LUTHER
DR. REZA | DR. CEMARA | DR. REYNALDO | DR. FAIZ
OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 2013
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a m e d i s . co m
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. Reaksi hipersensitivitas
1. Reaksi hipersensitivitas
2. Hipertiroid
Hipertiroidisme
Human Physiology.
Klasifikasi Struma
Struma
Difusa Nodosa
Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi
• The diagnosis of hyperthyroidism is based upon thyroid function tests. In patients in whom there is
a clinical suspicion of hyperthyroidism, the best initial test is serum TSH.
Penyakit Endokrin
20.
Radioactive Iodine
3. PENYAKIT HEPATOBILIER
3. Cholecystitis
• Cholecystitis is inflammation of the gallbladder that occurs
most commonly because of an obstruction of the cystic
duct by gallstones arising from the gallbladder
(cholelithiasis).
• Clinical symptoms of acute cholecystitis include abdominal
pain (right upper abdominal pain), nausea, vomiting, and
fever
• Jaundice may be noted in approximately 15% of patients
• Murphy’s sign are the characteristic findings of acute
cholecystitis.
• A positive Murphy’s sign has a specificity of 79%–96% for
acute cholecystitis.
Penyakit Hepatobilier
• Diagnosis kolesistitis:
– Murphy sign atau nyeri tekan
abdomen kanan atas
– Demam, leukositosis, atau
peningkatan CRP
– USG: ditemukan batu (90-95%
kasus), tanda inflamasi kandung
empedu (penebalan
dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus
biliaris)
Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam
Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
4. Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli is by far the most frequent cause
of uncomplicated community-acquired UTIs.
• Amoxicillin or ampicillin
should not be used for
empirical treatment given
the relatively poor efficacy
4. Tatalaksana Sistitis Akut
• Berdasarkan pedoman IAUI
• Antibiotik pilihan pada terapi sistitis akut
adalah:
Nitrofurantoin, cephalosporin generasi ke 2 dan 3,
fluoroquinolone, Aminopenisilin + BLO (beta
lactamase inhibitor)
5. Anemia
• Menurut WHO, anemia merupakan keadaan
dimana terjadi pengurangan jumlah sel darah
merah, baik itu dalam kadar hemoglobin dan
atau hematokrit, selama volume darah total
dalam batas normal
• WHO memakai standard kadar Hb < 12,5 g/dL
untuk dapat menegakkan diagnosis anemia
• Di Amerika, digunakan batas Hb < 13,5 g/ dL
untuk laki-laki dan <12,5 dL untuk perempuan.
5. Gejala anemia
• Gejala dapat bervariasi
• Pada anemia karena
kehilangan darah yang akut,
lemah atau pun tidak
sadar.
• Sementara pada keadaan
pendarahan kronisbadan
lemah atau bahkan tidak
bergejala sama sekali.
• Pada anemia hemolisis
perubahan warna kulit
menjadi warna kuning
(ikterus) karena proses
hemolisis yang menghasilkan
bilirubin
5. Anemia
5. Defisiensi Vitamin B12
Etiologi
• Pernicious anemia (lack of intrinsic factor)—most
common cause in the Western hemisphere
• Gastrectomy / Bariatric surgery
• Poor diet (e.g., strict vegetarianism); alcoholism
• Crohn’s disease, ileal resection (terminal ileum
approximately the last 100 cm)
• Other organisms competing for vitamin B12
Diphyllobothrium latum infestation (fish tapeworm)
Blind-loop syndrome (bacterial overgrowth)
Absorbsi Vitamin B12
Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi Vitamin B12
Diagnosis
• Apusan darah tepi
Megaloblastik anemia
Hypersegmented neutrofil
• Vit B 12 serum rendah (<
100pg/mL)
• Meningkatnya kadar asam
metilmalonic dan
homosistein
• Antibodi thdp faktor
intrinsik (pd anemia
pernisiosa)
• Schiling test
Defisiensi Vitamin B12
• Numerous
treatment regimens
have been
proposed, including
cobalamin 1000
mcg IM/SC daily for
5 days followed by
1000 mcg/wk for 5
weeks, then 100-
1000 mcg/mo for
life.
Defisiensi B12 & asam folat – Etiologi
5. Defisiensi Asam Folat
6. IBD
Inflamasi idiopatik
dan kronik pada
GI tract
Single-contrast enema study in a patient with Crohn disease. Crohn colitis. Double-contrast
total colitis shows mucosal ulcers with a variety barium enema study demonstrates marked
of shapes, including collar-button ulcers, in ulceration, inflammatory changes, and
which undermining of the ulcers occurs, and
narrowing of the right colon.
double-tracking ulcers, in which the ulcers are
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Acute stage
Fine mucosal granularity
- First sign
Narrowing of lumen
Collar button ulcers
Pseudopolyps - 'island'
of preserved colonic
mucosa, surrounded by
'sea' of ulcerated
hemorrhagic mucosa
Gambaran Radiologi Kolitis Ulceratif
Chronic stage
Loss of haustrations
Shortened and
narrowed colon – due to
spasm or fibrosis
(Lead-pipe colon)
Gambaran Radiologi Chron Disease
Ileo-Ileal Fistula
Divertikulum Kolon
• tumbuhnya kantong-kantong pada dinding mukosa
kolon
• Biasanya asimtomatik namun pada beberapa kasus
tertentu pasien mengeluhkan feses berdarah
Diagnosis Characteristic
Crohn disease diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower
quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight loss;
& an association with a tender, inflammatory mass in the right lower
quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.
Colitis ulcerative diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is
confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the surface
of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency, rectal pain,
and passage of mucus, without diarrhea.
Colon carcinoma Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic,
insidious blood loss without a change in the appearance of the stool
anemia of iron deficiency fatigue, palpitations, & even angina
pectoris.
Since stool becomes more formed as it passes into the transverse &
descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage
of stool, resulting in the development of abdominal cramping,
occasional obstruction, & even perforation.
Diverticulosis Uncomplicated Diverticular Disease—75% : abdominal pain, fever,
leukocytosis, anorexia, obstipation.
Complicated Diverticular Disease—25%: abscess, perforation, stricture,
fistula.
Polyp Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
7. Malaria
• Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles. Berdasarkan jenis
plasmodiumnya, infeksi malaria ini dapat
menimbulkan berbagai gejala antara lain:
– Plasmodium vivax malaria tertian benigna/malaria
vivax
– Plasmodium falciparum malaria tertiana maligna/
malaria Tropicana
– Plasmodium malariae malaria kuartana
– Plasmodium ovale malaria tertian benigna ovale
Malaria
Malaria
Malaria
Malaria the disease
• Lini pertama
– Menggunakan ACT (dihydroartemisinin piperakuin
(DHP) atau artesunat + amodiakuin) selama 3 hari +
primakuin dosis tunggal
• Lini pertama
– Menggunakan ACT (dihydroartemisinin piperakuin (DHP) atau
artesunat + amodiakuin) selama 3 hari + primakuin dosis tunggal
– Dosis: sama seperti malaria falciparum, namun primakuin
diberikan selama 14 hari dengan dosis 0.25 mg/kgBB
• Malaria malariae
– ACT 1x/hari selama 3 hari
• Malaria Mix
– ACT
– Hari 1-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
• Tetrasiklin/ doksisiklin dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
anak < 8 tahun
• Primakuin dikontraindikasikan pada bayi < 6 bulan dan ibu
hamil (Depkes, 2017)
• Tatalaksana malaria pada ibu hamil pada trimester 1 s.d. 3
adalah ACT selama 3 hari TANPA primakuin, baik malaria
falciparum maupun vivaks
7.Malaria
Catatan :
• Sebaiknya dosis pemberian DHP
berdasarkan berat badan, apabila
• penimbangan berat badan tidak dapat
dilakukan maka pemberian
• obat dapat berdasarkan kelompok
umur.
• a. Apabila ada ketidaksesuaian antara
umur dan berat badan
• (pada tabel pengobatan), maka dosis
yang dipakai adalah
• berdasarkan berat badan.
• b. Apabila pasien P.falciparum dengan
BB >80 kg datang kembali
• dalam waktu 2 bulan setelah
pemberian obat dan pemeriksaan
• Sediaan Darah masih positif
P.falciparum, maka diberikan DHP
• dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
Catatan :
• Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan,
apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan
(pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah
berdasarkan berat badan.
• Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat
badan ideal.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
8. Penyakit katup Jantung
8. Penyakit Katup Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
8. Penyakit katup Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
9. Osteoporosis
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
– Osteoporosis tipe I pasca menopause (defisiensi esterogen)
– Osteoporosis tipe II senilis (gangguan absorbsi kalsium di
usus)
• Faktor risiko osteoporosis
– Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
9. Klasifikasi Osteoporosis
9. Osteoporosis
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa
gejala – silent
disease
• Gejala lain yang
dapat muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body
• Biconcave
fractures – collapse of
the central portion of
both vertebral body
endplates
• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50 Female>male Male>female, >30 Male>female,
tahun, obesitas 40-70 tahun thn, hiperurisemia dekade 2-3
Awitan
Inflamasi
gradual
-
Arthritis gradual
+
akut
+
Variabel
+
Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis
Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli
Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar
Bulla pulmoner Bulla adalah dilatasi fokal ruang udara yang disebabkan oleh
gabungan dari area-area emfisema.
• Erythema marginatum:
– 5% of patients.
– The rash is serpiginous and long lasting.
• Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria
RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada
upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam
kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.
• disebabkan oleh berbagai kondisi yang
GGA prerenal menimbulkan hipoperfusi ginjal →
(~55%) penurunan fungsi ginjal tanpa ada
kerusakan parenkim yang berarti.
Mekanisme GGA. ( Sumber: Lattanzio, M.R. dan Kopyt, N.P., 2009. New Concepts in Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment, J Am
Osteopath Assoc, 109:13-19.).
Diagnosis GGA
Epidemiologi, gambaran klinis, dan diagnosis sebab mayor GGA. ( Sumber: Liu, D.K. dan Chertow, G.M., 2013. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 18th edition, McGrawHill, chp. 279).
Terapi Spesifik
GGA Prerenal
Pemberian terapi cairan pengganti harus disesuaikan dengan kondisi pasien.
Pilihan cairan: Larutan Ringer Laktat (pilihan utama), larutan NaCL (berpotensi
menimbulkan asidosis hiperkloremik).
Dosis: Pada pemberian awal →bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg
BB pada anak→ nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya.
Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3
for 1 rule → mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml kristaloid.
Obat-obatan: pasien gagal jantung → agen inotropik, penurun preload dan
afterload, antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps.
Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya
ascites dan edema paru.
Terapi Spesifik
• Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
15. Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR
Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
15. Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru
Akut Kronik
Krisis
Hipoglikemia Makroangiopati
hiperglikemia
Ketoasidosis
Mikroangiopati
diabetikum
• Tirotoksikosis:
manifestasi
peningkatan
hormon tiroid
dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme:
tirotoksikosis
yang disebabkan
oleh kelenjar
tiroid hiperaktif.
Human Physiology.
Nodul Tiroid
• Neoplasma endokrin
paling sering ditemukan.
• Lebih sering pada wanita.
• Berdasarkan tampilan
klinis:
– Nodul soliter
– Nodul multipel
• Berdasarkan fungsi:
– Nodul hiperfungsi
– Nodul hipofungsi
– Nodul berfungsi normal
Karakteristik Nodul
Ganas Jinak
• Keluhan suara serak, susah napas, • Konsistensi lunak, rata, dan tidak
batuk, disfagia. terfiksir
• Konsistensi padat, keras, tidak rata, • Batas tegas.
terfiksir. • 80% nodul soliter bersifat jinak.
• Infiltrasi nodul ke jaringan sekitar. • Riwayat keluarga tiroiditis
• 20% nodul soliter bersifat ganas Hashimoto atau penyakit tiroid
• Muncul tiba-tiba atau cepat autoimun.
membesar. • Riwayat keluarga dengan nodul
• Limfadenopati servikal. tiroid jinak atau goiter.
• Riwayat keganasan tiroid • Gejala hipotiroidisme atau
sebelumnya. hipertiroidisme.
• Riwayat radiasi pengion pada saat • Nyeri dan kencang pada nodul.
kanak-kanak. • Struma multinodular tanpa nodul
dominan dan konsistensi sama.
• The diagnosis of hyperthyroidism is based upon thyroid function tests. In patients in whom there is
a clinical suspicion of hyperthyroidism, the best initial test is serum TSH.
Thyroid Nodules. American Family Physician.
https://www.aafp.org/afp/2013/0801/p193.html
Evaluation and Management of Thyroid
Nodules (ATA 2015)
Diagnosis Banding Hipertiroidisme
19. Dispepsia
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
KLINIS
• Dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran
• Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus
menurun (ileus paralitik)
• Pankreatitis akut berat dapat mengalami sesak napas karena inflamasi diafragma
akibat pankreatitis, efusi pleura, atau adult respiratory distress syndrome.
• Nyeri tekan abdomen, defans, tanda perdarahan retroperitoneal (Cullens –
periumbilical, Grey Turners – pinggang) jarang terlihat
PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Amylase & lipase ↑
– Amilase meningkat pada 6-12 jam dari onset pankreatitis. Lipase meningkat pada 24 jam-14
hari dari onset pankreatitis.
• MRI
• MRCP (bila terdapat dugaan bahwa pankreatitis disebabkan oleh koledokolithiasis)
https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-diagnosis-of-acute-pancreatitis
A. Cullen Sign
B. Grey-Turner Sign
Etiologi Pankreatitis Akut
Mechanical Gallstones, biliary sludge, ascariasis, periampullary diverticulum, pancreatic or periampullary cancer,
ampullary stenosis, duodenal stricture or obstruction
Toxic Ethanol, methanol, scorpion venom, organophosphate poisoning
Fungi-aspergillus
Trauma Blunt or penetrating abdominal injury, iatrogenic injury during surgery or ERCP (sphincterotomy)
https://www.uptodate.com/contents/image?imageKey=GAST%2F78423&topicKey=GAST%2F5652&search=pancreatitis&rank=1~150&source=see_link
Klasifikasi Pankreatitis
Tatalaksana
Pankreatitis
Akut
https://teachmemedicine.org/cleveland-clinic-acute-pancreatitis/
ILMU
BEDAH
21. Luka Bakar
Tatalaksana Emergency luka Bakar
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb
2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Rule of nines
Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Contoh
• Anak usia 6 tahun datang dengan luka bakar di
wajah dan seluruh bagian depan kaki kanan
• Luas permukaan yang terbakar adalah?
– Wajah (18-(6-1))/2= 6,5%
– Bagian depan 1 kaki (14+(0,5x(6-1))/2= 8,25%
– Total 13,75%
Indikasi Resusitasi Cairan
• Rumus Baxter adalah
dasar pemberian cairan
pertama kali
• Titrasi sesuai produksi
urine
– Bila kurang dari target
0,5-1 cc/KgBB/Jam
tambahkan volume
cairan resusitasi menjadi
150% pada jam
berikutnya atau bolus
cairan 5-10cc/KgBB
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Contoh
• Seorang perempuan, berat 60 kg dengan luka
bakar di dada dan perut, karena ledakan kompor
1 jam yang lalu. Terdapat eritem di dada dan
perut, bula, bula pecah, suara serak tidak ada.
• Kebutuhan cairan 4x18%x60 kg = 4320 cc/24 jam
– 2160 cc dalam 8 jam pertama 270 cc/jam
– 2160 cc dalam 16 jam berikutnya
• Saat pemberian cairan jam pertama urine 30
cc/jam (sesuai target 0,5-1 cc/KgBB/Jam
• jam ke-2 didapatkan urine 10 cc/jam (kurang dari
target.
A. Jam berikutnya diberikan 270ccx150% = 405
cc/ jam kemudian nilai ulang produksi urine
jam berikutnya
– Masih kurang? Tambah jadi 405ccx150%= 607,5
cc/jam
B. Atau berikan bolus cairan 5-10 cc/kgBB
secepatnya (utk pasien ini 300-500 cc). Nilai
urine jam berikutnya
– Masih kurang? Boleh pilih A atau B lagi
INDIKASI RAWAT INAP
PADA LUKA BAKAR
– LB yang memenuhi indikasi resusitasi cairan (Baxter)
– LB derajat II >30% ICU
– LB yang mengenai: wajah, leher, mata, telinga, tangan,
kaki, sendi, genitalia
– LB derajat III >5% (semua umur)
– LB elektrik / petir dengan kerusakan di bawah jaringan
kulit
– LB kimia / radiasi
– LB dengan Trauma Inhalasi
– LB dengan penyakit penyerta
emedicine
Luka Bakar Khusus
• Luka bakar listrik
– Target urine lebih banyak (1-2cc/kgBB/jam)
• mencegah sumbatan mioglobin di ginjal
• bila tidak memenuhi target dengan penambahan volume
cairan
• pertimbangkan pemberian manitol 12,5 g setiap 1000 cc
cairan resusitasi
– Fasciotomi segera untuk kompartemen syndrome
• Luka bakar anak <10 thn
– Risiko hipoglikemiaberikan cairan maintenance
tambahan yang mengandung glukosa (dihitung
dengan rumus Darrow/Holliday Segar)
22. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita, periksa jejas
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
23. Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi • Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks • Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.
Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
24. Urolithiasis
Nyeri Alih
25. Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion
Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In
http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric
• Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)
Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
28. Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
• Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
EPIDEMIOLOGI
1 diantara 5000
kelahiran hidup
Faktor genetik
ETIOLOGI
Kegagalan
perkembangan Tidak terdapatnya sel Terbentuknya
pleksus submukosa ganglion parasimpatis panjang terminal
Meissner dan pleksus dari pleksus Auerbach aganglionik usus
mienteric Auerbach di colon besar yang bervariasi
di usus besar
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 – 12
Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif Ganglion
tidak ada, sfingter ani parasimpatik
internus gagal intramural tidak ada
mengendur pada
distensi rectum
Colon tidak
Defekasi terganggu
mengembang
MUNTAH HIJAU
DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA
GAMBARAN KLINIS
COLOK DUBUR
PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
• Prinsip terapi
– mengatasi obstruksi,
– mencegah terjadinya enterocolitis
– membuang segmen aganglionik
– mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI
SEMENTARA COLOSTOMY
PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON
DEFINITIF
ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
29. Dislokasi Panggul
ANTERIOR POSTERIOR
netterimages.com
Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul:
Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
30. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
• Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat
diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal
fragmen distal.
• Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur
dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture.
Prinsip diagnostik
• Secara umum, pada kasus
fraktur dilakukan foto polos AP
dan lateral
• Khusus untuk fraktur pada
lengan bawah dan
pergelangan, urutan foto
polos: PA
- PA Bila hanya Akan menentukan
pergelangan tangan saja tangan sebelah
yang difoto mana yang patah
- APBila meliputi sendi dan arah PA
siku dan pergelangan pergeserannya
tangan pada foto lateral
- Lateral
- Oblique
Fraktur Colles
Fraktur Smith
Klasifikasi fraktur galeazzi berdasarkan posisi distal radius:
• Tipe 1: dorsal displacement
• Tipe 2: volar displacement
31. Ruptur Tendon Achilles
• Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
• Klasifikasi:
• Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
• Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
• Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
• Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles
1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang
pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian
belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles
dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di
dekat tumit.
10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di
atas tulang tumit.
11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau “push off” kaki terluka
ketika berjalan.
12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak
bisaberjinjit.
13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas
insersio tendon.
14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon
Diagnosis
• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles
Obrie’n test/
Copeland test
test jarum
O’Brien test
• Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
• Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.
Copeland test
• Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
• Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)
Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif Boot
orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair
1. Jaringan
kanker
Tertutupnya
2. Radiasi dan
jaringan Limfedema
Kemoterapi
limfatik
3. Riwayat
pembedaha
Limfedema pada Kanker
Serviks
• Gejala: • Terapi Decongestive
• Bengkak pada tungkai Lymphatic therapy
• Tungkai terasa berat • Compression bandages
• Menurunnya flexibilitas • Skin care
• Nyeri • Exercise
• Kulit berwarna mengkilat • Specialised massage
technique: Manual
lymphatic drainage
• Analgesik
• Antibiotik jika
ditemukan tanda-
tanda infeksi
Managemen Nyeri
ILMU
P E N YA K I T
M ATA
36. Kelainan Refraksi
Fisiologi Refreksi
Sinar Aquoeus Vitreous
Kornea Lensa retina
masuk humour humour
Diagnosis
• Anamnesis • PF
• Sulit melihat • Pemeriksaan subjektif :
• Sakit kepala Snellen chart
• Mata terasa pegal • Pemeriksaan objektif :
• Pandangan ganda/ buram Retinoskopi
https://emedicine.medscape.com/ophthalmology
Klasifikasi Miopia Hipermetropia Astigmatisme Presbiopi
Letak Bayangan Depan Retina Belakang retina Dua titik berbeda Belakang retina
PF khusus Snellen chart Snellen chart Snellen chart, tes astigmat Snellen chart, kartu jaeger
chart, Tes Placido
Koreksi Sferis negatif terkecil Sferis positif terbesar Silindris dgn atau tanpa Sferis berdasarkan usia*
sferis
https://emedicine.medscape.com/ophthalmology
Klasifikasi Hipermetrop
• Berdasarkan penyebab
• Simple biologis (kelainan axis bola mata)
• Patologis maldevelopmental, trauma
• Fungsional paralisis akomodasi
• Berdasarkan derajat keparahan dioptric
• Low ≤ +2 dioptric
• Moderate + 2,25 – 5,00 dioptric
• High > + 5,00 dioptric
• Berdasarkan kemampuan akomodasi
• Total koreksi (visus 6/6) diukur dengan siklopegik
• Manifest koreksi diukur dengan lensa sferis terkuat
• Absolut koreksi diukur dengan lensa sferis terlemah
• Laten Hipermetrop total – hipermetrop manifest
• Fakultatif Hipermetrop manifest – hipermetrop absolut
https://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-16.pdf
Contoh Soal
• Pasien pandangan buram, melakukan pemeriksaan
sbb
• + 1,0 visus 6/20
• + 1,5 visus 6/12
• + 2,0 visus 6/6
• + 2,5 visus 6/6
• + 3,0 visus 6/6
• + 3,5 visus 6/12
• + 5,0 visus 6/6 (dengan siklopegik)
• Hipermetrop
• Total = + 5,0
• Manifest = + 3,0
• Absolut = + 2,0
• Laten = + 5,0 – 3,0 = + 2,0
• Fakultatif= +3,0 – 2,0 = +1,0
37. Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal
dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua
karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-
karoten
• Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu &
produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran
hijau, buah & sayuran kuning
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan
plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus
Sueiro et.al. Dacryocystitis: Systematic Approach to Diagnosis and Therapy. Curr Infect Dis Rep. 2012
Risk Factor
• The highest risk factor is the obstruction of the nasolacrimal duct
• Age : the occurrence of acute dacryocystitis being more prevalent with
increasing age among patients with nasolacrimal duct obstruction. the
peak prevalence of this disease occurs in the fifties and sixties
• Female : higher rates of both acute and chronic dacryocystitis have been
reported among women (73%, 63.3%, respectively)
• Nasal pathologies seem to have a crucial role in the risk of developing
dacryocystitis. nasal septum deviation, rhinitis and inferior turbinate
hypertrophy on the same side as the infection.
• The presence of dacryoliths at various levels of the lacrimal drainage
system is a known risk factor for the development of dacryocystitis
– The use of make-up seems to be involved in the formation of dacryoliths.
Hyphae, especially of Candida, have also been isolated involved in the
formation of these dacryoliths
Sueiro et.al. Dacryocystitis: Systematic Approach to Diagnosis and Therapy. Curr Infect Dis Rep. 2012
39.Classification of Scleral
inflmamations
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
Teknik Bedah Definisi
http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
NEUROLOGI
41. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.
Epidural
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID
A. Episodik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya
periode cluster selanjutnya.
B. Kronik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari
satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.
43. Bell’s Palsy
44. Spondilitis TB
Fraktur Kompresi/ Depresi (Wedge)
• Karena gaya vertikal di depan garis tengah
vertebra yang menekan tepi anterior vertebra
• Sering terjadi pada torakolumbal Tata Laksana
• Pada usila: akibat jatuh terduduk • < 50% tinggi vertebra anterior:
• Usia muda: jatuh mendarat pada kaki konservatif, korset
• > 50%: operasi
• Fraktur patologis: spondilitis TB/ Osteoporosis
45. Abses Serebri
• Definisi pus didalam parenkim otak
• Penyebaran perkontinuitatum atau hematogen
• Faktor Risiko :
• Penyakit jantung kongenital
• Meningitis
• Otitis media
• Mastoiditis
• Sinusitis
• Imunodefisiensi
• Gejala : Triage abses otak
• Tanda infeksi (demam)
• Tanda peningkatan TIK (nyeri kepala)
• Tanda defisit neurologis fokal
https://reference.medscape.com/article/212946-overview
• Pemeriksaan penunjang
• Lab darah (marker infeksi)
• Lumbal pungsi
• CT Scan kontras
• hipodens sentral dikelilingi kontras (ring enhancement)
• MRI
• Etiologi:
• Streptococcus aureus
• streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic)
• bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella s
pp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp)
• basil aerob gram-negatif (enteric rods,
Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter
diversus, dan Haemophilus spp)
• Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba)
• Fungal (Actinomycosis, Candida albicans)
• Tatalaksana
• Pembedahan needle aspirasi dengan burhole
• Abses > 2,5 cm
• Terdapat gas dalam abases
• Terletak di fosa posterior
• Antibiotik
Dosis dan Pilihan Obat Frekuensi
https://reference.medscape.com/article/212946-overview
DD Ring enhancement
Abses otak Neuro toxoplasmosis Tuberkuloma otak
Gambaran radiologi
https://radiopaedia.org/articles/intracranial-tuberculous-granuloma
ILMU
PSIKIATRI
46. Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari
gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu
penyesuaian <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
• Gangguan panik
– Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
– Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
– Tanda fisis:
• Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
• Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
– Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
PPDGJ
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
Panic Disorder (DSM 5)
• DSM-5 criteria for panic disorder include 4 or more attacks in a 4-
week period, or 1 or more attacks followed by at least 1 month of
fear of another panic attack.
• The following are potential symptom manifestations of a panic attack:
– Palpitations, pounding heart, or accelerated heart rate
– Sweating
– Trembling or shaking
– Sense of shortness of breath or smothering
– Feeling of choking
– Chest pain or discomfort
– Nausea or abdominal distress
– Feeling dizzy, unsteady, lightheaded, or faint
– Derealization or depersonalization (feeling detached from oneself)
– Fear of losing control or going crazy
– Fear of dying
– Numbness or tingling sensations
– Chills or hot flashes
Tatalaksana Gangguan Panik
• Cognitive-Behavioral Therapy • Medication
– This is a combination of cognitive – SSRIs
therapy • the first line of medication treatment for
– Cognitive therapymodify or panic disorder
eliminate thought patterns – Tricyclic antidepressants
contributing to the patient’s symptoms – High-potency benzodiazepines
– Behavioral therapy aims to help the • Ex: Clonazepam
patient to change his or her behavior. • may cause depression and are associated
– Cognitive-behavioral therapy generally with adverse effects during use and after
requires at least eight to 12 weeks discontinuation of therapy
• Some people may need a longer time • Poorer outcome and global functioning than
in treatment to learn and implement antidepresant
the skills – monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
• Combination Therapy
• Treatment i n Emergency • Psychodynamic therapy
Departement – help to relieve the stress that contributes to
– Oral benzodiazepine panic attacks, they do not seem to stop the
attacks directly
– Iv medication, e.x. Lorazepam
– Sometimes beta blockers are used to
reduce anxiety
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Ven XR :Venlafaxine extended release
• SNRI : Serotonin norephinephrine
reuptake inhibitor
http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panic-
disorder-break-the-fear-
circuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
47. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM
SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
48. Gangguan Waham Menetap
(DSM-IV)
Jenis Gangguan Waham Menetap
(DSM-IV)
PRINSIP TERAPI ANTIPSIKOTIK
• Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturer’s recommended range.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
• Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
49. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
Tatalaksana: Mood Stabilizer
Tatalaksana Gangguan Bipolar
FASE AKUT (DOC: Lithium) MAINTENANCE
• Manik – Lithium atau Asam valproat,
– Lithium, atau setidaknya selama 6 bulan.
– Asam valproat
– Antipsikotik perlu diteruskan
bila pasien cenderung memiliki
• Depresi risiko mengalami gejala psikotik
– Lithium, atau berulang
– Lamotrigine
– Monoterapi dengan – Psikoterapi
antidepresan tidak
direkomendasikan – Electroconvulsive therapy
(ECT)
• Gejala psikotik
– Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal
• Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, ypenderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung ang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
– Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
– Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
– Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
– Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
– Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
– Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang
dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi
menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis
secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
– Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan
mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara
terperinci dan jelas (vivid),
– Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera
sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
– Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode
pengobatan paling efektif.
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
51. Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas
Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch
• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya
• Tatalaksana
– Suportif
• Zinc oxide, antihistamin oral
dan kalamin untuk pruritus
– Steroid topikal/oral (kurang
direkomendasikan) lesi luas
– UV B fototerapi untuk pruritus
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8
52. Kondiloma Akuminatum
• PMS akibat HPV, kelainan berupa fibroepitelioma pada
kulit dan mukosa
• Gambaran klinis
– Vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan
bergabung membentuk seperti kembang kol
• Pemeriksaan
– Bubuhi asam asetat berubah putih
Kondiloma Akuminatum
• Risk factor : • Clinical manifestation
– Digital/anal, oral/anal and – Patients with a small number of
digital/vaginal contact warts are often asymptomatic.
probably can also spread – Other patients may have
the virus, as may fomites pruritus, bleeding, burning,
– The disease is also more tenderness, vaginal discharge
common in (women), or pain
immunosuppressed – Condylomata can occasionally
individuals form large exophytic masses that
can interfere with defecation,
intercourse, or vaginal delivery.
– Lesions involving the proximal
Breen E, et,al. Condyloma Acuminata (Anogenital warts).
www.uptodate.com
anal canal may also cause
stricturing.
Terapi
• Modalitas terapi utama untuk kondiloma akuminata adalah
terapi destruktif:
– Elektrokauterisasi,
– krioterapi dengan nitrogen cair,
– eksisi,
– Kemoterapi: tingtura podofilin 25%, podofilin resin, asam
trikloroasetat (TCA) 80% - 90% (CDC 2010) atau 50% (buku ajar
kulit kelamin FKUI, 5-Fluorourasil 1-5%,
– Laser karbondioksida
• Pada wanita hamil tidak semua modalitas terapi di atas
dapat digunakan, pilihan terapi yang dapat diberikan antara
lain krioterapi, elektrokauterisasi, terapi laser, dan asam
trikloroasetat.
Pemeriksaan Penunjang IMS ec
Penyakit Pemeriksaan
Virus Gambaran
• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol,
dan merokok
• Tata laksana
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan
Keterangan gambar:
Garis solidfirst line
Garis putus-putussecond line
Cyclosporin bukan first line
BB-UVB:broadband UVB
BSA: body surface area
FAE: fumaric acid ester
NB-UVB: narrowband UVB
PUVA: psoralen+UVA light
Fitzpatrick
54. Nekrolisis Epidermal Toksik
• Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium, dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host disease,
neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 4 (cell mediated)
• Trias kelainan
– Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
– Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa mulut
(100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman
– Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok
• Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Nekrolisis Epidermal Toksik
Definition Physical Findings & Clinical Presentation
• Stevens-Johnson syndrome (SJS) is a • The cutaneous eruption generally occurs
rare, severe vesiculobullous form of within 8 wk of drug initiation and is
erythema multiforme (EM) affecting
the skin, mouth, eyes, and genitalia. generally preceded by vague, nonspecific
• SJS detachment <10% of body
symptoms of low-grade fever and fatigue
surface area (BSA). (influenza-like symptoms).
• SJS–toxic epidermal necrolysis (TEN) • Enlarging red-purple macules or papules
overlap syndrome detachment 10% and bullae generally occur on the
to 30% of BSA, it is known as. conjunctiva, mucous membranes of the
• TEN affects detachment >30% of mouth nares, and genital regions.
BSA.
• Corneal ulcerations may result in
blindness.
Etiology
• Drugs • Ulcerative stomatitis results in
hemorrhagic crusting.
• Upper respiratory tract infections (e.g.,
Mycoplasma pneumoniae) and HSV
infections have also been implicated
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic
imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Manifestasi Klinis
D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN
Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4-
Necator
8 mengandung larva
americanus
a
Candida albicans
Prinsip tatalaksana
Gejala klinis DOC Keterangan
Leukoplakia Eritroplakia
Eritroleukoplakia
57. Diare akut
• Diare akut:
- BAB >3 kali dalam 24 jam
- Konsistensi cair
- Durasi <1 minggu
Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
Terapi zinc
Syok hipovolemik
pada anak
• Jika diare sangat massif
sehingga volume loss
sangat tinggi, anak dapat
mengalami syok
hipovolemik
• Tatalaksana syok akibat
diare pada anak tidak
menggunakan rencana
terapi C melainkan
algoritma tatalaksana
syok hipovolemik anak
58. Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi biasa.
Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang lama,
bisa diikuti dengan whooping atau stadium apnea. Bisa
disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga beberapa
minggu
Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection
Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun
oliguria
Retensi air dan natrium
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d 2 bulan 29 hari (89 hari)
aVaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
bApabila diberikan pada remaja 10-13 tahun pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12
1. Vaksin Hepatitis B: vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam 12 jam
setelah lahir, didahului pemberian vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya, jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0, 1 dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg
positif diberikan vaksin HB dan IG hep B (HbIg) pada extremitas berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4
bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa maka jadwal pemberian pada usia 2,
4, dan 6 bulan.
2. Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster
diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan
dengan OPV-3
3. Vaksin BCG: pemberian sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan
usia 3 bulan atau lebih perlu diuji tuberkulin
4. Vaksin DTP: DTP 1 paling cepat usia 6 minggu, dapat diberikan DTPW atau DTPa atau
kombinasi dengan vaksin lain. Apabila DTPa maka interval 2,4,6 bulan. Untuk usia lebih
7 tahundiberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia
10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun
5. Vaksin pneumokokkus (PCV): apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Anak diatas 2 tahun PCV cukup 1 kali
6. Vaksin rotavirus. Monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama 6-14 minggu, kedua
diberikan interval minimal 4 minggu, batas akhir pemberian pada 24 minggu.
Pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama 6-14 minggu, dosis kedua dan ketiga interval
4-10 minggu, batas akhir pemberian pada 32 minggu
7. Vaksin influenza: diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama anak kurang dari 9 tahun diberikan dua kali dengan interval minimal
4 minggu. Untuk anak usia 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL
8. Vaksin campak: campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan bila sudah mendapat
MMR
9. MMR/MR: apabila sudah mendapatkan pada usia 9 bulan maka diberikan pada usia
15 bulan (interval minimal 6 bulan). Apabila usia 12 bulan belum vaksin campak,
dapat diberikan MMR/MR
10. Varisela: diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik sebelum masuk SD. Apabila lebih
dari 13 tahun perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
11. HPV: diberikan mulai usia 10 tahun, bivalen jadwal 3 kali 0,1,6 bulan. Tetravalen 0,2,6
bulan. Bila diberikan usia 10-13 tahun, cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan
12. Japanese Encephalitis: diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemic atau turis
yang akan ke daerah endemic. Perlindungan jangka panjang diberikan booster 1-2
tahun berikutnya
13. Vaksin dengue: diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan
61. Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah tidak selalu ada
– Dehidrasi berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps
V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach
Reduced susceptibility to
fluoroquinolones has been reported in
Fluoroquinolo 20 mg/kg (single Asia and Africa[2,3]. Not
Ciprofloxacin 1 g (single dose)
nes dose)
recommended for pregnant women
and children less than 18 years.
Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics
DOC FOR SPECIAL
RECOMMENDATION DOC ALTERNATE
POPULATIONS
Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline
moderate or severe Azithromycin Ciprofloxacin &
dehydration doxycycline as
second-line for
children
Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia
Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
PANCYTOPENIA
• Simultaneous presence of anaemia, leukopenia,
thrombocytopenia
APLASTIC ANEMIA:
• Failure of two or more cell lines
• Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia
(pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow
• Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic
tissue inability to produce mature cells for
discharge into the bloodstream
• no hepatomegaly; no splenomegaly; no
lymphadenopathy;
• Hallmark: peripheral pancytopenia with
hypoplastic/ aplastic bone marrow
CLASSIFICATION:
• Idiopathic
• Secondary:
– idiosyncratic drug reaction
– chemical exposure
– infectious hepatitis
– paroxysmal nocturnal haemoglobinuria
• Constitutional (inherited/congenital)
– Diamond-Blackfan syndrome
– Shwachmann-Diamond syndrome
– Fanconi anemia
– Dyskeratosis Congenita
– TAR (thrombocytopenia with absent radii)
– Amegakaryocytic thrombocytopenia
ACQUIRED APLASTIC ANEMIA - CAUSES
• Radiation • Immune diseases:
• Drugs and chemicals – eosinophilic fascitis
– chemotherapy – thymoma
– Benzene • Pregnancy
– Chloramphenicol: idiosyncratic; • PNH
sudden onset after several
months; 1 of every 20,000, • Marrow replacement:
irreversible – leukemia
– organophosphate – Myelofibrosis
• Viruses: – myelodysplasia
– CMV
– EBV
– Hep B, C,D
– HIV
PATHOPHYSIOLOGY
RBC (anemia)
• Progressive and persistent pallor
• Anemia related symptoms
WBC (Leucopenia/neutropenia)
• Prone to infections - Pyodermas, OM, pneumonia, UTI, GI
infections, sepsis
Platelets (Thrombocytopenia)
• Petechiae, purpura, ecchymoses
• Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed
• Intracranial bleed-headache, irritability, drowsiness, coma
Blood picture:
• Anemia-normocytic, normochromic
• Leukopenia (neutropenia)
• Relative lymphocytosis
• Thrombocytopenia
• Absolute reticulocyte count low
• Mild to moderate anisopoikilocytosis
Gold Standard
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Pemeriksaan Penunjang Inkompatibilitas
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana Umum Hemolytic Disease
of Neonates
• In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum
bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of
management.
• For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid
supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat
hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in
reducing the need for exchange transfusion.
• Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat
and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The
AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of
phototherapy based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age
of the patient, gestational age, and the presence or absence of risk factors for
hyperbilirubinemia including alloimmune HDN
• Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the
fluid requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition,
by-products of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is
inadequate, intravenous hydration may be necessary.
• Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as
previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion
removes serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibody-
coated neonatal RBCs and unbound maternal antibody.
I N KO M PAT I B I L I TA S A B O I N KO M PAT I B I L I TA S R H
496
Sensitivity of Typhoid Cultures
Spesimen Incubation Minggu I Minggu II Minggu Minggu IV
III
Darah Sensitivitas 70% Sensitivitas 40-
(GOLD 50%
STANDARD) disarankan
kultur feses/urin
Bone Sensitivitas 90%
marrow (setelah 5 hari
antibiotik akan turun)
terlalu invasif dan
tidak menjadi pilihan
utama
Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.
• Sensitivitas 78%, spesifisitas 89%
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Tatalaksana Demam Tifoid
Tatalaksana Demam Tifoid
67. Hepatitis Viral Akut
• Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau
kerusakan dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik.
Dapat akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan
• Perjalanan klasik hepatitis virus akut
– Fase inkubasi
– Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
– Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
– Stadium konvalesens/penyembuhan
• Anamnesis Hepatitis A :
– Manifestasi hepatitis A:
• Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.
http://emedicine.medscape.com/article/919999-overview
http://www.noahhealth.org/five-most-common-food-myths-associated-with-diabetes/#pid
DM Tipe 1 vs Tipe 2
http://s3.amazonaws.com/stopdiabete/symptoms-between-type-1-and-type-2-diabetes.html
• Pemeriksaan Penunjang :
– Penderita baru : gula darah, urin reduksi dan keton urin, HbA1C, C-
Peptide (untuk membedakan diabetes tipe 1 dan tipe 2), pemeriksaan
autoantibodi yaitu: cytoplasmic antibodies (ICA), insulin
autoantibodies (IAA), dan glutamic acid decarboxylase (GAD).
– Penderita lama : HbA1c Setiap 3 bulan sebagai parameter kontrol
metabolik
• Tatalaksana: Insulin
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation.
2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
HbA1c
• Parameter kontrol metabolik standar:
- HbA1c < 7% baik
- HbA1c < 8% cukup
- HbA1c > 8% buruk
• Untuk modifikasi tatalaksana.
• Wajib setiap 3 bulan.
• Perbedaan HbA1c 1% risiko komplikasi ↓25-50%.
• Penyimpangan kurva pertumbuhan ideal periode 6
bulan evaluasi HbA1c.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation.
2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Insulin
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan
Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 http://www.distrodoc.com/203580-cara-penggunaan-insulin
Pilihan Insulin
Insulin kerja cepat : Insulin kerja menengah:
• Setelah makan • Pilihan pada penderita yang
• Snack sore memiliki pola hidup teratur
• Saat hiperglikemi dan Insulin kerja panjang:
ketosis • Masa kerja lebih dari 24 jam
• Pada CSII (continuous • Digunakan dalam regimen
subcutaneous insulin basal-bolus
infusion) Insulin kerja campuran:
Insulin kerja pendek: • Dianjurkan bagi penderita
• Sebelum makan yang memiliki kontrol
• Pilihan pada balita metabolik baik.
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
69. KAD
Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of
Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Kemenkes. 2015
Terapi Retroviral pada Ibu Hamil
IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma
Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
KB: Metode Barrier
• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Hormonal
No Jenis kontrasepsi Mekanisme Kerja
1 Pil Kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,
mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh
sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu
2 Pil progestin Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH,
meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan
jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan
motilitas cilia di tuba falopi
3 Suntik kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir
serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini
diberikan sekali tiap bulan
4. Suntik Progestin Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan
LH serta LH surge
• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
– Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
– Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
– Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
– Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim
• Efek Samping
– Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid
• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB Mantap
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping
• Nyeri pasca operasi
Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
• Menghitung masa subur
– Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
– Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi
KB Alamiah • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh • Suhu basal tubuh kurang
sampai siklus haid terhadap laktasi akurat jika klien sering
kembali teratur terbangun malam untuk
menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan
• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
• 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
• 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) index
• Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) score can be used to classify the
severity of NVP
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
The initial management of NVP and HG
• Women with mild NVP should be managed in the
community with antiemetics.
• Ambulatory daycare management should be used for
suitable patients when community/primary care measures
have failed and where the PUQE score is less than 13.
• Inpatient management should be considered if there is at
least one of the following:
– continued nausea and vomiting and inability to keep down oral
antiemetics
– continued nausea and vomiting associated with ketonuria
and/or weight loss (greater than 5% of body weight), despite
oral antiemetics
– confirmed or suspected comorbidity (such as urinary tract
infection and inability to tolerate oral antibiotics)
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Therapeutic options for NVP and HG
• Antiemetics
– There are safety and efficacy data for first-line antiemetics such as
antihistamines (H1 receptor antagonists) and phenothiazines and they should
be prescribed when required for NVP and HG
– Combinations of different drugs should be used in women who do not
respond to a single antiemetic.
– For women with persistent or severe HG, the parenteral or rectal route may be
necessary and more effective than an oral regimen. Women should be asked
about previous adverse reactions to antiemetic therapies.
– Metoclopramide is safe and effective, but because of the risk of
extrapyramidal effects it should be used as second-line therapy.
– There is evidence that ondansetron is safe and effective, but because data are
limited it should be used as second-line therapy
– Drug-induced extrapyramidal symptoms and oculogyric crises can occur with
the use of phenothiazines and metoclopramide. If this occurs, there should be
prompt cessation of the medications.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
73. Penyakit Trofoblastik Gestasional
WHO Classification
Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies
Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor
Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa
• Definisi
– Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik
T I P E KO M P L I T T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam setelah • Seperti tipe komplit hanya lebih
amenorea
ringan
• Uterus membesar secara abnormal dan
menjadi lunak • Biasanya didiagnosis sebagai
• Hipertiroidism aborsi inkomplit/ missed abortion
• Kista ovarium lutein • Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy induced kehamilan
hypertension
• Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL • Tanpa kista lutein
Uptodate. Com
76. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
Kontak seksual
Riwayat penyakit menular seksual
Multiple sexual partners
IUD
• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID
• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard
• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis
• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal
http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
Pelvic Inflammatory Disease
http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia
Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?
YES NO
YES NO
NO YES
• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Nausea in pregnancy
• the initial treatment approach involves counseling about dietary changes and
trigger avoidance.
• Ginger and/or pyridoxine or doxylamine-pyridoxine is added if symptoms do not
improve
Diet
• Meals and snacks
– Women with nausea should eat before, or as soon as, they feel hungry to avoid an
empty stomach, which can aggravate nausea
– A snack before getting out of bed in the morning and snacks during the night (eg,
crackers with peanut butter or cheese taken prior to bathroom trips) may be helpful.
– Meals and snacks should be eaten slowly and in small amounts every one to two hours
to avoid an overly full stomach, which can also aggravate nausea for some women
– Foods high in sugar may exacerbate symptoms.
– Women should determine what foods they tolerate best and try to eat those foods.
Dietary manipulations that help some women include eliminating coffee and spicy,
odorous, high-fat, acidic, and very sweet foods, and substituting snacks/meals that are
protein-dominant, salty, low-fat, bland, and/or dry (eg, nuts, pretzels, crackers, cereal,
toast)
– Drinking peppermint tea or sucking peppermint candies may reduce postprandial
nausea
Therapeutic options for NVP and HG
• Antiemetics
– There are safety and efficacy data for first-line antiemetics such as
antihistamines (H1 receptor antagonists) and phenothiazines and they should
be prescribed when required for NVP and HG
– Combinations of different drugs should be used in women who do not
respond to a single antiemetic.
– For women with persistent or severe HG, the parenteral or rectal route may be
necessary and more effective than an oral regimen. Women should be asked
about previous adverse reactions to antiemetic therapies.
– Metoclopramide is safe and effective, but because of the risk of
extrapyramidal effects it should be used as second-line therapy.
– There is evidence that ondansetron is safe and effective, but because data are
limited it should be used as second-line therapy
– Drug-induced extrapyramidal symptoms and oculogyric crises can occur with
the use of phenothiazines and metoclopramide. If this occurs, there should be
prompt cessation of the medications.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
79. HIV pada Kehamilan
• Penularan dari ibu ke anak
– Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari
ibunya.
– Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada
anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui.
– faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari
ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan
obstetrik
Faktor yang Mempengaruhi penularan HIV dari
Ibu ke Anak
• Faktor Ibu • Faktor anak
– Jumlah virus (viral load) : Risiko penularan
HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV – Usia kehamilan dan berat badan bayi
rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan saat lahir : (BBLR) lebih rentan
sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000
kopi/ml. tertular HIV karena sistem organ dan
– Jumlah sel CD4 : Semakin rendah jumlah sistem kekebalan tubuhnya belum
sel CD4 risiko penularan HIV semakin berkembang dengan baik.
besar.
– Status gizi selama hamil : Berat badan – Periode pemberian ASI : Semakin
rendah serta kekurangan vitamin dan lama ibu menyusui, risiko penularan
mineral selama hamil meningkatkan risiko
ibu untuk menderita penyakit infeksi yang HIV ke bayi akan semakin besar.
dapat meningkatkan jumlah virus dan – Adanya luka di mulut bayi
risiko penularan HIV ke bayi.
– Penyakit infeksi selama hamil : Sifilis,
PMS, infeksi saluran reproduksi lainnya,
malaria, dan tuberkulosis, berisiko
meningkatkan jumlah virus dan risiko
penularan HIV ke bayi.
– Gangguan pada payudara : mastitis, abses,
dan luka di puting payudara dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui
ASI.
• Tindakan obstetri
– Jenis persalinan : penularan persalinan per vaginam > (sectio caesaria).
– Lama persalinan : Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak semakin tinggi
– Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan
hingga dua kali lipat
– Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV
karena berpotensi melukai ibu atau bayi.
Terapi HIV dalam kehamilan
• Epidemiologi HIV dan kebijakan tes yang akan
diambil pada ibu hamil
Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV
• Semua ibu hamil dengan HIV harus diberi terapi ARV, tanpa memandang
jumlah CD4, karena kehamilan itu sendiri merupakan indikasi pemberian
ARV yang dilanjutkan seumur hidup (pedoman WHO 2013, option B+).
• Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk memantau hasil pengobatan, bukan
sebagai acuan untuk memulai terapi.
• Paduan ART pada ibu hamil sama dengan paduan ART pada orang dewasa
lainnya.
• Efavirenz (EFV) yang dulu tidak boleh diberikan pada trimester pertama,
belakangan tidak terbukti menunjukkan efek teratogenik dibandingkan
bayi yang tidak terpajan EFV, sehingga sejak Juli 2012 WHO mengeluarkan
kebijakan membolehkan penggunaan EFV pada ibu hamil.
• Pemberian ARV dapat segera dimulai setelah ibu didiagnosis HIV
berapapun usia kehamilan.
• Ibu yang sudah mendapat ARV sebelum kehamilan, ARV dapat diteruskan
tanpa perlu diganti. ARV tetap diteruskan setelah melahirkan hingga
seterusnya.
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan
pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar
(SC)
• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
82. Hipertiroidisme dalam Kehamilan
• Penyebab utama hipertiroidisme dalam kehamilan adalah penyakit
Graves disease.
• Tanda dan gejala
– Takikardia dan palpitasi
– Peningkatan abnormal denyut jantung saat tidur
– Pembesaran kelenjar tiroid
– Eksoftalmus
– Berat badan tidak naik pada wanita non-obes meskipun asupan
makanan cukup atau berlebih
– Merasa panas atau berkeringat berlebihan
– Suhu tubuh meningkat
– Tremor
• Faktor predisposisi
– Jenis kelamin perempuan, riwayat hipertiroidisme pada keluarga
Tatalaksana Awal
• Tata laksana awal dilakukan di rumah sakit, kemudian rawat jalan dapat dilanjutkan
di pusat layanan kesehatan yang lebih sederhana.
• Untuk terapi awal, anjurkan rawat inap untuk mengontrol kadar hormon tiroid
• Tirah baring dianjurkan untuk mengurangi aktifitas dan menstabilkan emosi.
• Berikan diet yang sesuai untuk mengembalikan defisit kalori.
• Propiltiourasil 300-450 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis. Bila kadar FT4 dan T3 bebas
mencapai batas normal, berikan dosis pemeliharaan 50-300 mg/hari, dalam dosis
terbagi.
• Propanolol digunakan untuk mengurangi manifestasi simpatetik, dengan dosis 40-
80 mg/hari, terbagi dalam 3-4 dosis. Tidak digunakan pada kehamilan dengan
hipertiroid yang disertai penyakit paru obstruktif, blokade jantung, dekompensasio
kordis, dan diabetes melitus.
• Tiroidektomi dapat dipertimbangkan ketika kondisi hipertiroid telah teratasi lewat
pengobatan.
• Setelah bayi lahir, periksa kadar hormon tiroidnya untuk menyingkirkan
kemungkinan hipotiroidisme pada bayi akibat pengobatan selama ibu hami
Mekanisme kerja PTU
• Antithyroid (thionamides), which contain a sulfhydryl
group and a thiourea moiety within a heterocyclic
structure
• Propylthiouracil, but not methimazole or carbimazole,
can block the conversion of thyroxine to
triiodothyronine within the thyroid and in peripheral
tissues
• Their primary effect is to inhibit thyroid hormone
synthesis by interfering with thyroid peroxidase
mediated iodination of tyrosine residues in
thyroglobulin, an important step in the synthesis of
thyroxine and triiodothyronine
Antihipertiroid in pregnancy
• Propylthiouracil is the drug of choice during the first
trimester of pregnancy causes less severe birth
defects than methimazole.
• Methimazole 2nd to 3rd trimester
• Because there have been rare cases of liver damage in
people taking propylthiouracil, some clinicians will
suggest switching to methimazole after the first
trimester, while others may continue propylthiouracil.
• For women who are nursing, methimazole is probably
a better choice than propylthiouracil (to avoid liver side
effects).
• The dosage of methimazole :
– 15-100 mg daily, administered as divided doses 3 times daily.
– Once serum thyroid hormone levels return to normal, it is necessary to
decrease the dosage to 5-20 mg daily of methimazole
• The appropriate dosage of PTU:
– 300 mg daily to a maximum dose of 1200 mg daily in divided doses 3 times
daily.
– Once serum thyroid hormone levels return to normal, it is necessary to
decrease the dosage to 50-300 mg daily for PTU in divided doses.
• When doses of PTU are > 300 mg/day or > 20 mg/day for methimazole are
taken long term, fetal goiter and hypothyroidism may result.
• This is why it is important to decrease the dosage after levels return to
normal.
• TSH levels should be checked every 3-4 weeks to assess thyroid function.
• The free T3 and T4 levels should be just above the normal range.
83. Plasenta Acreta
• Placenta accreta is a general term used to describe the
clinical condition when part of placenta, or the entire
placenta invades and is inseparable from the uterine wall
– Placenta increta : chorionic villi invade only the myometrium
– Percreta : invasion through myometrium and serosa and
occasionally into adjacent organs such as bladder.
• Clinically placenta accreta becomes problematic during
delivery when the placenta does not completely separate
from the uterus and followed by massive obstetric
hemorrhage.
• The average blood loss at delivery in women with placenta
accreta is 3000-5000 ml
• Incidence : 1 in 533 pregnancy
Risk Factor
• Women who have myometrial damaged caused
by a previous cesarean delivery with either
anterior or posterior placenta previa overlying
the uterine scar.
• Placenta previa
• Repeat cesarean delivery
• Maternal age and multiparity
• Condition resulting in myometrial damage
followed by secondary collagen repair such as,
previous myomectomy, Asherman syndrome,
uterine artery embolization, leiomyomas
Diagnosis
• Prenatal diagnosis usually established by USG and occasionally by
MRI
• Ultrasonography :
– Transvaginal or transabdominal can be used. Transvaginal USG is safe
for patients with placenta previa
– Normal placental attachment site characterized by normal pl
hypoechoic boundary between the placenta and the bladder.
– USG suggested placenta acreta :
• irregularly shaped placental lacunae (vascular spaces) within the placenta,
• thinning of the myometrium overlaying the placenta,
• loss of the retroplacental clear space,
• protrution of the placenta ito the bladder,
• increased vascularity of the uterine serosa bladder interface,
• turbulent blood flow through lacunae
• The prescence and
increasing number of
lacunae within the placenta
accreta sensitivity 79%
and PPV 92%
• These lacunae may result in
the placenta having moth
eaten or swiss cheese
appearance
• USG is sufficient to diagnose
placenta accreta with
sensitivity 77-87% ,
spescificity 96-98%, PPV 65-
93%.
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
84. Hipertensi dalam kehamilan
Definisi
- Tekanan darah ≥140/90 mmHg
- Pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4-6 jam
Faktor predisposisi - Gangguan vaskuler
- Gemelli plasenta
- Penyakit trofoblas - Faktor herediter
- Hidroamnion - Riwayat preeklampsia
- DM sebelumnya
- Obesitas sebelum hamil
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi pada Kehamilan: Patofisiologi
• Faktor Risiko:
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat genetik
hipertensi dalam
kehamilan
Tatalaksana:
- Jika TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥ 110 mmHg
terapi antihipertensi
- Kontraindikasi: ACE-I, ARB, dan thiazide
- Suplementasi kalsium 1.5-2 gram per hari + aspirin 75 mg/hari
mulai dari usia kehamilan 20 minggu
- Jika HR janin <100 x/menit atau > 180x/menit tatalaksana
sebagai gawat janin
- Jika tidak ada komplikasi tunggu sampai aterm
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi Gestasional
- Hipertensi tanpa proteinuria
- TD ≥140/90 mmHg
- Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil
- Dapat disertai gejala preeklampsia seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
- Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan TD normal
setelah melahirkan
Tatalaksana
- Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria, dan kondisi janin
setiap minggu
- Jika tekanan darah meningkat tatalaksana sebagai
preeklampsia
- Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin
terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan janin
- Jika TD stabil bisa persalinan normal
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklamsia
• preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Eklamsia
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya
epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan
meningitis)
85. Sperm Analysis
• The extent of progressive sperm motility is
related to pregnancy rates
• Sperm motility within semen should be
assessed as soon as possible after liquefaction
of the sample, preferably at 30 minutes, but in
any case within 1 hour, following ejaculation,
to limit the deleterious effects of dehydration,
pH or changes in temperature on motility
WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen 5th ed. 2010
• The motility of each spermatozoon is graded as follows:
– Progressive motility (PR): spermatozoa moving actively, either
linearly or in a large circle, regardless of speed.
– Non-progressive motility (NP): all other patterns of motility with
an absence of progression, e.g. swimming in small circles, the
flagellar force hardly displacing the head, or when only a
flagellar beat can be observed.
– Immotility (IM): no movement.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder
& Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.
• Peserta individu:
– Kelas 1: Rp 80.000,00/bulan
– Kelas 2: Rp 51.000,00/bulan
– Kelas 3: Rp 25.500,00/bulan
87. Denda Iuran BPJS
Ketentuan denda pelayanan atas keterlambatan pembayaran iuran JKN-KIS
sebagai berikut :
• Denda hal keterlambatan pembayaran Iuran JKN-KIS lebih dari 1 (satu)
bulan sejak tanggal 10, maka penjamin peserta diberhentikan sementara.
• Pemberhentian sementara penjaminan peserta berakhir dan kepesertaan
kembali aktif apabila peserta membayar iuran tertunggak paling banyak
untuk waktu 12 (dua belas) bulan.
• Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif
kembali, peserta JKNKIS wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan
untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap.
• Denda sebagaimana yang dimaksud adalah sebesar 2,5 % (dua koma lima
persen) dari setiap biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan
tertunggak, dengan ketentuan :
– Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
– Besar denda paling tinggi Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
• Pelunasan denda harus dilakukan dalam 3x24 jam sejak masuk rawat inap
atau sebelum pasien pulang.
88. JENIS RUJUKAN
• Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
• Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
• Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
• Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
88. Jenis Rujukan Berdasarkan
Tingkatannya
• Rujukan horizontal : rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
– Misalya rujukan dari RS tipe B ke RS tipe B lainnya
• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
– Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
– Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
– Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
– Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
– Maksimalisasi akibat baik
– Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
– Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
– Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
– “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
– Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
– Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi
akibat buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
– Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
– Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
– Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
– Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
– Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
– Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran
amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
– Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktik etis
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Autonomy
• Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Justice
• Justice (Keadilan)
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu:
– Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur
dari kebutuhan dan kemampuan pasien
• Jenis keadilan:
– Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima)
– Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ;
secara material kepada:
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya
• Setiap orang sesuai jasanya
– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama
• Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan
memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien
• Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substansif atau materiil)
• Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)
– Hukum (umum)
• Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak
• Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
93. Infantisida (Pembunuhan anak
sendiri)
• Pasal 341-343 KUHP
– Seorang Ibu yang karena takut diketahui bahwa ia
mempunyai anak, melakukan pembunuhan pada anak
saat dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan
• Kasus infasitisida harus ditentukan
– Bayi viable atau tidak
– Lahir hidup atau mati
– Tanda perawatan
– Tanda kekerasan
• Penentuan usia berdasarkan pusat penulangan
– Kuboid 40 minggu
– Distal femur 36 minggu
– Proksimal tibia38 minggu
– Talus 28 minggu
– Kalkaneus 24 minggu
– Metatarsal 9 minggu
Kriteria Bayi viabel Cukup bulan
Usia > 28 minggu 37 – 42 minggu
Berat badan > 1000 gr 2500 – 4000 gr
Panjang badan > 35 cm 46 – 50 cm
Lingkar kepala > 23 cm > 30 cm
Lainnya Tidak ada cacat bawaan -
https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot
94. VISUM ET REPERTUM (VER)
Antemortem Postmortem
Otopsi
Visum definitif anatomis
Otopsi forensik
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
• Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
• Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas
peristiwa yang telah lampau.
• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
• Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Sanksi Hukum Bila Menolak
Pembuatan VeR
PASAL 216 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan
tandatanda kekerasan.
Akut
Otitis Media Efusi
(Air Bubble (+))
Infeksi (-)
Kronik
Glue Ear
Oklusi tuba
Akut
< 3 bulan
Infeksi (+) Otitis Media
Kronik
> 3 bulan
Otitis Media
96. Otitis Media Efusi
• Radang mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai
dengan adanya cairan dan membrane timpani yang utuh.
• Klasifikasi: Eksudativa (Aerotitis, Barotrauma), Serosa
(Kataralis), Mukoid (Glue Ear)
• Gejala:
– Telinga seperti tertutup atau penuh
– Tinnitus nada rendah
– Tuli konduktif
– Displakusis (mendengar suara ganda)
• Terapi:
– Cari pencetusnya
– Medikamentosa: steroid, dekongestan, antihistamin
– Definitf: pemasangan ear ventilation tube (grommet tube)
• Terjadi ketika suatu
oklusi tuba tidak
teratasi. Terjadi
pengumpulan cairan
serosa di dalam
cavum timpani
dengan gejala khas
berupa gelembung
udara pada
pemeriksaan otoskop
(Air Bubble)
• Tipe benign/mucosal:
– Tidak melibatkan tulang.
– Tipe perforasi: sentral.
– Th/: ear wash with H2O2 3% for 3-5 Large central perforation
days, ear drops AB & steroid,
systemic AB
• Tipe malignant/tulang:
– Melibatkan tulang atau
kolesteatoma.
– Tipe perforasi: marginal atau attic.
– Th/: mastoidektomi.
Cholesteatoma at attic
type perforation
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. Otitis Media Supuratif Kronik
• Tanda dini OMSK tipe maligna:
Adanya perforasi marginal atau atik,
Tanda lanjut
• abses atau fistel aurikular,
• polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah,
• terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering
terlihat di epitimpanum),
• sekret berbentuk nanah & berbau khas,
• terlihat bayangan kolesteatoma pada foto mastoid.
Terapi OMSK
• OMSK tipe benigna:
– Secara umum terapi OMSK jinak adalah konservatif.
Obat yang dapat digunakan berupa obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotik (penggunaan
antara 1-2 minggu) dan antibiotik oral. Miringoplasti
atau timpanoplasti dapat dilakukan setelah dua bulan
ketika keadaan sekret sudah kering.
• OMSK tipe bahaya:
– Secara umum pembedahan, mastoidektomi dengan
atau timpanoplasti.
97. Tatalaksana Pembedahan untuk OMSK
• Mastoidektomi sederhana:
– Indikasi: OMSK tipe aman yg tidak membaik dgn terapi konservatif
– Tujuan: membersihkan jaringan patologik pada ruang mastoid, sehingga infeksi
tenang dan sekret tidak keluar lagi.
– Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
• Miringoplasti (timpanoplasti tipe I)
– Rekonstruksi membran timpani tanpa memperbaiki rongga telinga tengah
– Indikasi: OMSK tipe aman dengan tuli ringan hanya akibat perforasi membran
timpani. Infeksi telah teratasi.
– Mencegah rekurensi infeksi telinga tengah, memperbaiki fungsi pendengaran.
• Timpanoplasti (tipe II, III, IV, V)
– Eksplorasi kavum timpani dengan/tanpa mastoidektomi dilanjutkan rekonstruksi
membran timpani dan tulang pendengaran
– Indikasi: OMSK tipe aman dgn kerusakan lebih berat, OMSK tipe aman yang gagal
medika mentosa
– Menghentikan proses infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani dan
tulang pendengaran
• Mastoidektomi radikal
– Untuk OMSK tipe bahaya
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi:
– Dinding dipertahankan pada OMSK tipe bahaya tanpa kerusakan luas
98. Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah
• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
Fungsi:
• Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal. nafas
• Memproduksi limfosit
• Membentuk antibodi spesifik (Ig)
ADENOIDITIS KRONIS
Etiologi : Akibatnya:
– rinolalia oklusa ( bindeng ) krn
– Post nasal drip sekret koane tertutup
kavum nasi jatuh ke belakang – mulut terbuka utk bernapas
muka terkesan bodoh ( adenoid
– Sekret berasal dari : sinus face )
maksilaris & ethmoid
– aproseksia nasalisSulit
berkonsentrasi
– Sefalgi
Gejala klinis : – pilek dan batuk
– nafsu makan menurun
– Disebabkan oleh hipertrofi
adenoid buntu hidung – oklusio tuba pendengaran
menurun
– tidur ngorok
707
Pemeriksaan
• Rinoskopi anterior : Adenoid membesar
• Phenomena palatum mole (-)
– Pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk
mengucapkan huruf “ i “
– Akan negatif bila
• terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum
molle
• kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini
709
Indikasi Adenoidektomi
• Pembesaran menyebabkan obstruksi jalan nafas hidung yang
dapat menyebabkan obstruksi pernafasan, gejala obstructive
sleep apnea, dan pernafasan lewat mulut kronik (dapat
menyebabkan abnormalitas palatum dan gigi-geligi).
http://emedicine.medscape.com/article/872216-overview#a10
99. Adenoids
• Adenoiditis
• Hypertrophic adenoids
– Inflammation of the adenoid
tissue, usually caused by an – Repeated adenoiditis may
infection lead to enlarged adenoids
– Classified into acute and – Etiologi:
chronic • Terjadi karena inflamasi
langsung pada adenoid
– Acute adenoiditis: (karena PND pada
• Fever adenoiditis kronis)
• Runny nose • karena reaksi folikel limfoid
• Nasal airway obstruction leads dalam adenoid terhadap
to oral breathing inflamasi/infeksi di
• Dry mouth faring/nasofaring yang
berulang
• Snoring
• Sleep apnea
– Clinical manifestation:
• Rhinorrhea • Nasal obstruction
100. Faringitis Akut
• Definisi: iritasi atau infeksi pada faring
• Etiologi paling umum adalah virus diikuti grup A
streptokokus (GAS)
• Cara membedakan etiologi
– GAS umumnya pada usia 4 – 7 tahun
– Onset yang tiba-tiba mengarah infeksi GAS; faringitis
setelah batuk dan rinorea mengarah infeksi virus
– Kontak dengan penderita faringitis GAS atau demam
rematik
– Nyeri kepala mengarahkan pada infeksi GAS
– Muntah mengarah pada infeksi GAS
– Riwayat demam rematik sangat penting untuk
menentukan etiologi
https://emedicine.medscape.com/article/764304-overview
• Gejala dan tanda
• Demam
• Odinofagia
• Nyeri kepala
• Konjungtivitis (umum pada virus
• Batuk (umum pada virus)
• Faring hiperemis
• Eksudat (pada bakteri)
• KGB membesar (pada bakteri)
• Penentuan penggunaan antibiotik
pada faringitis menggunakan
Centor score
• Terapi lainnya untuk mengatasi
simptomatik
• Indikasi tonsilektomi
• ≥ 7 infeksi dlm 1 tahun
• ≥ 5 infeksi dlm 2 tahun
• ≥ 3 infeksi dlm 3 tahun
• Gagal terapi farmako
https://www.aafp.org/afp/2016/0701/p24.html
Patofisiologi faringitis
• Rhinovirus
– Virus masuk ke melalui sel epitel bersilia
– Meningkatkan aktivitas sekresi kelenjar mucous
– Sekret menyebabkan trapping mikroorganisme sehingga
menyebabkan iritasi dan inflamasi
– Virus tidak menginvasi mukosa
• Adenovirus
– Virus akan menginvasi mukosa secara langsung
– Menyebabkan sitopatik efek
• Strepcococcus
– Menghasilkan M protein dan adesin yang menyebabkan bakteri
dapat menginvasi mukosa
– Menghasilkan eksotoxin yang menyebabkan reaksi inflamasi
– Menghasilkan enzim lipopolisakaride yang menyebabkan bakteri
terhindar dari respon imun dan profilerasi masif
https://emedicine.medscape.com/article/225243-overview#a5