Anda di halaman 1dari 14

WANITA DENGAN SINDROM RUPUS :

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DAN ARTRITIS REUMATOID


Asriani, Faridin HP*
*Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

I. Pendahuluan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun
inflamasi kronik, dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi
klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Lupus
eritematosus sistemik merupakan penyakit yang kompleks dan terutama
menyerang wanita pada usia produktif. Faktor genetik, imunologi dan
hormonal serta lingkungan berperan dalam proses patofisiologi penyakit ini.1
Manifestasi klinis sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi,
darah, jantung, paru, ginjal, dan susunan saraf pusat (SSP). Dilaporkan bahwa
pada 1.000 pasien LES di Eropa diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis
terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1% dan
nefropati 27,9% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah
serositis 16%, trombositopenia 13,4% dan trombosis 9,2%. Anti Nuklear
Antibodi (ANA) positif didapatkan sekitar 96% dan antibodianti-double
stranded DNA (anti-dsDNA) 78%.2
Artritis reumatoid (AR) adalah juga merupakan penyakit autoimun
yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi
merupakan target utama. Kriteria American College of Rheumatology
(ACR)/European League Against Rheumatism (EULAR) 2010 untuk AR
mulai diperkenalkan dengan menitikberatkan pada gambaran klinis tahap
awal penyakit. Artritis reumatoid ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis
pada paling sedikit satu sendi, tidak adanya diagnosis alternatif lain yang
dapat menjelaskan penyebab sinovitis, serta skor total individu dari 4 kriteria
(keterlibatan sendi, pemeriksaan serologis, peningkatan acute-phase reactant,
dan durasi gejala) 6.3

1
Penyakit autoimun merupakan satu dari sepuluh penyebab mortalitas
dan morbiditas pada wanita usia muda dan pertengahan. Sekitar 5-30% pasien
autoimun berkembang menjadi penyakit autoimun overlap (overlap
syndrome).4 Keterlibatan sendi pada LES merupakan salah satu gejala yang
sering muncul, sekitar 5% berkembang menjadi Jaccouds artropathy dan 1%
berkembang menjadi penyakit erosif.5 Walaupun prevalensi artritis erosif dan
deformitas jarang, tetapi artritis LES dapat menyerupai gambaran keterlibatan
sendi seperti pada AR. Pada kasus yang jarang, LES dan AR dapat overlap
yang dikenal dengan Rupus.6
Overlapping syndrome antara LES dan AR merupakan kondisi yang
langka dan pertama kali dijelaskan oleh Schur dkk pada tahun 1974 sebagai
Rupus. Toone dkk pada tahun 1960 mengidentifikasi didapatkannya sel LE
Dikutip dari 1
pada penderita AR. Pada beberapa penelitian kohort pada sindrom
rupus, gejala awal penyakit berupa artritis mencapai 63%. 5 Serologic
overlapping antara LES dan AR telah diketahui dan 20% pasien AR
menunjukkan ANA positif. Prevalensi rupus bervariasi antara 0,01%-2%. 1
Pada tahun 2009, Icen dkk melaporkan pada studi kohort frekuensi LES
sebesar 15,5% dari 603 pasien AR yang diikuti selama 25 tahun.7
Pencetus terjadinya Rupus belum diketahui secara pasti, namun
beberapa studi terbatas mendapatkan peran genetik, imunologi, hormonal dan
lingkungan dalam progresivitas penyakit ini. Diagnosis rupus didasarkan
pada kriteria yaitu poliartritis simetris pada sendi besar dan kecil dimana pada
gambaran radiologi didapatkan gambaran erosif dan didapatkan tanda dan
gejala LES dan ditemukannya autoantibodi spesifik dengan spesifitas yang
tinggi (anti -dsDNA antibodi atau anti -Sm untuk LES dan anti -Ra33 atau
antibodi anti cyclic citrulinated peptide - antibodi anti CCP untuk AR).8,9
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus seorang wanita dengan lupus
eritematosus sistemik dan artritis reumatoid.

II. Laporan Kasus

2
Seorang wanita, Nn. A, umur 29 tahun, pekerjaan pegawai negeri
sipil, masuk RS Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 10 Desember 2014,
nomor rekam medis 688240. Masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
kedua sendi tangan dan lutut sejak enam bulan terakhir dan memberat dua
minggu terakhir. Ada riwayat bengkak pada sendi tangan dan lutut tiga bulan
yang lalu. Ada keluhan kaku pada pagi hari selama kurang lebih 1 jam sejak 1
bulan yang lalu, kaku pagi hari berkurang dengan aktivitas.
Ada demam yang dialami sejak enam bulan yang lalu dan memberat
satu bulan terakhir, tidak terus-menerus dan pola demam tidak khas. Tidak
ada menggigil maupun berkeringat banyak. Tidak ada riwayat bepergian ke
daerah endemis malaria. Tidak ada riwayat malaria sebelumnya. Tidak ada
batuk dan sesak.
Ada riwayat rambut rontok sejak satu tahun tarakhir dan kepala
semakin botak sejak enam bulan terakhir. Tidak ada keluhan kemerahan pada
wajah bila terkena sinar matahari. Ada riwayat sering terdapat luka pada
mulut sejak enam bulan terakhir.
BAK : kesan lancar, warna kuning jernih.
BAB : biasa, warna kuning
Riwayat dirawat di Rumah sakit Palu dengan keluhan yang sama dan
dikatakan menderita lupus, mendapat obat meloxicam.
Tidak ada riwayat transfusi
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pasien tampak sakit sedang, gizi
cukup, sadar. Berat badan 54 kg, tinggi badan 158 cm, indeks massa tubuh
21,68 kg/m2. Tekanan darah 110/70 mmHg; frekuensi nadi 100 kali/ menit,
reguler, kuat angkat; frekuensi napas 20 kali/ menit; suhu axilla 38,5oC. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan tampak alopecia, rambut mudah dicabut,
konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, ada malar rash, tidak ada oral ulcer.
Pada leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan dada, tampak simetris, tidak ada nyeri tekan, fremitus raba kiri
sama dengan kanan, perkusi sonor, batas paru hati ICS VI kanan depan, bunyi
pernapasan vesikuler, tidak ada bunyi tambahan. Pada pemeriksaan jantung

3
didapatkan batas jantung kesan normal, bunyi jantung I/II reguler, tidak ada
murmur. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan permukaan datar, ikut gerak
napas, bising usus kesan normal, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani.
Pada ekstremitas superior didapatkan nyeri tekan sendi proximal
interphalangeal kedua sampai kelima dextra dan sinistra, sendi
metacarpophalangeal kedua sampai kelima dextra dan sinistra, dan
sendi pergelangan tangan dextra dan sinistra, teraba hangat dan tidak
edema, tidak ada nodul subkutan. Pada ekstremitas inferior didapatkan
nyeri tekan genu dekstra-sinistra, teraba hangat dan tidak edema, tidak
ada nodul subkutan.

Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 10,4 gr/dL, leukosit 4.850/ uL,


trombosit 68.000/uL, MCV 83 fL, MCH 28,5 pg, MCHC 34,5 g/dL. SGOT
52 U/L, SGPT 33 U/L, GDS 93 mg/dl, ureum 29 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL.
Elektrolit Na/K/Cl 144/4,0/111 mmol/l. LED I/II : 98/100. Urinalisa: warna
kuning, pH 6,5, BJ 1,030, protein +/30, eritrosit 0-2/LPB, leukosit 1-3/LPB.
Faktor reumatoid (FR) kualitatif: positif 64 IU/ml (normal : <8 IU/ml)
Anti Cyclic Citrulinnated Peptide (CCP): 6,41 RL/ml (normal : <5 RL/ml)

ANA profile (12-12-2014) :


(RNP) Sm +++, Sm +, SS-A native +++, Ro-52 Recombinant +++,
nucleosomes ++, Ribosomal P-protein ++
Foto manus (10-12-2014) :

4
Kesan : Gambaran Artritis
reumatoid manus bilateral

Foto thoraks PA (10-12-2014) :

Kesan : Tidak tampak kelainan radiologi

Skor RA- American College of Rheumatology (ACR)/European League


Against Rheumatism (EULAR) 2010 : 9 (keterlibatan lebih dari 10 sendi

5
(minimal 1 sendi kecil), Antibodi anti CCP positif, FR positif, LED
meningkat dan perlangsungan penyakit 6 bulan)
Skor DAS-28 : 6,71 (Aktivitas penyakit tinggi)
Skor diagnosis LES menurut ACR : 4 (artritis, kelainan hematologi yang
ditandai dengan anemia dan trombositopenia, gangguan imunologik yang
ditandai anti Sm positif)
Skor MEX-SLEDAI : 6 (Aktivitas penyakit sedang)

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang


yang didapatkan maka pasien didiagnosis dengan sindrom rupus. Terapi yang
diberikan selama perawatan yaitu Methyl prednisolon 250 mg/24 jam/drips
selama tiga hari dan dilanjutkan methyl prednisolon 16 mg/24 jam/oral,
metotrexat 7,5 mg/minggu/oral, calcium 1 tab/24 jam/oral, dan asam folat 1
tab/24 jam/oral.
Pada perawatan hari ketiga pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri
sendi dan demam. Dan pasien dipulangkan, selanjutnya kontrol di poli
reumatologi.

III. Pembahasan
Dilaporkan suatu kasus seorang wanita, 29 tahun dengan diagnosis
LES dan AR. Pasien masuk rumah Sakit dengan keluhan poliartritis simetris.
Perlangsungan poliartritis sekitar enam bulan dan disertai dengan gejala
sistemik lain seperti demam sehingga dipikirkan suatu penyakit inflamasi
sendi kronis. Poliartritis simetris pada usia muda merupakan salah satu gejala
dari LES dan AR yaitu sebesar 90%.10
Untuk dapat menegakkan diagnosis LES dan AR, perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan yaitu autoantibodi untuk LES dan serologi untuk AR.
Pada pasien ini didapatkan FR kualitatif : positif 64 IU/ml, Anti CCP :
6,71 RL/ml, ANA profile: (RNP) Sm +++, Sm +, SS-A native +++, Ro-52
Recombinant +++, nucleosomes ++, Ribosomal P-protein ++.
Pada pasien ini diagnosis dari LES dapat ditegakkan berdasarkan
terpenuhinya 4 dari 11 kriteria LES menurut ACR 1997, yaitu adanya artritis,
malar rash, kelainan hematologi yang ditandai dengan anemia dan

6
trombositopenia, gangguan imunologik yang ditandai anti Sm positif. Pada
tabel 1 dapat dilihat pola ANA-IF dan penyakit yang berhubungan dengan
pola tersebut. Sedangkan untuk diagnosis AR, telah memenuhi kriteria
ACR/EULAR 2010, yaitu adanya keterlibatan lebih dari 10 sendi (minimal 1
sendi kecil), Antibodi anti CCP positif, FR positif, LED meningkat dan
perlangsungan penyakit 6 bulan dengan total skor = 9. Pada pemeriksaan foto
manus terdapat gambaran erosif. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini didiagnosis sebagai Rupus.
Rupus adalah kondisi klinis yang langka, ditandai dengan poliartritis
simetris pada sendi besar dan kecil dimana pada gambaran radiologi
didapatkan gambaran erosif dan didapatkan tanda dan gejala LES dan
ditemukannya autoantibodi spesifik dengan spesifitas yang tinggi (anti-
dsDNA anti body atau anti-Sm untuk LES dan anti-Ra33 atau antibodi anti
cyclic citrulinated peptideantibodi anti CCP untuk AR). 8,9 Keadaan ini juga
ditandai dengan adanya fenotipe Human leucocyte antigen (HLA-DR1 dan
HLA-DR2).9

Tabel 1. Pola ANA-IF dan penyakit spesifiknya

(Sumber : dikutip dari kepustakaan No.11)

Laporan pertama tentang koeksistensi LES dan AR dibuat pada tahun


1961 oleh Toone, yang mendapatkan adanya sel LE pada serum 15 pasien
AR. Sindrom Rupus pertama kali digunakan oleh Schur pada tahun 1974
untuk menggambarkan kondisi overlap LES dan AR.Dikutip dari 1

7
Mayoritas gambaran LES pada sindrom rupus yaitu kelainan pada
kulit (malar rash, fotosensitivitas, dan alopecia), hematologi (leukopenia dan
trombositopenia), serositis (efusi pleura dan efusi perikard) dan keterlibatan
mukosa. Keterlibatan sistem saraf pusat dan ginjal jarang dilaporkan.12,13
Sedangkan gambaran AR pada sindrom rupus yaitu poliartritis simetris erosif
dan nodul artritis (40%).9 Penelitian oleh Li dkk menunjukkan bahwa pasien
rupus memiliki aktivitas LES ringan (skor SLEDAI 8.43+5.37) dan insiden
lebih rendah dari keterlibatan organ viseral dibandingkan dengan pasien LES
tanpa AR (skor SLEDAI 11.46+5.96, P<0.001).10
Pasien Rupus dengan onset AR dan berkembang menjadi LES dalam
9,2 tahun sedangkan LES yang berkembang menjadi AR dalam 4,6 tahun. 14
Pada beberapa kasus sebelumnya memperlihatkan gambaran AR lebih awal
muncul kemudian akibat adanya faktor hormonal sebagai faktor presipitasi
sehingga memberikan gambaran overlapping syndrome. Tani dkk
mendapatkan 50% kasus Rupus dilaporkan awalnya masuk dengan gambaran
LES, 30% bermanifestasi artritis dan 20% memperlihatkan munculnya
gambaran LES dan AR bersamaaan.15 Liu dkk mendapatkan awalnya pasien
muncul dengan gambaran AR sebesar 84,3%, gambaran LES 7,8% dan 7,8%
memperlihatkan munculnya gambaran LES dan AR bersamaaan.16 Lupus
artropati merupakan gejala awal dan paling sering muncul diantara 11 kriteria
klinis LES.5 Pada pasien ini gejala AR yaitu poliartritis simetris erosif,
sedangkan gejala LES berupa alopecia, malar rash, anemia, trombositopenia,
artritis dan adanya riwayat keterlibatan mukosa yaitu oral ulcer. Dari
perjalanan penyakit pasien ini diduga LES dan AR muncul bersamaan.
Pada rupus, erosi disebabkan destruksi sinovitis yang dikaitkan
dengan AR. Selain itu, didapatkan juga iregularitas tulang akibat gesekan
karena inflamasi pada tendon dan kapsul. Erosi manus harus diperhatikan
karena jarang ditemukan dengan metode radiografi konvensional. Oleh
karena itu, metode yang lebih canggih seperti magnetic resonance imaging
(MRI) dan ultrasonografi digunakan untuk tujuan diagnostik. Baru-baru ini,
frekuensi yang lebih tinggi dari erosi tulang dan skor hipertrofi sinovial

8
dilaporkan dalam kasus rupus dibandingkan dengan kasus LES, menunjukkan
bahwa keterlibatan tulang harus dinilai sebagai bagian dari kriteria prognostik
untuk skrining dan identifikasi rupus.17 Pada pasien ini, gambaran foto manus
memperlihatkan erosi yang sesuai dengan gambaran AR.
Profil serologi dan autoantibodi pada pasien rupus memperlihatkan
nilai positif pada FR, antibodi anti CCP , anti nuclear, anti collagen antibodi,
anti Ro, anti La, dan anti dsDNA. 17 Meskipun FR merupakan pemeriksaan
serologi yang khas pada AR, tetapi saat ini FR juga memberi gambaran
positif pada subyek LES dengan artropati erosif (42-100%) dan non erosif
(10-33%).Dikutip dari 17 Faktor reumatoid secara signifikan berhubungan dengan
artropati erosif (p=0,02).14 Antibodi anti CCP lebih spesifik dibandingkan FR
untuk penegakan diagnosis AR secara dini dan lebih baik dalam memprediksi
progresifitas penyakit serta prognosis penyakit.6 Ditemukannya antibodi anti
CCP meningkatkan risiko berkembangnya penyakit menjadi artropati erosif
pada LES 18-28 kali (p<0,001).18 Hoffman dkk mendapatkan 3 pasien dengan
erosi sendi dari 235 pasien LES memiliki nilai antibodi anti CCP positif.19
Studi terbaru mendemonstrasikan pasien rupus memiliki pola artritis
erosif dan produksi autoantibodi (FR dan anti CCP) yang sangat mirip
dengan pasien AR dan sulit dibedakan dengan LES.14 Penelitian oleh Li dkk
mendapatkan pada pasien rupus ditemukan erosi sendi pada gambaran
radiologi, tingginya kadar antibodi anti CCP dan FR, dan tingginya insidens
poliartritis simetris disertai deformitas dibandingkan pasien LES.10
Mediwake dkk pada tahun 2001 mendapatkan antibodi anti CCP
dapat digunakan sebagai marker penyakit erosif pada pasien LES, dimana
didapatkan sekitar 20% pada tipe artritis dan 0-2% pada tipe yang lain. 20
Antibodi anti CCP merupakan marker serologi diagnostik dan prognostik
untuk AR dengan spesifitas dan sensitivitas yang tinggi, tetapi dapat positif
pada 10%-15% pasien LES.21 Kakumanu dkk mendemonstrasikan bahwa anti
CCP pada AR merupakan citrulline dependent dan anti CCP pada penyakit
lain adalah citrulline independent dan bereaksi dengan CCP dan unmodified
(arginine-containing) cyclic arginine peptide (CAP). Citrulline dependent

9
atau kadar yang tinggi dari anti CCP ditemukan pada LES dengan artritis
erosif. Hal ini memperlihatkan antibodi anti CCP atau ratio antibodi anti
CCP/anti CAP yang tinggi dapat digunakan sebagai marker LES-AR
overlap.21
Kadar C-reactive protein (CRP) serum biasanya normal atau
meningkat sedikit pada LES. Dan peningkatan bermakna didapatkan pada
pasien LES yang disertai dengan erosi sendi.10 Peningkatan konsentrasi CRP
dilaporkan pada subyek LES dengan artropati erosif dibandingkan non erosif
(p=0,01).14 Anti-Ro/SSA dan anti-La/SSB lebih sedikit ditemukan pada
subyek artropati erosif dibandingkan non erosif (p=0,06). Kadar antibodi lain
seperti ANA, anti-dsDNA, anti-Sm dan anti-U1-RNP dilaporkan sama pada
artropati erosif dan non erosif.Dikutip dari 17 Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa peningkatan FR dan CRP sebagai penanda prognosis jelek pada
rupus.Dikutip dari 20
Pada tahun 1998, Cohen dkk mendapatkan bahwa ditemukannya anti-
RA33 dan FR merupakan marker penyakit artikular erosif pada LES.12
Peningkatan LED juga dilaporkan pada pasien LES dengan artropati erosif
dibandingkan non erosif (p=0,01).17 Tani dkk mendapatkan pasien AR dan
rupus dengan artropati erosi memiliki nilai LED signifikan lebih tinggi
dibandingkan LES dengan erosif (p=0,05).15 Pada pasien ini didapatkan nilai
positif FR, antibodi anti CCP, (RNP) Sm, Sm, SS-A nativ, Ro-52
Recombinant, nucleosomes, Ribosomal P-protein, dan peningkatan LED.
Lupus eritematosus sistemik dan AR memiliki faktor etiologi yang
kompleks, seperti genetik, lingkungan, imunologi, dan hormonal. Hilangnya
toleransi terhadap self antigen akan menstimulasi limfosit dan sel-sel imun
lain yang menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin, aktivasi komplemen, dan
produksi autoantibodi. Dimana genetik berperan penting dalam perjalanan
penyakitnya. Diantara faktor genetik, allel HLA-DR berhubungan kuat
dengan kejadian rupus dan ditemukan pada 67% kasus rupus. Peranan sistem
imun dikonfirmasi dengan didapatkannya antibodi dan kompleks imun pada
profil serum pasien.17

10
Lupus eritematosus sistemik dan AR ditandai oleh kelainan pada T
cell mediated response, dengan penekanan Th2 pada LES, Th1 dan Th17
pada RA.17 Mawson dkk mendapatkan LES dan AR merupakan penyakit
dengan patomekanisme yang berlawanan, dengan polimorfisme HLA yang
berbeda, perbedaan respon terhadap stimulus hormonal dan efek T helper 1
pada AR sedangkan T helper 2 pada LES. Dikutip dari 22
Sitokin proinflamasi
seperti IL-10, IL-12, IL-17 dan IL-18 juga berkontribusi terhadap
perkembangan kedua penyakit.17
Selain genetik dan sistem imun, faktor hormonal juga berperan
penting pada kejadian rupus. Ketidakseimbangan hormon selama kehamilan
dan setelah menopause berperan pada penyakit ini. Imunoregulatory dari
hormon estrogen mempengaruhi profil klinis dari pasien rupus. 23 Demikian
pula, faktor lingkungan seperti stres, merokok, diet, radiasi ultraviolet dan
bahan kimia atau cedera mekanik dapat memicu, memperburuk dan
mempengaruhi keparahan penyakit ini.17
Tujuan terapi pasien rupus yaitu untuk mencegah terjadinya progresi
artritis erosif. Terapi meliputi kortikosteroid sistemik dosis rendah sampai
sedangdikombinasi dengan 1-3 Disease modifying anti rheumatic drugs
(DMARD) seperti metotreksat, leflunomide, hydroxychloroquin, dan
sulfasalazine. Pemberian DMARD untuk artritis refraktori atau steroid-
sparing effects. Cyclofosfamid, mycophenolat mofetil, siklosporin A
digunakan jika terdapat keterlibatan organ viseral.5 Pada pasien ini diberikan
terapi methyl prednisolon, metotrexat, calcium, dan asam folat. Metotreksat
merupakan antagonis folat yang memiliki efek immunosuppresive dan anti
inflamasi yang secara signifikan mengurangi aktivitas penyakit. Leflunomide
dapat digunakan sebagai alternatif terapi pada pasien yang intoleran terhadap
metotreksat. Azatioprin menurunkan aktivitas penyakit yang bermanifestasi
non renal, seperti artritis yang tidak berespon dengan metotreksat atau
leflunomide setelah 3-6 bulan terapi. Jika terapi anti inflamasi atau
imunosupresive tidak dapat mengontrol penyakit, agen biologik dapat
digunakan. Terapi dengan anti TNF dapat menginduksi autoantibodi dan

11
pada kasus yang jarang dapat menyebabkan drug induced lupus sehingga obat
ini jarang digunakan dan hanya pada kasus rupus dengan gejala resisten
terhadap terapi klasik.5 Mycophenolate mofetil dan siklosporin A dilaporkan
efektif dalam pengobatan Rupus, sedangkan anti Tumor necrosis factor (anti
TNF) memperlihatkan efek yang kurang pada rupus dan LES tetapi tidak
pada AR.10
Rituximab memperlihatkan respon yang baik pada rupus.5,24 Pada studi
prospektif, efek rituximab tidak hanya memperbaiki skor DAS28, tetapi juga
perbaikan pada skor SLEDAI pada pasien yang tidak berespon dengan terapi
kortikosteroid dosis rendah dan sedang atau DMARD non biologik
monoterapi ataupun kombinasi.24 Abatacept, selektif memodulasi sinyal
costimulatory dan interaksi antara activated T cell dan antigen presenting
cells (APC), telah terbukti efektif tidak hanya dalam menginduksi remisi
artritis tetapi juga dalam mengurangi produksi autoantibodi pada LES.
Belimumab, antibodi monoklonal yang mengikat dan menghambat soluble
human B lymphocyte stimulator (BLys), efektif dalam mencapai remisi pada
keterlibatan kulit dan artikular serta mengurangi produksi autoantibodi.5

IV. Kesimpulan
Telah dilaporkan suatu kasus wanita, 29 tahun dengan diagnosis
Sindrom rupus yang merupakan kondisi komorbid LES dan AR yang ditandai
poliartritis erosif dan berhubungan dengan overlap gejala klinis dan
imunologi. Terapi yang diberikan yaitu methyl prednisolon, metotrexat,
calcium dan asam folat. Tiga hari kemudian kondisi pasien membaik dan
diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised


criteria for the classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis
Rheum. 1997; 40: 1725
2. Cervera R, Khamashta MA, Font J, et al. Morbidity and mortality in
systemic lupus erythematosus during a 10 year period, a comparison of

12
early and late manifestation in a cohort of 1000 Patients.
Medicine.2003;82: 299-308
3. Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, et al. 2010 Rheumatoid Arthritis
Classification Criteria An American College of Rheumatology/European
League Againts rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis Rheum.
2010;62:2569-2581
4. AlFadhli S, Nizam R. Rupus: A crosswalk between lupus and rheumatoid
arthritis. OA Arthritis.2014:10;2(1):3
5. Messuti L, Zoli A, Gremese E. Joint Involvement in SLE: the Controversy
of Rhupus. International Trends in Immunity.2014(2)
6. Popescu C, Zofota S, Bojinca V, et al. The Significance of Rheumatoid
Factor and anti -Cyclic Citrullinated Peptide Antibodies in Systemic Lupus
Erythematosus. Rom J Intern Med. 2013:51; 179-187
7. Icen M, Nicola PJ, Maradit-Kremers H, et al. Systemic lupus
erythematosus features in rheumatoid arthritis and their effect on overall
mortality. Journal of Rheumatology.2009; 36:50-57
8. Satoh M, Ajmani AK, Akizuki M. What is the definition for coexistent
rheumatoid arthritis and systemic lupus erythematosus?.Lupus.1994; 3:
137-138
9. Simon JA, granados J, Cabiedes J, et al. Clinical and immunogenetic
characterization of mexican patients with rupus. Lupus. 2002;11(5):287-
92.
10. Li J, Wu H, Huang X, et al. Clinical Analysis of 56 Patients With Rupus
Syndrome:Manifestations and Comparisons With Systemic Lupus
Erythematosus. Medicine. 2014; 93(10):e49
11. Kumar Y, Bhatia A, Minz RW. Anti nuclear antibodies and their detection
methods in diagnosis of connective tissue diseases: a journey revisited.
Diagnostic Pathology.2009;4:1
12. Cohen MG, Webb J. Concurrence of rheumatoid arthritis and systemic
lupus erythematosus: report of 11 cases. Ann Rheum Dis.1987;46:853-858.
13. Sharma B. RUPUS: REPORT OF 3 CASES. J Indian Rheumatol Assoc.
2003;11:51-54
14. Amezcua-Guerra LM, Springall R, Marquez-Velasco R, et al. Presence of
antibodies against cyclic citrullinated peptides in patients with 'rupus': a
cross-sectional study. Arthritis Research & Therapy.2006;8:144
15. Tani C, DAniello D, Delle Sedie A, et al. Rupus syndrome: assessment of
its prevalence and its clinical and instrumental characteristics in a
prospective cohort of 103 SLE patients. Autoimmun Rev. 2013;12:537-541
16. Liu T, Li G, Mu R, Ye H, Li W, Li Z. Clinical and laboratory profiles of
rupus syndrome in a Chinese population: a single-centre study of 51
patients. Lupus. 2014 Mar 7. [Epub ahead of print] .
17. AlFadhli S, Nizam R. Rupus: A crosswalk between lupus and rheumatoid
arthritis. OA Arthritis. 2014;10;2(1):3
18. Chan MT, Owen P, Dunphy J, et al. Associations of erosive arthritis with
anti -cyclic citrullinated peptide antibodies and MHC Class II alleles in
systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 2008; 35(1):77-83

13
19. Hoffman IE, Peene I, Cebecauer L, et al.Presence of rheumatoid factor and
antibodies to citrullinated peptides in systemic lupus erythematosus. Ann
Rheum Dis. 2005;64:330-332
20. Mediwake R, Isenberg DA, Schellekens GA, et al. Use of anti
-citrullinated peptide and anti -RA33 antibodies in distinguishing erosive
arthritis in patients with systemic lupus erythematosus and rheumatoid
arthritis. Annals Rheum Dis.2001;60:67-68
21. Kakumanu P, Sobel ES, Narain S, et al. Citrulline Dependence of Anti
-Cyclic Citrullinated Peptide Antibodies in Systemic Lupus Erythematosus
as a Marker of Deforming/Erosive Arthritis. J Rheum.2009;36(12): 2682-
2690
22. Orozco G, Eyre S, Hinks A, et al. Study of the common genetic
background for rheumatoid arthritis and systemic lupus erythematosus.
Ann Rheum Dis.2011;70:463-468
23. Orozco G, Barton A. Update on the genetic risk factors for rheumatoid
arthritis. Expert Rev Clin Immunol. 2010; 6: 61-75
24. Suarez-Gestal M, Calaza M, Dieguez-Gonzalez R, et al. Rheumatoid
Arthritis Does Not Share Most of the Newly Identified Systemic Lupus
Erythematosus Genetic Factors. Arthritis Rheum. 2009; 60(9): 2558-2564

14

Anda mungkin juga menyukai