Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Penyusun :

dr. Nur Ilmi Sofiah

Dokter Pendamping :

dr. Herawati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAYANG MANGURAI
JAMBI
2021

i
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Nur Ilmi Sofiah


Nama Wahana : RS Bhayangkara Jambi
Topik : Kejang Demam Kompleks
Tanggal Kasus : 2/3/2021
Nama Pasien : An AFS No.RM : 074051
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi : dr. Herawati
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Jambi
Obyektif Presentasi
√Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √Tinjauan Pustaka
√Diagnostik √Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus √Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang anak laki laki usia 6 bulan dengan Kejang Demam Kompleks
Tujuan : Diagnosis, Manajemen
Bahasan √ Tinjauan Pustaka Riset √Kasus Audit
Cara Pembahasan √Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : An. AFS No. Reg 074051
Nama Klinik : IGD

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Kejang Demam Kompleks

Oleh:
dr. Nur Ilmi Sofiah

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internship Dokter Indonesia di RS Bhayangkara Mayang Mangurai Jambi periode
I 18 Februari 2021-18 Juni 2021.

Jambi, April 2021

dr. Herawati

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya laporan kasus yang berjudul “Kejang Demam Kompleks” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat mengikuti Program Internship Dokter Indonesia di RS Bhayangkara Mayang
Mangurai Jambi.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dr. Herawati selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penulisan laporan kasus ini sehingga menjadi lebih baik. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan
datang.

Jambi, April 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
BORANG PORTODOLIO…………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………….……. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… v
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB 2 STATUS PASIEN .............................................................................. 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 14
BAB 4 ANALISIS KASUS ............................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

v
BAB I
PENDAHULUAN

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari
yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu
tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan
demam adalah suhu rektal ≥ 38,0°C atau suhu oral ≥ 37,5°C atau suhu aksila ≥
37,2°C.1
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomielitis, apendisitis, tuberkulosis,
bakteremia, sepsis, gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain. 2
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38⁰C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.3 Kejang demam
merupakan penyebab kejang paling umum pada anak dan sering pula menimbulkan
ketakutan dan kekhawatiran pada orangtua. Diagnosis kejang demam pada
umumnya dibuat berdasarkan temuan klinis dan deskripsi orang tua. Meskipun
sebagian besar kejang demam adalah ringan, sangat penting agar anak segera
dievaluasi untuk mengurangi kecemasan orangtua dan mengidentifikasi penyebab
demam.4

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
a. Nama : An. AFS
b. Umur : 6 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki- laki
d. Alamat : Desa Ma. Kumpeh No. 05 Kumpeh Ulu
e. Agama : Islam
f. No RM : 074051
g. MRS Tanggal : 2/3/2021
Identitas Ayah Pasien
a. Nama : Tn. F
b. Usia : 25 tahun
c. Pendidikan : Tamat SMA
d. Pekerjaan : Pegawai swasta
Identitas Ibu Pasien
a. Nama : Ny. H
b. Usia : 20 tahun
c. Pendidikan : Tamat SMP
d. Pekerjaan : IRT

II. ANAMNESIS (Subjektif/S)


Alloanamnesis (ibu pasien)
A. Keluhan Utama : Kejang
B. Keluhan tambahan : Demam, Batuk, Pilek
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
1 hari SMRS pasien demam tinggi mendadak dan turun dengan
jika diberi obat paracetamol. Ibu pasien mengaku tidak mengukur
suhu pasien saat demam. Pasien batuk pilek, BAB cair (+) 3 hari

2
SMRS namun sekarang sudah tidak BAB normal kembali, kesakitan
saat BAK (-).
Sejak 1 jam SMRS, pasien masih demam, tiba tiba kejang pada
seluruh tubuh, kedua tangan mengepal, kaki kaku, mata mendelik ke
atas. Kejang berlangsung kurang lebih 10 menit. Setelah kejang
pasien sadar, dan menangis, terlihat lemas kemudian pasien di bawa
ibu pasien ke IGD RS Bhayangkara. Pasien belum diberikan obat
apapun saat kejang.
Di IGD RS pasien kejang kembali, pasien diberikan diazepam
rektal 5 mg → pasien masih kejang, diberikan diazepam rektal 5 mg
kembali (interval pemberian 5 menit dari diazepam rektal pertama)
→ kejang berhenti.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya tidak ada, riwayat trauma kepala tidak
ada, riwayat penyakit tumor otak tidak ada, riwayat infeksi telinga
tidak ada, riwayat radang otak dan selaput otak tidak ada.

E. Riwayat Dalam Keluarga


Riwayat dalam keluarga yang pernah mengalami kejang tidak ada.
Riwayat tumor otak dalam keluarga tidak ada.

F. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Lahir dari ibu G1P0A0
Masa Kehamilan : 39 minggu
Partus : Normal
Ditolong oleh : Bidan
Kondisi lahir : Langsung menangis
APGAR score : 8/9
Tanggal : 3 September 2020
BB : 3300 gram

3
PB : 51 cm
Riwayat ibu demam saat hamil (-), riwayat KPD (-), riwayat ketuban
hijau dan berbau (-), riwayat penyakit lain pada ibu saat hamil (-).
G. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan
HEP B 1 Lahir HEP B 2 3 bulan HEP B 3 4 bulan
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan
POLIO 1 Lahir POLIO 2 2 bulan POLIO 3 3 bulan
POLIO 4 4 bulan
KESAN : Riwayat imunisasi lengkap

H. Riwayat Makan Minum Anak


• Usia 0-6 bulan : ASI. frekuensi minum ASI tiap kali bayi
menangis dan haus (frekuensi sesuai dengan usia bayi).
• Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil,
dengan diselingi dengan ASI. Buah pisang/pepaya sekali sehari
satu potong di lembutkan (siang hari).
• Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

I. Riwayat Pertumbuhan
Status pertumbuhan berdasarkan grafik Nellhaus (LK) dan
berdasarkan kurva WHO (BB dan PB)
BB: 8 kg (-2 SD < BB/U < 0 SD) → normal
PB: 67 cm (-2 SD < PB/U < 0 SD) → normal
Lingkar kepala : 44 cm (-2 SD < LK/U < 0 SD) → Normocephali

4
5
Kurva lingkar kepala

J. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 3,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

6
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 8 kg
TB : 67 cm
LK : 44 cm
Tanda vital :
HR : 122x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/menit
Suhu : 39,0oC
Status gizi : baik
BB : 8 kg
TB : 67 cm

B. Pemeriksaan Khusus
Kepala : normocephalic, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB belum menutupp, LK= 44 cm (-2 SD < LK
< 0 SD)
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), edema palpebra (-), pupil isokor 3 mm, refleks
cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Telinga : CAE dekstra et sinistra lapang, sekret (-), serumen (+),
MT sulit dinilai.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-), mukosa
mulut dan bibir kering (-), fisura (-), cheilitis (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (+), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis.
Kulit : tidak ada kelainan

7
LEHER
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal, subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
A. PARU
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-)
B. JANTUNG
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi
Bunyi jantung I
Mitral : Normal
Trikuspid : Normal
Bunyi jantung II
Pulmonal : Normal
Aorta : Normal
Bising jantung : -

ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Lemas, cubitan kulit kembali cepat, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

8
EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk : Normal
Deformitas : (-)
Edema : (-)
Trofi : (-)
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Akral : Hangat
Lain-lain : (-)

INGUINAL
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB
Lain-lain :-

GENITALIA
LAKI-LAKI :
Phimosis : tidak ada kelainan
Testis : tidak ada kelainan
Scrotum : tidak ada kelainan

C. STATUS NEUROLOGIS
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fungsi motoric
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflex fisiologis Normal Normal Normal Normal

9
Reflex patologis - - - -
Gejala rangsang meningeal Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Kejang demam kompleks
2. Infeksi intrakranial
3. Perdarahan intrakranial

V. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks + ISPA

VI. TATALAKSANA (IGD)


FARMAKOLOGIS
− O2 3 lpm via nasal kanul
− IVFD NaCl 0,9% 20 tpm mikro
− Diazepam rektal 5 mg diberikan 2x saat anak kejang dengan
interval pemberian min. 5 menit
− Paracetamol fls 80 mg IV
− Paracetamol drop 3x0,8 cc PO
NONFARMAKOLOGIS
− Diet bubur susu 2-3x/hari satu mangkok kecil setiap kali
pemberian diselingi ASI.
− Tirah baring/Bed rest
MONITORING
Tanda vital & observasi kejang.

VII. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
VIII. FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)
Tanggal CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA TATALAKSANA
– Jam
2 Maret S : Demam(+), kejang (+) pukul 23.00, P:
2021 batuk (+), pilek (+), muntah (-), BAB cair − IVFD NaCl 0,9% 20 tpm mikro (dari IGD)
(-) → ganti IVFD RL 20 tpm mikro
Pasien − Injeksi PCT fls 80 mg IV jika suhu >38,5oC
masuk O: KU : Tampak sakit sedang, − Injeksi Fenitoin 3x50 mg IV pelan (1 cc
rawat Nadi 115x/m, RR 25x/m, T 38,7 C. diencerkan dengan aquadest 10 cc)
inap Keadaan Spesifik : − Injeksi Dexametason 3x2 mg IV
pukul Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera − Injeksi Ceftriaxone 1x500 mg IV
20.30 ikterik (-) − Injeksi Vit K 1x1 mg
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-).
− PCT drop 3x0,8 ml
Abdomen: tidak ada kelainan.
− Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Extremitas: akral hangat.
ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Status neurologis: dalam batas normal.
− Rhinos syr 3x1/4 cth PO
− Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
A: Kejang demam kompleks + ISPA
− Zink syr 1x1 cth PO

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi


Hb 11,0 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 26.920/ mm3 9000 – 30.000/ mm3 Normal
Hematokrit 32.7% 35 – 58 % Menurun
Trombosit 32.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Menurun
RBC 4.29 x 106/mm3 3.50-7.00 x 106/mm3 Normal
Diff Count Normal
Basofil 0.3% 0–1%
Eosinofil 0.2% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 56.5% 50 – 70 %
Limfosit 39.2% 20 – 40 %
Monosit 3.8% 3.0 – 12.0 %
3 Maret S : Demam(+) berkurang, kejang (-), P:
2021 batuk pilek (+) berkurang − IVFD RL 20 tpm mikro
− Injeksi PCT fls 80 mg IV jika suhu
Pukul >38,5oC
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi
07.00 − Injeksi Fenitoin 3x50 mg IV pelan (1 cc
WIB 122x/m, RR 25x/m, T 38,0⁰C. Keadaan
diencerkan dengan aquadest 10 cc)
Spesifik :
− Injeksi Dexametason 3x2 mg IV
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
− Injeksi Ceftriaxone 1x500 mg IV
ikterik (-) − Injeksi Vit K 1x1 mg
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). − PCT drop 3x0,8 ml
Abdomen: tidak ada kelainan. − Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Extremitas: akral hangat. ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Status neurologis: dalam batas normal. − Rhinos syr 3x1/4 cth PO
− Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
A: Kejang demam kompleks + ISPA − Zink syr 1x1 cth PO
− Cek CT, BT

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi

11
Hb 11,2 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 21.120/ mm3 9000 – 30.000/ mm3 Normal
Hematokrit 36.0% 35 – 58 % Normal
Trombosit 75.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Menurun
RBC 4.5 x 106/mm3 3.50-7.00 x 106/mm3 Normal
Diff Count Shift to the
Basofil 0.4% 0–1% right
Eosinofil 0.7% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 40.0% 50 – 70 %
Limfosit 51.9% 20 – 40 %
Monosit 7.0% 3.0 – 12.0 %
CT 3.5 menit 2-6 menit Normal
BT 2.0 menit 1-3 menit Normal
4 Maret S : Demam(+) berkurang, kejang (-), P:
2021 batuk pilek berkurang − IVFD RL 20 tpm mikro
− Injeksi PCT fls 80 mg IV jika suhu
Pukul >38,5oC
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi
08.00 − Injeksi Fenitoin 3x50 mg IV pelan (1 cc
WIB 122x/m, RR 25x/m, T 37,7⁰C. Keadaan
diencerkan dengan aquadest 10 cc) →
Spesifik :
STOP
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera − Injeksi Dexametason 3x2 mg IV
ikterik (-) − Injeksi Ceftriaxone 1x500 mg IV
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). − Injeksi Vit K 1x1 mg
Abdomen: tidak ada kelainan. − PCT drop 3x0,8 ml
Extremitas: akral hangat. − Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Status neurologis: dalam batas normal. ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
− Rhinos syr 3x1/4 cth PO
A: Kejang demam kompleks + ISPA − Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
− Zink syr 1x1 cth PO
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Hb 10,6 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 16.730/ mm3 9000 – 30.000/ mm 3
Normal
Hematokrit 30.8% 35 – 58 % Menurun
Trombosit 95.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Menurun
RBC 4.05 x 106/mm3 6
3.50-7.00 x 10 /mm 3
Normal
Diff Count Shift to the
Basofil 0.2% 0–1% right
Eosinofil 0.4% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 48.9% 50 – 70 %
Limfosit 43.7% 20 – 40 %
Monosit 6.8% 3.0 – 12.0 %
5 Maret S : Demam(-), kejang (-), batuk pilek (-) P:
2021 − Observasi tanpa infus
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi − PCT drop 3x0,8 ml
122x/m, RR 25x/m, T 37,0⁰C. Keadaan − Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Spesifik : ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Pukul − Rhinos syr 3x1/4 cth PO
08.00 Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
− Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
WIB ikterik (-)
− Zink syr 1x1 cth PO

12
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). − Cefixime drop 2x0,6 cc PO
Abdomen: tidak ada kelainan.
Extremitas: akral hangat.
Status neurologis: dalam batas normal.
A: Kejang demam kompleks + ISPA

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi


Hb 10,8 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 18.030/ mm3 9000 – 30.000/ mm3 Normal
Hematokrit 32.4% 35 – 58 % Menurun
Trombosit 112.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Normal
RBC 3.91 x 106/mm3 3.50-7.00 x 106/mm3 Normal
Diff Count Shift to the
Basofil 0.3% 0–1% right
Eosinofil 0.4% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 31.2% 50 – 70 %
Limfosit 65.6% 20 – 40 %
Monosit 2.5% 3.0 – 12.0 %
6 Maret S : Demam(-), kejang (-), batuk pilek (-) P:
2021 Pasien diizinkan pulang dengan obat pulang:
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi − PCT drop 3x0,8 ml
Pukul
122x/m, RR 25x/m, T 38,0⁰C. Keadaan − Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
08.00 ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
WIB Spesifik :
− Rhinos syr 3x1/4 cth PO
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
− Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
ikterik (-)
− Zink syr 1x1 cth PO
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). − Cefixime drop 2x0,6 cc PO
Abdomen: tidak ada kelainan. − Diazepam rektal 5 mg
Extremitas: akral hangat. − Kontrol ke poli anak 1 minggu lagi (13
Status neurologis: dalam batas normal. Maret 2021)

A: Kejang demam kompleks + ISPA

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM
Pengertian
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. 3
Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg membagi kejang demam menjadi kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks.
❖ Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam. 3
❖ Kejang demam kompleks dengan salah satu ciri berikut ini 3:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Penjelasan
❖ Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
❖ Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara
anak yang mengalami kejang demam. 3

Patofisiologi
Kejang demam merupakan kejadian yang berhubungan dengan usia (age-
spesific). Demam sendiri merupakan salah satu respon alamiah tubuh terhadap

18
danya infeksi dan inflamasi, namun bagaimana demam dapat menyebabkan kejang
hingga sekarang masih belum dapat dimengerti dengan jelas. 4
Penelitian belakangan ini memperkirakan adanya keterlibatan sitokin
proinflamasi, faktor age-spesifik, dan etiologi yang mendasari terjadinya demam,
dengan terjadinya kejang selama periode demam. Sitokin proinflamasi dilepaskan
sebagai respon terhadap kerusakan selular dan infeksi. Sitokin tersebut antara lain
interleukin-1β (IL-1β). Interleukin-1β berperan sebagai pirogen yang menyebabkan
timbulnya demam, dan diperkirakan sitokin ini juga memiliki peran dalam kejadian
kejang pada periode demam. Sitokin proinflamasi juga diketahui dapat
mempengaruhi eksitasi neuron, sehingga berpengaruh terhadap transmisi sinaptic
pada kelainan kejang. 4
Pada manusia, ditemukan adanya peningkatan produksi sitokin IL-1β pada
cairan serebrospinal pasien anak dengan kejang demam dan pada pasien rawat inap
temporal lobe epilepsy with hippocampal sclerosis. Selain itu, IL-1β adalah N-
methyl-D-aspartate (NMDA) receptor agonist, sehingga bersifat prokonvulsan.
Data tersebut mendukung adanya hubungan IL-1β pada mekanisme terjadinya
kejang demam.5
Adanya peningkatan temperatur akan mempengaruhi berbagai proses seluler,
termasuk eksitasi neuronal, dan perubahan fungsi berbagai channel ion neuronal.
Adanya peningkatan suhu pada otak akan mempengaruhi rate, magnitude, dan
pattern neuronal firing, sehingga akan menyebabkan kejang. Percobaan pada
hewan menunjukkan bahwa kejang yang terjadi lebih dari 19 menit akan
menyebabkan perubahan pada h-channel (saluran-h). h-channel adalah channel
pacemaker atau hyperpolarization-activated cation channel, yang dapat bersifat
eksitasi maupun inhibisi. Perubahan pada h-channel akan meningkatkan kerentanan
terhadap kejang, aktivitas channel ini akan menyebabkan hyperpolarization-
activated conductance pada CA1 sel piramidal, yang merupakan faktor kunci
terjadinya hipereksitasi hipokampus. 5

19
Diagnosis Banding
Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrakranial seperti meningitis,
meningoensefalitis, dan ensefalitis.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan lab tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan lab yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah. 3
Pungsi lumbal: Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
❖ Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
❖ Bayi antara 12 – 18 bulan
❖ Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 3
Elektroensefalografi (EEG): Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidka direkomendasikan. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya, kejang
demam kompleks oada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. 3
Pencitraan: Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT scan atau MRI jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi seperti 3:
❖ Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
❖ Paresis nervus VI
❖ Papiledema

Terapi
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk 6:

20
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Pengobatan Saat Kejang


Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus
dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan,
kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kg
BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari). 6
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg
BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian
tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum
terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian
diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua
di rumah. 6

Mencari dan Mengobati Penyebab


Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti proses intrakranial (meningitis atau ensefalitis) dan proses ekstrakranial
(infeksi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, dll). Oleh sebab itu
pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam
berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan

21
atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula
darah dan elektrolit. 6

Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang


Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila
berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Terdapat 2 pengobatan profilaksis, yaitu 6,
• Profilaksis intermiten pada waktu demam
• Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (pengobatan
rumatan).

Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam


Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam (suhu rektal > 38°C). Pilihan obat harus dapat cepat
masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah
timbulnya kejang berulang. Rosman dkk meneliti bahwa diazepam oral efektif
untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya
lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau
rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan BB < 10 kg dan
10 mg untuk pasien dengan BB > 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kgBB perhari
dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih 6.

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (Pengobatan


Rumatan)
Indikasi pengobatan rumatan pada saat ini adalah 6:
❖ Terdapat riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
❖ Kejang demam lebih lama dari 15 menit.
❖ Kejang fokal
❖ Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang.

22
Pengobatan rumatan dapat juga dipertimbangkan bila 6:
❖ Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, atau
❖ Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian
hari. 6
Obat rumatan yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat adalah 10-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis sedangkan dosis fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menyebabkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia
kurang dari 2 tahun adapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Bila memberikan
asam valproat, periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan, kemudian
tiap 3 bulan. 6

Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. 3

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang, demam dan keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang

23
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama. 3

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah 3:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam 3

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 6 bulan dibawa ke rumah sakit karena


mengalami kejang. Kejang dapat disertai demam atau dapat pula terjadi tanpa
demam. Pada kasus ini pasien datang dengan kejang yang disertai demam.
Kejang disertai demam dapat terjadi karena proses intrakranial atau
ekstrakranial. Pasien dicurigai mengalami kejang demam, yaitu suatu bangkitan
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38⁰C) yang disebabkan
suatu proses ekstrakranial. Kejang demam umumnya terjadi pada usia 6 bulan –
5 tahun. Riwayat kejang baik dengan atau tanpa demam sebelumnya disangkal.
Sehinggga diagnosis kejang demam pada pasien ini didukung dari usia pasien
yang masih 6 bulan, pasien mengalami kejang yang diawali dari demam, dan
tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Berdasarkan etiologinya,
penyebab kejang akut (seizure of new onset) dapat dibagi menjadi kelainan
neurologi primer dan kelainan sistemik 7:

ETIOLOGY SEIZURE OF NEW ONSET


Primary neurologic disorder
− Benign febrile convulsions of chilhood
− Idiopathic epilepsy
− Head trauma
− Stroke or vascular malformations
− Mass lesions
− Meningitis or encephalitis
− HIV encephalopathy
Systemic disorder
− Hypoglycemia
− Hyponatremia
− Hyperosmolar states
− Hypocalcemia
− Uremia
− Hepatic encephalopathy
− Porphyria
− Drug overdose
− Drug withdrawal
− Global cerebral ischemia
− Hypertensive encephalopathy

25
− Eclampsia
− Hyperthermia

Grafik berikut memperlihatkan etiologi kejang berdasarkan usia 7:

years
Fig. Causes of seizures as a function of age at onset. Bars show the range
of ages at which seizures from a given cause typically begin.

Etiologi kejang pada usia awal kehidupan paling sering disebabkan oleh
demam, trauma lahir, metabolic dan infeksi.
Pada kejang demam, dari pemeriksaan fisik akan didapatkan suhu > 38⁰C
(suhu di IGD 39,0 ⁰C), fokus infeksi ekstrakranial yaitu ISPA (pasien ada batuk
dan pilek), dan tidak ada defisit neurologis.
Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding yang
disebabkan oleh proses infeksi intrakranial seperti meningitis,
meningoensefalitis, atau ensefalitis. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya
penurunan kesadaran dan dari pemeriksaan neurologis juga tidak dijumpai
adanya kelainan, yang biasanya kita jumpai pada pasien dengan infeksi
intrakranial.
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan kejang
yang didahului dengan demam (>38⁰C) yang bukan disebabkan proses
intrakranial. Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah infeksi saluran
napas atas, karena pasien mengalami batuk dan pilek.

26
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif yaitu
cairan intravena RL 20 tetes per menit dengan tetesan mikro.
Terapi intermiten jika anak demam berupa injeksi PCT flash 80 mg IV jika
suhu >38,5oC dan PCT drop 3x0,8 cc. Terapi pencegahan kejang berulang yang
diberikan di ruang perawatan berupa injeksi fenitoin 3x50 mg IV pelan. Pada
pasien dikarenakan terdapat fokal infeksi ekstrakranial yakni berupa ISPA,
pasien diberikan injeksi dexametason 3x2 mg IV, injeksi ceftriaxone 1x500 mg
IV, dan nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO. Pasien juga diberikan injeksi
vit K 1x1 mg untuk mencegah terjadinya perdarahan dan mencegah defisiensi
vitamin K pada bayi. Pengobatan simtomatik pada pasien ini diberikan dengan
sirup racikan yang berisi salbutamol ¼ tab 4 mg + ambroxol ¼ tab 30 mg yang
diberikan 3x1 cth PO, rhinos syr 3x 1/4 cth PO, zink syr 1x1 cth PO.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan pada pasien yaitu diet sesuai
kebutuhan dan tirah baring atau istirahat.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien adalah monitoring kesadaran
dan tanda vital untuk menilai apakah terdapat kegawatan yang dapat muncul
sewaktu-waktu serta observasi timbulnya kejang ulangan. Monitoring suhu juga
perlu dilakukan untuk kepentingan pengobatan, seperti perlu tidaknya
pengobatan intermitten dan rumatan diberikan, serta untuk menilai perjalanan
infeksi, apakah terdapat perbaikan dengan pemberian antibiotik atau tidak. Pada
anak juga perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian nutrisi.
Parameter yang digunakan untuk penilaian adalah acceptability (apakah anak
menyukai dan dapat menghabiskan makanan), tolerance (adakah efek samping
pemberian makanan, seperti apakah terjadi diare pada pemberian bubur susu),
dan efficacy (monitoring pertumbuhan, BB, TB, LK).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Pujiarto PS. Demam pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia, 2008; 58


(9): 346-352.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC; 2005
3. Pusponegoro HD, Widodo DP; Ismael S (editor). Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2006.
4. Nurindah D, Muid M, Retoprawira S. Hubungan antara Kadar Tumor
Necrosis Factor Alpha (TNF α) Plasma dengan Kejang Demam pada Anak.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 2014; 28 (2):115-119
5. Shellhaas R, Engel J. Febrile Seizure, a Clinical Summary pdf. Last update
2014, downloaded from http://www.medlink.com/cip.asp?UID=mlt002fc
6. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri, 2002; 14:
59-62.
7. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology 6th Edition.
USA : McGraw-Hill/Appleton & Lange; 2012.
8. Choby, Beth A. Diagnosis and Treatment of Streptococcal Pharyngitis.
American Family Physician, 2009; 79 (5): 383-389.

29

Anda mungkin juga menyukai