Anda di halaman 1dari 30

Disusun oleh : Putri Pratiwi Ramadhianti

Pembimbing : Dr. Teddy Ervano, Sp.PD

Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis


sering dipertukarkan.

Hipertiroidisme merupakan penyakit hormon yang menempati urutan


kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes.

Hipertiroidisme adalah gangguan yang terjadi dimana


kelenjar tiroid menghasilkan lebih banyak hormon dari
yang dibutuhkan oleh tubuh

Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan nodul
tiroid toksik.

1)

2)

3)

4)

Pembentukkan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid


terdiri dari langkah-langkah :
Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul
tiroglobulin didalam koloid
Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya
kedalam koloid melalui pompa iodium yang sangat efektif.
Hampir semua iodium ditubuh dipindahkan melawan gradien
konsentrasinya kekelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid.
Didalam koloid, iodium dengan cepat melekat kesebuah tirosin
didalam molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ketirosin
menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium ke
tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT).
Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul
tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid

Sekitar 90% produk sekretorik yang dikeluarkan dari


kelenjar tiroid adalah dalam bentuk T4, walaupun T3
memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten
dariapada T4.
Namun sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian
diubah menjadi T3 atau diaktifkan melalui proses
pengeluaran satu diiodium dihati dan ginjal.
Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang
mengalami proses pengeluaran iodium dijaringan perifer.

Pada hipertiroidisme imunogenik (Graves


Disease),

paling sering disebabkan oleh long-acting thyroid stimulator (LATS) atau


thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), suatu IgG yang mirip dengan
reseptor TSH.

Eksoftalmus dapat terjadi akibat peningkatan hormon tiroid.


Penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobi juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun
terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan otot mata,
infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan
jaringan ikat retrobulbar. Kadang-kadang perubahan yang sama dapat
ditemukan di regio pretibia

Algoritma Diagnosis Hipertiroid6

Hipertiroidisme Primer

Tirotoksikosis tanpa

Hipertiroidisme Sekunder

Hipertiroidisme
1.

Penyakit Graves

2.

Struma

1.

multinodula

toksik

2.

Hormon tiroid berlebih 1.

TSH-secreting

(tirotoksikosis faktisia)

chGH secreting tumor

Tiroiditis subakut (viral 2.

Tirotoksikosis
(trimester I)

3.

Adenoma toksik

atau De Quervain)

4.

Obat: yodium berlebih, 3.

Silent thyroiditis

litium

Destruksi

4.

3.

kelenjar :

5.

Karsinoma tiroid

amiodaron,

6.

Struma ovarii (ektopik)

radiasi, adenoma, infark

7.

Mutasi TSH-r, Gs

Tabel 2: Penyebab Hipertiroid1

I-131,

tumor,
gestasi

Resistensi hormon tiroid

Merupakan suatu penyakit autoimun, yaitu tubuh


secara tidak terkendali membentuk thyroidstimulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi
yang disintesis di kelenjar tiroid, sumsum tulang
dan KGB, yang sasarannya adalah reseptor TSH
di sel tiroid.

Graves disease merupakan salah satu contoh


dari gangguan autoimun hipersensitif tipe II.
Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan
karena produksi autoantibodi yang berikatan
dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel
folikuler tiroid ( sel yang memproduksi tiroid).
Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti
TSH yang menyebabkan peningkatan produksi
dari hormon tiroid.
Opthalmopathy infiltrat ( gangguan mata karena
tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi
reseptor TSH pada jaringan retroorbital.
sebagian besar orang lebih banyak terkena
Graves disease dengan aktivitas antibodi dari
reseptor TSH yang bersifat genetik.Yang
berperan adalah HLA DR (terutama DR3).

NOSPECS

No signs or symptoms
1 _ Only signs (lid
retraction or lag), no
symptoms
2 _ Soft tissue involvement
(periorbital edema)
3 _ Proptosis (NOSPECS
_22 mm)
4 _ Extraocular muscle
involvement (diplopia)
5 _ Corneal involvement
6 _ Sight loss

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan

awal tirotoksikosis Graves yang dapat sembuh spontan bila


keadaan tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.
.
Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai
edema periorbita, kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva
(khemosis).
Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi
dengan Hertel exophthalmometer.
Kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses
infiltratif terutama pada musculus rectus inferior yang akan
menyebabkan kesukaran menggerakkan bola mata keatas. Bila
mengenai musculus rectus medialis, maka akan terjadi kesukaran
dalam menggerakkan bola mata kesamping.
Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).
Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan
menyebabkan
kebutaan.
Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot
ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut

Gejala-gejala yang baru


timbul

Nilai

Tanda-tanda

Nilai apabila

dan/atau

Ada

Tidak

bertambah berat
Sesak bila bekerja

+1

Kelenjar tiroid teraba

+3

-3

Berdebar-debar

+2

Bising pada kelenjar tiroid

+2

-2

Kelelahan

+2

Eksoftalmus

+2

Lebih menyukai udara panas

-5

Refraksi kelopak mata

+2

menutupnya +1

Keterlambatan
kelopak mata

Lebih

menyukai

udara +5

Gerakan hiperkinetik

+4

-2

dingin
Tidak dipengaruhi suhu

Tremor halus pada jari

+1

Keringat berlebihan

+3

Tangan yang panas

+2

-2

Gugup

+2

Tangan yang basah

+1

-1

Nafsu makan: bertambah

+3

Fibrilasi atrium

+4

berkurang

-3

Nadi : <80 x/menit

-3

Berat badan : naik


turun

-3

80 90 x/menit

+3

> 90\ x/menit

+3

Hasil:
> 19
11 18
< 11

: hipertiroid
: tak jelas / suspek hipertiroid
: eutiroid

No

Gejala

Derajat

Nilai

Umur saat timbulnya (tahun)

15 24
25 34
35 44
45 54
> 55

0
+4
+8
+12
+16

Pencetus psikologis

Ada
Tidak ada

-5
0

Frequent checking

Ada
Tidak ada

-3
0

Severe anticipatory anxiety

Ada
Tidak ada

-3
0

Nafsu makan menurun

Ada
Tidak ada

+5
0

Goiter

Ada
Tidak ada

+3
0

Bruit tiroid

Ada
Tidak ada

+18
0

Eksoftalmus

Ada
Tidak ada

+9
0

Lid retraction

Ada
Tidak ada

+2
0

10

Tremor halus pada jari

Ada
Tidak ada

+7
0

11

Nadi (per menit)

> 90
80 90
<80

+16
+8
0

Hasil (-11) (+23) Eutiroid


(+24) (+39)
Mungkin
hipertiroid
(+40) (+80)
Pasti
hipertiroid

Hipertiroid pada struma multinoduler terjadi apabila


jumlah folikel baru sudah cukup banyak yang
mengeluarkan hormon tiroid baru melebihi kebutuhan
tubuh
Hipertiroid pada struma multinoduler biasanya ringan
(subclinical hypertyroidism) dan akan hilang setelah
operasi dengan dikeluarkan bagian yang sakit dari
kelenjer tiroid.
Pemberian yodium pada penderita multinoduler dapat
mencetuskan timbulnya hipertiroid karena terjadi
produksi yang berlebihan dari hormon

Pembesaran nodul perlahan dimana mula-mula terjadi penekanan pada TSH agar
mikronodul yang lain tidak membesar. terjadi penekanan bukan saja TSH tapi juga
fungsi dari jaringan sekitar nodul. Pada stadium ini penderita masih eutiroid dan kadar
T3 dan T4 masih normal, namun pada sidik tiroid nampak banyak isotop terkumpul
dalam nodul

Kapan terjadinya hipertiroid ini tergantung terutama pada besarnya nodul.

Jumlah hormon tiroid yang dikeluarkan oleh nodul tergantung dari besarnya nodul.

Hipertiroid terjadi bila nodul > 3 cm, sedang nodul yang < 2,5 cm biasanya tidak
menyebabkan hipertiroid.

Penyebabnya biasanya adalah sinus piriformis, yang merupakan


sisa percabangan bankial yang menghubungkan orofaring dengan
tiroid

Gejala yang timbul adalah nyeri pada tiroid, yang menjalar ke


tenggorokan atau telinga, dan tampak goiter kecil, konsistensi
lunak, serta asimetris. Juga terdapat demam, disfagia, dan eritema
pada tiroid.12

Pasien biasanya mengeluhkan kelenjar tiroid yang


membesar dan terasa nyeri, kadang ada demam.

Dapat timbul gejala tirotoksikosis maupun hipotiroid,


tergantung pada fase mana penyakitnya berada.

Nyeri biasanya menjalar ke rahang atau telinga. 12

Gejalanya mirib tiroiditis subakut, namun benjolan yang


teraba lebih kecil dan tidak nyeri.

Kondisi ini terjadi pada lebih dari 5% wanita, pada masa 3


6 bulan setelah melahirka, sehingga disebut pula postpartum
tiroiditis.

Gejala khasnya adalah fase tirotoksikosis selama 2 4


minggu, diikuti fase hipotiroid selama 4 12 minggu, lalu
terjadi resolusi.12

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Komplikasi bedah
Hipoparatiroidisme
Kerusakan nervus laryngeal
Hipotiroidisme dengan subtotal tiroidektomi
Hipotiroidisme setelah terapi radioaktif
Gangguan penglihatan karena oftalmopati
berat
Edema pretibial terlokalisasi
Decompentatio Cordis
Kelemahan otot proksimal dan muscle wasting
Fraktur panggul

Umumnya pasien dengan


hipertiroidisme menunjukkan hasil
yang baik dengan terapi yang tepat
Hipertiroidisme dari goiter multinoduler
toksik dan adenoma toksik biasanya
permanen dan muncul kala dewasa
Pasien dengan penyakit Grave sering
menjadi hipotiroidisme dalam
perjalanan alami penyakitnya

1.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

2.
3.

Anonim. 2009. Hipertiroid. Available on: http://www.bascommetro.blog spot.com/2009/12/hipertiroid.html. Accessed at: 12 April
2010
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

4.

Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2000. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: ECG

5.

Lee, Stephanie L. dkk. 2009. Hyperthyroidism:Differential Diagnoses and Workup. Available on:
http://emedicine.medscape.com/article/121865-diagnosis.html. Accessed at: 12 April 2010

6.

Reid JR, Wheeler SF. 2005. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment. Am Fam Physician; 72:623-30, 635-6

7.

Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri EndokrinologiMetabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, hal 9-18

8.

Price A.S. & Wilson M.L. 1995 Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta. hal 1049
58, 1070 80

9.

Subekti, I, 2001. Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta,: hal
1-5

10.

Mansjoer A, et all, 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, hal 594-8

11.

Anonim. 2007. Ilustrasi Kasus Thyroid. Available on: http://www.scribd.com/doc/5554952/ILUSTRASI-KASUS-tyroid. Accessed at:
12 April 2010

12.

Braunwald, Kasper, dll. 2004. 16th Edition HARRISONS PRINCIPLES OF Internal Medicine. New York: McGraw-Hill Publishing.
Hal 2104 - 22

Anda mungkin juga menyukai