaan NPB kronik.14
Contoh bentuk latihan dapat dilihat sebagai berikut:16

A: Supine pelvic bracing. Stabilization exercises. Gymnastic


ball exercises. Degree of difficulty
B: Supine pelvic bracing with increases from A to C.
alternating arm and leg raises
(dead bug)

Stabilization exercises. Basic position of Stabilization exercises. A: Quadruped


bridging. position with pelvic bracing. B:
Quadruped position with pelvic
bracing and alternating arm and leg
raises.

Gambar 10. Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB (spondilosis lumbalis). Dikutip dari:
Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans BM, Walsh NE,
Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation,
principles and practice, fourth edition. New Jersey: Lippincott William & Wilkins, 2005.

30
3.9.3.5 William flexion exercise5

William flexion exercise dikenalkan oleh dr Paul Williams pada tahun 1937
yang ditujukan untuk pasien kronik Low Back Pain (LBP) dengan kondisi degenerasi
korpus vertebra sampai pad adegenerasi diskus. Program ini telah berkembang dan
banyak ditujukan pada laki-laki di bawah usia 50-an dan wanita di bawah usia 40-an
yang mengalami lordosis lumbal berlebihan, penurunan segmen diskus antara segmen
lumbal dan gejala-gejala kronik LBP.
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri dari beberapa
macam gerakan yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi
lumbal). William flexion exercise telah menjadi dasar dalam mananjemen nyeri
pinggang bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beberapa problem nyeri
pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis. Program ini digunakan ketika
penyebab gangguan berasal dari facet joint (kapsul ligament), otot serta degenerasi
korpus dan diskus.
Metode latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberikan
stabilisasi lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal,
gluteus maksimus, dan hamstring sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas/elastisitas
pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinal). Selain itu, latihan ini
berguna untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group
otot postural fleksor dan ekstensor.
Adapun prosedur pelatihannya adalah:
a. Latihan I
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar diatas
bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai
mendorong ke bawah. kemudian pertahankan 5-10 detik. Gerakan ini bertujuan
untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi panggul dan
penguatan otot perut.

b. Latihan II
Posisi awal sama dengan nomor 1. Pasien diminta untuk mengkontraksikan
otot perut dan memfleksikan kepala sehingga dagu menyentuh dada dan bahu
terangkat dari matras. Kemudian tahan 5-10 detik. Ulangi sebanyak 10 kali.
Gerakan ini bertujuan untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-
otot perut, dan otot sternocleidomastoideus.9,10

G
c. Latihan III
Posisi awal sama dengan nomer I. Pasien diminta untuk memfleksikan
salah satu lutut ke arah dada sejauh mungkin kemudian kedua tangan mencapai
paha belakang dan menariknya ke dada. Pada waktu bersamaan fleksikan kepala
hingga menyentuh dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras. Tahan
selama 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain kemudian gerakan
diulang sebanyak 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk merapatkan lengkungan
pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi
sakroiliaka dan otot-otot hamstring.

d. Latihan IV
Posisi awal sama dengan latihan I. Pasien diminta untuk melakukan yang
sama dengan nomer 3, tetai kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikan ke atas
dan ditarik dengan kedua tangan ke arah dada. Fleksikan kepala dan naikan bahu
dari matras, tahan 5-10 detik dan ulangi 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk
merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka dan otot-otot hamstring.

32
e. Latihan V
Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperi seorang pelari cepat
pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maksimal pada sendi lutut dan
paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Kemudian pada
posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, tahan 5 hitungan dan rileks.
Ulangi hingga 10 kali. Gerakan ini bertujuan mengulur / streching otot-otot fleksor
hip dan fascia latae.

f. Latihan VI
Posisi awal berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15
cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding. Kemudian satu tungkai melangkah
ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks.
Ulangi hingga 10 kali. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.
Gerakan ini bertujuan untuk penguatan otot quadriceps, otot perut dan ekstensor
trunk.

33
3.9.3.6 Mobilisasi atau Manipulasi Manual (Traksi, Lumbar Support,
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Pemijatan (Masase))
Manifestasi fisiologik yang jelas dari traksi masih kontraversial. Namum
demikian dalam prakteknya traksi telah dilakukan sejak lama. Ada 2 macam traksi,
yaitu traksi pelvik dan torakal (gravity traction). Efek yang realistis dari traksi
vertebra lumbosakral tersebut adalah berkurangnya lordosis, yang dapat dicapai
dengan melihat hasil:
- Membukanya foramen intervertebralis
- Meregangnya permukaan sendi
- Memanjangnya muskulus spina erektor yang menyebkan relaksasi dan lepasnya
spasme dari muskulus tersebut.
- Mengerasnya (kaku) serabut annulus fibrosus dari diskus. Efek annulus ini
bersama-sama dengan menurunnya tenaga intrinsik dalam nukleus mengurangi
tonjolan annulus (annular buldging).
Tinjauan ulang Cochrane yang melibatkan 2 penelitian dengan kualitas yang baik,
menunjukkan bahwa traksi tidak lebih efektif dibandingkan plasebo atau tanpa
terapi pada beberapa laporan outcome.17

Gambar 11. Traksi lumbal. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In:
Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.).
Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

Lumbar support/ korset/ penyangga digunakan untuk terapi dan pencegahan


NPB.14 Efek yang diharapkan dari penggunaan korset: Mengurangi spasme;

34
Sebagai penyangga dan mendorong abdomen serta mengurangi beban dengan efek
gaya berat pada diskus; Memperbaiki postur tubuh dengan menurunkan lordosis;
Membatasi gerakan vertebra lumboskral.15 Ada 2 tipe dari penyangga punggung:

1. Penyangga rigid: penyangga ini mampu membatasi gerakan tulang belakang


sampai 50%. Namun penyangga ini berat dan panas serta kurang nyaman bagi
pasien, untuk itu dapat dibuat lobang-lobang untuk masuknya udara sehingga
mengurangi kelembapan dan maserasi kulit.9,18
2. Penyangga elastis: Penyangga ini berfungsi untuk membatasi gerakan dan
sebagai pengingat untuk menggunakan postur tubuh yang benar saat
mengangkat beban.9

Gambar 12. Tipe – tipe korset. Dikutip dari: Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available
at: http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug 25, 2008.

Penemuan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) didasarkan


pada teori pintu gerbang (gate theory) oleh Melzack dan Wall. Dalam teori ini,
stimulasi serabut aferen yang besar menghambat serabut nosiseptif yang kecil
sehingga pasien merasa nyerinya berkurang. Metaanalisis dari TENS terhadap
outcome menunjukkan kecenderungan ke arah pengurangan nyeri yang lebih baik,
fungsi yang lebih baik dan kepuasan terhadap terapi dibanding plasebo, tapi tidak
signifikan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasinya.14
TENS dikontraindikasikan pada pemakai pacemaker, tidak dianjurkan pemakaian
pada mata atau sinus karotikus serta wanita hamil.15

Pemijitan (masase) adalah termasuk cara pengobatan yang paling tua di


dunia. Efeknya dapat dikelompokkan menjadi efek refleks dan mekanik. Efek
refleks pada kulit berupa rangsangan pada reseptor perifer yang kemudian impuls
diteruskan melalui medula spinalis ke otak dan menghasilkan sensasi yang

35
menyenangkan atau relaks. Di perifer impuls ini menyebabkan relaksasi otot dan
dilatasi atau konstriksi arteriole. Salah satu efek yang penting adalah terjadinya efek
sedatif sehingga menurunkan ketegangan mental. Efek mekanik berupa (a)
membantu kembalinya sirkulasi darah dan cairan limfe karena masase yang
dilakukan dengan tenaga cukup kuat dalam arah sentripetal dan (b) terjadinya
gerakan intramuskuler dan melunaknya fibrosis serta relaksasi spasme.15

Penelitian Chou dan Huffman 2007, berupa systematic reviews,


menyimpulkan terapi dengan evidence yang baik dengan efikasi sedang untuk NPB
kronik atau subakut adalah cognitif behaviour therapy, latihan, manipulasi tulang
belakang, dan rehabilitasi interdisiplin. Untuk NPB akut, satu-satunya terapi dengan
evidence efikasi yang baik adalah pemanasan superfisial.18

3.9.3.7 Interferential (Current) Therapy (IFC/ IT)

IFC merupakan suatu cara yang menggunakan dua arus sinyal yang
berganti- gantian dengan frekuensi yang sedikit berbeda.

Gambar 13. Gambaran interaksi dua gelombang dengan


frekuensi yang berbeda. Dikutip dari: Barr KP and
Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom
RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski
ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine &
rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

Alat IFC menggunakan arus dengan frekuensi sedang yang berkisar 4000- 5000
Hz. Arus yang berganti-ganti dengan frekunsi medium (1000-10.000 Hz) mempunyai
resistensi kulit lebih rendah disbanding frekuensi rendah (< 1000 Hz) sehingga
penetrasi ke dalam kulit lebih mudah. Perbedaan IFC dengan TENS mungkin
kemampuannya dalam mengahantarkan arus lebih tinggi. Dilaporkan bahwa IFC
berguna untuk kelainan muskuloskletal, neurologis dan penatalaksanaan inkontinensia

36
urin, meskipun literatur lain gagal menunjukkan keunggulannya dari intervensi lain
atau plasebo.14

3.9.3.8 Short Wave Diathermy (SWD)


SWD merupakan suatu cara yang memproduksi panas melalui konversi energi
elektomagnet menjadi energi suhu (panas). Osilasi frekuensi tinggi elektrik dan
medan magnet menghasilkan gerakan ion-ion, rotasi dari molekul polar dan distorsi
molekul non polar, dengan akibat terbentuknya panas. Federal Communications
Commission limits industrial, scientific and medical (ISM) menggunakan frekuensi
13,56 MHz (panjang gelombangnya 22-m), 27,12 (11-m) dan 40,68 MHz (7,5-m).
Dengan 27,12 MHz yang paling sering digunakan. Digunakan untuk kelainan
muskuloskletal (namun data tentang efikasinya masih diperselisihkan). Penggunaan
SWD perlu kehati-hatian pada: Peringatan terhadap bahaya panas secara umum,
pengguna metal (misalnya perhiasan, alat pacu jantung, intrauterine devices, surgical
implant, deep brain stimulator, dll), pemakai kontak lensa, hamil dan saat menstruasi
serta immaturitas dari skletal.14

3.9.3.9 Terapi Okupasi (Occupational Therapy)


Terapi okupasi dan juga terapi fisik menggunakan terapi latihan aktif dan
pasif, teknik manual dan cara-cara fisikal yang pasif untuk mengatasi defisit
fleksibilitas, kekuatan otot, keseimbangan tubuh, pengontrolan neuromuskuler, postur
dan ketahanan tubuh. Serta membantu pasien mengatasi ketakutan untuk bergerak
(karena nyeri yang dialaminya). Terapi okupasi mengkhususkan pada edukasi pasien,
keluarga pasien dan penjaga pasien. Terutama dalam menghadapi aktivitas yang
berkaitan dengan ekstrimitas atas dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi cara
makan, kebersihan, berbenah, mandi, berpakaian, cara mengangkat beban dan lain-
lain. Kebanyakan penderita nyeri kronik mempunyai gangguan sekunder di samping
nyerinya seperti infleksibilitas umum, ketidakmampuan berbenah, nyeri miofascial
dan abnormalitas postural lainnya, yang mana hal tersebut menjadi fokus
penatalaksanaan.14,19

37
(A) (B)

Gambar 14. Cara mengangkat beban yang salah (A) dan cara mengangkat beban yang benar (B).
Dikutip dari: Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom RL,Buschbacher
RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine &
rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005. p:1047-1054.

3.10 Prognosa

Spondilosis lumbalis pada kebanyakan kasus tidak menyebabkan morbiditas nyata. Pada
beberapa penderita, terdapat penyempitan kanal akar saraf atau kanal tulang belakang yang
menyebabkan gejala serius, dan bahkan pada beberapa kasus bisa sampai paralisis atau
masalah pada sistem BAB dan BAK.8

38
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. ZBM, 81 tahun, perempuan, datang ke poliklinik rehabilitasi medik RSMH dengan
keluhan nyeri punggung bawah yang semakin memberat..
Dari anamenesis didapatkan keluhan nyeri punggung bawah tersebut telah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu naun drasakan semakin memberat sejak 1 bulan ini. Pasien mengeluh
nyeri punggung bawah terutama pada puggung bawah kiri dan tidak menjalar ke kedua
tungkai. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan memberat bila pasien melakukan
aktifitas/bergerak. Awalnya nyeri masih dapat berkurang dengan minum obat warung dan
istirahat, namun sejak 3 bulan ini nyeri punggung bawah semakin memberat dan tidak hilang
dengan minum obat dan istirahat. Sejak 1 bulan ini nyeri dirasakan semakin hebat dan sangat
mengganggu aktivitas, dimana saat ini untuk berjalan pasien harus dipapah dan nyeri
dirasakan memberat setelah pasien duduk lama. Kelemahan anggota gerak disangkal,
kesemutan dan baal disangkal, BAB dan BAK biasa. Pasien selama ± 40 tahun ini bekerja
sebagai seorang petani yang sering membungkuk dalam waktu lama. Riwayat trauma (-),
riwayat batuk lama (TB) disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada status lokalis trunkus didapatkan nyeri tekan pada otot paralumbal
dan penurunan luas gerak sendi lumbosakral dan anggota gerak bawah. Pada pemeriksaan
provokasi didapatkan Patrick test (+/+), kontra patrick test (+/+). Pada pemeriksaan
penunjang foto lumbosacral AP/lateral didapatkan kurva lordosis kolumna vertebralis
berkurang, tak tampak fraktur dan listesis, densitas tulang menurun dan trabekulasi tulang
kasar, tampak spur anterior dan lateral di vertebral lumbalis 3 dan 4, tak tampak lesi
litik/blastik, pedikel intak, diskus intervertebralis L1-L2 menyempit, dengan kesan
spondilosis lumbalis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis low back pain et causa spondilosis lumbalis.
Pasien pada kasus ini adalah wanita berusia 81 tahun, dimana berdasarkan
epidemiologi, wanita lebih sering mengalami spondilosis dibandingkan laki-laki. Usia pasien
juga merupakan faktor risiko dari spondilosis, hal ini dikarenakan penyakit ini merupakan
penyakit degeneratif. Pasien memiliki riwayat pekerjaan sebagai seorang petani yang terbiasa
membungkuk dalam waktu lama, sehingga juga merupakan salah satu faktor risiko bagi

39
pasien ini yaitu postur tubuh yang buruk. Nyeri punggung yang dikeluhkan pasien dirasakan
pada daerah punggung bawah. Hal ini disebabkan karena daerah lumbal khususnya L5-S1
memiliki fungsi menopang berat badan. Diperkirakan 75% berat tubuh ditopang oleh sendi
L5-S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri yang
dirasakan pada pasien adalah analgesik yaitu natrium diklofenak dengan dosis 50 mg tiap 12
jam. Sedangkan program rehabilitasi medik yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional berjalan pasien.
Terapi yang diberikan adalah terapi panas dengan indikasi efek analgesik, vasodilatasi
dan mempersiapkan sebelum terapi latihan peregangan yaitu short wave diathermy (SWD).
Terapi stimulasi listrik (TENS) yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan
impuls yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa
ini dikenal sebagai aktivasi antidromik yang menginisiasi efek analgesik. William flexion
exercise adalah program latihan yang terdiri dari 6 macam gerakan yang menonjolkan pada
penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). Metode latihan ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri dan memberikan stabilisasi lower trunk sehingga terjadi peningkatan
fleksibilitas/elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinal),
mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor dan
ekstensor.
Pasien diedukasi membatasi aktivitas yang menyebabkan nyeri pada punggung dan
paha, tidak mencuci baju sambil jongkok, jangan mengangkat barang di rumah, jangan
berjalan jauh, tidak duduk terlalu lama, jangan duduk di kursi pendek, jangan duduk di lantai,
tidur di kasur yang empuk, melakukan terapi latihan yang disarankan beberapa kali dalam
sehari, terutama di pagi hari saat bangun tidur, dan rutin melakukan fisioterapi di rumah sakit.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Nyeri Kepala, Nyeri Punggung Bawah, Nyeri Kuduk.


Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008.
2. Lubis INHN. Epidemiologi NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A,
Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI, 2003. Hal: 1-3.
3. Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam:
Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri
punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.
4. Asnawi C. Pandangan Umum Terapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala
LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 167-170.
5. Rahayu, Sri. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Spondylosis L4-S1 di RSAL Dr.
Ramelan Surabaya. Karya Tulis Ilmiah: UMS. 2011.
6. Ropper AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. In: Adams
and Victor’s Principle of Neurology, 8th Edition. New York: McGraw Hill,
2005. p.168-191.
7. Mahadewa TGB. Diagnosis dan Tatalaksana Spondylosis Lumbalis. Dalam:
Mahadewa TGB dan Maliawan S (Ed.). Diagnosis dan tatalaksana
kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto, 2009. Hal: 88-101.
8. Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/249036. Updated: Apr 9th, 2009.
9. Thumbaraj V. Lumbar Spondilosis. Available at:
http://www.globalspine.net/lumbar_ spondylosis. 2003-2005. Access on: May
2011.
10. Wahjoepramono EJ. Medula Spinalis dan Tulang Belakang. Jakarta: FK Univ.
Pelita Harapan, 2008.
11. Kishner S and Gest TR. Lumbar Spine. Available at:
http://emedicine.medscape.com/ article/1899031-overview#showall. Updated:
Jan 11, 2011.
12. Aulina S. Anatomi dan Biomekanik Tulang Belakang Lumbal. Dalam: Meliala
LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 5-16.

41
13. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT,
Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 171-184.
14. Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM,
Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical
medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
15. Amir D. Terapi Fisik Pada NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba
JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI, 2003. Hal: 197-223.
16. Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ,
Gans BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.).
Physical medicine & rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New
Jersey: Lippincott William & Wilkins, 2005.
17. Chou R and Huffman LH. Nonpharmacologic Therapies for Acute and Chronic
Low Back Pain: A Review of the Evidence for an American Pain
Society/American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern
Med. 2007;147:492-504.
18. Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at:
http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated:
Aug 25, 2008.
19. Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom
RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al
(Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
p:1047-1054.

42
DISKUSI

Pertanyaan:
1. Apa saja tes provokasi yang dapat dilakukan pada kasus ini dan apa
interpretasinya?
a. Pemeriksaan Lasegue (Straight Leg Raising Test)

Cara pemeriksaan:
 Pasien berada di sebelah tungkai pasien yang sakit (misalnya tungkai kanan sakit,
maka berada di sebelah kanan).
 Angkat tungkai kiri pasien dalam keadaan lurus (fleksi sendi panggul, ekstensi
sendi lutut) dengan tangan kanan pemeriksa.
 Untuk menjamin lurusnya tungkai, tangan kiri pemeriksa menekan lutut pasien.
 Normalnya, pasien akan merasakan tegang pada bagian posterior tungkai kanan
pada sudut >800, namun apabila pada sudut ≤600 sudah merasa tegang atau nyeri
sepanjang nervus ischiadicus, pemeriksaan Lasegue pada tungkai kanan dikatakan
positif.
 Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada
herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

Gambar 1. Pemeriksaan Lasegue Tungkai Kanan

Mekanisme:
 Fleksi pasif sendi panggul dalam keadaan lurus (ekstensi) sendi lutut menimbulkan
peregangan nervus ischiadikus. Apabila salah satu radiks yang menyusun nervus
ischiadikus mengalami protusio diskus intervertebralis, penekanan atau

43
peregangan karena HNP atau tumor di kanalis vertebralis, maka pemeriksaan
Lasegue membangkitkan nyeri yang berpangkal pada radiks yang terkena dan
menjalar sepanjang perjalanan perifer nervus ischiadikus.
 Apabila terdapat protusio diskus intervertebralis, pemeriksaan Lasegue akan
menghasilkan nyeri pada fleksi sendi panggul dengan sudut ≤600. Akan tetapi,
pada pasien dengan koksitis dan artritis sakroiliaka, pemeriksaan Lasegue dapat
memberikan hasil yang juga positif.

Modifikasi:
 Lasegue Modifikasi Bonnet : sambil melakukan pemeriksaan Lasegue, tungkai
yang lurus sedikit dirotasikan ke dalam dan diaduksi pada sendi panggul.
 Lasegue Modifikasi Bragard : ditambah dorsofleksi kaki.

Gambar 2. Pemeriksaan Lasegue Modifikasi Bragard Tungkai Kanan

 Lasegue Modifikasi Sicard : ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.


Modifikasi pemeriksaan Lasegue ini bertujuan untuk memperbesar peregangan pada
nervus ischiadikus, sehingga dalam derajat yang lebih kecil dan waktu yang lebih
cepat, didapatkan Lasegue positif.

b. Pemeriksaan Cross Lasegue (O’Connell Test)


Cara pemeriksaan:
 Pasien berada di sebelah tungkai pasien yang sehat (misalnya tungkai kanan sakit,
maka berada di sebelah kiri).
 Angkat tungkai kanan pasien dalam keadaan lurus (fleksi sendi panggul, ekstensi
sendi lutut) dengan tangan kiri pemeriksa.
 Untuk menjamin lurusnya tungkai, tangan kanan pemeriksa menekan lutut pasien

44
 Apabila pada sudut ≤600 fleksi tungkai kanan menimbulkan nyeri sepanjang
tungkai yang kiri, Cross Lasegue pada tungkai kanan dikatakan positif.
 Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada
herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

Gambar 3. Pemeriksaan Cross Lasegue Tungkai Kanan

c. Pemeriksaan Patrick

Cara pemeriksaan dan interpretasi.


 Pasien berada di sebelah tungkai pasien yang sakit (misalnya tungkai kanan sakit,
maka berada di sebelah kanan).
 Lakukan fleksi sendi panggul dan sendi lutut tungkai kanan, kemudian tempatkan
maleolus eksterna tungkai kanan pada lutut tungkai kiri.
 Bila pasien merasakan nyeri sendi panggul, baik menjalar ke tungkai ataupun
tidak, maka pemeriksaan Patrick dikatakan positif. Pada ischialgia diskogenik,
pemeriksaan Patrick akan negatif.

Gambar 4. Pemeriksaan Patrick Tungkai Kanan

45
d. Pemeriksaan Contra-Patrick

Cara pemeriksaan dan interpretasi.


 Pasien berada di sebelah kanan (tungkai kanan pasien sakit).
 Lakukan fleksi sendi panggul dan sendi lutut tungkai kiri, kemudian tempatkan
maleolus eksterna tungkai kiri pada lutut tungkai kanan.
 Bila pasien merasakan nyeri sendi panggul, baik menjalar ke tungkai ataupun
tidak, maka pemeriksaan Contra-Patrick dikatakan positif.

Gambar 5. Pemeriksaan contra-Patrick Tungkai Kanan

e. Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat,
akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler.
Positif pada spondilitis.
f. Tes valsava
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat, hasilnya
sama dengan percobaan Naffziger.
g. Spasme m. psoas
Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat – kuat
pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain menggerakkan
tungkai ke posisi vertical dengan lutu dalam keadaan fleksi tegak lurus.
Panggulsecara pasif mengadakan hiperekstensi ketika pergelangan kaki
diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme involunter m.psoas.

46
h. Tes Gaenselen
Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering
menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbo-sacral. Dengan pasien berbaring
terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua
belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal.
Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas
kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis
lumbalis.

2. Bagaimana cara pencegahan dari kasus ini?


Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat
proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih
jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot,
kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama.
Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan
komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu
kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat
lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.

47
3. Apa manfaat dari fisoterapi yang diberikan terhadap pasien ini? Mengapa
lebih dipilih diathermy daripada infrared?
a) Manfaat dari fisioterapi terhadap kasus spondylosis lumbalis
1. PenurunanNyeri
Mekanisme TENS dapat mengurangi nyeri dalam penurunan nyeri melalui
mekanisme segmental, TENS akan menghasilkan efek analgesia dengan jalan
mengaktifasi serabut A beta yang akan menghibisi neuron nosiseptif di kornu
dorsalis medulla spinalis,yang mengacu pada teori gerbang kontrol bahwa
gerbang terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai
substansia gelatinosa dan yang terletak di kornu posterior dan sel T yang
merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan
oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta dan A alfa
serta serabut berdiameter kecil A delta dan serabutC. Asupan dari saraf
berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai
keluhan nyeri. Namun pada saat bersamaan impuls juga dapat memicu sel
substansia gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T
baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil dengan kata lain
asupan impuls dari serabut afferen berdiamter besar akan menutup gerbang dan
membloking transmisi impuls dari serabut afferen nosiseptor sehingga nyeri
berkurang.

Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi


tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan
tubuh. Diathermy juga dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nontermal.
Diathermy yang digunakan sebagai modalitas terapi terdiri atas Short Wave
Diathermy (SWD) dan Microwave Diathermy.SWD adalah modalitas terapi yang
menghasilkan energi elektromagnetik dengan arus bolak-balik frekuensi tinggi.
Federal Communications Commision (FCC) telah menetapkan 3 frekuensi yang
digunakan pada SWD, dimana frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang
11 meter paling sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan.Efek terapi
yang ditimbulkan antara lain:

a. Saraf
1) Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf

48
2) Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang
(theshold)sehingga dapat menurunkan nyeri.

b. Perubahan panas/ temperatur


1) Meningkatkan metabolisme sel-sel sekitar 13% setiap kenaikan 1o C.
2) Meningkatkan vasomotion sphinter sehingga timbul homeostatik lokal dan
akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.
c. Reaksi general
Mengaktifkan sistem termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan
kenaikan temperatur darah untuk mempertahankan temperatur tubuh secara
general.
d. Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat secara lebih baik seperti jaringan
kolagen kulit, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas
matriks jaringan.
e. Otot
1) Meningkatkan elastisitas jaringan otot
2) Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nosisensorik, kecuali hipertoni
akibat emosional dan kerusakan sistem saraf pusat.

2. Peningkatan Lingkup Gerak Sendi


Hal ini dipengaruhi oleh efek William Flexion Exercise memberikan
efek stretching. Stretching adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan atau menguraikan beberapa manuver pengobatan yang
bertujuan untuk memperpanjang pemendekan susunan soft tissue secara
patologis dan untuk menambah luas gerak sendi (LGS). Stretching ini dapat
juga berarti peregangan atau penguluran. Tujuan dari William Flexion
Exercise adalah untuk membentuk stabilitas batang tubuh bagian bawah
dengan cara: Aktivasi otot abdominal, gluteus maksimus dan otot hamstring,
Peregangan secara pasif otot-otot fleksor panggul dan punggung bawah
sehingga dapat menghasilkan keseimbangan antara otot fleksor postural
dengan otot- otot ekstensor postural, Mengurangi posisi lordosis dari
vertebra lumbal sehingga dapat mengurangi tekanan pada struktur posterior
vertebra lumbal dan penguatan otot-otot abdominal dan gluteus maksimus.

49
Gerakan-gerakan pada William Flexion juga dapatmembuka foramen
intervertebralis dan meregangkan struktur ligamen. Gerakan-gerakan
William Flexion berfungsi untuk menguatkan otot-otot penyokong di sekitar
punggung bawah terutama otot-otot abdomen dan gluteus maksimus serta
meregangkan kelompok otot back ekstensor. Dengan
teregangnya/terstretching nya otot back ekstenor akan menimbulkan
elastisitas jaringan otot dan menimbulkan efek relaksasi pada otot sehingga
otot cukup rileks untuk bergerak. Karena semakin otot itu rileks dan tidak
tegang maka otot tersebut dapat bergerak dengan full tanpa adanya
rasanyeri.

3. Peningkatan KekuatanOtot

Pengaruh dari William Flexion Exercise mempunyai prinsip memperkuat


otot-otot abdominal sebagai otot penggerak fleksi lumbosacral dan
meregangkan otot-otot ekstensor punggung bawah sehingga diharapkan
mampu meningkatkan kekuatan otot. Dengan diberikannya latihan ini otot-otot
abdominal akan berkontraksi dan menyebabkan peningkatan tonus otot
sehingga otot akan beradaptasi dan menjadi lebih kuat. Penyesuaian yang
terjadi di dalam otot dapat terlewati melalui terapi latihan apabila kemampuan
otot secara progresif terpelihara. Otot, yang merupakan jaringan kontraktil
akan menjadi lebih kuat akibat hasil hipertropi dari serabut otot yang
kemudian menyebabkan kekuatan otot meningkat.

4. Peningkatan KemampuanFungsional

Dengan berkurangnya rasa nyeri diiringi dengan meningkatnya LGS dan


kekuatan otot. Pasien berani untuk melakukan aktivitas fungsionalnya dengan
baik. Karena gangguan fungsional berawal dari timbulnya nyeri, penurunan
kekuatan otot dan keterbatasan LGS.

b) Diathermy dan infrared

Infrared (IR) merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang digunakan


untuk keluhan yang hanya sampai di bagian superfisial. Pemberian IR bertujuan
untuk meningkatkan metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi

50
nyeri. Adanya efek thermal dari IR suatu reaksi kimia dapat dipercepat sehingga
proses metabolisme yang terjadi pada superficial kulit meningkatkan pemberian
nutrisi dan oksigen pada otot.Efek thermal yang dihasilkan IR dapat menaikkan
ambang rangsang nyeri dari serabut saraf sehingga menyebabkanvasodilatasi
pembuluh darah, sirkulasi darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan
pengeluaran sisa-sisa metabolisme yang menumpuk di jaringan akan dibuang
sehingga akan didapatkan efek sedatif (pengurangan rasa nyeri) pada jaringan.

Diathermy termasuk ke dalam terapi panas dalam, sedangkan infrared


merupakan termasuk ke dalam terapi panas superfisial. Pada spondilosis
gangguan/kerusakan yang terjadi adalah pada discus intervertebralis, sehingga
diathermy lebih dipilih untuk digunakan pada kasus ini dibandingkan IR dikarenakan
pancaran gelombang elektromagnetik pada IR digunakan untuk keluhan yang hanya
sampai di bagian kutan dan subkutan (superfisial).

4. Pada pasien ini diberikan exercise berupa william flexion exercise, apa
manfaat terapi tersebut terhadap kasus ini dan apakah terdapat
kontraindikasi dari latihan ini?
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri dari 6 macam gerakan
yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William
flexion exercise telah menjadi dasar dalam mananjemen nyeri pinggang bawah selama
beberapa tahun untuk mengobati beberapa problem nyeri pinggang bawah berdasarkan
temuan diagnosis. Program ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet
joint (kapsul ligament), otot serta degenerasi korpus dan disku, sehingga sesuai bila
dilakukan pada pasien ini.

Metode latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberikan stabilisasi
lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maksimus,
dan hamstring sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas/elastisitas pada group otot
fleksor hip dan lower back (sacrospinal). Selain itu, latihan ini berguna untuk
mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor
dan ekstensor. Kontraindikasi dari latihan ini adalah inflamasi dan kontraktur.

51
Sumber:

Luklukaningsih, Z. 2014. Anatomi, Fisiologi dan Fisioterapi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Semarang: Ikatan Fisioterapi
Indonesia.

Singh, J. 2005. Textbook Of Electrotherapy. New Delhi: Jaypee Brother MediaPublisher.

Wahyuni, N.dr. 2012. Perbedaan Efektivitas Antara Terapi Latihan William Flexion
Dengan MC.Kenzie Extension Pada Pasien Yang Mengalami Postural Low Back
Pain. Jurnal Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar Bali.

52

Anda mungkin juga menyukai