Anda di halaman 1dari 396

Black Books

Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter

Muhammad Iqbal Sugiantoro

Untuk Kalangan Sendiri


Tidak Diperjualbelikan
Black Books for UKMPPD 2

DAFTAR ISI

Interna....................................................................................................................................3
Pediatri.................................................................................................................................82
Bedah..................................................................................................................................101
Obsetri-Ginekologi............................................................................................................124
Anestesiologi.....................................................................................................................151
Oftalmologi.........................................................................................................................158
THT-KL................................................................................................................................175
Dermatovenerologi............................................................................................................194
Neurologi............................................................................................................................215
Psikiatri...............................................................................................................................227
Forensik dan Medikolegal.................................................................................................239
Ilmu Kesehatan Masyarakat..............................................................................................256
JKN dan BPJS....................................................................................................................279
OSCE...................................................................................................................................284
INTERNA

ENDOKRINOLOGI
1. Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme
 Tirotoksikosis: manifestasi klinis akibat peningkatan hormon tiroid dalam darah
 Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang diakibatkan oleh hiperaktifitas kelenjar tiroid.
Indeks Wayne >19.
 Pemeriksaan TSH, FT3, dan FT4
Diagnosis TSH FT FT4
3
Bukan hipertiroidsime N N N
 TSH secreting pituitary adenoma
N/↑ ↑ ↑
 Thyroid hormone resistance syndrome
Hipertiroidisme Subklinik ↓ N N
Hipertiroidisme ↓ ↑ ↑

 Struma : pembesaran kelenjar tiroid. Berdasarkan bentuk: difus (menyeluruh),


nodusa (nodul). Berdasarkan gejala: toxic (peningkatan hormon tiroid), non-toxic
(tidak terdapat peningkatan hormon tiroid)
 Graves Disease / Struma Difusa Toxic / Toxic Diffuse Goiter
o Hipertiroidisme tersering
o Adanya antibodi terhadap reseptor TSH
o Tampilan klinis: exoftalmus, takikardia, berkeringat, iritabel, diare, berat badan
↓ , nafsu makan meningkat ↑
o Penatalaksanaan:
 Propiltiourasil (PTU) : aman untuk wanita hamil dan menyusui
 Methimazol
 B Blocker (atasi gejala hiperadrenergik, aritmia, hambat konversi T4 --.T3)
 Iodin
 Krisis Tiroid
o Pemicu: infeksi, pembedahan, terai iodium radioaktif, kontras iodium
o Tampilan Klinis: meningkatnya tanda-tanda hipertioid yang sudah ada,
hipertermia, penurunan kesadaan
o Penatalaksanaan:
 Rehidrasi dan koreksi elektrolit, vitamin, glukosa, kompres es
 Koreksi hipertiroidisme : PTU dosis besar, sol lugol 10 gtt / 6 – 8 jam
 Hambat koversi T4 € T3 : propanolol / b blocker lain
2. Hipotiroidisme
 Defisiensi hormon tiroid
 Klinis:
o Lelah, kulit kering, mengantuk, suara serak, peningkatan BB,
gangguan menstruasi
o Bergerak lambat, bicara lambat, bradikardia, hiporefleks, myxedema
(penebalan kulit, non pitting edema pada jaringan lunak)
 Pemeriksaan Hormon
Diagnosis TSH FT4
Hipotiroidisme Primer ↑ ↓
Hipotiroidisme Sekunder ↑ N
Hipotiroidisme Subklinik ↓/N ↓

 Hashimoto’s Disease
o Penyebab paling sering dari hipotiroidisme
o Penyakit autoimun terhadap jaringan tiroid
o Struma difus
 Hipotiroid pada kehamilan
o Hormon tiroid pada janin mulai terbentuk setelah minggu ke 11
o Pada kehamilan antibodi dapat melewati plasenta. Jika ibu menderita
penyakit hashimoto, maka fetus akan mengalami hipotiroid
o Hormon tiroid dibutuhkan untuk perkembangan kognitif fetus
 Hipotiroid pada bayi (Kretinisme)
o Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
o Malas makan
o Prolonged neonatal jaundice
o Hernia umbilicalis
o Lidah menonjol keluar
o Keterlambatan pertumbuhan tulang
o Retardasi mental
 Penatalaksanaan : Levotiroksin
 Koma Miksedema
o Pemicu: wanita usia lanjut, infeksi, paparan udara dingin, obat-obatan,
gangguan metabolik
o Tampilan klinis: riwayat hipotiroid lama, hipotermia berat (< 27° C), bradikardi,
gagal nafas, penurunan kesadaran
o Penatalaksanaan: hormon tiroid IV
3. Goiter Non-toxic
 Merupakan pembesaran kelenjar tiroid tanpa disertai gejala tirotoksikosis /
hipertiroidisme
 Paling banyak diakibatkan karena defisiensi iodium, dan menjadi endemik di
daerah yang tanahnya kurang mengandung iodium.
 Terapi:
o Jika tidak terdapat gejala, tidak perlu diberikan terapi
o Jika menimbulkan gejala obstruktif pada trakhea atau esofagus atau
vena jugular, maka goiter diterapi dengan radioaktif iodin terapi atau
dengan pembedahan (lebih cepat menghilangkan gejala obstruksi)
4. Hiperparatiroidisme
 Hormon paratiroid berfungsi untuk meningkatkan kadar kalsium darah dengan
melepaskan kalsium dari tulang , meningkatkan resorbsi kalsium di ginjal, dan
peningkatan produksi calcitrion yang dapat meningkatkan absorbsi kasium di
usus.
 Hiperparatiorid primer : 80 % disebabkan adenoma
 Hiperparatiroid sekunder: gagal ginjal kronik, defisiensi vitamin D
 Tampilan klinis:
o Letargi, lelah, depresi, neurosis, konstipasi, mual, muntah
o Hiperkalsemia
o Osteoporosis, osteomalasia
o Nefrolithiasis
 Penatalaksanaan:
o Estrogen (hambat resorpsi tulang)
o Calcitonin (hambat aktifitas osteoklas)
o Bhiposponate
o Vit. D
5. Hipoparatiroidisme
 Etiologi
Sering terjadi setelah operasi tiroidektomi karena diduga terjadi hipoksia dari
glandula paratiroid
 Tampilan klinis:
o Hipokalsemia
o Keram otot, paraestesi, kejang, nefrolitiasis
 Penatalaksanaan:
Kalsium oral dan vitamin D
6. Diabetes Melitus
a. Klasifikasi
 DM tipe 1 (90% autoimun) : defek insulin absolut
 DM tipe 2: resistensi insulin
 DM gestasional: pertama kali menderita DM saat hamil
b. Diagnosis
 Gejala klasik DM: polifagia (sering lapar), polidipsi (sering haus), poliuria
(banyak buang air kecil), penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
 Kriteria diagnosis DM:
Gejala klasik DM
ditambah:
o Gula Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
o Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl
Atau Gula Darah 2 Jam Post Prandial (GDPP) setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
≥ 200 mg/ dl
 Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Kadar GDP 100 – 125 mg/ dl
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Kadar GDPP setelah TTGO 140 – 199
mg/dl
 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) : diberikan beban glukosa 75 gram kemudian
2 jam kemudian di cek gula darah
 Diagnosis DM dengan kriteria HbA1C ≥ 6,5% di Indonesia belum dapat
digunakan secara nasional karena standarisasi laboratorium belum baik
c. Penatalaksanaan
 Modifikasi gaya hidup
 Farmakologi
o DM tipe I : insulin
o DM tipe II:
Golongan Cara Kerja Keterangan
Sulfonilurea , ex: Meningkatkan sekresi insulin:  First line untuk DM tipe 2 non-obese
 Tolbutamid  Stimulasi reseptor pada  Diberikan 15-30 menit sebelum makan
 Chlorpropamide permukaan sel B dengan  Efek samping: hipoglikemia dan
 Glibenclamid cara memblok kanal K+ penurunan berat badan
dan
 Glimepirid  Glikuidon€ bagus untuk DM +
membuka kanal Ca+
gangguan ginjal karena bisa
 Glikuidone
dieksresikan di hepar
 Glipizid
 Glipizid€ bagus untuk DM + obesitas
 Glikazid
 Glikazid € bagus untuk DM + riwayat
PJK karena mempunyai efek anti
aggregasi trombosit

Biguanide (Metformin)  Meningkatkan sensitifitas  First line untuk DM tipe 2 obese


insulin  Diberikan saat/sesudah makan
 Menghambat  Tidak menyebabkan hipoglikemia
glukoneogenesis  Efek samping pada sistem GIT: mual,
 Meningkatkan ambilan muntah, diare
glukosa otot  Kontraindikasi untuk CKD, CHF, dan
Sirrosis (pada keadaan tersebut berikan
insulin)
Glitazon (Thiazolidindion)  Bekerja pada jaringan  Tidak bergantung pada jadwal makan
ex: lemak, hepar, dan otot  Efek samping: retensi dan
 Rosiglitazone dengan meningkatkan cairan hepatotoksik
 Plogitazone sensitifitas insulin,
potensiasi aktifitas insulin
 PPAR y Agonis
(mengurangi HbA1c 1%)
Acarbose  Alpha Glukosilase Inhibitor  Diberikan bersama suapan pertama makan
 Menginhibisi disacaridase  Efek samping: flatus, perut kembung,
di usus. diare

 Menghambat pencernaan
kompleks karbohidrat
 Menghambat absorbsi
Exenatide, Liraglutide  Inhibitor DPP – IV Diberikan sesaat sebelum makan
Insulin  Diberikan pada:
o Penurunan BB cepat
o HHS, DKA
o Gagal dengan kombinasi OHO
o Kehamilan
o Gangguan fungsi ginjal dan hepar
o Stres berat (infeksi sistemik,
operasi, stroke, AMI)

d. Kegawatdaruratan
 Diabetik Ketoasidosis (DKA) atau KAD
o Trias : hiperglikemik (GD > 250 mg/dl) , asidosis (pH arteri < 7.3),
Ketonuria. Tambahan: anion gap ↑ , HCO3 <15 mEq (rendah)
o Tampilan klinis: nafas kusmaul, dehidrasi, hipovolemia, syok, nafas
bau aseton
o Lebih sering pada penderita DM tipe 1
o Riwayat berhenti suntin insulin, demam, infeksi, gastroparesis
o Penatalaksanaan: rehidrasi, insulin, bicarbonat, koreksi kalium
 Hiperglikemik Hiperosmolar State (HHS) atau HONK
o Kriteria: hiperglikemik (GD > 600 mg/dl), Hiperosmolar (osmolaritas serum ≥
320 mOSm/kg), dehidrasi, gangguan kesadaran, ketoasidosis ( - )
o Tampilan klinis: kehausan, produksi urin meningkat, infeksi, riw. konsumsi
diuretik, riw. konsumsi alkohol
o Penatalaksanaan: rehidrasi, insulin, koreksi kalium
 Hipoglikemia
o Kriteria: Hipoglikemik (GD < 60 mg/dl atau 80 mg/dl dengan gejala
klinis), gejala hipoglikemik (lemas, lapar, mual, keringat dingin,
gangguan kesadaran), membaik setelah dilakukan koreksi glukosa
plasma
o Tatalaksana:
 Sadar
Berikan gula murni 30 gram
Pertahankan GDS sekitar 200 mg/dl
 Tidak Sadar
 D 40% 2 flakon (50 ml) bolus IV
 Infus D 10% 6 jam / kolf
 Periksa GDS:
 < 50 mg/dl € bolus D 40% 50 ml IV
 < 100 mg/dl € bolus D 40% 25 ml IV
 Periksa GDS
 < 50 mg/dl € bolus D 40% 50 ml IV
 < 100 mg/dl € bolus D 40% 25 ml
 100 – 200 € tidak usah berikan D 40
 > 200 € ganti infus D 10 dengan NaCl 0,9%
 Monitor setiap 2 jam
 Penggunaan insulin reguler SC
Gula darah Dosis Insulin
<200 0
200-250 5 unit
250-300 10 unit
300-350 15 unit
>350 20 unit

 Bila hipoglikemia tidak teratasi, pertimbangkan pemberian


antagonis insulin (adrenalin, glukagon, kortison)
e. Komplikasi

 Mikrovaskuler
Retinopati, neuropati, macular edema, katarak, galukoma
 Neuropati
Sensorik, motorik, autonomik
 Makrovaskuler
ACS, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit cerebrovaskuler
 Nefropati DM
Kriteria: DM > 5 tahun, retinopati diabetikum, macroalbuminuria (> 300
mg/dl/24 jam dalam 3-4x pemeriksaan selang 2 minggu) tanpa penyebab
albuminuria lainnya. OAD sebaiknya glikuidon karena tidak diekskresikan
di ginjal.
 Gastrointestinal
Diare, gastroparesis
 Genitourinari
Disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde
 Ulkus Diabetikum
Angiopati: ganggren kering, pulsasi arteri dorsali pedis (-), sensibilitas (+)
Neuropati: ganggren basah, pulsasi arteri dorsalis pedis (+), sensibilitas (-)
7. Menghitung Jumlah Kalori Basal
a. Jumlah Kalori Basal per Hari
 Laki-laki: 30 kal/kgBB idaman
 Perempuan: 25 kal/kgBB idaman
b. Menghitung Berat Badan Idaman
 BB idaman = (TB – 100) – 10%
 Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm tidak dikurangi 10%
 BB kurang: < 90% BB idaman
 BB normal: 90 – 100 % BB idaman
 BB lebih: 110 – 120% BB idaman
 Gemuk: >120% BB idaman
c. Penyesuaian
 BB gemuk: - 20% kal
 BB lebih: -10% kal
 BB kurang: +20% kal
 Umur >40 tahun: -5% kal
 Stres metabolik (infeksi, operasi): + 10-30% kal
 Aktifitas ringan: + 10% kal
 Aktifitas sedang: + 20% kal
 Aktifitas berat: + 30% kal
 Hamil trimester I,II: + 300 kal
 Hamil trimester III/laktasi: + 500 kal
d. Komposisi Makanan yang Dianjurkan
 Karbohidrat: 45- 65%
 Protein: 15- 20%
 Lemak: 20- 25%
8. Diabetes Insipidus
a. Definisi
Kondisi volume urin yang banyak (>3 L/hari) karena gangguan resorbsi air oleh
ginjal yang disebabkan penurunan ADH oleh hipofisis posterior (DI sentral) atau
gangguan respon ginjal terhadap ADH (DI perifer)
b. Tampilan klinis
 Gejala: poliuria, polidipsia, dehidrasi, gejala hipernatremia
 Osmolalitas urin normal 300 – 450 mOSM/kg
 Osmolalitas urin pada DI 50-150 mOSM/kg (urin tidak terkonsentrasi)
 Deprivation test (diberikan desmopresin):
Normal  Osmolalitas urin >600 mOSM/kg
 Kemampuan mengkonsentrasikan urin
normal
Polidipsia primer  Osmolalitas urin 400-600 mOSM/kg
 Urin terkonsentrasi, kemampuan
mengkonsentrasikan urin berkurang)
DI Sentral  Osmolalitas urin naik (> 600
mOSM/kg) setelah pemberian
desmopressin
DI nefrogenik Osmolalitas urin tidak naik setelah
pemberian desmopresin

c. Penatalaksanaan
- diet rendah garam
- atasi penyebab
- Indometachin, chlorprompamide
9. Dislipidemia
 Peningkatan kadar kolesterol total (200 mg/dl) , LDL (>130 mg/dl), trigliserid (>250
mg/dl), serta penurunan HDL (<40 mg/dl)
 Kategori risiko untuk menentukan sasaran LDL
 Obat hipolipidemik
Golongan Cara Kerja Efek
Statin, ex:  Menghambat sintesis kolesterol di  Efektif menurunkan kadar LDL
 Simvastatin hepar  Efek samping jarang
Asam Fibrat, ex:  Meningkatkan aktifitas lipoprotein  Menurunkan trigliserid,
 Gemfibrozik lipase meningkatkan HDL
 Menghambat produksi VLDL di  Efek samping jarang
hepar
 Meningkatkan aktifitas reseptor LDL
Asam Nikotinat,  Menurunkan produksi VLDL di hepar  Menurunkan LDL, trigliserid,
ex:
meningkatkan HDL
 Niaspan
 Efek samping banyak : gangguan GIT,
gatal, flushing, hiperglikemia,
hiperurisemia
Resin pengikat  Mengikat asam empedu di usus  Menurunkan kolesterol total, LDL
asam empedu, ex:  Menghambat resirkulasi asam  HDL naik sedikit
 Kolestriramin empedu di siklus enterohepatik  Kontraindikasi pada hipertrigliserid:
 Peningkatan konversi kolesterol dapat meningkatkan trigliserid dan
menjadi asam empedu menurunkan HDL
Penghambat  Menghambat absorbsi kolesterol dari  Menurunkan LDL
absorbsi kolesterol, lumen usus ke enterosit
ex:  Tidak mempengaruhi absorbsi
 Ezetimibe trigliserid, asam lemak, asam
empedu,
dan vitamin larut lemak
10. Sindrom Metabolik
Minimal 3 dari 5 kriteria dibawah ini:
 Obesitas sentral (lingkar pinggang ≥ 102 cm pada laki-laki, ≥ 88 cm pada wanita)
 Peningkatan Trigliserid (≥ 150 mg/dl) , penurunan HDL (< 40 mg/dl pada laki-laki,
< 50 mg/dl pada wanita)
 Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg
 Kadar glukosa darah puasa >110 mg/dl
 Resistensi insulin
11. Sindrom Cushing
 Etiologi
Peningkatan kadar glukokortikoid. Biasanya karena penggunaan steroid
jangka panjang. Jika terdapat adenoma hipofisis yang menyebabkan
peningkatan ACTH disebut Cushing Disease
 Tampilan klinis
o Peningkatan berat badan, akne, amenore, penurunan libido,
o Moon face, buffalo hump, memar, striae, kulit tipis, fraktur patologis,
proksimal miopati
o Yang membedakan dengan obesitas adalah penurunan protein (kulit
tipis, mudah memar, dan proximal weaknes)
12. Penyakit Addison
 Etiologi
Defisiensi glucocorticoid dan mineralcorticoid karena destruksi atau disfungsi
glandula adrenal. Biasanya autoimun. Lebih banyak terjadi pada wanita usia 30 –
50 tahun.
 Tampilan klinis
o Penurunan berat badan, tampak kurus, pigmentasi, rambut rontok
o Penurunan kadar kortisol, hormon kelamin, aldosteron
o Hiponatremia, hipokalemia, hipoglikemia, hiperkalsemia, ACTH / MSH ↑
 Penatalaksanaan
Steroid replacement therapy
 Krisis Addison
o Pemicu: infeksi, pembedahan, luka bakar, kehaminal, steroid withdrawal
o Tampilan klinis: syok yang tidak diketahui penyebabnya, membaik
dengan resusitasi cairan. Hipertermia / hipotermia. Mual, muntah, nyeri
pinggang.
o Penatalaksanaan: Resusitasi cairan, hidrokortison

PULMONOLOGI

13. Bronkiektasis
a. Etiologi
Paling sering infeksi, aspirasi, penyakit jaringan ikat, dll
b. Tampilan klinis
 Keluhan: batuk berdahak hampir setiap hari selama lebih dari satu bulan,
bisa terdapat hemoptisis bila terjadi infeksi, sesak nafas, nyeri dada,
wheezing, demam, penurunan berat badan
 Khas sputum berwarna seperti karat atau sputum 3 lapis.
 Gambaran Rontgen thoraks tampak Honeycomb Appearance

c. Penatalaksanaan
 Bronkodilator, mukolitik, kortikosteroid inhalasi, antibiotik
14. Bronkhitis Akut
a. Definisi
Peradangan pada bronkus yang ditandai dengan batuk yang berlangsung kurang
dari 3 minggu. Disebabkan oleh virus (paling sering), bakteri, atau paparan zat
iritan.
b. Klinis
 Faringitis diikuti oleh batuk (dapat batuk kering atau berdahak, dapat pula
berdarah)
 Wheezing dan Ronkhi Basah Kasar
 Demam (jarang sampai lebih dari 40°C)
 Rontgen thoraks dapat normal atau tampak gambaran corakan
bronkovesikuler meningkat
c. Penatalaksanaan
 Oksigenasi
 Antitusif
 Ekspektoran
 Bronkhodilator
 Antibiotik
15. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
a. Definisi
 PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial.
Terdiri dari bronkitis kronik dan atau emfisema.
 Bronkitis kronik: batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun
sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut tanpa disebabkan penyakit lain.
 Emfisema: kelainan anatomis berupa pelebaran rongga udara distal
bronkhiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
b. Tampilan klinis
 Anamnesis
o Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
o Sesak dengan atau tanpa mengi
o Riwayat paparan kronik rokok, zat iritan
 PF
o Pursed lip breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
o Barrel chest (diameter antero-posteriol dan transversal sebanding)
o Penggunaan otot bantu nafas
o Pelebaran sela iga
o Bisa terjadi gagal jantung kanan (JVP meningkat, edema tungkai)
o Pink puffer (kurus, kulit kemerahan, pernafasan pursed lip) , khas
pada emfisema
o Blue bloater (gemuk, sianosis, edema tungkai, RBH di basal paru),
khas pada bronkhitis kronik
o Fremitus melemah, perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang, ronkhi,
wheezing, suara jantung menjauh
o Eksaserbasi: sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan
warna sputum
 Penunjang
o Spirometri : FEV1 < 80
o Uji Bronkodilator <20%
o Rontgen thoraks:
 Emfisema: hiperinflasi, hiperlusen, sela iga melebar, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(pendulum)
 Bronkhitis kronik: corakan bronkovaskuler meningkat
 Klasifikasi
o Derajat I / ringan: gejala tidak sering, VEP >80%
o Derajat II / sedang: sesak saat aktifitas, VEP <80%
o Derajat III / berat : sesak lebih berat, eksaserbasi sering, penurunan
kualitas hidup, VEP <50%
o Derajat IV / sangat berat: gejala gagal nafas dan ketergantungan oksigen,
VEP <50%
c. Penatalaksanaan
o Stop rokok atau paparan
o Bronkodilator (ipatropium bromide dan atau salbutamol)
o Steroid inhalasi
o Oksigen
o Antibiotik (amoxiclav, doksisiklin, sefalosporin)
16. Asma
a. Tampilan klinis
 Riwayat atopik / riwayat keluarga asma/alergi, ada pemicu, reversibel
 Sesak nafas episodik, batuk berdahak yang memburuk pada malam
hari, mengi
 Tanda patognomonis: Sesak nafas, mengi, digunakannya otot bantu nafas
Black Books for UKMPPD 17

b. Klasifikasi
 Derajat asma
c. Tatalaksana

 Pelega (reliever)
 Saat serangan akut
 Agonis beta-2 kerja singkat (salbutamol, fenoterol, terbutalin. ES:
rangsang kardiovaskuler, tremor, hipokalemia), kortikosteroid sistemik
(predsinon. Digunakan jika reliever yang lain tidak ada perbaikan),
antikolinergik (ipatropium bromide), metilsantin (aminofilin), adrenalin
 Pengontrol (controler)
 Sebagai pengontrol jangka panjang
 Kortikosteroid inhalasi (budesonid, flutikason), kortikosteroid sistemik
(prednison), sodium kromoglikat, nedokromil sodium, metilsantin (teofilin),
agonis beta-2 kerja lama inhalasi (salmeterol, formeterol) dan oral,
leukotrien modifier (zileuton), antihistamin 1
d. Evaluasi
 Spirometri Tujuan untuk diagnosis, klasifikasi, menilai respon
pengobatan secara objektif. Dilakukan saat awal kunjungan, awal
pengobatan, monitor 1 tahun sekali.
 Arus puncak ekspirasi (APE) bertujuan untuk klasifikasi, respon pengobatan
saat serangan akut, deteksi perburukan, respon pengobatan jangka
panjang. Dilakukan saat serangan akut di IGD, saat kontrol, dan
pemantauan mandiri sehari-hari di rumah
 Asthma Control Test bertujuan untuk penyesuaian tatalaksana. Test
dilakukan dengan kuesioner. Skor < 19 perlu peningkatan terapi.
 Level of Asthma Control:
o Controlled
Muncul gejala < 2x /minggu. Tidak ada gangguan aktifitas.
o Partly controlled
Muncul gejala lebih dari 2x /minggu. Ada gangguan aktifitas
o Uncontrolled
Eksaserbasi minimal 1x /minggu
e. Serangan Asma
 Derajat serangan
o Ringan
Bisa bicara kalimat utuh, sesak saat
berjalan. Penatalaksanaan:
 Jika dalam 1 kali nebulisasi € membaik
 Observasi 1-2 jam € respon bertahap € pulang
 Dibekali B-agonis (inhalasi / oral) tiap 4-6 jam
 Jika dalam 2 jam gejala timbul kembali € derajat sedang
o Sedang
Bicara berupa frasa (beberapa kata).
Penatalaksanaan:
 Jika 2-3 kali nebulisasi € incomplete respon
 Rawat inap
 Kortikosteroid oral (metilprednisolon 0,5-1 mg/KgBB/hari selama 3-5
hari)
o Berat
Bicara hanya satu kata, duduk
ditopang. Penatalaksanaan:
 Jika 3 kali nebulisasi € tidak ada respon
 Berikan Oksigen 2-4 lpm termasuk saat nebulisasi
 Steroid intravena (0,5 – 1 mg/KgBB/hari) diberikan 6-8 jam
 Nebulisasi: Beta agonis + antikolinergik + O2 dilanjutkan tiap 1-2
jam. Bila membaik dikurangi menjadi tiap 4-6 jam
 Aminofilin IV
 Jika membaik, berikan nebulisasi tiap 6 jam selama 24 jam. Ganti
steroid dan aminofilin menjadi oral
 Jika dalam 24 jam stabil € pulangkan, bekali B-agonis (inhalasi/oral) +
steroid oral
 Pertimbangkan ICU
17. Tuberkulosis
a. Etiologi
M. tuberculosis
b. Tampilan klinis
 Keluhan: batuk berdahak > 2 minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri
dada, demam, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan,
berkeringat di malam hari, atau ada gejala TB ekstra paru
 PF: suara nafas bronkhial, ronkhi basah kasar di apex, amforik
 Pemeriksaan BTA (bakteri tahan asam atau Acid Fast Bacill (AFB)) SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu), dengan pengecatan Ziehl Nelsen
 Rontgen Thoraks: tampak kavitas atau infiltrat
Black Books for UKMPPD 21

c. Diagnosis
d. Tipe Kasus
 Kasus Baru
Penderita belum pernah mendapat OAT atau pernah mendapat OAT kurang
dari satu bulan.
 Kasus Kambuh (relaps)
Pernah mendapat pengobatan TB lengkap dan dinyatakan sembuh
kemudian berobat kembali dengan hasil pemeriksaan BTA positif
 Kasus Setelah Putus Berobat (Default)
Telah mendapat pengobatan minimal satu bulan namun putus obat selama
dua bulan lebih dengan BTA positif
 Kasus Gagal (Failure)
Penderita BTA positif yang masih positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke 5
 Kasus Pindah
Penderita yang sedang mendapat pengobatan OAT namun pindah ke
kabupaten / kota lain
 Kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah selesai pengobatan
kategori 2 dengan pengawasan yang baik
 Bekas TB
Tidak ada tanda TB, BTA negatif, hanya ada fibrosis pada rontgen thoraks
e. Penatalaksanaan
 Kategori 1 (2RHZE / 4H3R3)
o Kasus baru BTA positif
o BTA negatif, rontgen thoraks positif
o TB ekstra paru
o Jika pada akhir fase intensif (2RHZE) BTA masih positif, diberikan
OAT sisipan (1RHZE)
 Kategori 2 (2RHZES/ RHZE/ 5H3R3E3)
o Pasien kambuh
o Pasien gagal
o Pasien dengan pengobatan setelah putus obat

f. Evaluasi sputum dilakukan pada akhir fase intensif, 1 bulan sebelum pengobatan
berakhir, dan saat pengobatan berakhir
g. TB pada anak
Menggunakan scoring TB anak
Parameter 0 1 2 3
Kontak Tb Tidak Jelas Laporan BTA positif
keluarga BTA
negatif atau
BTA tidak
jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm,
atau ≥ 5 mm
pada keadaan
immunokompromais
Status Gizi Bawah garis Klinis gizi
merah KMS atau buruk (BB/u
BB/U <80% <60%)
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab yang jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1 cm, jumal >
KGB 1, tidak nyeri
Pembengkakan Ada
tulang / sendi pembengkakan
Foto thoraks Normal / Kesan TB
tidak jelas
Jumlah

 Jika skor ≥ 6 maka ditatalaksana sebagai TB


 Kategori anak: 2RHZ / 4RH
 Jika skor <6 dan ada riwayat kontak TB maka diberikan profilaksis
 Profilaksis TB: INH 5-10 mg/kgBB/ hari selama 6 bulan
 Cara tes mantoux / uji tuberkulin
Injeksikan PPD serum sebanyak 0,1 ml secara intrakutan (sudut 30°) di
bagian volar lengan bawah sampai terjadi indurasi 6-10 mm. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam kemudian
h. TB pada kehamilan
OAT diberikan kecuali streptomisin
i. TB pada ibu menyusui
Semua OAT aman pada ibu menyusui. Anak diskoring TB
j. TB dengan HIV/AIDS
Regimen sama dengan yang tidak disertai HIV. Pengobatan TB didahulukan
dibanding pengobatan HIV. Pengobatan ARV dimulai tergantung jumlah CD4
dan stadium klinis. ARV nevirapin diganti dengan Efavirenz.
 CD4 < 200 : mulai ARV 2 – 8 minggu dari pengobatan OAT dimulai
 CD4 200 – 350 : ARV dimulai setelah fase intensif selesai
 CD4 >350 : Tunda ARV sampai pengobatan TB selesai
 Stadium klinis 3 + CD4 <350: pertimbangkan mulai ARV sebelum CD4 <200
 Stadium klinis 3 + kehamilan +CD4 <350: mulai ARV
 Stadium klinis 4: mulai ARV
k. TB dengan Hepatitis Akut
Pengobatan TB ditunda sampai hepatitis akut mengalami penyembuhan. Jika
terpaksa maka streptomisin dan etambutol masih diperbolehkan.
l. TB dengan Kelainan Hati Kronik
Jika terdapat peningkatan SGPT / SGOT 3 kali dari normal semua obat TB
dihentikan, jika peningkatan 2 kali nilai normal obat TB dilanjutkan dengan
pengawasan ketat. Pirazinamid tidak boleh diberikan. Regimen menjadi
2RHES/6RH atau 2SHE/10HE
m. TB dengan Gagal Ginjal
Streptomisin dan etambutol dihindari. Regimen 2RHZ/4RH
n. TB dengan DM
Rifampisin mengurangi efektifitas sulfonilurea sehinga dosis OHO perlu
ditingkatkan.
o. TB dengan Meningitis
Perlu ditambahkan kortikosteroid
p. Efek samping obat TB
Obat Efek Samping
Rifampisin  Menurunkan efektifitas KB hormonal
 Menstruasi irreguler
 Urin berwarna merah
 Purpura dan renjatan
 Defisiensi asam folat
 Strong enzyme inducer
 Hepatotoksik
Isoniazid  Neuropati perifer € berikan vit. B6
 Anemia
Pirazinamid  Paling hepatotoksik
 Meningkatkan kadar asam urat
 Nyeri sendi
Ethambutol  Gangguan pengelihatan, Neuritis optik, buta warna pada
anak
Streptomisin  Ototoksik, embriotoksik (kontraindikasi pada ibu hamil),
nefrotoksik

18. Pneumonia
a. Etiologi
Bakteri, virus, jamur, parasit, kecuali M. Tuberculosis. Onset akut biasanya S.
pneumoniae. Pada orang tua atau immunokompromais Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter, jamur.
b. Klasifikas
 Pneumonia komuniti
 Pneumonia nosokomial
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita immunokompromais
c. Tampilan Klinis
 Keluhan
Demam, menggigil, suhu tubuh dapat >40° C, batuk dengan dahak
purulen / mukoid kadang disertai darah, sesak, nyeri dada
 PF
Bagian sakit tertinggal saat bernafas, fremitus mengeras, perkusi
redup, auskultasi terdengar suara bronkovesikuler sampai bronkhial, ronkhi
basah halus hingga ronkhi basar kasar
 Penunjang
o Rontgen thoraks: konsolidasi/ infiltrat dengan air bronkhogram,
biasanya lobaris. Pada bronkopneumonia tampak infiltrat bilateral.
Pneumonia

Bronkhopneumonia
o Leukositosis (AL > 10.000)
d. Penatalaksanaan
Golongan penisilin, beta laktam, sefalosporin, fluorokuinolon
19. Pneumothoraks
a. Definisi
Terdapatnya udara bebas dala rongga pleura, dapat primer (tidak ada
riwayat penyakit / trauma), dan sekunder (riwayat penyakit / trauma, biasanya
disebakan pecahnya bullae akibat TB).
b. Tampilan Klinis
 Sesak, riwayat trauma / penyakit sebelumnya
 Pengembangan dada tidak simetris, fremitus menurun, perkusi hipersonor,
suara nafas menurun
 Rontgen thorkas: tampak daerah lusen, tampak pleural line
Black Books for UKMPPD 28

Pneumothoraks sinistra
c. Penatalaksanaan
WSD / chest tube (di SIC V antara linea axilaris anteroir dan linea axilaris media)
20. Efusi Pleura
a. Definisi
Terisinya rongga pleura oleh cairan. Normalnya hanya 1 ml cairan pleura.
Tipe: hidrothoraks (terisi cairan), hemothoraks (terisi darah), Empiema (terisi
pus), chylothorax (terisi cairan limfe)
b. Klinis
 Keluhan
Sesak (biasanya > 500 ml), nyeri dada, gejala lain sesuai penyebab
 PF:
Pengembangan dada asimetris, fremitus menurun, perkusi redup, suara
nafas menurun, egofoni, pleural friction rub, mediastinal shifting
 Penunjang
Pada rontgen thoraks didapatkan sudut kostofrenikus tumpul

Efusi pleura sinistra


Efusi pleura masif kanan
c. Tatalaksana
 Terapi sesuai penyebab
 WSD
21. Abses Paru
a. Definisi
Terdapatnya kavitas berisi pus pada paru disebabkan oleh infeksi. Bakteri anaerob
(Peptostreptococcus, Fusobacterium) biasanya kronis, aerob (Streptococcus/
staphylococcus) biasanya akut. Dapat berasal dari sekret yang tertelan dari
mulut pada pasien yang menderita ginggivitis atau oral higine buruk.
b. Klinis
 Batuk berdahak, demam, keringat malam, penurunan berat badan, dahak
berbau dan tidak enak, kadang dapat hemoptisis
 Riwayat ginggivitis
 Rontgen tampak kavitas berdinding tebal dengan air-fluid level
(bedakan dengan bulla, pada bulla dinding tipis)

Abses Paru Kanan


c. Tatalaksana
Antibiotik (klindamisin), drainase
Black Books for UKMPPD 30

22. Kanker Paru


 Riwayat merokok
 Keluhan: batuk, sesak, hemoptisis, penurunan berat badan
 Rontgen thoraks / CT scan tampak massa tumor
23. Sindrom Gagal Nafas Akut
Kriteria:
 Dalam satu minggu terdiagnosis klinis atau gejala pernafasan baru atau memburuk
 Rontgen thoraks radioopak bilateral, tak sepenuhnya efusi, lobus paru kolaps
atau nodul
 Gagal nafas tidak berhubungan dengan gagal jantung
 PaO2 / FiO2 : ringan (200 -300 mmHg), sedang (100 – 200 mmHg), berat
(<100 mmHg)

GASTROENTEROHEPATOLOGI

24. Esofagitis
 Terdiri dari reflux esophagitis, infectious esophagitis, pill esophagitis, eosinophilic
esophagitis
 Tampilan klinis: disfagia, odinofagia, heartburn, mual, muntah
 Gambaran radiologi: cobble-stone appearance
25. Akalasia
 Sfingter esofagus tidak bisa relaksasi
 Gejala berupa kesulitan menelan
26. Penyakit Refluks Gastroesofagus dan Laringo-pharyngeal Reflux
 Disebabkan karena sfingter esofagus menutup tidak adekuat sehingga
menyebabkan refluks asam lambung
 Faktor risiko: usia > 40 tahun, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol, coklat,
makanan berlemak, nitrat, teofilin, verapamil, pakaian ketat, sering mengangkat
berat
 GERD: heart burn
 LPR: suara serak, rasa mengganjal di tenggorokan
 Penatalaksanaan:
o PPI (omeprazole)
o Modifikasi faktor risiko
o Makan teratur, porsi sedikit tapi sering, tidur minimal 2 jam setelah makan
27. Dispepsia
 Menurut ROMA III:
o Adanya 1 atau lebih keluhan rasa cepat penuh setelah makan, cepat kenyang,
nyeri ulu hati / epigastrik, rasa terbakar di epigastrium
o Tidak ada bukti kelainan struktural / organik
o Keluhan minimal terjadi 3 bulan
 Alarm Symptom
o Usia > 55 tahun atau dispepsia onset baru
o Penurunan BB yang tidak jelas sebabnya
o Disfagia atau odinofagia
o Anemia
o Muntah persisten
o Teraba massa atau adanya limfadenopati
o Jaundice
o Hematemesis melena
 Drug Induced Dyspepsia
NSAID, CCB, Bifosfonat, Kalium, eritromisin, metronidazole, akarbose
 Penatalaksanaan
o Jika ada alarm simptom € endoskopi (EGD/ esofagogastroduodenoskopi))
o PPI (omeprazole)
o Tes H. pylori dengan urea breath test atau dengan antigen H. pylori.
Jika positif tatalaksana dengan PAC (PPI + amoksisilin + clarytromisin)
atau PMC (PPI + metronidazole + clarytromisin)
28. Ulkus Peptikum
 Etiologi
H. pylori.
 Tampilan klinis: nyeri epigastrium berulang, dipengaruhi makanan
 PF: nyeri tekan epigastrium
 Lokasi
o Ulkus gaster: makanan memicu nyeri dengan segera
o Ulkus duodenum: nyeri berkurang dengan makanan, beberapa jam
kemudian baru timbul nyeri
 Penunjang: endoskopi (EGD) € ulkus
 Penatalaksanaan
PPI , Anti-histamin 2, jika ada H. pylori tatalaksana dengan PAC atau PMC
 Diagnosis Banding: gastritis erosif, dari pemeriksaan EGD € erosi mukosa
29. Kolesistitis, Kolelitiasis, Kolangitis, Koledokolelitiasis
Diagnosis Nyeri Kolik Murphy Sign Demam Ikterik
Kolelitiasis / kolesistolitiasis
+ - - -
Batu pada kantung empedu
Koledokolelitiasis
+ - - +
Batu pada duktus koledokus
Kolesistitis
+/- + + (low) -
Radang pada kantung empedu
Kolangitis
+/- + + (high) +
Radang pada duktus koledokus

 Faktor risiko cholelitiasis: 4F (female, fat, fourty, fertile)


 Trais Charcot (demam, ikterik, nyeri di kuadran kanan atas) € kolangitis
 Murphy sign: ketika dipalpasi/penekanan di kuadran kanan atas abdomen
dan pasien diminta inspirasi, pasien menahan karena kesakitan.
 Alkali Phospatase (ALT) : menilai obstruksi post hepatal
 Gamma GT : menilai obstruksi intrahepatal;
 SGPT, SGOT, LDH : meningkat jika ada kerusakan sel hepar
 Pemeriksaan imaging: USG
Kolesistitis: penebalan dinding
mukosa Kolelitiasis: posterior accoustic
shadow
30. Hepatitis
a. Klasifikasi
 Hepatitis akut: Hepatitis A dan E, menular melalui fekal oral. Jarang
menjadi kronis
 Hepatitis kronik: Hepatitis B dan C, menular lewat darah dan kontak seksual.
Hepatitis B dapat menjadi hepatoma tanpa melalui sirrosis
b. Tampian Klinis
 Stadium I / prodromal (minggu pertama) : flu like symptom
 Stadium II / ikterik (minggu kedua) : ikterik, kencing coklat, kondisi tubuh
baik, nafsu makan baik, hepatomegali teraba tajam, nyeri tekan. Bilirubin
naik € memuncak € turun
 Stadium III / konvalesen (minggu III-IV): KU membaik, bilirubin naik,
SGPT/SGOT turun
c. Penunjang
 Seromarker
o Hepatitis A : IgM anti-HAV (akut), jarang menjadi kronis. IgG anti-HAV
(post infeksi)
o Hepatitis B :
Penanda Serologis Keterangan
HBsAg Infeksi HBV atau pembawa sehat
Anti-HBs Sembuh dan imun
HBeAg Replikasi aktif HBV
Anti-Hbe Replikasi tidak aktif atau integrasi
Anti-HBc IgG Riwayat kontak dengan HBV
HBV DNA Replikasi aktif HBV
DNA-polymerase Replikasi aktif HBV

 Akut: HBsAg (+), IgM Anti-HBc (+), Anti HBc (+), Anti-HBs (-)
 Window period: HBsAg (-), Anti-HBc (+), Anti-HBs (-)
 Sembuh: HBsAg (-), Anti-HBs (+), Anti-HBc (+), Anti-HBe (+)
 Hepatitis kronis: HBsAg (+), HBeAg (+), IgG Anti-HBc (+), Anti-HBe
(-), IgM Anti-HBc (-), Anti-HBs (-)
 Carrier: HBsAg (+), HBeAg (+), Anti-HBc (+), Anti-HBe (+), Anti-HBs (-)
 Imunisasi: Anti-HBs (+), Anti-HBc (-), Anti-Hbe (-)
o Hepatitis C : Anti HCV
 Membedakan akut dan kronik
LFT Hepatitis Akut Hepatitis Kronik
SGOT / SGPT <1 >1
Bilirubin direk ↑↑ ↑
Bilirubin Indirek ↑ ↑
o SGOT ↑ pertanda kronik, SGPT ↑ pertanda akut
o Kronik: rasio albumin / globulin < 1
d. Penatalaksanaan
 Bed rest total
 Diet TKTPK
 Roborantia
31. Hepatoma / Hepatocelluler Carcinoma
a. Etiologi
 Primer
 Sekunder : HBV, HCV
b. Tampilan Klinis
 Riwayat merongkol perut dan pertumbuhan progresif
 Hepatomegali, berbenjol-benjol, nyeri tekan
 USG: nodul, disarsitek
 AFP meningkat (>15)
 Biopsi
c. Penatalaksanaan
 Bed rest
 Diet TKTP
 Roborantia
 Lobektomi
 Sitostatik
32. Sirrosis Hepatis
 Tampilan klinis: sklera ikterik, spider nevi, ginecomastia, atropi testis, palmar eritem,
varises esofagus, splenomegali, kolateral dinding perut, ascites, hemoroid
 Pemeriksaan Fisik: hepar teraba keras, ukuran mengecil, permukaan rata
 SGOT > SGPT, Gamma GT ↑, ALP ↑, bilirubin ↑, hipoalbuminemia
 Komplikasi: ensefalopati hepatik (kelebihan amonia, penurunan kesadaran),
pecah varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, ascites permagna,
endotoxemia
33. Pankreatitis Akut
a. Etiologi
Batu empedu (tersering), alkohol, obat-obatan (estrogen, asam valproat), infeksi
b. Klinis
 Keluhan: nyeri abdomen, mual, muntah, distensi abdomen, demam, ikterik
 PF: nyeri tekan epigastrium, Cullen’s Sign, Turner’s Sign
 Cullen’s Sign: warna kebiruan di sekitar umbilikus akibat hemoperitoneum
 Turner’s Sign: warna blue-red-purple / green brown pada panggul akibat
katabolisme jaringan tersebut
 Amilase dan lipase meningkat > 3x
c. Tatalaksana
 Puasakan
 Pasang NGT
 Antibiotik spektrum luas
34. Karsinoma Pankreas
 Faktor risiko: laki-laki usia > 40 tahun, diet tinggi protein dan lemak, alkohol,
DM, pankreatitis kronik
 Klinis: ikterik, nyeri epigastrium, gejala obstruksi akibat kanker menekan
duodenum
 PF: massa di epigastrium, distensi dan pembesaran kantung empedu yang tidak
nyeri (Courvoiser;s sign)
35. Diare Akut
Dilihat berdasarkan patogen
a. E. Coli
 Gram negatif, anaerobik fakultatif, bentuk batang, bisa ditemukan di intestinal
distal. Pada biakan di agar Mc Conkey didapatkan pertumbuhan koloni
bundar, halus, memfermentasi glukosa.
 Entetotoxin E. coli (ETEC)
Diare tanpa lendir, darah. Riwayat bepergian ke negara berkembang
(makanan tidak higienis).
 Enterohemoragic E.Coli (EHEC)
Diare dapat atau tidak disertai lendir, darah. Riwayat mengkonsumsi
daging ayam, daging sapi, daging babi, dll yang tidak dimasak
 Enteroinvasive E.Coli (EIEC)
Diare disertai lendir, darah. Riwayat konsumsi daging ayam dan susu yang
tidak dimasak, keju.
 Terapi: fluorokulinolon, azitromisin
b. Shigella
 Menyebabkan disentri basiler (shigellosis)
 Bentuk paling berat (fluminan) biasanya disebabkan S. dysentriae
 Diare disertai lendir dan darah, darah > lendir, demam, tenesmus
 Terapi: cotrimoksazol (bisa membunuh shigella dan E. hystolitica),
fluorokuinolon, azitromisin
c. Entamoeba hystolitica
 Menyebabkan disentri amoeba (amoebiasis)
 Diare lendir dan darah, lendir > darah, tenesmus
 Pemeriksaan mikroskopis didapatkan trofozoit dengan sitoplasma mengandung
eritrosit. Kista: berinti empat.

 Jika tidak terdapat pemeriksaan mikroskopis untuk membedakan disentri


basiler atau disentri amoeba, maka dianggap menderita disentri basiler
karena insidensi lebih banyak.
 Dapat menyerang hepar.
 Terapi: metronidazole
d. Vibrio colera
 Menyebabkan Kolera
 Menyebabkan gangguan absorbsi ion klorida
 Riwayat konsumsi makanan laut yang tidak dimasak
 Diare seperti cucian beras, sering dan banyak (profuse)
 Terapi: doksisiklin, tetrasiklin (anak), eritromisin
e. Giardia lambdia
 Menyebabkan giardiasis
 Diare dengan tinja berminyak/berlemak (steatorrhea)
 Mikroskopis: trofozoit dengan 2 nukleus dan 2 aksonema, berflagel
(bentuk seperti layang-layang)

 Terapi: metronidazole
f. Stafilokokus aureus
 Bakteri gram positif, bentuk rantai/coccus, aerob
 Riwayat konsumsi daging ayam, sapi, babi, dll yang tidak dimasak
 Terapi: fluorokuinolon, azitromisin
g. Salmonella thypii
 Bakteri berbentuk batang, berflagel, anaerob, gram negatif
 Demam, mual, muntah, nyeri perut, diare dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah
 Terapi: kloramfenikol, ciprofloksasin, amoxicillin, cotrimoxazole
h. Rotavirus
 Diare cair, kekuningan, tidak disertai darah, disertai demam, nyeri perut
 Terapi: rehidrasi, zinc
i. Balantidium coli
 Protozoa bersilia, mempunyai makronukleus dan mikronukleus, protozoa
terbesar yang menginfeksi manusia
 Riwayat kontak dengan babi atau konsumsi air / makanan yang tercemar
kotoran babi
 Diare lendir darah, profus
 Habitan protozoa di colon ascenden
 Terapi: cairan, metronidazole
j. C. dificle
 Terganggunya flora normal usus karena penggunaan antibiotik
 Diare cair, banyak (profuse)
 Terapi: metronidazole
k. C. botulinum
 Riwayat konsumsi makanan kaleng kadaluwarsa
 Diare, terdapat gangguan saraf (paralisis/ paresis)
 Terapi: metronidazole
36. Iritable Bowel Syndrom
a. Definisi
Gangguan fungsi gastrointestinal tanpa adanya kelainan organik.
b. Tampilan Klinis
Kriteria menurut Roma III:
Adanya nyeri perut atau abdominal discomfort berulang minimal 3 hari per
bulan selama 3 bulan dan diikuti 2 gejala berikut:
 Lega setelah buang air besar
 Perubahan frekuensi buang air besar (konstipasi / diare)
 Perubahan konsistensi tinja
 Perut kembung
 Muccorhea
c. Penatalaksanaan
 Diet tinggi serat, bebas kafein, bebas gluten (kontroversial)
 Terangkan pada pasien bahwa tidak ada gangguan organik (psikoterapi)
37. Iritable Bowel Disease
 Gangguan fungsi GIT disertai kelainan organik
 Terdiri dari Crohn disease dan ulceratif colitis
Crohn Disease Ulceratif Colitis
 Dapat mengenai segmen GIT  Rekuren
manapun  Inflamasi pada seluruh mukosa
 Diare kronik, nyeri perut, lelah, colon dan rektum
penurunan BB  Diare disertai lendir darah
 Inflamasi sampai ke otot GIT  Endoskopi: peningkatan post-rectal
 Bisa terdapat fistula ani, abses, atau space
ulkus
 Endoskopi: cobblestone
appearance

GINJAL DAN HIPERTENSI

38. Infeksi Salurah Kemih


a. Etiologi
Eschercia coli (paling sering), Proteus sp, Klebsiella sp, Staphylococcus sp
b. Klasifikasi
 ISK atas
o Meliputi pielonefritis akut, pielonefritis kronik
o Gejala: demam tinggi, mual, muntah, keram punggung, NKCV (+),
penurunan BB
 ISK bawah
o Meliputi sistitis, sindrom uretra akut, epididimitis, prostatitis
o Nyeri suprapubik, disuria, polakisuria, hematuria, urgensi, tranguria,
nokturia
c. Pemeriksaan Penunjang
Kultur urin dengan midstream urin (urin pancaran tengah)
d. Penatalaksanaan
Minum air putih banyak, fluorokuinolon
39. Gagal Ginjal Akut
a. Perburukan fungsi ginjal yang cepat dan tiba-tiba ditandai dengan oligouria (Urine
output < 0,5 cc/kgBB/jam) atau anuria dan peningkatan kreatinin.
b. Etiologi
 Prerenal
Hipovolemia (diare), edema, penurunan cardiac output, renal vacular
disease (stenosis a. Renalis), NSAID
 Renal
Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, emboli, acute interstitial nefritis (AIN),
acute tubular necrosis (ATN), NSAID, siklosporin
 Post renal
Karena obstruksi: batu ureter, batu uretra, BPH, striktur uretra
c. Kriteria RIFFLE
 Risk: creatitin ↑ 50%
 Injury: creatinin ↑ 100%
 Failure: creatitin ↑ 150%
 Loss: berlangsung >4 minggu
 End-stage: berlangsung > 3 bulan
40. Gagal Ginjal Kronik
a. Definisi
Keadaan klinis yang ditandai penurunan fungsi ginjal secara irreversibel
b. Etiologi
 DM
 Penyakit glomerular: autoimun, infeksi sistemik, obat (NSAID)
 Penyakit vaskular: hipertensi, mikroangiopati
 Penyakit polikistik kistik ginjal
 Keracunan obat (siklosporin, takrolismus)
c. Tampilan Klinis
 Trias CKD: hipertensi, anemia, edema
 Dispneu (edema pulmo)
 Nyeri pinggang menjalar
d. Klasifikasi
Grade I: GFR > 90%
Grade II: GFR 60-89%
Grade III: GFR 30-59%
Grade IV: GFR 15-29%
Grade V: GFR <15%
e. Indikasi CITO HD
Asidosis (pH <7,2), hiperkalemia berat, uremia (ureum > 200), overload
cairan (sesak karena edema pulmo)
40. Sindroma Nefrotik
 Klinis
o Proteinuria (>3 g/24 jam atau dipstik +3)
o Hipoalbuminemia
o Hiperkolesterolemia
o Edema
 Terminologi
o Remisi
Proteinuria negatif 3 hari berturut-turut dalam satu minggu
o Relaps
Proteinuria ≥ +2 3 hari berturut-turut dalam satu minggu
Relaps jarang: kurang dari 2x dalam 6 bulan atau 4x dalam satu tahun
Relaps sering: ≥ 2x dalam 6 bulan atau ≥ 4x dalam setahun
o Dependen steroid
Relaps 2x berurutan saat dosis steroid diturnkan atau 14 hari setelah
dosis steroid dihentikan
o Sensitif steroid
Remisi pada pengobatan steroid dosis penuh selama 2mg/KgBB/hari selama 4
minggu
o Resisten steroid
Tidak terjadi remisi pada pengobatan steroid dosis penuh. Indikasi biopsi ginjal.
41. Sindroma Nefritik
 Disebabkan glomerulonefritis akut
 Klinis: hematuria, proteinuria, hipertensi, penurunan fungsi ginjal, silinder eritrosit
 Biasanya pada anak-anak. Didahului infeksi oleh Streptococcus B hemolitikus
grup A (biasanya faringitis atau impetigo). Reaksi hipersensitifitas tipe 3
(melibatkan komplemen C3)
 Pemeriksaan penunjang dengan ASTO
Black Books for UKMPPD 42

42. Hipertensi
a. Guidline hipertensi menurut JNC8
b. Obat Antihipertensi Oral

Drug Class Examples Other Indication Contraindication


Diuretics
Hydroclorotiazid Diabetes, dyslipidemia, gout,
Thiazid
Chlothalidone hyperuricemia, hypokalemia
CHF due to
Furosemide
Loop Diuretic systolic
Ethacrynic acid dysfunction,
renal failure
CHF due to systolic
Spironolaktone
Aldosterone antagonist dysfunction, Renal failure, hyperkalemia
Eplerenone primary aldosteronism
Amiloride
K retaining
Triamterene
Beta Blockers
Asthma, COPD, 2nd - 3 rd
Atenolol Angina, CHF, post-MI, sinus
Cardioselective degree
Metoprolol tachycardia, ventricular heart block, sick-sinus syndrome
Propanolol Arythmia
Nonselective
Propanolol LA
Labetalol Post-MI, CHF
Combined alpha/beta
Carvediol
Captopril Post-MI, coronarry Acute renal failure, bilateral
ACE inhibitors Lisinopril syndrome, CHF with low EF, renal artery stenosis,
Ramipril nephropathy pregnancy, Hyperkalemia
Losartan CHF with low EF, Acute renal failure, bilateral
Angiotensin II reseptor
Valsartan nephropathy ACE-I cough renal artery stenosis,
blockers
Candesartan pregnancy, Hyperkalemia
Calcium canal blockers / calcium antagonists
Dyhydropyridines Nifedipine Post-MI, SVT, angina 2nd or 3rd heart block
Verapamil
Non-dihydropyridines
Diltiazem

c. Hipertensi Urgensi
o Tekanan darah sangat tinggi (≥ 180/110 mmHg)
o Tidak disertai kelainan / kerusakan organ target
o Terapi dengan antihipertensi oral untuk menurunkan tekanan darah dalam
beberapa jam
d. Hipertensi Emergensi
o Tekanan darah sangat tinggi (≥ 180/100 mmHg)
o Disertai / akan terjadi kerusakan organ target. Harus dibuktikan dengan
pemeriksaan penunjang
o Kerusakan organ target: diseksi aorta akut, edema paru akut, AMI, ACS,
PEB, eklampsia, gagal ginjal akut, ensefalopati hipertensi, SAH, ICH, stroke,
hipertensi post-operatif akut, krisis simpatis
o Terapi dengan antihipertensi IV: nicardipin, clonidin (hati-hati efek rebound)
o Target penurunan tekanan darah 25% MAP dalam satu jam, kemduian
diturunkan secara gradual

KARDIOLOGI

43. Penyakit Jantung Koroner (Acute Corronarry Syndrome / ACS)


 Terdiri dari UAP, STEMI, dan Non-STEMI
 Faktor risiko: usia, riwayat keluarga ACS <55 tahun, rokok, LDL tinggi,
hipertensi, obesitas, DM, stres, physical inactivity
 Klinis: nyeri dada khas (sulit dilokalisir, terasa seperti terhimpit benda berat,
menjalar ke bahu/lengan/dagu), mual, muntah, berkeringat dingin. Berlangsung
>20 menit
 Angina pektoris stabill (tidak termasuk ACS)
Angina “sehari-hari”, sering dirasakan, muncul saat aktifitas, frekuensi beratnya tetapt
sama, membaik dengan istirahat atau nitrogliserin
 Angina pektoris tidak stabil (UAP)
Angina yang pertama kali dirasakan, dirasakan saat istirahat dan lebih dari 20
menit, Angina yang semakin berat (cressendo), tidak membaik dengan istirahat /
nitrogliserin. EKG dapat normal (low risk UA) atau ST Depresi (High risk UA).
Cardiac marker normal
 Non-STEMI
EKG menunjukkan ST Depresi atau T Inverted. Cardiac marker meningkat.
Tidak perlu trombolitik.
 STEMI
EKG menunjukkan ST Elevasi. Cardiac marker meningkat. Perlu trombolitik.
 Trombolitik diberikan pada pasien dengan onset kurang dari 12 jam
 Cardiac markers
Biomarker Meningkat Puncak Kembali ke normal
Myoglobin 1-4 jam 6-7 jam 24 jam
CKMB 3-12 jam 24 jam 48-72 jam
Troponin I 3-12 jam 24 jam 5-10 hari
Troponin T 3-12 jam 12-72 jam 5-14 hari

 Tatalaksana awal (guidline AHA 2014):


o Oksigen bila SaO2 94% atau nafas memendek
o Aspirin 160-320 mg
o Nitrogliserin sublingual / spray. Jangan diberikan pada riwayat infark ventrikel
kanan
o Pain control (morfin, fentanyl)
 Gambaran
EKG Evolusi
STEMI

ST Depresi

o Lokasi infark
Anterior: V1-V6
Anteroseptal: V1-V4
High Lateral: I, aVL, V5,
V6 Inferior: II, III, aVF
Posterior: tampak gambaran resiprokal (biasanya ST depresi) di V1, V2.
Saat dipasang lead posterior tampak ST Elevasi
44. Gagal Jantung
a. Definisi
Suatu kondisi dimana cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh. Hal ini disebabkan oleh remodelling progresif akibat meningkatnya
beban miokard.
Secara fungsi dibagi menjadi gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri. Dapat juga dibagi menjadi gagal jantung sistolik (Ejection fraction <50%) dan
gagal jantung diastolik (EF >50%).
Gagal jantungn akut adalah perubahan kondisi yang cepat dan tiba-tiba dari
seseorang yang telah mengalami gagal jantung sebelumnya.
b. Tampilan Klinis
Gejala Tanda
Gagal jantung kiri  Dyspneu de effort  Diaphoresis
 Orthopneu  Takikardi
 Paroxysmal nocturnal  Suara jantung
dyspneu 2 mengeras
 Fatique  S3 gallop
Gagal jantung kanan  Edema perifer  JVP meningkat
 Right upper quadrant  Hepatomegaly
discomfort  Edema perifer

Jika didapatkan gejala gagal jantung kanan dan kiri maka disebut gagal jantung
kongestif.
c. NYHA Functional Class
I : Sesak saat aktifitas berat (lari, naik
tangga) II : Sesak saat aktifitas lebih
ringan
III: Sesak saat aktifitas sehari-hari
IV: sesak saat istirahat
d. Tatalaksana
Diuretik, ACE-i / ARB, Beta blocker (bila hemodinamik stabil), digoksin, vasodilator
45. Aritmia
 Aritmia adalah kelainan pada frekuensi, regularitas, lokasi asal, atau kondiksi
listrik jantung. Irama sinus normal adalah irama yang dicetuskan oleh nodus
sinus (sinoartrial node) yang kemudian diteruskan ke AV node, berkas hiss,
cabang berkas kanan dan kiri, serabut purkinje, kemudia ke ventrikel dengan
irama yang reguler dan frekuensi 60-100 x/menit. Selain dari itu disebut
aritmia.
 Aritmia dibagi menjadi supraventrikular dan ventrikular. Dalam ekg aritmia
supraventrikular ditandai dengan kompleks QRS yang sempit, sedangkan
aritmia ventrikuler ditandai dengan kompleks QRS yang lebar.
 Aritmia supraventrikel tersering: sinus bradikardia, sinus takikardia, paroksismal
supraventrikular takikardi, atrial fibrilasi, atrial flutter
 Aritmia ventrikular tersering: ventrikel takikardia dan ventrikel fibrilasi
 Aritmia letal atau yang dapat menyebabkan kematian adalah VF, VT pulseless,
PEA, dan asistol
 Sinus bradikardia

o Irama berasal dari SA node


o Dipengaruhi oleh sistem simpatis
o Frekuensi <60 x/menit
o Gelombang P diikuti kompleks QRS. Interval P-R <0,2 detik, kompleks QRS
sempit (< 0,12 detik)
o Terapi diberikan atropin
 Sinus takikardia

o Irama berasal dari SA node


o Dipengaruhi oleh sistem simpatis
o Frekuensi >60 x/menit
o Gelombang P diikuti kompleks QRS. PR interval <0,2 detik, kompleks QRS
<0,12 detik
 Paroksismal supraventrikular takikardia

o Irama berasal dari atrium


o Disebabkan oleh adanya siklus reenterant
o Frekuensi 150 – 250 x/menit
o Gelombang P sulit terlihat, jika terlihat biasanya retrograd (setelah QRS)
o Interval R-R reguler, kompleks QRS <0,12 detik
 Atrial fibrilasi

o Irama berasal dari berbagai tempat di atrium


o Gelombang P sejati (P yang berasal dari SA node) tidak nampak
o Gelombang P jauh lebih banyak dibanding kompleks QRS
o Interval R-R irreguler
o Kompleks QRS <0,12 detik
 Atrial flutter

o Irama berasal dari atrium


o Akibat adanya siklus reenterant
o Tidak ada gelombang P sejati
o Seperti gambaran gergaji
o Perbandingan jumlah gelombang P dan kompleks QRS bisa 1:2, 1:3, 1:4
dst. Jumlahnya reguler
o Interval R-R reguler
o Kompleks QRS <0,12 detik
 Ventrikel Ekstrasistol (VES) / Premature Ventricular Contraction (PVC)

o Gelombang ventrikel yang muncul diantara gelombang sinus


o VES jarang (<5 x/menit), VES frekuen (>5 x/menit)
o VES multifokal: terdapat berbagai bentuk VES dalam satu lead
o Tidak ada gelombang P sebelum muncul irama ventrikel
o Kompleks QRS >0,12 detik
 Ventrikel takikardia

o Irama berasal dari ventrikel


o Frekuensi 120 – 200 x / menit
o Dapat monomorfik atau polimorfik
o Denyut nadi bisa ada atau hilang
o Tidak ada gelombang P. Kompleks QRS > 0,12 detik
 Ventrikel fibrilasi

VF halus (fine VF)

VF kasar (coarse VF)


o Irama berasal dari ventrikel
o Tanpa nadi (pulseless)
 Pulseless Electrical Activity
Segala bentuk irama dimana irama tersebut tidak menghasilkan denyut jantung
 Penatalaksanaan
Black Books for UKMPPD 52
Black Books for UKMPPD 53

46. Blokade Konduksi


 Blokade konduksi adalah obstruksi atau hambatan impuls listrik di sepanjang
jalur normal konduksi
 Blokade konduksi yang banyak ditemui diantaranya adalah AV block
 AV block dibagi dalam 3 derajat
 AV Block derajat I

o P-R interval melebar (>0,2 detik)


o Semua denyut dihantarkan ke ventrikel
o Tidak ada drop beat (gelombang hilang)
o Bisa terjadi pada orang sehat
 AV Block derajat II tipe 1 / Weekenbach

o P-R interval memanjang secara progresif kemudian disusul dengan


adanya drop beat
o Bisa terjadi pada orang sehat
 AV Block derajat II tipe 2

o P-R interval sama, namun tiba-tiba muncul drop beat


 AV Block derajat III

o Tidak ada impuls dari SA node yang dihantarkan ke ventrikel


o Gelompang P dan kompleks QRS berjalan sendiri-sendiri
o Etiologi: infark miokard inferior atau anterior

47. Endokarditis
 Proses peradangan pada endokardium oleh karena infeksi
 Biasanya mengenai katup mitral dan aorta
 Klinis:
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Duke (2 kriteria mayor/ satu mayor 3
minor/ 5 minor)
Kriteria mayor:
o Kultur darah positif untuk organisme penyebab endokarditis (strep. Viridins /
bovis, HACEK, enterococcus, staph. Aureus tanpa fokus primer di tempat
lain) yang di ambil dari 2 waktu berbeda
o Ekokadriografi menunjukkan adanya gambaran seperti terombag-ambing
pada katup, biasanya di katup mitral

Kriteria minor:

o Faktor predisposisi atau penggunaan obat IV


o Demam >38 °C
o Fenomena vaskular: emboli, intracranial bleeding, perdarahan konjungtiva,
Janeway lession
o Fenomena immunologis: osler node, glomerulonefritis, Roth spots,
rheumatoid factor
o Microbiological evidence: kultur darah positif tapi tidak memenuhi kriteria mayor
 Tatalaksana
Penisilin G
48. Demam Rematik
 Infeksi Grup A Streptococcus B Hemolitikus € terbentuk antibodi € 1-3 minggu
kemudian antibodi tersebut menyebabkan kerusakan pada katup jantung, sendi,
jaringan subkutan, dan ganglia basalis
 Diagnosis ditegakkan dengan kriteria Jones:
1 required criteria + 2 major criteria atau 1 required criteria + 1 major criteria +
2 minor criteria
 Required Criteria: bukti terdapatnya infeksi streptococcus (ASTO (+) )
 Major Criteria:
o Carditis
o Poliarthritis
o Chorea
o Erytema marginatum
o Nodul subkutan
 Kriteria minor:
o Demam
o Atrhalgia
o Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik
o Reaktan fase akut: Leukositosis/ CRP/ ESR
o Interval P-R memanjang
 Tatalaksana:
o Antibiotik (benzathine penisilin / sulfadiazine)
o Salisilat
o Steroid
o Diazepam bila terjadi Sydenham’s chorea
49. Diseksi Aorta
 Masuknya darah ke dalam tunika intima aorta akibat lapisan dinding aorta terpisah
(tunika intima terpisah dari tunika media)
 Riwayat DM dan Hipertensi
 Tampilan klinis:
o Keluhan:
Nyeri dada menjalar ke punggung/ intrascapular/ leher, sinkop, stroke,
perubahan status mental
o Pemeriksaan Fisik:
Hipotensi/ hipertensi, perbedaan tekanan darah lengan kanan dan kiri,
takikardi, denyutan pada epigastrium
o Pemeriksaan Penunjang:
Rontgen toraks, EKG, echocardiografi, CT-Scan, MRI
 Tatalaksana:
o Medikamentosa: antihipertensi (Beta bloker IV pilihan pertama), analgetik
narkotik
o Pembedahan

50. Penyakit Arteri Perifer (PAD)


 Tersumbatnya aliran darah arteri perifer oleh karena aterosklerosis
 Tampilan klinis:
o Claudicatio (nyeri pada ekstremitas bawah saat aktifitas akibat
kurangnya suplai oksigen ke otot)
o Berukrang dengan istirahat.
o Nyeri selalu dirasakan pada kelompok otot yang sama
51. Thromboangitis Obliterans (Buerger’s Disease)
 Terbentuknya trombus hingga terjadi oklusi pada end arteri
 Berhubungan erat dengan riwayat merokok
 Tampilan klinis:
o Usia <45 tahun
o Keluhan terjadi pada end arteri (jari-jari)
o Claudicatio (nyeri pada otot saat aktifitas karena kekurangan suplai darah)
o nyeri saat istirahat
o ulkus, ganggrene
52. Deep Vein Thrombosis
 Diakibatkan karena gangguan aliran darah (statis, kurang gerak, imobilisasi)
 Lokasi tersering di ekstremitas bawah
 Unilateral
 Klinis: nyeri, bengkak, kemerahan, tidak ada penyebab lainnya
 Homan Sign: ketika posisi kaki ekstensi, kemudian dilakukan dorsofleksi
pedis, maka akan terlihat bendungan
 Tatalaksana:
o Antikoagulan (heparin, dll)

RHEUMATOLOGI

53. Gout Artritis


 Merupakan artrhritis yang disebabkan karena terdapatnya kristal urat di
dalam cairan sinovial.
 Klinis:
o Onset akut
o Paling sering monoartikuler
o Paling sering mengenai sendi kecil (tangan, kaki, jari-jari), bisa juga
mengenai lutut
o Serangan akut dapat dicetuskan oleh konsumsi alkohol, konsumsi makanan
tinggi purin, trauma, dehidrasi, obat-obatan (diuretik)
o Gejala akut: nyeri, bengkak, kemerahan, dapat disertai demam
o Dapat ditemukan tofus dan podagra (bengkak, nyeri pada
metatarsophalangeal I, sebagai inisial artritis pada 50% kasus)
o Dari pemeriksaan lab dapat ditemui hiperurisemia
 Diagnosis banding
o Psuedogout
Monoartikuler, biasnya menyerang sendi besar, terdapat kristal calsium
phospat dari biopsi, dapat ditemukan kalsifikasi pada tulang rawan
o Septic arthritis
Monoartikuler, paling sering menyerang lutut, leukositosis (>50.000), kultur
(+), tidak ditemukan kristal
 Tatalaksana
o Akut
NSAID, kortikosteroid, kolkisin (uricosuric agent)
o Preventif
Alopurinol, probenecid
54. Osteoartritis
 Kerusakan sendi akibat proses degenerasi
 Faktor risiko : usia >50 tahun, obesitas, pada orang dengan penggunaan
sendi yang berlebihan, riwayat imobilisasi
 Klinis
o Onset perlahan
o Dapat mengenai sendi lutut (tersering), pinggang, vertebra, dan jari
o Biasanya poliartritis
o Gejala umum: nyeri terutama bila digerakkan, pengurangan ROM, kekakuan
(biasanya di pagi hari / morning stiffnes) <30 menit. Krepitasi
o Pada OA di tangan dapat ditemukan nodul khas yaitu Heberden’s node
(nodul pada DIP (distal interphalanx)) dan Bouchard’s node (nodul di PIP (
proksimal interphalanx))
o Temuan radiologis dapat berupa osteofit dan penyempitan celah
sendi, deformitas
 Tatalaksana
NSAID (lebih bagus yang dominan menghambat COX2 seperti diklofenak,
meloksikam), glucosamin, chondroitin sulfat. Pada penderita gastritis diberikan
NSAID selektif menghambat COX2 yang tidak mengganggu sistem proteksi
lambung (seloksib, rofekoksib, lumirakoksib)
55. Rheumatoid Arthritis
 Merupakan inflamasi sendi kronis yang belum diketahui pasti penyebabnya
 Kriteria diagnosis ACR
Kriteria 1-4 harus ada minimal selama 6 minggu
1) Morning stiffness
2) Artritis melibatkan 3 sendi atau lebih
3) Atritits pada sendi-sendi tangan
4) Atritits simetris
5) Nodul rheumatoid
6) Rheumatoid faktor positif
7) Perubahan radiografis
 Tanda khas RA akibat deformitas sendi:
o Boutonniere deformity (pada jempol tangan)
o Swan neck (jari seperti leher angsa)
o Ulnar deviation
 Tatalaksana
NSAID, Kortikosteroid, DMARDs (metrotrexate)
56. Osteoporosis
 Osteroporosis merupakan penyakit tulang sistemik dimana terjadi penurunan
massa tulang dan perubahan microarcithectural tulang yang menyebabkan tulang
menjadi rapuh
 Faktor risiko: usia tua, wanita, defisiensi estrogen, merokok, penggunaan
jangka lama steroid , penggunaan jangka lama hormon tiroid
 Klinis biasanya pasien datang dengan fraktur patologis (fraktur dimana pada
orang normal dengan beban tulang tersebut tidak terjadi fraktur) atau kifosis
(bungkuk)
 Bone Mineral Density / BMD
Normal ≥ -0,1
Osteopenia antara -0,1 sampai -2,5
Osteoporosis ≤ -2,5
 Tatalaksana
Perubahan gaya hidup, suplemen kalsium, vitamin D, estrogen, paratyroid hormon
57. Systemic Lupus Erythematosus
 SLE merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi kronik yang
dapat mengenai banyak organ
 Kriteria diagnosis menurut ACR
Diagnosis ditegakkan minimal ada 4 kriteria dari 11 kriteria
o Malar rash: bercak kemerahan seperti kupu-kupu pada wajah
o Discoid rash: lesi patch eritem dengan skuama dan krusta
o Fotosensitifitas
o Ulkus oral
o Arthritits: ≥ 2 sendi perifer, bengkak, nyeri
o Serositis: pleuritis, pericarditis
o Renal disorder: persisten proteinuria, celluler cast
o Neurologic disorder: kejang tanpa sebab lainnya, psikosis tanpa sebab lainnya
o Hematologic disorder: anemia hemolitik, leukopenia
o Immunological disorder: Anti-DNA, anti-SM, antiphospolipid antibody
o Antinuclear antibody
 Tatalaksana
Antimalaria (klorokuin), steroid, NSAID
58. Osteitis Deformans (Paget’s Disease)
 Terjadi penghancuran tulang kemudian terjadi remodeling yang tidak terorganisir
 Biasanya mengenai tulang axial, vertebra, tengkorak, pelvis, femur, tibia
 Klinis: nyeri tulang, deformitas, osteoarthritis, gangguan neurologis (karena
penekanan saraf)
 Gambaran radiologis ditemukan osteolitik dan pembentukan tulang berlebihan
yang irreguler / tidak terorganisir

HEMATOONKOLOGI

59. Anemia
a. Definisi
Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan dari massa sel darah
merah. Indikatornya menggunakan kadar haemoglobin
 Balita (0,5 – 4,9 tahun) : < 11 g/dl
 Anak (5 – 11,9 tahun) : < 11,5 g/dl
 Wanita sedang menstruasi : < 12 g/dl
 Wanita hamil : < 11 g/dl
 Laki-laki : < 13 g/dl
b. Klinis
 Gejala umum anemia adalah mudah lelah, pucat, berdebar-debar,
tinitus, sesak, pusing, konjungtiva pucat.
 Indikasi transfusi bila Hb < 7 g/dl
c. Klasifikasi
Anemia

Mikrositik Normositik normokromik Makrositik


Hipokromik

Besi Serum Retikulosit Defisiensi Asalm folat

N/↓ Defisiensi
↓ N ↑ B12

ADB Thalassemia Anemia Hemolitik Aplastik

Penyakit Kronik Sideroblastik Perdarahan Akut Leukemia,etc


 Istilah:
o Anemia makrositik: MCV, MCHC ↓
o Anemia normositik: MCV, MCHC normal
o Anemia Makrositik: MCV ↑
o Mean Corpuscular Volume (MCV) :ukuran volume rata-rata eritrosit
o Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH): jumlah rata-rata hemoglobin
dalam eritrosis
o Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC): ukuran rata-rata
konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit
o Ferritin adalah cadangan besi intraseluler
o Total Iron Binding Capacity (TIBC) adalah kapasitas darah untuk
mengikatkan besi dengan transferin
 Anemia Hipokromik Mikrositik
Anemia Mi-Hi

Besi Serum

Menurun Normal

TIBC ↑, Feritin TIBC ↓, Feritin N/↑ Feritin Normal


Besi sumsum tulang Besi


negatif
sumsum tulang positif Elektroforesis
RingHb
Sideroblastik dalam sumsum tulang

ADB Hb A2↑, HbF ↑


Anemia akibat penyakit kronik Anemia Sideroblastik

Thalassemia Beta

o Anemia Defisiensi Besi


 Kurang asupan besi, penyakit cacing tambang
 MCV ↓, MCHC ↓, TIBC ↑, Feritin ↓
 Apusan darah: anemia Mikrositik Hipokromik, Central Pallor (bagian
tengah yg pucat / cekung pada eritrosit) melebar, sel pensil (+).
 Terapi: ferrous sulfat 3x200 mg. Ferrous sulfat 325 mg = 65 mg besi
elemental. Ferrous gluconat 325 mg = 38 mg besi elemental
 Edukasi untuk makan makanan yang banyak kandungan besi (daging,
ati, dll)
 Menurunkan absorbsi besi: antasida, fitat (sereal), tanin (teh), fosfat
 Meningkatkan absorbsi besi: sitrat, fruktosa, asam askorbat (vit. C)
 Eefek samping SF: gastric upset € berikan dosis awal kecil
 Target Hb meningkat 1 g/dl tiap 2-3 minggu
o Anemia Akibat Penyakit Kronik
 Terjadi gangguan utilitas besi
 Dapat normositik-normokromik atau mikrositik-hipokromik
 TIBC ↓, Ferritin N / ↑
o Thalassemia
 Akibat gangguan pada hemoglobin (hemoglobinopathy)
 Terdiri dari Thalassemia alpha dan beta (lebih parah)
 Penyakit yang diturunkan
 Tampilan Klinis
Riwayat keluarga (+), ikterik, deformitas tulang, splenomegali, onset
biasanya pada anak-anak
 Penunjang
 Apusan darah: mikrositik-hipokromik, sel target, anisositosis,
poikilositosis
 Bilirubin indirek meningkat
 Elektroforesis Hb (Gold Standart): HbA2↑ , HbF
 Penatalaksanaan: transfusi berkala + iron chelating
o Anemia Sideroblastik
 Genetk (X linked)
 Ketidakmampuan mengubag besi tidak bisa menjadi hemoglobin
 Pada Aspirasi sumsum tulang (BMP) ditemukan ring sideroblast
 Anemia Normokromik Normositik
 Anemia aplastik :
o Akibat defek intrinsik dari sel hemopoietik, trauma eksternal pada sel
hemopoietik, defek stroma
o Tidak ada organomegali
o Pansitopenia
o BMP: gambaran hipoplastik
 Anemia hemolitik
o Klinis: anemia, ikterik, splenomegali, retikulosit ↑, bilirubin direk ↑
Hemolisis

Penyebab

Intrinsik Ekstrinsik

Membran Enzim Hemoglobin Autoimun Infeksi Microangiopa thy

Hereditary sperocyte G6PD Thalassemia Sickle Cell Warm Malaria, etc


Prostetic valve, ITP, DIC,
defisiensi

Osmotic fragility test G6PD assay Hb Elektroforesis Cold

o Hereditary Sperocyte
 Permeabilitas Na menigkat € peningkatan glikolisis € penurunan lemak
intrinsik € membran menjadi rapuh, bentuk sel menjadi sferis €
penghancuran prematur di lien
 Apusan darah : sel berbentuk sferis (central pallor menghilang)
 Osmoti fragility test
 Tatalaksana dengan splenektomi
o Defisiensi G6PD
 G6PD: enzim yang berfungsi melindungi eritrosit dari kerusakan oksidatif
 Pencetus: infeksi (paling sering), obat (antimalaria, sulfonamid, aspirin)
 Apusan darah tampak Bite cell (sel seperti tergigit), Heinz body
(tampak badan iklusi di dalam eritrosit)
o Anemia Sickle Cell
 Pada apusan darah ditemukan eritrosit berbentuk bulan sabit (sickle cell)
o Autoimune Hemolytic Anemia (AIHA)
Warm Cold
Eritrosit berikatan pada 37° C 0 – 4° C
suhu Klinis  Akut dan berat  Post infeksi
 Penyakit kolagen, idiopatik  Idiopatik
Antibodi yang terlibat IgG IgM dengan komplen C3
Mekanisme Ekstravaskular hemolisis Intravaskular hemolisis
Apusan Darah Sferosit (central pallor Cold aglutinin (eritrosit
menghilang) menggumpal)
Tatalaksana  Kortikosteroid  Menghindari dingin
 Splenektomi

 Coomb’s Test merupakan tanda anemia hemolitik


o Microangiopathic Anemia
 Disebabkan penyakit mikrovaskular (ITP, DIC), katup jantung buatan,
trauma, implanted devices
 Anemia Makrositik
o Karena defisiensi asam folat (post-OP GIT, gangguan lambung yang
menyebabkan defisiensi faktor intrinsik untuk membantu penyerapan B12),
asam folat, penyakit hepar
o Glositis (pada defisiensi B12)
o Apusan darah: eritrosit makrositik, hipersegmented netrofil
60. Immune Thrombocytopenic Purpura
 Akibat adanya antibodi anti-platetel
 Akut < 3 bulan (biasanya pada anak, berhubungan dengan infeksi virus), kronik >
3 bulan (pada dewasa)
 Tampilan Klinis:
o Petekiae, purpura, ekimosis
o Biasanya didahului infeksi 1-2 minggu sebelumnya
o Tidak ada organomegali
 Penatalaksanaan
o Steroid (metilpredinsolon, prednison) jika AT < 30.000 atau AT <50.000
dengan risiko perdarahan
o IvIg jika mengancam jiwa, atau anak dengan AT <20.000 disertai perdarahan
61. Disseminated Intravascular Coagulation
 Adanya aktivasi sistem koagulasi sistemik, dimana terjadi penumpukkan fibrin
dan menimbulkan trombus-trombus di mikrovaskular yang menyebabkan
iskemia dan gangguan organ. Akibat aktivasi sistem koagulasi secara masif,
terjadi kekurangan faktor koagulasi dan platelet yang dapat menyebabkan
perdarahan.
 DIC dipicu oleh berbagai keadaan, yaitu: sepsis, infeksi, keganasan, emboli
air ketuban, eklampsia, trauma, snake bite, transfusi, dll
 Klinis:
o Perdarahan (tersering)
o Gangguan kulit (purpura, sianosis, ganggren)
o Gangguan ginjal (asidosis, azotemia, hematuria, oligouria)
o Gangguan hepar
o Gangguan pernafasan (ARDS, pleural friction rub)
o Gangguang SSP (gangguan kesadaran, TIA)
o Syok
 Penunjang:
Bleeding time ↑, PT ↑, APTT ↑, trombositopenia, fibrinogen ↓, D-dimer ↑
62. Evaluasi Laboratorium Gangguan Perdarahan
 Hitung trombosit (AT)
Pemeriksaan kuantitatif trombosit
 Bleeding Time (BT)
Pemeriksaan kualitatif trombosit
 Clotting Time (CT)
Pemeriksaan untuk mengevaluasi faktor koagulasi (tidak spesifik)
 Protrombin Time (PT) atau International Normalized Ratio
(INR) Pemeriksaan untuk mengevaluasi faktor ekstrinsik
(faktor VII)
 Active Partial Thromboplastin Time (APTT)
Pemeriksaan untuk mengevaluasi faktor intrinsik (VIII, IX, X, XI, XII)
 Trombin Time (TT)
Pemeriksaan untuk mengevaluasi pembentukan fibrin (jalur bersama)
 Fibrinogen
Pemeriksaan untuk mengevaluasi fibrinolitik
 Fibrin Degradation Product / D-dimer
Pemeriksaan untuk mengevaluasi fibrinolitik
63. Polisitemia
 Peningkatan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin
 Primer
o Contoh: polisitemia vera
o Diakibatkan keganasan yang menyebabkan peningkatan jumlah eritrosit
o Eritropoietin normal atau menurun
o Peningkatan AE, AT, dan AL
o Splenomegali
 Sekunder
o Diakibatkan peningkatan stiumulasi oleh eritropoietin yang disebabkan
oleh hipoksia atau keganasan pada ginjal
64. Leukemia
Akut Kronik
Hb Anemia Anemia
AL Leukositosis Leukositosis
AT Trombositopenia N / trombositosis
Trombositopenia pada CML blast crisis
Diff. Sel blast (nucleoli +) Granulosit immatur
Count
AML ALL CML CLL
-90% pada anak -lebih sering Pada dewasa >50 tahun,
dan dewasa pada anak-anak dengan Limfositosis >50.000
-myeloblast -limfoblast ≥20% Philadelphia
≥20% cromoson
-aur rod (+)

65. Limfoma
 Tumor padat di jaringan limfoid
 Klinis:
o tumor padat, kenyal, terfiksir, tidak nyeri
o B symptom (lebih dominan pada Hodgkin): BB turun, lemas, demam,
keringat malam
 Hodgkin limfoma
Histopatologi: Reed Stenberg cell (owl’s eyes)
 Non-Hodgkin limfoma (Burkitt limfoma)
Histopatologi: Starry Sky
 Diagnosis banding
o Limfadenitis akut
Berhubungan dengan infeksi akut di daerah sekitarnya
o Limfadenitis kronik
Histopatologi didapatkan limfosit matur, uniform, tidak ada sel blast
o Limfadenitis TB
Riwayat TB, histopatologi gambaran perkejuan, tuberkel, sel datia langhans
66. HIV/AIDS
 Penularan melalui darah dan hubungan seksual
 Klinis: curiga pada diare kronik, kandidiasis oral, infeksi oportunis lainnya, BB turun
 Penegakkan dengan pemeriksaan HIV (ELISA, western blot), penilaian
selanjutnya untuk menentukan terapi dengan menggunakan CD4
 Tahapan Infeksi HIV
o Infeksi HIV akut € 2-6 minggu setelah infeksi € sindrom retroviral akut / flu
like symptom. Window period hingga 3 bulan € sudah dapat
menularkan HIV, pemeriksaan antibodi negatif
o Infeksi HIV asimptomatik (masa laten): tidak ada gejala, tetapi pemeriksaan
antibodi positif, dapat positif sampai 10 tahun
o Limfadenopati persisten menyeluruh € nodus limfe berdiameter >1 cm pada
dua atau lebih daerah ekstrainguinal selama lebih dari 3 bulan
o Infeksi simptomatik (AIDS) € CD4 <200
 Stadium Klinis HIV
o Stadium I
Tidak ada gejala, limfadenopati generallisata persisten
o Stadium II
BB turun <10%, infeksi saluran nafas berulang, herpes zooster, ulkus
oral berulang, ruam kulit, dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku
o Stadium III
BB turun >10 %, diare kronis >1 bulan, demam menetap, kandidiasis
oral menetap, oral hairy leukoplakia, TB paru, infeksi bakteri berat,
stomatitis, ginggivitis, anemia, netropenia, trombositopenia
o Stadium IV
Sindrom wasting HIV (BB turun >10% + diare kronik >1 bulan +
demam >1 bulan), PCP, TB ekstraparu
 Tatalaksana
o Kriteria mulai ARV: CD4 <350, stadium klinis 3-4, HVI dengan TB, HIV
dengan Hepatitis B, Ibu hamil HIV
o Anjuran pengobatan lini pertama:
 AZT (Zidovudin) + 3TC (Lamifudin) +NVP (Nevirapin)
 AZT + 3TC + EFV (Efavirenz) : pada TB dan Hepatitis B kronik
 Toxoplasmosis pada HIV
Gambaran CT Scan: lesi nodular, ring enhancement, edema cerebri, 75%
pada ganglia basalis.

INFEKSI TROPIS

67. Demam Dengue dan Berdarah Dengue


a. Etiologi
Virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti
b. Klasifikasi
DF/DHF Grade Gejala dan Tanda Lab
DF Demam dengan minimal dua gejala di bawah ini:  AL ≤5000
 Sakit kepala  AT ≤ 150.000)
 Nyeri retro-orbital  Peningkatan hematokrit
 Mialgia 5% - 10%
 Athralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Tidak ada manifestasi kebocoran plasma
DHF I  Demam dengan manifestasi perdarahan  AT < 100.000
(Uji torniket positif)  Hematokrit meningkat
 Ada kebocoran plasma (efusi pleura, ≥20%
asites, hipoproteinemia)
DHF II Grade I + perdarahan spontan (epistaksis,  AT < 100.000
perdarahan gusi, hematemesis, melena)  Hematokrit meningkat
≥20%
DHF III / DSS Grade I dan II + kegagalan sirkulasi (nadi  AT < 100.000
lemah,
 Hematokrit meningkat
tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi)
≥20%
DHF IV / DSS Grade III dengan nadi dan tekanan darah tidak  AT < 100.000
teraba  Hematokrit meningkat
≥20%

c. Penunjang
 NS1 (antigen virus): dapat dideteksi sejak hari pertama setelah gejala
muncul, menghilang sejak hari ke 5
 IgM anti-dengue : dapat dideteksi sejak hari ke 3-5 setelah gejala muncul
 IgG anti-dengue : dapat dideteksi sejak hari ke 7 setelah gejala muncul
d. Tatalaksana
o DHF grade I – II
Cairan kristaloid (lebih baik ringer asetat karena tidak membebani hepar)
Anak (ml/KgBB/jam) Dewasa (ml/jam)
Maintenance 3 40-50
Manitenance + 5% 5 80-100
defisit
Maintenance + 7% 7 100-120
defisit
Maintenance +10% defisit 10 300-500

Cek laboratorium tiap 6 jam


o DHF grade III
ABC. Kristaloid 10 cc/kgBB/jam dalam untuk 1 – 2 jam. Jika ada
perbaikan cairan diturunkan. Jika tidak ada perbaikan pertimbangkan koloid
atau transfusi WB atau PRC
o DHF grade IV
ABC. Kristaloid 10 cc/KgBB dalam 10-15 menit. Jika ada perbaikan
lanjutkan seperti pada grade III
68. Demam Tifoid
a. Etilogi
Salmonella thypii / parathypii
b. Klinis
 Minggu ke-1: demam yang perlahan-lahan bertambah tinggi, menggigil,
anoreksia, malaise, nyeri kepala frontal, lidah kotor, konstipasi, kembung,
nyeri abdominal ringan difus, hepatosplenomegali
 Minggu ke-2: demam mencapai plateau, insomnia, mengigau, bradikardia
relatif, diare, perdarahan GI
 Minggu ke-3: tampilan klinis bertambah berat, sering terjadi status tifoid
(penurunan kesadaran / psikosis). Perforasi tetapi jarang
c. Penunjang
 Darah: leukopenia, trombositopenia, anemia
 Kultur
o Minggu 1-2: darah (dalam agar empedu)
o Minggu ke-2: feses
o Minggu 3-4: urin
 Widal
Mulai positif pada akhir minggu pertama. Diagnosis ditegakkan apabila ada 4
kali lipat peningkatan titer dalam pemeriksaan ulang 5-7 hari. Atau
peningkatan titer O sebanyak 1:200
 Igm anti-salmonella (TUBEX), sensitifitas dan spesifitas tinggi
d. Tatalaksana
 Lini pertama: kloramfenikol 4x500 mg sampai 7 hari bebas demam,
tetapi kontraindikasi pada AL < 2000. Kloramfenikol pada ibu hamil
menyebabkan grey baby syndrome
 Lini kedua: flurokuinolon (kontraindikasi pada usia < 18 tahun)
 Ibu hamil: amoksisilin.
69. Malaria
a. Definisi
Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan adanya bentuk aseksual dalam darah. Penyakit ini
disebarkan oleh vektor nyamuk Anopheles
b. Klinis
 Ringan
Demam menggigil disertai keringat dingin, sakit kepala, anemia,
splenomegali, dan ada riwayat bepergian ke daerah endemis.
Pola demam:
Vivax dan ovale : tertiana (tiap 48 jam)
Malariae : kuartiana (tiap 72 jam)
Falciparum : demam sepanjang hari / tidak teratur
 Berat (hanya disebabkan oleh falciparum)
Malaria serebral, anemia berat, gangguan pernapasan, gagal ginjal
 Black water fever: demam, urin berwarna gelap, lab pansitopenia
 Cerebral malaria: gangguan kesadaran, funduskopi: retinal whitening
c. Penunjang
 Pemeriksaan penunjang dengan apusan darah (tebal / tipis) dengan pengecatan
Giemsa
 Dikatakan negatif apabila dalam 3x pemeriksaan tidak ditemukan
plasmodium
Jenis Apusan darah
Falciparum:
 Intraeritrosit berbentuk cincin,
terletak marginal (acole)
 Titik Maurer pada eritrosit
 Bentuk Headphone (tropozoit)
 Gambaran stary sky (merozoit)
 Gametosit berbentuk
sabit/pisang/sosis
 Tidak punya hipnozoit (stadium
tidak lengkap)

Vivax:
 Eritrosit membesar, bentuk
ameboid, terdapat titik
Schuffner
 Gametosit berbentuk bulat
 Ditemukan skizon berisi 12-
24 merozoit
 Mempunyai hipnozoit (fase
dorman yang akan
bersembunyi di hepar dan
dapat aktif kembali)

Ovale
 Hampir sama dengan vivax,
namun eritrosit berbentul
oval
 Skizon berisi 8-12 merozoit
 Mempunyai hipnozoit
Malariae
 Eritrosit yang terinfeksi
ukurannya lebih kecil, band
form atau basket form.
 Ziemann’s dot € skizon
 Merozoit dan skizon berbentuk
rosset
 Tidak punya hipnozoit
(stadium tidak lengkap)

d. Tatalaksana
 Falsiparum
o Lini pertama : ACT (3 hari) + primakuin (3 tablet single dose)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (3 tablet single dose) +
doksisiklin/tetrasiklin (7 hari)
 Vivax / ovale
o Lini pertama : ACT (3 hari) + primakuin (1x1 tablet selama 14 hari)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (1x1 tablet selama 14 hari)
 Malariae
o Lini pertama : ACT (3 hari)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (14 hari) + doksisiklin (7 hari)
 Malaria berat (falsiparum): Artesunat IV atau artemether IM
 Wanita Hamil
o Trimester I : kina + klindamisin (falsiparum), kina saja (vivax/ovale)
o Trimester II - III : ACT
 Profilaksis
o Sensitif klorokuin :
klorokuin 2 tab /minggu dari 1 minggu sebelum berangkat ke daerah
endemis hingga 4 minggu setelah kembali
o Resisten klorokuin :
 doksisiklin 1x1 dua hari sebelum hingga 4 minggu setelah kembali.
 Meflokuin 250 mg /minggu sejak 3 minggu sebelum keberangkatan.
 Indonesia termasuk resisten klorokuin.
 Keterangan
ACT: artemisinin combination therapy (dihidroartemisinin + piperakuin atau
artesunat + amodiakuin)
e. Monitoring
Klinis dan laboratorium pada hari ke 3,4,5,6,7,14,21,28
70. Tetanus
a. Etilogi
C. tetani (basil gram positif anaerob berspora). Menghasilkan toksin tetanolisin dan
tetanospasmin
b. Klinis
 Derajat I
o Trismus ringan sampai sedang
o Kaku kuduk, epistotonus, perut papan
o Tidak ada disfagia
o Tidak ada kejang
o Tidak ada gangguan respirasi
 Derajat II
o Trismus sedang
o Kekakuan jelas
o Kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
o Takipneu
o Disfagia ringan
 Derajat III
o Trismus berat
o Otot spastik
o Kejang spontan
o Takikardia, takipneu
o Serangan apneu
o Disfagia berat
o Aktifitas autonom meningkat
 Derajat IV
o Derajat III ditambah:
o Gangguan autonom berat
o Hipertensi berat dan takikardia atau hipotensi berat dan bradikardia
c. Tatalaksana
 Isolasi di ruang tenang, ICU, support ventilasi
 Bersihkan luka, debridemen
 Metronidazole atau penisilin (menyingkirkan sumber infeksi)
 Anti-tetanus serum (ATS) atau Tetanus Immunoglobulin (TIG) (untuk
mengikat toksin bebas)
 TT (untuk menginduksi imunitas)
 Diazepam (mengatasi kejang)
d. Pencegahan Saat Terkena Luka
Diberikan terutama luka tusuk (jarum, paku, dll) karena pada luka tusuk yang dalam
menjadi lingkungan yang bagus untuk tumbuh bagi bakteri anaerob
Riwayat Luka Kecil dan Bersih Luka Lainnya
Imunisasi TD TIG TD TIG
Tidak tahu / < 3 Ya Tidak Ya Ya
dosis
> 3 dosis Imunisasi Tidak Imunisasi Tidak
terakhir >10 terakhir >5
tahun € Ya tahun € ya
TD: imunisasi aktif tetanus difteri
TIG: imunisasi pasif dengan langsung memberikan antibodi (immunoglobulin 250
unit IM)
71. Leptospirosis
a. Etiologi
Leptospira interogans. Reservois oleh tikus.
b. Klinis
 Riwayat terpapar urin binatang (banjir, dll)
 Demam tinggi
 Nyeri otot gastroknemius
 Mata merah
 Sindrom Weil (leptospirosis berat): ikterik disertai kegagalan organ (misal
gagal ginjal € oligouria)
c. Penunjang
 Pemeriksaan langsung: mikroskop lapang gelap
 Pemeriksaan tidak langsung:
o Kultur: terdeteksi setelah hari ke 4 gejala
o Rapid antibodi test: Latex agglutination test, IgM ELISA (terdeteksi hari 3-5)
o Microscopic angglutination test (MAT): terdeteksi setelah 1 minggu
d. Tatalaksana
 Ringan: doksisiklin (2 x100 mg), ampisilin (4 x 500 mg), amoksisilin (4 x
500 mg)
 Berat: penisilin G 1,5 juta unit /6 jam IV atau Ceftroaxon 2 x 1 gr IV
 Profilaksis: doksisiklin 200 mg /minggu
72. Parotitis
a. Definisi
Peradangan kelenjar parotis
b. Klinis
 Akut
o Demam
o Pembengkakan kelenjar parotis mulai dari depan telinga sampai
rahang bawah
o Nyeri terutama saat mengunyah makanan dan mulut terasa kering
o Dapat disebabkan bakteri, virus (gondongan, pada anak-anak), dan TB
 Kronik
o Sjogren syndrome
Pembengkakan salah satu atau kedua kelenjar parotis berulang yang
tidak diketahui penyebabnya, mata dan mulut kering
o Sarkoidosis
Nyeri tekan pada pembengkakan kelenjar parotis
c. Tatalaksana
Analgetik, antipiretik, antibiotik
73. Infeksi Cacing
a. Trematoda
 Schistosoma
o Menyebabkan skistosomiasis / bilharziasis
o Terdiri dari S. japonicum, S. mansoni, S. haematobium
o Klinis: diare dapat disertai lendir darah, hematuri, riwayat bepergian
ke daerah endemis
o Mikroskopis feses: telur bentuk oval dengan salah satu kutub membulat
disertai spina terminal di kutub lain
o Stadium infektifnya serkaria
o Tatalaksana: Prazikuantel

 Fasciolopsis buski
o Menyebabkan fasciolopsiasis
o Klinis: diare, mual, muntah, nyeri perut
o Mikroskopis feses: telur bulat besar beroperkulum
o Habitat parasit di duodenum
o Menyebabkan gangguan penyerapan B12
o Stadium infektifnya metaserkaria
o Tatalaksana: Prazikuantel
b. Nematoda
 Enterobious vermicularis / Osciuris vermicularis
o Menyebabkan enterobiasis
o Klinis: gatal pada anus
o Mikroskopis feses: telur berdinding tipis berlapis 2, terdapat sisi
cembung dan sisi datar (seperti huruf D)
o Scotch tes: menempelkan selotip ke dubur kemudian diperiksa
mikroskopis
o Tatalasksana: Pyrantel pamoat / mebendazole / albendazole

 Trichuris trichuria
o Klinis: diare, prolaps rekti
o Mikroskopis feses: telur berbentuk seperti tempayan, ada sisi datar
di kedua ujungnya
o Tatalaksana: Mebendazole / albendazole

 Ascaris lumbricoides
o Menyebabkan ascariasis
o Klinis: anemia, malnutrisi, obstruksi (ileus)
o Cacing dapat mengembara ke saluran empedu, apemdiks atau ke
bronkhus
o Cacing dapat keluar melalui anus
o Sindrom Loeffler: batuk, demam, eosinofilia. Akibat infeksi larva
pada paru.
o Mikroskopis: telur bular-oval dengan dinding tebal berlapis-lapis
o Tatalaksana: Mebendazole / Pyrantel pamoat

 Hookworm (cacing tambang)


o Terdiri dari Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
o Klinis: anemia (def. Besi), ground itch (larva cacing masuk melalui kaki)
o Mikroskopis: telur dengan segmented ovum
o Tatalaksana: mebendazole / pyrantel pamoat / albendazole

c. Cestoda
 Taenia saginata
o Reservoir pada sapi
o Klinis: diare / konstipasi, mual, rasa tidak enak di ulu hati, penurunan
berat badan
o Mikroskopis feses
 Proglotid: segmen gravid 15-30 cabang uterus
 Scolex: Rostellum (-)
o Tatalaksana: Albendazole

 Taneia solium
o Reservoir pada babi
o Klinis: diare / konstipasi, mual, rasa tidak enak di ulu hati, penurunan
berat badan
o Mikroskopis feses
 Proglotid: segmen gravid 5-10 cabang uterus
 Scolex: Rostellum (+)
o Tatalaksana: albendazole

 Hymenolepsis nana
o Reservoir atropoda (tikus,dll)
o Klinis: diare
o Mikroskopis feses: telur bulat, 6 kait, dan filamen polar
o Bentuk infektif dan diagnostik adalah telur
o Tatalaksana: Prazikuantel
74. Filariasis
a. Etiologi
Wucheria bancrofti (tersering), Brugia malayi, Brugia timori. Vektor: culex, anopheles
b. Klinis
 Akut: demam, limfadenitis, limfangitis
 Kronik: elephantiasis (kaki besar, akibat dari obstruksi saluran limfe oleh
cacing dewasa), edema skrotum
 Chyluria (urin berwarna keruh) akibat adanya cairan limfe dalam urin
c. Penunjang
 Apusan darat tepi dengan pewarnaan GIEMSA: ditemukan mikrofilaria
dalam darah
 Sampel diambil malam hari (22.00 – 02.00)
d. Tatalaksana
Dietil carbamazin (DEC) 3 x 6 mg/KgBB per hari (12 hari)
e. Profilaksis
DEC 6 mg/KgBB + albendazol 400 mg per tahun (5 tahun)
75. Sepsis
 SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)
Suhu > 38° C atau < 36° C, HR > 90 x/menit, RR > 20x/menit, AL >12.000
 Sepsis
SIRS + infeksi
 Severe Sepsis
Sepsis +
hipoperfusi
 Septic Shock
Severe sepsis + refraktori hipotensi
 MODS (Multiple Organ Dysfunction)
Sepsis disertai dengan gangguan
organ
PEDIATRI

ENDOKRINOLOGI

1. Growth Hormone
 Disekresi di hipofisis anterior. Dihambat oleh somatostatin
 Kelebihan GH
o Pre-pubertas: gigantisme (peningkatan pertumbuhan tulang)
o Post-pubertas: akromegali (beberapa tulang seperti kartilago hidung, tangan,
kaki, dagu, lidah tetap tumbuh). Dapat menyebabkan hiperglikemik € DM tipe
2
 Defisiensi GH
Dwarfisme: hambatan pertumbuhan tulang, badan terlihat proporsional dengan
tinggi badan, IQ normal
2. Pubertas Prekoksia
 Perkembangan seksual (pubertas) lebih cepat dibanding seharusnya
 Laki-laki: normal pubertas usia 9-14 tahun
 Perempuan: normal pubertas usia 8-13 tahun

GASTROENTEROHEPATOLOGI
3. Intoleransi Laktosa
 Akibat berkurangnya kemampuan mencerna dan absorbsi laktosa (Defisiensi
Lactase, enzim yang mencerna laktosa). Tidak melibatkan proses immunologi.
 Klinis: nyeri perut, diare berbau asam, mual, perut kembung, kentut setalah
mengkonsumsi makanan yang mengandung laktosa
 Tatalaksana:
o Hindari makanan yang mengandung laktosa (susu)
o Minum susu lactosa free atau reduced lactosa
4. Diare
 Etiologi lihat bagian interna
 5 pilar tatalaksana diare pada anak:
o Terapi cairan
Sesuai derajat dehidrasi
o Nutrisi
Tidak boleh dipuasakan. Berikan ASI, makanan rendah serat, pisang.
o Zinc
Usia < 6 bulan: 10 mg/ hari, usia > 6 bulan: 20 mg/ hari selama 10-14 hari
o Antibiotik
Terutama pada diare lendir darah
o Edukasi
Jaga higienitas
 Tingkat dehidrasi
o Tanpa dehidrasi
 Klinis anak tampak baik.’
 Rencana terapi A: berikan cairan tambahan sebanyak yang anak
mau, berikan oralit (<2 tahun 50-100 ml, >2 tahun 100-200 ml) setiap
anak BAB atau muntah.
o Dehidrasi ringan-sedang
 Klinis anak rewel, kehausan, mata cekung, turgor kembali lambat.
 Tatalaksana rencana terapi B: oralit 75 cc/KgBB dalam 3 jam
o Dehidrasi berat
 Klinis anak letargis, malas minum, turgor kembali sangat lambat.
 Tatalaksana rencana terapi C:
 Usia <12 bulan: 30 ml/Kg dalam 1 jam pertama, 70 ml/Kg 5 jam
selanjutnya
 Usia >12 bulan: 30 ml/Kg dalam 30 menit pertama, 70 ml/Kg dalam
2,5 jam berikutnya
o Syok
 Klinis kesadaran menurun, nadi tidak teraba, tekanan darah rendah /
tidak terukur, akral dingin.
 Tatalaksana: IV RL 20 cc/KgBb secepatnya
GIZI

5. Gizi Buruk
 Marasmus
o Kekurangan kalori
o BB/TB <70% atau < -3 SD
o Sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua susah,
wasting, iga gambang, kulit keriput, jaringan lemak subkutan minimal / tidak
ada, perut cekung, baggy pants
 Kwashiorkor
o Kekurangan protein
o BB/TB >70%
o Edema tungkai, mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti jagung,
mudah dicabut dan rontok, cengeng, wajah sembab, rewel atau apatis,
pembesaran hepar
 Marasmik-Kwashiorkor
o Tipe campuran
o BB / TB <70% disertai edema
 Tatalaksana
o Fase stabilisai
 Yang terpenting atasi hipoglikemia (dengan F-75), hipotermi (selimut,
skin-to-skin, heater), dan dehidrasi (oralit 5 ml/kg/30 menit dalam 2
jam pertama)
o Fase rehabilitasi
Koreksi elektrolit, mikronutrien (besi), initial feeding, stimulasi sensoris, follow up
o Jika Syok: RL 10cc/KgBB/30 menit IV
6. Pemberian Makanan Pada Anak
 Cairan (Darrow)
BB (kg) Kecukupan Cairan Perhari
0-10 100 ml/kgBB
10-20 1000 + 50 ml/Kg (>10 kg)
>20 1500 + 20 ml/Kg (>20 kg)
 Makanan
Usia (bulan) Makanan
0-6ASI saja
6-7 ASI + bubur susu
8 ASI + bubur tim lumat
9 ASI + bubur tim
10 ASI + nasi tim
11 ASI + nasi lembek
>12Berikan makana orang dewasa

IMMUNOLOGI

7. Alergi Susu Sapi


 Diakibatkan reaksi hipersensitifitas yang diperantarai oleh IgE (paling
sering) terhadap protein dalam susu sapi
 Riwayat atopi atau riwayat keluarga atopi
 Tampilan klinis: diare dapat disertai lendir darah, nyeri perut, mual, muntah,
anemia, dapat disertai gejala di kulit (urtikaria), saluran nafas
 Tatalaksana: Diet eliminasi
8. Inkompatibilitas Rhesus
 Diakibatkan oleh perbedan rhesus antara ibu dan fetus yang mengakibatkan
alloimune-induced hemolytic anemia. Ibu rhesus negatif sedangkan fetus
rhesus positif.
 Klinis:
Ikterik terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
o Ringan
Tanpa atau sedikit anemia dan hiperbilirubinemia
o Sedang
Anemia dan hiperbilirubinemia
o Berat
Kern ikterus: diakibatkan adanya bilirubin indirek yang masuk ke susunan
saraf pusat
o Mengancam Jiwa
 Eritroblastosis fetalis
Anemia hemolitik berat dan jaundice
 Hydrops fetalis
Hematocrit < 5%, CHF, edema, ascites, ekstramedular hematopoiesis
9. Inkompatibilitas ABO
 Diakibatkan perbedaan golongan darah antara ibu (golongan darah O) dan fetus
(golongan darah A atau B), sehingga antibodi anti-A dan anti-B yang ada
dalam darah ibu akan berikatan dengan darah fetus yang menyebabkan
hemolitik.
 Klinis: ikterik dalam 24 jam pertama kehidupan, anemia

HEMATOLOGI

10. Hemofilia
 Suatu penyakit yang diturunkan (X-linked) yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah
 Klasifikasi
o Hemofilia A: defisiensi faktor VIII
o Hemifilia B: defisiensi faktor IX
Klinis Aktifitas Faktor VIII/IX Perdarahan
Ringan 5-25 % Trauma berat
Sedang 1-5 % Trauma ringan
Berat < 1% Spontan

 Penunjang
PT normal, APTT memanjang
 Tatalaksana
o Hemofilia A: kriopresipitat (berisi Faktor VIII, Faktor XIII, fibrinogen, von
willebrand factor, fibronectin)
o Hemofilia B: Fresh Frozen Plasma (berisi semua faktor pembekuan darah)
11. Acquired Prothrombine Complex Deficiency
 Perdarahan intrakranial pada bayi (usia 1-6 bulan) akibat kekurangan vitamin K
 Riwayat injeksi vitamin K saat baru lahir (-)
 Pada ASI sedikit mengandung vitamin K, sehingga perlu suplemen vitamin K saat
bayi baru lahir
 Klinis: sebelumnya tampak sehat, pucat tanpa ada tanda perdarahan yang nyata,
UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema
 Penunjang: USG/CT scan kepala

PEDIATRI SOSIAL

12. Gangguan Perkembangan


 Autisme
Gangguan interaksi sosial, komunikasi, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang
 Sindrom Rett
Kehilangan keterampilan tangan dan bicara disertai keterlambatan pertumbuhan
kepala
 Sindrom Asperger
Gangguan interaksi sosial, pola perilaku berulang, tanpa keterlambatan
kognitif/bahasa
 Ansietas Perpisahan
Enggan berpisah, takut ditingalkan seorang diri, gejala fisik (sakit kepala,
sakit perut, mual, muntah)
 Enuresis
Sering mengompol padahal anak seusianya sudah tidak mengompol
 Enkopresis
Anak tidak mampu menahan buang air besar
 Pika
Anak suka memakan benda bukan makanan (tanah, cat, dll)
 Suttering
Bicara
gagap
13. Imunisasi
 Jadwal imunisasi dasar menurut Permenkes 2013
Umur (bulan) Jenis
0 HB 0
1 BCG, Polio 1
2 DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 Campak

 Kontraindikasi diberikan vaksin


o Permanent
Alergi, ensefalopati, suhu > 40,5 ° C , kejang
o Temporary
Vaksin hidup (campak, BCG, MMR): kehamilan, imunodefisiensi, mendapat
produk darah
Keadaan akut ringan-berat
 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
o DPT: demam, kejang, syok, nyeri, bengkak, kemerahan
 Anak dengan HBsAg positif yang didapat dari ibunya pada saat lahir
diberikan vaksin HB dan HBIG (hepatitis B immunoglobulin)
14. Muscular Dystrophy
 Penyakit menurun yang ditandai dengan kelemahan dan atrofi otot yang
progresif terutama otot skelet dan dapat mengenai otot jantung
 Pseudohipertrofi: otot lain terlihat membesar karena bagian otot lain mengalami
atrofi
 Gower sign
 Biopsi otot: terdapat serat otot yang nekrosis dan regenerasi
15. Kebutaan Pada Anak
 Prenatal
Congenital anomali, anopthalmos, micropthalmos, coloboma, congenital
cataract, retinal dystrophy (X-linked atau autosomal resesif), infantile
glaucoma, katarak kongenital
 Perinatal
Cortical impairement karena lahir asfiksia, ophtalmia neonatorum, retinopathy of
prematurity
 Postnatal
Retinoblastoma (autosomal dominant inherited)
16. Kelaian Genetik
 Sindrom Turner
o Perempuan – 45 XO
o Dapat dilahirkan tanpa uterus dan ovarium
o Tubuh pendek, kehilangan lipat kulit di leher, wajah seperti anak kecil, tangan
dan kaki bengkak
 Sindorm Klinefelter
o Laki-laki – 47 XXY
o Infertilitas, retardasi mental, gangguan perkembangan, ginekomastia
 Sindrom Jacobs
o Laki-laki XYY (laki-laki super)
o Pertumbuhan pesat, lebih tinggi dari rata-rata, tidak infertil
 Sindrom Down
o Kelainan pada kromosom 21
o Mikrosefal dengan bagian anterior-posterior mendatar, sela hidung datar,
macroglossia, mata menjadi sipit dengan sudut bagian bawah tengah
membentuk lipatan (epicanthal fold) dan melebar, tangan pendek, jarak
antara jari pertama dan kedua melebar, garis tangan menghilang (simian
crease), retardasi mental
 Sindrom Marfan
o Kelainan genetik pada jaringan ikat
o Manusia karet, ekstremitas panjang, jari-jari panjang, kelainan katup jantung
dan aorta

RESPIROLOGI

17. Bronkhiolitis
 Etiologi: Respiratory Syncytial Virus
 Klinis:
o Episode wheezing pada anak usia di bawah 2 tahun. Dapat disertai
batuk, demam, sesak.
o PF: Ekspirasi memanjang, perkusi hipersonor, dapat ditemukan ronkhi
o Kurang berespon dengan bronkhodilator
 Penunjang
Rontgen thoraks didapatkan hiperinflasi
 Tatalaksana
o Oksigen
o Antibiotik (amoksisilin)
o Bronkhodilator (salbutamol inhalasi)
18. Pneumonia Pada Anak
 Pneumonia ringan
o Disamping batuk atau kesulitan nafas, hanya ada nafas cepat saja.
 < 2 bulan : 60 x/menit
 2 – 12 bulan : 50 x/menit
 1 – 5 tahun : 40 x/menit
o Tatalaksana:
Kotrimoxazole 2 x 4 mg/KgBB selama 3 hari atau Amoksisilin 2 x 25 mg/KgBB
selama 3 hari
 Pneumonia berat
o Batuk dan kesulitan bernafas disertai: nafas cuping hidung, retraksi
subkostal, tidak dapat menyusu, muntah, kejang, letargis, sianosis,
distres nafas
o Foto thoraks menunjukkan gambaran infiltrat luas, konsolidasi, dll
o Tatalaksana
Amoksisilin/ampisilin IV + kloramfenikol IV / IM atau gentamisin IM
Atau
Seftriakson IIM / IV
19. Croup / Laryngotrakheobronkhitis
 Disebabkan infeksi virus
 Klinis: demam, suara serak, batuk seperti menggonggong
 Tatalaksana: steroid sistemik, epinefrin rasemik
 Bila ada obstruksi (retraksi berat dan anak gelisah) lakukan intubasi
20. Pertusis
a. Etiologi
Bordetella pertusis
b. Klinis
 Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, lebih dari 2 minggu
 Perdarahan subkonjungtiva (karena batuk terus-menerus)
 Riwayat belum lengkap imunisasi DPT
 Apneic spell pada bayi
 Infeksius
c. Tatalaksana
Eritromisin 40-50 mg/KgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 14 hari
21. Epiglotitis
a. Etiologi
Haemophilus influenza tipe B
b. Tampilan Klinis:
 Sulit menelan
 Air liur berlebihan
 Odinofagi
 Stridor
 Suara serak / Muffled sound
 Demam tinggi
c. Penunjang
Rontgen leher lateral : Thumb Sign/ thumbprint sign
CT-scan : Halloween sign
d. Tatalaksana
Amankan jalan nafas (intubasi), antibiotik, kortikosteroid
22. Laryngomalasia
 Kelainan kongenital dari kartilago laring € Supraglotis jatuh saat inspirasi €
obstruksi
 Mulai 4-6 minggu, memuncak 6-8 bulan, remisi setelah 2 tahun
 Klinis: Stridor saat inspirasi, tidak ada kesulitan makan atau menelan
 Laringoskopi: omega-shaped epiglotis

INFEKSI

23. Rubeola / Campak


 Demam, konjungtivitis, ruam di badan
 Khas ada bercak koplik, dapat berkembang menjadi pneumonia
 Pemberian vitamin A
o < 6 bulan : 50.000 IU (1/2 kapsul biru)
o 6 – 11 bulan : 100.000 IU (1 kapsul biru)
o 12 bulan – 5 tahun : 200.000 IU (1 kapsul merah)
 Komplikasi: pneumonia, diare, ensefalitis, OMA, gizi buruk
24. Rubella
 Demam, ruam, khas ada pembesaran kelenjar getah bening retroauricular /
occipital
 Pada Rubella kongenital:
o Mata: katarak kongenital, retinopati, micropthalmia
o Telinga: tuli sensorineural kongenital
o Penyakit jantung bawaan
25. Roseola Infantum
 Demam tinggi € muncul ruam kemudian demam turun
26. Scarlett Fever
 Etiologi: Group A Streptococcus
 Klinis: demam, ruam di tubuh seperti pasir (sandpaper texture), lidah kemerahan
(strawberry tongue)

PERINATOLOGI

27. APGAR SCORE


0 1 2
Activity (tonus) Tidak ada Lengan dan lutut fleksi Gerak aktif
Pulse Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
Grimace (refleks Flasid Ektremitas fleksi Aktif (batuk,
iritabilitas) bersin)
Appearance Biru, Badan pink, ektremitas Pink
pucat biru
Respiration Tidak ada Lambat, irreguler Menangis kencang
28. Resusitasi Neonatus
29. Sepsis Neonatorum
 Onset: early (dalam 3 hari pertama kehidupan), late (setelah 3 hari)
 Faktor risiko: ibu demam >38,9 °C sebelum melahirkan, KPD >24 jam,
ketuban berbau
 Klinis:
o Anak tidak mau menyusui
o RR > 60x/menit atau < 20 x/menit
o Takikardi
o Demam atau hipotermi
o Sklerema / skleredema
o Kejang
o Letargi
o Jaundice
o Sianosis sentral
o Fontanella menonjol
 Hasil kultur positif
30. Neonatal Hypoglikemia
a. Definisi
Hipoglikemia pada saat bayi baru lahir dimana kadar glukosa darah <40 mg/dl.
Jika pemeriksaan diulang dan tetap <50 mg/dl maka dapat mengakibatkan
neurodevelopmental delay.
b. Etiologi
Hiperinsulinemia (pada ibu dengan DM), sepsis, insufisiensi adrenal
c. Tatalaksana
 Glukosa darah 20-40 mg/dl
Berikan D5 5 cc/KgBB per oral. Cek glukosa darah 20 menit kemudian
 Glukosa darah < 20 mg/dl atau < 40 mg/dl dengan preterm / setelah
pemberian D5 / simptomatik
IV bolus D10 2-3 cc/KgBB lanjutkan dengan infus D10 4-6 mg/KgBB/menit
hingga glukosa darah >40 mg/dl
 Persisten hipoglikemia
Naikan infus D10 2 mg/kg/menit sampai maksimal 12-15 mg/kgBB/menit
31. Trauma Kepala pada Bayi Baru Lahir
 Kaput suksedanum
Konsistensi lunak, tidak bertambah setelah lahir, melintasi garis sutura
 Sefal Hematoma
Konsistensi padat-tegang, bertambah besar setelah lahir, tidak melintasi garis
sutura
 Hematoma Subgaleal
Konsistensi padat-berair, bertambah besar setelah lahir, melintasi garis sutura,
kehilangan darah akut
32. Dismaturitas
 Diakibatkan oleh insufisiensi plasenta atau lahir post matur
 Klinis: tidak ada lemak subkutan, kulit keriput, kuku jari kaki dan tangan
prominen, air ketuban dan mekoneum mewarnai kulit
33. Spina Bifida
 Akibat kurang asam folat
 Klasifikasi
o Spina bifida occulta
o Spina bifida with meningocele
o Spina bifida with meningomyelocele
o Spina bifida wih myeloschisis

 Biasanya setinggi lumbal


34. Necrotizing Enterocolitis
 Merupakan kerusakan yang bervariasi dari intestinal track, berupa
kerusakan mukosa, nekrosis yang dalam, sampai perforasi
 Klinis
o Keluhan muncul pada usia kurang dari dua minggu sampai 3 bulan pada
bayi dengan BBLR
o Keluhan: perut distensi, nyeri tekan, muntah kehijauan, toleransi minum yang
buruk, darah pada feses, letargi
 Penunjang
Foto: pneumoperitoneum (jika perforasi)

35. Hyaline Membran Disease / Respiratory Distress Syndrome


 Sesak, terjadi pada bayi usia kehamilan < 34 minggu, karena belum terbentuk
surfaktan
 Foto rontgen: gambaran ground glass lung, bell-shaped thoraks
 Tatalaksana: pemberian surfaktan
 Profilaksis dengan memberikan steroid pada ibu yang akan melakukan terminasi
kehamilan < 34 minggu
36. Iketerus Neonatorum
a. Ikterik setelah hari pertama sebagian besar fisiologis
 Terjadi pada bayi aterm
 Onset ikterik setelah 24 jam pertama
 Puncak ikterik pada hari ke 3-5
 Ikterik membaik dalam 1 minggu
b. Ikterik pada 24 jam pertama kehidupan selalu patologis
 Sepsis
 Inkompatibilitas ABO
 Inkompatibilitas Rhesus
 Deifisiensi G6PD
c. Ikterik yang bertahan >14 hari
 Sepsis
 Breast feeding
 Hipotiroid
 Atresia bilier (tinja pucat / dempul)
d. Kramer
 Kramer I : kepala (bilirubin total 5-7)
 Kramer II : dada-pusat (bilirubin total 7-10)
 Kramer III : bawah pusat-lutut (bilirubin total 10-13)
 Kramer IV : ekstremitas sampai pergelangan (bilirubin total 13-17)
 Kramer V : telapak (bilirubin total >17)
e. Komplikasi
Kern ikterus: karena bilirubin indirek (bilirubin terkonjugasi) larut lemak dan dapat
melewati sawar darah otak dan bersifat toksik.
f. Tatalaksana
Fototerapi atau transfusi
tukar Indikasi Fototerapi

Indikasi Transfusi tukar


Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Bayi dengan risiko
Kadar bilirubin Kadar bilrubin
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Hari ke-4 dst 30 20

37. Breast Feeding Jaundice


 Ikterik pada bayi usia 3- 7 hari
 Penyebab: bayi kurang minum, sehingga eksresi bilirubin berkurang
38. Breast Milk Jaundice
 Ikterik pada bayi usia lebih dari 7 hari
 Penyebab: zat tertentu dalam ASI menghambat eksresi bilirubin
 Bersifat sementara, tidak perlu stop ASI, membaik dalam waktu 4 minggu

NEUROLOGI

39. Kejang Demam


a. Definisi
Adalah bangkitat kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (>38° C per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit, atau metabolik
lain.
b. Klasifikasi
 Kejang demam sederhana: <15 menit, bersifat umum, tidak berulang dalam
24 jam.
 Kejang demam kompleks: kejang berlangsung >15 menit, bersifat fokal atau
parsial, berulang dalam 24 jam.
c. Tatalaksana

 EEG: normal, gelombang delta


 Terapi jangka panjang diberikan bila: adanya gangguan perkembangan saraf,
KDK disertai defisit neurologis, ada riwayat keluarga epilepsi.
Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari atau asam valproat 15-40 mg/KgBB/hari sampai
minimal satu tahun bebas kejang.
40. Kongenital Toxoplasmosis
 Terjadi bila ibu terinfeksi Toxoplasma gondii saat mengandung bayi. Ibu biasanya
asimptomatik. Sumber infeksi khas adalah daging mentah (sapi dan babi)
 Klinis: trias toxoplasmosis (retinokoroiditis, kalsifikasi serebral, kejang),
kerusakan neurologi irreversibel, hidrosefalus
 Penunjang dan tatalaksana (dilakukan saat bayi masih dalam kandungan)
o Pertama lakukan pemeriksaan serologis pada ibu. Diagnosis toxoplasmosis
maternal ditegakkan apabila terdapat serokonversi, yaitu IgG (-) dan IgM
(+) berubah menjadi IgG (+) dan IgM (+) setelah tiga minggu.
o Setelah itu lakukan USG dan pemeriksaan cairan amnion untuk
mengetahui adakah transmisi ke dalam fetus
o Sembari menunggu hasil, berikan spiramisin jika usia gestasi < 18
minggu, berikan prirmetamin + sulfadiazin + asam folinat jika
kehamilan ≥ 18 minggu.
o Jika hasif positif untuk toksoplasmosis fetal ditegakkan, maka spiramisin
harus diganti dengan pirimetamin + sulfadiazin + asam folinat sampai
persalinan. Bila negatif teruskan pengobatan sampai persalinan.

KARDIOLOGI

41. Penyakit Jantung Bawaan


a. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
 Atrial Septal Defect
o Biasanya asimptomatik
o Left to right shunt
o Wide fixed splitting S2, Loud P2, mid-systolic murmur di katup
pulmonal
o Dapat terjadi Eisenmenger syndrom
o RAH, RVH
 Ventricular Septal Defect
o Left to right shunt
o Murmur pansistolik di SIC 3-4 linea sternalis sinistra. Murmur
mid- diastolik di apex. Bisa didapatkan thrill.
o Dapat terjadi hipertensi pulmonal dan Eisenmenger syndrome.
o LVH, LAH
 Patent Ductus Arteriosus
o Adanya hubungan antara aorta dan arteri pulmonal akibat ductus
arteriosus yang tidak menutup
o Left to right shunt
o Continues ”machinerry” murmur (sistolik + diastolik) di infraclavicula
o Dapat terjadi hipertensi pulmonal dan Eisenmenger syndrome
o LAH, LVH
 Coartacio Aorta
o Adanya penyempitan pada aorta descenden
o Mid-late systolic murmur
o Tekanan darah di tangan dan kaki tidak sama
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
 Tetralogi of Fallot
o VSD, stenosis pulmonal, overriding aorta, RVH
o Systolic ejection murmur
o Foto thoraks: boot shaped
o Keterlambatan pertumbuhan
o Clubbing finger
o Anak sering jongkok (squating/ tet spell) untuk mengurangi hipoksia
o Cyanotic/tet/hypoxic spell: beri oksigen, knee chest position, beri cairan
NaCl, dan morfin sulfat
 Transposition of Geat Arteries
o Akibat tertukarnya posisi a. Pulmonal dengan aorta
o Terapi dengan prostaglandin untuk mencegah ductus arteriosus menutup
BEDAH

BEDAH DIGESTIF
1. Abdominal Pain Sign
 Lap Belt Echymosis
Gambaran perdarahan menyerupai bekas sabuk pengaman pada perut.
Berhubungan dengan ruptur intestinal.
 Kehr’s Sign
Nyeri yang sangat hebat pada bahu kiri. Berhubungan dengan ruptur lien.
 Grey Turner’s Sign
Kemerahan / kehitaman pada flank. Berhubungan dengan perdarahan
retroperitoneal (pankreatitis hemoragik, pecahnya aneurisma aorta abdominal).
 Chandelier’s Sign
Manipulasi pada serviks menyebabkan pasien mengangkat pantatnya dari meja.
Berhubungan dengan Pelvic Inflamatory Disease.
 Cullen’s Sign
Kebiruan / kemerahan pada periumbilikal. Berhubungan dengan
perdarahan retroperitoneal.
2. Appendicitis
 Klinis: nyeri awal di periumbilical (nyeri kolik) kemudian menjalar ke kuadran
kanan bawah (somatis).
 PF:
o Mc Burney’s Sign
Nyeri pada penekanan di titik Mc Burney (1/3 lateral garis yang ditarik dari
umbilikus ke SIAS).
o Rebound Tenderness Sign / Blumberg Sign
Nyeri ketika menekan kuadran kanan bawah sedalam mungkin kemudian
dilepas secara tiba-tiba.
o Rovsign’s Sign
Nyeri pada daerah appendiks ketika ditekan di kuadran kiri bawah.
o Obturator Sign / Cope sign
Fleksi 90° pada hip joint kemudian dilakukan endorotasi. Bila nyeri
menunjukkan bahwa appendiks mengalami inflamasi, membesar, dan
menyentuh m. Obturator.
o Psoas Sign / Obraztsova Sign
Melakukan penekanan secara pasif pada saat hiperekstensi hip joint. Nyeri
bila appendiks mengiritasi m. Iliopsoas.

o Digital Rectal Examination


Nyeri saat penekanan area rectovesical pouch.
 Alvarado Score
Sign & Symptom Value
Migration pain 1
Anorexia-acetone 1
Nausea-vomiting 1
Tenderness in right lower quadrant 2
Rebound pain 1
Temp. > 37,3° C 1
Leukocytosis 2
Shift to the left (Neutrophilia) 1

o Score 1-4 : Appendicitis unlikely


o Score 5-6 : Appendicitis possible
o Score 7-8 : Appendicitis probable
o Score 9-10: Appendicitis very probable
 Penunjang
Appendikogram (non-filling, partial filling, mouse tail, cut off)
USG Abdomen
 Tatalaksana
Antibiotik dosis tinggi. Appendektomi.
 Komplikasi
Peritonitis akibat perforasi appendiks. (Rontgen abdomen: pneumoperitoneum)
3. Illeus
a. Gangguan passase usus
b. Ileus obstruksi
 Tidak bisa BAB, mual, muntah, perut kembung, nyeri perut
 Bising usus meningkat sampai menurun, metalic sound, borborigmi
 Abdomen 3 posisi: herring bone, coil spring, stap ladder
 Tatalaksana: dekompresi (NGT), rehidrasi (IVFD), laparotomi
c. Ileus paralitik
 Tidak bisa BAB, kembung, tidak ada nyeri perut. Biasanya setelah operasi
 Bising usus menghilang.
 Abdomen 3 posisi: usus penuh oleh udara
 Tatalaksana: sesuai penyebab. Spasmodik dengan pilokarpin, filostigmin.
4. Ca Colorectal
a. Kelompok risiko: usia > 50 th, riwayat keluarga polip / ca colon, mutasi gen HNPCC
b. Klinis
 Nyeri, teraba massa, perdarahan, perubahan defekasi, penurunan berat
badan, obstruksi, diare (massa di kolon ascenden)
c. Penunjang
Abdomen dengan kontras: gambaran apple core, filling defect
d. Skrinning
 FOBT (fecal occult blood test): untuk melihat darah yang tersamar dalam feses
 Feacal Calprotectin: dengan ELISA
 Kolonoskopi
5. Hemmoroid
a. Hemmoroid Interna
Akibat pelebaran pleksus v. Hemmoroidalis superior dan
media Derajat:
I : Bedarah saja
II : Bisa masuk sendiri
III : Dimasukan dengan
tangan IV : Tidak dapat
dimasukkan
b. Hemmoroid Eksterna
Ditutupi kulit. Akibat pelebaran pleksus v. Hemmoroidalis inferior.
c. Tatalaksana
Diet tinggi serat, hindari faktor risiko, NSAID, laksatif, ardium, hemmoroidektomi
6. Hernia Abdominal
a. Definisi
Suatu penonjolan / protrusi organ intraabdominal keluar dari cavum abdomen
melalui lokus minoris (fascia defect) yang masih diliputi peritoneum
b. Klinis: benjolan di abdomen, dapat hilang-timbul / keluar-masuk
c. Berdasarkan lokasi
 Hernia Inguinalis (di atas lipatan abdominokrural, biasanya pada laki-laki)
o Hernia inguinalis medialis (HIM) / direct
Intestinal keluar melalui trigonum
hasselbach
o Hernia inguinalis lateralis (HIL) /
indirect Intestinal keluar melalui canalis
inguinalis
 Hernia Femoralis
Intestinal keluar melalui canalis femoralis. Biasanya pada wanita usia tua.
 Hernia Umbilikalis
Banyak pada ibu
hamil
d. Berdasarkan klinis
 Hernia reponibilis: bisa masuk kembali
 Hernia irreponibilis: tidak bisa masuk kembali
 Hernia inkarserata: tidak bisa masuk kembali, disertai gejala obstruktif (mual,
muntah, perut kembung)
 Hernia strangulata: usus mengalami hipoksia/nekrosis, keluhan berupa gejala
obstruksi disertai nyeri hebat
e. PF:
 Zieman test (jari ke 2 HIL, jari ke 3 HIM, jari ke 4 hernia femoralis)
 Finger Test (ujung jari HIL, medial jari HIM)
 Thumb test (tidak keluar benjolan HIL, keluar benjolan HIM atau hernia femoralis)
f. Tatalaksana
Hernioraphy

BEDAH UROLOGI
7. Ruptur uretra
 Ruptur uretra anterior (straddle injury) / pars bulbosa-pars cavernosa
Meatal bleeding, hematom penis, butterfly hematom (hematom berbentuk
seperti kupu-kupu di perineum).
 Ruptur uretra posterior / pars prostatica-pars membranacea
Meatal bleeding, floating prostate.
 Penunjang: uretrografi, biasanya dilakukan pungsi suprapubik terlebih dahulu
8. BPH
a. Definisi
Pembesaran prostat jinak
b. Klinis
Gejala obstruktif (hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitensi, miksi tidak puas,
menetes setelah miksi) dan gejala iritatif (urgensi, frekuensi, disuria)
Rectal touche: prostat teraba membesar, licin, konsistensi kenyal, tidak ada nodul
c. Penunjang
 PSA: membedakan dengan Ca prostat. Normal ≤ 4ng%
 USG: menilai volume prostat
d. Tatalaksana
 IPSS Score <
7 Wathcful
waiting
 IPSS Score 8-
19
Medikamentosa:
o Alfa-blocker (tamsulosine)
o 5-alfa reduktase inhibitor (finasteride)
 IPSS Score >19
o Volume > 60 cc: open prostat, TURP
o Volume < 60 cc: minimal invasif
9. Batu Saluran Kemih
a. Klinis
 Nefrolithiasis
Nyeri regio flank, NKCV (+), nyeri kolik atau non kolik
 Ureterolithiassi
o Proksimal: nyeri pinggang kolik menjalar setinggi pusar
o Media: nyeri pinggang kolik menjalar sampai ke medial paha / skrotum
o Distal: nyeri pinggang kolik menjalar sampai ke ujung penis, disuria
 Vesicolithiasis
Gejala iritasi, kelancaran miksi dipengaruhi perubahan posisi. Pada anak
sering mengompol malam hari, menarik-narik penis / menggosok-gosok
vulva.
 Uretrolithiasis
o Anterior
Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin, benjolan pada penis, nyeri glans penis
o Posterior
Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin, nyeri pada perineum atau rektum
b. Jenis Batu
 Kalsium oksalat
Biasa terjadi pada penderita hiperparatidoid. Radioopak. Terapi dengan
konsumsi asam sitrat yang akan mengikat kalsium menjadi kalsium sitrat.
 Struvit
Berhubungan dengan infeksi bakteri yang dapat mengubah urea menjadi
amonia sehingga mengubah pH urin menjadi basa (proteus, pseudomonas,
dll). Sering sebagai batu staghorn (gambaran radiologi seperti tanduk
rusa).
 Asam urat
Berhubungan denga hiperurisemia. pH urin menjadi asam. Terapi: alkalinisasi
(bicarbonat)
 Cystine
Akibat gangguan absorbsi asam amino dan gangguan eksresi sistin. Terapi:
penicillamine, tiopronin
c. Penunjang
 BNO-IVP
 Pada ibu hamil € USG
d. Tatalaksa
Medikamentosa, ESWL, pembedahan
10. Ca Buli
 Faktor risiko: laki-laki usia tua, merokok, paparan amin aromatic (cat)
 Klinis: gross hematuira yang tidak nyeri
11. Inkontinensia Urin
Berdasarkan tipe:
 Overflow
o Karena obstruksi di uretra sehingga kandung kemih tidak bisa mengeluarkan
urin dengan lancar
o Pancaran lemah, tidak tuntas
o BPH, fecal impaction
o Terapi: Alpha blocker
 Stress
o Karena relaksasi dinding pelvis. Peningkatan tekanan intraabdomen
o Urin keluar sedikit ketika terjadi peningkatan tekanan intraabdomen
(batuk, bersin, dll).
o Multiparitas, riwayat operasi urologis
o Terapi: alpha agonis
 Urgensi
o Karena oversensitifitas (infeksi) atau gangguan neurologis (stroke, alzhemier)
o Urgensi dan frekuensi
o Terapi: antikolinergik
12. Torsio Testis
 Akibat terpuntirnya funikulus spermatikus
 Klinis: nyeri mendadak pada skrotum, mual, muntah, tidak demam
 Phren Sign negatif (ketika testis yang nyeri didorong ke atas nyeri tidak berkurang)
 Refleks kremaster negatif
 Terapi: detorsi, orchidektomi
 Komplikasi: infertilitas
13. Orchitis
 Riwayat parotitis (mumps)
 Nyeri pada testis, bengkak, kemerahan, disertai demam
 Phren sign positif (ketika testis yang nyeri didorong ke atas nyeri berkurang)
14. Varicocele
 Akibat pelebaran vena
 Nyeri skrotum, bengkak, seperti ada kantung berisi cacing
15. Hydrocele
 Akumulasi cairan di testis (kongenital, inflamasi, injury, blokade funikulus
spermatikus)
 Testis membesar, fluktuatif
 Transiluminasi / diapanoskopy positif (testis ditempelkan cahaya dari senter)
16. Fimosis
 Preputium tidak dapat diretraksi
 Disuria, perlu mengedan, jika miksi preputium menggembung
17. Parafimosis
 Preputium menjepit batang penis
 Saat preputium diretraksi, tidak dapat dikembalikan lagi
 Emeregensi urologi
 Tatalaksana awal: kompres es + analgetik, injeksi hyaluronidase. Bila tidak
ada perbaikan € pembedahan
18. Epispadia
 Orifisium uretra eksterna berada pada bagian dorsal penis (atas)
19. Hipospadia
 Orifisium uretra eksterna berada pada bagan ventral penis (bawah). Keluhan
biasanya kencing menetes.
20. Kryptoorkidismus / Kriptorkismus
 Klinis: setelah usia satu tahun, satu atau kedua testis tidak berada di
kantung skrotum, tetapi berada di sepanjang jalur desensus yang normal
 Klasifikasi
o Skrotal tinggi / prescrotal
o Intrakanalikuler (inguinal)
o Intraabdominal
 Tatalaksana
Terapi hormonal HCG, pembedahan bila tidak ada respon dengan hormonal.
Dilakukan sebelum usia 2 tahun.
BEDAH ORTOPEDI
21. Fraktur
a. Berdasarkan tipe

b. Berdasarkan terbuka/tertutup
 Fraktur terbuka
Fraktur dengan bagian tulang menembus
kulit. Gradimg open fracture (Gustillo-
Anderson):
o Grade I
Luka bersih, < 1 cm, kerusakan jaringan lunak minimal
o Grade II
Luka bersih, > 1cm, kerusakan jaringan lunak minimal
o Grade III
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, avulsi, trauma pada otot,
dan saraf
o Grade III A
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tetapi dengan
jaringan yang masih menutupi tulang adekuat.
o Grade III B
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai bone
exposed, devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas,
biasanya memerlukan skin graft / skin flap
o Grade III C
Luka dengan kerusakan neurovaskuler
Tatalaksana: Grade I-II ORIF, grade III OREF
 Fraktur tertutup
Fraktur dengan bagian tulang diatasnya tetap intak.
22. Fraktur Colle’s
 Fraktur radius distal disertai dislokasi pergelangan tangan ke arah posterior
(dorsal)

 Disebut juga “dinner fork deformity” / seperti garpu


 Disebabkan jatuh dengan telapak tangan menahan badan
23. Fraktur Smith’s
 Fraktur radius distal disertai dislokasi pergelangan tangan ke arah anterior
(ventral/volar)

 Disebut juga “reverse colle’s”


 Disebabkan jatuh dengan punggung tangan menahan badan
24. Fraktur Montegia
 Fraktur ulna proksimal disertai dislokasi caput radius
 Disebabkan oleh jatuh dengan lengan hiperpronasi
25. Fraktur Galeazzi
 Fraktur radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal
 Disebabkan oleh jatuh dengan lengan dalam posisi hiperpronasi
26. Fraktur Humerus
Lokasi fraktur:
a. Collum chirurgicum
 Mengenai nervus aksilaris
 Klinis: tidak bisa abduksi / mempertahankan abduksi
b. Sulcus radialis (shaft)
 Mengenai nervus radialis
 Klinis: wrist drop / drop hand (pergelangan tangan tidak bisa di dorsofleksikan)
c. Distal end
 Mengenai nervus medianus / nervus ulnaris
 N. Medianus: Preacher’s hand / Obsetric’s hand (I dan II ekstensi, jari III fleksi
minimal, jari IV dan V fleksi)
 N. Ulnaris: claw hand (jari IV dan V fleksi, jari I, II, II ekstensi)
d. Epicondylus medial
 Mengenai n. ulnaris
27. Dislokasi Humerus
a. Dislokasi Anterior
Klinis: bahu adduksi dan eksorotasi
b. Dislokasi Posterior
KlinisL bahu abduksi dan endorotasi
28. Dislokasi Hip Joint
a. Dislokasi Anterior
Klinis: hip joint fleksi, abduksi, eksorotasi
b. Dislokasi Posterior
Klinis: hip joint fleksi, adduksi, endorotasi
29. Ruptur Tendon Achilles Akut
 Faktor risiko: usia 40 – 50 tahun, atlet
 Klinis: nyeri ketika ingin plantarfleksi, bengkak, teraba gap pada tendon
 Thompson test positif (bila dilakukan penekanan pada m. Gastrocnemius tidak
terjadi plantar fleksi)
30. Cedera Saraf Perifer Pada Ekstremitas Sueperior
a. N. Axilaris
Klinis: tidak bisa mempertahankan abduksi lengan
b. N. Muskulokutaneus
Klinis: tidak bisa fleksi lengan atas
c. N. Ulnaris
Klinis: claw hand (jari IV dan V fleksi, jari I, II, II ekstensi)
d. N. Radialis
Klinis: wrist drop / drop hand (pergelangan tangan tidak bisa di dorsofleksikan)
e. N. Medianus
Klinis: preacher’s hand atau obsetric’s hand (jari IV dan V fleksi, jari I, II, II ekstensi)
31. Cedera Saraf Perifer Pada Ektermitas Inferior
a. N. Femoralis
Klinis: tidak bisa ekstensi lutut
b. N. Obturatorius
Klinis: tidak bisa adduksi sendi panggul
c. N. Tibialis
Klinis: tidak bisa fleksi jari kaki
d. N. Peroneus superfisialis
Klinis: tidak bisa eversi
ankle
e. N. Peroneus profunda
Klinis: tidak bisa dorsofleksi ankle / jari
f. N. Ischiadikus
Klinis: tidak bisa plantarfleksi kaki
g. N. Glutealis superior
Klinis: tidak bisa abduksi sendi panggul
h. N. Gluetealis inferior
Klinis: tidak bisa ekstensi sendi panggul
32. Cedera Plexus Brachialis
a. Cedera trunkus superior (C5-C6) / Erb-Duschenne Palsy
 Akibat antara leher dan bahu teregang
 Terjadi pada bayi dengan distosia bahu saat kelahiran pervaginam, jatuh
dengan bahu menghantam lantai
 Klinis
o Paralisis m. Deltoid, biceps, brachialis, dan brachioradialis
o Adduksi bahu, endorotasi, ekstensi siku
o Parasthesia lateral ekstremitas superior
b. Cedera trunkus inferior (C8-T1) / Klumpke Palsy
 Akibat tarikan mendadak dan keras pada ekstremitas superior
 Klinis: claw hand
33. Compartement Syndrome
 Akibat peningkatan tekanan intrakompartemen akibat kompresi (fraktur,
pemasangan cast, dll). Merupakan emergency ortopedi
 Klinis: 6P (pain, pallor, pulseless, paresthesis, paralysis, pressure)
 Terapi: fasciotomy
34. Multiple Myeloma
 Suatu keganasan yang merupakan bagian dari MGUS terhadap leukemia sel plasma.
 Klinis: CRAB (hiperkalsemia, renal insuficiency, anemia, bone lessions)
 Penunjang: Rontgen € punched out lession
35. Osteomyelitis
 Peradangan pada tulang yang disebabkan oleh infeksi (S aureus paling
sering). Infeksi menyebar secara hematogen. Terbentuk paling sering di bagian
metafisis.
 Faktor risiko: trauma / fraktur, post operasi ortopedi, pemakaian protesa
 Klinis: classic sign (nyeri lokal, bengkak, kemerahan), demam, menggigil, letargi
 Rontgen: mixed lucency and sclerosis
 Osteomyelitis kronik: gambaran sequestrum dan involukrum
36. Osteosarcoma
 Merupakan keganasan pada tulang
 Rontgen: codman triangles, sunburst appearance
37. Ewing Sarkoma
 Keganasan pada tulang. Insidensi biasanya pada remaja dan dewasa muda.
 Paling sering pada pelvis
 Rontgen: onion peel
BEDAH ONKOLOGI

38. Fibroadenoma Mammae


 Usia < 30 tahun
 Benjolan solid, bulat, kenyal, mobile, tidak nyeri
 Penunjang: USG
 Tatalaksana: eksisi
39. Fibrokistik Mammae
 Usia 20 – 40 tahun
 Benjolan di kedua payudara
 Bertambah besar dan nyeri saat menstruasi
 Bisa terdapat nipple discharge
40. Mastitis
 Usia 18 – 50 tahun
 Eritem, lokal, nyeri, hangat, disertai demam.
 Berhubungan dengan ibu yang tidak menyusui anaknya setelah lahir
 Tatalaksana: anjurkan pemberian laktasi adekuat, analgetik, antibiotik
41. Abses Mammae
 Riwayat abses mammae sebelumnya
 Eritem, lokal, nyeri, hangat, fluktuatif, disertai demam
 Nipple discharge
42. Galactocele
 Massa yang berisi susu yang tersumbat pada duktus laktiferus
 Benjolan solid, tidak fluktuatif
43. Tumor Philoides
 Usia 30 – 55 tahun
 Stroma intralobular, ’leaf like, batas tegas, permukaan tidak rata, permukaan kulit
kemerahan dan hangat
 Tumbuh cepat
44. Papiloma Duktus
 Usia 45 – 50 tahun
 Lokasi di duktus yang besar, nipple discharge (bloody atau serous),
ukuran biasnya kecil, tidak selalu dapat teraba
45. Ca Mammae
 Usia 30 tahun – menopause
 Terdiri dari Invasive Ductal Carcinoma dan Paget’s disease (ca insitu)
 Konsistensi keras, terfiksir, batas tidak tegas, infiltratif, nipple discharge,
retratsi puting, skin dimpling, peau d’orange, pembesaran kelenjar limfonodi

BEDAH SARAF
46. Cedera Kepala
Klasifikasi berdasarkan GCS:
Eye Opening Verbal Response Motorik Response
Spontan = 4 Kalimat, orientasi baik = 5 Dengan perintah = 6
Dengan perintah suara = 3 Kalimat, orientasi buruk = Lokalisasi nyeri = 5
4
Dengan nyeri = 2 Kata = 3 Withdrawal nyeri = 4
Tidak respon = 1 Suara / mengerang = 2 Fleksi = 3
Tidak respon = 1 Ekstensi = 2
Tidak respon = 1

 Cedera kepala ringan


o GCS 13 – 15
o Tatalaksana: observasi, dapat dipulangkan
 Cedera kepala sedang
o GCS 9 – 12
o Tatalaksana: harus dirawat 2 x 24 jam, dilakukan CT-scan
 Cedera kepala berat
o GCS ≤ 8
o Harus dilakukan intubasi dan CT-scan
47. Komosio Serebri
 Disebut juga gegar otak
 Penurunan kesadaran tanpa disertai kerusakan anatomis
 CT – scan normal
48. Kontusio Serebri
 Disebut juga memar otak
 CT-scan: hiperdensitas serebri yang tidak semencolok perdarahan intraserebral
49. Epidural Hemmorhage
 Akibat pecahnya a. Meningea media
 Lokasi biasanya di temporo-parietal. Bisa terjadi countercoup (perdarahan
berlawanan dengan lokasi trauma)
 Klinis: nyeri kepala, mual, muntah, kejang, defisit neurologis fokal, lusid interval
(terdapat periode tidak sadar – sadar – tidak sadar), pupil anisokor
 CT-scan: gambaran hiperdens biconvex / lentikular
 Dapat menyebabkan herniasi
 Tatalaksana:
o Konservatif
o Bila terdapat tanda peningkatan TIK diberikan diuretik osmotik (manitol) dan
hiperventilasi
o Evakuasi pedarahan (kraniotomi), pada usia > 60 tahun atau GCS kurang
dari 8 memberikan outcome yang buruk
50. Subdural Hemmorhage
 Akibat pecahnya bridging vein
 Klinis: nyeri kepala, mual, muntah, gangguan kesadaran, pandangan kabur,
refleks pupil menurun ipsilateral
 CT-scan: gambaran hiperdensitas seperti bulan sabit
 Prognosis lebih buruk dari EDH karena terdapatnya brain injury
 Tatalaksana: konservatif, kraniotomi
51. Subarachnoid Hemmorhage
 Akibat pecahnya aneurisma atau arteri-vena malformation
 Klinis: nyeri kepala yang tak tertahankan (thunderclap headache), muntah, kaku
kuduk, meningeal sign positif
 CT-scan: hiperdensitas di sulkus, fisura, dan falks serebri
 Tatalaksana: beta-blocker apabila MAP > 130 mmHg, kraniotomi (menutup
aneurisma)
52. Intracerebral Hemmorhage
 Perdarahan di parenkim otak akibat pecahnya pembuluh darah yang lebih
besar. , Stroke (perdarahan spontan).
 Klinis: defisit neurologis, penurunan kesadaran
 Tatalaksana: konservatif, kraniotomi (evakuasi)
53. Herniasi Serebri
 Protrusi (keluarnya) otak melalui lokus minoris diakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial.
 Biasanya diakibatkan oleh EDH
 Lokasi paling sering di uncal
 Klinis: nyeri kepala, muntah proyektil, pupil anisokor, edema papil
 Tatalaksana: diuretik osmotik (maniotl), hiperventilasi
54. Fraktur Basis Cranii
 Klinis: haemotimpanum, ottorhea, racoon eyes, battle’s sign, rinnorhea
 Tanda kebocoran LCS: pada darah halo sign positif, glucosa positif, beta-2
transferin positif

BEDAH TORAKS DAN KARDIOVASKULER


55. Hematothoraks
 Definisi: akumulasi darah di cavum pleura. Masif bila lebih dari 1,5 liter atau 200
cc per jam saat drainase
 Etiologi: Ruptur a. thoracica interna, a. Intercostalis, a. bronkhialis
 Klinis: dispneu, Insepksi terdapat jejas dan ketertinggalan gerak, fremitus
menurun, perkusi redup, suara vesikuler menurun, suara jantung normal
 Tatalaksana: tube thoracostomy / WSD
56. Tamponade Cordis
 Definisi: terdapatnya cairan / darah di perikardium
 Etiologi: trauma tumpul / tajam di dada bagian tengah
 Klinis: trias Beck (JVP meningkat, suara jantung menjauh, hipotensi)
 Terapi: pericardiocentesis (di bawah proc. Xyphoideus)
57. Tension Pneumothorax
 Terdapatnya udara di cavum pleura yang menyebabkan pendesakan
 Klinis: syok, JVP meningkat, deviasi trakhea, distres nafas
 PF: Inspeksi ketertinggalan gerak dada dan deviasi trakhea, fremitus
menurun, perkusi hipersonor, suara vesikuler menurun, suara jantung normal
 Tatalaksana awal (emergency): neddle thoracostomy / dekompresi jarum di SIC II
linea midclavicula, setelah itu dipasang WSD
58. Flail Chest
 Akibat dari adanya fraktur kosta segmental, multipel, dan berurutan
 Klinis: nyeri saat bernafas, paradoxal movement (pergerakan dinding dada kanan
dan kiri asimetris), krepitasi, severe respiratory distress
 Tatalaksana: ABCDE, analgetik kuat (morfin)
59. Raynaud Syndrome
 Gangguan vasospastic yang menyebabkan perbedaan warna pada jari tangan,
jari kaki, dan lokasi lainnya
 Perubahan / perbedaan warna pada jari-jari (pucat – sianosis – kemerahan)
 Diakibatkan penyakit sistemik (SLE)

BEDAH PLASTIK
60. Luka Bakar
 Klasifikasi
o Derajat I
 Mengenai hanya epidermis
 Warna kemerahan
 Sangat nyeri
 Tidak ada bula
o Derajat II A
 Mengenai epidermis dan superfisial dermis (stratum papilare)
 Warna kemerahan, jika ditekan berubah warna menjadi pucat
 Disertai bula
 Sangat nyeri
o Derajat II B
 Mengenai epidermis sampai dermis profunda (stratum retukulare)
 Warna merah sampa pink, bila ditekan sedikit memucat
 Disertai bula
 Nyeri
o Derajat III
 Mengenai sampai di bawah dermis
 Warna putih
 Tidak nyeri
o Derajat IV
 Mengenai sampai subkutan, otot, dan tulang
 Warna hitam, terdapat eschar
 Tidak nyeri
 Luas luka
bakar Rule of
nine

 Tatalaksana
o Siram dengan air steril mengalir
o Resusitasi cairan dengan formula Baxter / formula Parkland
Jumlah cairan: 4 x luas luka bakar (derajat II A ke atas) x berat badan
½ diberikan dalam 8 jam dari kejadian luka, ½ diberkan dalam 16 jam
kemudian
o Debridemen dan escharectomi (mencegah kontraktur, sindrom kompartemen)
o Balut luka setelah diolesi pelembab
61. Labio-gnato-palatoschisis
 Gangguan pembentukkan bibir dan palatum
 Tatalaksana
o Cleft Lip
 Rule of ten (usia 10 minggu,berat 10 lbs, Hb 10)
o Cleft Palate
 Bervariasi antara 6 – 18 bulan, biasanya 10 bulan
 Perbaikan dini menyebabkan midface retrussion
 Perbaikan dini meningkatkan perkembangan bicara

62. Frakture Le Fort / Fraktur Maksilofasial

 Le Fort I
o Fraktur maksila horizontal, memisahkan gigi dari wajah bagian atas.
Disebut juga fraktur Guerin.
o Garis fraktur berjalan sepanjang maksila bagian bawah sampai dengan
bawah rongga hidung.
 Le Fort II
o Disebut juga fraktur piramid, dengan gigi sebagai dasar dan sutura
nasofrontalis sebagai puncak.
o Garis fraktur dimulai dari sutura nasofrontalis, berjalan ke prosesus
frontalis maksila, lalu ke tulang lakrimalis dan dasar orbita, ke dinding
anterior sinus maksilaris, ke bawah os zigoma, sampai mencapai
lempeng pterigoid.
 Le Fort III
o Fraktur transversal, disebut juga craniofacial dysjunction
o Garis fraktur dimulai dari sutura nasofrontalis, memanjang ke
belakang melewati dinding medial orbit (os ethmoid). Di bagian posterior
orbita, garis
fraktur melewati fisura orbita inferior, lalu memanjang ke depan mencapai
dinding lateral orbit (os zygoma).
63. Snake
Bite
Derajat:

 Derajat 0: eritema < 3 cm


 Derajat 1: eritema 3 -12 cm
 Derajat 2: eritema 12-25 cm, mual, pusing
 Derajat 3: eritema > 25 cm, syok, petechie, ecymosis
 Derajat 4: >ekstremitas, gagal ginjal akut, koma, perdarahan

BEDAH ANAK
64. Atresia Esofagus
 Kelainan bawan dimana ada sebagian segmen esofagus tidak terbentuk.
Dapat terbentuk fistel dengan trakhea.
 Ibu hamid dengan polihidramnion
 Klinis:
o Bayi lahir hipersalivasi, saliva berbuih
o Tersedak, batuk, sesak nafas, sianosis
o Disfagia
o Pasang NGT tidak bisa masuk
65. Hypertrophy Pyloric Stenosis
 Akibat hipertrofi m. Sphinter pylorus
 Klinis:
o Gejala muncul usia 2 – 3 minggu
o Muntah proyektil non-billous, boul+gastric juice
o Muntah terjadi 30 – 60 menit setelah intake
o Anak terlihat kelaparan
o PF: teraba massa seperti bauh zaitun (olive)
 Penunjang
o Barium meal / OMD: umbrella sign
o Foto polos: single bubble sign
66. Atresia Duodeni
 Bisa complete obstruction atau partial obstruction
 Lokasi tersering di duodenum pars horizontal
 Klinis:
o Muntah setelah lahir, warna hijau (bilous vomite), terus menerus
walau dipuasakan
 Penunjang
o Foto polos: double bubble sign
67. Atresia Jejunum
 Klinis: muntah warna hijau – kuning seperti feses, tidak menyemprot,
banyak, terus menerus, disertai distensi abdomen dan obstipasi
 Penunjang:
o Foto polos: triple bubble sign, no gas in pelvic cavity
68. Patent Ductus Urachus
 Tidak menutupnya ductus uracus yang menghubungkan vesica urinaria dengan
umbilikus (tempat berkemih saat dalam kandungan)
 Klinis: keluar cairan dari pusar warna kuning, bening
69. Malrotasi Usus
 Merupakan kelaianan yang diakibatkan oleh terpuntirnya usus. Dapat meliputi
duodenum, intestinum, dan colon.
 Volvulus duodenum dan intestinum
Terjadi pada anak, akibat malrotiasi/ non-rotasi usus saat embriogenesis. Volvulus
duodenum gejala biasanya muncul pada neonatus, sedangkan volvulus intestinum
gejala muncul pada tahun pertama kehidupan. Dapat akut (terpuntir seluruhnya)
atau kronik (terpuntir sebagian). Gejala klinis: muntah kehijauan (Billous vomiting),
nyeri abdomen
 Volvulus sigmoid
Terjadi pada dewasa. Gambaran BNO: Coffee-bean shape
70. Hirschprung Disease / Megacolon Congenital
 Kelainan kongenital akibat tidak terbentuknya sel ganglionik pada plexus
myentericus Aurbach dan plexus submucosal Meisner
 80% di rectosigmoid
 Klinis
o Pengeluaran mekonium terlambat (> 24 jam)
o Distensi abdomen
o Muntah hijau (billous vomiting)
o Pemeriksaan RT: tinja menyemprot
 Penunjang
Barium enema: ditemukan zona transisi
71. Invaginasi / Intususepsi
 Masuknya segmen usus proksimal ke segmen distal
 Usia 3 – 12 bulan
 Klinis: Trias (nyeri kolik, teraba massa, muccous red current jelly stools /
hematoscezia)
 PF: massa seperti sosis, dance sign
 Penunjang
o USG: doughnut sign, sandwich sign, pseudokidney
o Barium enema (diagnostik dan terapi): cupping
72. Atresia Ani
 Tidak terbentuknya anus
 Letak rendah < 1 cm, letak tinggi > 1 cm
 Bisa disertai fistel atau tidak
73. Gastroschisis
 Protrusi / keluarnya sebagian organ abdomen melalui umbiikus tanpa diliputi
peritoneum
74. Omphalocele
 Protrusi / keluarnya sebagian organ abdomen melalui umbiikus yang masih
diliputi peritoneum
OBSETRI –
GINEKOLOGI
OBSETRI
1. Diagnosis Kehamilan
a. Tanda kehamilan tidak pasti (probable sign)
 Amenorrhea
 Mual dan muntah
 Mastodinia (payudara membesar, kencang)
 Perubahan payudara (tuberkel montogmery menonjol, sekresi kolostrum)
 Gerakan janin (quickening)
 Keluhan kencing (urinasi, kencing malam >)
 Konstipasi
 Perubahan BB (direkomendasikan 11,5 – 16 kg)
 Peningkatan temperatur basal
 Perubahan kulit (kloasma, areola menggelap, striae gravidarum, linea nigra)
 Chadwick sign (UK >6 minggu, tanda membirunya serviks akibat
pelebaran pembuluh darah akibat peningkatan estrogen)
 Hegar sign (UK > 5-6 minggu, melunaknya segmen bawah rahim)
 Cairan vagina putih, encer, sel eksfoliasi vagina meningkat
 Pembesaran uterus
 Kontraksi uterus
 Ballotement
b. Tanda pasti kehamilan
 Denyut jantung janin (USG, doppler, laenec)
 Palpasi (UK > 12 minggu)
 USG (gestational sac, polus embrional, gerak janin, plasenta)
 Fetal ECG
 Plano test / PP test positif
2. Usia Kehamilan
a. Rumus Naegle
 Untuk siklus mens 28 hari
 Ovulasi hari ke 14
 Rumus: (hari + 7), (bulan – 3), (tahun +1)
b. Rumus Parikh
 Untuk siklus mens bukan 28 hari
 Ovulasi = siklus mens – 14 hari
 Rumus: (hari + (siklus - 21), (bulan –3), (tahun +1)
c. Rumus Bartholomew
 UK 12 minggu: TFU di atas simfisis
 UK 16 minggu: TFU setengah jarak pusat ke simfisis
 UK 20-22 minggu: TFU setinggi umbilikus
 UK 28 minggu: TFU setinggi antara umbilikus dengan prosesus xyphoideus
 UK 36 minggu: TFU setinggi procesus xyphoideus
d. Rumus Mc Donald
 Usia Kehamilan (minggu) = tinggi fundus x 8 / 7
 Taksiran berat janin = (TFU cm – n) x
155 Kepala belum masuk PAP, n = 12
Kepala sudah masuk PAP, n = 11
e. Gerakan Fetus I
(Quickening)
 Primigravida: 18 minggu
 Multigravida: 16 minggu
f. USG
 Gestational sac: 5,5 minggu
 Polus embryonic: 6 minggu
 Fetal movement: 8 minggu
g. Denyut Jantung Janin
 Dopler: 10 – 12 minggu
 USG: 5 – 7 minggu
 Laenec: 16 – 19 minggu
h. Klasifikasi usia kehamilan
 Preterm: 28 – 37 minggu
 Aterm: 37 – 40 minggu
 Post date: 40 minggu + 1 hari – 42 minggu
 Post term: lebih dari 42 minggu
3. Jenis Panggul
a. Ginekoid
Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa
b. Android
Bentuk hampir seperti segitiga. Diameter anteroposterior hampir sama panjangnya
dengan diameter transversa, namun diameter transversa dekat ke sakrum.
c. Antropoid
Bentuk agak lonjong seperti telur. Diameter anteroposterior lebih besar dari
diameter transversa.
d. Platipeliod
Diameter transversa lebih lebar dari diameter anteroposterior.
4. Persalinan Normal
a. Tanda dan gejala persalinan
 Tanda dan gejala curiga persalinan
o Nyeri abdomen intermitten setelah kehamilan 22 minggu
o Nyeri abdomen disertai lendir darah (bloody show)
o Keluar air ketuban per vaginam
 Tanda dan gejala pasti persalinan
o Serviks melunak
o Pendataran dan pemendekan serviks secara progresif
o Dilatasi / pembukaan serviks
b. Kala I
 Pembukaan serviks, penurunan kepala, putar paksi dalam
 Primigravida 12-14 jam, multigravida 6-8 jam
 Fase laten: pembukaan 0-3 cm, ± 8 jam
 Fase aktif: pembukaan 4 sampai lengkap, 4-6 jam, terdiri dari fase
akselerasi - maksimum slope – deselerasi
 Observasi vital sign (setiap 4 jam), pembukaan (setiap 4 jam), DJJ (setiap
30 menit), his (setiap 30 menit), asupan nutrisi
 Ibu tidak boleh mengejan
 Ibu boleh jalan-jalan, BAB, BAK bila: sudah masuk panggul, selaput ketuban
(+), ibu dan anak baik
 Kemajuan persalinan:
o Baik: kontraksi baik (teratur, progresif, frekuensi dan durasi
meningkat), kecepatan pembukaan serviks minimal 1 cm per jam,
serviks tampak dipenuhi bagian bawah janin
o Kurang baik: kontraksi tidak teratur, kecepatan pembukaan serviks di
sebelah kanan garis waspada, serviks tidak dipenuhi bagian bawah
janin
 Kemajuan kondisi janin
o DJJ normal 120-160 x/menit
o Fetal compromised: 100-120 atau 160-180 x/menit
o Fetal distress: < 100 atau > 180 x/menit
c. Kala II
 Pembukaan serviks lengkap atau kepala janin tampak di vulva dengan
diameter 5-6 cm
 Penanganan: kosongkan VU (kateter), mengatur posisi partus, jaga
kenyamanan ibu, ajarkan cara mengejan, cek DJJ
 Episiotomi
Indikasi: perineum rigid, pertolongan persalinan kala II / primigravida,
patologi (tumor, sikatrik), bayi besar, distosia bahu, presbo, VE, forceps,
gawat janin
 Pimpin mengejan
 Lahirkan kepala
 Lahirkan bahu
 Potong tali pusat
 Nulipara maksimal 2 jam, multipara maksimal 1 jam
d. Kala III
 Lahirnya plasenta
 Tanda plasenta lepas
o Semburan darah banyak dan tiba-tiba
o Uterus globular
o Tali pusat memanjang (Ahfield sign)
 Tindakan
o Inkesi oksitosin 10 IU IM atau misoprostol 3 tablet per oral atau per rectal
o Manajemen aktif kala III (Peregangan Tali Pusat Terkendali/ PTPT)
 Perasat
o Kusner
o Klein
o Strassman
o Manuaba
e. Kala IV
 Monitor Vital Sign
 Monitor kontraksi uterus
 Repair episiotomi
 Kontrol perdarahan
5. Malpresentasi
 Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks
 Malposisi adalah posisi kepala janin relatih terhadap pelvis dengan oksiput
sebagai titik referensi
 Macam-macam presentasi
o Posisi oksiput posterior
PD: fontanella posterior dekat sakrum, fontanella anterior dengan mudah
teraba jika kepala bayi defleksi
o Presentasi dahi
PD: teraba fontanella anterior dan orbita
o Presentasi muka
PD: teraba muka, mulut, rahang. Jari pemeriksa mudah masuk ke mulut janin
o Presentasi ganda
Prolaps tangan bersama dengan bagian terendah janin
o Presentasi bokong / sungsang
 Teraba bokong dan kaki
 Bokong sempurna (complete breech): kedua kaki dan panggul fleksi
 Bokong murni (Frank breech): kedua panggul fleksi, kedua lutut ekstensi
 Bokong-kaki (Incomplete breech): kedua panggul felksi, salah satu lutut
fleksi, lutut lainnya ekstensi
 Melahirkan bokong (hanya pada bokong sempurna atau bokong
murni): spontan bracht, manual aid (muller, lovset, classic). Incomplete
breech € SC
o Letak lintang
Perut melebar ke samping, palpasi bagian besar (bokong dan kepala) teraba
di samping.
Lakukan versi luar, bila gagal € SC
6. Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan
a. Definisi
Kelainan pada ibu hamil dengan kadar hemoglobin < 11 g/dl pada trimester I
dan III atau < 10,5 g/dl pada trimester II karena defisiensi besi.
b. Tampilan Klinis
 Badan lemah, lesu, mudah lelah, mata berkunang-kunang, tampak pucat,
telinga berdengin.
 PF: konjungtiva pucat
c. Tatalaksana
 Diet tinggi protein hewani (daging, ikan, susu, telur, sayuran hijau)
 Suplementasi besi
o Dosis suplemen besi elemental 3 x 60 mg/ hari (ferosulfat 3 x 325 mg/hari)
o Baik diberikan saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan), tetapi dapat diberikan bersama dengan makanan.
o Kopi, teh, dan soda menghambat absorbsi besi
 Perlu diberikan juga asam folat 250 µg/hari
7. Persalinan Lama
a. Faktor Risiko
o Power: his tidak adekuat
o Passanger: malpresentasi, malposisi, janin besar
o Passage: panggul sempit
b. Partus lama
 Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida, dan lebih
dari 18 jam pada multigravida. Ditandai dengan fase laten > 8 jam, persalinan
telah berlangsung lebih dari 12 jam tanpa kelahiran bayi, dan dialatasi serviks
di kanan garis waspada pada partograf.
 Etiologi
Disproporsi fetopelvik, malpresentasi, malposisi, kerja uterus tidak
efisien, serviks yang kaku, primigravida, ketuban pecah dini, anastesia
berlebihan
 Nulipara
Kemajuan pembukaan serviks pada fase aktif <1,2 cm/jam. Kemajuan
turunnya bagian terendah janin < 1 cm/jam.
 Multipara
Kemajuan pembukaan serviks pada fase aktif < 1,5 cm/jam. Kemajuan
turunnya bagian terendah janin < 2cm/jam.
c. Persalinan macet
 Persalinan dengan his adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada
pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam selama 2
jam terakhir
 Nulipara
Fase deselerasi memanjang (> 3 jam), tidak ada pembukaan > 2 jam,
tidak ada penurunan bagian terendah janin > 1 jam
 Multipara
Fase deselerasi memanjang > 1 jam, tidak ada pembukaan > 2 jam, tidak
ada penurunan bagian terendah janin > 1 jam
d. Manajemen
 Fase laten memanjang
Induksi: drip oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose mulai dengan 8 tpm, tiap
30 menit tambah 4 tpm hingga his adekuat (maskimal 40 tpm) atau beri
prostaglandin.
 Fase aktif memanjang
Bila tidak ada CPD atau obstruksi: penanganan umum untuk memperbaiki
kontraksi, pecahkan ketuban.
 Kala 2 memanjang
Singkirkan malpresentasi dan tanda obstruksi, beri oksitosin drip, bila tidak ada
kemajuan dalam 1 jam € VE / forcep / SC sesuai indikasi dan
kontraindikasi
 DKP dan
obstruksi Bayi
hidup € SC
Bayi mati € kraniotomi / embriotomi atau SC
8. Hyperemesis Gravidarum
a. Definisi
Muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai usia kehamilan 20 minggu.
b. Tampilan Klinis
Black Books for UKMPPD 131

 Amenorhea disertai mual dan muntah yang hebat


 Nafsu makan turun
 Berat badan turun
 Nyeri epigastrium
 Lemas
 Rasa haus yang hebat
 Gangguan kesadaran
 Bisa sampai dehidrasi
c. Klasifikasi
 Tingkat I
Muntah terus meneurs, tanda-tanda dehidrasi, belum ada tanda-tanda syok
 Tingkat II
Sudah ada tanda-tanda syok
 Tingkat III
Syok, penurunan kesadaran, disertai gangguan organ
d. Pemeriksaan Penunjang
Darah: hematokrit meningkat
Urinalisa: warna pekat, berat jenis meningkat, ketonuria, proteinuria
e. Tatalaksana
 Makan makanan yang banyak mengandung gula
 Makan porsi kecil tetapi sering
 Menghindari makanan berminyak atau berlemak
 Istirahat cukup
 Farmakologis: antihistamin H2, piridoksin, antiemetik (ondansentron,
metoclopramid)
 Dehidrasi € cairan IV
 Syok € tatalaksana syok
9. Hipertensi Pada Kehamilan
a. Hipertensi Kronik
 Hipertensi yang didiagnosa sebelum kehamilan (riwayat hipertensi
sebelumnya) atau sebelum usia gestasi kurang dari 20 minggu

 Tatalaksana:
o Jika tekana diastolik ≥ 110 mmHg atau tekanan sistolik ≥ 160 mmHg,
berikan antihipertensi.
o Istirahat
o Pikirkan komplikasi: solusio plasenta, IUGR, superimposed preeklampsia.
b. Hipertensi Gestasional
 Hipertensi yang didiagnosa setelah usia kehamilan 20 minggu dan tanpa
proteinuria.
 Tatalaksana:
o Rawat jalan
o Pantau kondisi janin setiap minggu
o Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
o Bila kondisi janin memburuk, pertumbuhan janin terhamba € rawat dan
pertimbangkan terminasi
c. Pre Eklampsia Ringan
 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan proteinuria ≥ 0,3 g/24 jam atau dipstik +1.
 Tatalaksana:
o Usia kehamilan <37 minggu:
 Rawat jalan
 Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondsi janin 2 kali
seminggu
 Istirahat
 Diet biasa
 Tidak perlu terapi farmakologis
 Bila tidak memungkinkan rawat jalan € rawat inap
o Usia kehamilan >37
minggu: Pertimbangkan
terminasi:
 Serviks matang: pecah ketuban, induksi dengan oksitosin /
prostaglandin
 Serviks belum matang: pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter foley atau SC
d. Pre Eklampsia Berat
 Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg dan proteinuria ≥ 5 mg/24 jam atau dipstik +3
Black Books for UKMPPD 133

o Rawat inap
o Oksigen 4-6 lpm
o Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
o Berikan antikonvulsan
o Observasi VS, refleks, dan DJJ setiap jam
o Awasi komplikasi: edem pulmo (bila terdapat edem pulmo, berikan
furosemid IV), HELLP syndrome (hemolisis, elevated liver enzime,
low platetel count), koagulopati (lakukan uji pembekuan darah bed
side)
e. Superimposed Preeklampsia
 Hipertensi kronik disertai proteinuria.
 Tatalaksana sama dengan preeklampsia
f. Impending Eklampsia
 Preeklampsia disertai gejala sakit kepala, mual, muntah, gangguan
pengelihatan, nyeri kuadran kanan atas abdomen, hiperrefleksia
 Tatalaksana sama seperti preeklampsia.
g. Eklampsia
 Preeklampsia disertai kejang
 Tatalaksana sama seperti preeklampsia, namun persalinan harus berlangsung
dalam 12 jam setelah timbulnya kejang.
h. Antihipertensi
 TD 140-159 / 90 – 109 : metildopa, labetalol, nifedipin PO
 TD ≥ 160/110: labetalol IV, hidralazin IV, atau nifedipin sub lingual
i. Antikonvulsan
 Pilihan obat: MgSO4
 Dosis: 4 gr IV sebagai larutan 20% dalam 5 menit, diikuti MgSO4 (50%) 5
gr bokong kanan dan 5 gr bokong kiri.
 Sebelum pemberian, cek: RR minimal 16 x/menit, refleks patella (+), urin
minimal ≥ 30 cc/jam dalam 4 jam terakhir
 Antidotum: Ca glukonas 1 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV sampai
bernafas kembali.
10. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Keadaan pecahnya ketuban sebelum persalinan dan tidak diikuti oleh proses
persalinan.
b. Tampilan Klinis
 Anamnesis: keluarnya cairan ketuban dari vagina secara tiba-tiba, tidak ada his
c. Pemeriksaan Penunjang
Nitrazin test (pH kertas lakmus setelah ditempelkan ke cairan menjadi biru), USG
d. Tatalaksana
 Ada tanda-tanda infeksi: terapi sebagai amnionitis
 Tidak ada tanda-tanda infeksi, UK < 37 minggu
o Antibiotik: ampisilin 4 x 500 mg + eritromisin 3 x 250 mg selama 7 hari
o Kortikosteroid
o Observasi sampai ada tanda-tanda persalinan
 Tidak ada tanda-tanda infeksi, UK > 37 minggu
o Ketuban pecah lebih dari 18 jam
 Ampisilin 4 x 2 g IV atau penisilin G 4 x 2 juta unit IV
 Jika tidak ada tanda-tanda infeksi post partus € stop antibiotik
o Nilai serviks
 Matang € induksi persalinan dengan oksitosin
 Belum matang € prostaglandin € induksi dengan oksitosin atau SC
11. Amnionitis
a. Definisi
Infeksi pada amnion
b. Tampilan Klinis
 Keluar cairan dari vagina yang purulen, berbau busuk
 Demam, leukositosis, nyeri tekan pada uterus, takikardi ibu atau janin
c. Tatalaksana
 Antibiotik
o Ampisilin 4 x 2 g IV + gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
o Persalinan pervaginam € stop antibiotik post partus
o SC € lanjutkan AB + metronidazol 3 x 500 mg IV sampai bebas
demam 48 jam
 Nilai Serviks
o Matang: induksi persalinan dengan oksitosin
o Serviks belum matang € prostaglandin + induksi oksitosin atau SC
12. Perdarahan Antepartum
a. Solusio Plasenta
 Definisi
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasi sebelum waktunya.
 Fakor Risiko
Hipertensi, trauma abdomen, riwayat solusio plasenta sebelumnya,
merokok, gemelli, polihidramnion, penyalahgunaan obat (kokain, obat
bius)
 Tampilan Klinis
Perdarahan pervaginam, sedikit, berwarna merah gelap atau coklat, nyeri
perut, kontraksi, gerakan janin berkurang, bisa sampai syok pada ibu atau
gawat janin. Pada PF janin bisa tidak teraba.
 Penunjang
USG
 Tatalaksana
o Janin hidup
 Cukup bulan: terminasi dengan pervaginam atau SC
 Kurang bulan: steroid, terminasi
o Janin mati
 Persalinan per vaginam
b. Plasenta Previa
 Definisi
Implantasi plasenta di atas osium serviks interna.
 Faktor Risiko
Riwayat plasenta previa sebelumnya, riwayat SC atau operasi uterus,
multiparitas, kehamilan multipel, merokok
 Klasifikasi
o Komplit: seluruh ostium tertutup
o Parsial: sebagian ostium tertutup
o Marginal: tidak menutup, tapi berada dalam jarak < 2 cm dari ostium
o Letak rendah: berada dalam jarak 2 – 3,5 cm dari ostium. Tidak
dianggap plasenta previa
 Tampilan Klinis
Bisa asimptomatis, perdarahan pervagina yang tidak nyeri. Tidak
boleh melakukan VT kecuali setelah USG bukan plasenta previa atau di
ruang operasi. Inspekulo boleh dilakukan.
 Penunjang
USG
 Tatalaksana
o Tidak ada perdarahan: tunggu sampai 37 minggu, lalu SC
o Perdarahan:
 ≥ 37 minggu: SC
 ≤ 37 minggu: bila hemodinamik tidak stabil € SC. Bila
hemodinamik stabil € rawat inap, observasi
c. Vasa Previa
 Definisi
Korda umbilikus berada diantara fetus dan ostium serviks
 Tampilan Klinis
Perdarahan berat ketika ketuban pecah saat persalinan. Risiko kematian janin
akibat syok sangat tinggi.
 Tatalaksana
SC
13. Kelainan Implantasi Plasenta
 Plasenta Accreta
Plasenta menempel sampai sedikit menembus ke miometrium
 Plasenta Increta
Plasenta menempel sampai ke miometrium tapi tidak sampai ke parametrium
 Plasenta Percreta
Plasenta menempel hingga menembus parametrium. Bisa menyebabkan ruptur
uteri.
14. Prolaps Tali Pusat
a. Tali pusat menumbung / prolapsus funiculli
Tali pusat keluar atau berada di samping dan melewati bagian terendah janin di
dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan ke luar
vagina setelah ketuban pecah.
b. Tali pusat terdepan / terkemuka
Tali pusat berada di samping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis
servikalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban masih
intak.
c. Occult prolapse
Keadaan dimana tali pusat terletak di samping kepala atau di dekat pelvis tapi
tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina
15. Perdarahan Post Partum
a. Definisi
Perdarahan pasca persalinan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir atau
yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu
b. Tampilan Klinis
No. Gejala dan Tanda Kemungkinan Penyebab
1.  Perdarahan setelah anak lahir Atonia Uteri
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2.  Perdarahan segera Robekan jalan lahir
 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
3.  Plasenta belum lahir sampai 30 menit Retensi plasenta
4.  Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Sisa plasenta
 Perdarahan dapat muncul 6-10 hari post
partum disertai subinvolusi uterus
5.  Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal Ruptur uteri
dan perdarahan pervaginam)
 Nyeri perut yang hebat
 Kontraksi yang hilang
6.  Fundus uteri tidak teraba pada palpasi Inversio uteri
abdomen
 Lumen vagina terisi massa
 Nyeri ringan atau berat
7.  Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat Gangguan pembekuan
gumpalan sederhana darah
 Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
pembentukkan darah sederhana
 Terdapat faktor predisposisi: solusio plasenta,
kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air
ketuban

c. Tatalaksana
 Tatalaksana Awal
o ABC
o Jika syok € tatalaksana syok
 Atonia Uteri
o Kompresi bimanual internal atua eksternal
o Infus oksitosin dan oksitosin IM
o Ergometrin
o Asam Tranexamat
 Robekan Jalan Lahir
o Penjahitan
 Retensi Plasenta
o Tarikan tali pusat terkendali, bila tidak berhasil, lakukan manual
plasenta
o Infus oksitosin dan oksitosin IM
o Antibiotik profilaksis
 Sisa Plasenta
o Infus Oksitosin dan Oksitosin IM
o Eksplorasi digital (menggunakan jari) atau dengan kuretase
o Antibiotik profilaksis
16. Robekan Perineum
 Derajat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum
 Derajat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani
 Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai ke otot sfingter
ani: III A: robekan < 50% sfingter ani eksterna
III B: robekan > 50% sfingter ani eksterna
III C: robekan juga meliputi sfingter ani interna
 Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan sfingter ani dan mukosa rektum
17. Puerperal Sepsis
a. Definisi
Semua infeksi genital yang terjadi akibat komplikasi dari aborsi atau persalinan.
Gejala muncul biasanya lebih dari 24 jam setelah persalinan.
b. Faktor Risiko
SC, usia muda, persalinan lama, KPD, pemeriksaan vagina berulang, manual plasenta
c. Tampilan Klinis
Demam, menggigil, lemas, nyeri abdomen bawah, nyeri uterus, subinvolusi uterus,
lokhia purulen dan berbau busuk, perdarahan pervaginal, syok.
d. Tatalaksana
 Posisi semi-Fowler
 Cairan IV
 Infus oksitosin
 Analgetik
 Antibiotik spektrum luas IV
18. Prolaps Uteri
 Derajat I
Serviks masih berada di dalam vagina
 Derajat II
Serviks terlihat di luar vulva
 Derajat III
Prolaps
komplit
19. Abortus
a. Definisi
Berakhirnya kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu
b. Klinis: perdarahan dari serviks dan nyeri ringan
c. Klasifikasi
Diagnosis Perdarahan Nyeri Perut Uterus Serviks Gejala Khas
Abortus Sedikit Sedang Sesuai usia Terututp Tidak ada epulsi
Imminens kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai usia Terbuka Tidak ada epulsi
Insipiens banyak hebat kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Lebih kecil dari Terbuka Epulsi sebagian
Inkomplit banyak hebat usia kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedikit Tanpa/sedikit Lebih kecil dari Tertutup Epulsi seluruh
Komplit usia kehamilan jaringan konsepsi
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil dari Tertutup Janin telah mati,
tapi
Abortion usia kehamilan
tidak ada epulsi
jaringan

d. Tatalaksana
 Abortus Imminens: konservatif, bed rest
 Abortus Insipiens: dilatasi dan kuretase
 Abortus Inkomplit: dilatase dan kuretase
 Abortus Komplit: suportif
 Missed Abortion: dilatasi dan kuretase
 Septic Abortion
o Abortus dengan komplikasi infeksi pelvis. Disertai demam, nyeri
abdomen, sekret vagina.
o Tatalaksana: dilatasi, kuretase, dan antibiotik
 Habitual Abortion / Abortus Rekuren
o Abortus dalam tiga kehamilan berturut-turut
o Penyebab: anomali kromosom
20. Kehamilan Ektropik
a. Definisi
Kehamilan yang implantasi blastosisnya terjadi di luar mukosa endometrium.
Paling sering di tuba falopii. Bila ruptur dapat menyebabkan kematian.
b. Faktor Risiko
Infeksi genital, merokok, IUD
c. Klinis
Nyeri perut bawah, perdarahan per vagina, sebelumnya haid terlambat. Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET) atau ruptur: nyeri sangat berat, abdomen distensi,
bisa sampai syok.
PF: nyeri goyang porsio (+)
d. Penunjang
 Plano / PP test positif
 USG: uterus kosong
 Beta-HCG: >1500 IU/L (USG transvaginal), >6500 IU/L (USG transabdominal)
 Kuldosintesis
e. Tatalaksana
 Bila syok: ABC
 Belum ruptur: metrothrexat
 KET: pembedahan (laparotomy, laparoskopi, salpingectomy, salpingostomy)
21. Mola Hidatidosa
a. Definisi
Kehamilan abnormal dimama uterus tidak berisi fetus, tetapi berisi masa trofoblastik
dengan villus korionik yang membengkak.
b. Etiologi
Abnormal kromosom (parsial: 69,XXX atau 69,XXY, komplit: 46,XX atau 46,XY)
c. Tampilan Klinis
Perdarahan per vaginam, mual dan muntah hebat, ukuran uterus lebih besar dari
usia gestasi, aktifitas janin (-), DJJ (-)
d. Penunjang
 USG: snowstorm appearance (komplit), honeycomb appearance (inkomplit)
 Beta-HCG: > 100.000 IU/L
e. Tatalaksana
 Dilatase dan kuretase
 Cegah kehamilan minimal satu tahun
 Ukur kadar HCG tiap 2 minggu
 Tunda terapi selama kadar HCG berkurang
 Setelah kadar HCG normal € cek HCG tiap bulan selama 6 bulan € tiap 2
bulan selama dua tahun
 Bila ada tanda-tanda tirotoksikosis € tatalaksana sesuai terapi tirotoksikosis
22. Kontrasepsi
a. Metode Amenore Laktasi
 Adalah metode kontrasepsi dengan pemberian ASI sebagai usaha alamiah
untuk menjarangkan kehamilan
 Cara kerja: penundaan, penekanan ovulasi
 Efektif sampai 98% dengan syarat: ibu menyusui secara penuh, bayi
menghisap secara langsung, ibu belum mendapatkan haid sejak
melahirkan, umur bayi kurang dari 6 bulan, menyusui dimulai 30 menit
sampai satu jam setelah bayi lahir, kolostrum diberikan pada bayi, jarak
menyusui tidak lebih dari 4 jam
 Keuntungan: efektifitas tinggi, segera efektif, tidak mengganggu senggama,
tidak ada efek sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat,
tidak perlu biaya
 Keterbatasan: perlu persiapan dan perawatan payudara sejak hamil agar dapat
segera menyusui dan produksi ASI lebih baik, kesulitan dilaksanakan
karena kondisi sosial, efektifitas tinggi hanya sampai 6 bulan
b. Sistem Pantang Berkala
 Metode lendir serviks
Masa subur ditandai dengan keluarnya lendir serviks cukup banyak, jernih,
licin, mulur sehingga pada hari itu ibu merasa “lebih basah”, saat itu
pasangan diinstrusikan untuk abstinensi.
 Metode suhu basal
Abstinensi dimulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut-
turut setelah suhu berada di atas garis pelindung pada kurva suhu basal.
 Metode simtomtermal
Gabungan metode keduanya
 Syarat: siklus haid teratur, ibu harus tahu pasti kapan masa suburnya
 Efektifitas sedang
 Perlu kerjasama pasangan
c. Senggama Terputus
 Metode: pria mengeluarkan penisnya sebelum ejakulasi
 Efektifitas terganggu kesediaan pasangan dan motivasi
 Tidak dianjurkan pada suami yang mempunyai riwayat ejakulasi dini atau
suami tidak kooperatif
d. Metode Barier
 Kondom
o Cukup efektif
o Merupakan metode pilihan semetara bila kontrasepsi pilihan harus ditunda
o Mencegah IMS
o Agak mengganggu hubungan seksual
 Diafragma + spermisida
o Efektifitas sedang
o Dapat menjadi penyebab infeksi
e. Kontrasepsi Kombinasi (estrogen dan progesteron)
 Pil kombinasi
o Efektif dan reversibel
o Cara kerja: menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks, mengganggu pergerakan tuba
o Harus diminum setiap hari, terdiri dari 21 tablet mengandung hormon
estrogen dan progesteron dan 7 tablet plasebo. Diminum mulai hari
pertama haid.
o Siklus haid menjadi teratur
o Kesuburan segera kembali setelah penggunaan dihentikan
o Tidak dianjurkan bagi ibu menyusui
o Efek samping: perubahan mood, mual, bercak/ spotting, peningkatan
berat badan
o Kontraindikasi: riwayat saki jantung, DM, kanker payudara, epilepsi,
gangguan pembekuan darah
 Suntikan kombinasi
o Disuntikan satu bulan sekali
o Contoh: 25 mg Depo Medroxyprogesterone asetat dan 5 mg estradiol
sipionat
o Cara kerja, efek samping, indikasi dan kontraindikasi hampir sama dengan
pil kombinasi
f. Kontrasepsi Progestin
 Suntikan Progestin
o Sangat efektif
o Cara kerja: menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks, mengganggu pergerakan tuba
o Kesuburan kembali sekitar 4 bulan setelah lepas obat
o Sering terjadi gangguan haid
o Peningkatan berat badan
o Kontraindikasi: riwayat DM, kanker payudara, penyakit hati, penyakit
jantung, stroke
o Disuntikan 3 bulan sekali (Depo Provera) atau 2 bulan sekali (Depo
Noristerat)
 Pil Progestin / mini pil
o Tidak menurunkan produksi ASI
o Harus diminum setiap hari dengan waktu yang sama
o Dapat menjadi kontrasepsi darurat
g. Kontrasepsi Implan
 Efektif 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (implanon)
 Dapat digunakan oleh ibu menyusui
 Bebas estrogen
h. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
 Sangat efektif, reversibel, jangka panjang, bebas hormon
 Cara kerja: menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba,
mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum masuk ke kavum uteri, mencegah
sperma dan ovum bertemu
 Dapat dipasang setelah melahirkan
 Dapat keluar sendiri dari uterus
 Efek samping: haid lama dan banyak, infeksi, dismenorhea
 Kontraindikasi: infeksi genital, risiko tinggi menderita IMS, kelainan bentuk uterus
i. Kontrasepsi Mantap
 Sangat efektif, tidak ada efek samping
 Bagi pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi
j. Kontrasepsi Pasca Persalinan
 MAL: setelah pesalinan hingga 6 bulan
 Barier: segera setelah persalinan
 AKDR: setelah 3 minggu
 Progesteron: setelah 6 minggu
 KB alamiah: setelah 6 minggu
 Kombinasi: setelah 6 bulan

GINEKOLOGI
23. Ca Serviks
a. Faktor Risiko
Infeksi HPV (16, 18, 45, 46), menikah usia muda, pertama kali koitus usia
muda, berganti-ganti pasangan seks, rokok, paritas, ras
b. Tampilan klinis
 Anamnesis: perdarahan pervagina (terutama setelah berhubungan seksual),
uretra, atau rektum, keputihan berbau, penurunan berat badan
c. Deteksi Dini
 Pemeriksaan sitologi (pap smear), IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
test, Colposcopy
 Gold standart: colposcopy + biopsi
 IVA test: positif bila terlihat gambaran acetowhites area (lesi prekanker)
 Pap Smear
o Pemeriksaan dilakukan saat kondisi serviks tidak dalam keadaan inflamasi
/ infeksi. Inflamasi / infeksi ditangani lebih dahulu.
o Negatif palsu: sampel tidak adekuat, salah lokasi pengambilan
sampel, kesalahan pembacaan
o Waktu paling baik pengambilan sampel saat fase proliperatif. Sampel
diambil 24-48 jam setelah hubungan seksual.
o Mulai pemeriksaan tiga tahun setelah hubungan seksual pertama kali
pada wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 21 tahun
o Usia < 30 tahun: screening setiap tahun
o Usia > 30 tahun: screening setiap tahun atau dua tahun sekali
o Screening bisa dihentikan setelah usia 65 tahun
d. Lesi Pre-kanker / cervical dysplasia
 Perubahan abnormal sel pada permukaan serviks dilihat menggunakan mikroskop
 Histologi
Cervical intraepitelial neoplasma (CIN) I (mild), CIN II (moderate), CIN III (severe)
 Sitologi
Low-grade SIL (squamous intraepithelial lession), High-grade SIL
e. Staging
Stage 0 : carcinoma is situ
Stage I : terbatas di serviks
Stage II : keluar dari serviks tapi belum sampai dinding pelvis, 1/3 posterior vagina
Stage III: lesi sudah sampai ke dinding pelvis dan 1/3 anterior vagina
Stage IV: sudah menginvasi vesica urinaria, rectum, atau metastase
24. Mioma Uteri
a. Definisi
Tumor jinak yang berasak dari jaringan otot polos uterus
b. Tampilan Klinis
 Anamnesis:
o Menorrhagia dan mentruasi memanjang
o Nyeri pelvis
o Gejala pendesakan ruang (sering buang air kecil, konstipasi)
o Abortus spontan
o Infertilitas
 PF (pemeriksaan bimanual):
o Teraba massa di abdomen berbatas tegas, mobile, konsistensi padat
o Uterus teraba membesar dan keras
c. Klasifikasi berdasarkan lokasi
 Submukosa: di lapisan endometrium
 Intramural: di lapisan miometrium
 Subserosa: di lapisan parametrium
 Intracavity (mioma geburt): menggantung di dalam cavum uteri (dapat
keluar masuk ke vagina)
 Pedinculated (mioma satelit): menggantung di luar cavum uteri
d. Pemeriksaan Penunjang
 USG: whorl like pattern / tersusun seperti konde
e. Tatalaksana
Mioma kecil: observasi
Mioma besar/ mendesak ruang sekitarnya: myomectomi / hysterectomi
25. Ca Endometrium
 75 % terjadi post menopause
 Etiologi: estrogen berlebihan, obesitas, PCOS, DM dan hipertensi
 Post menopausal bleeding
26. Sindrom Polikistik Ovarium
a. Definisi
Terdapatnya hiperandrogenemia yang berhubungan dengan anovulasi kronik
pada wanita tanpa adanya kelainan dasar spesifik pada adrenal atau kelenjar
hipofisis
b. Tampilan Klinis
Siklus menstruasi irreguler ,oligomenorhea, amenorhea, hiperandrogen
(hirsutisme, jerawat, alopesia), obesitas, akantosis nigrikan
27. Pelvic Inflamatory Disease
a. Definisi
Infeksi dan inflamasi pada uterus, tuba falopii, dan adneksa pelvis. Biasanya akibat
dari perluasan infeksi pada serviks.
b. Tampilan Klinis
 Nyeri goyang porsio
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
c. Penatalaksanaan
Antibiotik sesuai penyebab
28. Endometriosis
a. Definisi
Ditemukannya jaringan endometrium di luat uterus yang menyebabkan reaksi
inflamasi. Lokasi tersering: GIT, saluran kemih, jaringan lunak, diafragma.
Penyakit estrogen-dependent
b. Tampilan Klinis
Anamnesis: dismenorrhea berat, nyeri saat berhubungan seksual, nyeri pelvis
kronis, nyeri diantara siklus menstruasi (Mittleschmertz), gejala perimenstrual
c. Tatalaksana
 Farmakoterapi
GnRH, kontrasepsi oral, progestin, aromatase inhibitor
 Pembedahan (hysterectomi, oophorectomy, salpingo-oophorectomy)
Bila nyeri pelvis tidak dapat diatasi yang menyebabkan penurunan
kualitas hidup, gagal dengan terapi farmakologi, gejala obstruksi
29. Disfungsional Uterine Bleeding
 Perdarahan yang berasal dari uterus dimana tidak ada proses patologis lainnya
yang mendasari
 Disfungsi aksis hipotalamus-thalamus-ovarium € anovulasi € progesteron tidak
dihasilkan € proliferasi endometrium € perubahan vaskuler endometrium &
penurunan prostaglandin € perdarahan
 Tatalaksana: ferrous sulfat, NSAID
30. Amenorhea
a. Definisi
Tidak adanya menstruasi
b. Etiologi
Kelainan hipofisis, tiroid, adrenal, ovarium
c. Klasifikasi
 Primer
Tidak menstruasi setelah usia 16 tahun dengan pertumbuhan seksual
sekunder normal (pembesaran payudara, pubes, dll) atau tidak
menstruasi setelah usia 14 tahun tanpa disertai pertumbuhan seksual
sekunder
 Sekunder
Tidak mestruasi selama lebih dari 6 bulan pada wanita yang
sebelumnya menstruasi normal
31. Pre Menstrual Syndrome
 Siklus yang berulang saat fase lutheal pada menstruasi dimana terjadi stres fisik,
psikologis, dan atau perubahan sikap yang mengakibatkan gangguan hubungan
interpersonal
 Premenstrual Magnificence (PMM) € premenstrual sindrom yang terjadi pada
penderita gangguan jiwa
32. Dysmenorrhea
a. Definisi
Nyeri pada saat menstruasi. Dibagi dalam dual katergori: primer (tanpa kelainan
organ pelvis), sekunder (terdapat kelainan organik).
b. Tampilan klinis
Nyeri saat menstruasi, berlangsung 48-72 jam atau lebih, terasa di perut
bagian bawah
c. Tatalaksana
NSAID: ibuprofen, aspirin, asam mefenamat
33. Terminologi dan definisi perdarahan uterus abnormal
 Amenorrhea
Tidak ada menstruasi lebih dari 6 bulan
 Menorrhagia
Menstruasi dengan perdarahan banyak (>80 ml/siklus) atau durasi memanjang
>7 hari
 Metroraghia
Siklus menstruasi irreguler dan interval bervariasi
 Menometroraghia
Menstruasi irreguler, perdarahan banyak, dan memanjang
 Oligomenorhea
Jumlah darah yang keluar saat menstruasi sedikit
 Polymenorrhea
Frekuensi menstruasi meningkat
 Intermenstrual
Perdarahan / spotting di antara siklus menstruasi
34. Kista Bartholini
 Kista yang terbentuk akibat sumbatan pada duktus / kelenjar bartholini.
Dapat dilihat dari bagian luar/vulva, lokasi pada labia mayor, umumnya muncul
pada usia reproduksi. Dapat berkembang menjadi abses jika terinfeksi. Bakteri
penyebab tersering N. Gonnorhea.
 Tatalaksana: insisi drainase, marsupialisasi
35. Kista Gardner
 Kista yang muncul pada liang vagina terutama pada bagian anterolateral, berasal
dari sisa duktus mesonefrik / duktus wolfii
36. Kista Nabothi
 Kista yang terbentuk karena retensi kelenjar endoserviks (nabothii),
biasanya terdapat pada wanita multipara, sebagai penampilan servisitis. Kita
berwarna putih berisi cairan mukus. Bila menjadi besar bisa menimbulkan
nyeri.
37. Infertilitas
Definisi: tidak terjadi kehamilan selama satu tahun dengan hubungan seksual 2-
3 x/minggu tanpa kontrasepsi. 40% faktor pria, 40% faktor wanita, 20% faktor
keduanya.
38. Analisis Sperma
a. Normozoospermia
Jumlah sperma ≥ 20 juta/ml
b. Oligozoospermia
Jumlah sperma < 20 juta/ml
c. Astenozoospermia
Motilitas sperma a (gerak cepat dan lurus) < 25% atau a+b (gerak lambat,tidak lurus)
<50%. Sperma c (bergerak di tempat), sperma d (tidak bergerak)
d. Teratozoospermia
Morfologi sperma normal < 30%
e. Azoospermia
0 sperma tapi masih ada plasma semen
f. Aspermia
0 sperma + 0 plasma semen
Black Books for UKMPPD 151

ANESTESIOLOGI

1. Basic Life Support


Algoritma:
A. Airway with C-spine Control
 Cek patensi jalan nafas
Curigai ada obstruksi jalan nafas bila ditemukan:
o Gurgling
Sumbatan cairan atau semi-padat pada jalan nafas
o Snoring
Sebagian faring tertutup baik oleh palatum molle atau epiglotis
o Crowing
Terjadi spasme laring
o Stridor inspirasi
Obstruksi setinggi laring atau diatasnya
o Wheezing ekspirasi
Obstruksi di saluran nafas bawah
 Bebaskan jalan nafas
o Triple Manuver Airway
 Head Tilt
 Chin Lift
 Jaw Thrust (pada curiga fraktur cervical, hanya jaw thrust yang
boleh dilakukan)
o Oropharyngeal Airway (mayo, gudel)
 Pasang cervical collar / collar brace
B. Breathing and Ventilation
 Look (pergerakan dinding dada), listlen (suara nafas), feel (hembusan nafas)
 Adekuat € suplementasi oksigen
 Tidak adekuat € manual assisted ventilation
C. Circulation and Control Bleeding
 Cek denyut a. Carotis, bila tidak ada lakukan kompresi
 Cek sumber perdarahan, kontrol perdarahan
D. Disability
 Cek status neurologis
E. Exposure / Environtmental Control
 Buka pakaian pasien, cegah hipotermi
2. Syok
a. Definisi
Gangguan perfusi sistemik yang menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan
dan insufisiensi pengangkutan produk metabolik yang mengakibatkan kerusakan
jaringan
b. Gangguan Pompa
 Syok kardiogenik
o Akibat kerusakan jantung sebelumnya (infark)
o Terapi (inotropik):
 Gejala syok + TD sistol ≤ 70 mmHg € norepinefrin atau dobutamin
 Gejala syok + TD sistol 70 – 100 mmHg € Dopamin
 Tanpa gejala syok + TD sistol 70 – 100 mmHg € Dobutamin
 Sekunder
o Emboli paru, tension pneumothoraks, tamponade jantung
o Terapi: atasi penyebab
c. Gangguan Sirkulasi Perifer
 Syok hipovolemik
o Akibat kehilangan cairan (diare, muntah, kebocoran plasma, heat
exhaustion)
o Terapi: resusitasi cairal kristaloid (Saline, RL, RA) 20 cc/KgBB
secepatnya, dapat diulang. Bila tidak membaik setelah diulang, dapat
diberikan koloid (HES, albumin, dextran) atau transfusi whole blood.
o RL lebih direkomendasikan karena meminimalkan asidosis. Pada
cedera otak akut lebih direkomendasikan Saline.
o Adekuat jika urin output > 0,5 – 1 cc/KgBB/jam
 Syok hemoragik
o Karena perdarahan (trauma, fraktur tulang panjang, KET)
o Terapi: resusitasi cairal kristaloid (Saline, RL, RA) 20 cc/KgBB
secepatnya, dapat diulang. Bila tidak membaik setelah diulang, dapat
diberikan koloid (HES, albumin, dextran) atau transfusi whole blood.
o Adekuat jika urin output > 0,5 – 1 cc/KgBB/jam
 Syok anafilaktik
o Karena reaksi alergi / hipersensitifitas tipe 1 (IgE mediated) terhadap
obat, media kontras, dll
o Terjadi kolaps sirkulasi akibat vasodilatasi
o Terapi: ABC, posisi head down, adrenalin / epinefrin 0,5 mg SC / IM
(1 : 1000) atau IV (1 : 10.000)
 Syok septic
o Akibat infeksi sistemik
o Terapi: oksigen, antibiotik spektrum luas IV, cairan, vasopressor
(norepinefrin)
 Syok neurogenik
o Akibat cedera pada medula spinalis
o Rangsang simpatis menghilang
3. Triase
 Penilaian dengan metode RPM (respirasi-perfusi-mental)
 Prioritas penanganan
o Merah (immediate)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat
hidup bila ditolong segera. Contoh: tension pneumothoraks, cardiac arrest,
perdarahan hebat, luka bakar inhalasi
o Kuning (delayed)
Pasien perlu tindakan definitif tapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien
dapat menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Contoh: fraktur
tertutup ekstremitas (perdarahan terkontrol), perdarahan laserasi terkontrol,
luka bakar < 25%.
o Hijau (minimal)
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Contoh: memar, lecet
o Hitam (expectant)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
dapat pertolongan, prognosis buruk. Contoh: cedera kepala berat, luka
bakar hampir seluruh tubuh.
4. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Gangguan Asam Basa pH PCO2 HCO3 Penyebab Umum
Asidosis Respiratorik ↓ ↑ ↑ jika terkompensasi PPOK, asma, ARDS
Alkalosis Respiratorik ↑ ↓ ↓ jika terkompensasi Hiperventilasi, sepsis
Asidosis Metabolik ↓ ↓ jika terkompensasi ↓ Dehidrasi berat, DM,
gagal ginjal
Alkalosis Metabolik ↑ ↑ jika terkompensasi ↑ Muntah, diuresis,
hiperkalsemia

 pH: 7,35 – 7,45


 pCO2: 35-45 mmHg
 HCO3 : 22-25 mmol/L

5. Obstruksi Jalan Nafas Oleh Benda Asing


 Obstruksi pada orang dewasa

Unconscious Start CPR


Severe airway
obstruction
(ineffective cough)
5 back blows, 5
Conscious abdominal
Assess severity thrusts

Mild airway
Observasi apakah
obstruction
Encourage cough membaik atau
(effective cough) memburuk

 Obstruksi pada anak-anak

Oper airway, 5
Unconscious breath, start CPR

Ineffective cough
5 back blows, 5
Conscious abdominal thrusts
Assess Severity

Observasi apakah
Effective cough Encourage cough membaik atau
memburuk

 Abdominal thrust (heimlich manuver): pada anak kurang 1 tahun di dada, lebih
dari satu tahun di abdomen
6. Keracunan CO
 CO berikatan dengan Hb membentuk carboxyhemoglobin, sehingga
menghambat ikatan Hb dengan oksigen
 Klinis: sakit kepala, mual, peningkatan RR, pandangan kabur, kejang, tidak sadar,
serangan jantung
 PF: kulit berwarna merah cerah (cherry-red skin)
7. Keracunan Sianida
 Menyebabkan jaringan tidak dapat menggunakan oksigen
 Riwayat konsumsi singkong berlebihan, asap pembakaran plastik, dll
 Klinis: nafas bau almond, sakit kepala, kejang, hipertensi / hipotensi, sesak,
mual, muntah
 Antidotum: sodium nitrat, amyl nitrat, sodium thiosulfat
8. Keracunan Organofosfat
 Menghambat asetilkolinesterase, sehingga terjadi kelebihan asetilkolin di celah
sinaps
 Riwayat konsumsi / kontak dengan pestisida atau insektisida
 Klinis: miosis, salivasi, lakrimasi, mual, produksi urin meningkat, defekasi meningkat
 Tatalaksana: atropinisasi (pemberian atropin 2 mg IM, dapat digandakan tiap 10
menit sampai teratropinisasi, tanda pupil menjadi midriasis)
9. Keracunan Arsen
 Klinis: hiperkeratosis, melanosis, terbentuknya ulkus-ulkus di kulit
 Apusan darah: pansitopenia, basophilic stippling
10. Keracunan Metanol
 Klinis: gangguan pengelihatan (gangguan pada n. Opticus), asidosis metabolik,
,gangguan gerak (gangguan pada putamen)
 Tatalaksana: hemodialisa
11. Keracunan Merkuri
 Klinis: neuropati perifer (paraesthesia, nyeri, seperti terbakar), penurunan lapang
pandang, gangguan kognitif, acrodynia (telapak kaki dan tangan berwarna
merah terang)
12. Keracunan Asam Jengkolat
 Riwayat konsumsi jengkol berlebihan
 Membuat urin menjadi asam, sehingga asam amino berubah menjadi kristal di urin
 Klinis: gejala obstruksi saluran kemih
 Tatalaksana: hidrasi (menambah aliran urin), alkalinisasi (pemberian HCO3)
13. Intoksikasi Opioid
 Klinis: bradikardi, hipotensi, hipotermia, sedasi, pin point pupil
 Tatalaksana: naloxone
 Opioid withdrawal: takikardi, hipertensi, hipertermi, insomnia, midriasis,
diaphoresis, lakrimasi, rinorhea
14. Intoksikasi Amfetamin
 Klinis: takikardi, hipertensi, hipertermi, peningkatan aktifitas motorik
OFTALMOLOGI

1. Gangguan Sistem Lakrimal


a. Dakriodenitis
 Radang pada glandula lakrimalis
 Sering pada anak-anak
 Gejala : nyeri dan bengkak di orbita bagian temporal
b. Dakriosistitis
 Radang pada sakkus lakrimalis karena sumbatan duktus nasolakrimalis
 Etiologi : S. aureus, S. pneumoniae, H. Infulenza, Candida albicans
 Gejala : epifora (mata berair), eksudat, uji regurgitasi (+), nyeri, hiperemi,
nyeri tekan pada daerah nasal

Anel Test (Uji patensi sakkus lakrimalis) : memasukan jarum tumpul ke dalam
sakkus lakrimal melalui punctum lakrimal, kemudian disemprotkan NaCl fisiologis.
Positif bila ada rasa asin di tenggorokan.

Schirmer testt : untuk memeriksa produksi air mata dengan cara menyisipkan
kertas saring di fornix inferior kemudian tunggu 5 menit. Normalnya air mata
minimal 10 mm.

2. Entropion
a. Definisi
Endorotasi dari tepi kelopak mata (margo palpebra).
b. Etiologi
 Congenital Entropion
Sejak lahir. Biasanya pada kelopak mata bawah
 Spastic Entropion
Hanya pada kelopak mata bawah. Biasa terjadi pada orang tua.
 Cicatricial Entropion
Disebabkan oleh infeksi atau trauma (trakoma, luka bakar, trauma kimia),
Steven Johnson Syndrome, pemfigus
c. Gejala Klinis
Mata merah karena iritasi dari bulu mata pada konjungtiva. Pada entropion
kongenital asimptomatik.
d. Tatalaksana
Pembedahan
3. Ektropion
a. Definisi
Eksorotasi dari tepi kelopak mata (margo palpebra)
b. Etiologi
 Congenital ectropion
 Senile ectropion
 Paralytic ectropion
 Cicatrical ectropion
c. Gejala Klinis
 Mata tidak dapat menutup sempurna (lagoftalmus)
 Air mata mengalir lewat pipi
 Ulkus kornea
d. Tatalaksana
Pembedahan
4. Trikiasis
Terlipatnya bulu mata ke arah dalam (mengarah ke bola mata) karena infeksi atau
trauma (Bedakan dengan entropion, pada entropion yang melipat tepi kelopak
mata, sehingga bulu mata ikut mengarah ke dalam. Pada trikiasis hanya bulu
mata saja yang melipat.)
5. Blefaritis
a. Definisi
Radang pada tepi kelopak mata dapat disertai terbentuknya ulkus dan melibatkan
kelopak mata
b. Etiologi
 Seboroik
Berkaitan dengan dermatitis seboroik. Gangguan pada glandula zeis, moll,
atau meibom.
 Stafilokokal / ulserativa
Infeksi kronik stafilokokus. Biasanya pada anak-anak
c. Gejala Klinis
 Skuama atau krusta pada tepi kelopak. Jika krusta dilepas bisa terjadi
perdarahan
 Bulu mata rontok
 Dapat ditemukan ulkus pada tepi kelopak mata
 Pembengkakan dan merah pada kelopak mata
d. Tatalaksana
Seboroik:
 Memperbaiki kebersihan kelopak mata. Cuci dengan sampo bayi.
 Bersihkan dengan cotton bud dan kompres 10-15 menit
 Tetrasiklin PO 2 x 250 mg selama 1 bulan atau doksisiklin 1 x 100

mg Stafilokokal:

 Memperbaiki kebersihan kelopak mata. Cuci dengan sampo bayi.


 Bersihkan dengan cotton bud dan kompres 10-15 menit
 Salep atau tetes mata gentamisin / eritromisin / basitrasin
6. Hordeolum
a. Definisi
Peradangan pada kelenjar sebasea
mata Internum : kelenjar Zeis atau
Moll Eksternum : kelenjar Meibom
b. Etiologi
Stafilokokus
c. Gejala Klinis
Nodul di kelopak mata dapat di luar atau di dalam, nyeri, hangat, bengkak
(Bedakan dengan khalazion. Pada khalazion nodul tidak nyeri).
d. Tatalaksana
 Kompres hangat 4 x 10 menit
 Antibiotik topikal (salep eritromisin / basitrasin)
 Antibiotik sistemik bila perlu (doksisiklin 2x100 mg)
 Bila tidak membaik atau memburuk pikirkan pembedahan (insisi dan drainase)
7. Kalazion
a. Definisi
Peradangan kronik pada kelenjar Meibom
b. Etiologi
Reaksi granulomatosa
c. Gejala Klinis
Nodul di kelopak mata, tidak nyeri.
d. Tatalaksana
Insisi dan kuretase
8. Pterygium
a. Definisi
Pertumbuhan jaringan fibrivaskular seubepitelial berbentuk segitiga pada jaringan
konjungtiva bulbar hingga kornea
b. Klinis
Derajat I : pterygium terbatas sampai limbus
Derajat II : pterygium tidak melewati pertengahan antara limbus dan pupil (<2
mm dari limbus)
Derajjat III : pterigium melwati pertengahan antara limbus dan pupil (> 2 mm
dari limbus)
Derajat IV : pterygium melewati pupil
Bedakan dengan pseudopterygium. Pseudopterygium : jaringan tidak
menempel ke konjungtiva. Tes sonde (+). Tes sonde : menyelipkan sonde di
bawah jaringan, positif bila sonde dapat diselipkan antara jaringan dan
konjungtiva.
c. Penatalaksanaan
Pembedahan
9. Konjungtivitis
a. Definisi
Peradangan pada konjungtiva
b. Gejala Klinis
Gejala umum: mata merah, injeksi konjungtiva, visus tidak turun.
Etiologi Klinis Tatalaksana
Viral  Sekret jernih (mukoserous)  Steroid topikal bila perlu
(adenovirus,  Folikel (+)  Salep acyclovir 3% 5 x sehari selama
10
HSV, VZV)  Pembesaran kelenjar preaurikular hari
Bakteri Non  Sekret mukopurulen  Antibiotik topikal (kloramfenikol tetes 6
GO  Kelopak mata bengkak x 1 atau flurokuinolon tetes atau
(stafilokokus,  Papila (+) polimiksin B tetes, atau salep
streptokokus,  Dapat disertai membran atau antibiotik)
haemofilus) pseudomembran.
Gonokokal  Sekret purulen  Seftriakson 1 gr IM dosis tunggal.
 Kelopak mata sangat  Pada bayi kloramfenikol 50.000 U/kgBB
bengkak
IM setiap hari sampai GO (-) tiga hari
 Papila (+) berturut-turut.
 Dapat terjadi keratitis / ulkus  Antibiotik topikal tiap jam
kornea.
 Irigasi
Klamidial  Sekret mukopurulen  Azitromisin PO 1 gr dosis tunggal
(Chlamidia  Mata lengket  Eritromisin / tetrasiklin topikal 2-3 minggu
Trakhomatis.  Folikel (+)
Vektor oleh  Jaringan parut pada konjungtiva
lalat) tarsal € entropion € trauma
kornea € kebutaan
 Kronik berulang
 Mikroskopis sekret: inclution body
Alergi  Rasa gatal prominen  Antihistamin topikal atau kortikosteroid
(diperantarai  Riwayat atopi topikal (flumetolon tetes mata 2x1)
IgE)  Sekret cair
 Papila (+)
Alergi lensa  Giant papil di konjungtiva  Rujuk
kontak tarsal

Vernal  Cobblestone appearance di  Rujuk


(diperantarai konjungtiva tarsal
IgE)

10. Episkelritis
a. Definisi
Peradangan pada episklera
b. Etiologi
 Idiopatik
 Infeksi : zooster
 Lain-lain : atopi, gout, tiroid, rosea
c. Gejala Klinis
Mata merah biasanya sektoral (tidak difus), visus tidak turun, nyeri, jarang
melibatkan kornea. Pada pemberian fenilefrin 2,5 % kemerahan menghilang.
d. Tatalaksana
 Artificial tears
 Steroid topikal
11. Skleritis
a. Definisi
Peradangan pada sklera
b. Etiologi
Penyakit sistemik : RA, SLE, gout, sifilis, TB, Wegener, polyartritis nodusa
c. Gejala Klinis
Mata merah, nyeri yang menyebar hingga kepala dan wajah, visus tidak turun. Pada
pemberian fenilefrin 2,5 % kemerahan tidak hilang.
d. Tatalaksana
 NSAID
 Steroid sistemik
12. Perdarahan Subkonjungtiva
a. Definisi
Perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah konjungtiva atau sklera.
b. Faktro Risiko
 Trauma tumpul
 Hipertensi
 Gangguan koagulasi (Cek faktor koagulasi bila tidak ada faktor risiko lain)
 Penggunaan obat antikoagulasi
 Benda asing
 Konjungtivitis
c. Gejala Klinis
Perdarahan pada sklera berwarna merah terang atau gelap. Tidak nyeri. Visus
tidak turun.
d. Tatalaksana
Self limiting
13. Keratitis
a. Definisi
Peradangan pada kornea
b. Gejala Klinis
Gejala klinis umum : mata merah, visus turun mendadak, injeksi silier,
nyeri, fotofobia
Etiologi Anamnesis Pemeriksaan Tatalaksana
Bakterial:  Penggunaan lensa  Defek epitel  Antibiotik topikal
 Stafilokokus kontak  Opasitas (Infiltrat) (flurokuinolon,
 Pseudomonas  Riwayat operasi  Edema gentamisin, polimiksin
 Moraksela  Riwayat korpal  Hipopion +/- B)
 Sikloplegik (atropin)
 Kortikosteroid
HSV Riwayat HSV  Lesi dendritik (seperti  Antiviral topikal
cabang pohon) (acyclovir salep)
 Geografika  Sikloplegik
 Vesikel +/-  Kortikosteroid
Herpes Zooster  Nyeri dermatomal  Vesikel di kulit sekitar  Antiviral topikal
mata (acyclovir salep)
 Acyclovir oral 5x800
mg selama 7 hari
 Sikloplegik
 Kortikosteroid
Fungal:  Riwayat trauma  Infiltrat  Natamisin 5% tetes atau
 Aspergilus dengan tumbuhan  Batas kabur amfoterisin B 0,15% tiap
 Candida  Lesi satelit 2 jam selama 4
minggu
 Antifungi sistemik
(flukonazol 200 mg)
 Tidak boleh diberi steroid
Amuba  Riwayat berenang di  Amebisida
(acanthamoeba) danau, riwayat  Kortikosteroid topikal
pemakaian lensa
kontak
 Nyeri sangat hebat

14. Ulkus Kornea


a. Etiologi
 Infeksi (etiologi seperti keratitis)
 Penyakit sistemik (RA, SLE)
 Idiopatik (ulkus Mooren)
b. Gejala Klinis
 Gejala keratitis + tes fluorescein (+)
c. Tatalaksana
Pembedahan

Fluorescein Test: untuk melihat adanya defek epitel kornea. Kertas fluoresin yang
telah dibasahi diletakan di sakkus konjungtiva inferior kemudian pasien diminta
menutup mata sehingga fluoresin menyebar. Positif bila terdapat defek kornea yang
terlihat berwarna hijau.

Seidel Test: untuk mengetahui adanya perforasi kornea. Setelah tes fluoresin, mata
ditutup kemudian dilakukan sedikit penekanan pada kornea. Jika terdapat ulkus
mata akan terlihat fluoresin diencerkan oleh aquos humour dan tampak seperti
aliran.

15. Uveitis
a. Definisi
Peradangan pada uvea (iris, badan silier, koroid)
b. Gejala Klinis
Gejala umum: mata merah, visus turun, fotofobia
Etiologi Anamnesis Klinis Tatalaksana
Anterior (Iris):  Nyeri  Injeksi siliar  Sikloplegik
 Idiopatik  Nyrocos  Flare (efek tyndal pada  Steroid topikal
 Penyakit  Sensasi benda apung (-) COA)  Tidak membaik €
sistemik (RA,  Keratic presipitat steroid sistemik
SLE, IBD)  Hipopion
 Infeksi (herpes,
TB, sifilis)  Sinekia posterior €
 Post OP glaukoma akut sudut
tertutup
Intermediate  Tidak nyeri  Infiltrasi sel ke vitreous Steroid topikal, bila
(Badan Silier):  Sensai Benda apung (+) (vitritis) tidak membaik berikan
 Idiopatik  Bilateral  Tampak snowbanking di sistemik
 Sarkoidosis inferior vitreus
 Myastenia Gravis
 Lyme
 Sifilis
Posterior  Nyeri  Sel Hazy (+) Sesuai penyebab
(Koroid):  Sensasi benda apung (+)  Koroiditis
 Toxoplasmosis  Inflamasi COA  Retinitis
 CMV  Vaskulitis
 Histoplasmosis

16. Glaukoma
a. Definisi
Neuropati optik yang disebabkan oleh TIO yang relatif tinggi
b. Gejala Klinis
Pemeriksaan yang diperlukan : Perimetri / tes konfrontasi (melihat lapang
pandang), Tonometri (Menilai TIO), Gonioskopi (melihat sudut iridokornea),
Funduskopi (Menilai CD (cup-disc) ratio)
Etiologi Klinis Tatalaksana
GlaukomaMatamerah,berair,visusturun
akut / sudut tertutup:  AcetazolamidHcl500mg,
Obstruksi mendadak,
trabekulaoleh iris perifer
nyeri, mual, muntah, halodilanjutkan 4x250
TIO > 21 mmHg, injeksi konjungtiva,  KCl 0,5 mg 3x1 edema kornea, pupil midriasis, COA  Timol

dangkal Steroid topikal + antibiotik 4x1


Pilokarpin
Definitif: iridotomi perifer

Glaukoma kronik / sudut terbua:Biasanya asimptomatik. Beta blocker topikal


Penurunan lapang pandang. Definitif: trabekulotomi
 Disfungsi  TIO biasanya normal
trabekula  CD Ratio > 0,5

17. Katarak
a. Definisi
Kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam pengelihatan.
b. Etiologi
 Degenerasi (katarak senilis)
 Penyakit sistemik ( DM)
 Trauma
 Glaukoma
 Uveitis
 Pemakaian steroid jangka panjang
c. Klinis
 Katarak Kongenital
Umumnya karena infeksi intrauterin (Rubella). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan refleks merah abnormal atau ada leukokoria. Bila tidak diobati dapat
menyebabkan ambliopia (penurunan visus yang tidak dapat dikoreksi
menjadi normal, akibat gangguan pada nervus optikus) bahkan kebutaan.
Tatalaksana dengan pembedahan, dilakukan sebelum usia 2 bulan agar
perkembangan visus tidak terganggu.
 Katarak Senilis
Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Sebagian Seluruh Lensa Jatuh
Shadow Test Positif Negatif Pseudopositif
Visus >6/60 <6/60 <6/60

 Katarak Traumatik
Pada trauma tumpul. Khas gambaran stelata (opasitas berbentuk bintang)
Shadow Test : sinar masuk dengan sudut 45°, positif jika sinar akan
dipantulkan mengenai iris sehingga terbentuk bayangan iris pada lensa.
d. Tatalaksana
Pembedahan:
 Ekstraksi katarak ekstrakapsular
 Ekstraksi katarak intrakapsular
 Fakoemulsifikasi
18. Ablasio Retina
a. Definisi
Terpisahnya lapisan sel batang dan sel kerucut dari lapisan sel epitel pigmen.
Antara lapisan sel batang dan kerucut dengan sel epitel pigmen terdapat celah
yang disebut celah potensial.
b. Klinis
 Ablasio Retina Rhematogen
o Adanya retina yang robek menyebabkan cairan vitreous masuk ke celah
potensial. Faktor risiko : miopia berat.
o Klinis : penurunan lapang pandang, pandangan seperti tertutup tirai hitam
 Ablasio Retina Traksional
o Disebabkan tarikan retina ke dalam badan vitreous karena terdapatnya
jaringan fibroseluler
o Klinis: penurunan visus dan lapang pandang
o Funduskopi : retina yang tertarik terlihat konkaf
 Ablasio Retina Eksudatif
o Timbunan cairan pada celah potensial karena koroiditis
o Penurunan visus dan lapang pandang, dipengaruhi perubahan posisi.
19. Retinopati Hipertensi
 Klinis: mata tenang, visus turun perlahan, riwayat hipertensi (+).
 Funduskopi: mikroaneurisma, cotton wool spot, copper wiring, av crossing
20. Retinopati Diabetik
 Klinis: mata tenang, visus turun perlahan, floaters (+), riwayat DM (+)
 Funduskopi:
o Nonproliperatif : mikroaneurisma, dot and blot hemorrhage, flame
hemorrhage, cotton wool spot
o Preproliperatif : soft and hard exudates
o Proliperatif dini : neovaskularisasi
o Proliperatif lanjut : perdarahan vitreus (refleks fundus menghilang, tampak
perdarahan pada vitreus, mild RAPD € Tatalaksana: vitrektomi
 Tatalaksana
Fotokoagulasi laser
21. Oklusi Vaskular Retina
Tipe Klinis
Central Retinal Artery  Penurunan visus mendadak, unilateral, tidak nyeri
Occlusion (CRAO)  Funduskopi : tampak opasitas pada polus posterior retina,
cherry red spot di sentral makula, RAPD
Branch Retinal Artery  Penurunan visus mendadak, unilateral, tidak nyeri
Occlusion (BRAO)  Funduskopi : tampak opasitas superfisial pada distribusi cabang
arteri, edema lokal

22. Age-Related Macular Degeneration (AMD)


Tipe Klinis Tatalaksana
AMD non-eksudatif (dry AMD)  ↓ tajam pengelihatan  Vitamin C, E, beta karoten
 Skotoma parasentral  Hindari FR (rokok, HT,
 ↓ sensitifitas adaptasi dislipidemia)
gelap
 ↓ kontras
AMD eksudatif (wet AMD)  ↓ tajam pengelihatan Anti-VGEF
 Skotoma sentral
 Mikropsia , makropsia

23. Endoftalmitis
a. Definisi
Peradangan bola mata yang melibatkan vitreous dan segmen anterior. Dapat juga
melibatkan koroid dan retina.
b. Etiologi
Biasanya komplikasi Post-OP katarak, vitrektomi
c. Klinis
Visus turun mendadak, nyeri, edema palpebra, konjungtiva hiperemis, edema
kornea, hipopion, vitritis,
d. Tatalaksana
 Antibiotik topikal dan sistemik
 Kortikosteroid
 Enukleasi : pengankatan bola mata dan sebagian n. Optikus, mempertahankan
konjungtiva, kapsula tenon, dan otot ekstraokular
24. Panoftalmitis
a. Definisi
Peradangan bola mata yang melibatkan vitreous dan segmen anterior, segmen
posterior, dan otot-otot bola mata.
c. Etiologi
Biasanya komplikasi Post-OP katarak, vitrektomi
d. Klinis
Visus turun mendadak, demam, nyeri, nyeri saat menggerakan bola mata,
edema palpebra, konjungtiva hiperemis, edema kornea, hipopion, vitritis
e. Tatalaksana
Eviserasi : pengangkatan isi bola mata tetapi menyisakan sklera
25. Neuritis Optik
 Faktor risiko : alkoholisme, rokok, defisiensi B1 dan B12, riwayat penggunaan obat
(kloramfenikol, ethambutol, isoniazid, digitalis, streptomisin, klorpropamid)
 Klinis: penurunan visus mendadak bilateral yang progresif, tidak nyeri. Defek
lapang pandang sentral bilateral.
26. Trauma Kimia
Trauma Asam Trauma Basa
 Terjadi koagulasi protein epitel kornea  Menyebabkan koagulasi sel, saponifikasi,
 Kerusakan hanya superficial disertai dehidrasi. Terjadi penghancuran
 Kekeruhan pada kornea jaringan kornea
 Contoh: asam sulfat, HCl, zat pemutih  Dapat menembus kornea sampai ke
retina
 Contoh : amoniak

Tatalaksana:
 Emergensi
o Irigasi
o Double eversi kelopak mata
o Debridemen
 Medikamentosa
o Steroid
o Sikloplegik
o Antibiotik
27. Miopia
a. Definisi
Kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam
keadaan istirahat akan dibiaskan di depan retina.
Klasifikasi:
 Miopia ringan : lensa koreksi -0,25 sampai -3,0 dioptri
 Miopia sedang : lensa koreksi -3,25 sampai -6 dioptri
 Miopia berat : lensa koreksi > 6 dioptri
b. Etiologi
Aksis bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu
besar.
c. Klinis
Mata kabur saat melihat objek jauh
d. Tatalaksana
Koreksi lensa sferis negatif terkecil yang memberikan visus 6/6
e. Komplikasi
Ablasio retina
28. Hipermetropia
a. Definisi
Kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina
b. Etiologi
Aksis mata terlalu pendek atau kelengkungan kornea yang kurang
c. Klinis
Mata kabur saat melihat objek dekat dan jauh, sakit kepala, fotofobia, cepat
lelah saat membaca, perlu memincingkan mata jika melihat jauh.
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis terbesar yang memberi visus 6/6
e. Komplikasi
Glaukoma sudut sempit
29. Astigmatisme
a. Definisi
Keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang ke seluruh
meridian Klasifikasi:
 Astigmatisma miopikus simpleks
Satu bayangan dibiaskan tepat di retina, bayangan lain dibiaskan di
depan retina
 Astigmatisma hipermetropikus simpleks
Satu bayangan dibiaskan tepat di retina, bayangan lain dibiaskan di belakang
retina
 Astigmatisma mikstous
Satu bayangan dibiaskan di depan retina, bayangan lain dibiaskan di
belakang retina
 Astigmatisma miopikus kompositus
Kedua bayangan dibiaskan di depan retina
 Astigmatisma hipermetropikus kompositus
Kedua bayangan dibiaskan di belakang
retina
b. Etiologi
Perubahan lengkung kornea
c. Klinis
Mata kabur saat melihat jauh dan dekat, objek membayang, astenopia
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis dan silinder
 Astigmatisma miopikus simpleks : Sferis 0 , Cilinder negatif
 Astigmatisma hipermetropikus simpleks : Sferis 0, Cilinder positif
 Astigmatisma mikstous : Sferis positif, Cilinder negatif
 Astigmatisma miopikus kompositous : Sferis negatif , Cilinder negatif
 Astigmatisma hipermetropikus kompositous : Sferis Positif , Cilinder negatif
e. Komplikasi
Ambliopia
30. Presbiopia
a. Definisi
Suatu kondisi yang berhubungan dengan usia dimana pengelihatan kabur
ketika melihat objek berjarak dekat
b. Etiologi
Proses degenerasi sehingga lensa mata kehilangan elastisitasnya
c. Klinis
Pengelihatan kabur ketika melihat dekat. Jika membaca mata terasa lelah,
berair, perih.
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis sesuai umur
40 tahun addisi S +1 D
45 tahun addisi S +1,5 D
50 tahun addisi S +2 D
55 tahun addisi S +2,5 D
60 tahun addisi S +3 D

31. Otot-otot Penggerak Bola Mata


Otot Persarafan Fungsi
Rectus Medial N. III Menggerakan ke arah medial (nasal)
Rectus Lateral N. VI Menggerakan ke arah lateral (temporal)
Rectus Superior N. III Menggerakan ke arah superior / elevasi, adduksi
Rectus Inferior N. III Menggerakan ke arah inferior / depresi, adduksi
Obliquus Superior N. IV Menggerakan ke arah inferior / depresi, abduksi
Obliquus Inferior N. III Menggerakan ke arah superior / elevasi, abduksi

32. Defek Lapang Pandang


Black Books for UKMPPD 174

1) Anopsia ipsilateral
2) Hemianopsia heteronim bitemporale
3) Hemianopsia homonim
4) Quadranopsia homonim superior sinistra
5) Quadranopsia homonim inferior sinistra
6) Macular sparing
7) Skotoma sentral
THT-KL

41. Pencitraan THT


Foto Tujuan
Waters Sinus maxilaris, frontalis, dan ethmoidalis
Shedel PA dan Lat. PA: sinus frontalis
Lateral: sinus frontal, sphenoidalis, dan ethmoidalis
Schuller Bagian lateral mastoid
Towne Dinding posterior sinus maxilaris
Caldwell Sinus frontalis
Rhese/oblique Bagian posterior sinus ethmoidalis, canalis optikus, dan cavum orbita

42. Othematome
 Terdapat kumpulan darah di perikondrium dan tulang rawan. Biasanya diakibatkan
trauma.
 Tatalaksana dengan drainase
43. Pseudokista
 Terdapat benjolan di daun telinga akibat adanya kumpulan cairan antara
perikondrium dengan tulang rawan
 Benjolan tidak nyeri
 Tatalaksana dengan drainase kemudian dibalut tekan menggunakan gips untuk
mencegah kekambuhan
44. Selulitis Aurikula
 Infeksi bakteri (Staphylokokus, Streptococcus)
 Klinis: aurikula merah, bengkak, nyeri, nyeri tekan
 Tatalaksana: antibiotik
45. Erisipelas Aurikula
 Infeksi Grup A Streptokokus beta hemolitikus
 Klinis: aurikula kemerahan, bengkak, nyeri, disertai demam
 Tatalaksana: oral/IV penisilin G
46. Perikondritis dan Kondritis
a. Definisi
Peradangan pada perikondrium atau kartilago aurikula.
b. Etiologi
Pseudomonas sp. Dapat merupakan komplikasi dari selulitis aurikular, otitis
eksterna, trauma, dan piercing.
c. Klinis
 Daun telinga kemerahan, bengkak, nyeri, terdapat eksudat purulen.
Dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya (leher dan wajah).
47. Fistula Auricular
 Adanya lubang kecil di depan auricula akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II.
Lubang dibatasi epitel. Lubang dapat berlanjut sampai ke cavum timpani atau
faring.
 Lubang tetap terbuka € tidak ada gangguan
 Lubang tertutup € terbentuk kista atau abses, bengkak, hiperemis, terdapat sekret
purulen
 Bila ada abses € ekstirpasi
48. Otitis Eksterna
a. Otitis Eksterna Akut
1) Otitis Eksterna Sirkumsripta
a) Etiologi
S. aureus / S. albus
b) Klinis
 Infeksi terjadi di 1/3 liang telinga luar (ada kulit)
 Terdapat furunkel
 Nyeri tekan perikondrium
 Nyeri saat membuka mulut
 Gangguan pendengaran bila furunkel menyumbat telinga (tuli konduksi)
c) Tatalaksana
 Antibiotik salep Polimiksin B / bacitrasin dalam alkohol
 Analgetik
 Jika abses € aspirasi
 Insisi jika purunkel menyebar
2) Otitis Eksterna Difus
a. Etiologi
Pseudomonas (tersering, menghasilkan eksotoksin), S. Albus, E. Coli,
Enterobakter aerogenes
b. Klinis
 Riwayat berenang di kolam renang, danau, laut (Tempat hidup bakteri)
 Infeksi mengenai 2/3 liang telinga dalam
 Nyeri tekan tragus
 Liang telinga hiperemis dan sempit
 Sekret berbau
c. Tatalaksana
 Bersihkan telinga (ear toilet)
 Tampon dengan antibiotik / kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari
 Tetes telinga polimiksin B, neomisin, kloramfenikol
 Hidrokortison topikal untuk mengurangi inflamasi
b. Otomikosis
a. Etiologi
Aspergilus (terbanyak) atau Candida sp.
b. Klinis
 Akibat kelembapan tinggi dalam liang telinga (riwayat aktifitas atau
olah raga air)
 Gatal, nyeri, keluar sekret dari liang telinga
 Dapat terjadi gangguan pendengaran (tuli konduksi)
 Pada pemeriksaan terlihat jamur seperti serabut kapas dengan warna
yang bervariasi (putih kekuningan)
 Pemeriksaan KOH 10% : Hifa, spora
c. Tatalaksana
 Ear toilet
 Antimikotik topikal
o Aspergilus : miconazole
o Candida : nystatin
 Cuci liang telinga dengan asam asetat 2% dalam alkohol (keratolitik)
2x sehari
c. Herpes Zoster Otikus
a. Etiologi
Varicela Zosten Virus
b. Klinis
 Riwayat varicela
 Tampak lesi kulit vesikuler di sekitar liang telinga yang sangat nyeri,
seperti terbakar
 Vertigo, mual, muntah
 Tinitus
 Penurunan pendengaran
 Bila disertai paralisis n. Fasialis disebut Ramsay Hunt Syndrome
c. Tatalaksana
 Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 – 10 hari atau
 Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10 hari
d. Otitis Eksterna Maligna
a) Etiologi
Pseudomonas
b) Klinis
 Terjadi pada penderita DM karena pH serumen yang tinggi,
imunokompromais, dan mikroangiopati
 Nyeri lebih berat dan sekret lebih banyak dari OE biasa
 Liang telinga bengkak
 Bila inflamasi menyebar ke n. VII bisa terjadi paralisis fasial
c) Tatalaksana
 Ciprofloxacin oral
 Debridemen bila perlu
49. Miringitis Bulosa
a. Definisi
Infeksi pada membran timpani oleh virus, Mycoplasma, atau bakteri lainnya
b. Klinis
 Tampak vesikel/bula pada membran timpani berisi cairan serous atau
hemoragik yang sangat nyeri
c. Tatalaksana
 Analegetik
 Antibiotik topikal
 Kortikosteroid topikal
 Hindari memecahkan vesikel
50. Serumen Proop
a. Definisi
Terbentuknya gumpalan yang menumpuk akibat serumen yang berlebihan di
dalam liang telinga. Dapat terjadi karena paparan bising kronis, kerusakan
mekanisme pembersihan alami liang telinga
b. Klinis
 Penurunan pendengaran (tuli konduktif)
 Telinga terasa penuh, terlebih jika ada air masuk ke telinga
 Pada otoskopi terlihat penumpukan serumen
c. Tatalaksana
 Hindari membersihkan telinga secara berlebihan
 Hindari memasukan air atau apapun ke dalam telinga
 Serumen lunak : evakuasi dengan kapas
 Serumen keras : teteskan seruminolitik (carbogliserin)
 Serumen sudah terlalu dalam : irigasi
 Perforasi membran timpani kontra indikasi irigasi
51. Otitis Media Akut
a. Etiologi
Sterptococcus pneumoniae (bakteri gram positif bentuk rantai)
b. Stadium
1) Oklusi Tuba
 Membran timpani retraksi, pucat
 Tatalaksana:
o Tetes hidung efedrin HCl 0,5% (anak), 1% (Usia > 12 tahun)
o Antibiotik oral (amoksisilin)
2) Hiperemis
 Membran timpani hiperemis, edem
 Tatalaksana:
o Tetes hidung efedril HCl
o Antibiotik oral
3) Supuratif
 Membran timpani bulging
 Sangat nyeri, demam
 Tatalaksana:
o Antibiotik oral
o Miringotomi
4) Perforasi
 Membran timpani ruptur sehingga sekret mengalir ke luar
 Nyeri menghilang, suhu menurun
 Tatalaksana:
o Antibiotik oral
o Ear toilet dengan H2O2 3% selama 3-5 hari
5) Resolusi
 Sekret mengering dan perforasi menutup
 Kegagalan stadium resolusi menyebabkan OMSK
 Tatalaksana:
Antibiotik oral
52. Otitis Media Supuratif Kronik
a. Etiologi
OMA yang gagal mengalami stadium resolusi
b. Klinis : membran timpani perforasi, sekret keluar terus menerus sampai lebih dari
6 minggu
 OMSK tipe benigna
o Tidak ada kolesteatoma
o Perforasi biasanya sentral
 OMSK tipe maligna
o Terdapat kolesteatoma
o Bisa menyebabkan komplikasi mastoiditis
c. Penunjang
CT-scan bila curiga ada komplikasi
d. Tatalaksana
 OMSK Benigna
o Ear toilet dengan H2O2 3% selama 3-5 hari
o Antibiotik tetes telinga (neomycin + polimyxin B)
o Kauterisasi bila ada jaringan granulasi
o Jika perforasi tidak menutup setelah 2 bulan € miringoplasti
 OMSK Maligna
o Operasi eradikasi kolesteatoma, mastoidektomi, dengan atau tanpa
miringoplasti
53. Otitis Media Serosa
a. Etiologi
Transudat serosa di dalam telinga tengah. Bisa disebabkan oleh disfungsi tuba
Eustachius atau kelanjutan dari OMA
b. Klinis
 Gangguan pendengaran, tidak nyeri, tidak ada gejala sistemik
 Membran timpani tampak suram, tidak hiperemis, mobilitas berkurang
(tes Toynbee dan valsava negatif)
c. Tatalaksana
 Watchful and waiting selama 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan dipasang
tube timpanostomi untuk drainase
 Antihistamin, dekongestan, antibioti, steroid
54. Mastoiditis
 Merupakan komplikasi dari otitis media
 Klinis : demam, nyeri telinga, nyeri di belakang telinga, terdapat massa di
belakang telinga yang bengkak dan nyeri, othorea
 Pemeriksaan penunjang : CT Scan (clouding of mastoid air cells)
 Tatalaksana:
o Antibiotik dosis tinggi IV
o Analgetik
o Miringotomi
o Indikasi mastoidektomi: mastoid osteitis, intracranial extension, abses,
adanya cholesteatoma, perbaikan yang kurang dengan pemberian
antibiotik IV
55. Tuli Pendengaran
a. Tuli Konduktif
 Disebabkan gangguan hantaran suara
 Etiologi: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, OE sirkumskripta,
osteoma, tuba katar, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,
hemotimpanum, dislokasi tulang pendengaran
b. Tuli Sensorneural (persepsi)
 Disebabkan gangguan pada saraf pendengaran
 Etiologi: aplasia, labirinitis, introksikasi streptomisin, kanamisin,
garamisin, neomisin, kina, asetosal, alkohol, trauma kapitis, trauma
akustik, neuroma, multiple mieloma, cedera otak
c. Pemeriksaan
1) Tes Penala
Memakai penala 512 Hz
 Tes Rinne
Penala digetarkan, diletakan di procesus mastoid, setelah tidak terdengan
penala dipegang di depan lubang telinga. Bila masih terdengar disebut
rinne (+), bila tidak terrdengar disebut rinne (-)
 Tes Webber
Penala digetarkan diletakan di garis tengah kepala (verteks, dahi, gigi
seri). Bila terdengar lebih keras di salah satu sisi disebut Webber
lateralisasi ke telinga tersebut
 Tes Schwabach
Penala digetarkan kemudian diletakan di procesus mastoid pasien sampai
tidak terdengar. Kemudia penala segera dipindahkan ke procesus mastiod
pemeriksa. Jika pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek. Kemudian pemeriksaan diulang dengan
pemeriksa terlebih dahulu. Jika setelah pemeriksa tidak dapat
mendengar penala tetapi pasien masih bisa mendengar, disebut
schwabach memanjang. Jika sama-sama tidak mendengar disebut
schwabach sama.
Diagnosis Webber Schwabach Rinne
Normal Lateralisasi - Sama Positif
Tuli Konduktif Lateralisasi ke Memanjang Negatif
telinga yang sakit
Tuli sensorineural Lateralisasi ke Memendek Positif
telinga sehat
 Tes Bing
Tragus ditekan sampai menutup liang telinga, kemudian penala digetarkan
dan diletakan pada pertengahan kepala. Bila terdapat lateralisasi pada
telinga yang ditutup berarti telinga tersebut normal. Bila tidak terdapat
laterasasi berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.
 Tes Stenger
Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (pura-pura tuli)
2) Tes Berbisik
Bersifat semi-kuantitatif. Digunakan untuk menentukan derajat ketulian secara
kasar.
3) Audiometri Nada Murni
Digunakan untuk mengukur derajat ketulian secara kuantitatif
56. Meniere Disease
a. Etiologi
Terlalu banyak cairan endolimfe di dalam kanalis semisirkularis
b. Klinis
Trias meniere: gangguan pendengaran, vertigo, tinitus
c. Tatalaksana
Diazepam saat serangan. HCT dan steroid untuk pencegahan
57. Furunkel pada Hidung
a. Definisi
Infeksi kelenjar sebasea atau folikel rambut oleh Staphylococcus aureus
b. Klinis
 Furunkel di dalam hidung paling sering di lateral vestibulum nasi yang
mempunyai vibrissae
 Kadang nyeri
c. Tatalaksana
 Kompres hangat
 Antibiotik oral dan topikal
 Insisi bila sudah terjadi abses
58. Rhinitis Akut
a. Definisi
Peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung kurang dari 12 minggu
b. Klinis
Keluhan umum: rinorea, hidung tersumbat, disertai rasa panas dan gatal pada
hidung, bersin-bersin.
 Rhinitis simpleks
o Disebabkan oleh virus (adenovirus, rhinovirus, ECHO)
o Terdapat demam ringan,
o Tatalaksana: antipiretik, dekongestan
 Rhinitis Influenza
o Disebabkan virus Influenza A, B, atau C
o Gejala sistemik umumnya lebih berat, disertai myalgia
o Tatalaksana: antipiretik, dekongestan.
 Rhinitis Eksantematosa
o Disebabkan Morbili, varisela, variola, pertusis
o Riwayat imunisasi tidak lengkap
o Gejala terjadi sebelum ruam muncul
 Rhinitis Bakteri
o Disebabkan bakteri Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus.
o Sekret mukopurulen
o Demam
o Terdapat membran putih keabuan bila diangkat berdarah
o Tatalaksana: antibiotik, antipiretik, dekongestan
 Rhinitis Difteri
o Disebabkan Corynebacterium difteri
o Riwayat imunisasi tidak lengkap
o Demam, limfadenitis, toksemia, paralisis otot pernafasan
o Tatalaksana: isolasi, penisilin sistemik, antitoksin difteri
 Rhinitis Iritan
o Disebabkan paparan terhadap debu, asap, atau gas iritatif (amonia,
formalin, dll)
o Rinorea yang sangat banyak dan bersin-bersin
o Tatalaksana: hindari pencetus
59. Rhinitis Alergi
a. Etiologi
Inflamasi membran nasal yang dimediasi IgE
b. Klinis
 Keluhan: bersin di pagi hari atau bila ada kontak debu, hidung
tersumbat, hidung gatal, rhinorea
 Alergic shiners : dark circles di sekitar mata, berhubungan dengan
vasodilatasi atau obstruksi hidung
 Alergic crease : lipatan horizontal yang melewati setengah bagian
bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan
tangan
 Alergic salute : kebiasaan menggosok-gosok hidung karena gatal
 Facies adenoid : mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang
tinggi, menyebabkan gangguan gigi
 Cobblestone appearance pada dinding posterior faring
 Geographic tongue
 Rhinoskopi: mukosa hidung edem berwarna livide/pucat, dengan sekret cair
c. Klasifikasi
 Berdasar sifat berlangsungnya
o Intermiten: bila gejala <4 hari / minggu atau kurang dari 4 minggu
o Persisten: bila gejala > 4 hari/ minggu atau lebih dari 4 minggu
 Berdasar tingat berat ringanmya
o Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian
o Berat: bila terdapat gangguan tidur dan gangguan aktifitas harian
d. Penunjang
 Skin Prick Test (in vivo) dan IgE RAST (in vitro) untuk mengetahui alergen
yang berperan pada pasien
 Hitung jumlah IgE dan Eosinofil : meningkat pada pasien alergi, tetapi tidak
spesifik
e. Tatalaksana
 Hindari alergen spesifik
 Dekongestan topikal (oxymetazolin) , gunakan bila benar-benar tersumbat.
Gunakan < 2 minggu agar tidak terjadi rhinitis medikamentosa
 Kortikosteroid topikal bila obat lain tidak membaik (flutikason, budesonid,
beklometason, triamsinolon)
 Antikolinergik topikal (ipatropium bromida)
 Antihistamin sistemik (cetirizin, hidroksizin)
 Dekongestan oral (pseudoefedrin)
60. Rhinitis Vasomotor
a. Etiologi
Disregulasi persarafan otonom di hidung, dimana rangsang parasimpatis
berlebihan sehingga terjadi vasodilatasi dan edema mukosa nasal. Tidak terdapat
infeksi, alergi, eosinofilia, pajana obat, perubahan hormonal.
b. Klinis
 Ada pemicu namun bukan alergi, melainkan suhu, bau menyengat, asap, stres,
dll.
 Gejala utama hidung tersumbat, rhinorea, jarang ada bersin (beda dengan
rhinitis alergi)
 Rhinoskopi: mukosa warna merah terang sampai ungu, sekret (+),
permukaan konka tidak rata dan hipertrofi
c. Penunjang
 Skin prick test (-), IgE RAST (-), IgE dan eosinofil tidak meningkat
d. Tatalaksana
 Hindari pencetus
 Kortikosteroid topikal (budesonid)
 Bila rinorea berat € antikolinergik topikal (ipatropium bromide)
 Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%
 Dekongestan oral (pseudoefedrin)
61. Non-allergic Rhinitis with Eosinophilia (NARES)
 Gejala bersin-bersin, rinorea profus, hidung tersumbat
 Eosinofilia
 Pemeriksaan IgE RAST dan Skin Prick Test negatif
62. Rhinitis Atrofi
 Rinorea kental dan cepat mengering
 Terbentuk krusta berbau
 Atrofi mukosa konka
63. Rhinitis Medikamentosa
 Gejala rhinitis
 Riwayat pemakaian obat topikal (dekongestan) dalam waktu lama (>2 minggu)
64. Sinusitis
a. Etiologi
Inflamasi sinus paranasal akibat infeksi. Penyebab tersering bakteri
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella
catarrhalis
b. Klinis
 Anamnesis: Gejala dan tanda ISPA, nyeri wajah (pipi, dahi, periorbital) yang
diperberat dengan menunduk, sekret purulen, hidung tersumbat, riwayat sakit
gigi, post nasal drip
 Pemeriksaan fisik: nyeri tekan sinus (+), mukosa hiperemis, sekret purulen,
tes transiluminasi menunjukkan cahaya berkurang
c. Klasifikasi patogen: kemungkinan besar bakteri apabila
 Gejala melebihi 7 hari
 Demam di atas 38° C
 Nyeri wajah yang berat
d. Klasifikasi berdasarkan waktu
 Akut: < 4 minggu
 Subakut: 4 minggu – 3 bulan
 Kronik: di atas 3 bulan
e. Penunjang
 Foto polos (waters, caldwell, lateral): ditemukan opasifikasi, penebalan
mukosa sinus, air fluid level.
 CT Scan : gold standart, dipakai jika ada kegagalan terapi atau pada
sinusitis kronik
f. Tata laksana
 Bakterial: amoxicillin
 Simptomatik: analgesik, dekongestan, antihistamin, mukolitik
65. Polip Nasi
a. Etiologi
Inflamasi kronik di mukosa nasal atau sinus paranasal
b. Klinis
 Anamnesis
Hiposmia/anosmia, obstruksi nafas, post nasal drip, nyeri kepala,
mengorok, rhinorea
 Rhinoskopi
Massa berwarna pucat, bertangkai, mudah digerakan, sering berada di meatus
medius
 Stadium:
o Stadium 1: polip terbatas di meatus medius
o Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di
rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
o Stadium 3: polip masif
c. Penunjang
 Nasoendoskopi
 CT Scan
d. Tatalaksana
 Kortikosteroid oral (lebih efektif) atau intranasal
 Antibiotik
 Antihistamin
 Pembedahan bila farmakoterapi tidak berhasil
66. Epistaksis
a. Epistaksi Anterior
 Etiologi
Perdarahan dari pleksus Kiesselbach (a. Sphenopalatina, a. Etmoidalis anterior,
a. Labialis superior, a. Palatina mayor) di septum bagian anterior atau
arteri ethmoidalis anterior
 Klinis
Perdarahan ringan unilateral
 Tatalaksana
o Inisial : posisi duduk, kepala ditegakkan, cuping hidung ditekan ke
arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter)
o Definitif: kauterisasi dengan larutan AgNO3, hati-hati jangan lakukan di
kedua septum
o Jika tidak berhasil, pasang tampon anterior yang dilumasi
vaselin/antibiotik, lidocain 2% dan epinefrin 1:1000. Lepas tampon
setelah 48 jam
b. Epistaksis Posterior
 Etiologi
Perdarahan dari a. Etmoidalis posterior atau a. sfenopalatina
 Klinis
Perdarahan hebat bilateral, sering terlihat di faring
 Tatalaksana
Pasang tampon Bellocq selama 2-3 hari. Tampon anterior juga dipasang,
pasien dirawat inapkan.
67. Benda Asing di Hidung
 Klinis: riwayat memasukan benda ke dalam hidung, rhinitis berulang tanpa sebab
yang jelas, sumbatan jalan nafas
 Rhinoskopi: tampak adanya benda asing di cavum nasi
 Tatalaksana: ekstraksi, antibiotik jika ada laserasi
68. Karsinoma Nasofaring
a. Etiologi
Berhubungan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan konsumsi makanan
yang diawetkan atau diasinkan
b. Klinis
 Anamnesis
Pembesaran KGB cervical (metastasis), hidung tersumbat,
epistaksis, gangguan pendengaran, nyeri kepala,
kelumpuhan n. Fasialis (diplopia)
 Rhinoskopi
Massa tumor dapat terlihat di dinding lateral nasofaring (fossa Rosenmulleri)
c. Penunjang
 Biopsi pada KGB yang membesar atau nasofaring
 CT Scan untuk melihat ekspansi tumor
d. Tatalaksana
Radioterapi dan kemoterapi
69. Faringitis Kronik
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
 Tampak hiperplasia kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hiperplasi
 Mukosa dinding faring posterior tidak rata, bergranular
 Tatalaksana dengan kauterisasi
b. Faringitis Kronik Atrofi
 Timbul bersama rhinitis atrofi
 Tampak mukosa faring tertutup lendir kental dan bila diangkat mukosa tampak
kering
70. Tonsilitis
a. Tonsilitis akut viral
 Etiologi : EBV (paling sering), dan coxsackie virus
 Klinis
o Gejala seperti common cold disertai nyeri tenggorok
o Pada infeksi EBV terlihat membran pada tonsil yang radang. Jika
membran diangkat tidak menimbulkan perdarahan.
o Pada infeksi virus coxsackie tampak luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil yang sangan nyeri
o Pada infeksi coxsackie virus menyebabkan tonsilitis akut supuratif
 Tatalaksana: istirahat, minum cukup, analgetik, antivirus bila gejala berat
b. Tonsilitis aku bakterial
 Etiologi
GABHS, Pneumococcus, Streptococcus viridian,Streptococcus pyogenes, dan
H. Influenza
 Klinis
o Nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, nyeri sendi, nyeri telinga
o Tonsil tampak membengkak, hiperemis, terdapat detritus
o Tonsilitis folikularis: detritus jelas
o Tonsilitis lakunaris: detritus menjadi satu dan membentuk alur
 Tatalaksana
 Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau eritromisin
 Antipiretik
 Kortikosteroid
c. Tonsilitis Fungal
 Candida
 Pada pasien immunokompromais atau mendapat terapi antibiotik
jangka panjang
 Tampak plak putih seperti keju (white cottage cheese like plaque)
 Plak berdarah jika diangkat
d. Tonsilitis Difteri
 Etiologi
Corynebacterium difteri
 Klinis
o Nyeri menelan, demam subfebris, nyeri kepala, lemas
o Tonsil membesar, hiperemis, terdapat pseudomembran yang melekat
erat dengan dasarnya dan mudah berdarah
o Pembesaran kelenjar limfe leher (Bull neck appearance)
 Tatalaksana
o Isolasi
o Anti difteri serum 20.000 – 100.000 unit
o Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau
eritromisin
o Kortikosteroid
o Antipiretik
e. Tonsilitis Septik
 Penyebab Streptococcus hemoliticus
 Riwayat konsumsi susu sapi yang tidak di masak dahulu atau di pasteurisasi
f. Tonsilitis Kronik
 Etiologi
Rangsangan menahun rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat
 Klinis
o Rasa mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, bau mulut
o Tonsil membesar, hiperemis, terdapat kripte yang melebar berisi detritus
 Tatalaksana
 Tonsilektomi (jika ada obstruksi nafas, infeksi berulang >3 kali dalam
setahun, dll)
71. Abses Peritonsilar (Abses Quinsy)
a. Etiologi
Komplikasi dari tonsilitis dan faringitis
b. Klinis
 Demam, nyeri tenggorokan, nyeri telinga ipsilateral, disfagia, hipersalivasi,
trismus, hot potato voice
 Tampak eritem pada palatum molle, tampak abses, uvula terdorong ke
sisi kontralateral, tonsil terdorong inferomedial
 Jika tidak terdapat abses disebut peritonsilar infiltrat
c. Diagnosis banding
 Abses retrofaring: leher kaku, kaku kuduk, sesak nafas, stridor, faring
posterior eritem dan edem.
 Abses parafaring: leher terlihat membengkak
d. Tatalaksana
Insisi drainase, antibiotik, kortikosteroid
72. Laringitis
a. Etiologi
Virus (parainfluenza, adenoviruz, influenza), bakteri (Haemofilus influenza,
Branhamella cattharalis, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus), jamur, vocal abuse, pajanan terhadap polutan,
GERD, pneumonia
b. Klinis
 Suara serak atau hilang (afonia)
 Nyeri saat menelan dan berbicara
 Gejala common cold
 Pada Rontgen Soft tissue leher tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign)
c. Tatalaksana
 Vocal rest, vocal rehabilitation
 Kortikosteroid
 Simptomatik
73. Laringomalasia
 Kelainan kongenital dimana epiglotis lemah
 Menyebabkan sumbatan jalan nafas, no feeding intolerance, remisi pada
umur 2 tahun
 Laringoskopi: epiglotis berbentuk omega
 Bila ada sumbatan nafas € intubasi
74. Epiglotitis
 Akibat infeksi H. Influenza tipe B
 Onset akut, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, muffled voice / hot potato
voice, riwayat ISPA
 Rontgen lateral soft tissue leher : thumb sign
75. Nodul Pita Suara
 Riwayat penggunaan suara dalam waktu lama (guru, penyanyi, dll)
 Suara parau, batuk
 Laringoskopi tampak nodul di plica vocalis
 Tatalaksana dengan voice therapy
76. Akalasia
 Sfingter esofagus tidak bisa relaksasi
 Gejala berupa kesulitan menelan
DERMATOVENEROLOGI

1. Akne Vulgaris
 Merupakan peradangan kronis folikel pilosebaseous
 Lesi berupa komedo hitam atau putih, papul, pustul, nodus, kista, jaringan
parut, hiperpigmentasi
 Klasifikasi:
o Gradasi ringan
 Komedo < 20 atau lesi inflamasi < 15, total lesi < 30
 Tatalaksana: topikal retinoid +/- benzoil peroksida atau antibiotik topikal
(klindamisin gel atau eritromisin)
 Terapi: topikal retinoid ± benzoil peroksida (BPO) atau antibiotik
topikal (klindamisin gel atau eritromisin sol)
o Gradasi sedang
 Komedo 20 – 100, atau lesi inflamasi 15-50 atau total lesi 30 – 125
 Tatalaksana: Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topikal +/-
antibiotik sistemik (tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin selama 6-8
minggu)
 Terapi: topikal retinoid + BPO ± antibiotik oral (tetrasiklin,
doksisiklin, minosiklin, klindamisin)
o Gradasi berat
 Kista > 5 atau komedo > 100 atau lesi inflamasi > 50 atau total lesi > 125
 Tatalaksana: retinoid topikal + BPO + antibiotik oral. Bila tidak
berhasil isotretinoin oral.
 Terapi:topikal retinoid + BPO + antibiotik oral, bila tidak berhasil:
isotretinoin oral
 Penatalaksanaan:
2. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Inflamasi kulit kronik dan residif
b. Klinis
 Gatal
 Lesi berbentuk polimorfik, umumnya eritema dengan skuama, bisa terdapat
papul, vesikel, krusta, likenifikasi. Kulit tampak kering (xerosis)
 Biasanya pada daerah fleksor dan wajah
 Onset biasanya dibawah 2 tahun
 Ada riwayat atopi (rhinitis, asma, dll)
c. Tatalaksana
 Pelembab untuk pencegahan
 Kortikosteroid topikal saat ada gejala
3. Dermatitis Seboroik
 Klinis : skuama kekuningan berminyak
 Predileksi di daerah seboroik: scalp, belakang telinga, nasolabial, leher
 Dapat disertai infeksi Pytirosporum ovale
 Tatalaksana:
o Wajah dan badan: kortikosteroid potensi ringan – sedang (pada bayi
hidrokortison krim 1%)
o Kulit kepala: selenium sulfida shampo 1 – 2,5%
4. Dermatitis Numularis
 Klinis: lesi papulovesikel berbentuk bulat sebesar mata uang logam, biasanya
mudah pecah sehingga basah.
 Predileksi di ekstremitas atas, ekstremitas bawah
 Sering kambuh (kronik residif)
5. Neurodermatitis / Liken Simpleks Kronis
a. Definisi
Peradangan kulit kronik, sangat gatal, disertai penebalan kulit akibat garukan dan
gosokan berulang.
b. Klinis
 Sangat gatal
 Terkait stres, makin stres makin gatal
 Lesi likenifikasi ukuran lentikular sampai plakat
 Lokasi di daerah skalp, tengkuk leher, ektremitas ekstensor, pergelangan
tangan, anogenital.
 Dapat terjadi infeksi sekunder
c. Tatalaksana
 Kortikosteroid topikal potensi kuat (mometason 0,1 % salep)
 Antihistamin (hidroksizin)
 Antidepresan
6. Miliaria
a. Definisi
Kelainan kulit akibat retensi keringat yang ditandai oleh adanya vesikel milier
b. Klinis
 Miliaria kristalina
o Vesikel miliar, subkorneal tanpa tanda inflamasi, mudah pecah
o Predileksi pada bagian yang tertutup pakaian
 Miliaria rubra
o Vesikel milier atau papulovesikel dengan dasar eritematosa sekitar
lubang keringat, tersebar diskret
 Miliaria profunda
o Kelanjutan miliaria rubra, bentuk papul putih keras, ukuran 1-3 mm
 Miliaria pustulosa
o Kelanjutan miliaria rubra, vesikel berubah menjadi pustul
c. Tatalaksana
 Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat
 Bedak kocok asam salisilat 2% dan mentol
 Antihistamin oral
7. Pitiriasis Rosea
a. Definisi
Erupsi kulit akut dan self limiting ditandai dengan gambaran khas Herald patch dan
gambaran pohon cemara
b. Klinis
 Lesi primer (Herald patch) berupa plak berbatas tegas eritematousa atau
hiperpigmentasi berbentuk oval atau bulat dengan skuama halus.
 2 hari sampai 2 bulan kemudian tampak lesi sekunder polimorfik yang
penyebarannya mengikut garis kulit atau (Relaxed Skin Tension Line) dan
membentuk gambaran seperti pohon cemara
c. Tatalaksana
Sembuh sendiri
8. Psoriasis
a. Definisi
Penyakit peradangan kulit kronik residif yang ditandai dengan plak eritematosa
yang diatasnya terdapat skuama terbal berlapis-lapis transparan seperti mika,
disertai dengan adanya tanda-tanda khas:
 Fenomena tetesan lilin (bila lesi digores, tampak seperti lilin)
 Auspitz sign (titik-titik perdarahan di dasar lesi)
 Fenomena Koebner (kulit yang mengalami trauma bisa menjadi psoriatik)
b. Klinis
 Psoriasis Plak
Plak eritematosa yang diatasnya terdapat skuama terbal berlapis-lapis
transparan seperti mika. Lokasi di ektensor, kepala, palmar, plantar, pantat.
 Psoriasis Gutata
Didahului infeksi streptokokus di saluran nafas atas. Bentuk seperti tetesan air.
 Psoriasis Pustulosa
Pustul steril yang mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Pustul dapat
bergabung menjadi gambaran seperti pulau-pulau pustul.
 Psoriasis Eritroderma
Eritema dengan skuama yang bisa mengenai 100% bagian tubuh.
c. Tatalaksana
 Kortikosteroid topikal
 Calcipotriene (analog vitamin D)
 Preparat ter
 Terapi UV jika lesi sangat luas
9. Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab Bahan sehari-hari Bahan iritan
Patofisiologi Reaksi hipersensitivitas tipe IV Iritasi langsung
Onset Setelah paparan kedua, akut Dapat akut (iritan kuat) maupun
kronik/kumulatif (iritasi lemah
berulang-
ulang)
Yang Terkena Penderita alergi Semua orang
Klinis  Tanda-tanda dermatitis, lesi  Tanda-tanda dermatitis, lesi
polimorf. Dapat meluas ke monomorf. Terbatas pada daerah
sekitarnya. kontak.
 Rasa gatal  Rasa gatal, panas, sampai sakit
Uji Tempel/Patch Cresendo Decresendo

Tatalaksana: Kortikosteroid topikal sedang-kuat (clobetasol, triamcinolone)


10. Dermatosis Vesikobulosa
 Merupakan penyakit autoimun
Pemfigus Vulgaris Pemfigoid Bulosa
Antibodi yang IgG Complement 3
berperan
Karakteristik bula Kendur Tegang
Lokasi bula Suprabasal / intraepidermal Subepidermal
Keterlibatan mukosa Ya Jarang
Nikolsky Sign Positif Negatif

Nikolsky Sign: positif bila pada penekanan bula meluas


11. Pioderma
a. Impetigo Krustosa
 Etiologi: Streptococcus / Stafilokokus aureus
 Klinis:
o Krusta berwarna kuning seperti madu (Honey colored crust) yang
menyebar secara oto-inokulasi
o Predileksi di wajah terutama sekitar hidung
b. Impetigo Bulosa
 Etiologi
Stafilokokus aureus
 Klinis:
o Bula kendor, hipopion, nikolsky sign (-)
o Predileksi di intertriginosa
c. Ektima
 Etiologi
Stafilokokus aureus atau Streptokokus grup A
 Klinis:
o Lesi berupa ulkus dangkal tertutup krusta tebal dan lengket berwarna
kuning keabuan kotor. Bila krusta diangkat tampak ulkus berbentuk
punched out, tepi ulkus meninggi, indurasi, berwarna keunguan
o Predileksi di ektremitas bawah atau daerah terbuka
d. Furunkel / Karbuknel
 Peradangan folikel rambut beserta jaringan di sekitrarnya
 Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras, nyeri tekan, setelah beberapa
hari terdapat fluktuasi, bila pecah keluar pus. Furunkel ukuran 1 – 3 cm,
karbunkel ukuran 3 – 10 cm dan lebih dalam. Furunkel yang banyak pada
satu tempat disebut furunkulosis.
 Predileksi di leher, wajah, aksila, bokong.
e. Folikulitis
 Folikulitis superficialis (impetigo Bockhart)
Lesi berupa pustul kecil dome-shape, mudah pecah, pada folikel rambut,
multipel. Predileksi di kulit kepala, dagu, leher, aksila, bokong
 Folikulitis profunda (sycosis barbae)
Nodul eritematosa dengan perabaan hangat. Predileksi di dagu / bibir.
f. Selulitis
 Etiologi: Grup A Streptococcus B Hemolitikus
 Lesi berupa infiltrat berwarna merah cerah, letak superficial (dermis),
batas tegas, edema
 Predileksi di wajah dan tungkai
g. Erisipelas
 Etiologi: S. aureus / GABHS
 Les berupa infiltrat eritematosa difus, batas tidak tegas, letak lebih dalam
dari erisipelas (Subkutis).
h. Eritrasma
 Etiologi : Corynebacterium minutissimum
 Lesi berupa makula atau patch eritem berskuama dengan batas tegas,
biasanya di daerah lipatan
 Wood’s Lamp: Coral Red
 Terapi Eritromisin

Terapi:
 Bila banyak pus / krusta : kompres terbuka dengan kalikus 1/5000 atau rivanol
1% atau povidon iodin diencerkan 10x
 Bila tidak tertutup pus / krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin krim
2%, neomisin, atau basitrasin
 Sistemik: Kloksasilin, amoksisilin, azitromisin selama minimal 7 hari
12. Morbus Hansen
a. Etiologi
Mycobacterium lepra
b. Klinis
 Diagnosis ditegakkan bila terdapat satu dari cardinal sign:
o Lesi kulit mati rasa
o Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf (n.facialis, n.
Auricularis magnus, n. Medianus, n. Ulnaris, n. Radialis, n. peroneus
komunis, n. Tibialis posterior)
o BTA (+) dalam kerokan kulit dengan pewarnaan Ziehl Nelsen
 Klasifikasi lepra
Tanda Utama Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah >5
Penebalan saraf tepi disertai Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
gangguan fungsi (mati rasa /
kelemahan otot)
Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif

Tanda Lain Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)


Distribusi Unilateral atau bilateral asimetris Bilateral simetris
Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa pada Jelas Biasanya kurang jelas
bercak
Deformitas Terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut
Ciri khas -  Madarosis (alis mata hilang)
 Hidung pelana
 Wajah singa
 Ginekomastia pada laki-laki

c. Reaksi Kusta
Terdapat dua reaksi kusta: reaksi tipe I (reaksi reversal) dan reaksi tipe II
(eritema nodusum leprosum)
Gejala Tanda Reaksi Tipe I Reaksi Tipe II
Tipe kusta Bisa PB atau MB Hanya pada MB
Waktu timbul Segera setelah pengobatan Lebih dari 6 bulan pengobatan
Keadaan umum Umumnya baik, subfebris Ringan sampai berat, demam
tinggi
Peradangan di kulit  Bercak kulit lama menjadi  Timbul nodus kemerahan,
lebih merah, bengkak, lunak, nyeri tekan.
mengkilat, hangat.  Biasanya pada lengan dan
 Dapat timbul bercak baru. tungkai.
 Nodus dapat pecah.
Saraf Sering terjadi. Silent neuritis Dapat terjadi
Udem pada ekstremitas (+) (-)
Peradangan pada mata Anestesi kornea dan Iritis, iridosiklitis, glaukoma, katarak
lagoftalmus
Peradangan pada organ Hampir tidak ada Peradangan pada testis, sendi,
lain ginjal, KGB.

d. Tatalaksana
 Pausibasiler
o Obat bulanan
Hari pertama setiap bulan, rifampisin 2x300 mg dan Dapson/DDS 1x100
mg diminum langsung
o Obat harian
Hari ke 2 – 28, Dapson 1x100 mg
o Jangka waktu pengobatan 6-9 bulan
o Dosis pada anak 10-15 tahun, rifampisin 450 mg, DDS 50 mg
 Multibasiler
o Obat bulanan
Hari pertama setiap bulan, rifampisin 2x300 mg + klofazimin (lampren)
3x100 mg + Dapson 1x100 mg diminum langsung
o Obat harian
Hari ke 2 – 28, Lampren 1x50 mg + Dapson 1x100 mg
o Jangka waktu pengobatan 12-18 bulan
o Dosis pada anak 10-15 tahun, rifampisin 450 mg, lampren 150 mg, DDS
50 mg. Dosis lampren 2 hari sekali.
 Reaksi
o Tipe 1
Prednison 40 mg / hari tappering off tiap 2 minggu
o Tipe 2
Prednison 40 mg / hari tappering off tiap 2 minggu
Klofazimin 1x100 mg selama 2 bulan
13. Tuberkulosis Kutis
a. TB milier Kulit
 Pada pasien immunocompromised
 Gambaran milier pada paru (+)
 Lesi kulit berupa papul, pustul, dengan / tanpa nekrosis seluruh tubuh
b. TB Chancre
 Riwayat TB (-) , menyerang langsung pada kulit
 Papul shallow firm non healing ulcer
c. TB Verukosa
 Riwayat TB (+)
 Imunitas baik
 Lesi berupa hiperkeratosis dengan penjalaran serpiginosa (seperti ular).
Predileksi di lutut, siku, tangan, dan kaki
d. Scofuloderma
 Kronik, sering kambuh
 Nodul / supurasi / ulkus tepi irreguler di area limfonodi, sendi, atau tulang
e. Orificial TB
 Pada penderita TB dengan immunocompromised
 Ulkuk bergaung, eritem, purulen, hemoragik di orificium oris
f. TB Gumma
14. Cutaneus Antraks
a. Etiologi
Bacilus antrachis
b. Klinis
 Benjolan disertai krusta (keropeng) di tangan
 Berhubungan dengan ternak kambing / sapi
 Pewarnaan Gram : bakteri batang, gram (+), spora (+), aerob
c. Tatalaksana
Ciprofloxacin
15. Limfogranuloma Venerum
a. Etiologi
Chlamidya trachomatis
b. Klinis
 Vesikel pada penis atau vagina, kemudian setelah hilang timbul peradangan
pada kelenjar limfonodi buboinguinal, sangat nyeri
 Demam
c. Tatalaksana
 Doksisiklin 2 x 100 mg PO selama 14 hari atau
 Eritromisin 4 x 500 mg PO selama 14 hari (boleh pada ibu hamil)
16. Pitiriasis Versikolor
a. Etiologi
Jamur Malassezia furfur
b. Klinis
 Lesi makula/patch hipo/hiperpigmentas dengan skuama halus. Finger nail
sign (jika lesi diusap seperti terdapat bubuk/tepung)
 Pemeriksaan KOH: hifa pendek disertai spora (spaghetti and meat ball)
 Wood lamp: kuning keemasan
c. Tatalaksana
 Sampo selenium sulfida 1,8% atau ketokonazole sampo 2% dioleskan 10
menit sebelum mandi setiap hari
 Bila lesi luas berikan sistemik (ketokonazole 200 mg 1x1 PO)
17. Dermatofitosis
a. Etiologi
Jamur Dermatofit: Microsporum, Epidermophyton, Tricophyton
b. Klinis
 Berdasarkan Lokasi
o Tinea Kapitis
Alopesia dan skuama di kepala (grey patch). Bila rambut patah tetapi
masih tersisa akar akan tampak titik-titik hitam (black dot). Jika terjadi
infeksi terlihat seperti massa basah, kotor, dan berbau seperti tikus
(kerion celsi)
o Tinea Korporis
Plak eritema berbatas tegas berskuama dengan tepi aktif (central
healing). Lokasi selain di kepala, selangkangan, tangan dan kaki.
o Tinea Kruris
Lesi sama seperti tinea korporis. Lokasi lesi di selangkangan dapat
menjalar ke perineum dan bokong.
o Tinea Barbae
Lesi sama seperti tinea korporis namun predileksi di dagu/ leher.
o Tinea Manum
Lesi segmental berupa vesikel dengan skuama di tepi pada telapak
tangan, punggung tangan, tepi lateral tangan, atau jari.
o Tinea Pedis
Paling sering tipe interdigital dimana terdapat eritema, skuama, maserasi,
dan fisura. Dapat disertai infeksi sekunder yang menyebabkan pruritus
dan bau (athlete’s foot)
o Tinea Unguium
Disebut juga onikomikosis atau jamur kuku. Lesi distrofi,
hiperkeratosis, onikolisis, debris, dan perubahan warna kuku.
 Pemeriksaan KOH 10% , untuk kuku 20%: Hifa panjang bersekat (Bamboo like)
 Lampu Wood: kuning kehijauan
c. Tatalaksana
 Antifungal topikal (golongan azol, siklopiroksolamin) selama 2-4 minggu
 Antifungal sistemik bila lesi luas (griseofulvin oral)
 Tinea Kapitis: griseofulvin PO atau itrakonazole PO selama 6-8 minggu
dan sampo antimikotik
 Tinea Unguium: Siklopiroksolamin topikal (cat kuku) selama 2-3 bulan
 Tinea Pedis: Antifungal sistemik selama 4-6 minggu
18. Kandidiasis
a. Etiologi
Candida albicans
b. Klinis
 Biasanya di daerah lipatan (intertriginosa)
 Lesi tampak patch / plak eritematosa, berbatas tegas, basah, bersisik, dikelilingi
lesi satelit (vesikel, papul, atau pustul) di sekitarnya.
 Pemeriksaan KOH 10% : ragi, pseudohifa, blastospora
c. Tatalaksana
Nistatin dan krim imidazole
19. Skabies
a. Etiologi
Sarcoptes scabei
b. Klinis
 Papul dan vesikel eritema multipel. Distribusi terutama di sela-sela jari kaki
dan tangan.
 Diagnosis ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal:
o Gatal terutama di malam hari
o Ditemukan terowongan
o Ditemukan tungau (pemeriksaan KOH dari kerokan kulit pada lesi)
o Terjadi berkelompok
c. Tatalaksana
 Permetrin krim 5% dioleskan malam hari ke seluruh tubuh kemudian diulang
1 minggu kemudian. Atau gameksan 1%
 Pada ibu hamil dan anak < 2 bulan : sulfur presipitatum 4-20% (salep 2-4)
20. Cutaneus Larva Migran / Creeping Eruption
a. Etiologi
Larva Ancylostoma braziliensis atau Ancylostoma caninum
b. Klinis
 Riwayat kontak dengan tanah lembab yang terkontaminasi dengan larva.
 Lesi berbentuk seperti benang berkelok-kelok , kemerahan, agak menonjol,
disertai gatal
c. Tatalaksana
Albendazole 1x400 mg selama 3
hari Cryotherapy
21. Pedikulosis
a. Etiologi
Pedikulosis capitis atau pediculosis pubis
b. Klinis
 Lesi berupa makula berwarna kebiruan (sky blue spot) di kepala atau leher
(pediculosis capitis) atau di selangkangan (pediculosis pubis)
c. Tatalaksana
 Cuci air hangat
 Permetrin krim 1% 2 jam atau
 Malathion lotion 0,5% semalam atau
 Gameksan 1% 12 jam
22. Varicela
a. Etiologi
Varicella Zoster Virus
b. Klinis
 Demam, nyeri kepala, lemas
 Lesi papul atau vesikel eritematousa (tear drop) yang menyebar secara
sentrifugal (awalnya dari badan kemudian ke ektrimitas)
 Pemeriksaan mikroskopis ditemukan sel Tzanck
c. Tatalaksana
 Asiklovir 5 x 800 mg PO selama 7 – 10 hari atau
 Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10 hari
 Anak : asiklovir 4 x 20 mg/Kg BB
23. Herpes Zooster
a. Etiologi
Varicella Zoster Virus dorman yang mengalami reaktifasi
b. Klinis
 Vesikel berkelompok dengan dasar eritem yang lokasinya mengikuti
dermatom. Nyeri menonjol.
 Lokasi unilateral, tidak melewati garis tengah tubuh
 Dapat disertai demam, malaise, pusing
 Bentuk khusus:
o Herpes zoster oflatmikus
Kelainan mata dan kulit di daerah persarafan cabang 1 n. Trigeminus
(n. Oftalmikus)
o Herpes zoster otikus
Kelainan sesuai persarafan n. VIII. Gejala: lesi vesikuler di daun telinga
yang nyeri, tinitus, gangguan pendengaran, vertigo, nistagmus
o Ramsay Hunt Syndrome
Herpes pada gangglion geniculatum. Manifestasi gejala akibat gangguan
pada n. VII dan VIII. Gejala: nyeri di daerah lesi, paralisis wajah,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, gangguan
pengecapan.
c. Tatalaksana
 Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 – 10 hari atau
 Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10

hari Post herpetik neuralgia:

 Profilaksis : kortikosteroid
 Terapi : amitriptilin atau gabapentin
24. Moluskum Kontagiosum
a. Etiologi
Molluscum contagiosum virus (pox virus)
b. Klinis
 Lesi papul bentuk seperti kubah miliar, di tengahnya terdapat delle. Bila
dipijat akan keluar massa putih seperti nasi yang merupakan badan
moluskum.
 Pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan Giemsa tampak badan
inklusi moluskum (Henderson-Paterson Bodies) di dalam sitoplasma
c. Tatalaksana
 Kuretase
 Topikal : asam salisilat, asam trikloroasetat, kantaridin, podofilin
25. Veruka Vulgaris
a. Etiologi
Human Papiloma Virus (HPV)
b. Klinis
Black Books for UKMPPD 208

 Lesi papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Jika
permukaan rata disebut veruka plana.
 Dapat dijumpai di kulit, mukosa, kuku
 Jika digores timbul autoinokulasi (lesi baru) di sepanjang goresan
(fenomena Koebner)
c. Tatalaksana
 Kaustik dengan asam salisilat 20 - 40%, larrutan AgNO3 25%
26. Uretritis / servisitis Gonore
a. Etiologi
Neisseria gonorrhea
b. Klinis
 Pria : duh tubuh purulen dari uretra disertai disuria, edema dan eritema
pada orifisium uretra
 Wanita : asimptomatik, kadang terjadi perubahan duh tubuh vagina
 Pemeriksaan Penunjang : pewarnaan gram € diplokokus gram negatif
intraseluler (bentuk biji kopi) . Jika tidak didapatkan DGNI, maka termasuk
ke dalam uretritis Non-GO yang disebabkan Chlamidia trachomatis,
terapinya dengan Azithromisin.
c. Tatalaksana
 Sefiksim 400 mg PO dosis tunggal atau Ceftriaxon 250 mg IM
DITAMBAH DENGAN Azitromisin 1 g PO atau doksisiklin 2x100 mg PO
selama 7 hari (terapi uretritis non-GO)
d. Komplikasi
 Pria
o Lokal: Tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis
o Ascenden: prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
 Wanita
o Lokal: parauretritis, bartholinitis
o Ascenden: salphingitis, PID
27. Vaginosis Bakterial
a. Etiologi
Bakteri anaerob Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis
b. Klinis
Black Books for UKMPPD 209

 Duh tubuh warna putih homogen, bau amis seperti ikan, whiff test / tes
amin positif (duh tubuh ditetesi larutan KOH 10% akan tercium bau amis)
 pH vagina >4,5
 Pemeriksaan penunjang: pewarnaan Gram atau sediaan basah dengan NaCl
fisiologis dapat ditemukan clue cell (bakteri menempel pada tepi sel)
c. Tatalaksana
 Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari atau
 Metronidazole 2 g PO dosis tunggal
Pada ibu hamil metronidazole aman digunakan
28. Trikomoniasis
a. Etiologi
Parasit berflagel Trichomonas vaginalis
b. Klinis
 Sekret homogen, kuning kehijauan, berbusa/buih, kadang gatal
 pH vagina > 4,5
 Serviks : strawberry cervix
 Pemeriksaan penunjang: sediaan basah dengan NaCl fisiologis € ditemukan
parasit Trichomonas vaginalis dengan gerakan flagel khas (motil)
c. Tatalaksana
 Metronidazol 2 x 500 mg PO selama 7 hari atau
 Metronidazol 2 gr PO dosis tunggal
29. Kandidiasis Vulvovaginalis
a. Definisi
Infeksi pada vulva yang disebabkan oleh Candida albicans atau ragi lainnya.
b. Klinis
 Gatal pada vulva
 Dapat disertai edema dan fisura
 Duh tubuh putih seperti susu, bergumpal, tidak berbau
 Terdapat lesi satelit
 Pemeriksaan penunjang : sediaan basah dengan larutan KOH 10% dapat
ditemukan pseudohifa dan atau blastospora
c. Tatalaksana
 Klotrimazole kapsul vagina 500 mg dosis tunggal atau
 Nystatin kapsul vagina 1 x 100.000 IU selama 7 hari
 Flukonazole 150 mg PO dosis tunggal atau
 Itrakonazole 1 x 200 mg selama 3 hari atau
 Ketokonazole 2 x 200 mg PO selama 7 hari

Pada ibu hamil lebih baik tidak diberikan obat sistemik. Klotrimazole dan
nystatin aman untuk ibu hamil.

30. Herpes Simpleks Genitalis


a. Etiologi
Herpes Simpleks Virus tipe 2, kadang tipe 1. Herpes Simpleks Labialis € HSV 1
b. Klinis
 Lesi vesikel / erosi / ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar
eritematosa, disertai nyeri
 Dapat disertai dengan disuria atau duh tubuh
 Pemeriksaan mikroskopis ditemukan Sel Tzanck (Sel datia berinti banyak)
c. Tatalaksana
 Asiklovir 5 x 200 mg PO selama 7 – 10 hari atau
 Valasiklovir 2 x 500 mg PO selama 7 – 10 hari
31. Sifilis
a. Etiologi
Treponema palidum
b. Klinis
 Stadium I : ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat indurasi,
tidak nyeri, pembesaran KGB regional
 Stadium II : lesi kulit polimorfik, pembesaran KGB generalisata
 Stadium II laten : asimptomatik, tes serologi (+)
 Stadium III : gumma (+)
 Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan Burry
 Tes serologis : VDRL, RPR, TPHA
c. Tatalaksana
 Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM atau
 Tetrasiklin / eritromisin / doksisiklin selama minimal 30 hari
32. Ulkus Mole / Chancroid
a. Etiologi
Haemophylus ducreyi
b. Klinis
 Ulkus multipel, tepi tidak teratur, dinding bergaung, dasar kotor, sangat nyeri
 Pewarnaan gram / Unna Pappenheim : basil gram negatif berderet
seperti rantai
c. Tatalaksana
 Ciprofloxacin 2 x 500 mg PO selama 3 hari atau
 Azitromisin 1 gr PO dosis tunggal atau
 Eritromisin 4 x 500 mg PO selama 7 hari atau
 Ceftriaxon 250 mg IM dosis tunggal
33. Kondiloma Akuminata
a. Etiologi
Human Papiloma Virus
b. Klinis
 Vegetasi atau papul bentuk akuminata (jengger ayam / kembang kol)
c. Tatalaksana
 Kauterisasi dengan :
o Podofilin 10-25 % seminggu 2 kali atau
o Asam trikloroasetat 50 – 90 % 1 minggu sekali (terutama untuk wanita hamil)
34. Fixed Drug Eruption
a. Definisi
Kelainan akibat alergi obat yang muncul berkali-kali pada tempat yang sama.
Obat pencetus : sulfonamid, barbiturat, trimetropim, analgetik. Reaksi
hipersensitivitas tipe II.
b. Klinis
 Lesi khas:
o Vesikel, bercak eritem
o Lesi target berbentuk bulat, lonjong atau numular, kadang disertai erosi
o Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya
 Predileksi: bibir, penis, vulva, punggung
c. Tatalaksana
 Antihistamin sistemik dan steroid topikal
35. Exanthematous Drug Eruption
a. Definisi
Exanthematous Drug Eruption adalah reaksi alergi ringan pada kulit yang
terjadi karena pemberian obat sistemik. Reaksi alergi hipersensitivitas tipe
IV. Obat pencetus biasanya antibiotik (ampisilin, tetrasiklin, sulfonamid), NSAID.
Nama lainnya erupsi makulopapular atau morbiliformis.
b. Klinis
 Gejala muncul 10 – 14 hari setelah konsumsi obat
 Lesi makulopapular
 Predileksi di tungkai, lipat paha, lipat ketiak kemudian meluas diikuti gejala
sistemik (demam, malaise, nyeri sendi)
c. Tatalaksana
 Kortikosteroid sistemik: prednisol 3x10 mg selama satu minggu
 Antihistamin sistemik: hidroksizin, cetirizin
 Bedak salisilat 2% topikal
36. Urtikaria
a. Definisi
 Reaksi vaskular di kulit ditandai dengan edema setempat timbul cepat dan
menghilang perlahan. Disebabkan reaksi hipersensitivitas yang dimediasi IgE
dan sel Mast (hipersensitivitas tipe I). Dibagi menjadi akut (< 6 minggu) dan
kronik (> 6 minggu).
 Angioedema adalah urtikaria yang terjadi pada lapisan subkutis atau
submukosa, atau dapat juga mengenai saluran cerna, saluran nafas dan organ
kardiovaskular.
b. Klinis
 Plak yang sangat gatal (biduran / gambaran seperti pulau), warna pucat
sampai eritema
 Angioedema : terlihat sebagai pembengkakan yang biasanya terdapat di
kelopak mata atau bibir
 Pemeriksaan Penunjang:
o Pemeriksaan hitung eosinofil dan IgE
o Urtikaria alergi : Skin Prick Tes atau IgE RAST
o Utrikaria makanan : uji eliminasi makanan
o Urtikaria kontak : tes demografisme
o Urtiaria dingin : Ice cube test
o Urtikaria kronik : DPL, LED, CRP, tes fungsi hati, dll untuk mencari
penyebab urtikaria
c. Tatalaksana
 Antihistamin 1 non sedatif (lini pertama) atau sedatif
 Bila terjadi obstruksi nafas: adrenalin, kortikosteroid
37. Sindrom Steven Johnson (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
a. Definisi
 Jenis erupsi kulit akibat alergi obat yang berat. Melibatkan mukosa terutama di
orificium oris dan anogenital.
 SJS: < 10% area tubuh yang terkena
 SJS Overlap TEN: 10 – 30% area tubuh yang terkena
 TEN: > 30% area tubuh yang terkena
b. Klinis
 Lesi kulit berupa eritema, vesikel, target-like lession, papul, erosi, ekskoriasi,
krusta, kadang purpura
 Kelainan mata: konjungtivitis kataralis, purulenta, atau ulkus
 Kelainan di mukosa oral dan anogenital
c. Tatalaksana
 Hentikan obat penyebab
 Kortikosteroid
 Sesuai dengan SCORETEN SCORE
38. Keganasan Kulit
Karsinoma Sel Basal Squamous Cell Ca Melanoma Maligna
Asal Sel basal epidermis Sel keratinosit epidermis Melanosit
Klinis  Ulkus Rodent  Tumor berbenjol-benjol  Riwayat naevus (tahi
lalat)
 Papul, mengkilat (pearly  Luka yang tidak sembuh-
sembuh  Bentuk asimetris
appearance), disertai
ulkus di tengah, besar,  Bercak kemerahan dengan  Batas irreguler
nekrosis berwarna hitam keropeng / lecet  Warna tidak sama

di tengah, tepi (hitam, coklat, abu-abu)

meninggi, krusta  Diameter > 6 mm


hemoragic, dikelilingi  Peninggian
nodul. Invasi ke  Membesar dengan cepat
Black Books for UKMPPD 214

jaringan di bawahnya.

39. Potensiasi Steroid Topikal


NEUROLOGI

1. Transient Ischemic Attack dan Reversible Ischemic Neurologic Deficit


 Etiologi: iskemia otak yang tidak menyebabkan infark
 Tampilan klinis:
o TIA: defisit neurologis akut yang membaik / kembali menjadi normal
dalam waktu kurang dari 24 jam setelah onset.
o RIND: defisit neurologis akut yang membaik / kembali menjadi normal dalam
waktu 72 jam setelah onset.
 Tatalaksana
Aspirin atau clopidogrel untuk mencegah terjadinya stroke.
2. Stroke
a. Stroke Iskemik
 Etiologi
Trombus atau emboli yang menyebabkan infark serebri
 Klinis
o Anamnesis: defisit neurologis akut (biasanya berupa hemiparesis) yang
berlangsung lebih dari 72 jam. Kesadaran umumnya tidak menurun.
Biasanya terjadi saat istirahat.
o PF: tanda-tanda lesi UMN (hiperrefleks, refleks patologis positif),
kekuatan motoris menurun.
 Penunjang
CT-Scan: daerah hipodens di cerebrum
 Tatalaksana
o Trombolitik (rt-PA) untuk pasien yang datang dalam 3 jam setelah
onset dan tidak ada kontraindikasi (glukosa darah < 50 mg%, TD >
185/110 mmHg)
o Aspirin
o Jika TD > 220/120 maka target penurunan 15% MAP
b. Stroke Hemoragik
 Etiologi
Perdarahan intracerebral akibat pecahnya pembuluh darah
 Klinis
o Anamnesis: defisit neurologis akut, disertai penurunan kesadaran,
nyeri kepala, dan mual muntah. Biasanya terjadi saat aktifitas.
o PF: tanda-tanda lesi UMN, hipertensi
 Penunjang
CT-Scan: daerah hiperdens di cerebrum
 Tatalaksana
o Bedah: evakuasi hematom
o Antihipertensi (target maksimal 25% MAP)
o Diuretik osmotik (manitol)
c. Kekuatan otot
Nilai Keterangan
0 Paralisis, tidak ada tonus
1 Tonus (+), tetapi tidak bisa digerakkan
2 Dapat melakukan gerakan tanpa melawan gravitasi
(geser)
3 Dapat melakukan gerakan melawan gravitasi
4 Dapat melakukan gerakan melawan tahanan ringan
6 Dapat melakukan gerakan melawan tekanan kuat

3. Headache
a. Tension Headache
 Klinis: nyeri kepala bilateral, rasa seperti diikat atau ditekan, lokasi
frontal atau oksipital
 Tatalaksana:
o Akut: ibuprofen, aspirin, paracetamol
o Pencegahan: antidepresan trisiklik (amitriptilin)
b. Migraine
 Klinis: nyeri unilateral, berdenyut, lokasi di frontotemporal dan okular.
Disertai mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Bisa disertai aura (silau,
pandangan ganda, ganguan sesoris, gangguan motoris, dll) atau classic
migrain, bisa tanpa aura atau common migrain.
 Tatalaksana:
o Akut: ergot atau triptan
o Pencegahan: asam valproat
c. Cluster Headache
 Klinis: nyeri unilateral, terasa sangat berat seperti ditusuk, mata seperti
didorong keluar, lokasi di orbita dan temporal. Disertai lakrimasi, mata
merah, rhinorrea, dan perspirasi di dahi ipsilateral.
 Tatalaksana:
o Akut: ergot atau triptan
o Pencegahan: calcium channel blocker
4. Epilepsi
a. Etiologi
Idiopatik, sindrom keturunan, malformasi kongenital, infeksi, trauma kepala, stroke,
tumor, dan penyakit degeneratif lain
b. Klasifikasi

Kejang

Parsial
Umum
(fokal)

Kejang
Sederhan Tonic- Miokloni
Kompleks umum sekunder Absence Tonik Atonik
a clonic k

 Kejang parsial (fokal): berasal dari bagian tertentu di korteks serebri


o Sederhana
Tidak ada penurunan kesadaran. Gejala bisa sensoris, motoris, otonom,
atau psikis, tergantung bagian korteks yang terlibat.
o Kompleks
Ada penurunan kesadaran (amnesia). Gejala tiba-tiba diam, melamum,
bengong mendadak yang diikuti dengan automatisme dan kebingungan
pasca serangan.
o Kejang tonik-klonik umum sekunder
Kejang parsial yang berlanjut menjadi kejang tonik-klonik umum.
 Kejang umum
o Absens / lena / petit mal
Bengong mendadak, tanpa aura, tanpa kebingungan pasca serangan.
Berlangsung hanya sebentar (< 20 detik), bisa disertai automatisme
atau tidak.
o Mioklonik
Kedutan motorik aritmik (tidak teratur)
o Klonik
Kedutan motorik ritmik (teratur), lebih lama dari mioklonik.
o Tonik
Fleksi atau ekstensi tonik mendadak pada kepala, badan, atau ekstremitas
o Tonik-klonik umum primer (grand mal)
Kejang berawal sebagai ekstensi tonik ekstremitas atas dan bawah yang
berlangsung beberapa detik, kemudian menjadi gerakan klonik ritmik,
dengan kebingungan pasca serangan.
o Atonik
Hilangnya tonus postural tubuh secara mendadak (tiba-tiba jatuh)
c. Klinis
Kejang berulang tanpa demam
d. Penunjang
Elektroensefalografi (EEG): spike and wave
e. Tatalaksana
Kejang parsial: carbamazepine
Kejang umum: asam valproat
f. Status Epileptikus
 Suatu keadaan kejang atau epilepsi yang terus menerus disertai
kesadaran menurun > 30 menit, atau kejang beruntun tanpa disertai
pemulihan kesadaran yang sempurna
 Tatalaksana: ABC, diazepam 0,3 mg/KgBB IV sampai maksimum 20 mg,
dapat diulang setiap 5 menit. Bila kejang teratasi, lanjutkan dengan
fenitoin IV 18 mg/KgBB
5. Vertigo
a. Vertigo Perifer (vestibuler)
 Serangan pusing berputar yang berat, disertai mual muntah.
 Nistagmus horizontal
 Romberg tes (pasien berdiri dengan kedua kaki rapat): mata terbuka
pasien dapat mempertahankan keseimbangan, saat mata tertutup pasien
tidak dapat mempertahankan keseimbangan.
 Finger to finger test: normal
b. Vertigo Sentral (non-vestibuler)
 Rasa seperti melayang, serangan tidak seberat vertigo perifer, kontinyu, jarang
disertai mual dan muntah, bisa disertai defisit neurologis fokal
 Nistagmus vertikal
 Romberg tes: baik saat mata terbuka atau mata tertutup pasien tidak
dapat mempertahankan keseimbangan.
 Finger to finger test: abnormal
 Tatalaksana: calcium channel blocker (flunarizin)
c. Penyakit Vertigo Perifer
 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
o Etiologi
Kanalith di dalam kanalis semisirkularis
o Klinis
Vertigo dipicu oleh perubahan posisi
o Penunjang
Manuver Dix-Hallpike
o Tatalaksana
Manuver Epley, Calcium Channel Blocker (flunarizin), antihistamin,
betahistin
 Meniere Disease
o Etiologi
Terlalu banyak cairan di endolimfe
o Klinis
Vertigo, tinitus, gangguan pendengaran
o Tatalaksana
Saat serangan: diazepam. Pencegahan: HCT, steroid
6. Meningitis
a. Etiologi
Inflamasi lapisan meninges sistem saraf pusat, umumnya karena infeksi
b. Klinis
 Anamnesis: demam tinggi, sakit kepala
 PF: kaku kuduk, tanda rangsang meningeal positif (Burdzinski I,
Burdzinski II, Kernig)
c. Penunjang: analisa LCS
 Bakteri (paling sering s. pneumonia)
Warna keruh, leukosit tinggi (≥ 1000/mm3), banyak sel neutrofil, protein
meningkat, glukosa rendah
 Virus
Warna jernih, leukosit rendah (≤ 100/mm3), banyak sel limfosit, protein
normal, glukosa normal
 Tuberkulosis
Warna xantokrom, jumlah leukosit variabel, banyak sel limfosit, protein
mengingkat tapi tidak setinggi bakteri, glukosa rendah
d. Tatalaksana
Sesuai patogen penyebab. Pada meningitis bakterial diberikan deksametason.
7. Ensefalitis
a. Etiologi
Biasanya disebabkan virus atau TB
b. Klinis
 Anamnesis: demam, kejang, penurunan kesadaran
 PF: meningeal sign (-)
c. Penunjang: analisa LCS dan PCR untuk mengetahui penyebab
d. Tatalaksana
Asiklovir sebagai tatalaksana empirik karena tingginya insidensi ensefalitis herpes
simpleks. Setelah patogen diketahui, terapi sesuai patogen.
8. Rabies
a. Definisi
Infeksi akut SSP oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, family
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi
(anjing, monyet, kucing, kelelawar, serigala).
b. Tampilan Klinis
 Riwayat gigitan hewan (anjing, kucing, dll) dan hewan yang menggigit
mati dalam waktu satu minggu atau positif rabies
 Gatal dan parastesia di daerah bekas luka gigitan
 Enchepalitis rabies: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi persisten,
nyeri pada faring terasa seperti tercekik, hipersalivasi, hidrofobia,
aerofobia
c. Tatalaksana
 Isolasi
 Fase awal: cuci luka dengan air sabun 5- 10 menit kemudian bilas
dengan air bersih, lakukan debridement, berikan desinfektan (alkohol 50-
70%). Jika terkena selaput lendir, cuci dengan air lebih lama
 Fase lanjut: suportif, cegah gagal jantung dan gagal nafas
 Serum Anti Rabies (SAR):
o Serum heterolog (berasal dari kuda) 40 IU/ kgBB infiltrasi di sekitar
luka, sisanya IM
o Serum homolog (berasal dari manusia) 20 IU/ kgBB
 Vaksin Anti Rabies
9. Parkinson
a. Etiologi
Degenerasi neuron dopaminergik di substansia nigra
b. Klinis
Diagnosis ditegakkan jika ada 2 dari 3 kardinal sign: tremor saat istirahat,
rigiditas, dan bradikinesia
c. Tatalaksana
Levodopa
10. Bell’s Palsy
a. Etiologi
Paralisis n. VII perifer unilateral, biasanya karena terkena angin atau udara dingin
dalam waktu lama
b. Klinis
Wajah perot / mencong, dahi dan pipi tidak bisa digerakkan, kelopak mata tidak
bisa ditutup (lagophtalmus), bibir tertarik ke sisi yang sehat
c. Tatalaksana
Steroid, artificial tears
11. Trigeminal Neuralgia
a. Klinis
Nyeri diwajah seperti ditusuk pisau, terutama saat mengunyah, mengikuti
persarafan n. trigeminal
b. Tatalaksana
carbamazepine
12. Guillain-Barre Syndrome
a. Etiologi
Antibodi terhadap patogen tertentu (C. jejuni) bereaksi silang dengan myelin sistem
saraf perifer.
b. Klinis
 Riwayat infeksi (biasanya infeksi pernafasan atau gastrointestinal)
 Kelemahan otot dan penurunan refleks yang dimulai dari tungkai lalu
menjalar ke atas (paralisis ascendent). Pada kasus berat bisa terjadi
gagal nafas.
 Paralisis stocking and gloves (dimulai dari bagian distal ekstremitas)
c. Tatalaksana
Plasmaferesis atau immunoglobulin
13. Myastenia Gravis
a. Etiologi
Penyakit autoimun dimana terdapat antibodi yang memblok reseptor asetilkolin di
presinaps.
b. Klinis
 Biasnaya mengenai otot yang spesifik dibanding umum
 Ptosis (tersering), pasien tidak bisa mempertahankan membuka mata
 Gejala semakin sore semakin memburuk
c. Tatalaksana
Asetilkolin esterase inhibitor
14. Hernia Nukleus Pulposus
a. Etiologi
Diskus intervertebralis mengalami herniasi dan menekan radiks saraf perifer.
Kebanyakan setinggi L4/L5 atau L5/S1
b. Klinis
o Anamnesis: nyeri punggung bawah yang menjalar ke paha, sering disertai
kelemahan otot dan rasa kebas
o PF: tes Lasegue (+), perubahan refleks, penurunan sensitifitas
o Pemeriksaan lain: tes Bragard, Patrick, Contrapatrick
c. Penunjang
MRI
d. Tatalaksana
Tirah baring, NSAID, muscle relaxan (benzodiazepin). Definitif: laminektomi.
15. Carpal Tunnel Syndome
a. Etiologi
Kompresi n. Medianus di dalam carpal tunnel
b. Klinis
 Anamnesis: nyeri di pergelangan tangan bagian ventral, rasa kebas di
telapak tangan bagian radial dan jari 1-4
 Flick sign: pasien mengebaskan tanggannya (seperti mengebaskan
termometer raksa) untuk menghilangkan gejala
 Tinnel sign: rasa kesemutan bila carpal tunner diketuk.
 Phalen sign: rasa kesemutan bila pergelangan tangan fleksi maksimal
c. Penunjang
Nerve Conduction Study (NCS)
d. Tatalaksana
 Bidai pergelangan tangan
 Bila tidak membaik, injeksi steroid ke dalam karpal tunnel
 Bila tidak mempan juga, lakukan pembedahan
16. Cubital Tunnel Syndrome
 Penekanan n. Ulnaris saat melewati cubital tunnel (saluran yang terbentuk
oleh arcus tendenius m. Flexor carpi ulnaris yang menghubungkan humerus dan
ulna)
 Klinis: claw hand, Wertenberg’s Sign (Jari kelingking dalam posisi abduksi),
fromment sign positif (tidak bisa adduksi jempol)
17. Guyon Tunnel Syndrome
 Penekanan n. Ulnaris saat melewati canalis ulnaris / guyon tunel (saluran
yang dibentuk oleh os pisiform dan hammulus os hammati)
 Klinis: claw hand, Wertenberg’s Sign (Jari kelingking dalam posisi abduksi), fromment
sign positif (tidak bisa adduksi jempol)
18. Pyramidal Tract Lession
Lokasi Lesi:
 Traktus kortikospinal: contralateral hemiplegia (kelemahan anggota gerak
berlawanan dengan sisi lesi. Contoh: lesi di traktus cortiocspinal kiri,
kelemahan anggota gerak kanan)
 Decussatio piramidalis: hemiplegia cruciata / hemiplegia alternans (kelemahan
gerak antara ekstremitas atas dan bawah berbeda sisi, contoh: lesi di
dekussatio piramidal kanan, kelemahan di ekstremitas superior kanan dan
ekstremitas inferior kiri)
 Traktus kortikospinal lateral: ipsilateral hemiplegi (kelemahan anggota gerak
sama dengan sisi lesi)
19. Movement Dysorder
 Ataxia
Tidak ada kordinasi otot yang berpengaruh kepada gerakan volunter (berbicara,
berjalan, mengambil benda, dll)
 Akathisia
Sensasi tidak nyaman pada tubuh sehingga berkeinginan untuk terus bergerak
(suka mengerak-gerakan kaki, tidak bisa duduk tenang). Biasanya karena
efek antipsikotik
 Cervical Dystonia / Spasmodi Torticolis
Kontraksi involunter dari otot leher (kepala menengok ke salah satu sisi,
mengangguk)
 Tardive Diskinesia
Gerakan involunter, ritmik, berulang-ulang pada otot-otot wajah, lidah,
ekstremitas. Akibat efek ektrapiramidal antipsikotik
20. Ganglia Basalis Disorder
 Athetosis
Lesi pada putamen. Diskinesia, gerakan-gerakan menggeliat lambat. Biasanya
pada kepala, wajah, atau ekstremitas bagian distal.
 Balismus
Lesi pada nucleus subthalamicus, biasanya unilateral. Gerakan involunter memukul
/ mencambuk dengan keras.
 Chorea
Lesi pada striatum. Gerakan involunter yang cepat, menghentak, singkat.
Biasanya pada tangan.
21. Brain Death / Kematian Batang Otak
 Lesi setinggi Mesenchepalon
Refleks pupil menghilang
 Lesi setinggi Pons
Refleks kornea menghilang. Pons bagian bawah: gag refleks menghilang
 Lesi setinggi Medula Oblongata
Apneu
22. Demensia
a. Definisi
Adalah sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan
detoriorasi kognisi dan fungsional sehigga pasien terganggu fungsi luhur,
sosial, dan aktifitas hariannya.
b. Klasifikasi
 Demensia Degeneratif
o Demensia kortikal: alzheimer
o Demensia subkortikal: penyakit parkinson, palsi supranuklear progresif,
degenerasi stritonigral, sinrom Shy-Drager, degenerasi spinocerebral,
kalsifikasi ganglia basalis idiopatik, penyakit Wilson, penyakit huntington,
neuroachantosis
o Demensia campuran: demensia frontotemporal, demensia Lewy’s Body,
degenerasi ganglion kortikobasal, leukodistrofi
 Demensia Non-degeneratif
o Demensia vaskular
o Infark korteks multiple
o Sindrom gyrus angularis
o Demensia karena infeksi (HIV, Creutzfeltds Jacob Disease)
o Demensia demyelinisasi (multiple sklerosis)
o Demensia campuran
c. Alzheimer
 Etiologi
Terjadi pembentukkan B Amyloid yang mengganggu pembentukan dan
pelepasan asetilkolin.
 Klinis
Perjalanan pelan, perburukan memori jangka pendek, afasia, apraksia,
agnosia, gangguan motorik, depresi, insomnia, inkontinensia, gangguan
seksual, riwayat keluarga (+)
 Penunjang
Patologi anatomi (Gold Standar, diagnosis post mortem): adanya
neurofibrilatory tangle dan senile plaque
CT-Scan: atrofi serebri
 Tatalaksana
Asetilkolinesterase inhibitor (donepezil), MAO inhibitor, neuroleptik atipikal
d. Demensia Vaskular
 Adalah semua kasus demensia karena adanya gangguan cerebrovaskuler
dengan menurunkan kognisi ringan – berat.
 Riwayat stroke, TIA
 Gangguan motorik
 Gangguan perilaku dan psikis
e. Demensia Lewy’s Body
 Demensia yang berhubungan dengan penyakit Parkinson
 Ditemukannya Lewy’s Body di substansia nigra
f. Demensia Pick
 Demensia pada usia pertengahan
 Adanya atrofi spesifik pada lobus temporalis atau frontalis
 Perubahan karakter, buruknya hubungan sosial, gangguan intelektual
PSIKIATRI

1. Skizofrenia
a. Akibat peningkatan aktifitas dopamin
b. Pedoman Diagnostik
 Harus ada sedikitnya satu gejala secara jelas: thought of (insertion,withdrawal,
broadcasting), delusion of (control, influence, passivity, perception), halusinasi
auditorik, waham bizare yang menetap
 Atau dua gejala secara jelas: halusinasi panca indra yang menetap, wahan
yang mengambang, arus pikiran terputus atau sisipan (neologisme,
inkoherensi), gangguan perilaku (katatonik, gaduh gelisah, posturing,
negativisme, mutisme, stupor), gejala negatif (apatis, bicara ↓, menarik diri,
dll)
 Gejala berlangsung selama minimal satu bulan. Kurang dari satu bulan €
psikotik lir skizofrenia
c. Klasifikasi
 Paranoid
Gejala menonjol: halusinasi auditorik, waham curiga
 Herbefrenik
Gejala menonjol: gangguan perilaku (tidak bertanggung jawab, tak dapat
diramalkan, menyendiri, mannerisme, hampa perasaan), afek dangkal dan
inapropiate, sering tertawa sendiri, disorganisasi proses fikir (inkoheren,
rambling)
 Katatonik
Gejala menonjol: perilaku katatonik, negativisme, fleksibilitas serea
 Tak Terinci
Tidak memenuhi kriteria paranoid, herbefrenik, atau katatonik
 Simpleks
Gejala kurang khas, gejala negatif, kehilangan minat, penarikan diri
 Depresi pasca skizofrenia
Depresi satu tahun post-skizofrenia
 Skizofrenia Residual
Gejala negatif satu tahun post-skizofrenia
d. Antipsikotik
 Cara kerja: blokade dopamin pada reseptor pasca sinaps
 Tipikal / generasi pertama
o Diberikan pada gejala positif yang menonjol
o Efek sedatif kuat
o Contoh: clorpromazin, haloperidol, trifluoroperazine
o Efek EPS kuat (tardive diskinesia, dyskinesia, dystonia). Berikan
triheksiphenidil (THP)
 Atipikal / generasi kedua
o Diberikan jika gejala negatif yang menonjol
o Contoh: risperidon, clozapine, olanzapine, sulpiride
2. Gangguan Skizotipal
Gejala: penampilan dan perilaku aneh, eksentrik, kepercayaan mistik/magis
3. Gangguan Waham Menetap
Gejala: hanya gangguan waham yang menonjol, lebih dari 3 bulan, tidak ada halusinasi
4. Gangguan Skizoafektif
Gejala: gejala skizofrenia dan gangguan mood (depresi, manik) sama-sama menonjol
5. Gangguan Mood
a. Episode manik
 Mood dan perilaku meningkat, ide kebesaran
 Hipomania: tidak sampai mengganggu aktifitas sehari-hari, tidak ada ide
kebesaran
 Dapat disertai gejala psikotik atau tidak
 Tatalaksana (obat anti mania): lithium, haloperidol, carbamazepin, asam valproat
b. Gangguan bipolar
 Pada DSM III tidak dibagi menjadi Tipe I dan Tipe II (hanya ditandai oleh
adanya minimal 2 episode gangguan mood dimana ada penyembuhan
sempurna diantara kedua ganggua tersebut). PadA DSM IV dibagi menjadi
tipe I dan tipe II.
 Gangguan Bipolar Tipe I
o Setidaknya ada satu episode mania dan episode depresi atau
campuran atau episode mania saja
 Gangguan Bipolar Tipe II
o Harus ada satu episode hipomania dan episode depresi
 Tatalaksana
o Episode manik: lithium
o Episode campuran: asam valproat
o Episode depresi: lithium + antidepresan
c. Episode depresi
 Gejala utama: anhedonia (kehilangan minat dan kegembiraan), anenergia
(berkurangnya energi), afek depresi yang berlangsung minimal 2 minggu
 Bisa disertai gejala psikotik atau tidak
 Antidepresan (menghambat reuptake atau penghancuran aminergik
di neurotransmiter (terutama serotonin):
o SSRI (first line): sertraline, fluoxetin
o Trisiklik: amitriptilin, imipramin
o Tetrasiklik: maprotilin, amoxapine
o MAO-inhibitor: moclobemide
o Atipikal: trazodone
6. Gangguan Ansietas Fobik
 Dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas yang sebenarnya tidak
membahayakan. Pasien akan menghindari situasi fobik tersebut.
 Agorafobia: takut saat di tempat terbuka, keramaian
 Fobia sosial: takut pada situasi sosial tertentu (outside the family circle)
 Fobia spesifik: takut terhadap objek atau situasi tertentu
 Penatalaksanaan: CBT, hipnosis, exposure terapi / desensitisasi, farmakoterapi
7. Gangguan Ansietas
a.Gangguan Panik
 Berlangsung kira-kira satu bulan
 Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
 Tidak terbatas pada keadaan yang sudah diketahui sebelumnya
 Ada keadaan bebas gejala
b. Gangguan Cemas Menyeluruh (GAD)
 Gejala berlangsung hampir setiap hari, mulai beberapa minggu sampai
beberapa bulan
 Bersifat free floating
 Gejala:
o kecemasan (khawatir akan nasib buruk, berada di ujung tanduk)
o Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetar, tidak dapat santai)
o Overaktifitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, mulut
kering, keluhan lambung)
c. Tatalaksana (anti-panik):
 Trisiklik: Imipramine, Clomipramine
 Benzodiazepine: Alprazolam
 RIMA: Moclobemide
 SSRI: Sertraline, Fluoxetine
8. Gangguan Obsesif-Kompulsif
 Gejala obsesif dan tindakan kompulsif harus ada hampir setiap hari selama
minimal 2 minggu berturut-turut
 Gejala obsesif:
o Disadari diri sendiri
o Sedikitnya ada satu pikiran yang tidak dapat dilawan
o Lega setelah melakukan tindakan yang dipikirkan tersebut
o Gagasan atau pikiran tersebut merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan
 Penatalaksanaan (Anti-obsesif kompulsif)
o Trisiklik: Clomipramine
o SSRI: sertraline, fluoxetin
9. Gangguan Terkait Stres
a. Gangguan Stres Akut
 Gejala
o Gejala beberapa menit atau segera terjadi setelah kejadian traumatik
o Gejala bervariatif: terpaku, sedih, cemas, marah, kecewa, overaktif,
penarikan diri, disorientasi
o Gejala mereda dalam beberapa jam, hari, atau sampai satu bulan
 Penatalaksanaan
o Antidepresan SSRI: sertralin, fluoxetin
o Antiansietas: diazepam
b. Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)
 Gejala timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik
 Gejala
o Re-experiencing (merasa mengalami kembali kejadian / flash back)
o Avoidance (menghindar)
o Hyperarousal (kesiagaan berlebihan)
o Gejala berlangsung lebih dari satu bulan
 Penatalaksanaan
o CBT
o Antidepresan SSRI: sertralin 25-200 mg/hari, fluoxetin
o Antiansietas: diazepam, alprazolam, lorazepam
c. Gangguan Penyesuaian
 Reaksi maladaptif terhadap stres dalam kehidupan sehari-hari (psikososial).
 Berhubungan dengan tipe kepribadian
 Gejala: depresi, ansietas, gangguan emosi, gangguan perilaku, disabilitas
dalam kegiatan sehari-hari
 Terjadi dalam satu bulan setelah stresor dan tidak bertahan lebih dari 6 bulan.
10. Gangguan Disosiatif (konversi)
 Gejala utama: kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali kesadaran) antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas atua
pengindraan, kontrol terhadap gerakan tubuh
 Harus ada penyebab psikologis (stresfull) yang berhubungan dengan timbulnya
gejala
 Jenis-jenis:
o Amnesia disosiatif
o Fugue disosiatif (melakukan perjalanan tertentu)
o Gangguan trans dan kesurupan
o Gangguan motorik disosiatif
o Konvulsi disosiatif
o Anestesia disosiatif
11. Gangguan Somatoform
a. Gejala umum: terdapat keluhan-keluhan fisik yang berulang-ulang disertai
permintaan pemeriksaan medik meskipun sudah terbukti tidak terdapat kelainan
fisik (doctor shoping)
b. Somatisasi
 Adanya keluhan fisik yang bermacam-macam (sakit kepala, mual,
berdebar- debar, dll) yang tidak ada dasar kelainan fisik, berlangsung
sedikitnya 2 tahun
 Terdapat disabilitas
 Tidak mau menerima kalau tidak ada kelainan fisik
c. Hipokondriasis
 Keyakinan menetap bahwa menderita satu penyakit fisik serius yang
melandasi keluhannya
 Tidak mau menerima bahwa tidak ditemukan penyakit tersebut
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
 Keluhan utama: nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar gangguan fisik
 Berhubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial
yang jelas
e. Body Dismorfik Dysorder
 Preokupasi terhadap adanya kelainan dari anggota tubuh penderita
(sebenarnya tidak ada) dan penderita peduli berlebihan terhadap hal tersebut
f. Gangguan Somatoform Tak terinci
 Tidak memenuhi kriteria somatisasi atau hipokondriasis
12. Gangguan Makan
a. Anoreksia Nervosa
 Mengurangi berat badan dengan sengaja, dipicu, atau dipertahankan
oleh penderita
 Berat badan dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya
 Menghindari makanan yang mengandung lemak, merangsang muntah,
olahraga berlebihan, obat penurun nafsu makan
 Distorsi body-image (ketakukan gemuk terus menerus meskipun
penderita sudah kurus)
 Ada gangguan endokrin (amenore, kehilangan minat seksual)
b. Bulimia Nervosa
 Episode makan berlebihan (preokupasi untuk makan dan ketagihan
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan)
 Usaha untuk melawan efek kegemukan (merangsang muntah,
konsumsi pencahar, puasa, konsumsi obat-obatan penurun berat badan
atau nafsu makan)
 Biasanya ada riwayat anoreksia nervosa sebelumnya
13. Gangguan Tidur Non-organik
a. Insomnia
 Adanya gangguan untuk memulai tidur (early insomnia), mempertahankan
tidur (middle insomnia / sering terbangun malah hari namun bisa tidur
kembali), atau tidak bisa tidur kembali setelah terbangun malam hari (late
insomnia)
 Gejala minimal 3 x/minggu selama sebulan
 Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan peduli berlebihan terhadap akibatnya
 Penatalaksanaan (obat anti-insomnia):
o Benzodiazepin: Nutrazepam, Flurazepam, Estazolam
o Non-Benzodiazepin: Zolpidem
b. Hipersomnia
 Rasa kantuk berlebihan di siang hari atau adanya seragan tidur
(sleep attack) atau transisi yang memanjang dari saat bangun tidur
sampai sadar sepenuhnya
 Terjadi setiap hari selama lebih dari satu bulan
c. Gangguan Jadwal tidur-jaga
 Pola tidur yang tidak seirama dengan pola tidur pada masyarakat setempat
 Insomnia pada waktu orang-orang tidur, dan hipersomnia pada waktu orang-
orang terjaga
 Dialami minimal satu bulan
d. Somnabulisme (sleep walking)
 Episode bangun dari tempat tidur, berjalan-jalan. Setelah bangun penderita
tidak ingat dengan kejadian tersebut
 Tidak ada gangguan aktifitas mental setelah kejadian tersebut
e. Night Terrors
 Adanya episode bangun dari tidur, berteriak karena panik, disertai
ansietas hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktifitas otonomik
 Tidak bereaksi terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
tidurnya
 Penderita tidak ingat dengan kejadian yang membuatnya terbangun
f. Nightmares
 Terbangun dari tidur akibat mimpi yang menakutkan
 Penderita dapat mengingat kejadian di mimpi tersebut
 Setelah kejadian pasien sadar penuh dan mampu mengenali lingkungan
 Kejadian tersebut menyebabkan penderitaan cukup berat bagi penderita
14. Gangguan Kepribadian
a. Ciri kepribadian dan gangguan kepribadian
Ciri kepribadian yang sudah mengganggu aktifitas individu atau lingkungan disebut
gangguan kepribadian.
b. Kepribadian Paranoid
Penuh rasa curiga. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan.
c. Kepribadian Skizoid
Lebih senang menyendiri dan tidak suka berhubungan dengan orang lain.
d. Kepribadian Skizotipal
Memiliki pikiran, perilaku, dan penampilan yang aneh.
e. Kepribadian Disosial
Tidak peduli terhadap hak orang lain. Sering melanggar peraturan.
f. Kepribadian Histrionik
Suka mencari perhatian, suka menggoda.
g. Kepribadian Narsistik
Melebih-lebihkan diri, merendahkan orang lain, mudah iri.
h. Kepribadian Anankastik
Ragu-ragu dan hati-hati berlebihan. Perfeksionisme.
i. Kepribadian Cemas Menghindar
Pemalu, merasa diri tidak mampu, preokupasi berlebihan terhadap kritik dan
penolakan, menghindari aktifitas sosial karena takut dikritik
j. Kepribadian Dependen
Mendorong atau membiarkan orang lain mengambil keputusan penting untuk dirinya.
k. Kepribadian Emosi Tak Stabil / Ambang
Kecenderungan bertindak impulsif, emosi tak
stabil.
15. Gangguan Preferensi Seksual
a. Fetihisme
Kepuasan seksual melibatkan benda-benda (celana dalam wanita).
b. Frotteurisme
Kepuasan seksual didapatkan saat bergesekan atau bersentuhan dengan orang
yang tidak sadar.
c. Masokisme
Kepuasan seksual didapatkan apabila penderita pura-pura dilecehkan,
disiksa, disakiti, atau dipermalukan.
d. Sadisme
Kepuasan seksual didapatkan bila pasangan seksual menderita dengan dipukuli,
disakiti, diikat, disiksa.
e. Voyeourisme
Kepuasan seksual didapatkan bila mengintip orang yang sedang telanjang
atau melakukan aktifitas seksual.
f. Troilisme
Kepuasan seksual didapatkan bila melihat pasangan seksualnya berhubungan
seksual dengan orang lain.
g. Necrofilia
Obsesi untuk berhubungan seksual dengan jenazah.
23. Gangguan Persepsi:
 Aphasia sensorik (aphasia wernick):
Gangguan fungsi bahasa, tidak bisa mengerti apa yang dibicarakan orang lain,
tetapi bisa mengucapkan kata/kalimat tapi tidak bermakna
 Aphasia motorik (aphasia broca):
Ganggun fungsi bahasa, bisa mengerti apa yang dibicarakan orang lain, tetapi
tidak bisa mengucapkan apa yang ingin diucapkan
 Alexia:
Gangguan keterampilan membaca (verbal: kata, lateral: huruf)
 Agnosia:
Gangguan fungsi persepsi, tidak bisa mengenali benda
 Apraxia:
Gangguan keterampilan motorik, tidak bisa melakukan cara tertentu (contoh:
diminta menium korek api yang menyala tidak bisa)
 Agraphia:
Gangguan keterampilan menulis
16. Psikiatri Anak
a. Retardasi Mental
 Suatu keadaan dimana perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan € mempengaruhi kecerdasan secara menyeluruh
 Klasifikasi:
Ringan : IQ 50-69
Sedang : IQ 35-49
Berat : IQ 20-
34 Sangat berat: IQ
<20
b. Autisme
Tiga gejala berikut harus ada untuk diagnosis autisme dan harus terlihat sebelum
usia 3 tahun: gangguan interaksi sosial, gangguan berbahasa, perilaku
repetitif
c. Sindrom Asperger
Lebih ringan dari autisme. Kemampuan berbahasa dan kognitif tidak terganggu.
d. Sindrom Rett
Kehilangan keterampilan tangan dan bicara disertai perlambatan pertumbuhan
kepala
e. Ansietas Perpisahan
Enggan berpisah, takut ditinggal seorang diri, gejala fisik (sakit kepala, mual,
muntah), rasa susah
f. Defisit Atensi dan Hiperaktifitas (ADHD)
 Berkurangnya perhatian: sering beralih dari suatu kegiatan ke kegiatan
yang lain
 Aktifitas berlebihan: kegelisahan yang berlebihan
 Kecerobohan dalam hubungan sosial
 Sering terjadi gangguan belajar dan kekakuan motorik
17. Gangguan Psikologis Post Partum
a. Baby Blues Syndrome
 Mood ibu berfluktuasi, menangis, lemas, sulit tidur
 Tidak mengganggu kemampuan ibu untuk mengurus anaknya
 Membaik spontan sekitar 2 minggu
b. Depresi postpartum
 Mood ibu berfluktuasi, menangis, lemas, sulit tidur
 Mengganggu kemampuan ibu untuk mengurus anaknya
 Kondisi berlanjut lebih dari 2 minggu
c. Psikosis Postpartum
 Ibu menganggap bayinya tidak sempurna, cacat, kutukan, anak setan
 Penolakan yang keras dari ibu terhadap bayinya
 Halusinasi dan waham (+)
 Bisa terdapa usaha untuk membunuh/menyingkirkan bayinya
 Gejala dapat timbul 2-3 hari pertama atau bahkan setelah 2 minggu
18. Delirium
 Merupakan gangguan mental organik
 Gangguan kesadaran dan perhatian
 Gangguan kognitif secara umum
 Gangguan psikomotor
 Gangguan siklus bangun-tidur
 Gangguan emosional
 Keadaan berlangsung selama kurang dari 6 bulan
19. Penyalahgunaan NAPZA
a. Opioid (morfin, petidin, papaverin, kodein)
 Intoksikasi
Bradikardi, hipotensi, hipotermia, sedasi, pin point pupil. Tatalaksana: naloxone
 Withdrawal
Takikardi, hipertensi, hipertermi, insomnia, midriasis, diaphoresis, lakrimasi,
rinorhea
b. Alkohol
 Intoksikasi
Cadel, inkordinasi, unsteady gait, nistagmus, gangguan memori/perhatian,
stupor/koma
 Withdrawal
Hiperaktifitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi,
ansietas, kejang
c. Heroin
 Intoksikasi
Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, nafas pendek, konstipasi,
midriasis, gangguan jiwa
 Withdrawal
Miosis/midriasis, mengantuk/koma, cadel, gangguan perhatian/memori
d. Kanabis/ganja
 Intoksikasi
Injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering, takikardia
e. Kokain
 Intoksikasi
Takikardia/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan tekanan darah,
menggigil, mual, muntah, agitasi, depresi nafas, aritmia, kejang
 Withdrawal
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
makan, retardasi psikomotor
f. Amfetamin
 Intoksikasi
Takikardia/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan tekanan darah,
menggigil, mual, muntah, agitasi, depresi nafas, aritmia, kejang
 Withdrawal
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
makan, retardasi psikomotor
g. Benzodiazepin
 Intoksikasi
Cadel, inkordinasi, unsteady gait, nistagmus, gangguan memori/perhatian,
stupor/koma
 Withdrawal
Hiperaktifitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi,
ansietas, kejang
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FORENSIK
1. Thanatologi
a. Definisi Thanatologi
 Ilmu yang mempelajari tentang kematian, hal-hal yang berhubungan
dengan kematian, perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat serta faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
 Pemeriksaan dilakukan oleh dokter dengan tujuan untuk mengetahui cara dan
sebab kematian.
b. Definisi Kematian
Berhenti atau tidak aktifnya semua sistem pendukung kehidupan yang bersifat
irreversibel (jantung-paru-otak)
c. Tanda-tanda Kematian
 Tanda Awal
o Relaksasi primer
o Henti nafas
o Henti jantung
o Tonus menghilang
o Mata: kornea keruh, bola mata lunak
o Kulit: pucat
 Tanda Lanjut
o Algor mortis (penurunan suhu tubuh)
Tergantung kondisi lingkungan saat
kematian.
o Livor mortis (lebam mayat)
 Perubahan warna yang muncul pada kulit pada orang yang sudah mati
 Akibat pengumpulan darah karena gravitasi
 Terdapat di bagian terbawah tubuh yang tidak menempel dengan lantai
 Tampak 20-30 menit seletah kematian
 Hilang dengan penekanan < 6-10 jam
 Tidak hilang dengan penekanan > 6-10 jam
 Warna:
 Merah kebiruan: normal
 Merah terang: keracunan CO, sianida, atau suhu dingin
 Merah gelap: asfiksia
 Biru: keracunan nitrit
 Coklat: keracunan aniline
o Rigor mortis (kaku mayat)
 Akibat otot kehabisan cadangan glikogen
 Mulai tampak: 3 – 4 jam PM
 Pertama terlihat di sendi kecil
 Kaku maksimal: 12 jam PM kemudian dipertahankan selama 12 jam
 Menghilang (relaksasi sekunder): setelah 24 jam
 Faktor yang mempengaruhi: aktifitas pre mortal, suhu tubuh, otot
atletis, suhu lingkungan
 Kaku mayat segera setelah mati (bukan rigor mortis): cadaveric
spasm, heat stiffening, cold stiffening
o Dekomposisi atau Pembusukan
 Tampak setelah 24 jam PM
 Pertama terlihat di perut kanan bawah (caecum)
 Warna kehijauan
 Telur lalat: segera setelah mati
 Larva lalat: 36-48 jam PM
 Tubuh menggembung: 60 - 72 jam PM
o Maserasi
o Saponifikasi
2. Luka Trauma
Lecet tekan
Lecet
Lecet geser
Tumpul Memar

sobek
Trauma
Tusuk

Tajam Iris

Bacok

a. Trauma Tumpul
 Lecet / abrasi
o Kerusakan pada epidermis
o Jenis tekan: epidermis tertekan ke dalam
o Jenis geser: epidermis rusak akibat tergeser seperti ombak
o Jenis regang: diskontinuitas akibat regangan
 Memar / kontusio
o Perdarahan pada kapiler bawah kulit, warna merah kebiruan
 Sobek / laserasi
o Kerusakan pada epidermis dan dermis
b. Trauma Tajam
 Luka tusuk / stab
Kedalaman luka > panjang luka
 Luka iris / incised
Panjang luka > kedalaman luka
 Luka bacok / chop
Panjang luka dan kedalaman luka hampir sama
3. Luka Tembak

anak peluru mesiu utuh mesiu yg gas panas


Jarak terbakar kira-kira jarak (cm)
lubang lecet lemak Tatto jelaga api jejak laras

jauh + + + >50
dekat + + + + 20-50

sangat dekat + + + + + + <20

tempel + + + + 0

4. Luka Akibat Trauma Kimia


a. Asam
 Menggambarkan presipitasi protein dan resorbsi cairan
 Gambaran luka: kering, coklat, mengeras
b. Basa
 Menyebabkan reaksi penyabunan dan terbentuk proteinat alkali
 Gambaran luka: basah, pucat, licin
5. Luka Akibat Listrik
 Electric mark = luka hangus terbakar warna kehitaman berbentuk sesuai dengan
benda bermuatan listriknya, disekelilingi daerah menimbul, halo (daerah pucat)
dan daerah hiperemis. Merupakan “port d’entree” listrik ke badan.
 Mekanisme mati : syok listrik (fibrilasi ventrikel)
 Luka keluar tidak khas umumnya lecet.
6. Luka Akibat Petir
 Mekanisme mati : syok listrik, panas atau ledakan.
 Magnetisasi : logam yang terkena petir menjadi bersifat magnetik.
 Metalisasi : bagian tubuh yang menempel logam ( arloji, cincin ) akan
memperlihatkan titik-titik logam (seperti pada penyepuhan)
 Aborescent mark : gambaran pelebaran pembuluh darah bawah kulit
7. Derajat Luka
a. Luka ringan
Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan/
pekerjaan (KUHP 352)
b. Luka sedang
Halangan sementara pada pekerjaan atau jabatan (KUHP 351 ayat 1)
c. Luka berat
 Menyebabkan luka berat (KUHP 351 ayat 2)
 Luka berat:
o Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan sembuh
atau menimbulkan bahaya maut
o Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan
atau pekerjaan
o Kehilangan salah satu panca indra
o Cacat berat
o Lumpuh
o Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
o Gugur atau matinya kandungan seseorang
8. Visum et Repertum
a. Definisi
Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik
yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik
hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia berdasarkan
keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
b. Dasar Hukum
Pasal 133
KUHAP
c. Nilai VeR
 KUHAP pasal 184:
alat bukti yang sah (keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
keterangan terdakwa), VeR tergolong surat
 KUHAP pasal 186:
keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di depan sidang
 KUHAP pasal 184 c
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai suatu hal atas suatu keadaan yang diminta secara
resmi daripadanya.
d. Yang Berhak Meminta VeR
Penyidik (KUHAP pasal 133)
e. Yang Berhak Melakukan
Ahli kedokteran kehakiman, dokter, ahli lain (KUHAP pasal 133)
f. Jenis VeR
 VeR Sementara
o Dibuat karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan
lanjutan
o Kesimpulan: macam luka, penyebab terjadinya luka, memerlukan
perawatan/tidak
o Berlaku 20 hari, dibuat 1x
 VeR Lanjutan
o Dibuat jika pasien telah selesai dirawat
o Kesimpulan: jenis luka, jenis kekerasan, derajat luka
o Berlaku 20 hari, bisa dibuat lebih dari sekali
 VeR Definitif
o Dibuat seketika pada korban yang tidak memerlukan perawatan atau
VeR jenazah
o VeR lanjutan paling akhir (luka sedang berat)
o Kesimpulan: sebab kematian, mekanisme, perkiraan saat kematian
g. Bentuk dan Susunan VeR
 Kata Pro Justisia
 Pendahuluan
 Pemberitaan (berisi hasil pemeriksaan, dijadikan barang bukti)
 Kesimpulan (berisi pendapat pemeriksa)
 Penutup
9. Identifikasi Forensik
a. Langkah-langkah Dalam Identifikasi Forensik
1) The scene of insidence (TKP)
Untuk menentukan perkiraan saat kematian, menetukan sebab-akibat luka,
mengumpulkan barang bukti, menentukan cara kematian (bunuh diri,
pembunuhan, kecelakaan)
2) Collecting post mortem data
Foto, identifikasi medik, sidik jari, kerangka, odontologi forensik, DNA
3) Collectiong ante mortem data
Pakaian, ciri-ciri fisik, properti yang digunakan / dibawa saat korban hilang, data
medis (fraktur, tanda bekas operasi, dental work)
4) Comparing am-pm data (rekonsiliasi)
Proses pencocokan data pm-am
5) Returning to the family
Penanganan dan rekonstruksi sebelum dikembalikan ke keluarga. Selain itu
untuk kepentingan medicolegal.
b. Metode Identifikasi
 Primer: sidik jari, odontologi, DNA
 Sekunder: visual,indentifikasi medik, foto, properti
c. Odontologi Forensik
 Penentuan jenis kelamin
Laki-laki: mandibula berbentuk V
Perempuan: mandibula berbentuk U
 Penentuan umur
M1, tumbuh 6 tahun
M2, tumbuh 12 tahun
10. Autopsi Forensik
a. Elemen Autopsi Forensik
1) Cause (sebab kematian)
Jenis penyakit / cedera yang menyebabkan kematian. (Luka tusuk,
pneumothoraks)
2) Mechanism (mekanisme kematian)
Bagaimana penyebab kematian menyebabkan gangguan fungsi tubuh
sehingga menyebabkan kematian (asfiksia, hemoragik, emboli, kerusakan
organ, refleks vagal)
3) Manner (cara kematian)
Bagaimana penyebab kematian menimpa pasien (natural, kecelakaan,
pembunuhan, bunuh diri)
b. Asfiksia
 Kondisi dimana sel tidak mendapatkan oksigen
 Cause: natural, trauma, toksik
 Phase: dyspneu, convultion, apneu, paralise
 Classic sign: Internal (bendungan organ dalam, darah kental), eksternal
(sianosis, petekie)
 Penyebab kematian karena asfiksia
o Suffocation: kondisi lingkungan yang tidak ada oksigen, dicekik, dibekap
o Strangulation: gantung diri, penjeratan
o Chemical asphyxia:keracunan CO
c. Drowning
 Tenggelam di air (tawar / asin) sampai air masuk ke dalam paru-paru
 Mekanisme: asfiksia, spasme laring, reflek vagal
 Air tawar: ventrikel fibrilasi
 Air asin: edem pulmo
 Temuan Autopsi
External: kaki dan tangan keriput, keluar cairan seperti sabun atau darah dari
lubang hidung/ mulut, sianosis, cadaveric spasm
Internal: edem pulmo, edem cerebri, kongesti
 Immersion
Seluruh tubuh masuk ke dalam air, namun air tidak masuk ke paru-paru
 Submersion
Hanya wajah yang masuk ke dalam air
 Near drowning
Bertahan setelah 24 jam submersion
11. Infanticide
a. Definisi
Ancaman bagi seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa ia
melahirkan anak, dengan sengaja menghilangkan nyawa anak tersebut
ketika anak itu dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan
b. Tugas Dokter Memeriksa:
1) Viabilitas
Apakah bayi dapat hidup di luar kandungan tanpa perawatan khusus. Syarat:
usia kandungan > 7 bulan, tidak ditemukan cacat kongenital berat
2) Umur kandungan
Melihat panjang badan (rumus Haase) atau melihat inti penulangan
3) Lahir hidup / mati
 Hidup:
Paru: sudah mengembang, tes apung (+), gambaran mozaik (bercak
merah muda tidak homogen), gambaran marmer (tonjolan tipis di
permukaan oleh penebalan septum interkapsularis)
 Mati
Paru: belum mengembang, tes apung (-)
4) Tanda-tanda kekerasan
5) Sebab kematian
Yang lazim: pembekapan, pencekikan, penjeratan, tenggelam
6) Tanda-tanda perawatan
Tali pusat terawat / tidak, sudah dimandikan / tidak
7) Hubungan bayi dengan ibu
Cocokan DNA
12. Abortus
Menuturt hukum: tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum
waktu kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya. Hanya abortus provokatus
kriminalis saja yang termasuk di atas.

MEDIKOLEGAL
13. Surat Kematian
a. Guna Surat Kematian
 Sebagai bukti bahwa seseorang meninggal dunia
 Untuk statistik penyebab kematian
b. Formulir Surat Kematian
 Formulir A
Surat keterangan pemeriksaan kematian. Diberikan kepada keluarga.
Digunakan untuk izin pemakaman.
 Formulir B
Dikirim ke
DKK.
 Formulir M
Surat untuk memberikan ketarangan bahwa kematian disebabkan penyakit
menular atau tidak. Diberikan kepada keluarga korban.
 Formulir I
Formulir kematian internasional.
 Formulr CS
Formulir pelaporan kematian untuk catatan sipil.
 Formulir KIP
Dibuat untuk izin pemakaman bagi golongan Eropa dan Cina.
14. Macam-macam Consent
a. Expressed concent
Pasien menunjukkan persetujuannya secara lisan dan tertulis
b. Implied concent
Pasien menunjukkan persetujuan dengan tingkah lakunya, misal: mengangguk.
c. Informed concent
Persetujuan yang diberikan setelah diberi penjelasan megnenai tindakan, tujuan,
dan efek samping. Biasanya untuk tindakan medis tertentu dan umumnya
tertulis.
d. Presumed concent
Dokter menganggap pasien memberi persetujuan, meskipun pasien tidak
menunjukkan baik secara expressed atau implied (pasien tidak menolak, jadi
dianggap menerima.
e. Mandatory concent
Keadaan – keadaan yang mutlak dokter tidak boleh melakukan apa-apa sebelum
ada persetujuan
15. Informed Consent
a. Definisi
Persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan pada pasien tersebut (Permenkes
No. 589 tahun 1989)
b. Yang berhak memberikan informasi
Dokter atau yang didelegasikan
c. Yang berhak memberikan persetujuan
 Usia 18 tahun atau lebih atau 16 tahun yang dapat diperlakukan sebagai
orang dewasa (telah menikah) dan kompeten
 Kompetensi: cakap dalam menerima informasi, memahami, mengalisisnya,
dan menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan
tindakan kedokteran/gigi
 Yang tidak kompeten:
o Gangguan jiwa
o Menderita nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan
kesehatan fisiknya
 Persetujuan individu yang tidak kompeten:
o Keluarga terdekat (suami, istri, orang tua sah, anak yang
kompeten, saudara kandung)
o Pengampu / wali / pengasuh
o Pada pasien yang tidak kompeten dan sedang mengalami keadaan
gawat darurat, sedangkan tidak ada yang sah mewakilinya, dokter
dapat melakukan tindakan kedokteran demi kepentingan terbaik
pasien.
 Isi informed concect
Diagnosis dan tata cara tindakan, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan lain dan risiko, risiko komplikasi yang mungkin terjadi,
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
16. Kaidah Dasar Bioetik
a. Beneficence
Prinsip bioetik dimana dokter melakukan suatu tindakan untuk kepentingan
pasiennya. Contoh:
 Memberi obat generik, tidak polifarmasi
 Menyampatkan edukasi kepada pasien
 Pemberian obat anti nyeri pada pasien terminal (yang masih hidup)
 Menolong anak yang diduga menjadi korban kekrasan dalam keluarga
 Membuat rujukkan yang dianggap perlu
 Memutuskan dan menjelaskan kepada keluarga untuk melakukan amputasi
pada kondisi gawat (keuntungan > kerugian)
b. Non-Maleficence
Prinsip gawat darurat, dokter tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang
dapat memperburuk pasien (fist do no harm)
Contoh:
 Dokter menolak aborsi tanpa indikasi medis
 Dokter melakukan kuret atas indikasi medis (karena perdarahan, gawat darurat)
 Tidak melakukan euthanasia
 Dokter mengutamakan pasien gawat
 Dokter melakukan bius terlebih dahulu sebelum tindakan medis walau
pasiennya sudah tidak sadar
 Tidak melakukan rujukan lab / obat yang sebenarnya tidak mutlak, demi
mendapatkan komisi
c. Autonomy
Dalam prinsip ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak
manusia, terutama untuk menentukkan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak
untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sesuai keinginannya
sendiri. Sangat berhubungan dengan informed concent.
Contoh:
 Melakukan informed concent
 Menjaga rahasia pasien bila orang lain tidak ada hubungannya
 Memberi pasien untuk memutuskan sendiri (asal dewasa dan sehat mental)
 Dokter tidak berbohong walau demi kebaikan pasien, misal jujur mengatakan
kalau peluang sembuh sangat kecil
d. Justice
Tidandakan yang memegang prinsip sama rata, tidak membeda-bedakan pasien
atas dasar SARA, status sosial, dll. Termasuk juga adalah melindungi
kelompok yang rentan.
Contoh:
 Dokter tidak membeda-bedakan pelayanan walau beda suku/agama
 Dokter melayani pasien sesuai nomor urut (bila tidak ada pasien gawat)
 Dokter boleh membongkar rahasia pasien dalam keadaan menyangkut orang
lain yang rentan (misal: suami ISK, dokter boleh memberitahu kepada istri,
atau supir bus epilepsi)
e. Prima Facie
Mengedepankan salah satu prinsip bioteik dari yang lainnya pada suatu keadaan.
17. Komponen Profesionalisme
 Altruism (mengutamakan orang lain dari diri sendiri)
 Accountability (memegang prinsip etik)
 Excellence (long life learning)
 Duty (komitmen untuk terus memberikan pelayanan, tanpa memikirkan
kemampuan seseorang untuk membayar)
 Honor and integrity (komitmen, dapat dipercaya, tidak melanggar kode etik)
 Respect for other (menghargai hak asasi orang lain)
 Personal commitment (long life learning)
18. Rekam Medis
a. Kegunaan Rekam Medis
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989:
 Pengobatan pasien
 Peningkatan kualitas pelayanan
 Pendidikan dan penelitian
 Pembiayaan
 Statistik kesehatan
 Pembuktian masalah hukum, disiplin, dan etik
b. Isi Rekam medis
 Rawat Jalan: identitas, tanggal dan waktu, anamnesis, hasil pemeriksaan
fisik, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan atau tindakan,
pelayanan lain yang diberikan, persetujuan tindakan
 Rawat Inap: identitas, tanggal dan waktu, anamnesis, hasil pemeriksaan fisik,
diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan atau tindakan, pelayanan
lain yang diberikan, persetujuan tindakan, catatan observasi, ringkasan
pulang
c. Kepemilikan Rekam Medis
 Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan
 Materi rekam medis milik pasien (jika pasien minta RM, berikan resumenya
saja)
 Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya
d. Penyimpanan Rekam Medis
 Batas waktu penyimpanan 5 tahun
 Resume RM minimal 5 tahun
e. Aspek Hukum Rekam Medis
 Rekam medis sebagai alat bukti tertulis di pengadilan
f. Kerahasiaan Rekam Medis
 Setiap dokter wajib menjaga kerahasiaan dalam rekam medis
 Rahasia tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien atas
permintaan pasien sendiri berdasarkan undang-undang
 Baru dapat dibuka apabila diminta oleh hakim majelis di hadapan
sidang majelis
19. Kejadian Tidak Diinginkan
Unforesseable
Risk

Acceptable
Non-error
Risk

Complication

Near Miss
KTD
Miss
Latent Error
Management

Medical Error

Error
Negligence

Intensional
Active Error
Lack of Skill

Malfeasance

a. Non Error (unpreventable)


1) Unforesseable Risk
Risiko yang tidak diketahui.Contoh: anafilaktik saat diberikan obat injeksi
padahal sudah di tes alergi.
2) Acceptable Risk
Risiko yang diketahui pasien. Contoh: akan terasa sakit bila disuntik.
3) Complication
Komplikasi dari penyakit atau tindakan.
b. Error (preventable)
1) Latent Error
a) Near Miss
Kesalahan yang belum / hampir menjadikan cedera. Contoh: salah
mamasukkan obat injeksi namun tidak ada efek buruk pada pasien.
b) Miss Management
Kesalahan yang dilakukan manajemen rumah sakit. Contoh: pasien
terjatuh akibat roda brankart yang copot.
c) Medical Error
Kesalahan yang dilakukan dalam proses pendidikan. Contoh: kesalahan
yang dilakukan oleh koas atau residen.
2) Active Error (malpraktik)
a) Intensional (sengaja)
b) Neglience (lalai)
c) Lack of Skill (tidak punya kompetensi)
d) Malfeasance (pelanggaran jabatan)
20. Asas, Dasar, Kaidah, dan Tujuan Praktik Kedokteran
a. Praktik kedokteran Indonesia harus berdasarkan pada:
 Nilai ilmiah
 Asas manfaat manusia
 Asas keadilan bermutu
 Asas kemanusiaan
 Asas keseimbangan
 Asas perlindungan dan keselamatan
b. Praktik kedokteran Indonesia mengacu pada 4 kaidah dasar moral:
 Menghormati martabat manusia
 Berbuat baik
 Tidak berbuat merugikan
 Keadilan
21. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
a. Hak Dokter
 Memperoleh perlindungan hukum selama melaksanan praktir sesuai standar
profesi dan SOP
 Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
 Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarga
 Mendapat imbalan jasa
b. Hak Pasien
 Mendapat penjelasan lengkap tentang tindakan medis
 Meminta pendapat dokter lain
 Mendapat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis
 Menolak tindakan medis
 Mendapat isi rekam medik
c. Kewajiban Dokter
 Memberikan pelayanan medis sesuai standar
 Merujuk pasien bila tidak mampu memberikan pelayanan
 Merahasiakan informasi pasien
 Melakkan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan
 Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
d. Kewajiban Pasien
 Memberikan informasi lengkap dan jujur
 Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
 Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana yankes
 Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
22. Peran IDI
Satu-satunya organisasi profesi kedokteran yang menghimpun para dokter Indonesia,
bersifat bebas, tidak mencari keuntungan, dijiwai oleh Sumpah Dokter Indonesia
serta mematuhi Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Tujuan:
a. Meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia
b. Mengembangkan ilmu kesehatan serta IPTEK Kedokteran
c. Membina dan mengembangkan kemampuan profesi anggota
d. Meningkatkan kesejahteraan anggota
23. Peran Konsil Kedokteran Indonesia
a. Melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran
b. Mengesahkan standar pendidikan profesi kedokteran
c. Melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya terhadap
penyelenggaraan praktik kedokteran
24. Peran Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI)
a. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan, dan penilaian dalam pelaksanaan etik
kedokteran
b. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia
c. Memberikan usul dan saran, diminta atau tidak diminta, kepada Dewan
Pertimbangan, dalam hubungan dengan masalah etik kedokteran di Indonesia
d. Membina hubungan baik dengan aparat etik yang ada, baik pemerintah
maupun organisasi profesi lain dengan sepengetahuan Dewan Pertimbangan
e. Bertanggung jawab kepada Muktamar / rapat Pembentukan Pengurus Wilayah
melalui Dewan Pertimbangan
25. Peran Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A)
a. Melakukan pembinaan dalam kesadaran Hukum Kesehatan. Termasuk
memperjuangkan agar Hukum Kesehatan masuk dalam kurikulum FK
b. Membela anggota dalam menjalankan profesinya, baik menyangkut masalah etik,
hukum, administratif, atau organisatoris, baik diminta maupun tidak
c. Dalam menjalankan tugasnya, perlu mendengar pendapat dan saran dari
Badan Kelengkapan Organisasi IDI yang sehubungan dan pihak-pihak yang
dianggap perlu.
d. MP2A bertanggung jawab pada Muktamar melalui Dewan Pertimbangan
ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
1. Bentuk Keluarga
a. Nuclear (conjugal family)
Hanya terdiri dari suami, istri, dan anak yang belum menikah
b. Blended (step family)
Terdiri dari ayah tiri / ibu tiri / anak tiri
c. Extended (consanguinal family)
Suami, istri, anak, ditambah dengan kerabat (paman, bibi, kakek, nenek, keponakan)
d. Single-parent family
Orang tua tunggal yang hidup bersama anaknya
e. Commune family
Beberapa orang yang tinggal bersama, berbagi tanggung jawab dan sumber
daya (asrama, kos)
f. Common law family
Laki-laki dan perempuan dapat disertai anak atau tidak yang hidup bersama
tanpa ikatan suami-istri
2. Identifikasi Masalah Keluarga
a. APGAR
 Untuk mengetahui fungsi keluarga terhadap pasien
 A (adaptation): kapabilitas keluarga untuk membantu saat anggota keluarga
memiliki masalah
 P (partnership): saling berbagi dan berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah
 G (growth): bagaimana keluarga memberikan kebebasan untuk tumbuh
dan berkembang
 A (affection): menilai keintiman dan ikatan emosional antar anggota keluarga
 R (resolve): komitmen dari setiap anggota keluarga kepada keluarga
 Pasien diberikan kuesioner, kemudian dilakukan skoring:
o 8 – 10 : highly functional family
o 4 - 7 : moderate dysfunctional family
o 0 -3 : severely dysfunctional family
b. Genogram
Untuk mengetahui adakah pengaruh faktor keturunan / herediter terhadap masalah
kesehatan pasien
c. Family Circle
Untuk mengetahui fungsi / pengaruh setiap individu dalam keluarga terhadap
pasien.
d. Family Lifeline
Untuk mengetahui pengaruh kejadian di masa lampau pasien terhadap masalah
kesehatan pasien atau kronologi sampai terjadi masalah kesehatan pada
pasien.
e. Lifecycle
Mengetahui siklus hidup-mati.
f. SCREEM
Untuk menilai kapasitas keluarga dalam partisipasi layanan kesehatan. SCREEM:
social, cultural, religious, economic, educational, medical.
3. Tahapan Dalam Siklus Keluarga
a. Unattached Young Adult (dewasa dan belum
menikah) Masalah:
 Medis: masalah episodik, seks
 Emosional: psikosomatis, depresi
 Sosial: tekanan dari teman atau pacar
b. The Newly Married Adult (tahap awal dalam perkawinan)
 Honeymoon stage: 0 – 2 tahun
 Early marriage stage: 2 – 10 tahun
 Middle marriage stage: 10 -25 tahun
 Long term marriage stage: > 20
tahun Masalah:
 Medis: kehamilan cepat, infertility , ginekologis, episodik
 Emosional: depresi, cemburu, keuangan, komunikasi, pekerjaan
c. The Family with Young Childern (tahap keluarga dengan anak-
anak) Masalah:
 Berperan sebagai orang tua
o Medis: KB, penyakit kelamin
o Emosional dan sosial: perselingkuhan
 Berperan sebagai kakek dan nenek
o Medis: degeneratif, penyakit kronis
o Emosional dan sosial: psikosomatis
 Berperan sebagai anak
o Medis: kecelakaan
o Emosional dan sosial: child abuse
d. The Family with Adolescent (tahap keluarga dengan anak-anak yang
dewasa) Masalah:
 Siklus kehidupan anak
o Medis: narkoba, acne, menstruasi
o Emosional dan sosial: depresi, konflik
 Siklus kehidupan orang tua
o Medis: premenopause, kandungan
o Emosional dan sosial: perselingkuhan
 Krisis usia pertengahan
e. Launching Family (tahap keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan
keluarga) Masalah:
 Siklus kehidupan anak
o Medis: kesehatan remaja, obgyn
o Emosional dan sosial: kemandirian
 Siklus kehidupan orang tua
o Medis: penyakit degeneratif
o Emosional dan sosial: penurunan karir
 Sindroma kesepian
f. Family in Later Life (tahap keluarga pada usia
lanjut) Masalah:
 Medis: penyakit degeneratif, urologis, menopausal
 Emosional dan sosial: depresi, kesepian, psikosomatis, pensiun
4. Hubungan dokter-pasien
a. Paternalistic: doctor-centered, disease-centered, semua ditentukan dokter
b. Consumeristic: pasien memaksa dokter untuk patient-centered, mengikuti
keinginan pasien.
c. Default: dokter berusaha patient-centered, tapi pasien tidak mau. Seolah pasien bilang
“terserah dokter saja”
d. Mutuality: kerjasama antara dokter dan pasien
5. Keterlibatan Dokter dalam Keluarga
a. Minimal emphasis on family
Dasar pemikiran dokter adalah komunikasi dengan keluarga pasien hanya
untuk praktek atau keperluan legal medis saja. Perilaku dokter adalah, bertemu
dengan keluarga pasien hanya untuk mendiskusikan masalah-masalah
medis saja.
b. Medical Information and Advice
Dasar pemikiran dokter adalah bahwa keluarga itu penting dalam diagnosa dan
membuat keputusan pengobatan pasien, keterbukaan perlu untuk
melibatkan keluarga.
c. Feeling and Support
Dasar pemikiran dokter adalah perasaan dan dukungan dan timbal balik
antara pasien, keluarga, dan dokter sangat penting dalam diagnosa dan
pengobatan pasien.
d. Assessment and Intervention
Dasar pemikian dokter adalah sistem keluarga, dinamika keluarga, dan
perkembangan keluarga penting dalam diagnosa dan pengobatan pasien.
Perilaku dokter adalah bertemu dengan keluarga pasien dan membantu mereka
untuk mengubah peran dan interaksi satu sama lain agar lebih efektif dengan
menghadapi masalah penyakit dan pengobatan pasien.
e. Family Therapy
Dasar pemikiran dokter adalah dinamika keluarga dan kesehatan pasien saling
mempengaruhi satu sama lainnya dan pola ini perlu dirubah. Perilaku dokter adalah
bertemu secara teratur dengan keluarga pasien dan berusaha merubah dinamika
keluarga dan peraturan-peraturan yang tidak tertulis dalam keluarga tersebut yang
berhubungan dengan perkembangan fisik dan mental pasien.
6. Five Star Doctor
a. Care provider
 Holistik
 Manajemen promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif
b. Decision maker
 Keputusan berdasarkan berbagai sudut pandang dan kondisi yang ada,
teknologi yang tersedia, dengan cost effectiveness
c. Communicator
 Memperbaiki gaya hidup sehat melalui pendidikan kesehatan dan advokasi
yang efektif
d. Community leader
 Memahami kebutuhan dan masalah masyarakat
 Memahami faktor kesehatan pada lingkungan fisik dan sosial
 Membawa manfaat bagi banyak orang
e. Manager
 Memiliki skill managerial yang baik
 Mampu bekerja sama dengan perorangan maupun organisasi, baik di
dalam maupun di luar sistem pelayanan kesehatan
7. Prinsip Kedokteran Keluarga
a. Holistik: biopsikososial
b. Komprehensif: promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif
c. Kontinyu: berkesinambungan, follow up, kontrol
d. Koordinatif: kerjasama antar profesional
e. Kolaboratif: kerjasama dengan pasien & keluarga pasien
8. Metode Penyelesaian Masalah
a. Saling Ketergantungan (interdependence)
Interaksi keluarga cenderung diulangi € membentuk pola € ada aturan-aturan yang
mendukung untuk terbentuknya pola ini. Bagi dokter keluarga, keberhasilan dalam
merubah keluarga tersebut sangat tergantung kepada kemampuan kita dalam
melihat interdependence ini.
b. Ikatan (boundaries)
Hal-hal atau kebiasaan dari para anggota keluarga, yang dapat diterima dan
tidak dapat diteriima dalam keluarga tersebut. Seperti pagar yang akan melindungi
para anggota keluarga dari pihak lain.
c. Triangulasi
Keterlibatan pihak ketiga pada saat masalah muncul. Peran dari orang ketiga
ini adalah untuk “menyelamatkan” pasangan tersebut. Biasanya terjadi berulang-
ulang dengan harapan ini akan membuat keluarga tersebut tetap bersatu.
Contoh yang paling sering adalah school phobia pada anak-anak yang orang
tuanya mempunyai masalah dalam perkawinan mereka.
9. Metode dan Media Promosi Kesehatan
a. Metode
 Perseorangan: bimbingan dan konseling, wawancara
 Kelompok kecil: diskusi, FGD, role play, simulasi
 Kelompok besar: ceramah (pendidikan tinggi maupun rendah), seminar
(pendidikan menengah ke atas)
 Massa: ceramah umum, media elektronik, media cetak, billboard, dll.
b. Media
Beberapa contoh media grafis:
 Poster
Gambar dengan sedikit kata-kata. Tujuan untuk mempengaruhi orang banyak
dan memberikan pesan singkat. Harus menarik, sederhana, dan berisikan satu
ide.
 Leaflet
Kalimat singkat, padat, mudah dimengerti, dan gambar sederhana.
Membahas satu masalah khusus untuk sasaran tertentu. Dapat
disebarkan.
 Film
Menghibur dan dapat disisipkan pesan edukatif. Sasaran: kelompok besar
dan kolosal.
 Slide
Cukup efektif karena gambar atau materi dapat dilihat berkali-kali dan dibahas
lebih mendalam. Sasaran: kelompok.
10. Penyusunan Kegiatan
Hal-hal yang harus disusun / ditentukan saat penyusunan kegiatan adalah:
 Tujuan
 Manfaat
 Sasaran
 Acara
 Anggaran
11. Efektivitas Jalan Keluar
Tetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar dengan memberikan angka 1
(paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah
yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar
digunakan kriteria tambahan yang dapat dilihat di bawah ini:
a. Besaranya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude)
Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut.
b. Pentingnya jalan keluar (Imporatancy)
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah. Makin lama bebas
masalahnya, makin penting jalan keluar tersebut.
c. Sensitivitas jalan keluar (vulnerability)
Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah. Makin
cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.
Efektifitas: M x I x V
12. Efisiensi Jalan Keluar
Ditambah dengan biaya atau cost (C). Beri angka 1 untuk biaya paling sedikit,
angka 5 untuk biaya paling banyak.
Efisiensi: (M x I x V) / C
13. Puskesmas
a. Klasifikasi Puskesmas menurut jenis pelayanan
 Puskesmas Perawatan: pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap
 Puskesmas Non Perawatan: hanya pelayanan kesehatan rawat jalan
b. Klasifikasi Puskesmas menurut wilayah kerja
 Puskesmas Induk: kecamatan
 Puskesmas Satelit / Pustu: kelurahan
c. Puskesmas Rawat Inap
Kriteria Puskesmas Rawat Inap:
 Letak ± 20 km dari RS
 Mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
 Ada dokter dan tenaga yang memadai
 Jumlah kunjungan ≥ 100 orang per hari
 Penduduk minimal 20.000 jiwa per Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas
dan 3 Puskesmas sekitarnya
 Pemda bersedia menyediakan dana rutin yang memadai
d. Pustu
 Biasanya ada di setiap desa / kelurahan
 Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal
kunjungan dokter
 Syarat pembangunan Pustu:
Kebutuhan:
o Desa baru / pemekaran wilayah
o Bencana alam € kerusakan total pada Pustu
o Relokasi Pustu (jalur hijau,
dll) Lokasi:
o Di tengah pemukiman penduduk
o Kepadatan penduduk 3000 – 5000 penduduk
o Jarak Pustu dengan sarana kesehatan lain = 3 – 5 Km
e. Pusling
 Pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja puskesmas
 Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi, pengobatan
dan penyuluhan
14. Posyandu
Tipe Posyandu:
a. Pratama
Cakupan program utama (KIA/KB, imunisasi, Gizi) belum mantap, jumlah kader
terbatas
b. Madya
Cakupan program utama < 50%, jumlah kader ≥ 5 orang
c. Purnama
Cakupan program utama ≥ 50%, jumlah kader ≥ 5 orang, ada program
tambahan sederhana, dana sehat ≤ 50% KK
d. Mandiri
Cakupan program utama ≥ 50%, julah kader ≥ 5 orang, program tambahan sudah
berjalan dengan baik, dana sehat sudah mencakup ≥ 50% KK
15. PONED (Pelayanan Obsetri Neonatus Essensial Dasar)
 Tujuan: untuk menghindari rujukan yang lebih dari dua jam dan untuk
memutuskan rantai rujukan itu sendiri
 Petugas: dokter, bidan, perawat, dan tim PONED Puskesmas
 Tugas:
o Menerima rujukan dari fasilitas rujukan dibawahnya, Puskesmas pembantu,
dan pondok bersalin desa
o Melakukan kegawatdaruratan obsetrik neonatal sebatas wewenang
o Melakukan rujukan kasus secara aman ke RS dengan penanganan pra
hospital
 Dalam PONED bidan boleh:
o Injeksi antibiotik
o Injeksi ureterotonika
o Injeksi sedatif
o Manual plasenta
o Ekstraksi vakum
o Transfusi darah
o Operasi SC
16. Pembiayaan Kesehatan
a. Out of Pocket
Pasien membayar langsung ketika berobat.
b. Pajak (taxation)
Pemerintah menarik pajak umum dari warga.
c. Asuransi (insurance)
Compulsory payroll tax (pekerja wajib membayar asuransi) atau non-compulsory
d. Medical Saving Account
Mengharuskan warga menabung untuk membiayai pelayanan kesehatannya sendiri.
17. Sistem Rujukan
a. Antar Instansi
 Horizontal: satu strata (contoh: puskesmas ke RS)
 Vertical: beda strata
b. Antar Dokter
 Interval
Pelimpahan sepenuhnya kepada satu dokter konsultan untuk jangka waktu
tertentu. Selama jangka waktu itu dokter primer tidak ikut campur.
 Split
Pelimpahan sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan untuk jangka
waktu tertentu. Selama jangka waktu itu dokter primer tidak ikut campur.
 Collateral
Menyerahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan penderita hanya
satu masalah tertentu.
 Cross
Menyerahkan wewenang dan tanggung jawab pasien kepada dokter lain untuk
selamanya.
18. SKDN
 S (seluruh): jumlah total balita di wilayah Posyandu
 K (KMS): yang mempunyai KMS
 D (ditimbang): yang ditimbang Posyandu
 N (naik): yang naik berat badannya
 D/S: partisipasi masyarakat
 K/S: cakupan program
 N/D: keberhasilan kegiatan
 D/K: kesinambungan atau kelangsungan penimbangan
19. Imunisasi
a. Rutin: bayi, wanita usia subur, anak SD
b. Tambahan
 Back log fighting
Anak usia 1-3 tahun bila tidak tercapai UCI 2 tahun berturut-turut.
 Crash program
Intervensi cepat, cegah KLB: tidak tercapai UCI 3 tahun berturut-turut, IMR dan
PD3I tinggi, infrastruktur jelek.
 Outbreak response immunization
Penanggulangan KLB
 PIN
Percepan pemutusan siklus hidup virus polio
 Sub PIN
2x imunisasi polio (interval 1 bulan), serentak, pada anak < 1 tahun
 Catch up campaign
Vaksinasi semua anak usia < 15 tahun pada suatu waktu
20. Tujuan Audit Medis
a. Umum
Tercapainya pelayanan medis prima
b. Khusus
 Evaluasi mutu layanan medis
 Mengetahui penerapan standar pelayanan medis
 Melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien
dan standar pelayanan medis

EPIDEMIOLOGI
21. Surveilans

Aktif Data langsung


Data
Laporan
Pasif
bulanan

Surveilans
Khusus
Pada wilayah
atau populasi terbatas untuk mendapatkan sinyal adanya

Metode Sentinel

Rutin Terpadu

22. Case Definition


a. Suspect
Faktor risiko + sign & symptom
b. Probable
Faktor risiko + sign & symptom + penunjang
c. Definite
Faktor risiko + sign & symptom + penunjang gold standart
23. Riwayat Alamiah Penyakit
Natural History of Disease
Clinical:
Pre-clinical:
Susceptibility: Sign&symptom Disability: loss
pathological
risk factor (usual time of of function
changes
diagnosis)
Level of Prevention
Primary Secondary Tertiary
Early detection
Health Specific
and prompt Disability limitation Rehabilitation
promotion protection
treatment
Nutrition, Vaccination,
smoking protective SCREENING Medikamentosa Fisioterapi
cessation equipment

24. Screening
a. Mass
Semua populasi. Contoh: X-ray masal
b. Selective
Pada kelompok risiko tinggi. Contoh: HIV
c. Case Finding
Kelompok yang lebih kecil. Contoh: penyakit menurun
d. Single Disease
Satu penyakit tertentu. Contoh: HBsAg
e. Multi-phase
Beberapa tes. Contoh: medical check up
25. Carrier dan Vector
a. Carrier
 Incubatory carrier
Akan menjadi sakit, namun sudah bisa menularkan sebelum timbulnya gejala
(contoh: HIV)
 Healthy carrier
Tidak akan menjadi sakit, namun bisa menularkan penyakit (contoh: polio)
 Convalescent carrier
Dapat menularkan penyakit ketika sedang sakit maupun setelah pemulihan
(contoh: tifoid)
b. Vector
 Biological vector
Organisme / parasit berkembang atau bereplikasi di dalam vektor (contoh:
nyamuk)
 Mechanical vector
Organisme / parasit tidak berkembang atau bereplikasi di dalam vektor
(contoh: lalat)
26. Wabah
a. Endemik
Suatu penyakit yang persisten ditemukan di daerah tertentu. Contoh: malaria di
papua.
b. Epidemik atau Outbreak
Kasus/ penyakit baru pada suatu populasi tertentu, dalam suatu periode
waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju ekspektasi/ dugaan, yang
didasarkan pada pengalaman mutakhir.
c. Pandemik
Suatu epidemi yang meluas dan bersifat global.
d. Sporadik
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan / penyakit yang ada di suatu
wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.
27. Kejadian Luar Biasa
Kriteria:
 Penyakit menular baru
 Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama tiga kurun waktu tertentu
 Peningkatan kejadian kesakitan ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
 Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan meningkat ≥ 2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya
 Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun meningkat ≥ 2
kali dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada
tahun sebelumnya
 Case fatality rate dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan ≥ 50%
dibanding periode sebelumnya
 Proprotional rate penderita baru pada satu periode meningkat ≥ 2 kali dibanding satu
periode sebelumnya
28. Pengukuran Epidemiologi
 Usia produktif (bekerja) € 15 - 64 tahun
 Usia reproduktif (female fertility) € 15 – 44 tahun
29. Menghitung Frekuensi Penyakit
a. Insidensi kumulasi
 Untuk mengetahui risiko penyakit yang mengenai populasi berisiko pada
suatu periode tertentu
 Insiden kumulatif = jumlah kasus baru selama periode waktu tertentu x 100%
Jumlah orang berisiko pada permulaan waktu
b. Densitas insidens atau insidence rate
 Mengetahui kecepatan penyakit menyerang populasi
 Insidens Rate = Jumlah kasus baru selama periode waktu tertentu
Rata-rata populasi berisiko pada waktu tertentu
 Rata-rata populasi berisiko = populasi awal + populasi akhir
2
c. Prevalensi
 Untuk mengetahui beban penyakit
 Prevalensi = Jumlah kasus baru dan lama pada suatu periode x 100%
Populasi
d. Attack rate
 Jenis khusus insidens kumulatif yang berguna selama epidemik / outbreak
 Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
tersebut pada saat yang sama
 Manfaat attack rate untuk memperkirakan derajat penularan suatu penyakit
 Attack rate = Kasus baru pada periode tertentu x 100%
Populasi berisiko pada awal waktu
e. Secondary attack rate
 Untuk mengetahui frekuensi jumlah kasus baru dimana penderita tersebut
kontak dengan penderita yang pertama terinfeksi.
 Sec. AR = Kasus baru dimana riwayat kontak dengan penderita kasus
pertama Jumlah individu yang kontak dengan penderita
pertama
30. Angka Kematian
a. Birth rate / angka kelahiran
Jumlah kelahiran dalam satu tahun x
1000 Populasi pertengahan tahun
b. Crude death rate / angka kematian kasar
Jumlah kematian x 1000
Jumlah penduduk
c. Fertility rate
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun . x 1000
Populasi pertengahan tahun wanita usia 15 - 44
d. Perinatal mortality rate
Jumlah lahir mati + mati usia < 7 hari x
1000 Jumlah kelahiran dalam setahun
e. Neonatal mortality rate
Jumlah kematian bayi usia < 28 hari dalam setahun x 1000
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun
f. Infant mortality rate
Jumlah kematian bayi usia < 1 tahun dalam setahun x 1000
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun
g. Case fatality rate
Jumlah kematian dalam setahun karena penyakit tertentu x 100%
Jumlah kasus tertentu tersebut dalam setahun
31. Cara menekan angka kematian
a. Neonatus Mortality
Rate Inisiasi
menyusui dini
b. Infant Mortality Rate
 Pemberian imunisasi dasar (puskesmas)
 Pemberian ASI eksklusif (ibu)
 Perbaikan status gizi
 Deteksi dini gangguan tumbuh kembang
 MTBs
c. Maternal Mortality Rate
 Persalinan oleh tenaga kesehatan
 PONED dan PONEK
 Cegah unwanted pregnancy
32. Indikator Program Penanggulangan TB
a. Angka Penjaringan Suspek
 Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk dalam
waktu satu tahun
 Jumlah suspek yang diperiksa dahak x
100.000 Jumlah penduduk
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
 Presentase penderita BTA (+) yang ditemukan diantara semua suspek
yang diperiksa dahaknya
 Jumlah pasien BTA (+) yang ditemukan x 100%
Jumlah seluruh suspek yang diperiksa
c. Case Notification Rate
 Untuk TREND
 Jumlah pasien TB semua tipe x
100.000 Jumlah Penduduk
d. Case Detection Rate
 Presentase jumlah penderita baru BTA (+) yang ditemukan dibanding
jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada di wilayah tersebut
 Jumlah penderita baru BTA (+) x
100% Perkiraan jumlah penderita baru BTA (+)
 Target 70%
e. Angka Konvesi (Conversion Rate)
 Presentase penderita TB paru BTA (+) yang mengalami konversi menjadi BTA
(-) setelah pengobatan fase intensif 2 bulan
 Jumlah penderita BTA (+) yang konversi x
100% Jumlah penderita BTA (+) yang diobati
 Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%
f. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
 Presentase penderita BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan
diantara semua penderita BTA (+) yang tercatat
 Jumlah penderita BTA (+) yang sembuh x
100% Jumlah penderita BTA (+) yang
diobati
 Angka yang harus dicapai minimal 85 %
 Angka ini menunjukkan keberhasilan program
g. Angka Kesalahan (Error Rate)
 Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan
pembacaan slide yang dilakukan oleh laboratorium pertama setelah di cross
chek oleh BLK
 Jumlah sediaan positif palsu + negatif palsu x
100% Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa
 Error rate bisa ditoleransi maksimal 5%
33. Merumuskan Pertanyaan Klinis
PICO:
 Patient, population, problem: bagaimana pasien dan masalah apa, yaitu
kausa/ etiologi/ harm, diagnosis, terapi, atau prognosis?
 Intervention: tes diagnostik, terapi, paparan
 Comparison: gold standart, plasebo, terapi standar
 (clinical) Outcome: Patient-Oriented Evidence that Matters (perbaikan klinis,
mortalitas, morbiditas, kualitas hidup)
METODOLOGI PENELITIAN
34. Desain Penelitian

35. Disain Penelitian Observasional Analitik


a. Cross Sectional
 Penelitian dimana penyakit (outcome) dan paparan faktor risiko (eksposure)
diteliti dalam waktu yang sama (saat ini)
 Cocok untuk peneliti dengan keterbatasan waktu dan dana
 Ukuran hubungan dengan Prevalence Ratio (PR)
b. Case Control
 Penelitian dimana peneliti mencari sampel yang mempunyai penyakit
(outcome), kemudian peneliti menggali riwayat paparan (exposure) terhadap
faktor risiko yang ingin diteliti.
 Ukuran hubungan dengan Odd Ratio (OR)
c. Cohort Study
 Retrospektif: penelitian dimana peneliti mencari sampel yang mempunyai
riwayat terhadap paparan faktor risiko (exposure) kemudian diteliti apakah
saat ini menderita penyakit atau tidak (outcome)
 Prospektif: penelitian dimana peneliti mencari sampel yang saat ini terkena
paparan faktor risiko (exposure) kemudian diikuti beberapa lama dan
dilihat apakah paparan tersebut menimbulkan penyakit atau tidak
(outcome)
 Memerlukan waktu yang lama
 Ukuran hubungan dengan Risk Ratio (RR)
d. Mengetahui ukuran hubungan
Outcome
Positif Negatif
Exposure Positif a b
Negatif c d

 Cross Sectional (Prevalence ratio): (a / a+b) / (c / c + d)


 Case Control (Odd ratio): ad / bc
 Cohort Study (Risk Ratio): (a / a + b) / (c / c + d)
36. Efficacy vs Effectiveness
a. Efficacy
Ideal setting. Semua variabel dikendalikan.
b. Effectiveness
Real setting
37. Metode Pengambilan Sampel
a. Simple random sampling
b. Systematic sampling
Semua berkesempatan sama, namun diatur dengan pola tertentu. Contoh:
diberi nomer
c. Stratified sampling
Karakteristik bertingkat (pendidikan rendah – menengah – tinggi)
d. Cluster sampling
Kelompok setara (dari 100 SMP diambil 20 SMP)
e. Multistage sampling
Populasi besar, bertahap, agar mewakili seluruhnya (provinsi € kabupaten €
kecamatan € kelurahan)
f. Consecutive sampling
Diambil yang memenuhi kriteria dan berdasar kurun waktu tertentu.
g. Convenience sampling
Sampel dipilih suka-suka peneliti.
h. Purposive sampling
Berdasarkan penilaian peneliti bahwa sampel tersebut adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.
i. Snowball Sampling
Bermula dari sedikit, kemudian sampel menajadi banyak (dengan network)
38. Karakteristik Skala Variabel
Skala Variabel Sifat Contoh
Kategorikal
Nominal Bukan peringkat Jenis kelamin, golongan
darah
Ordinal Peringkat Derajat penyakit, status
ekonomi
Numerik
Interval Tidak punya 0 alamiah Suhu, IQ
Rasio Pumya 0 alamiah Penghasilan, kadar Hb

39. Uji Statistika


a. Uji Statistik Bivariat (dua variabel)
 Langkah 1: tentukan skala pengukuran variabel
o Tentukan skala pengukuran masing-masing variabel apakah nominal
(kategorik atau ordinal) atau numerik (interval atau rasio)
 Langkah 2: tentukan jenis hipotesis
o Tentukan jenis hipotesis apakah komparatif atau korelatif
o Komparatif untuk menjawab pertanyaan: apakah terdapat perbedaan
antara a dan b?, apakah terdapat hubungan a dan b?
o Korelatif untuk menjawab pertanyaan: seberapa besar korelasi antara a
dan b?
 Langkah 3: tentukan masalah skala pengukuran
o Hipotesis komparatif
Kategorik + kategorik = masalah skala pengukuran
kategorik Kategorik + numerik = masalah penelitian
numerik
Numerik + numerik = tidak bisa dilakukan uji hipotesis komparatif
o Hipotesis korelatif
Kategorik + kategorik = masalah skala pengukuran
kategorik Kategorik + numerik = masalah skala
pengukuran kategorik Numerik + numerik = masalah skala
pengukuran numerik
 Langkah 4: tentukan berapa jumlah kelompok data
o Contoh dua kelompok data:
Hubungan kebiasaan olahraga terhadap dismenorrhea. Kebiasaan
olahraga dinilai sebagai olahraga jarang, dan olahraga sering.
o Contoh tiga kelompok data
Hubungan kebiasaan olahraga terhadap dismenorrhea. Kebiasaan
olahraga dinilai sebagai olahraga jarang, olahraga kadang-kadang,
olahraga sering. Dan seterusnya
 Langkah 5: apakah data berpasangan atau tidak
o Contoh data tidak berpasangan
Hubungan captopril terhadap tekanan darah. Peneliti mencari
sampel kemudian diminta meminum captopril, setelah itu diukur tekanan
darahnya. Kemudian dilakukan uji statistik.
o Contoh data berpasangan (pre and post test)
Hubungan captopril terhadap tekanan darah. Peneliti mengambil
data tekanan darah sampel sebelum diberikan captopril kemudian
sampel diminta meminum captopril, setelah itu peneliti kembali
mengambil data tekanan darah sampel. Kemudian dilakukan uji
statistik.
 Langkah 6: uji parametrik atau nonparametrik
o Uji parametrik (T test, ANOVA) digunakan pada masalah skala
pengukuran numerik, yang distribusi datanya normal setela diuji dengan
kolmogorov- smirnov. Bila distribusi data tidak normal, dapat dilakukan
uji alternatifnya (lihat tabel)
o Uji non-parametrik (uji kategorik selain T test dan ANOVA) digunakan
untuk masalah skala pengukuran kategorik atau masalah skala
pengukuran numerik yang tidak berdistribusi normal.
 Langkah 7: cocokan dengan tabel uji hipotesis
b. Uji Statistik Multivariat (lebih dari dua variabel)
 Masalah skala pengukuran numerik € uji regresi linear
 Masalah skala pengukuran kategorik € uji regresi logistik
40. Kekuatan hubungan
 Dengan NNT
NNT Interpretasi
Terapi Kuratif:
1–4 Sangat efektif
≥4 Efektif/ kurang efektif
Terapi Preventif:
< 60 Efektif
≥ 60 Kurang/ tidak efektif

 Dengan koefisien korelasi


(r) r > 0,7 : asosiasi
kuat
r 0,3 – 0,7 : asosiasi
sedang r < 0,3 : asosiasi
ringan
41. Hirarki Kekuatan Bukti Untuk Efektifitas Terapi
42. Akurasi Tes Diagnostik
Keberadaan
penyakit (dengan
gold standart)
Positif Negatif
Hasil Positif A B
Tes Negatif C D

a. Sensitivitas = a / (a + c)
b. Spesifisitas = d / (b + d)
c. Nilai prediktif positif (PPV) = a / (a + b)
d. Nilai prediktif negatif = d / (c + d)
e. True positif: a
f. False positif: b
g. True negatif: d
h. False negatif: c
i. Like hood ratio positif (LR +) = sensitivitas / (1 – spesifisitas)
j. Like hood ratio negatif (LR -) = (1 – sensitivitas) / spesifisitas
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN BPJS

1. Dasar Hukum
 Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2012 tentang penerimaan bantuan iuran
 Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan
 Peraturan Presiden RI No. 111 Tahun 2013
 Peraturan Pemerintah RI No. 86 Tahun 2013
2. Azas, Program, Prinsip
a. 3 Azaz
 Kemanusiaan
 Manfaat
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. 5 Program
 Jaminan kesehatan
 Jaminan kecelakaan kerja
 Jaminan hari tua
 Jaminan pensiun
 Jaminan kematian
c. 9 Prinsip
 Kegotongroyongan
 Nirlaba
 Kepesertaan wajib
 Portabilitas
 Keterbukaan
 Kehati-hatian
 Akuntabilitas
 Dana amanat
 Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta
3. Perbedaan Asuransi Sosial dan Komersial
a. Asuransi Sosial
 Wajib bagi seluruh penduduk
 Non profit
 Manfaat komprehensif
b. Asuransi Komersial
 Kepesertaan sukarela
 Profit
 Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan
4. Tugas BPJS
 Melakukan pendaftaran/ penerimaan peserta
 Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
 Menerima bantuan iuran dari pemerintah
 Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta
 Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial
 Membayarkan manfaat/ membiayai pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
program jaminan nasional
 Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat
5. Wewenang BPJS
 Menagih pembayaran iuran
 Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka panjang/ pendek
 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya
 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai pembayaran
mengacu pada standar tarif
 Membuat/ menghentikan kontrak dengan faskes
 Mengenakan sanksi administratif terhadap pekerja dan pemberi kerja
 Melaporkan pemberi kerja kepada instansi berwenang mengenai ketidakpatuhan
terkait iuran dan kewajiban lainnya
 Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan jaminan
sosial
6. Hak dan Kewajiban Peserta
a. Hak
 Memperoleh identitas peserta
 Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan
 PNS kelas I-II € kelas II
 PNS kelas III-IV € kelas I
 PBI € kelas III
 Jika menginginkan naik tingkat, maka bayar selisihnya saja
b. Kewajiban
 Membayar iuran
 Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS kesehatan dengan
menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili / pindah kerja
7. Peserta Jaminan Kesehatan
a. Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)
 Pekerja penerima upah (termasuk PNS)
 Pekerja bukan penerima upah
 Bukan pekerja
b. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
 Fakir miskin
 Orang tidak mampu
c. Anggota Keluarga
 Istri atau suami sah dari peserta
 Anak kandung / anak tiri/ anak angkat yang sah dari peserta
o Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
menjalani pendidikan formal
o Belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
d. Non-PBI € di PHK atau cacat € tidak bekerja lagi selama lebih dari 6 bulan € PBI
8. Masa Berlaku Kepesertaan
 Selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta
 Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status
kepesertaannya akan hilang
 Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh peraturan BPJS
9. Iuran
a. PBI: dibayar oleh pemerintah
b. Pekerja penerima upah: dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja
c. Pekerja bukan penerima upah: dibayar oleh peserta yang bersangkutan
d. Bukan pekerja: dibayar oleh peserta yang bersangkutan
10. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin
a. Tingkat pertama
 Administrasi pelayanan
 Pelayanan promotif dan preventif
 Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
 Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
 Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
 Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
b. Tingkat lanjutan rawat jalan
 Administrasi pelayanan
 Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi sepsialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
 Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Pelayanan alat kesehatan implan
 Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
 Rehabilitasi medis
 Pelayanan daerah
 Pelayanan kedokteran forensik
 Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
c. Tingkat lanjutan rawat inap
 Perawatan inap non intensif
 Perawatan inap intensif
11. Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin
 Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku
 Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat
 Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
 Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
 Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
 Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
 Pelayanan meratakan gigi
 Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat/ alkohol
 Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan
hobi yang membahayakan diri sendiri
 Pengobatan komplementer, alternatif, tradisional
 Pengobatan atau tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
 Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, susu
 Perbekalan kesehatan rumah tangga
 Pelayanan kesehatan akibat bencana/ tanggap darurat, kejadian luar biasa
 Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
kesehatan yang diberikan
12. Alur Pelayanan Kesehatan
Peserta € Faskes primer (puskesmas, polindes) € rumah sakit
Black Books for UKMPPD 284

OSCE
INTERNA

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan General Survey
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Pemeriksaan cara berjalan
Posisikan pasien duduk atau tidur
Persiapkan alat (senter, kapas, tongue spattel)
Cuci tangan
Pemeriksaan kulit (ikterik, petekie, pucat)
Pemeriksaan kuku
6. Pemeriksaan Kepala-Leher
Pemeriksaan Kepala (rambut, konjungtiva, refleks pupil, refleks kornea, sklera, telinga,
hidung, bibir, rongga mulut, tonsil, faring)
Pemeriksaan Leher (trakhea, limfonodi (kalau sakit bilang), JVP)
7. Pemeriksaan Toraks
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (stetoskop)
Pemeriksaan Dada Posterior
Posisikan pasien (duduk di bed, punggung menhadap pemeriksa, pakaian bagian
atas
dilepas, tangan dilipat di depan dada)
Inspeksi: statis dan dinamis
Palpasi: superfisial (kalau sakit bilang), pengembangan dinding dada, fremitus (4
titik)
Perkusi: lapang paru (7 titik), peranjakan diafragma
Auskultasi: suara nafas (7 titik), suara tambahan, egofoni (bilang e), bronkofoni
(bilang
sembilan-sembilan), whispered pectoryloquy (bisik sembilan-sembilan)
Pemeriksaan Dada Anterior
Pasien diminta berbaring di bed, posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
Inspeksi:
a. Paru: statis, dinamis
b. Jantung: iktus kordis
Palpasi:
a. Paru: superfisial (kalau sakit bilang), pengembangan dinding dada, fremitus (3
titik)
b. Jantung: iktus kordis, thrill
Perkusi:
a. Paru: 6 titik, batas paru hepar
b. Jantung: batas jantung kanan, kiri, atas, dan pinggang jantung
Auskultasi:
a. Paru: suara nafas 6 titik, egofoni (eee), bronkofoni (sembilan-sembilan)
whispered pectoriloquy (berbisik sembilan-sembilan)
b. Jantung: BJ I-II di apeks, katup trikuspid, aorta, pulmonal (tiga posisi: supinasi,
LLD,
setengah duduk)
8. Pemeriksaan Abdomen
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur di bed, buka baju, kaki ditekuk, relaks
Meminta pasien untuk bilang jika sakit saat dilakukan pemeriksaan
Berdiri di samping kanan pasien
Inspeksi: dinding abdomen, aorta abdominalis
Auskultasi: bising usus, bruit a. Renalis
Perkusi: empat kuadran, liver span, lien
Palpasi (kalau sakit bilang): superfisial, deep, hepar, lien, ginjal, kandung kemih
Pemeriksaan ascites: pekak alih, undulasi
Pasien dipersilahkan kembali pakai baju
9. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior (motorik, sensorik, edema, CRT, ADP)
10. Pemeriksaan Khusus
Mc Burney, rhovsing, rebound tenderness, obturator sign, psoas sign
Murphy sign
Rectal Toucher (minta pasien buka celana, berbaring miring, cuci tangan, pakai
handscoon, minta pasien relaks, lubrikasi)
11. Penutup
Meminta pasien kembali ke meja
Cuci tangan
12. Menjelaskan kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan
13. Membuat diagnosis banding
14. Menentukan pemeriksaan penunjang
15. Interpretasi pemeriksaan penunjang
16. Diagnosis
17. Menentukan terapi, menulis resep
18. Edukasi kepada pasien
19. Menanyakan apa ada yang masih mau ditanyakan atau disampaikan
20. Mengucapkan terima kasih, semoga lekas sembuh, jabat tangan

2. Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis Banding, Terapi, Edukasi


a. Hipertensi
1) Pemeriksaan penunjang
Urinalisis (proteinuria, albuminuria), tes gula darah, profil lipid, ureum,
kreatinin, funduskopi, EKG, foto thoraks
2) Diagnosis Banding
Proses akibat white coat hypertension, proses akibat obat, nyeri akibat
tekanan intraserebral, ensefalitis
3) Terapi
 R/ Hidroclorotiazid tab mg 12,5 No.
VII S 1 dd tab I
 R/ Captopril tab mg 12,5 No.
XX S 3 dd tab I a.c.
 R/ Amlodipin tab mg 2,5 No
VII S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Gizi seimbang, pembatasan gula, garam, lemak
 Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal
 Olahraga teratur
 Stop merokok
 Batasi konsumsi alkohol
b. CHF
1) Pemeriksaan penungjang
Rontgen thoraks, EKG, darah lengkap
2) Diagnosis Banding
Penyakit paru (PPOK, asma, pneumonia, ARDS, emboli paru), penyakit ginjal (CKD,
sindrom nefrotik), penyakit hati (sirrosis)
3) Terapi
a) Akut
 Oksigen 2-4 lpm
 IV line
 R/ furosemid inj. mg 40
No. I S i.m.im
 Rujuk
b) Kronik
 R/ Furosemid tab mg 40 No.
X S 1 dd tab I
 R/ Captopril tab mg 12,5 No.
XXX S 3 dd tab I
 R/ Atenolol tab mg No.
X S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Penyebab gagal jantung: hipertensi tak terkontrol, kadar lemak tinggi, kadar
gula darah tinggi
 Tanda-tanda kegawatdaruratan yang mengharuskan pasien segera dibawa ke
RS (sesak saat istirahat)
 Patuh menjalaknan pengobatan
 Dukungan keluarga
c. Infark Miokard
1) Pemeriksaan Penunjang
EKG, enzim jantung (di layanan rujukan)
2) Diagnosis Banding
Angina pektrois prinzmetal, UAP, ansietas, diseksi aorta, dispepsia, GERD,
miokarditis, pneumothoraks, emboli paru
3) Terapi
 Oksigen bila saturasi < 94%
 R/ Aspirin tab mg 80 No. IV
S 1 dd tab III
 R/ Morfin inj. mg 5 fl.
No.I S i.m.m
 R/ Isosorbid Dinitrat tab mg 5
No. I S 1 dd tab I sublingual
 Rujuk
4) Edukasi
 Mengetahui faktor risiko
 Rutin kontrol
d. TB
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, sputum SPS, tes tuberkulin (anak), rontgen thoraks
2) Diagnosis Banding
Pneumonia, bronkopneumonia, Ca paru, asma, PPOK
3) Terapi (untuk BB= 50 kg)
a) Fase intensif (2RHZE)
 R/ 4FDC tab No.
XXX S 1 dd tab III
Atau
 R/ Rifampicin tab mg 450 No.
XXX S 1 dd tab I
 R/ Isoniazid tab mg 300 No.
XXX S 1 dd tab I
 R/ Pirazinamid tab mg 1000 No.
XXX S 1 dd tab I
 R/ Etambutol tab mg 1000 No.
XXX S 1 dd tab I
 R/ Vit B6 tab No.
X S 1 dd tab I
b) Fase lanjutan (4R3H3)
 R/ 2FDC tab No. XXX
S 1 dd tab III setiap 3 hari sekali
 R/ Vit B6 tab No. XX
S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Pengawas minum obat (PMO)
 Kontrol teratur
 Efek samping obat
 Pola hidup sehat (ventilasi rumah, makanan bergizi)
 Keluarga dengan keluhan serupa langsung diperiksa
e. Bronkhitis Akut
1) Pemeriksaan Penunjang
Sputum (gram dan BTA), foto thoraks, tes fungsi paru
2) Diagnosis Banding
Pneumonia, Asma, TB
3) Terapi
 Dekstrometrophan tab mg 15 No.
XV S 3 dd tab I
 Ambroxol tab mg 30 No.
XV S 3 dd tab I
 Paracetamol tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 Ampicilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
4) Edukasi
 Modifikasi gaya hidup sehat
 Hindari rokok
 Kontrol setelah obat habis
 Efek samping obat
f. Pneumonia
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap, analisa sputum, rontgen thoraks
2) Diagnosis Banding
Bronkhitis akut, pleuritis eksudatif, Ca paru, infark paru
3) Terapi
R/ Amoksisilin tab mg 500 No. XX
S 3 dd tab I
4) Edukasi
 Pola hidup sehat
 Tidak merokok
 Vaksinasi pada orang risiko tinggi
g. Asma Bronkhial
1) Pemeriksaan Penunjang
APE, darah rutin dengan hitung jenis
2) Diagnosis Banding
Obstruksi jalan nafas, bronkhitis kronik, bronkiektasis
3) Terapi
a) Serangan
 R/ Salbutamol Nebulasi mg 2,5: NaCl 2,5
mg S i.m.m
 Oksigenasi nasal canul 2-3 lpm
 R/ Prednison tab mg 5
No. I S 1 dd tab I
b) Pengontrol
 R/ Budesonid inhaler 100 mcg/ puff lag
No. I S 2 dd puff II
 R/ Formeterol inhaler lag No.
I S 2 dd puff II
 Prednison tab mg 5 No.
XXX S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Hindari faktor pencetus
 Mekanisme kerja obat
 Asthma control test
 Kapan harus meminta pertolongan dokter
h. Diabetes Melitus
1) Pemeriksaan Penunjang
GDS, GDP, TTGO,
HbA1C
2) Diagnosis Banding
Diabetes insipidus
3) Terapi
 R/ Glibenklamid tab mg 5 No.
XXX S 1 dd tab I ½ H. a.c.
mane
Atau
 R/ Metformin tab mg 500 No.
XXX S 3 dd tab I
4) Edukasi
 Kontrol gula darah
 BB ideal, kebutuhan kalori harian
 Latihan fisik minimal 30 menit 3-4 kali seminggu dengan maksimal HR 50-
70% maskimun HR
 Perawatan kaki: visualisasi mandiri, perawatan pencegahan teratur
 Pencegahan retinopati: funduskopi minimal satu tahun sekali
 Pencegahan kasus penyulit:cek albumin urin dan kreatinin serum
 Manajemen hipertensi
i. Graves Disease
1) Pemeriksaan Penunjang
TSH, FT3, FT4, EKG,
GDS
2) Diagnosis Banding
Struma multinodusa toksik, adenoma toksik
3) Terapi
 R/ Propanolol tab mg 10 No.
X S 4 dd tab I
 Rujuk
4) Edukasi
 Dukungan keluarga dalam meminum obat
 Kapan harus ke rumah sakit (krisis tiroid)
j. Infeksi Cacing
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin dengan hitung jenis, Mikroskopis tinja
2) Diagnosis Banding
Askariasis, skistosomiasis, taeniasis, ancylostomiasis
3) Terapi
a. Askariasis, necatoriasis, ancylostomiasis
R/ Mebendazole tab mg 500 No. I
S 1 dd tab I
b. Skistosomiasis
R/ Praziquantel tab mg 600 No.
II S 1 dd tab II
c. Taeniasis
R/ Albendazol tab mg 400 No.
VI S 2 dd tab I
4) Edukasi
 PHBS
 Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
 Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah melakukan aktifitas
 Setiap keluarga memiliki satu jamban
 Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
 Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar tinja manusia
 Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola sampah/ limbah
 Kondisi rumah bersih dan tidak lembab
k. Anemia Defisiensi Besi
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, apusan darah tepi, MCV, MCH, MCHC, retikulosit
2) Diagnosis Banding
Anemia defisiensi asam folat dan B12, anemia aplastik, anemia pada penyakit kronik
3) Terapi
 R/ sulfas ferrosus tab mg 325 No.
XXX S 3 dd tab I
 R/ Vitamin C tab mg 100 No.
XXX S 2 dd tab I
4) Edukasi
 Makan makanan tinggi protein dan besi heme (daging, ati)
 Kurangi konsumsi makanan yang menghambat asupan besi (teh, kopi, soda)
l. DBD
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, rontgen thoraks, albumin serum
2) Diagnosis Banding
Influenza, chikungunya, demam tifoid
3) Terapi
 R/ Infus Ringel Asetat Fl. No
III S i.m.m
 R/ Paracetamol tab mg 500 No. XXX
S. p.r.n.
4) Edukasi
 Perjalanan penyakit
 Terapi hanya bersifat suportif
 3M
 Makan makanan bergizi
m. Malaria
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, apusan darah tebal
2) Diagnosis Banding
Demam dengue, demam tifoid, leptospirosis
3) Terapi (Untuk BB 50 kg)
 Falciparum
o R/ Artesunat tab mg 50 No.
XII S 3 dd tab IV
o R/ Amodiakuin tab mg 150 No.
XII S 3 dd tab IV
o R/ Primakuin tab mg 15 No.
III S 1 dd tab III
 Vivax/ Ovale
o R/ Artesunat tab mg 50 No.
XII S 3 dd tab IV
o R/ Amodiakuin tab mg 150 No.
XII S 3 dd tab IV
o R/ Primakuin tab mg 15 No. IV
S 1 dd tab I
 Malariae
o R/ Artesunat tab mg 50 No.
XII S 3 dd tab IV
o R/ Amodiakuin tab mg 150 No.
XII S 3 dd tab IV
4) Edukasi
 Prognosis
 Pencegahan: repellan, kelambu, aktifitas malam hari
 Mengobati pasien hingga tuntas
n. Demam Tifoid
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, widal,
TUBEX
2) Diagnosis Banding
Demam dengue, malaria, leptospirosis
3) Terapi
R/ Kloramfenikol tab mg 500 No.
XXX S 4 dd tab I
4) Edukasi
 Diet, bedrest, tahapan mobilisasi
 Kapan bisa dirawat di rumah (klinis baik, tidak ada komorbid, dapat makan
atau minum) atau harus mondok
 Tanda-tanda kegawatan
o. Leptospirosis
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin dengan hitung jenis, urin rutin
2) Diagnosis Banding
Demam dengue, demam tifoid, malaria
3) Terapi
 Terapi cairan IV
 Antibiotik
a) Ringan
R/ Doksisiklin tab mg 100 No. XIV
S 2 dd tab I
b) Berat
R/ Penisilin G injeksi fl
No. I S i.m.m
 Rujuk
4) Edukasi
 Pencegahan: pakaian khusus untuk menghindari kontak dengan bahan-bahan
yang terkontaminasi dengan urin binatang, menyimpan makanan dan minuman
dengan baik agar terhindar dari tikus
 Minum doksisiklin dengan 2 gelas air putih
 Hindari obat-obatan yang mengandung logam (antasida, kalsium, dll)
p. Kandidiasis Oral
1) Pemeriksaan Penunjang
KOH 10% dari sekret
2) Diagnosis Banding
Peradangan mulut yang disebabkan oleh bakteri atau virus
3) Terapi
R/ Nistatin sol. 100.000 IU/ml fl.
No I S 3 dd u.e.
4) Edukasi
 Menjaga kebersihan mulut
 Bila karena HIV € rujuk
q. Gastritis
1) Pemeriksaan Penunjang
Gastritis akut tidak memerlukan pemeriksaan penunjang. Gastritis kronis: darah rutin,
urea breath test, feses rutin
2) Diagnosis Banding
Kolesistitis, kolelitiasis, chron disease, gastroenteritis
3) Terapi
 R/ Ranitidine tab mg 150 No.
X S 2 dd tab I
 R/ Omeprazole tab mg 20 No.
X S 2 dd tab I
 Antasid Doen tab No.
XV S 3 dd tab I a.c.
4) Edukasi
 Ketahui faktor risiko: telat makan, stres, masakan pedas, masakan asam, dll
r. GERD
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak perlu. Endoskopi di layanan sekunder.
2) Diagnosis Banding
Angina pektoris, akalasia, dispepsia, ulkus peptik
3) Terapi
R/ Omeprazole tab mg 20 No.
XV S 2 dd tab I
4) Edukasi
 Modifikasi gaya hidup: BB ideal, stop rokok, stop zat yang mengiritasi
 Tidur 2-4 jam setelah makan
 Kurangi konsumsi makanan pedas, asam, berlemak
s. Hepatitis
1) Pemeriksaan Penunjang
Urin rutin (lihat bilirubin urin), darah rutin, SGPT/SGOT kalau ada
2) Diagnosis Banding
Kolesistitis, abses hepar, sirrosis hepatis
3) Terapi
 Diet TKTP
 Bed rest
 R/ Paracetamol tab mg 500
No.XV S 3 dd tab I
 R/ Metoclopramid tab mg 10
No.XV S 3 dd tab I
 R/ Ranitidin tab mg 10
No.X S 2 dd tab I
4) Edukasi
 Batasi aktifitas penderita
 Vaksinasi
 Keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat
 Pencegahan: PHBS, hindari kontak darah (Hep. B)
t. Parotitis
1) Pemeriksaan Penunjang
Analisa saliva (di layanan sekunder)
2) Diagnosis Banding
Neoplasma, pembesaran KGB karena sebab lain
3) Terapi (bakteri)
R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XX S 3 dd tab I
4) Edukasi
 Cegah penularan
 Vaksinasi MMR (untuk pencegahan parotitis viral)
3. Interpretasi Rontgen Thoraks
 Foto Toraks proyeksi PA atas nama .. diambil di ..
 Simetris
 Kekerasan cukup
 Inspirasi cukup
 Cor: besar dan bentuk normal
 Pulmo: tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovesikuler normal
 Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
 Hemidiafragma kanan kiri normal
 Trakhea di tengah
 Sistema tulang baik
4. Pemasangan EKG
No. Aspek Penilaian
1. Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
2. Cuci tangan
3. Persiapan probandus/ pasien:
a. Bila menggunakan perhiasan/ logam supaya dilepaskan
b. Pasien diminta membuka baju bagian dada
c. Pasien disuruh tidur terlentang
d. Pasien diusahakan untuk tenang, bernafas tenang, selama proses perekaman tidak
boleh bicara
e. Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas beralkohol
f. Oleskan pasta EKG pada elektroda untuk menghindari kemungkinan terjadinya
syok listrik
4. Pasang lead standart dan lead tambahan
5. Pasang lead prekordial dada:
a. Pasang lead V1
b. Pasang lead V2
c. Pasang lead V3
d. Pasang lead V4
e. Pasang lead V5
f. Pasang lead V6
6. Isikan ID:
a. Isian untuk jenis kelamin
b. Isian untuk umur
c. Isian untuk nomer ID
7. Pilih mode:
a. Manual
b. Auto
8. Lepas lead standart maupun prekordial, bersihkan sisa pasta EKG dengan kapas
alkohol
9. Meminta pasien untuk memakai baju kembali
10. Pasien dipersilahkan kembali ke kursi
11. Bereskan alat
12. Cuci tangan
13. Interpretasi:
Irama, rate, aksis, adakah hipertrofi, adakah infark

5. Pemasangan NGT
No. Keterangan
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Cuci tangan
Persiapan alat: pad, handscoon, NGT, gel, stetoskop, bengkok, gelas berisi air,
plester
yang udah diguntingin, spuit 10 cc, spuit 50 cc
Posisikan penderita (1/2 Fowler atau supinasi)
Pakai handscoon
Letakan pad di dada penderita, beserta bengkok berisi air
Ukur kedalaman NGT, tandai dengan plester kecil
Inspeksi lubang hidung yang mau dimasukan NGT
Lubrikasi NGT
Masukan NGT, minta pasien sambil menelan
Cek dengan ujung NGT dimasukan air, ada gelembung atau tidak?
Cek dengan mendorong spuit isi udara
Fiksasi
Sambungkan dengan spuit 50 cc
Bereskan alat
Cuci tangan
Edukasi (jangan dicabut, dibilas)

6. Teknik Konseling
No. Keterangan
1. Mengawali Pertemuan:
 Mengucapkan salam dan perkenalkan diri
 Menanyakan identitas klien
 Memberikan situasi yang nyaman bagi klien
 Menunjukkan sikap empati
 Menjaga rahasia klien
2. Inti Konseling:
 Mengeksplorasi kondisi klien
 Mengidentifikasi masalah dan penyebab
 Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah
 Melakukan penetapan alternatif pemecahan masalah
3. Menutup pertemuan
 Melakukan penilaian terhadap efektifitas konseling
 Membuat kesimpulan
 Mengakhiri konseling atas persetujuan klien
PEDIATRI

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien dan pengantar, mempersilahkan pasien dan pengantar duduk, berjabat
tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas:
Bayi: nama, usia, jenis kelamin
Pengantar: nama, usia, alamat,
pekerjaan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta, intake makan/ minum, riwayat penyakit lain yang dapat
menimbulkan keluhan utama
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riwayat kelahiran (preterm, aterm, normal, sc, vakum, dll)
Riwayat kehamilan ibu (masalah kehamilan, infeksi, APH, hipertensi, dll)
Riwayat vaksinasi
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan (dibandingkan dengan teman seusianya)
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB, TB, dan lingkar kepala)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan General Survey
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Pemeriksaan cara berjalan
Posisikan pasien duduk atau tidur
Persiapkan alat (senter, kapas, tongue spattel)
Cuci tangan
Pemeriksaan kulit (ikterik, petekie, pucat)
Pemeriksaan kuku
6. Pemeriksaan Kepala-Leher
Pemeriksaan Kepala (bentuk kepala, fontanella, rambut, konjungtiva, refleks pupil,
refleks
kornea, sklera, telinga, hidung, Chovteks sign, parotis, bibir, rongga mulut, tonsil, faring)
Pemeriksaan Leher (trakhea, limfonodi (kalau sakit bilang), JVP)
7. Pemeriksaan Toraks
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (stetoskop)
Pemeriksaan Dada Anterior
Pasien diminta berbaring di bed, posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
Inspeksi:
c. Paru: statis, dinamis
d. Jantung: iktus kordis
Palpasi:
c. Paru: superfisial (kalau sakit bilang), pengembangan dinding dada, fremitus (3
titik)
d. Jantung: iktus kordis, thrill
Perkusi:
c. Paru: 6 titik, batas paru hepar
d. Jantung: batas jantung kanan, kiri, atas, dan pinggang jantung
Auskultasi:
c. Paru: suara nafas 6 titik, egofoni (eee), bronkofoni (sembilan-sembilan)
whispered pectoriloquy (berbisik sembilan-sembilan)
d. Jantung: BJ I-II di apeks, katup trikuspid, aorta, pulmonal (tiga posisi: supinasi,
LLD,
setengah duduk)
8. Pemeriksaan Abdomen
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur di bed, buka baju, kaki ditekuk, relaks
Meminta pasien untuk bilang jika sakit saat dilakukan pemeriksaan
Berdiri di samping kanan pasien
Inspeksi: dinding abdomen, aorta abdominalis
Auskultasi: bising usus, bruit a. Renalis
Perkusi: empat kuadran, liver span, lien
Palpasi (kalau sakit bilang): turgor, superfisial, deep, hepar, lien, ginjal, kandung
kemih
Pemeriksaan ascites: pekak alih, undulasi
Pasien dipersilahkan kembali pakai baju
9. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior (motorik, sensorik, edema, CRT,ADP)
10. Pemeriksaan Khusus
Mc Burney, rhovsing, rebound tenderness, obturator sign, psoas sign
Murphy sign
Rectal Toucher (minta pasien buka celana, berbaring miring, cuci tangan, pakai
handscoon, minta pasien relaks, lubrikasi)
11. Penutup
Meminta pasien kembali ke meja
Cuci tangan
12. Menjelaskan kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan
13. Membuat diagnosis banding
14. Menentukan pemeriksaan penunjang
15. Interpretasi pemeriksaan penunjang
16. Diagnosis
17. Menentukan terapi, menulis resep
18. Edukasi kepada pasien
19. Menanyakan apa ada yang masih mau ditanyakan atau disampaikan
20. Mengucapkan terima kasih, semoga lekas sembuh, jabat tangan

1. Mengukur Lingkar Kepala


No. Aspek Penilaian
1. Melakukan sambung rasa
2. Menyebutkan tujuan pengukuran
3. Mempersiapkan instrumen dengan benar
4. Menyiapkan dan mengisi form antropometri
5. Mempersiapkan probandus dengan benar (pakaian minimal, posisi antropometri)
6. Menunjukkan letak acromion dan radiale dengan benar
7. Melakukan pengukuran panjang acromion-radiale dengan benar
8. Menunjukkan/menandai titik tengah acromion-radiale
9. Melakukan pengukuran lingkar lengan atas dengan benar (tarikan pita ketat, tapi tidak
menekan, lurus)
10. Memaca skala pada posisi yang benar
11. Mengulangi pengukuran sebanyak 3 kali
12. Mencatat hasil pengukuran
13. Menyimpulkan hasil berdasar baku rujukan dengan benar

2. Mengukur Panjang Badan

No. Aspek Penilaian


1. Melakukan sambung rasa
2. Menyebutkan tujuan pengukuran
3. Mempersiapkan instrumen dengan benar
4. Menyiapkan dan mengisi form antropometri
5. Mengarahkan asisten untuk membantu pengukuran dengan benar
6. Mempersiapkan probandus dengan benar (pakaian minimal, melepaskan alas
kaki)
7. Meletakkan bayi pada posisi yang benar (di tengah alas, terlentang, lurus, asisten
bertugas memfiksasi kepala)
8. Melakukan pengukuran panjang badan dengan benar
9. Membaca skala pada posisi yang benar
10. Mengulangi pengukuran sebanyak 3 kali
11. Mencatat hasil pengukuran
12. Menghitung rata-rata pengukuran
13. Menyimpulkan hasil berdasar baku rujukan dengan benar

3. Diagnosis Banding, Pemeriksaan Penunjang, Terapi


a. Diare akut
1) Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, feses
lengkap
2) Diagnosis banding
Rotavirus, disentri basiler, disentri amuba
3) Terapi
 R/ Oralit sachet No.
 R/ Infus Rl fl No.
 R/ Zinc tab mg 10 No.
 R/ Metronidazole tab mg 500 No.
 R/ Ciprofloxacin tab mg 500 No.
4) Edukasi
 ASI tetap diberikan
 PHBS
 Orangtua diminta membawa anaknya bila: demam, tinja disertai darah, diare
makin sering, tidak membaik dalam tiga hari
b. MEP
1) Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, feses rutin, urin rutin, gula darah, foto thoraks, tuberkulin
2) Diagnosis banding
Marasmus, kwashiorkokr, marasmic-kwashiorkor
3) Terapi
Lihat materi
4) Edukasi
 Menyampaikan tentang hasil penilaian pertumbuhan anak
 Cari penyebab gizi buruk
 Nasihat sesuai penyebab kekurangan gizi
 Pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak, menyiapkan makanan formula
c. Kejang Demam
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin dengan hitung jenis, elektrolit, gula darah, urin rutin
2) Diagnosis Banding
Meningitis, ensefalitis, epilepsi
3) Terapi
 Oksigen per nasal kanul
 R/ Diazepam supp. No.
I S i.m.m
4) Edukasi
 Prognosis
 Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau gangguan kognitif
setelah kejang demam
 Kejang demam kurang dari 30 menit tidak menyebabkan kerusakan otak
 Risiko kekambuhan penyakit di massa depan
OBSETRI-GINEKOLOGI

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Obsetri


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Jika kunjungan pertama, tanyakan HPMT
Riwayat obsetri (GPA, menstruasi, KB)
Riwayat kehamilan sekarang, keluhan selama kehamilan sekarang
Gerakan janin
Riwayat penyakit lain
Riwayat penyakit dahulu
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pasien diminta berkemih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
5. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
6. Lakukan Pemeriksaan Head to Toe
7. Melakukan Pemeriksaan Obsetri
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Meminta pasien untuk memaparkan perut dari prosesus xiphoideus sampai simpisis
pubis
(bagian bawah ditutup selimut)
Menyiapkan alat (stetoskop Laenec, pita meter)
Berdiri di samping kanan pasien
Pemeriksaan Leopold I (bagian teratas)
Pemeriksaan Leopold II (bagian lateral)
Pemeriksaan Leopold III (bagian bawah)
Pemeriksaan Leopold IV (sudah masuk PAP atau belum)
Mengukur DJJ (di punggung janin, kepala pemeriksa hadap ke bawah)
Mengukur TFU (dari simfisis pubis sampai ke proc, xiphoideus)
Mepersilahkan ibu untuk memakai bajunya lagi
Mempersilahkan ibu kembali ke kursi
Cuci tangan
Menanyakan/ menjelaskan hasil pemeriksaan
8. Membuat diagnosis antenatal, hari perkiraan lahir (Hari +7, Bulan -3, Tahun +1)
9. Memberikan penatalaksanaan sesuai hasil pemeriksaan
 R/ Sulfas ferrosus tab mg 325 No.
XXX S 1 dd tab I
 R/ Asam folat tab 400 µg No. XXX
S 1 dd tab I
10. Memberikan konseling antenatal sesuai hasil pemeriksaan
11. Mengkonfirmasi apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
lagi
12. Mengingatkan jadwal kunjungan berikutnya
 UK < 28 minggu: tiap 4 minggu sekali
 UK 28-36 minggu: 2 minggu sekali
 UK > 36 minggu: setiap minggu
 Jika ada komplisasi jadwal kunjungan menyesuaikan
13. Mengucapkan terima kasih, jabat tangan

2. Persalinan Normal
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Tanyakan HPMT
Riwayat obsetri (GPA, menstruasi, KB)
Riwayat kehamilan sekarang, keluhan selama kehamilan sekarang
Gerakan janin
Riwayat penyakit lain
Riwayat penyakit dahulu
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Lakukan pemeriksaan Head to Toe
6. Kala I
Menentukan inpartu atau tidak
Menentukan fase laten (1 – 3 cm) atau fase aktif ( 4 cm – lengkap)
Memeriksa urin (dengan kateter atau pipis langsung): volume, protein, aseton
Mengukur tekanan darah dan suhu setiap 4 jam
Mengukur denyut jantung ibu dan janin setiap 30 menit
Menilai kontraksi setiap 30 menit
Menilai pembukaan serviks tiap 4 jam
Edukasi ibu untuk jangan mengejan
7. Kala II
Menentukan kala II
Persiapan peralatan: lampu ginekologi, apron, handscoon, 3 linen steril, ½ kocher,
gunting episiotomi, klem lurus, gunting jaringan, klem tali pusat, oksitosin 10 IU
dalam spuit, ergometrin dalam spuit, kateter nelaton, needle holder, jarum, benang
absorble, wadah
berisi klorin, doppler
Posisikan ibu pada posisi siap melahirkan
Memimpin ibu mengejan saat puncak his
Mengistirahatkan ibu saat his hilang dan cek DJJ (setiap satu menit)
Episiotomi
Menahan perineum dan mengatur defleksi bayi
Cek adakah lilitan tali pusat
Tunggu putar paksi luar
Pegang kepala bayi biparietal
Lahirkan bahu anterior dengan menarik ke arah bawah
Lahirkan bahu posterior dengan menarik ke arah atas
Lahirkan sisa badan
Potong tali pusat
Baringkan bayi di atas perut ibu yang dilandasi linen steril
Keringkan badan bayi
Letakkan bayi di dada ibu untuk IMD
8. Kala III
Memberikan injeksi oksitosin 10 IU IM
Penegangan tali pusat terkendali
Kenali tanda-tanda lepasnya plasenta (uterus globuler, tali pusat memanjang, ada
semburan darah mendadak)
Pimpin ibu mengejan saat his untuk melahirkan tali pusat
Tangan kiri melakukan penekanan ke arah dorsokranial
Periksa kotiledon apakah lengkap atau tidak
Lakukan massase ringan pada uterus
Injeksi ergometrin IM (jika tekanan darah normal)
9. Kala IV
Repair episiotomi
Pemantauan tanda vital
Pemantauan perdarahan

3. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Ginekologi, Swab Vagina, Pap Smear


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riwayat Obsetri (GPA, menarche, menstruasi)
Riwayat KB
Riwayat menyusui
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Head to Toe
6. Minta pasien mengosongkan kandung kemih
7. Pemeriksaan Ginekologi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Instruksikan pasien untuk membuka pakaian bagian bawah, naik ke meja
ginekologi,
perineum tepat di tepi
Persiapan alat:
 Pemeriksaan Gyn: lampu, handscoon dua pasang, kom berisi povidon iodin,
kassa steril, klem pean, klem ovarium, spekulum graves, lubrikan, wadah berisi
cairan klorin
 Swab Vagina (tambahan): lidi kapas steril, objek glass (4 buah), NaCl 0,9%,
pewarna gram, KOH 10%, marker/ label untuk objek glass (dilabeli sebelum
pemeriksaan)
 Pap Smear (tambahan): endoserviks brush, spatulla ayre, lidi kapas, 2 objek glass,
alkohol 95%, marker/ label marker/ label untuk objek glass (dilabeli sebelum
pemeriksaan)
Cuci tangan
Pakai handscoon
Inspeksi mons pubis dan vulva
Lakukan toilet vulva
Celupkan spekulum ke air hangat
Masukan spekulum dengan tangan kanan dalam keadaan tertutup searah sumbu
vagina,
tangan kiri membuka labia (minta ibu sambil tarik nafas)
Masukan sampai ¾ bagian
Putar spekulum hingga tegak lurus
Buka spekulum, kencangkan skrup
Inspeksi dinding vagina (bisa sambil diputar spekulumnya)
Bersihkan dinding vagina menggunakan kassa dengan povidon iodin (bila tidak
akan
dilakukan papsmear / swab), bila dilakukan pemeriksaan pap smear atau swab vagina,
pembersihan dinding vagina dilakukan setelah pengambilan sampel
Inspeksi serviks
Lakukan pemeriksaan swab vagina / pap smear (bila perlu)
Kendurkan skrup spekulum, tarik sampai ¼ bagian berada di luar, putar 45°,
keluarkan
spekulum
Ganti handscoon
Lubrikasi
Pemeriksaan bimanual
8. Pemeriksaan Swab Vagina
Informed consent (tujaun, prosedur, komplikasi)
Mencelupkan lidi kapas ke dalam NaCl 0,9%
Ambil sampel di endoserviks, oleskan pada objek glass (pemeriksaan gram)
Ambil sampel di forniks posterior, oleskan pada objek glass (pemeriksaan sediaan
basah/
NaCl)
Ambil sampel di dinding vagina, oleskan pada 2 buah objek glass (satu gram, satu
KOH)
9. Pemeriksaan Pap Smear
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Bersihkan porsio dari lendir dan eksudat dengan lidi kapas
Masukan endoserviks brush, putar 360°, ratakan di objek glass dengan cara diputar
Masukan spatula ayre, putar 180°, ratakan di objek glass dengan cara diusap dua
kali ke
bagian yang berbeda, setipis mungkin
Fiksasi dengan semprot atau rendam di alkohol 95%
10. Rendam spekulum graves di larutan klorin
11. Buang sampah ke tempat sampah
12. Persilahkan ibu memakai pakaiannya kembali
13. Persilahkan ibu kembali ke kursi
14. Lepas handscoon
15. Matikan lampu gyn
16. Cuci tangan
17. Meminta/ menjelaskan hasil pemeriksaan
18. Meminta hasil pemeriksaan penunjang
19. Membuat diagnosis
20. Memberikan penatalaksanaan
21. Edukasi
22. Menanyakan apakah ada yang ingin disampaikan atau ditanyakan
23. Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

4. Konseling Kontrasepsi dan Pemasangan AKDR


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis dan Konseling
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Menanyakan permasalahan klien
Menanyakan tujuan memakai kontrasepsi
Riwayat reproduksi
Pengalaman kontrasepsi sebelumnya
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan metode yang diinginkan
Memberikan penjelasan tentang metode yang diinginkan
Usulkan alternatif pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan pasien
Jelaskan secara lengkap tentang kontrasepsi yang dipilih pasien
Memberikan informasi apa yang harus dilakukan bila terjadi masalah atau efek samping
dari alat kontrasepsi
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Head to Toe
6. Minta pasien mengosongkan kandung kemih
7. Pemeriksaan Ginekologi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Instruksikan pasien untuk membuka pakaian bagian bawah, naik ke meja
ginekologi,
perineum tepat di tepi
Persiapan alat: lampu gyn, handscoon dua pasang, kom berisi povidon iodin, kassa
steril,
klem pean, klem ovarium, tenakulum, klem aligator, gunting, sonde, spekulum
graves,
lubrikan, wadah berisi cairan klorin, IUD (cooper T atau NOVA T)
Cuci tangan
Pakai handscoon
Inspeksi mons pubis dan vulva
Lakukan toilet vulva (metode burung garuda)
Celupkan spekulum ke air hangat
Masukan spekulum dengan tangan kanan dalam keadaan tertutup searah sumbu
vagina,
tangan kiri membuka labia (minta ibu sambil tarik nafas)
Masukan sampai ¾ bagian
Putar spekulum hingga tegak lurus
Buka spekulum, kencangkan skrup
Inspeksi dinding vagina (bisa sambil diputar spekulumnya)
Bersihkan dinding vagina menggunakan kassa dengan povidon iodin
Inspeksi serviks
Lakukan pemeriksaan swab vagina / pap smear (bila perlu)
Kendurkan skrup spekulum, tarik sampai ¼ bagian berada di luar, putar 45°,
keluarkan
spekulum
Ganti handscoon
Lubrikasi
Pemeriksaan bimanual
8. Pemasangan AKDR
Informed consent (tujuan, prosedur, kompikasi)
Masukan IUD ke dalam inserter (dalam bungkus, jangan disentuh)
Ganti handscoon
Masukan lagi spekulum graves
Bersihkan dinding vagina dengan kassa dan povidon iodine
Jepit porsio dengan tenaculum di arah jam 11 dan jam 1
Masukan sonde secara perlahan hingga fundus uteri
Keluarkan sonde dan identifikasi kedalaman uterus
Sesuaikan kedalaman uterus dengan pembatas inserter IUD
Masukan IUD
Tahan plunger kemudian tarik inserter hingga IUD keluar
Dorong inserter hingga pembatas menyentuh dinding serviks
Tahan inserter dan keluarkan plunger
Keluarkan inserter sambil diputar
Potong benang IUD secukupnya
Sisipkan benang ke forniks posterior
Lepaskan tenakulum
Jika terdapat perdarahan, tekan dengan kassa menggunakan klem ovarium
9. Rendam spekulum peralatan di larutan klorin
10. Buang sampah ke tempat sampah
11. Persilahkan ibu memakai pakaiannya kembali
12. Persilahkan ibu kembali ke kursi
13. Lepas handscoon
14. Matikan lampu gyn
15. Cuci tangan
16. Edukasi:
 IUD dapat dilepas dan menjadi fertil lagi setelahnya
 Akan keluar bercak selama 3 hari kedepan
 Jangan melakukan hubungan selama 3 hari pertama
 Akan terjadi perubahan siklus mens setelah 3 bulan pertama
 Pakai kontrasepsi lain jika ingin berhubungan dalam satu minggu pertama
 Kontrol saat haid berikutnya atau bila benang IUD teraba
 Kontrol setiap bulan
17. Menanyakan apakah ada yang ingin disampaikan atau ditanyakan
18. Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

5. Diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, edukasi


a. Hiperemesis gravidarum
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, urinalisa
2) Diagnosis Banding
Ulkus peptikum, appendisitis akut, IBS, GEA
3) Terapi
 R/ Inf. RL fl. No. I
S i.m.m
 R/ Ranitidin inj. mg 50 amp.
No. I S i.m.m
 R/ Ondansetron inj. mg 8 amp
No.I S i.m.m
 R/ Piridoksin tab mg 10 No.
III S 3 dd tab I
 Rujuk
4) Edukasi
 Mual dan muntah biasnya akan hilang setelah usia kandungan 4 bulan
 Makan porsi kecil tapi sering
 Hindari makanan berlemak atau berminyak
 Istirahat cukup
b. Preeklampsia
1) Pemeriksaan penunjang
Protein urin
2) Diagnosis banding
Hipertensi gestasional
3) Terapi
 R/ Metildopa tab mg 25 No.
XX S 3 dd tab I
 PEB € rujuk setelah berikan MgSO4
 R/ MgSO4 inj. mg 5 fl
No. II S i.m.m
c. Abortus
1) Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan, darah
rutin
2) Diagnosis Banding
KET, mola, missed abortion
d. ADB pada kehamilan
1) Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, apusan darah
tepi
2) Diagnosis Banding
Anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik, trait talasemia
3) Terapi
 R/ Sulfas ferrosus tab mg 325 No.
XXX S 3 dd tab I
 R/ asam folat tab µg 250
No. X S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Diet tinggi protein dari protein hewani
 Lakukan pemantauan pertumbuhan kesejahteraan janin
e. Fluor albus
1) Pemeriksaan Penunjang
Swab vagina
2) Diagnosis Banding
GO, bakterial vaginosis, trikomoniasis, chlamidia, kandidiasis
3) Terapi
 GO
o R/ Sefiksim tab mg 400
No. I S 1 dd tab I
o R/ Azitromisin tab mg 500 No.
II S 1 dd tab II
 Chlamidia
R/ Azitromisin tab mg 500 No.
II S 1 dd tab II
 BV dan trikomoniasis
R/ Metronidazole tab mg 500
No.XV S 2 dd tab I
 Kandidiasis
R/ Nistatin ovula 100.000 IU No.
I S u.c.
4) Edukasi
 Jaga higienitas kelamin
 Jangan berganti-ganti pasangan seksual, pakai kondom
 Obati pasangan seksual
BEDAH

1. Anamensis, Pemeriksaan Muskuloskeletal, Bebat, Bidai


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Look: deformitas, luka
Feel: nyeri tekan, diskontinuitas, neurovaskular (distal dan proksimal)
Movement: ROM
6. Melakukan diagnosis sementara
7. Meminta pemeriksaan penunjang
8. Interpretasi pemeriksaan penunjang (Rontgen Ekstremitas AP/Lat):
 Alignment
 Trabekulasi tulang
 Celah dan permukaan sendi
 erosi dan destruksi tulang
 soft tissue mass/ swelling
7. Pembebatan
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Meminta pasien naik ke bed, memposisikan senyaman mungkin
Mempersiapkan alat dan bahan (handscoon, kassa, larutan antiseptik, larutan irigasi,
klem, ,
salep antibiotik, bandage)
Memakai handscoon
Perawatan luka (desinfeksi, penutupan luka)
Pembebatan
Nilai: terlalu kencang? Mudah lepas? Membatasi sendi normal?
Cek neurovaskular di distal dan proksimal, kesemutan atau tidak
Mempersilahkan pasien kembali ke kursi
Cuci tangan
8. Pembidaian
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Meminta pasien naik ke bed, memposisikan senyaman mungkin
Mempersiapkan alat dan bahan (handscoon, kassa, larutan antiseptik, larutan irigasi,
klem, ,
salep antibiotik, splint, tali)
Memakai handscoon
Perawatan luka (desinfeksi, penutupan luka)
Pembidaian (melewati dua sendi)
Nilai: terlalu kencang? Mudah lepas? Membatasi sendi normal? Mengimobilisasi
ekstremitas
yang terluka?
Cek neurovaskular di distal dan proksimal, kesemutan atau tidak
Mempersilahkan pasien kembali ke kursi
Cuci tangan
9. Memberikan terapi farmakologis:
 R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 3 dd tab I
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Anti-tetanus serum fl. No
I S i.m.m
 Fraktur € rujuk
10. Edukasi:
 Bagian yang luka jangan kena air
 Komplikasi pemasangan
 Kontrol 2-3 hari kemudain untuk pengecekan luka
11. Menanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
12. Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

2. Anamnesis, Pemeriksaan Genitalia Maskulina, Pemasangan Kateter


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Genitalia Maskulina
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien di atas bed, minta untuk membuka celananya
Mempersiapkan alat (senter, handscoon, gel)
Pemeriksaan buli-buli (inspeksi, palpasi, perkusi)
Pemeriksaan limfonodi inguiinal
Pemeriksaan penis (inspeksi, palpasi)
Pemeriksaan skrotum (inspeksi, palpasi, transiluminasi)
Pemeriksaan rectal toucher (rektum, prostat)
Persilahkan untuk memakai celananya kembali
Persilahkan untuk kembali ke kursi
Cuci tangan
Melaporkan/ menanyakan hasil pemeriksaan
6. Teknik Kateterisasi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi supinasi, membuka celananya
Mempersiapkan alat:
 Meja steril: handscoon, klem kocher, kassa, kom steril berisi akuades, kom steril
berisi povidon iodin, duk lubang, klem duk, xylocain (lidocain:gel 1:10) beserta
spuitnya, kateter foley (18 F untuk dewasa, BPH: 22 F), klem lurus, pinset
anatomis, spuit berisi akuabides 10 cc, urin bag
 Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, tube xylocain,
bengkok
Cuci tangan
Pakai handscoon
Prosedur aseptik
Memasang duk
Memasukkan xylocain ke dalam penis/ mengoleskan xylocain ke kateter pada wanita
Memegang kateter dengan pinset anatomis
Memasukkan kateter, minta pasien tarik nafas, rileks
Masukan kateter sampai habis
Jika keluar urin, tampung di bengkok
Jika sudah masuk seluruhnya, fiksasi dengan memasukkan akuades dengan spuit
Cek apakah sudah terfiksasi atau belum
Klem ujung kateter dengan klem lurus agar menyumbat urin yang keluar
Lepas duk
Sambungkan kateter ke urine bag
Fiksasi kateter ke paha pasien
Tempatkan urin bag
Membereskan peralatan
Lepas handscoon
Cuci tangan
Edukasi:
 Tidak perlu mengejan bila ingin BAK
 Jangan ditarik
 Kalau mau jalan urin bagnya dibawa
 Diajarkan cara mengosongkan urine bag
7. Menanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan

3. Anamnesis, Wound Assessment, Tatalaksana Luka Laserasi


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Inspeksi:
 Lokasi, onset terjadinya luka, jenis luka, tingkat kontaminasi
 Ada benda asing atau tidak
 Kelembaban luka
 Bau luka
 Dasar luka
 Tepi luka
 Jaringan di sekitar luka
 Kedalaman luka
Menentukkan penatalaksanaan yang tepat
6. Penatalaksanaan Luka Laserasi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin
Mempersiapkan alat:
 Meja steril: handscoon, duk lubang, klem duk, kassa steril, kom berisi NaCl/ akuades
steril, kom berisi povidon iodin, kom berisi perhidrol, kom berisi jarum tapper
dan benang non-absorble, needle holder, pinset chirurgis, pinset anatomis, klem
kocher, klem lurus, klem mosquito, gunting benang, gunting jaringan, spuit 3 cc steril
yang sudah dibuka
 Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, benang roll,
korentang,
lidocain 1%, NaCl 0,9%, povidon iodin, perhidrol
Cuci tangan
Pakai handscoon
Melakukan anestesi luka:
 Secara SC di sekeliling luka
 Cek apakah sudah bekerja apa belum
 Tentukan apakah perlu dilakukan debridement atau tidak
Membersihkan luka:
 Luka bersih: langsung bersihkan dengan kassa yang dibasahi povidone iodine
 Luka terkontaminasi: irigasi dengan NaCl mengalir, kemudian bersihkan dengan
kassa yang dibasahi povidone iodine
 Luka kotor: irigasi dengan NaCl bertekanan (pakai spuit), bersihkan dengan
kassa
yang dibasahi povidone iodine
Ganti Handscoon
Pasang duk steril
Lakukan debridement bila perlu
Teknik penjahitan
Pegang jarum dengan needle holder
Masukan benang
Tangan kanan memegang needle holder, tangan kiri memegang pinset anatomis
Masukan jarum ke salah satu sisi kulit
Tarik keluar jarum hingga benag tersisa 3-4 cm
Masukan lagi jarum di tepi luka yang lain
Tarik keluar hingga benang tersisa 1 cm
Buat simpul, gunting benang
Rapikan jaitan
Menutup luka jaitan
Lepaskan duk
Bersihkan luka dengan Povidon Iodine 10%
Mengoleskan antibiotik topikal
Menutup luka dengan kassa yang tidak menempel
Lepas handscoon
Fiksasi dengan plester
Cuci tangan
Memberikan terapi farmakologis:
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 2 dd tab I
 R/ Anti-tetanus serum fl No.I
S i.m.m (berikan 250 IU IM)
Edukasi:
 Kenali tanda-tanda luka terjadi infeksi
 Cara merawat luka, jangan kena air
 Kapan kontrol
 Makan makanan tinggi protein
7. Menanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan

4. Bedah Minor
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Inspeksi: lokasi, jumlah, ukuran, permukaan, tepi, warna
Palpasi: temperatur, nyeri, konsistensi, mobilitas, fluktuasi, transiluminasi
6. Teknik Bedah Minor
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin
Mempersiapkan alat:
 Meja steril: handscoon, duk lubang, klem duk, kassa steril, kom berisi NaCl/
akuades steril, kom berisi povidon iodin, kom berisi perhidrol, kom berisi jarum
tapper dan benang non-absorble dan absorble, needle holder, scalpel, forcep alis,
pinset chirurgis, pinset anatomis, klem kocher, klem lurus, klem mosquito, gunting
benang, gunting jaringan, spuit 3 cc steril yang sudah dibuka
 Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, benang roll,
korentang,
lidocain 1%, NaCl 0,9%, povidon iodin, perhidrol
Cuci tangan
Pakai handscoon
Sterilkan medan operasi
Meletakkan duk kain
Melakukan anestesi luka:
 Secara SC di sekeliling luka
 Cek apakah sudah bekerja apa belum

Membuat insisi:
 Membuat insisi berbentuk elips (lesi yang berada di atas kulit: veruka,
papiloma, granuloma, dll)
 Membuat insisi linear (lesi yang berada di bawah kulit: lipoma, ateroma,
neurofibroma, dll)
 Dua jari diletakkan pada kedua sisi massa untuk fiksasi
 Pisahkan jaringan longgar dengan massa secara tumpul
 Kontrol perdarahan
Menutup luka:
 Jahit subkutis dengan benang absorble (cat gut)
 Jahit kutis dengan benang non-absorble (silk)
 Lepas duk
 Tutup dengan kassa steril
 Fiksasi dengan plester
Cuci tangan
Memberikan terapi farmakologis:
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No. XV
S 3 dd tab I
 R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 2 dd tab I
 R/ Anti-tetanus serum fl No.I
S i.m.m (berikan 250 IU IM)
Edukasi:
 Kenali tanda-tanda luka terjadi infeksi
 Cara merawat luka, jangan kena air
 Kapan kontrol
 Makan makanan tinggi protein
7. Menanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan

5. Sirkumsisi
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hemofilia, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hemofilia, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Mencari indikasi: fimosis, parafimosis, mencegah infeksi
Mencari kontraindikasi: epispadia, hipospadia, mikropenis
6. Teknik Sirkumsisi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin
Mempersiapkan alat:
 Meja steril: handscoon, duk lubang, klem duk, kassa steril, kom berisi NaCl/
akuades steril, kom berisi povidon iodin, kom berisi perhidrol, kom berisi jarum
tapper dan benang absorble, needle holder, scalpel, forcep alis, pinset chirurgis,
pinset anatomis, klem kocher,3 buah klem lurus, klem mosquito, gunting benang,
gunting jaringan, spuit 3 cc steril yang sudah dibuka
 Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, benang roll,
korentang,
lidocain 1%, NaCl 0,9%, povidon iodin, perhidrol
Cuci tangan
Pakai handscoon
Sterilkan medan operas
Meletakkan duk lubang
Melakukan anestesi lokal:
 Menggunakan teknik blok atau infiltrasi
 Pengecekan kerja anestesi
Membuka dan membersihkan preputium
Melakukan insisi:
 Tandai area insisi dengan dijepit menggunakan pinset
 Memasang klem lurus pada arah jam 11, 1, dan 6
 Menarik klem ke arah distal
 Buat irisan dengan gunting di arah jam 12 sampai di belakang sulkus korona
glandis
 Membuat jahitan kontrol arah jam 12
 Membuat jahitan kontrol arah jam 6 dengan teknik figure of eight
 Memotong preputium kanan, kontrol perdarahan, jahit arah jam 2 dan jam 4
 Memotong preputium kiri, kontrol perdarahan, jahit arah jam 8 dan jam 10
 Cek kembali perdarahan
Menutup Luka:
 Lepas duk
 Oleskan salep antibiotik
 Balut melingkar dengan kassa steril
 Fiksasi ke pubis dengan plester
Cuci tangan
Memberikan terapi farmakologis:
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 2 dd tab I
 R/ Anti-tetanus serum fl No.I
S i.m.m (berikan 250 IU IM)
Edukasi:
 Kenali tanda-tanda luka terjadi infeksi
 Cara merawat luka, jangan kena air
 Kapan kontrol
 Makan makanan tinggi protein
 Bila BAK, cukup di lap dengan tissue
 Batasi aktifitas
7. Tanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan

6. Pemeriksaan Mammae
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
Massa: lokasi (kuadran, bilateral/ unilateral), jumlah, onset, ukuran, kecepatan membesar,
konsistensi, nyeri/tidak, ukuran dipengaruhi menstruasi atau tidak
Nyeri: lokasi, onset, kualitas, kuantitas berhubungan dengan ,menstruasi atau tidak
Keluhan lain: nipple discharge, perubahan kulit (luka, skin dimpling), retraksi puting,
benjolan di ketiak atau di tempat lain
RPD: keluhan serupa, kanker, hipertensi, DM, alergi
Riwayat obsetri (GPA, menarche, menstruasi, penggunaan KB)
RPK: keluhan serupa, kanker, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Fisik Payudara
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Mau ditemani suami/ perawat wanita
Posisikan pasien (duduk di bed, membuka pakaian bagian atas)
Inspeksi 4 posisi: duduk tangan di samping, tangan di kepala, tanggan di pinggang,
setengah membungkuk:
 Kesimetrisan payudara
 Ukuran payudara
 Perubahan kulit
 Areola
 Manuver pektoralis
Pasien diminta untuk berbaring di bed, tangan di belakang kepala, bahu bisa diganjal
bantal
Inspeksi
Palpasi:
 Palpasi dengan tangan maupun ujung jari
 Memeriksa nipple discharge
Pemeriksaan limfonodi aksila
Pasien dipersilahkan memakai bajunya kembali
Pasien dipersilahkan kembali ke kursi
Cuci tangan
6. SADARI
Tanyakan alasan mengapa ingin mengetahui SADARI
Jelaskan faktor risiko (riwayat keluarga, menstruasi awal atau menopause lambat,
persalinan diatas 35 tahun, paparan karsinogen)
Jelaskan pentingnya SADARI (screening)
Metode:
Berbaring:
 Posisi tidur, bahu diganjal bantal, tangan yang tidak digunakan untuk
memeriksa berada di belakang kepala
 Periksa payudara kiri dengan tangan kanan, payudara kanan dengan tangan kiri
 Periksa menggunakan jari II,III,IV 1/3 distal
 Lakukan penekanan cukup keras, melingkar, naik turun, atau
wheel Berdiri:
 Posisi berdiri , tangan yang tidak digunakan untuk memeriksa berada di
belakang kepala
 Bisa dilakukan saat mandi dengan tangan yang bersabun untuk mempermudah,
atau di depan cermin
 Periksa payudara kiri dengan tangan kanan, payudara kanan dengan tangan kiri
 Periksa menggunakan jari II,III,IV 1/3 distal
 Lakukan penekanan cukup keras, melingkar, naik turun, atau wheel

Edukasi:
 Bisa dilakukan setiap hari, rasakan perubahannya
 Bila terdapat perubahan, harap hubungi dokter
7. Menanyakan apakah ada yang ingin ditanyakan atau ingin disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan
ANESTESIOLOGI

1. Bantuan Hidup Dasar


No. Keterangan
1. Memeriksa/ menentukan kesadaran pasien, dengan memanggil namanya,
menggoyangkan bahu, dll
2. Berteriak minta tolong
3. Posisi pasien harus tidur terlentang, dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas
yang keras dengan kedua tangan di samping
4. Posisi penolong, berlutut sejajar di samping kanan atau kiri pasien
5. Periksa jalan nafas, bila ada sumbatan: bersihkan
6. Tindakan buka jalan nafas, dengan ekstensi kepala, angkat dagu, buka mulut
7. Melakukan tindakan: lihat, raba, rasa dengan mendekatkan pipi ke dekat mulut/ hidung
penderita dengan mata melirik ke dada penderita
8. Melakukan bantuan nafas dari mulut ke mulut atau mulut ke hidung 2x (sampai
dada
mengembang)
9. Memastikan ada/ tidaknya denyut jantung dengan memeriksa denyut arteri karotis
10. Menentukan titik tumpu, dengan meletakan 2 jari di atas prosesus xyphoideus,
kemudian
meletakkan pangkal telapak tangan di atas 2 jari tersebut
11. Meletakan telapak tangan yang satunya dengan di atas tangan yang lain dengan jari-
jari
tidak boleh menempel di dada
12. Melakukan pijat jantung luar dengan frekuensi 100 x/menit, perbandingan 15 x
kompresi
dan 2 x ventilasi dilakukan selama satu siklus (1 menit)
13. Frekuensi pijat jantung yang dilakukan:
< 80 = skor 0
80-99 = skor 1
100 = skor 2
14. Membaringkan pasien dalam posisi mantap

2. Pemasangan ETT
No. Keterangan
1. Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
2. Posisikan pasien berbaring
3. Persiapan alat: handscoon, sumber oksigen, bag valve mask, laringoskop, ETT,
spuit 10 cc, OPA, plester, stilet, sambungan ke bag valve, suction, lubrikan
4. Cuci tangan
5. Pakai handscoon
6. Cek pengembangan balon ETT
7. Pastikan patensi jalan nafas dan oksigenasi
Buka jalan nafas dengan tripple airway manuver
Bersihkan jalan nafas
Bila perlu pasang OPA
Oksigenasi 10-12 lpm dengan bag mask selama 2-3 menit
Cabut OPA
8. Memasukkan laringoskop
Pegang laringoskop dengan tangan kiri
Buka mulut dengan teknik cross finger
Masukan laringoskop dari sisi kanan mulut pasien, dorong ke sisi kiri
Masukan sampai ke vallecula
Angkat laringoskop hingga epiglotis terbuka, jangan mengungkit
9. Memasukkan ET
Pasang ET dengan tangan kanan seperti sedang memegang pensil
Masukkan melalui sisi kanan mulut sampai masuk trakhea, ujung ET terletak pada
carina
Bisa dibantu dengan Sellick manuver oleh asisten (penekanan eksternal krikoid)
Kembangkan balon melalui spuit
10. Pastikan posisi ET
Sambungkan ET ke bagging
Dengar suara nafas memakai stetoskop di epigastrik, apeks, dan basal paru
11. Fiksasi ET
Posisikan ET di sudut mulut
Fiksasi ET menggunakan tape dengan melingkari ET, salah satu ujung ditempelkan di
atas sudut bibir, ujung lainnya di bawah sudut bibir
12. Bereskan alat
13. Cuci tangan
3. Infus Intravena
No. Keterangan
1. Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
2. Memposisikan pasien
3. Siapkan alat: handscoon, cairan infus, infus set, penyangga infus, alas/ tray, bengkok,
torniket, kapas alkohol, pinset chirurgis, abbocath, kassa steril, plester yang udah
digunting, gunting, pad
4. Memasang infus set, mengalirkan cairan, menggantung infus set dan cairan infus
5. Letakan pad di bawah tangan pasien
6. Identifikasi vena
7. Cuci tangan
8. Bendung bagian proksimal dari vena dengan torniket
9. Pakai handscoon
10. Disinfeksi dengan kassa alkohol menggunakan pinset
11. Menginsersikan jarum
12. Menarik stylet
13. Melepaskan torniket
14. Memasang infus set ke blood set
15. Melihat kelancaran
16. Fiksasi menggunakan plester
17. Mengatur tetesan infus:
Tetesan makro: 1 cc = 20
tetes
Tetesan mikro: 1 cc = 60 tetes
18. Membuang sampah pada tempatnya
19. Cuci tangan
20. Edukasi:
 Jangan ditarik
 Tempatkan botol infus selalu lebih tinggi dari lengan
 Beritahukan petugas bila infus habis
21. Menanyakan adakah yang ingin ditanyakan atau disampaikan
22. Terima kasih, jabat tangan
NEUROLOGI

No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
5. Pemeriksaan N. Cranialis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (senter, kapas, tongue spatel, garputala, aroma kopi, garam)
Posisikan pasien di depan penderita
n. I (daya penciuman)
n. II (visus)
n. III, IV, VI (gerakan bola mata, refleks pupil)
n. V (merapatkan gigi, refleks kornea)
n. VII (mengerutkan dahi, menggembungkan pipi, mencucu, menyeringai, sensoris 2/3 anterior
lidah)
n. VIII (tes webber, tes kalori)
n. IX (pasin buka mulut, bilang aaaaa)
n. X (uvula, refleks muntah)
n. XI (raba m. Sternocleidomastoideus, m. Trapezius)
n. XII (menjulurkan lidah)
6. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien
Tes nistagmus
Tes cara berjalan
Tes tandem walking
Tes romberg
Tes disdiadokinesia
Tes telunjuk-telunjuk
Tes telunjuk-hidung
Tes rebound
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki
8. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur di bed
Nilai tonus
Nilai gerak
Nilai kekuatan motorik
9. Pemeriksaan Sensibilitas
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Minta pasien untuk menutup mata
Sensasi raba
Sensasi nyeri superfisial
Sensasi tekan
Sensasi gerak dan posisi
Sensasi suhu
10. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien duduk, tenang
Persiapan alat (palu refleks)
Refleks biceps
Refleks triceps
Refleks brachioradialis
Refleks patella
Refleks achilles
11. Pemeriksaan Refleks Patologis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur, relaks
Persiapan alat (palu refleks)
Hoffman-Tromner
Oppenheim
Gordon
Schaffer
Chaddock
Babinski
Rosollimo
Mandel-Bachtrew
12. Pemeriksaan Meningeal Sign
Kaku kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Kernig
13. Pemeriksaan Provokasi Nyeri
Lasseque
Valsava
Patrick
Kontra-Patrick
14. Meminta pasien kembali ke kursi
15. Cuci tangan
16. Menjelaskan atau meminta hasil pemeriksaan
17. Membuat diagnosis banding
18. Menentukan pemeriksaan penunjang
19. Interpretasi pemeriksaan penunjang
20. Menentukan Diagnosis
21. Menentukan penatalaksanaan dan menulis resep
22. Edukasi
23. Menanyakan pada pasien adakah yang masih ingin ditanyakan atau disampaikan
24. Mengucapkan terima kasih, berjabat tangan

2.Pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, terapi, edukasi

a. Migrain
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
AVM, cluster headache, TTH
3) Terapi
 R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n
 Profilaksis:
R/ propanolol tab mg 40 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Pasien dan keluarga dapat mengontrol serangan
 Istirahat, hindari faktor pemicu
 Olahraga teratur
 Stop merokok
 Bila tidak membaik, rujuk ke spesialis saraf
b. TTH
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
Migrain, cluster headache
3) Terapi
 Serangan
R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n.
 Pencegahan
R/ Amitriptilin tab mg 10 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Menenangkan pasien bahwa tidak terdapat kelaianan fisik dalam rongga kepala
 Motivasi keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien
c. Cluster Headache
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
AVM, cluster headache, TTH
3) Terapi
 R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n
 Profilaksis:
R/ propanolol tab mg 40 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Pasien dan keluarga dapat mengontrol serangan
 Istirahat, hindari faktor pemicu
 Olahraga teratur
 Stop merokok
 Bila tidak membaik, rujuk ke spesialis saraf
d. Vertigo
1) Pemeriksaan Penunjang
Sesuai etiologi
2) Diagnosis Banding
BPPV, meniere disease, labirinitis, gangguan kecemasan
3) Terapi
R/ dimenhidrinat tab mg 25 No.
XX S 4 dd tab I
4) Edukasi
 Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular
 Dukungan dan motivasi dari keluarga
OFTALMOLOGI

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Oftalmologi


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Visus
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien 6 meter dari optotipe snellen
Persiapan alat: snellen chart, lensa koreksi
Minta pasien melepaskan kaca mata
Tutup mata yang tidak diperiksa
Lakukan pemeriksaan visus, pinhole
Koreksi dengan lensa sferis
Lakukan pemeriksaan astigmat dial
Koreksi dengan lensa silindris
Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya
6. Pemeriksaan Lapang Pandang
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien 60 cm dari pemeriksa
Minta pasien menutup mata kanan, pemeriksa menutup mata kiri
Minta pasien melihat lurus ke depat
Minta pasien mengatakan ya jika melihat jari pasien, tidak boleh menoleh, padangan
tetap
lurus
Menggerakan jari dari perifer ke sentral dari 8 arah
Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya
7. Pemeriksaan Otot Ekstraokuler
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien kurang lebih 1 lengan (60 cm) dengan pemeriksa
Mengamati kesejajaran mata:
 Meminta pasien melihat objek kecil yang jauh di belakang pemeriksa
 Menyinarkan lampu senter ke arah glabella
 Amati pantulan sinar pada kornea, sejajar atau tidak
Tes pergerakan otot bola mata:
 Meminta pasien mengikut arah gerakan jari, kepala tetap lurus ke depan
 Gerakan jari bentuk huruf H
Tes konvergensi:
 Gerakan objek di tengah, mendekati hidung pasien
8. Pemeriksaan Segmen Anterior
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (senter, kapas)
Cuci tangan
Posisikan pasien berjarak 60 cm (satu lengan) dari pemeriksa
Inspeksi dan palpasi alis
Inspeksi bulu mata
Inspeksi dan palpasi palpebra
Inspeksi konjungtiva palpebra inferior (tarik palpebra bawah, pasien diminta melirik
ke
atas)
Inspeksi konjungtiva palpebra superior (eversi palpebra)
Inspeksi konjungtiva bulbi
Inspeksi kornea (sinari dengan suduh 45° dari temporal)
Periksa sensibilitas kornea (dengan kapas)
Inspeksi COA (sinari dari arah limbus bagian temporal)
Periksa refleks pupil direk dan indirek
Periksa kejernihan lensa
9. Pemeriksaan Segmen Posterior
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (oftalmoskop)
Posisikan pasien berjarak 60 cm dari pemeriksa
Atur lensa oftalmoskop
Pasien diminta fokus melihat titik yang jauh di depan
Memeriksa fundus:
 Menyinarkan oftalmoskop ke arah pupil dari jarak 30 cm dengan sudut 45°
arah temporal
 Pemeriksa mendekat perlahan hingga fundus tampak jelas (pembuluh darah,
papila
n. Opticus)
10. Pemeriksaan Tekanan Intra Okular
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien duduk di kursi
Persiapan alat (tonometer schiotz, pantokain, salep antibiotik, kapas alkohol)
Meminta pasien meleihat ke bawah dengan mata tertutup
Palpasi kedua bola mata dengan kedua jari telunjuk, bergantian kanan dan kiri
Pasien diminta untuk berbaring di bed, diteteskan pantokain
Bersihkan tonometer dengan kapas alkohol, lakukan kalibrasi, pasang beban
Minta pasien memandang titik di atasnya (melihat jempolnya yang diletakan di
depan
mata)
Buka kelopak mata dengan jari telunjuk dan ibu jari
Tempelkan tonometer di kornea
Baca angka yang ditunjukkan jarum
Lepas tonometer
Berikan salep mata antibiotik
Pasien diminta kembali ke kursi
Cuci tangan
Baca hasil sesuai tabel
Jelaskan kepada pasien
11. Buat diagnosis dari hasil pemeriksaan
12. Jelaskan kepada pasien tentang diagnosis dan hasil pemeriksaan
13. Edukasi
14. Menanyakan apakah ada yang masih ingin ditanyakan atau disampaikan
15. Mengucapkan terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

2. Diagnosis banding, penunjang, terapi, edukasi


a. Hordeolum
1) Diagnosis Banding
Selulitis preseptal, kalazion, granuloma piogenik
2) Terapi
 R/ Kloramfenikol 1% eye drop fl.
No I S 4 dd gtt 2 OD/OS
3) Edukasi
 Mata dikompres air hangat 4 x 15 menit sehari
 Kelopak mata dibersihkan menggunakan air bersih atau sabun bayi
 Jangan menekan hordeolum
 Jaga higine mata
b. Blefaritis
1) Diagnosis Banding
Selulitis, hordeolum, trikiasis
2) Terapi
 R/ Kloramfenikol 1% eye drop fl.
No I S 4 dd gtt 2 OD/OS
3) Edukasi
 Mata dikompres air hangat 4 x 15 menit sehari
 Kelopak mata dibersihkan menggunakan air bersih atau sabun bayi
 Jangan menekan hordeolum
 Jaga higine mata
c. Konjungtivitis
1) Diagnosis Banding
Konjungtivits viral, konjungtivitis bakterial, konjungtivitis bakteri, keratitis
2) Terapi
 Bakteri
R/ Kloramfenikol 1% eye drop fl.
No.I S 4 dd gtt I OD/OS
 Viral
o R/ Artifisial tears eyedrop fl No.
I S 3 dd gtt II OD/OS
o R/ Asiklovir 3% eye ointment tube
No.I S 5 dd u.e
 Alergi
R/ Flumetolon eye drop fl. No.
I S 2 dd gtt I OD/OS
3) Edukasi
 Konjungtivitis mudah menular
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan mata atau mengoleskan obat
 Jangan menggunakan handuk dan lap bersama-sama dengan anggota keluarga lain
 Jaga higine mata
 Jaga higine lingkungan
d. Glaukoma Akut
1) Diagnosis Banding
Uveitis anterior, keratitis, ulkus kornea
2) Terapi
 R/ Asetazolamid HCl tab mg 250 No.
II S 1 dd tab II
 R/ Timolol 0,5% eye drop fl.
No. I S 1 dd gtt II OD/OS
 R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
I S 1 dd tab I
 Rujuk
3) Edukasi
 Motivasi kepatuhan pengobatan untuk keberhasilan pengobatan
 Pasien dengan riwayat glaukoma untuk memeriksakan matanya secara teratur
e. Katarak
1) Diagnosis Banding
Kelainan refraksi
2) Terapi
Rujuk
3) Edukasi
 Memberi tahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan pengelihatan yang
dapat diperbaiki
 Kontrol teratur untuk mencegah komplikasi
f. Hipermetropia, miopia ringan, astigmatisme
Contoh:
Pasien dengan koreksi:
OD sferis – 4 dan silinder – 0,5 dengan
sudut 80° OS sferis – 2 dan silinder - 0,5
dengan sudut 90° Distansia pupil 62 mm
Resep kacamatanya:
R/ OD S – 4,00 C – 0,50 X
80° OS S – 2,00 C –
0,50 X 90° DP 62/60
Jika pasien tersebut usia 50 tahun,
maka: R/ OD S – 4,00 C – 0,50 X 80°
OS S – 2,00 C – 0,50 X 90°
Addisi S + 2,00 ODS
DP 62/60
THT-KL

1. Anamnesis, pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Telinga
Informed consent
Posisikan pasien duduk di kursi, berhadapan dengan kaki berselingan dengan
pemeriksa
Persiapan alat: lampu kepala, garpu tala, spekulum telinga, pinset telinga, aplikator,
aligator, serumen hak, otoskop, tampon steril
Inspeksi telinga
Palpasi telinga (seluruh, tragus pain, nyeri ketok mastoid)
Menyalakan lampu kepala
Pemeriksaan dengan spekulum telinga
Mematikan lampu kepala
Pemeriksaan dengan otoskop
Melakukan tes penala
6. Pemeriksaan Rhinoskopi Anterior dan Sinus Paranasal
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien di kursi, berhadapan dengan kaki menyilang
Persiapan alat: lampu kepala, spekulum hidung, pinset bayonet, hak, kapas
tampon,
lidokain, adrenalin
Nyalakan lampu kepala
Pasang tampon adrenalin
Palpasi hidung
Palpasi sinus maksilaris dan sinus frontalis
Lepas tampon adrenalin
Pemeriksaan dengan spekulum hidung
7. Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien
Persiapan alat: lampu kepala, lidokain spray, kaca laring, spirtus, tongue spatel
Melakukan anestesi lokal dengan lidokain spray
Memanaskan kaca laring dengan spirtus
Menyalakan lampu kepala
Menekan lidah dengan tongue spatel
Memasukan kaca laring (miring dulu, baru dibalik pas sudah lewat uvula)
Melakukan inspeksi (OPTAE, torus tubarius, fossa rosenmuleri, koana
Menarik keluar kaca laring
8. Pemeriksaan Laringoskopi Indirek
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien
Persiapan alat: lampu kepala, tongue spatel, kaca laring, kassa, lidokain spray,
spirtus
Menyalakan lampu kepala
Inspeksi bibir
Minta pasien membuka mulut
Inspeksi lidah, rongga mulut, tonsil, dinding faring (pakai tongue spatel)
Pemeriksaan limfonodi
Pemeriksaan tiroid
Semprotkan lidokaiin spray
Panaskan kaca laring dengan spirtus
Meminta pasien menjulurkan lidahnya, genggam dengan kassa steril
Masukan kaca laring, miring dulu, setelah lewat uvula baru diputar
Minta pasien bilang aaaaa
Menarik keluar kaca laring, melepas lidah pasien
Matikan lampu kepala
Bereskan alat
Cuci tangan
9. Mempersilahkan pasien kembali ke kursi
10. Menjelaskan/ meminta hasil pemeriksaan
11. Membuat diagnosis
12. Memberikan terapi farmakologis
13. Edukasi
14. Menanyakan pasien apakah masih ada yang terlewat, atau ingin ditanyakan
15. Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh
2. Diagnosis banding, penunjang, terapi, edukasi
a. Otitis Eksterna
1) Diagnosis banding
Otitis eksterna difusa, otitis eksterna sirkumpskripta, perikondritis, kondritis
2) Terapi
R/ Polimiksin B ear ointment tube
No. I S 3 dd ue AS / AD
3) Edukasi
 Jangan mengorek telinga
 Selama pengobatan pasien tidak boleh berenang, jangan memasukan air ke
dalam telinga
 Penyakit dapat berulang, usahakan kondisi liang telinga selalu kering
b. Otitis Media Akut (oklusi tuba, hiperemi)
1) Diagnosis Banding
Otitis media serosa, otitis eksterna
2) Terapi
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Parasetamol tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Pseudoefedrin tab mg 120 No.
X S 2 dd tab I
3) Edukasi
 Pengobatan harus adekuat agar membran timpani dapat kembali normal
 Cegah ISPA
 Menghindari pajanan terhadap rokok, dll
c. Rhinitis
a) Diagnosis Banding
Rhinitis viral, rhinitis bakteri, rhinitis alergi
b) Terapi
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Parasetamol tab mg 500 No. XV
S 3 dd tab I
 R/ Pseudoefedrin tab mg 120 No.
I S 2 dd tab I
 R/ Cetirizin tab 5 No.
X S 2 dd tab I
c) Edukasi
 Jaga tubuh tetap fit
 Olahraga teratur
 Makan makanan bergizi
 Memperkecil kontak dengan orang yang telah terinfeksi
 Menutup hidung ata mulut bila bersin
d. Tonsilitis
a) Diagnosis Banding
Tonsilitis bakteri, tonsilitis fungal, tonsilitis, viral, tonsilofaringitis
b) Terapi
 R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
 R/ Parasetamol tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
c) Edukasi
 Istirahat cukup
 Jaga higine mulut
 Minum cukup
 Berhenti merokok
 Hindari makanan dan minuman yang mengiritasi
DERMATOVENEROLOGI

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik kulit


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin, membuka pakaian yang menutupi lesi
Mempersiapkan alat (senter, lup)
Melakukan inspeksi lesi (pakai senter dan lup)
Menyebutkan UKK (jenis, warna, marginasi, konsistensi, bentuk, susunan, konfluensi,
distribusi)
Mempersilahkan pasien memakai kembali bajunya
Mempersilahkan pasien kembali ke kursi
Cuci tangan
Meminta/ menjelaskan hasil pemeriksaan
Membuat diagnosis banding
Meminta pemeriksaan penunjang
Membuat diagnosis
Memberikan terapi
Edukasi
Menanyakan pasien apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

2. Diagnosis banding, penunjang, terapi, edukasi


a. Tinea
1) Pemeriksaan penunjang
Kerokan kulit, KOH
10%
2) Diagnosis banding
Kandidiasis, dermatitis numularis, dermatitis kontak
3) Terapi
 Topikal
R/ Mikonazole krim 2% tube No. I
S 2 dd u.e.
Selama 1 – 2 minggu
 Sistemik (lesi luas, kronik)
R/ Griseofulvin tab mg 500 No.
XX S 1 dd tab I p.c.
Selama 1 - 2 minggu
 Tinea Kapitis
R/ Griseofulvin tab mg 500 No.
XX S 1 dd tab I p.c.
Selama 6 – 8 minggu
 Tinea Unguium
o Melibatkan 1-2 kuku dan < 2/3
kuku R/ Siklopiroksolamin krim
tube No.I S 3 dd u.e.
o Lebih dari 2 kuku dan > 2/3
kuku Itrakonazole tab mg 200
No. XIV S 2 dd tab I
Selama seminggu tiap bulan, 2-3 bulan
 Tinea Pedis
R/ Itrakonazole tab mg 200 No.
XIV S 2 dd tab I
Selama 4 – 6 minggu
4) Edukasi
 Lama pengobatan
 Obat krim dipakai setelah mandi
 Obat griseofulvin diminum bersama makanan berlemak
 Menjaga higiene tubuh
b. Kandidiasis
1) Pemriksaan Penunjang
Kerokan kulit, KOH
10%
2) Diagnosis Banding
Tinea, dermatitis numularis, pitiriasis
3) Terapi
 Kandidiasis Kutis
R/ Nistatin krim tube No.I
S 3 dd u.e.
Atau
R/ Imidazole krim tube No.
I S 3 dd u.e.
4) Edukasi
 Jaga kebersihan tubuh
 Gunakan pakaian yang menyerap keringat
c. Pitiriasis versikolor
1) Pemeriksaan Penunjang
Kerokan kulit, KOH
10%
2) Diagnosis Banding
Vitiligo, dermatitis seboroik, pitiriasis alba
3) Terapi
 Sistemik (lesi luas)
R/ Ketokonazole tab mg 200 No.
X S 1 dd tab I
 Topikal
R/ Selenium sulfida 1,8% shampo fl.
No. I S u.c.
4) Edukasi
 Patuh pengobatan
 Jangan membiarkan kulit lembab
 Jangan memakai handuk atau baju bergantian dengan orang yang terinfeksi
d. Skabies
1) Pemeriksaan Penunjang
Kerokan kulit, KOH
10%
2) Diagnosis Banding
Pioderma, impetigo, dermatitis, pedikulosis
3) Terapi
R/ Permetrin krim 5% fl
No. I S u.c.
4) Edukasi
 Oleskan permetrin krim ke seluruh badan setelah mandi di malam hari,
biarkan sampai besok pagi
 Jangan memakai pakaian atau alat mandi bergantian dengan orang lain
 Mengobati seluruh anggota keluarga atau orang yang tinggal bersama
 Memcuci pakaian, sprei, dll dengan air panas
e. Dermatitis Kontak
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
DKA, DKI
3) Terapi
 R/ Urea krim 10% tube
No. I S 2 dd u.e.
 R/ Betametason valerat Krim 0,1% tube
No.I S 2 dd u.e.
 R/ Cetirizin tab mg 5
No. X S 2 dd tab I
4) Edukasi
 Hindari bahan yang menyebabkan alergi, iritan
 Penggunaan APD
f. Herpes Zooster
1) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tzank
2) Diagnosis Banding
Herpes simpleks, Dermatitis venenata
3) Terapi
 R/ Asiklovir tab mg 400 No.
LXX S 5 dd tab II
 R/ Salicyl talk 2%
No. I S 3 dd u.e.
4) Edukasi
 Perjalanan penyakit
 Lesi membaik 2-3 minggu
 Komplikasi neuralgia pasca-herpetik
g. Herpes Simpleks
1) Pemeriksaan Penunjang
Tzanck Tes
2) Diagnosis Banding
Impetigo vesikubulosa, ulkus genitalis pada penyakit menular seksual
3) Terapi
R/ Asiklovir tab mg 200 No.
XXXV S 5 dd tab I
4) Edukasi
 Perjalanan penyakit (rekurensi)
 Tidak melakukan hubungan seksual selama masih ada lesi
 Informasikan kepada pasangannya
 Transmisi seksual
 Penggunaan kondom untuk pencegahan IMS
h. Varicela
1) Pemeriksaan Penunjang
Tzanck tes
2) Diagnosis Banding
Variola, herpes simpleks diseminata, coxsackie virus, ricketsialpox
3) Terapi
R/ Asiklovir tab mg 400 No.
LXX S 5 dd tab II
4) Edukasi
 Edukasi bahwa penyakit ini self-limiting
 Komplikasi: infeksi sekunder
 Jaga higiene tubuh
 Isolasi
i. Morbus Hansen
1) Pemeriksaan Penunjang
BTA (slit skin smear)
2) Diagnosis Banding
Psoriasis, pitiriasis versicolor, vitiligo
3) Terapi
 Pausibasiler (lama pengobatan 6 – 9 bulan)
o Bulanan (hari pertama setiap bulannya)
 R/ Rifampisin tab mg 300 No.
II S 1 dd tab II
 R/ Dapson tab mg 100
No. I S 1 dd tab I
o Harian (hari ke 2 – 28)
R/ Dapson tab mg 100 No.
XXVII S 1 dd tab I
 Multibasiler (lama pengobatan 12 – 18 bulan)
o Bulanan (hari pertama setiap bulannya)
 R/ Rifampisin tab mg 300 No.
II S 1 dd tab II
 R/ Klofazimin tab mg 100 No.
III S 1 dd tab III
 R/ Dapson tab mg 100
No. I S 1 dd tab I
o Harian (hari ke 2 – 28)
 R/ Dapson tab mg 100 No.
XXVII S 1 dd tab I
 R/ Klofazimin tab mg 50 No.
XXVII S 1 dd tab I
4) Edukasi
 Penjelasan kepada keluarga tentang penyakit, penularan, dan pengobatan
 Minta keluarga untuk mengawasi pasien meminum obat (PMO)
 Bila ada keluarga dengan keluhan serupa, segera diperiksakan
j. Pemeriksaan Penunjang Kulit
1) Pemeriksaan KOH
 Informed conscent
 Siapkan alat: handscoon, object glass, deck glass, cawan, skalpel, KOH 10 -
30%, lidi kapas, kapas alkohol
 Cuci tangan
 Pakai handscoon
 Bersihkan area dengan kapas alkohol
 Kerok tepi lesi yang aktif satu arah, tampung di cawan
 Teteskan KOH di object glass, ambil lidi kapas, basahi dengan KOH di object glass
 Ambil kerokan di cawan dengan lidi kapas tersebut, campurkan di objek glass
 Tunggu 2-3 menit untuk kulit, 7 menit untuk rambut, 10 menit untuk kuku
 Tutup dengan deck glass, periksa dengan mikroskop
2) Pemeriksaan Gram
 Informed conscent
 Siapkan alat: handscoon, object glass, lidi kapas, spiritus, gentian violet,
lugol, alkohol 96%, safranin
 Cuci tangan pakai handscoon
 Ambil sekret dengan lidi kapas, swab di object glass
 Fiksasi di atas api, lewatkan sebanyak 3x
 Tuang gentian violet 1 menit
 Tuang lugol 1 menit, buang
 Cuci dengan air mengalir
 Tuang alkohol 96% 1 menit, cuci
 Tuang safranin 1 menit, cuci
 Keringkan
 Periksa dengan mikroskop
3) Pemeriksaan Tzanck
 Informed conscent
 Siapkan alat: handscoon, object glass, skalpel, alkohol 96%, giemsa, spiritus
 Cuci tangan
 Pakai handscoon
 Pecahkan vesikel, kerok dasar kulit, swab di object glass
 Fiksasi di atas api, lewatkan sebanyak 3x
 Rendam dalam alkohol 96% selama 5 menit, cuci
 Tuangkan giemsa 30 menit, cuci
 Keringkan, periksa dengan mikroskop
4) Pemeriksaan Slit Skin Smear
 Informed conscent
 Siapkan alat: handscoon, object glass, spiritus, skalpel, kapas alkohol,
larutan fuschin, asam alkohol 1%, metilen blue
 Cuci tangan
 Pakai Handscoon
 Bersihkan area dengan kapas alkohol
 Cubit agak keras area yang akan diambil sampel agar tidak berdarah
 Buat sayatan panjang 5 mm dalam 2 mm
 Kerok dasar kulit dengan plasmanya
 Swab di objek glass, lewatkan di atas api sebanyak 3x
 Bersihkan skalpel dengan alkohol, lewatkan di atas api
 Ulangi langkah 5-7
 Swab di sebelah apusan sebelumnya, fiksasi di atas api
 Teteskan larutan fuschin, difiksasi di atas api, ulangi sebanyak 3 kali dalam 5 menit
 Bilas dengan air mengalir
 Teteskan asam alkohol selama 10 detik, bilas
 Beri metilen blue 2 menit, bilas
 Keringkan
 Periksa di bawah mikroskop
PSIKIATRI

1. Pemeriksaan status mental


No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Riw. Psikoseksual
Riw. Kehidupan pribadi (lahir, anak-anak, remaja, dewasa)
Genogram
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Mental
Kesan umum (penampilan, psikomotor, sikap terhadap pemeriksa)
Kesadaran (kualitatif, kuantitatif)
Pembicaraan (logorhea, flight of idea, asosiasi longgar)
Alam perasaan (mood, afek, keserasian)
Gangguan persepsi (ilusi, halusinasi, derealisasi, depersonalisasi)
Gangguan bentuk pikir (realistik/ non realistik)
Gangguan isi pikir (waham)
Orientasi (orang, waktu, tempat, situasi)
Daya ingat: masa lalu (peristiwa waktu anak-anak), jauh (peristiwa beberapa bulan lalu),
dekat (peristiwa beberapa hari lalu)
Konsentrasi dan perhatian (mengulangi angka maju mundur, mengulangi tiga kata,
menghitung mundur dari 100 sampai 90)
Membaca dan menulis (pasien diminta membaca, menulis kalimat, mencontoh gambar,
mengartikan peribahasa sederhana)
Kemampuan visuospasial (menghitung uang kembalian)
Pikiran abstrak
Pengendalian impuls
Pertimbangan
Tilikan
Reliabilitas
6. Cuci tangan
7. Membuat diagnosis:
Axis I : gangguan klinis
Axis II: ciri kepribadian
Axis III: kondisi medik
umum Axis IV: masalah
psikososial
Axis V: GAF
8. Memberikan terapi
9. Edukasi
10. Menanyakan ada yang ingin disampaikan atau ditanyakan
11. Terima kasih, jabat tangan, semoga lekas sembuh

Anda mungkin juga menyukai