Anda di halaman 1dari 29

Referat

ANGIOMYOLIPOMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Pembimbing
dr. Andrie Romdhon K. Sp. BU

Disusun Oleh:
Dewi Fitri Indriyani
21904101030

KEPANITERAAN KLINIK
LABORATORIUM BEDAH UROLOGI
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunia-Nya penulis dapat menyusun referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas pada
kegiatan kepaniteraan klinik madya (KKM) semester ganjil tahun akademik 2020. Makalah ini
berisi referat dengan judul “Angiomyolipoma” sesuai tema yang diberikan oleh dokter
pembimbing.
Penulis berharap agar referat ini dapat dimanfaatkan dan dipahami baik oleh penulis
maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk
pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam referat ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari
kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran guna
penyempurnaan referat berikutnya.

Kepanjen, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i

Daftar isi..............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................2

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Ginjal....................................................................................... 3

2.2 Definisi....................................................................................................6

2.3 Epidemiologi...........................................................................................7

2.4 Patofisiologi............................................................................................7

2.5 Klasifikasi...............................................................................................7

2.6 Manifestasi Klinis...................................................................................10

2.7 Gambaran Radiologi............................................................................... 10

2.8 Tatalaksana..............................................................................................21

2.9 Prognosis.................................................................................................23

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan.............................................................................................24

Daftar Pustaka...................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angiomyolipoma ginjal adalah tumor jinak ginjal yang tersusun dari pembuluh darah
abnormal, otot polos, dan komponen lemak. Merupakan tumor jinak yang paling sering
terjadi pada ginjal. Sinonimnya adalah hamartoma ginjal atau choristoma.
Angiomyolipoma ginjal memiliki insidensi sekitar 0,3 – 3%. Memiliki dua tipe yaitu
angiomyolipoma yang timbul sendiri dan angiomyolipoma yang berhubungan dengan
tuberous sklerosis.1,2 Angiomyolipoma yang timbul sendiri muncul secara sporadis.
Umumnya secara soliter dan terhitung 80% dari keseluruhan angiomyolipoma. Rata- rata
usia pasien dengan angiomyolipoma yang timbul sendiri ialah 43 tahun. Tumor ini lebih
banyak menyerang wanita daripada pria dengan perbandingan 4:1. Distribusi pada pasien
dengan angiomyolipoma dengan tuberous sklerosis hampir sama, tetapi prevalensi wanita
lebih tinggi. 3,4
Angiomyolipoma sering tidak menunjukkan gejala, jika tidak bersamaan dengan
penyakit tuberous sklerosis dan kadang- kadang didapatkan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan rutin dengan Ultrasonografi (USG) abdomen. Gejala klinis yang mungkin
dikeluhkan adalah nyeri pinggang, hematuria, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas
dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitoneal. 4 Referat ini akan
membahas mengenai anatomi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, dan diagnosis
banding serta gambaran radiologi angiomyolipoma ginjal terutama mengenai foto polos
abdomen, urografi intravena, USG, Computed Tomography Scan (CT Scan), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), dan angiografi, karena modalitas pencitraan tersebut memiliki
peran penting terutama dalam membantu penegakan diagnosis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Angiomyolipoma?
2. Bagaimana patofisiologi Angiomyolipoma?
3. Bagaimana manifestasi klinis Angiomyolipoma?
4. Bagaimana diagnosis Angiomyolipoma?
5. Bagaimana tatalaksana Angiomyolipoma?
6. Bagaimana prognosis Angiomyolipoma?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Angiomyolipoma.
2. Mengetahui patofisiologi Angiomyolipoma.
3. Mengetahui manifestasi klinis Angiomyolipoma.
4. Mengetahui diagnosis Angiomyolipoma.
5. Mengetahui tatalaksana Angiomyolipoma.
6. Mengetahui prognosis Angiomyolipoma.

1.4 Manfaat
Diharapkan referat ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang Angiomyolipoma
yang berkaitan dengan patofiosiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan manajemen
penatalaksaanaannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem
limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal
sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada
sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata
adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120
-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan. Ginjal terletak antara vertebra thorakal
12 sampai vertebra lumbal 3 pada pasien yang stenik. Pasien yang hiperstenik memiliki
posisi ginjal yang lebih tinggi dan pasien yang astenik memiliki posisi ginjal yang lebih
rendah. Ginjal kanan memiliki posisi yang lebih rendah ± 1 cm dari ginjal kiri karena
terdorong oleh hepar.1,5

Gambar 2.1 Traktus urinarius pada pandangan anterior dan posterior.

2.1.1 Struktur di sekitar ginjal


Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula
fibrosa ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsula fibrosa terdapat
jaringan lemak yang di sebelah luarnya dibatasi oleh fasia Gerota. Di antara kapsula
fibrosa ginjal dengan kapsula Gerota terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal
terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal

3
yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak
perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang
menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi
urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai
barrier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal
ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal yang
terbungkus oleh peritoneum posterior. Rongga di antara kapsula Gerota dan peritoneum
ini disebut rongga pararenal.1.5
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta
tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior diilindungi oleh organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan
ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon.4,5

Gambar 2.2 Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal

2.1.2. Struktur Ginjal


Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus
kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang
membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di
tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat
hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak
kurang 18 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter.

4
Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises
ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas
kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem
pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang
mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.1,5

Gambar 2.3 Bagian- bagian dari ginjal.

2.1.3. Vaskularisasi Ginjal


Suplai darah ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis bermuara langsung ke dalam
vena kava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya membentuk pedikel ginjal. Arteri
memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Pada
sisi kiri, vena renalis lebih panjang daripada arteri. Di belakang dari kedua pedikel ini
terdapat pelvis renalis.1,5
Rangkaian sistem vena kiri berbeda dengan sebelah kanan, yakni vena yang merawat
gonad (vena spermatika pada laki-laki atau ovarika pada perempuan), langsung bermuara
pada vena renalis kiri. Lain halnya dengan sisi kanan, vena tersebut bermuara secara oblik
langsung ke vena kava inferior, di bawah percabangan vena renalis dengan vena kava.
Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior. Cabang posterior merawat

5
segmen medius dan posterior. Cabang anterior merawat kutub atas, bawah, dan seluruh
segmen anterior ginjal.1,5
Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam kolumna
Bertini, kemudian membelok membentuk busur mengikuti basis piramida sebagai arteria
arkuata, dan selanjutnya menuju korteks sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang
kecil menuju ke glomeruli sebagai arteri aferen, dari glomeruli keluar arteri eferen yang
menuju ke tubulus ginjal. Sistem arteri ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan
pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia pada daerah yang
dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan ke dalam limfonodi yang terletak di
dalam hilus ginjal. Seperti halnya pada sistem pembuluh darah dan persarafan, sistem
limfatik berada di dalam rongga retroperitoneum.1,5

2.1.4. Persarafan Ginjal


Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya berjalan
bersama dengan arteri renalis. Input dari sistem simpatik menyebabkan vasokonstriksi
yang menghambat aliran darah ke ginjal. Ginjal diduga tidak mendapat persarafan
parasimpatik. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen thorakal
10-11, dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat
dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari
ginjal.1,5

2.1.5. Fungsi Ginjal


Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga
dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic
hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium
dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur
tekanan darah, serta hormon prostaglandin.1,5

2.2 Definisi Angiomyolipoma Ginjal


Angiomyolipoma ginjal adalah tumor jinak ginjal yang tersusun dari otot polos,
komponen lemak, pembuluh darah berdinding tebal yang berasal dari sel-sel epiteloid
6
perivaskular yang abnormal. Merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada
ginjal. Sinonimnya adalah hamartoma ginjal atau choristoma. 1-3

2.3 Epidemiologi
Insiden pada populasi umum sekitar 0,3% - 3% pada tumor ginjal. Sekitar 40-80%
pasien angiomyolipoma, berhubungan dengan adanya tuberous sklerosis. Memiliki dua
tipe yaitu angiomyolipoma yang timbul sendiri dan angiomyolipoma yang berhubungan
dengan tuberous sklerosis.8 Angiomyolipoma yang timbul sendiri muncul secara sporadis.
Umumnya secara soliter dan terhitung 80% dari keseluruhan angiomyolipoma. Rata-rata
usia pasien dengan angiomyolipoma ialah 43 tahun. Tumor ini lebih banyak menyerang
wanita daripada pria dengan perbandingan 4:1. Distribusi pada pasien dengan
angiomyolipoma dengan tuberous sklerosis hampir sama, tetapi prevalensi wanita lebih
tinggi. 3,4

2.4 Patofisiologi
Angiomyolipoma merupakan bagian dari perivascular epithelioid cells tumour group
(PEComas) dan terdiri dari ketiga komponen yaitu pembuluh darah, plump spindle cells
dan jaringan adipose dengan jumlah yang bervariasi. Seluruh PEComas menunjukkan
imunoreaktif untuk melanosit (Human melanasome B (HMB)-45) dan marker otot polos
(smoot muscle actin atau desmin). Keluarga dari neoplasma ini adalah grup dari morfologi
dan immunophenotypically lesi yang serupa dan dapat tumbuh pada berbagai lokasi
viseral dan jaringan lunak. PEComas berhubungan dengan perubahan genetik yang
ditemukan pada pasien dengan tuberous sklerosis, penyakit genetik autosomal dominan
karena kehilangan gen TSCI (9q34) atau TSC2 (16p13.3) yang mengatur regulasi dari
Rheb/mTOR/p70s6K pathway, dimana akan meningkatan sintesis protein dan
konsekuensinya adalah pertumbuhan sel.9

2.5 Klasifikasi
Pemahaman perkembangan terbaru tentang perbedaan diantara tipe angiomyolipoma
secara radiologi dan patologi menjadi penting untuk klinis dan penelitian di masa yang
akan datang. Di bawah ini terdapat klasifikasi angiomyolipoma secara radiologi
berdasarkan temuan gambaran yang spesifik. Klasifikasi ini konsisten dengan klasifikasi

7
berdasarkan WHO. Walaupun, saat ini klasifikasi WHO hanya berdasarkan temuan
patologi saja. Pengetahuan tentang perbedaan imejing dari berbagai variasi tipe, terutama
hubungan antara patologi dan klinis, dapat mendukung diagnosis dan manajemen dari
neoplasma ini.9

2.5.1 Angiomyolipoma Trifasik


Angiomyolipoma trifasik ialah tumor jinak mesenkimal dengan komposisi
berbagai macam jumlah dari pembuluh darah dismorfik, komponen otot polos, dan
jaringan adipose matur. Umumnya terjadi antara dekade ke-4 sampai ke-6 kehidupan.
Angiomyolipoma trifasik dapat dibagi menjadi klasik dan subtype rendah lemak.9

2.5.2 Angiomyolipoma Klasik


Ciri utama untuk patologi dari angiomyolipoma klasik ialah lemak dalam jumlah
yang banyak. Lemak dalam konteks ini digunakan untuk merujuk kepada satu sel
lemak atau lebih. Sebagian besar dari angiomyolipoma klasik ini tidak berkembang dan
asimptomatik. Beberapa angiomyolipoma yang berukuran lebih besar dari 4 cm bisa
terjadi perdarahan secara spontan.9

2.5.3 Fat Poor Angiomyolipoma


Sebagian angiomyolipoma trifasik mengandung terlalu sedikit lemak untuk bisa
dideteksi dengan CT Scan tanpa kontras. Menurut definisi, lesi ini tidak
memperlihatkan lemak pada CT Scan tanpa kontras, bahkan ketika potongan tipis (1,5-
3 mm) dibuat. Fat poor angiomyolipoma didefinisikan ketika angiomyolipoma
mengandung lemak lebih sedikit dari 25% sel lemak / high powered field. Fat poor
angiomyolipoma dibagi menjadi 3 subtipe, yaitu hiperatenuasi dan isoatenuasi
angiomyolipoma, dan angiomyolipoma dengan kista epitelial.9
8
2.5.4 Angiomyolipoma Epiteloid
Merupakan tipe yang sangat jarang terjadi, pertama kali dideskripsikan oleh Eble
dkk. Tipe ini terdiri dari banyak sekali sel otot epiteloid atipikal. Sebagian besar dari
tumor ini mengandung sedikit atau tidak ada sel lemak. Kedua jenis kelamin dapat
terkena dan rata- rata usia 38 tahun. Tidak seperti angiomyolipoma lainnya, tipe
epiteloid ini berpotensi ganas dan dapat agresif ke daerah sekitar dan metastasis. Tipe
ini umumnya merupakan massa yang besar dengan perdarahan intratumoral dan
nekrosis.9

2.5.5 Angiomyolipoma pada Tuberous Sklerosis


Angiomyolipoma pada tuberous sklerosis umumnya timbul pada usia yang lebih
muda, lebih sering multipel, lebih besar, dan hampir selalu bilateral. Secara histologi,
sebagian besar angiomyolipoma pada tuberous sklerosis sama dengan tipe klasik,
namun seperti bentuk sporadis lainnya, angiomyolipoma pada tuberous sklerosis ini
mungkin hanya mengandung sedikit atau tidak ada sel lemak. 2,9 Dibandingkan dengan
populasi umum, angiomyolipoma pada pasien dengan tuberous sklerosis memerlukan
penanganan lebih. Angiomyolipoma pada tuberous sklerosis mempunyai
kecenderungan untuk tumbuh dan gejala yang lebih. Perdarahan angiomyolipoma pada
pasien ini mempunyai kemungkinan timbul sebanyak 43 % dibandingkan dengan
angiomyolipoma sporadis.9

2.5.6 Angiomyolipoma pada Lymphangioleiomyomatosis


Angiomyolipoma ginjal dapat timbul pada pasien lymphangioleimyomatosis
(LAM), penyakit langka dengan karakteristik proliferasi dari sel smooth musclelike
yang berhubungan dengan perubahan kistik. Walaupun manifestasi klinis utama dari
LAM berada di paru, LAM merupakan gangguan multisistem seperti angiomyolipoma
ginjal, menyebabkan limfadenopati abdomen, chylous ascites, dan massa limfatik
kistik luas.9 Angiomyolipoma ginjal pada pasien dengan LAM yang tidak berhubungan
dengan tuberous sklerosis mempunyai tipikal lebih kecil, lebih jarang terjadi bilateral,
dan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terjadi perdarahan dibandingkan
dengan temuan pada pasien dengan tuberous sklerosis.9

9
2.6 Gejala Klinis
Jika tidak bersamaan dengan penyakit tuberous sklerosis, hamartoma ginjal sering
tanpa menunjukkan gejala, dan kadang-kadang didapatkan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan rutin dengan USG abdomen. Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah
nyeri pinggang, hematuria, anemia, hipertensi, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas
dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitoneal. 4,10 Tumor berukuran
lebih besar dari 4 cm meningkatkan resiko potensial terjadinya perdarahan yang
mengancam nyawa, dimana telah dilaporkan sampai 10% pada pasien tersebut.10

2.7 Gambaran Radiologi


Modalitas pencitraan telah mengalami banyak kemajuan dan memiliki peran penting
terutama dalam membantu penegakan diagnosis. Angiomyolipoma ginjal dapat dideteksi
dengan pemeriksaan foto polos abdomen, urografi intravena, USG, CT Scan, MRI, dan
Angiografi.
2.7.1 Foto Polos Abdomen dan Urografi Intravena
Foto polos abdomen hanya bisa mendeteksi angiomyolipoma berukuran besar yang
mengandung jumlah lemak yang cukup. Pada pemeriksaan sebelum kontras
diinjeksikan, radiolusensi bisa terlihat jika terdapat lemak dalam jumlah yang cukup
banyak didalam tumor. Pemeriksaan urografi intravena memperlihatkan distorsi dari
sistem collecting ginjal yang sulit dibedakan dari kelainan polikistik ginjal. Foto polos
abdomen dan urografi intravena tidak berguna dalam mendiagnosis angiomyolipoma,
karena modalitas pencitraan lainnya lebih memiliki sensitivitas yang cukup untuk
menunjukkan lemak di dalam tumor.3

Gambar 2.4 Bagian dari serial urografi intravena. Menunjukkan massa


hipoatenuasi exophytic (panah).
10
2.7.2 Ultrasonografi (USG)
Melalui pemeriksaan USG, gambaran ekhogenitas tumor berdasarkan kandungan
lemak, otot polos, elemen pembuluh darah, perdarahan dan keberadaaan berbagai
macam jaringan diantaranya. Tumor bisa terletak didalam parenkim ginjal atau
menjadi exophytic.8 Jika otot, perdarahan, atau elemen pembuluh darah yang
mendominasi, kemungkinan tumor mempunyai gambaran hipoekhoik. Pada
angiomyolipoma klasik mempunyai kecenderungan muncul sebagai lesi hiperekhoik
yang terletak di korteks disertai dengan acoustic shadowing. Walaupun gambaran
tersebut tidak patognomonik untuk angiomyolipoma, karena renal cell carcinoma
memiliki gambaran yang hampir serupa. USG Color flow Doppler muncul sebagai
modalitas pencitraan terbaik untuk mendeteksi pseudoaneurisma intratumoral pada
angiomyolipoma dengan perdarahan.3

Gambar 2.5 Angiomyolipoma tipe klasik, pada wanita berusia 61 tahun. USG menunjukkan massa
ginjal kanan berukuran 4,2 cm (panah) yang ditandai dengan hiperekhoik relatif kepada parenkim ginjal
dan disertai dengan acoustic shadowing (kepala panah).

Gambar 2.6 USG ginjal dilakukan pada anak laki-laki berusia 12 tahun diketahui dengan tuberous
sklerosis. Perhatikan beberapa tumor ekhogenik berbagai ukuran pada kedua ginjal. Pemeriksaan sagital

11
oblik pada ginjal kiri menunjukkan massa ekhogenik berukuran 4 cm (panah) di aspek inferior yang ke
anterior mendesak sinus renalis.

Gambar 2.7 Pemeriksaan USG Doppler ginjal kanan potongan sagittal menunjukkan aliran Doppler
yang rendah didalam massa ginjal.

2.7.3 CT Scan
Dalam mendiagnosis angiomyolipoma ginjal klasik, untuk mendapatkan keakuratan
diagnosis yang tinggi memerlukan identifikasi lemak menggunakan CT Scan atau
MRI. Untuk mendeteksi lemak umumnya dimulai dengan CT Scan. Karakterisasi
angiomyolipoma dengan CT Scan bergantung kepada resolusi spasial dan keakuratan
dalam membedakan atenuasi, sehingga berpengaruh pada keakuratan dalam
karakterisasi dan diagnosis dari lesi angiomyolipoma.9,11
Angiomyolipoma umumnya berbatas reguler, tumor kortikal heterogen dengan
dominasi atenuasi lemak, atenuasi yang lebih tinggi terlihat pada pasien yang memiliki
tumor dengan kandungan lemak minimal. Rata- rata atenuasi tergantung dari proporsi
lemak dan jaringan lunak lainnya. Pada massa yang kecil, lemak mungkin bisa dirata-
ratakan dengan lingkaran region-of-interest (ROI) dan pixel maps.3,9 Atenuasi dibawah
-20 Hounsfield Unit (HU) telah diterima secara luas untuk mengkonfirmasi keberadaan
lemak. Temuan gambaran ini mengkonfirmasi diagnosis angiomyolipoma.
Angiomyolipoma bisa memiliki kalsifikasi dan menyebabkan peningkatan HU dari HU
lemak.3

12
Gambar 2.8 (Kiri) Memperlihatkan massa ginjal vaskular dengan lemak yang menonjol dan komponen
jaringan lunak. ‘Feeding’ arteri yang luas menjadi catatan. Hipervaskularisasi ini menjadi predisposisi untuk
terjadinya perdarahan spontan pada tumor. (Kanan) CT Scan dengan kontras menunjukkan massa ginjal
bulat dengan komponen lemak yang luas dan vaskular yang menonjol . Temuan ini menjadi penting dalam
mendiagnosis angiomyolipoma dan tidak memerlukan evaluasi selanjutnya pada pasien dewasa.

Gambar 2.9 Angiomyolipoma tipe klasik, dengan jumlah lemak yang sedikit pada pria usia 40 tahun. CT
Scan tanpa kontras potongan aksial (A) dan dengan penyangatan (B) kedua gambar (potongan 5-mm)
menunjukkan massa ginjal kiri berukuran 3 – 4 cm (panah) dengan atenuasi yang dihitung pada gambar
tanpa kontras, semuanya lebih dari -10 HU. Ketika potongan 1,5-mm direkonstruksi (C), didapatkan
atenuasi -25 HU dan diagnosis angiomyolipoma telah ditegakkan. Atenuasi lemak telah diidentifikasi hanya
pada CT Scan tanpa kontras.

Gambar 2.10 (Kiri) Wanita usia 61 tahun dengan tuberous sklerosis. CT Scan dengan kontras potongan
aksial menunjukkan massa ginjal bilateral, beberapa mengandung lemak yang jelas sementara yang lain
mempresentasikan kista (Kanan) Reformasi CT Scan dengan kontras pada pasien yang sama menunjukkan
kista multipel bilateral dan massa solid (AML) disertai lemak dan densitas komponen jaringan lunak.
Keberadaaan multipel dan bilateral AML merupakan bukti yang kuat untuk tuberous sklerosis; pasien ini
juga memiliki LAM pada basis paru.

13
2.7.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan alat yang berguna untuk karakterisasi dan staging massa ginjal.
Karakterisasi yang akurat penting untuk manajemen kasus dan untuk mendukung
staging serta prognosis Angiomyolipoma dengan komponen banyak lemak
memberikan sinyal isointens dan dengan seluruh sekuens MRI memberikan signal
yang sama dengan lemak tubuh, dan intensitas sinyal lemak tersebut lebih kuat
dibandingkan dengan parenkim ginjal pada T1WI. Namun, hal yang paling penting
ialah untuk memperlihatkan lemak massal didalam angiomyolipoma dengan
membandingkan gambar yang didapat dengan gambaran yang sama pada parameter
sebelumnya dan setelah dilakukan sekuens fat-suppression.9

Gambar 2.11 Angiomyolipoma pada wanita berusia 54 tahun. (a)MRI in-phase Gradiant echo (GRE) T1WI
potongan aksial menunjukkan massa besar yang berkembang dari kutub bawah ginjal kanan (K). Massa
tersebut memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi dibandingkan parenkim ginjal. (b) MRI opposed-phase
GRE T1WI potongan aksial menunjukkan sedikit penurunan intensitas signal pada beberapa daerah di
massa karena intravoxel coexistence dari proton lemak dan air. Namun, terdapat persistensi intensitas sinyal
yang tinggi di daerah massa lainnya, temuan ini mensugestifkan keberadaaan lemak massal. Karakteristik
artefak “India ink” terlihat pada lemak-air yang berhadapan diantara massa dan ginjal (panah). Perhatikan
bahwa artefak ini tidak muncul di porsi exophytic pada masa (kepala panah), yang merepresentasikan
lemak-lemak yang berhadapan diantara lemak retroperitoneal dan lemak di dalam massa itu sendiri. (c)MRI
GRE T1WI 3D potongan aksial didapatkan dengan saturasi lemak dengan selektif frekuensi menunjukkan
supresi difus intensitas sinyal didalam massa (M), yang menolong dalam mengkonfirmasi keberadaan lemak
masal. Demonstrasi dari lemak massal di massa ginjal merupakan diagnostik untuk angiomyolipoma

14
Gambar 2.12 Angimyolipoma dengan kista epitelial pada laki-laki berusia 46 tahun. MRI T2WI (fast spim-
echo, TR:4000, TE:92) menunjukkan massakistik multilokular 2,5 cm dengan komponen sentral yang
hiperintens, dan hipointens pada dindingnya. (A,B; panah) dan septa (B:kepala panah). Karena dicurigai
sebagai renal cell carcinoma, massa ini direseksi. Spesimen menunjukkan angiomyolipoma dengan kista
epitelial; dinding mengadung komponen otot polos.

2.7.5 Angiografi
Sebelum kemajuan dari USG, CT Scan, dan MRI, dilakukan identifikasi karakteristik
dengan angiografi yang dapat membedakan angiomyolipoma dengan renal cell carcinoma.
Diantara radiolog, terdapat kontroversi tentang kemampuan dari angiografi untuk
membedakan kedua tumor tersebut. Sekitar 95% dari angiomyolipoma ialah hipervaskular,
dengan pembesaran arteri interlobar dan interlobular. Arteri intratumoral berbentuk tortous,
irreguler, dan aneurismal. Venous pooling memiliki gambaran sunburst, whorled, and onion
peel. Umumnya tidak ada arteriovenous (AV) shunting. Beberapa temuan yang
mensugestifkan angiomyolipoma, yaitu pseudoaneurisma multisakular, gambaran sunburst
pada nefrogram kapiler, gambaran onion skin pada pembuluh darah perifer pada fase vena,
dan absennya AV shunting.3 CT Scan telah menggantikan angiografi sebagai alat diagnostik.
Saat ini, angiografi digunakan untuk mengontrol perdarahan akibat dari angiomyolipoma
dengan embolisasi.3

Gambar 2.13 Gambar dari pre-embolisasi dan pasca embolisasi arteriogram pasien dengan
angiomyolipoma ginjal.

15
2.8 Diagnosis Banding
Gambaran radiologis angiomyolipoma ginjal sangat bervariasi tergantung kandungan
lemak, otot polos, komponen vaskular. Angiomyolipoma dengan kandungan lemak minimal
sangat sulit dibedakan dengan renal cell carcinoma dan onkositoma. Angiomyolipoma ginjal
dengan kandungan banyak lemak dan vaskular yang prominen sulit dibedakan dengan
perinephric liposarcoma. Tumor Wilms, metastasis, dan limfoma ginjal juga merupakan
kelainan- kelainan pada ginjal yang menjadi diagnosis banding.1
2.8.1 Renal Cell Carcinoma (RCC)
Karsinoma sel ginjal disebut juga hipernefroma, adenokarsinoma ginjal, karsinoma sel
terang (clear cell carcinoma). Tumor ini terutama didapat pada orang dewasa. Angka kejadian
pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Jarang terlihat pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan
timbulnya kanker ginjal. 4,13
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam
korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor bisa berasal dari
tubulus distalis maupun duktus kolegentes. Biasanya tumor ini disertai dengan pseudokapsul
yang terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan tumor dan jaringan fibrosa. Tidak
jarang ditemukan kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Fascia Gerota merupakan barier yang menahan penyebaran tumor ke organ sekitarnya.4
Tanda dan gejala tumor Grawitz dapat bervariasi. Trias klasik yaitu hematuria
makroskopik, nyeri pinggang, dan massa di daerah ginjal ternyata tidak selalu ditemukan.
Kalau ditemukan massa di daerah ginjal biasanya tumor sudah lanjut. Hematuria merupakan
tanda yang paling sering ditemukan yang tidak selalu tanpa nyeri. Nyeri timbul karena
peregangan simpai ginjal, adanya bekuan darah yang turun melalui ureter yang menimbulkan
kolik ureter.14
Dengan meluasnya pemakaian USG dan CT Scan, kanker ginjal dapat ditemukan dalam
keadaan stadium yang lebih awal. Pemeriksaan urografi intravena biasanya dikerjakan atas
indikasi adanya hematuria, tetapi jika diduga ada massa pada ginjal pemeriksaan dilanjutkan
dengan CT Scan atau MRI. Dalam hal ini, USG hanya dapat menerangkan bahwa ada massa
solid atau kistik.4

16
CT Scan merupakan pemeriksaan radiologi terpilih pada karsinoma ginjal. Pemeriksaan
ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam mengetahui adanya penyebaran tumor pada
vena renalis, vena cava, ekstensi perirenal, dan metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
Dibandingkan dengan angiomyolipoma, RCC jarang dilaporkan mengandung lemak. Dengan
adanya kalsifikasi atau osifikasi didalam tumor sangat mengarah ke RCC. Namun pada Fat
Poor Angiomyolipoma karena tidak memiliki lemak yang banyak dan didominasi dengan
komponen otot dan vaskular sehingga menjadi sulit dibedakan dengan RCC. MRI dapat
menunjukkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena cava tanpa membutuhkan
kontras, tetapi kelemahannya adalah kurang sensitif mengenali lesi solid berukuran kurang
dari 3 cm.1,4,15

Gambar 2.14 Gambaran USG dari renal cell carcinoma. A.Tumor hipoekhoik insidental. B.Tumor ekhogenik
kecil dengan ruang kistik sentral. C.Nodul kecil ekhogenik menyerupai angiomyolipoma.

Gambar 2.15 CT Scan dengan kontras menunjukkan massa heterogen eksofitik dengan kalsifikasi yang kasar
(tanda panah) dan daerah berdensitas sangat rendah sugestif simpanan lemak. Ini merupakan RCC dengan
metaplasia tulang, dihitung untuk kalsifikasi dan densitas lemak.

2.8.2 Onkositoma Ginjal


Onkositoma ginjal ialah tumor jinak ginjal yang tersusun oleh epithelial eosinophilic,
yang berkembang dari collecting ducts. Merupakan tumor jinak ginjal tersering ke 2 setelah
angiomyolipoma. Terhitung 3 – 7% dari keseluruhan neoplasma kortikal ginjal. Insidensi

17
puncak terdapat pada dekade 6 dan 7, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2-3 : 1.2
– 12% dari jumlah onkositoma ginjal berbentuk multifokal dan lesi pada bilateral ginjal pada 4
– 14% dari keseluruhan onkositoma ginjal.1,17
Onkositoma berukuran kecil pada USG umumnya muncul sebagai massa ginjal homogen
dengan ekhogenitas yang sama dengan parenkim ginjal berbatas tegas dan reguler. Spoke
Wheel atau stellate scar merupakan karakteristik pada onkositoma ini, namun umumnya sulit
dilihat pada onkositoma yang kecil. Goiney dkk mengatakan central scar hanya ditemukan
pada onkositoma berukuran 12 cm. Pada CT Scan, onkositoma ginjal biasanya mempunyai
ciri-ciri tunggal, berbatas tegas dan reguler, dan merupakan tumor kortikal ginjal yang
memberikan penyangatan homogen.

Gambar 2.16 (Kiri) CT Scan tanpa kontras potongan aksial menunjukkan massa bulat (tanda panah) yang
sedikit lebih hiperdens dibandingkan dengan ginjal. Angiomyolipoma ginjal rendah lemak atau RCC bisa
memiliki gambaran yang serupa. (Kanan) CT Scan dengan kontras menunjukkan hanya sedikit penyangatan
pada massa dan central scar yang kecil (tanda panah).

2.8.3 Perinephric Liposarcoma


Liposarkoma dan angiomyolipoma ginjal eksofitik merupakan dua massa retroperitoneal
yang mengandung unsur lemak. Gambaran dari kedua lesi ini mirip dan kadang-kadang dapat
membingungkan pada gambaran radiologi dan pemeriksaan histologi. Akan tetapi,
membedakan kedua lesi ini penting karena prognosis dan penatalaksanaan kedua lesi ini
berbeda.18
Untuk membedakan kedua lesi ini harus diperhatikan pada tiga temuan utama gambaran
radiologi, yaitu defek pada parenkim ginjal, vaskular di lesi, dan keberadaan angiomyolipoma
tambahan. Pada angioyolipoma, karena berkembang dari ginjal, defek akan timbul dari tempat
lesi ini berasal, sedangkan pada liposarkoma tidak menyebabkan defek pada parenkim ginjal.
Liposarkoma relatif lebih avaskular dan pembuluh darahnya umumnya tidak membesar.
Kehadiran dari lesi berlemak lainnya pada ipsilateral atau kontralateral ginjal, independen atau

18
lesi yang mendominasi, ialah indikator kuat bahwa tumor ini ialah angiomyolipoma terutama
yang berhubungan dengan tuberous sklerosis.18

Gambar 2.17 Laki-laki berusia 68 tahun dengan 25 x 12 cm terbukti liposarkoma secara patologi. A. CT Scan
menunjukkan kompresi tumor besar berlemak ke parenkim ginjal dengan batas yang halus pada daerah yang
berhadapan (panah) dan tanpa defek parenkim. Temuan ini ialah indikasi liposarkoma berdiferensiasi baik.
Perhatikan hidronefrosis ringan. B.Pada daerah yang lebih inferior menunjukkan perluasan dari neoplasma. Tidak
ada pembesaran vaskular yang terlihat.

2.8.4 Tumor Wilms


Tumor Wilms atau nefroblastoma adalah tumor ginjal yang terbanyak ditemukan pada anak-
anak, terhitung 87% dari massa ginjal pediatrik, sering terjadi pada horseshoe kidney dan dapat
terjadi bilateral. Pemeriksaan USG pada tumor ini memperlihatkan massa solid yang dominan
dengan gambaran hipoekhoik karena fokus-fokus nekrosis didalamnya. Pemeriksaaan USG juga
dilakukan untuk mendeteksi adanya trombus tumor pada vena renalis atau vena cava inferior.13,19
Pemeriksaan pielografi intravena akan memperlihatkan massa ginjal dengan destruksi sistem
pelviokalisesnya. Kadang- kadang ditemukan hidronefrosis. CT Scan dapat menunjukkan massa
heterogen dan metastasis nodul, dan juga kalsifikasi dan lemak. Pada MRI, tumor Wilms
menunjukkan intensitas signal rendah pada T1WI dan intensitas signal tinggi pada T2WI. MRI
juga dapat menilai patensi vena cava dan penyakit multifokal. 13,19 Tumor Wilms sering didapatkan
massa yang besar dan dapat menyebabkan distorsi yang berat pada organ sekitarnya, termasuk
vena cava inferior.19

19
Gambar 2.18 Tumor Wilms pada anak berusia 4 tahun dengan massa abdomen. (a) CT Scan menunjukkan massa
ginjal kiri dengan penyangatan heterogen (panah tebal) dan metastasis hepar multiple (panah tipis). (b) Pada CT
Scan didapatkan dengan potongan lebih tinggi menunjukkan metastasis hepar multiple dengan tambahan trombus
tumor didalam vena porta (panah).

2.8.5 Metastasis dan Limfoma Ginjal


Ginjal merupakan tempat metastasis terbanyak kelima setelah paru-paru, hati, tulang, dan
adrenal. Massa yang terdapat pada metastasis ginjal umumnya besar, mungkin menyerupai RCC.
Paling sering terjadi keterlibatan pada kedua ginjal, jarang tunggal. Penyebaran metastasis ke
ekstrarenal biasanya terjadi.1 Kunci utama diagnosis pada metastasis ginjal ialah massa multipel
di kedua ginjal, seringnya disertai dengan perirenal dan atau keterlibatan retroperitoneal. Tipe
penyebarannya paling sering secara hematogen dan langsung.1

Gambar 2.19 CT Scan tanpa kontras menunjukkan ginjal bilateral dan massa perirenal karena multiple myeloma. Ini
gambaran dari metastasis ginjal dan merupakan kasus yang jarang terjadi.

Penyebaran ekstranodal dari limfoma sering mengenai sistem urogenital, dengan ginjal
menjadi organ yang paling sering terlibat. Limfoma ginjal umumnya muncul pada keadaan
penyebaran dari limfoma non-hodgkin, umumnya B-Cell type intermediate dan tumor derajat
ganas atau limfoma burkitt. Pada sebagian besar kasus, limfoma ginjal umumnya asimptomatik

20
dan deteksi radiologi jarang mempengaruhi staging dan penatalaksanaan. Pasien dengan
immunocompromised memiliki resiko yang tinggi akan berkembangnya limfoma.20
Limfoma ginjal mempunyai berbagai variasi gambaran radiologi tergantung dari proliferasi
tumor menurut analisa histologi. Selain itu, limfoma ginjal memiliki berbagai variasi manifestasi
seperti lesi multiple, lesi tunggal, ekstensi langsung dari adenopati retroperitoneal, keterlibatan
dari ruang perirenal, dan infiltrasi difus dari satu atau kedua ginjal.20

Gambar 2.20 Limfoma Large B-cell pada pria berusia 72 tahun dengan riwayat kanker prostat. CT Scan ginjal
menunjukkan massa berbatas tegas yang meluas (panah) pada ginjal kiri. Tidak ada massa ginjal solid lainnya yang
terlihat, akan tetapi otot psoas kanan (kepala panah) membesar. Diagnosis telah ditegakkan dengan biopsi
perkutaneus pada massa ginjal melalui guiding USG.

2.9 Tatalaksana
Karena kebanyakan AML ginjal didiagnosis secara kebetulan dan pasien biasanya datang
tanpa gejala, intervensi terapeutik diperlukan hanya pada sebagian kecil pasien. Intervensi
potensial termasuk embolisasi arteri ginjal selektif, operasi sparring nefron, nefrektomi lengkap,
cryoablasi dan ablasi frekuensi radio, dan pengobatan dengan inhibisi mTOR.22
- Indikasi :
Secara historis, indikasi utama untuk intervensi adanya gejala, pada wanita usia
subur, kecurigaan keganasan, dan ukuran lebih besar dari 4 cm. 82% pasien dengan AML
ginjal lebih besar dari 4 cm mengalami gejala dan 51% di antaranya muncul dengan
perdarahan retroperitoneal aktif. Pasien dengan tumor lebih besar dari 4 cm memiliki
interval pertumbuhan dan membutuhkan perawatan lebih sering. Pedoman terkini dari
Asosiasi Eropa Urologi merekomendasikan intervensi dalam kasus yang dipilih dengan
baik, termasuk tumor bergejala, lesi besar, pada wanita usia subur, dan akses yang buruk

21
untuk tindak lanjut atau perawatan darurat. Ambang ukuran massa untuk dilakukan
pengobatan, masih menjadi perdebatan hingga saat ini.22
a. Embolisasi
Secara historis, ada kecenderungan yang lebih besar terhadap operasi dalam
pengobatan AML ginjal. Mereka sering dilakukan pemotongan karena keganasan tidak
bisa disingkirkan. Embolisasi transarterial selektif sekarang menjadi pilihan pengobatan
lini pertama, terutama pada kejadian akut perdarahan atau ketidakstabilan hemodinamik.
Banyak dokter mendukung embolisasi dan operasi cadangan untuk pasien dengan gejala
yang tidak terkendali, malformasi vaskular, kegagalan embolisasi, dan ketidakpastian
diagnostik yang jarang terjadi. Jika pembedahan perlu dilakukan, pra operasi embolisasi
lesi dapat dipertimbangkan dalam mengurangi kesulitan dan komplikasi tumourectomy
atau nephrektomi.22
b. Pembedahan
Eksisi bedah berupa nefrektomi parsial atau radikal adalah satu-satunya perawatan
yang benar-benar menghilangkan massa ginjal, meskipun kekambuhan dari bagian lain
ginjal bisa terjadi. Nefrektomi hanya diindikasikan bila AML ginjal sangat besar, bila
dicurigai keganasan tinggi, dan ketika pilihan pengobatan lain tidak ada. Namun, dalam
situasi darurat, nefrektomi bisa menyelamatkan nyawa.22
c. Ablasi
Saat membandingkan metode pengobatan saat ini, cryoablasi dan ablasi frekuensi
radio perkutan muncul menjadi alternatif yang menarik untuk embolisasi atau
pembedahan. Pada penelitian yang berbeda menunjukkan kemanjuran yang baik dengan
minimal komplikasi, sedikit perawatan berulang, dan tidak ada kekambuhan. Namun,
laporan penggunaan minimal invasif tersebut teknik tersebut terbatas pada lesi dengan
ukuran kecil dan asimtomatik lesi. Secara keseluruhan, ablasi menunjukkan beberapa
keutungan dalam pengobatan AML tertentu.22
d. Obat-obatan
Obat-obatan ini mengganggu lebih jauh perkembangan tumor dan mendorong
pemulihan pada lesi. Sirolimus, juga dikenal sebagai rapamycin, adalah yang pertama
mTOR inhibitor dianalisis dalam mengobati AML herediter. Pada awalnya dikembangkan
sebagai imunosupresan untuk digunakan dalam transplantasi organ. Secara keseluruhan,
sirolimus dapat ditoleransi dengan baik dalam studi awal ini, terutama terhadap efek

22
samping yang paling sering ditemui seperti sariawan, lesi kulit, dislipidemia, dan
proteinuria. Everolimus, penghambat mTOR dan rapamycine lainnya derivatif, paling
banyak dipelajari. Saat ini, Badan Pengawas Obat dan makanan di Eropa menyetujui agen
ini untuk mengobati AML. Posisi inhibitor mTOR dalam manajemen AML sporadis
masih belum ditemukan.22
Untuk AML asimtomatik di TSC dan LAM yang membesar dan lebih besar dari 3
cm, pedoman terbaru menyarankan inhibisi mTOR saat ini sebagai lini pertama yang
paling efektif dalam pengobatan. Toleransi yang ditunjukkan sejauh ini lebih baik
daripada kerusakan ginjal yang disebabkan oleh progresi AML dan lebih disukai daripada
modalitas pengobatan lainnya. Perhatian lain untuk dokter adalah berapa lama pengobatan
dengan obat-obatan tersebut harus dilanjutkan, seperti halnya efek penghambatan mTOR.
Untuk melanjutkan pengobatan untuk AML, pertimbangan harus diberikan untuk jangka
panjang
komplikasi, biaya, dan keamanan, dibandingkan dengan lainnya sebagai pertimbangan
pilihan pengobatan.22
2.10 Prognosis
Secara umum prognosis angiomyolipoma baik selama tumor pada pembuluh darah tidak
mengalami dilatasi atau tumor tumbuh dengan cepat. Akan tetapi, prognosis dapat berubah jika
tumor menjadi sangat besar atau membahayakan fungsi ginjal sehingga perlu diambil atau pasien
mungkin perlu menjalani dialisis. Selain itu, jika pasien juga mengalami perdarahan. Prognosis
juga akan menjadi jelek jika tidak terdiagnosis dan tidak segera diobati sejak dini.

23
BAB III
KESIMPULAN

Angiomyolipoma ginjal adalah tumor jinak ginjal yang tersusun dari pembuluh darah
abnormal, otot polos, dan komponen lemak. Merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi
pada ginjal. Sinonimnya adalah hamartoma ginjal atau choristoma.Angiomyolipoma ginjal
memiliki insidensi sekitar 0,3 – 3%. Memiliki dua tipe yaitu angiomyolipoma yang timbul sendiri
dan angiomyolipoma yang berhubungan dengan tuberous sklerosis. Gejala klinis yang mungkin
dikeluhkan pada pasien dengan angiomyolipoma ginjal adalah nyeri pinggang, hematuria,
anemia,hipertensi, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapat gejala
perdarahan rongga retroperitoneal. Modalitas pencitraan telah mengalami banyak kemajuan dan
memiliki peran penting terutama dalam membantu penegakan diagnosis dan penatalaksanaan.
Angiomyolipoma ginjal dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG, CT Scan, MRI, dan
Angiografi. Tatalaksana untuk Angiomyolipoma ginjal termasuk embolisasi arteri ginjal selektif,
operasi sparring nefron, nefrektomi lengkap, cryoablasi dan ablasi frekuensi radio, dan
pengobatan dengan inhibisi mTOR.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B. Prunomo, 2011, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog


Dalam Terbitan (KTO) Jakarta.
2. Federle MP, Jeffrey RB, Woodward PJ. Diagnostic Imaging Abdomen, 2nd edition.
Amirsys, 2010; IV-3: 116-143.
3. Maizlin ZV, Gottlieb P, Simon YC, Strauss S. Various Appearances of Multiple
Angiomyolipomas in the Same Kidney in a patient Without Tuberous Sclerosis. J
Ultrasound Med 2012; 21: 211-213.
4. Khan AN. Kidney Angiomyolipoma Imaging. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/376848-overview.
5. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto, 2011; 1: 6-11, 245-252.
6. Soetikno RD. Prosedur Pemeriksaan Radiologi Gastrointestinal dan Urogenital. Refika
Aditama, 2014; 9: 69-72.
7. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2, Edisi 21. Penerbit Buku
Kedokteran ECG, 2000; 1: 180-181.
8. Fox SI. Human Physiology, 6th edition. Boston McGraw-Hill, 2002.
9. Shandu ES, Lieberman G. Renal Angiomyolipoma A Comparison of Sporadic and
Genetic Cases. Tersedia dari : http://eradiology.bidmc.harvard.edu>Sandhu.
10. Jinzaki M, Silverman SG, Akita H, Nagashima Y, Mikami S, Oya M. Renal
Angiomyolipoma: a radiological classification and update on recent developments in
diagnosis and management. Abdom Imaging 2014; 39: 588-604.
11. Pedrosa I, Sun MR, Spencer M, Genega E, Olumi AF, Dewolf WC, Rofsky NM. MR
Imaging of Renal Masses: Correlation with Findings at Surgery and Pathologic Analysis.
RadioGraphics 2018; 28: 985-1003.

25
12. Silverman SG, Pearson GD, Seltzer SE, Polger M, Tempany CM, Adams DF, et al. Small
(< or = 3 cm) hyperechoic renal masses: comparison of helical and convention CT for
diagnosing angiomyolipoma. AJR Am J Roentgenol 2016; 167(4): 877-81.
13. Wang R, Lieberman G. Renal Angiomyolipoma : a case study of angiography and
embolization. 2016. Tersedia dari : http://eradiology.bidmc.harvard.edu>Wang.
14. Rasad S. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI, 2011; 11: 289-294.
15. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1997; 32: 1052-1054.
16. Yang WC, Shen SH, Chang YH, et al. Are There Useful CT Features to Differentiate
Renal Cell Carcinoma From Lipid-Poor Renal Angiomyolipoma?. AJR 2013; 201: 1017-
1028.
17. Rumack CM, Wilson SR, Charboneau JW, Levine D. Diagnostic Ultrasound. Fourth
Edition. Philadelphia Mosby, Inc; 2011; 9: 350-352.
18. Woo S, Cho JY. Imaging Findings of Common Benign Renal Tumors in the Era of Small
Renal Masses: Differential Diagnosis from Small Renal Cell Carcinoma – Current Status
and Future Perspectives. Korean J Radiol 2015; 16(1): 99-113.
19. Israel GM, Bosniak MA, Slywotzky CM, Rosen RJ. CT Differentiation of Large
Exophytic Renal Angiomyolipomas and Perirenal Liposarcomas. AJR 2012; 179: 769-
773.
20. Lowe LH, Isuani BH, Heller RM, Stein SM, et al. Pediatric Renal Masses: Wilms Tumor
and Beyond. RadioGraphics 2020; 20: 1585-1603.
21. Sheth S, Ali S, Fishman E. Imaging of Renal Lymphoma: Patterns of Disease with
Pathologic Correlation. RadioGraphics 2016; 26: 1151-1168.
22. Vos N, Oyen R. Renal Angiomyolipoma: The Good, the Bad, and the Ugly. J Belg Soc
Radiol. 2018 Apr 20;102(1):41. doi: 10.5334/jbsr.1536. PMID: 30039053; PMCID:
PMC6032655.

26

Anda mungkin juga menyukai