Anda di halaman 1dari 8

PENANGANAN NYERI PADA

KANKER

EPIDEMIOLOGI
Walaupun
kanker
memiliki
gejala
gangguan fisik yang beraneka ragam,
keluhan
nyeri
pada
kanker
sering
dianggap yang paling penting.

Nyeri
yang
tidak
teratasi
akan
mempengaruhi
kualitas
hidup
dan
menurunkan
kemampuan
dalam
menjalani terapi untuk kembali sehat atau
pun untuk mendapatkan proses kematian
yang tenang.

Menurut literatur, prevalensi nyeri berkisar dari 33% pada


pasien setelah pengobatan kuratif sampai 59% pada
pasien pengobatan antikanker dan 64% pada pasien
dengan metastasis lanjut atau fase terminal.

Tidak ditemukan
perbedaan dalam prevalensi nyeri
antara pasien yang menjalani pengobatan antikanker dan
pasien stadium lanjut atau stadium terminal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri kronis
pada penderita kanker yang selesai pengobatan seperti
neuropati perifer karena kemoterapi
brakialis plexopathy karena radiasi
nyeri panggul kronis yang disebabkan radiasi
nyeri pascaoperasi

Nyeri memiliki prevalensi tinggi pada jenis kanker


tertentu seperti pankreas (44%) dan kanker kepala dan
leher (40%).4

MEKANISME NYERI
Mekanisme
untuk
mengelompokkan
sindrom nyeri pada kanker adalah
menentukan apakah
nyeri nosiseptif (aching or throbbing
pain)
nyerI
neuropatik(seperti
rasa
terbakar,kesemutan
atau
tersetrum
listrik).
Pengelompokkan nyeri tersebut penting
untuk pemilihanterapi analgetik.

Nyeri nosiseptif terjadi karena ada stimulus


pada nosiseptor yang ada pada kerusakan
struktur somatic dan visera.
Nyeri somatic dideskripsikan sebagai nyeri
yang local, tajam, berdenyut atau seperti
menekan.
Nyeri somatic berasal dari tulang, sendi, kulit,
otot atau jaringan penyambung.
nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri yang
difus, yang dapat terlihat padapasien dengan
tumor peritoneum.
nyeri visceral berasal dari organ visera , seperti
gastrointestinal.

PENANGANAN NYERI PADA


KANKER
Untuk mengatasi nyeri pada kanker, WHO
menerapkan a three step ladder yaitu 3 langkah
bertahapsesuai dengan nyeri yang dialami pasien.
WHO juga menerapkan konsep dalam terapi
medikamentosa untuk nyeri yaitu:
lewat mulut (obat per oral)
obat diberikan teratur setiap 3-6jam (untuk
menjagakadar obat tetap stabil)

Langkah pertama penanganan nyeri menurut WHO


adalah penggunaan asetaminofen, aspirin atau OAINS
lainnya untuk nyeri ringan (VAS 1-4).
Obat adjuvant dapat dipergunakan di setiap langkah.
Obat adjuvant berguna untuk meningkatkan
efektivitas analgesic dan memberikan efek analgesic
untuk tipe nyeri yang spesifik

Jika nyeri masih ada atau bahkan meningkat


(VAS
5-7),
opioid
seperti
kodein
atau
hydrocodone
harus
ditambahkan
(bukan
sebagai pengganti) ke OAINS.
Pada langkah ini, opioid banyak diberikan dalam
preparat kombinasi dengan asetaminofen atau
aspirin. Jika dibutuhkan dosis opioid yang lebih
tinggi,maka langkah ketiga diperlukan.
Pada langkah ketiga, analgesic opioid dan
nonopioid harus dalam preparat yang berbeda
untuk menghindari dosis asetaminofen atau
OAINS yang berlebihan

Jika nyeri persisten, ataupun muncul dalam taraf berat


(VAS 8-10), maka harus ditangani dengan opioid yang
lebih poten atau dengan dosis yang lebih tinggi. Obat
seperti kodein atau hydrocodone digantidengan opioid
yang lebih poten ( biasanya morfin, metadon, fentanyl
atau levorphanol).
Obat untuk nyeri yang persisten pada kanker seharusnya
diberikan secara terus menerus, karena dosis obat yang
teratur diberikan akan menjaga kadar obat tetap konstan
di tubuh sehingga mencegah kembalinya nyeri.
Analgetik tetap sebaiknya diberikan dengan jalur oral. Jika
diberikan intravena, sebaiknya diberikan dengan dosis
1/3 dosis oral. Hydromorfon atau oxycodon oral
merupakan alternative yang efektif darimorfin oral.
Fentanyl transdermal baik untuk pasien yang kebutuhan
opioidnya sudah stabil

Anda mungkin juga menyukai