DAFTAR ISI
Interna....................................................................................................................................3
Pediatri.................................................................................................................................82
Bedah..................................................................................................................................101
Obsetri-Ginekologi............................................................................................................124
Anestesiologi.....................................................................................................................151
Oftalmologi.........................................................................................................................158
THT-KL................................................................................................................................175
Dermatovenerologi............................................................................................................194
Neurologi............................................................................................................................215
Psikiatri...............................................................................................................................227
Forensik dan Medikolegal.................................................................................................239
Ilmu Kesehatan Masyarakat..............................................................................................256
JKN dan BPJS....................................................................................................................279
OSCE...................................................................................................................................284
INTERNA
ENDOKRINOLOGI
1. Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme
Tirotoksikosis: manifestasi klinis akibat peningkatan hormon tiroid dalam darah
Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang diakibatkan oleh hiperaktifitas kelenjar tiroid.
Indeks Wayne >19.
Pemeriksaan TSH, FT3, dan FT4
Diagnosis TSH FT FT4
3
Bukan hipertiroidsime N N N
TSH secreting pituitary adenoma
N/↑ ↑ ↑
Thyroid hormone resistance syndrome
Hipertiroidisme Subklinik ↓ N N
Hipertiroidisme ↓ ↑ ↑
Hashimoto’s Disease
o Penyebab paling sering dari hipotiroidisme
o Penyakit autoimun terhadap jaringan tiroid
o Struma difus
Hipotiroid pada kehamilan
o Hormon tiroid pada janin mulai terbentuk setelah minggu ke 11
o Pada kehamilan antibodi dapat melewati plasenta. Jika ibu menderita
penyakit hashimoto, maka fetus akan mengalami hipotiroid
o Hormon tiroid dibutuhkan untuk perkembangan kognitif fetus
Hipotiroid pada bayi (Kretinisme)
o Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
o Malas makan
o Prolonged neonatal jaundice
o Hernia umbilicalis
o Lidah menonjol keluar
o Keterlambatan pertumbuhan tulang
o Retardasi mental
Penatalaksanaan : Levotiroksin
Koma Miksedema
o Pemicu: wanita usia lanjut, infeksi, paparan udara dingin, obat-obatan,
gangguan metabolik
o Tampilan klinis: riwayat hipotiroid lama, hipotermia berat (< 27° C), bradikardi,
gagal nafas, penurunan kesadaran
o Penatalaksanaan: hormon tiroid IV
3. Goiter Non-toxic
Merupakan pembesaran kelenjar tiroid tanpa disertai gejala tirotoksikosis /
hipertiroidisme
Paling banyak diakibatkan karena defisiensi iodium, dan menjadi endemik di
daerah yang tanahnya kurang mengandung iodium.
Terapi:
o Jika tidak terdapat gejala, tidak perlu diberikan terapi
o Jika menimbulkan gejala obstruktif pada trakhea atau esofagus atau
vena jugular, maka goiter diterapi dengan radioaktif iodin terapi atau
dengan pembedahan (lebih cepat menghilangkan gejala obstruksi)
4. Hiperparatiroidisme
Hormon paratiroid berfungsi untuk meningkatkan kadar kalsium darah dengan
melepaskan kalsium dari tulang , meningkatkan resorbsi kalsium di ginjal, dan
peningkatan produksi calcitrion yang dapat meningkatkan absorbsi kasium di
usus.
Hiperparatiorid primer : 80 % disebabkan adenoma
Hiperparatiroid sekunder: gagal ginjal kronik, defisiensi vitamin D
Tampilan klinis:
o Letargi, lelah, depresi, neurosis, konstipasi, mual, muntah
o Hiperkalsemia
o Osteoporosis, osteomalasia
o Nefrolithiasis
Penatalaksanaan:
o Estrogen (hambat resorpsi tulang)
o Calcitonin (hambat aktifitas osteoklas)
o Bhiposponate
o Vit. D
5. Hipoparatiroidisme
Etiologi
Sering terjadi setelah operasi tiroidektomi karena diduga terjadi hipoksia dari
glandula paratiroid
Tampilan klinis:
o Hipokalsemia
o Keram otot, paraestesi, kejang, nefrolitiasis
Penatalaksanaan:
Kalsium oral dan vitamin D
6. Diabetes Melitus
a. Klasifikasi
DM tipe 1 (90% autoimun) : defek insulin absolut
DM tipe 2: resistensi insulin
DM gestasional: pertama kali menderita DM saat hamil
b. Diagnosis
Gejala klasik DM: polifagia (sering lapar), polidipsi (sering haus), poliuria
(banyak buang air kecil), penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
Kriteria diagnosis DM:
Gejala klasik DM
ditambah:
o Gula Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
o Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl
Atau Gula Darah 2 Jam Post Prandial (GDPP) setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
≥ 200 mg/ dl
Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Kadar GDP 100 – 125 mg/ dl
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Kadar GDPP setelah TTGO 140 – 199
mg/dl
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) : diberikan beban glukosa 75 gram kemudian
2 jam kemudian di cek gula darah
Diagnosis DM dengan kriteria HbA1C ≥ 6,5% di Indonesia belum dapat
digunakan secara nasional karena standarisasi laboratorium belum baik
c. Penatalaksanaan
Modifikasi gaya hidup
Farmakologi
o DM tipe I : insulin
o DM tipe II:
Golongan Cara Kerja Keterangan
Sulfonilurea , ex: Meningkatkan sekresi insulin: First line untuk DM tipe 2 non-obese
Tolbutamid Stimulasi reseptor pada Diberikan 15-30 menit sebelum makan
Chlorpropamide permukaan sel B dengan Efek samping: hipoglikemia dan
Glibenclamid cara memblok kanal K+ penurunan berat badan
dan
Glimepirid Glikuidon€ bagus untuk DM +
membuka kanal Ca+
gangguan ginjal karena bisa
Glikuidone
dieksresikan di hepar
Glipizid
Glipizid€ bagus untuk DM + obesitas
Glikazid
Glikazid € bagus untuk DM + riwayat
PJK karena mempunyai efek anti
aggregasi trombosit
Menghambat pencernaan
kompleks karbohidrat
Menghambat absorbsi
Exenatide, Liraglutide Inhibitor DPP – IV Diberikan sesaat sebelum makan
Insulin Diberikan pada:
o Penurunan BB cepat
o HHS, DKA
o Gagal dengan kombinasi OHO
o Kehamilan
o Gangguan fungsi ginjal dan hepar
o Stres berat (infeksi sistemik,
operasi, stroke, AMI)
d. Kegawatdaruratan
Diabetik Ketoasidosis (DKA) atau KAD
o Trias : hiperglikemik (GD > 250 mg/dl) , asidosis (pH arteri < 7.3),
Ketonuria. Tambahan: anion gap ↑ , HCO3 <15 mEq (rendah)
o Tampilan klinis: nafas kusmaul, dehidrasi, hipovolemia, syok, nafas
bau aseton
o Lebih sering pada penderita DM tipe 1
o Riwayat berhenti suntin insulin, demam, infeksi, gastroparesis
o Penatalaksanaan: rehidrasi, insulin, bicarbonat, koreksi kalium
Hiperglikemik Hiperosmolar State (HHS) atau HONK
o Kriteria: hiperglikemik (GD > 600 mg/dl), Hiperosmolar (osmolaritas serum ≥
320 mOSm/kg), dehidrasi, gangguan kesadaran, ketoasidosis ( - )
o Tampilan klinis: kehausan, produksi urin meningkat, infeksi, riw. konsumsi
diuretik, riw. konsumsi alkohol
o Penatalaksanaan: rehidrasi, insulin, koreksi kalium
Hipoglikemia
o Kriteria: Hipoglikemik (GD < 60 mg/dl atau 80 mg/dl dengan gejala
klinis), gejala hipoglikemik (lemas, lapar, mual, keringat dingin,
gangguan kesadaran), membaik setelah dilakukan koreksi glukosa
plasma
o Tatalaksana:
Sadar
Berikan gula murni 30 gram
Pertahankan GDS sekitar 200 mg/dl
Tidak Sadar
D 40% 2 flakon (50 ml) bolus IV
Infus D 10% 6 jam / kolf
Periksa GDS:
< 50 mg/dl € bolus D 40% 50 ml IV
< 100 mg/dl € bolus D 40% 25 ml IV
Periksa GDS
< 50 mg/dl € bolus D 40% 50 ml IV
< 100 mg/dl € bolus D 40% 25 ml
100 – 200 € tidak usah berikan D 40
> 200 € ganti infus D 10 dengan NaCl 0,9%
Monitor setiap 2 jam
Penggunaan insulin reguler SC
Gula darah Dosis Insulin
<200 0
200-250 5 unit
250-300 10 unit
300-350 15 unit
>350 20 unit
Mikrovaskuler
Retinopati, neuropati, macular edema, katarak, galukoma
Neuropati
Sensorik, motorik, autonomik
Makrovaskuler
ACS, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit cerebrovaskuler
Nefropati DM
Kriteria: DM > 5 tahun, retinopati diabetikum, macroalbuminuria (> 300
mg/dl/24 jam dalam 3-4x pemeriksaan selang 2 minggu) tanpa penyebab
albuminuria lainnya. OAD sebaiknya glikuidon karena tidak diekskresikan
di ginjal.
Gastrointestinal
Diare, gastroparesis
Genitourinari
Disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde
Ulkus Diabetikum
Angiopati: ganggren kering, pulsasi arteri dorsali pedis (-), sensibilitas (+)
Neuropati: ganggren basah, pulsasi arteri dorsalis pedis (+), sensibilitas (-)
7. Menghitung Jumlah Kalori Basal
a. Jumlah Kalori Basal per Hari
Laki-laki: 30 kal/kgBB idaman
Perempuan: 25 kal/kgBB idaman
b. Menghitung Berat Badan Idaman
BB idaman = (TB – 100) – 10%
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm tidak dikurangi 10%
BB kurang: < 90% BB idaman
BB normal: 90 – 100 % BB idaman
BB lebih: 110 – 120% BB idaman
Gemuk: >120% BB idaman
c. Penyesuaian
BB gemuk: - 20% kal
BB lebih: -10% kal
BB kurang: +20% kal
Umur >40 tahun: -5% kal
Stres metabolik (infeksi, operasi): + 10-30% kal
Aktifitas ringan: + 10% kal
Aktifitas sedang: + 20% kal
Aktifitas berat: + 30% kal
Hamil trimester I,II: + 300 kal
Hamil trimester III/laktasi: + 500 kal
d. Komposisi Makanan yang Dianjurkan
Karbohidrat: 45- 65%
Protein: 15- 20%
Lemak: 20- 25%
8. Diabetes Insipidus
a. Definisi
Kondisi volume urin yang banyak (>3 L/hari) karena gangguan resorbsi air oleh
ginjal yang disebabkan penurunan ADH oleh hipofisis posterior (DI sentral) atau
gangguan respon ginjal terhadap ADH (DI perifer)
b. Tampilan klinis
Gejala: poliuria, polidipsia, dehidrasi, gejala hipernatremia
Osmolalitas urin normal 300 – 450 mOSM/kg
Osmolalitas urin pada DI 50-150 mOSM/kg (urin tidak terkonsentrasi)
Deprivation test (diberikan desmopresin):
Normal Osmolalitas urin >600 mOSM/kg
Kemampuan mengkonsentrasikan urin
normal
Polidipsia primer Osmolalitas urin 400-600 mOSM/kg
Urin terkonsentrasi, kemampuan
mengkonsentrasikan urin berkurang)
DI Sentral Osmolalitas urin naik (> 600
mOSM/kg) setelah pemberian
desmopressin
DI nefrogenik Osmolalitas urin tidak naik setelah
pemberian desmopresin
c. Penatalaksanaan
- diet rendah garam
- atasi penyebab
- Indometachin, chlorprompamide
9. Dislipidemia
Peningkatan kadar kolesterol total (200 mg/dl) , LDL (>130 mg/dl), trigliserid (>250
mg/dl), serta penurunan HDL (<40 mg/dl)
Kategori risiko untuk menentukan sasaran LDL
Obat hipolipidemik
Golongan Cara Kerja Efek
Statin, ex: Menghambat sintesis kolesterol di Efektif menurunkan kadar LDL
Simvastatin hepar Efek samping jarang
Asam Fibrat, ex: Meningkatkan aktifitas lipoprotein Menurunkan trigliserid,
Gemfibrozik lipase meningkatkan HDL
Menghambat produksi VLDL di Efek samping jarang
hepar
Meningkatkan aktifitas reseptor LDL
Asam Nikotinat, Menurunkan produksi VLDL di hepar Menurunkan LDL, trigliserid,
ex:
meningkatkan HDL
Niaspan
Efek samping banyak : gangguan GIT,
gatal, flushing, hiperglikemia,
hiperurisemia
Resin pengikat Mengikat asam empedu di usus Menurunkan kolesterol total, LDL
asam empedu, ex: Menghambat resirkulasi asam HDL naik sedikit
Kolestriramin empedu di siklus enterohepatik Kontraindikasi pada hipertrigliserid:
Peningkatan konversi kolesterol dapat meningkatkan trigliserid dan
menjadi asam empedu menurunkan HDL
Penghambat Menghambat absorbsi kolesterol dari Menurunkan LDL
absorbsi kolesterol, lumen usus ke enterosit
ex: Tidak mempengaruhi absorbsi
Ezetimibe trigliserid, asam lemak, asam
empedu,
dan vitamin larut lemak
10. Sindrom Metabolik
Minimal 3 dari 5 kriteria dibawah ini:
Obesitas sentral (lingkar pinggang ≥ 102 cm pada laki-laki, ≥ 88 cm pada wanita)
Peningkatan Trigliserid (≥ 150 mg/dl) , penurunan HDL (< 40 mg/dl pada laki-laki,
< 50 mg/dl pada wanita)
Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg
Kadar glukosa darah puasa >110 mg/dl
Resistensi insulin
11. Sindrom Cushing
Etiologi
Peningkatan kadar glukokortikoid. Biasanya karena penggunaan steroid
jangka panjang. Jika terdapat adenoma hipofisis yang menyebabkan
peningkatan ACTH disebut Cushing Disease
Tampilan klinis
o Peningkatan berat badan, akne, amenore, penurunan libido,
o Moon face, buffalo hump, memar, striae, kulit tipis, fraktur patologis,
proksimal miopati
o Yang membedakan dengan obesitas adalah penurunan protein (kulit
tipis, mudah memar, dan proximal weaknes)
12. Penyakit Addison
Etiologi
Defisiensi glucocorticoid dan mineralcorticoid karena destruksi atau disfungsi
glandula adrenal. Biasanya autoimun. Lebih banyak terjadi pada wanita usia 30 –
50 tahun.
Tampilan klinis
o Penurunan berat badan, tampak kurus, pigmentasi, rambut rontok
o Penurunan kadar kortisol, hormon kelamin, aldosteron
o Hiponatremia, hipokalemia, hipoglikemia, hiperkalsemia, ACTH / MSH ↑
Penatalaksanaan
Steroid replacement therapy
Krisis Addison
o Pemicu: infeksi, pembedahan, luka bakar, kehaminal, steroid withdrawal
o Tampilan klinis: syok yang tidak diketahui penyebabnya, membaik
dengan resusitasi cairan. Hipertermia / hipotermia. Mual, muntah, nyeri
pinggang.
o Penatalaksanaan: Resusitasi cairan, hidrokortison
PULMONOLOGI
13. Bronkiektasis
a. Etiologi
Paling sering infeksi, aspirasi, penyakit jaringan ikat, dll
b. Tampilan klinis
Keluhan: batuk berdahak hampir setiap hari selama lebih dari satu bulan,
bisa terdapat hemoptisis bila terjadi infeksi, sesak nafas, nyeri dada,
wheezing, demam, penurunan berat badan
Khas sputum berwarna seperti karat atau sputum 3 lapis.
Gambaran Rontgen thoraks tampak Honeycomb Appearance
c. Penatalaksanaan
Bronkodilator, mukolitik, kortikosteroid inhalasi, antibiotik
14. Bronkhitis Akut
a. Definisi
Peradangan pada bronkus yang ditandai dengan batuk yang berlangsung kurang
dari 3 minggu. Disebabkan oleh virus (paling sering), bakteri, atau paparan zat
iritan.
b. Klinis
Faringitis diikuti oleh batuk (dapat batuk kering atau berdahak, dapat pula
berdarah)
Wheezing dan Ronkhi Basah Kasar
Demam (jarang sampai lebih dari 40°C)
Rontgen thoraks dapat normal atau tampak gambaran corakan
bronkovesikuler meningkat
c. Penatalaksanaan
Oksigenasi
Antitusif
Ekspektoran
Bronkhodilator
Antibiotik
15. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
a. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial.
Terdiri dari bronkitis kronik dan atau emfisema.
Bronkitis kronik: batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun
sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut tanpa disebabkan penyakit lain.
Emfisema: kelainan anatomis berupa pelebaran rongga udara distal
bronkhiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
b. Tampilan klinis
Anamnesis
o Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
o Sesak dengan atau tanpa mengi
o Riwayat paparan kronik rokok, zat iritan
PF
o Pursed lip breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
o Barrel chest (diameter antero-posteriol dan transversal sebanding)
o Penggunaan otot bantu nafas
o Pelebaran sela iga
o Bisa terjadi gagal jantung kanan (JVP meningkat, edema tungkai)
o Pink puffer (kurus, kulit kemerahan, pernafasan pursed lip) , khas
pada emfisema
o Blue bloater (gemuk, sianosis, edema tungkai, RBH di basal paru),
khas pada bronkhitis kronik
o Fremitus melemah, perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang, ronkhi,
wheezing, suara jantung menjauh
o Eksaserbasi: sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan
warna sputum
Penunjang
o Spirometri : FEV1 < 80
o Uji Bronkodilator <20%
o Rontgen thoraks:
Emfisema: hiperinflasi, hiperlusen, sela iga melebar, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(pendulum)
Bronkhitis kronik: corakan bronkovaskuler meningkat
Klasifikasi
o Derajat I / ringan: gejala tidak sering, VEP >80%
o Derajat II / sedang: sesak saat aktifitas, VEP <80%
o Derajat III / berat : sesak lebih berat, eksaserbasi sering, penurunan
kualitas hidup, VEP <50%
o Derajat IV / sangat berat: gejala gagal nafas dan ketergantungan oksigen,
VEP <50%
c. Penatalaksanaan
o Stop rokok atau paparan
o Bronkodilator (ipatropium bromide dan atau salbutamol)
o Steroid inhalasi
o Oksigen
o Antibiotik (amoxiclav, doksisiklin, sefalosporin)
16. Asma
a. Tampilan klinis
Riwayat atopik / riwayat keluarga asma/alergi, ada pemicu, reversibel
Sesak nafas episodik, batuk berdahak yang memburuk pada malam
hari, mengi
Tanda patognomonis: Sesak nafas, mengi, digunakannya otot bantu nafas
Black Books for UKMPPD 17
b. Klasifikasi
Derajat asma
c. Tatalaksana
Pelega (reliever)
Saat serangan akut
Agonis beta-2 kerja singkat (salbutamol, fenoterol, terbutalin. ES:
rangsang kardiovaskuler, tremor, hipokalemia), kortikosteroid sistemik
(predsinon. Digunakan jika reliever yang lain tidak ada perbaikan),
antikolinergik (ipatropium bromide), metilsantin (aminofilin), adrenalin
Pengontrol (controler)
Sebagai pengontrol jangka panjang
Kortikosteroid inhalasi (budesonid, flutikason), kortikosteroid sistemik
(prednison), sodium kromoglikat, nedokromil sodium, metilsantin (teofilin),
agonis beta-2 kerja lama inhalasi (salmeterol, formeterol) dan oral,
leukotrien modifier (zileuton), antihistamin 1
d. Evaluasi
Spirometri Tujuan untuk diagnosis, klasifikasi, menilai respon
pengobatan secara objektif. Dilakukan saat awal kunjungan, awal
pengobatan, monitor 1 tahun sekali.
Arus puncak ekspirasi (APE) bertujuan untuk klasifikasi, respon pengobatan
saat serangan akut, deteksi perburukan, respon pengobatan jangka
panjang. Dilakukan saat serangan akut di IGD, saat kontrol, dan
pemantauan mandiri sehari-hari di rumah
Asthma Control Test bertujuan untuk penyesuaian tatalaksana. Test
dilakukan dengan kuesioner. Skor < 19 perlu peningkatan terapi.
Level of Asthma Control:
o Controlled
Muncul gejala < 2x /minggu. Tidak ada gangguan aktifitas.
o Partly controlled
Muncul gejala lebih dari 2x /minggu. Ada gangguan aktifitas
o Uncontrolled
Eksaserbasi minimal 1x /minggu
e. Serangan Asma
Derajat serangan
o Ringan
Bisa bicara kalimat utuh, sesak saat
berjalan. Penatalaksanaan:
Jika dalam 1 kali nebulisasi € membaik
Observasi 1-2 jam € respon bertahap € pulang
Dibekali B-agonis (inhalasi / oral) tiap 4-6 jam
Jika dalam 2 jam gejala timbul kembali € derajat sedang
o Sedang
Bicara berupa frasa (beberapa kata).
Penatalaksanaan:
Jika 2-3 kali nebulisasi € incomplete respon
Rawat inap
Kortikosteroid oral (metilprednisolon 0,5-1 mg/KgBB/hari selama 3-5
hari)
o Berat
Bicara hanya satu kata, duduk
ditopang. Penatalaksanaan:
Jika 3 kali nebulisasi € tidak ada respon
Berikan Oksigen 2-4 lpm termasuk saat nebulisasi
Steroid intravena (0,5 – 1 mg/KgBB/hari) diberikan 6-8 jam
Nebulisasi: Beta agonis + antikolinergik + O2 dilanjutkan tiap 1-2
jam. Bila membaik dikurangi menjadi tiap 4-6 jam
Aminofilin IV
Jika membaik, berikan nebulisasi tiap 6 jam selama 24 jam. Ganti
steroid dan aminofilin menjadi oral
Jika dalam 24 jam stabil € pulangkan, bekali B-agonis (inhalasi/oral) +
steroid oral
Pertimbangkan ICU
17. Tuberkulosis
a. Etiologi
M. tuberculosis
b. Tampilan klinis
Keluhan: batuk berdahak > 2 minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri
dada, demam, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan,
berkeringat di malam hari, atau ada gejala TB ekstra paru
PF: suara nafas bronkhial, ronkhi basah kasar di apex, amforik
Pemeriksaan BTA (bakteri tahan asam atau Acid Fast Bacill (AFB)) SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu), dengan pengecatan Ziehl Nelsen
Rontgen Thoraks: tampak kavitas atau infiltrat
Black Books for UKMPPD 21
c. Diagnosis
d. Tipe Kasus
Kasus Baru
Penderita belum pernah mendapat OAT atau pernah mendapat OAT kurang
dari satu bulan.
Kasus Kambuh (relaps)
Pernah mendapat pengobatan TB lengkap dan dinyatakan sembuh
kemudian berobat kembali dengan hasil pemeriksaan BTA positif
Kasus Setelah Putus Berobat (Default)
Telah mendapat pengobatan minimal satu bulan namun putus obat selama
dua bulan lebih dengan BTA positif
Kasus Gagal (Failure)
Penderita BTA positif yang masih positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke 5
Kasus Pindah
Penderita yang sedang mendapat pengobatan OAT namun pindah ke
kabupaten / kota lain
Kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah selesai pengobatan
kategori 2 dengan pengawasan yang baik
Bekas TB
Tidak ada tanda TB, BTA negatif, hanya ada fibrosis pada rontgen thoraks
e. Penatalaksanaan
Kategori 1 (2RHZE / 4H3R3)
o Kasus baru BTA positif
o BTA negatif, rontgen thoraks positif
o TB ekstra paru
o Jika pada akhir fase intensif (2RHZE) BTA masih positif, diberikan
OAT sisipan (1RHZE)
Kategori 2 (2RHZES/ RHZE/ 5H3R3E3)
o Pasien kambuh
o Pasien gagal
o Pasien dengan pengobatan setelah putus obat
f. Evaluasi sputum dilakukan pada akhir fase intensif, 1 bulan sebelum pengobatan
berakhir, dan saat pengobatan berakhir
g. TB pada anak
Menggunakan scoring TB anak
Parameter 0 1 2 3
Kontak Tb Tidak Jelas Laporan BTA positif
keluarga BTA
negatif atau
BTA tidak
jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm,
atau ≥ 5 mm
pada keadaan
immunokompromais
Status Gizi Bawah garis Klinis gizi
merah KMS atau buruk (BB/u
BB/U <80% <60%)
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab yang jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1 cm, jumal >
KGB 1, tidak nyeri
Pembengkakan Ada
tulang / sendi pembengkakan
Foto thoraks Normal / Kesan TB
tidak jelas
Jumlah
18. Pneumonia
a. Etiologi
Bakteri, virus, jamur, parasit, kecuali M. Tuberculosis. Onset akut biasanya S.
pneumoniae. Pada orang tua atau immunokompromais Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter, jamur.
b. Klasifikas
Pneumonia komuniti
Pneumonia nosokomial
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita immunokompromais
c. Tampilan Klinis
Keluhan
Demam, menggigil, suhu tubuh dapat >40° C, batuk dengan dahak
purulen / mukoid kadang disertai darah, sesak, nyeri dada
PF
Bagian sakit tertinggal saat bernafas, fremitus mengeras, perkusi
redup, auskultasi terdengar suara bronkovesikuler sampai bronkhial, ronkhi
basah halus hingga ronkhi basar kasar
Penunjang
o Rontgen thoraks: konsolidasi/ infiltrat dengan air bronkhogram,
biasanya lobaris. Pada bronkopneumonia tampak infiltrat bilateral.
Pneumonia
Bronkhopneumonia
o Leukositosis (AL > 10.000)
d. Penatalaksanaan
Golongan penisilin, beta laktam, sefalosporin, fluorokuinolon
19. Pneumothoraks
a. Definisi
Terdapatnya udara bebas dala rongga pleura, dapat primer (tidak ada
riwayat penyakit / trauma), dan sekunder (riwayat penyakit / trauma, biasanya
disebakan pecahnya bullae akibat TB).
b. Tampilan Klinis
Sesak, riwayat trauma / penyakit sebelumnya
Pengembangan dada tidak simetris, fremitus menurun, perkusi hipersonor,
suara nafas menurun
Rontgen thorkas: tampak daerah lusen, tampak pleural line
Black Books for UKMPPD 28
Pneumothoraks sinistra
c. Penatalaksanaan
WSD / chest tube (di SIC V antara linea axilaris anteroir dan linea axilaris media)
20. Efusi Pleura
a. Definisi
Terisinya rongga pleura oleh cairan. Normalnya hanya 1 ml cairan pleura.
Tipe: hidrothoraks (terisi cairan), hemothoraks (terisi darah), Empiema (terisi
pus), chylothorax (terisi cairan limfe)
b. Klinis
Keluhan
Sesak (biasanya > 500 ml), nyeri dada, gejala lain sesuai penyebab
PF:
Pengembangan dada asimetris, fremitus menurun, perkusi redup, suara
nafas menurun, egofoni, pleural friction rub, mediastinal shifting
Penunjang
Pada rontgen thoraks didapatkan sudut kostofrenikus tumpul
GASTROENTEROHEPATOLOGI
24. Esofagitis
Terdiri dari reflux esophagitis, infectious esophagitis, pill esophagitis, eosinophilic
esophagitis
Tampilan klinis: disfagia, odinofagia, heartburn, mual, muntah
Gambaran radiologi: cobble-stone appearance
25. Akalasia
Sfingter esofagus tidak bisa relaksasi
Gejala berupa kesulitan menelan
26. Penyakit Refluks Gastroesofagus dan Laringo-pharyngeal Reflux
Disebabkan karena sfingter esofagus menutup tidak adekuat sehingga
menyebabkan refluks asam lambung
Faktor risiko: usia > 40 tahun, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol, coklat,
makanan berlemak, nitrat, teofilin, verapamil, pakaian ketat, sering mengangkat
berat
GERD: heart burn
LPR: suara serak, rasa mengganjal di tenggorokan
Penatalaksanaan:
o PPI (omeprazole)
o Modifikasi faktor risiko
o Makan teratur, porsi sedikit tapi sering, tidur minimal 2 jam setelah makan
27. Dispepsia
Menurut ROMA III:
o Adanya 1 atau lebih keluhan rasa cepat penuh setelah makan, cepat kenyang,
nyeri ulu hati / epigastrik, rasa terbakar di epigastrium
o Tidak ada bukti kelainan struktural / organik
o Keluhan minimal terjadi 3 bulan
Alarm Symptom
o Usia > 55 tahun atau dispepsia onset baru
o Penurunan BB yang tidak jelas sebabnya
o Disfagia atau odinofagia
o Anemia
o Muntah persisten
o Teraba massa atau adanya limfadenopati
o Jaundice
o Hematemesis melena
Drug Induced Dyspepsia
NSAID, CCB, Bifosfonat, Kalium, eritromisin, metronidazole, akarbose
Penatalaksanaan
o Jika ada alarm simptom € endoskopi (EGD/ esofagogastroduodenoskopi))
o PPI (omeprazole)
o Tes H. pylori dengan urea breath test atau dengan antigen H. pylori.
Jika positif tatalaksana dengan PAC (PPI + amoksisilin + clarytromisin)
atau PMC (PPI + metronidazole + clarytromisin)
28. Ulkus Peptikum
Etiologi
H. pylori.
Tampilan klinis: nyeri epigastrium berulang, dipengaruhi makanan
PF: nyeri tekan epigastrium
Lokasi
o Ulkus gaster: makanan memicu nyeri dengan segera
o Ulkus duodenum: nyeri berkurang dengan makanan, beberapa jam
kemudian baru timbul nyeri
Penunjang: endoskopi (EGD) € ulkus
Penatalaksanaan
PPI , Anti-histamin 2, jika ada H. pylori tatalaksana dengan PAC atau PMC
Diagnosis Banding: gastritis erosif, dari pemeriksaan EGD € erosi mukosa
29. Kolesistitis, Kolelitiasis, Kolangitis, Koledokolelitiasis
Diagnosis Nyeri Kolik Murphy Sign Demam Ikterik
Kolelitiasis / kolesistolitiasis
+ - - -
Batu pada kantung empedu
Koledokolelitiasis
+ - - +
Batu pada duktus koledokus
Kolesistitis
+/- + + (low) -
Radang pada kantung empedu
Kolangitis
+/- + + (high) +
Radang pada duktus koledokus
Akut: HBsAg (+), IgM Anti-HBc (+), Anti HBc (+), Anti-HBs (-)
Window period: HBsAg (-), Anti-HBc (+), Anti-HBs (-)
Sembuh: HBsAg (-), Anti-HBs (+), Anti-HBc (+), Anti-HBe (+)
Hepatitis kronis: HBsAg (+), HBeAg (+), IgG Anti-HBc (+), Anti-HBe
(-), IgM Anti-HBc (-), Anti-HBs (-)
Carrier: HBsAg (+), HBeAg (+), Anti-HBc (+), Anti-HBe (+), Anti-HBs (-)
Imunisasi: Anti-HBs (+), Anti-HBc (-), Anti-Hbe (-)
o Hepatitis C : Anti HCV
Membedakan akut dan kronik
LFT Hepatitis Akut Hepatitis Kronik
SGOT / SGPT <1 >1
Bilirubin direk ↑↑ ↑
Bilirubin Indirek ↑ ↑
o SGOT ↑ pertanda kronik, SGPT ↑ pertanda akut
o Kronik: rasio albumin / globulin < 1
d. Penatalaksanaan
Bed rest total
Diet TKTPK
Roborantia
31. Hepatoma / Hepatocelluler Carcinoma
a. Etiologi
Primer
Sekunder : HBV, HCV
b. Tampilan Klinis
Riwayat merongkol perut dan pertumbuhan progresif
Hepatomegali, berbenjol-benjol, nyeri tekan
USG: nodul, disarsitek
AFP meningkat (>15)
Biopsi
c. Penatalaksanaan
Bed rest
Diet TKTP
Roborantia
Lobektomi
Sitostatik
32. Sirrosis Hepatis
Tampilan klinis: sklera ikterik, spider nevi, ginecomastia, atropi testis, palmar eritem,
varises esofagus, splenomegali, kolateral dinding perut, ascites, hemoroid
Pemeriksaan Fisik: hepar teraba keras, ukuran mengecil, permukaan rata
SGOT > SGPT, Gamma GT ↑, ALP ↑, bilirubin ↑, hipoalbuminemia
Komplikasi: ensefalopati hepatik (kelebihan amonia, penurunan kesadaran),
pecah varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, ascites permagna,
endotoxemia
33. Pankreatitis Akut
a. Etiologi
Batu empedu (tersering), alkohol, obat-obatan (estrogen, asam valproat), infeksi
b. Klinis
Keluhan: nyeri abdomen, mual, muntah, distensi abdomen, demam, ikterik
PF: nyeri tekan epigastrium, Cullen’s Sign, Turner’s Sign
Cullen’s Sign: warna kebiruan di sekitar umbilikus akibat hemoperitoneum
Turner’s Sign: warna blue-red-purple / green brown pada panggul akibat
katabolisme jaringan tersebut
Amilase dan lipase meningkat > 3x
c. Tatalaksana
Puasakan
Pasang NGT
Antibiotik spektrum luas
34. Karsinoma Pankreas
Faktor risiko: laki-laki usia > 40 tahun, diet tinggi protein dan lemak, alkohol,
DM, pankreatitis kronik
Klinis: ikterik, nyeri epigastrium, gejala obstruksi akibat kanker menekan
duodenum
PF: massa di epigastrium, distensi dan pembesaran kantung empedu yang tidak
nyeri (Courvoiser;s sign)
35. Diare Akut
Dilihat berdasarkan patogen
a. E. Coli
Gram negatif, anaerobik fakultatif, bentuk batang, bisa ditemukan di intestinal
distal. Pada biakan di agar Mc Conkey didapatkan pertumbuhan koloni
bundar, halus, memfermentasi glukosa.
Entetotoxin E. coli (ETEC)
Diare tanpa lendir, darah. Riwayat bepergian ke negara berkembang
(makanan tidak higienis).
Enterohemoragic E.Coli (EHEC)
Diare dapat atau tidak disertai lendir, darah. Riwayat mengkonsumsi
daging ayam, daging sapi, daging babi, dll yang tidak dimasak
Enteroinvasive E.Coli (EIEC)
Diare disertai lendir, darah. Riwayat konsumsi daging ayam dan susu yang
tidak dimasak, keju.
Terapi: fluorokulinolon, azitromisin
b. Shigella
Menyebabkan disentri basiler (shigellosis)
Bentuk paling berat (fluminan) biasanya disebabkan S. dysentriae
Diare disertai lendir dan darah, darah > lendir, demam, tenesmus
Terapi: cotrimoksazol (bisa membunuh shigella dan E. hystolitica),
fluorokuinolon, azitromisin
c. Entamoeba hystolitica
Menyebabkan disentri amoeba (amoebiasis)
Diare lendir dan darah, lendir > darah, tenesmus
Pemeriksaan mikroskopis didapatkan trofozoit dengan sitoplasma mengandung
eritrosit. Kista: berinti empat.
Terapi: metronidazole
f. Stafilokokus aureus
Bakteri gram positif, bentuk rantai/coccus, aerob
Riwayat konsumsi daging ayam, sapi, babi, dll yang tidak dimasak
Terapi: fluorokuinolon, azitromisin
g. Salmonella thypii
Bakteri berbentuk batang, berflagel, anaerob, gram negatif
Demam, mual, muntah, nyeri perut, diare dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah
Terapi: kloramfenikol, ciprofloksasin, amoxicillin, cotrimoxazole
h. Rotavirus
Diare cair, kekuningan, tidak disertai darah, disertai demam, nyeri perut
Terapi: rehidrasi, zinc
i. Balantidium coli
Protozoa bersilia, mempunyai makronukleus dan mikronukleus, protozoa
terbesar yang menginfeksi manusia
Riwayat kontak dengan babi atau konsumsi air / makanan yang tercemar
kotoran babi
Diare lendir darah, profus
Habitan protozoa di colon ascenden
Terapi: cairan, metronidazole
j. C. dificle
Terganggunya flora normal usus karena penggunaan antibiotik
Diare cair, banyak (profuse)
Terapi: metronidazole
k. C. botulinum
Riwayat konsumsi makanan kaleng kadaluwarsa
Diare, terdapat gangguan saraf (paralisis/ paresis)
Terapi: metronidazole
36. Iritable Bowel Syndrom
a. Definisi
Gangguan fungsi gastrointestinal tanpa adanya kelainan organik.
b. Tampilan Klinis
Kriteria menurut Roma III:
Adanya nyeri perut atau abdominal discomfort berulang minimal 3 hari per
bulan selama 3 bulan dan diikuti 2 gejala berikut:
Lega setelah buang air besar
Perubahan frekuensi buang air besar (konstipasi / diare)
Perubahan konsistensi tinja
Perut kembung
Muccorhea
c. Penatalaksanaan
Diet tinggi serat, bebas kafein, bebas gluten (kontroversial)
Terangkan pada pasien bahwa tidak ada gangguan organik (psikoterapi)
37. Iritable Bowel Disease
Gangguan fungsi GIT disertai kelainan organik
Terdiri dari Crohn disease dan ulceratif colitis
Crohn Disease Ulceratif Colitis
Dapat mengenai segmen GIT Rekuren
manapun Inflamasi pada seluruh mukosa
Diare kronik, nyeri perut, lelah, colon dan rektum
penurunan BB Diare disertai lendir darah
Inflamasi sampai ke otot GIT Endoskopi: peningkatan post-rectal
Bisa terdapat fistula ani, abses, atau space
ulkus
Endoskopi: cobblestone
appearance
42. Hipertensi
a. Guidline hipertensi menurut JNC8
b. Obat Antihipertensi Oral
c. Hipertensi Urgensi
o Tekanan darah sangat tinggi (≥ 180/110 mmHg)
o Tidak disertai kelainan / kerusakan organ target
o Terapi dengan antihipertensi oral untuk menurunkan tekanan darah dalam
beberapa jam
d. Hipertensi Emergensi
o Tekanan darah sangat tinggi (≥ 180/100 mmHg)
o Disertai / akan terjadi kerusakan organ target. Harus dibuktikan dengan
pemeriksaan penunjang
o Kerusakan organ target: diseksi aorta akut, edema paru akut, AMI, ACS,
PEB, eklampsia, gagal ginjal akut, ensefalopati hipertensi, SAH, ICH, stroke,
hipertensi post-operatif akut, krisis simpatis
o Terapi dengan antihipertensi IV: nicardipin, clonidin (hati-hati efek rebound)
o Target penurunan tekanan darah 25% MAP dalam satu jam, kemduian
diturunkan secara gradual
KARDIOLOGI
ST Depresi
o Lokasi infark
Anterior: V1-V6
Anteroseptal: V1-V4
High Lateral: I, aVL, V5,
V6 Inferior: II, III, aVF
Posterior: tampak gambaran resiprokal (biasanya ST depresi) di V1, V2.
Saat dipasang lead posterior tampak ST Elevasi
44. Gagal Jantung
a. Definisi
Suatu kondisi dimana cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh. Hal ini disebabkan oleh remodelling progresif akibat meningkatnya
beban miokard.
Secara fungsi dibagi menjadi gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri. Dapat juga dibagi menjadi gagal jantung sistolik (Ejection fraction <50%) dan
gagal jantung diastolik (EF >50%).
Gagal jantungn akut adalah perubahan kondisi yang cepat dan tiba-tiba dari
seseorang yang telah mengalami gagal jantung sebelumnya.
b. Tampilan Klinis
Gejala Tanda
Gagal jantung kiri Dyspneu de effort Diaphoresis
Orthopneu Takikardi
Paroxysmal nocturnal Suara jantung
dyspneu 2 mengeras
Fatique S3 gallop
Gagal jantung kanan Edema perifer JVP meningkat
Right upper quadrant Hepatomegaly
discomfort Edema perifer
Jika didapatkan gejala gagal jantung kanan dan kiri maka disebut gagal jantung
kongestif.
c. NYHA Functional Class
I : Sesak saat aktifitas berat (lari, naik
tangga) II : Sesak saat aktifitas lebih
ringan
III: Sesak saat aktifitas sehari-hari
IV: sesak saat istirahat
d. Tatalaksana
Diuretik, ACE-i / ARB, Beta blocker (bila hemodinamik stabil), digoksin, vasodilator
45. Aritmia
Aritmia adalah kelainan pada frekuensi, regularitas, lokasi asal, atau kondiksi
listrik jantung. Irama sinus normal adalah irama yang dicetuskan oleh nodus
sinus (sinoartrial node) yang kemudian diteruskan ke AV node, berkas hiss,
cabang berkas kanan dan kiri, serabut purkinje, kemudia ke ventrikel dengan
irama yang reguler dan frekuensi 60-100 x/menit. Selain dari itu disebut
aritmia.
Aritmia dibagi menjadi supraventrikular dan ventrikular. Dalam ekg aritmia
supraventrikular ditandai dengan kompleks QRS yang sempit, sedangkan
aritmia ventrikuler ditandai dengan kompleks QRS yang lebar.
Aritmia supraventrikel tersering: sinus bradikardia, sinus takikardia, paroksismal
supraventrikular takikardi, atrial fibrilasi, atrial flutter
Aritmia ventrikular tersering: ventrikel takikardia dan ventrikel fibrilasi
Aritmia letal atau yang dapat menyebabkan kematian adalah VF, VT pulseless,
PEA, dan asistol
Sinus bradikardia
47. Endokarditis
Proses peradangan pada endokardium oleh karena infeksi
Biasanya mengenai katup mitral dan aorta
Klinis:
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Duke (2 kriteria mayor/ satu mayor 3
minor/ 5 minor)
Kriteria mayor:
o Kultur darah positif untuk organisme penyebab endokarditis (strep. Viridins /
bovis, HACEK, enterococcus, staph. Aureus tanpa fokus primer di tempat
lain) yang di ambil dari 2 waktu berbeda
o Ekokadriografi menunjukkan adanya gambaran seperti terombag-ambing
pada katup, biasanya di katup mitral
Kriteria minor:
RHEUMATOLOGI
HEMATOONKOLOGI
59. Anemia
a. Definisi
Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan dari massa sel darah
merah. Indikatornya menggunakan kadar haemoglobin
Balita (0,5 – 4,9 tahun) : < 11 g/dl
Anak (5 – 11,9 tahun) : < 11,5 g/dl
Wanita sedang menstruasi : < 12 g/dl
Wanita hamil : < 11 g/dl
Laki-laki : < 13 g/dl
b. Klinis
Gejala umum anemia adalah mudah lelah, pucat, berdebar-debar,
tinitus, sesak, pusing, konjungtiva pucat.
Indikasi transfusi bila Hb < 7 g/dl
c. Klasifikasi
Anemia
N/↓ Defisiensi
↓ N ↑ B12
Besi Serum
Menurun Normal
Thalassemia Beta
Penyebab
Intrinsik Ekstrinsik
o Hereditary Sperocyte
Permeabilitas Na menigkat € peningkatan glikolisis € penurunan lemak
intrinsik € membran menjadi rapuh, bentuk sel menjadi sferis €
penghancuran prematur di lien
Apusan darah : sel berbentuk sferis (central pallor menghilang)
Osmoti fragility test
Tatalaksana dengan splenektomi
o Defisiensi G6PD
G6PD: enzim yang berfungsi melindungi eritrosit dari kerusakan oksidatif
Pencetus: infeksi (paling sering), obat (antimalaria, sulfonamid, aspirin)
Apusan darah tampak Bite cell (sel seperti tergigit), Heinz body
(tampak badan iklusi di dalam eritrosit)
o Anemia Sickle Cell
Pada apusan darah ditemukan eritrosit berbentuk bulan sabit (sickle cell)
o Autoimune Hemolytic Anemia (AIHA)
Warm Cold
Eritrosit berikatan pada 37° C 0 – 4° C
suhu Klinis Akut dan berat Post infeksi
Penyakit kolagen, idiopatik Idiopatik
Antibodi yang terlibat IgG IgM dengan komplen C3
Mekanisme Ekstravaskular hemolisis Intravaskular hemolisis
Apusan Darah Sferosit (central pallor Cold aglutinin (eritrosit
menghilang) menggumpal)
Tatalaksana Kortikosteroid Menghindari dingin
Splenektomi
65. Limfoma
Tumor padat di jaringan limfoid
Klinis:
o tumor padat, kenyal, terfiksir, tidak nyeri
o B symptom (lebih dominan pada Hodgkin): BB turun, lemas, demam,
keringat malam
Hodgkin limfoma
Histopatologi: Reed Stenberg cell (owl’s eyes)
Non-Hodgkin limfoma (Burkitt limfoma)
Histopatologi: Starry Sky
Diagnosis banding
o Limfadenitis akut
Berhubungan dengan infeksi akut di daerah sekitarnya
o Limfadenitis kronik
Histopatologi didapatkan limfosit matur, uniform, tidak ada sel blast
o Limfadenitis TB
Riwayat TB, histopatologi gambaran perkejuan, tuberkel, sel datia langhans
66. HIV/AIDS
Penularan melalui darah dan hubungan seksual
Klinis: curiga pada diare kronik, kandidiasis oral, infeksi oportunis lainnya, BB turun
Penegakkan dengan pemeriksaan HIV (ELISA, western blot), penilaian
selanjutnya untuk menentukan terapi dengan menggunakan CD4
Tahapan Infeksi HIV
o Infeksi HIV akut € 2-6 minggu setelah infeksi € sindrom retroviral akut / flu
like symptom. Window period hingga 3 bulan € sudah dapat
menularkan HIV, pemeriksaan antibodi negatif
o Infeksi HIV asimptomatik (masa laten): tidak ada gejala, tetapi pemeriksaan
antibodi positif, dapat positif sampai 10 tahun
o Limfadenopati persisten menyeluruh € nodus limfe berdiameter >1 cm pada
dua atau lebih daerah ekstrainguinal selama lebih dari 3 bulan
o Infeksi simptomatik (AIDS) € CD4 <200
Stadium Klinis HIV
o Stadium I
Tidak ada gejala, limfadenopati generallisata persisten
o Stadium II
BB turun <10%, infeksi saluran nafas berulang, herpes zooster, ulkus
oral berulang, ruam kulit, dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku
o Stadium III
BB turun >10 %, diare kronis >1 bulan, demam menetap, kandidiasis
oral menetap, oral hairy leukoplakia, TB paru, infeksi bakteri berat,
stomatitis, ginggivitis, anemia, netropenia, trombositopenia
o Stadium IV
Sindrom wasting HIV (BB turun >10% + diare kronik >1 bulan +
demam >1 bulan), PCP, TB ekstraparu
Tatalaksana
o Kriteria mulai ARV: CD4 <350, stadium klinis 3-4, HVI dengan TB, HIV
dengan Hepatitis B, Ibu hamil HIV
o Anjuran pengobatan lini pertama:
AZT (Zidovudin) + 3TC (Lamifudin) +NVP (Nevirapin)
AZT + 3TC + EFV (Efavirenz) : pada TB dan Hepatitis B kronik
Toxoplasmosis pada HIV
Gambaran CT Scan: lesi nodular, ring enhancement, edema cerebri, 75%
pada ganglia basalis.
INFEKSI TROPIS
c. Penunjang
NS1 (antigen virus): dapat dideteksi sejak hari pertama setelah gejala
muncul, menghilang sejak hari ke 5
IgM anti-dengue : dapat dideteksi sejak hari ke 3-5 setelah gejala muncul
IgG anti-dengue : dapat dideteksi sejak hari ke 7 setelah gejala muncul
d. Tatalaksana
o DHF grade I – II
Cairan kristaloid (lebih baik ringer asetat karena tidak membebani hepar)
Anak (ml/KgBB/jam) Dewasa (ml/jam)
Maintenance 3 40-50
Manitenance + 5% 5 80-100
defisit
Maintenance + 7% 7 100-120
defisit
Maintenance +10% defisit 10 300-500
Vivax:
Eritrosit membesar, bentuk
ameboid, terdapat titik
Schuffner
Gametosit berbentuk bulat
Ditemukan skizon berisi 12-
24 merozoit
Mempunyai hipnozoit (fase
dorman yang akan
bersembunyi di hepar dan
dapat aktif kembali)
Ovale
Hampir sama dengan vivax,
namun eritrosit berbentul
oval
Skizon berisi 8-12 merozoit
Mempunyai hipnozoit
Malariae
Eritrosit yang terinfeksi
ukurannya lebih kecil, band
form atau basket form.
Ziemann’s dot € skizon
Merozoit dan skizon berbentuk
rosset
Tidak punya hipnozoit
(stadium tidak lengkap)
d. Tatalaksana
Falsiparum
o Lini pertama : ACT (3 hari) + primakuin (3 tablet single dose)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (3 tablet single dose) +
doksisiklin/tetrasiklin (7 hari)
Vivax / ovale
o Lini pertama : ACT (3 hari) + primakuin (1x1 tablet selama 14 hari)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (1x1 tablet selama 14 hari)
Malariae
o Lini pertama : ACT (3 hari)
o Lini kedua : Kina (7 hari) + primakuin (14 hari) + doksisiklin (7 hari)
Malaria berat (falsiparum): Artesunat IV atau artemether IM
Wanita Hamil
o Trimester I : kina + klindamisin (falsiparum), kina saja (vivax/ovale)
o Trimester II - III : ACT
Profilaksis
o Sensitif klorokuin :
klorokuin 2 tab /minggu dari 1 minggu sebelum berangkat ke daerah
endemis hingga 4 minggu setelah kembali
o Resisten klorokuin :
doksisiklin 1x1 dua hari sebelum hingga 4 minggu setelah kembali.
Meflokuin 250 mg /minggu sejak 3 minggu sebelum keberangkatan.
Indonesia termasuk resisten klorokuin.
Keterangan
ACT: artemisinin combination therapy (dihidroartemisinin + piperakuin atau
artesunat + amodiakuin)
e. Monitoring
Klinis dan laboratorium pada hari ke 3,4,5,6,7,14,21,28
70. Tetanus
a. Etilogi
C. tetani (basil gram positif anaerob berspora). Menghasilkan toksin tetanolisin dan
tetanospasmin
b. Klinis
Derajat I
o Trismus ringan sampai sedang
o Kaku kuduk, epistotonus, perut papan
o Tidak ada disfagia
o Tidak ada kejang
o Tidak ada gangguan respirasi
Derajat II
o Trismus sedang
o Kekakuan jelas
o Kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
o Takipneu
o Disfagia ringan
Derajat III
o Trismus berat
o Otot spastik
o Kejang spontan
o Takikardia, takipneu
o Serangan apneu
o Disfagia berat
o Aktifitas autonom meningkat
Derajat IV
o Derajat III ditambah:
o Gangguan autonom berat
o Hipertensi berat dan takikardia atau hipotensi berat dan bradikardia
c. Tatalaksana
Isolasi di ruang tenang, ICU, support ventilasi
Bersihkan luka, debridemen
Metronidazole atau penisilin (menyingkirkan sumber infeksi)
Anti-tetanus serum (ATS) atau Tetanus Immunoglobulin (TIG) (untuk
mengikat toksin bebas)
TT (untuk menginduksi imunitas)
Diazepam (mengatasi kejang)
d. Pencegahan Saat Terkena Luka
Diberikan terutama luka tusuk (jarum, paku, dll) karena pada luka tusuk yang dalam
menjadi lingkungan yang bagus untuk tumbuh bagi bakteri anaerob
Riwayat Luka Kecil dan Bersih Luka Lainnya
Imunisasi TD TIG TD TIG
Tidak tahu / < 3 Ya Tidak Ya Ya
dosis
> 3 dosis Imunisasi Tidak Imunisasi Tidak
terakhir >10 terakhir >5
tahun € Ya tahun € ya
TD: imunisasi aktif tetanus difteri
TIG: imunisasi pasif dengan langsung memberikan antibodi (immunoglobulin 250
unit IM)
71. Leptospirosis
a. Etiologi
Leptospira interogans. Reservois oleh tikus.
b. Klinis
Riwayat terpapar urin binatang (banjir, dll)
Demam tinggi
Nyeri otot gastroknemius
Mata merah
Sindrom Weil (leptospirosis berat): ikterik disertai kegagalan organ (misal
gagal ginjal € oligouria)
c. Penunjang
Pemeriksaan langsung: mikroskop lapang gelap
Pemeriksaan tidak langsung:
o Kultur: terdeteksi setelah hari ke 4 gejala
o Rapid antibodi test: Latex agglutination test, IgM ELISA (terdeteksi hari 3-5)
o Microscopic angglutination test (MAT): terdeteksi setelah 1 minggu
d. Tatalaksana
Ringan: doksisiklin (2 x100 mg), ampisilin (4 x 500 mg), amoksisilin (4 x
500 mg)
Berat: penisilin G 1,5 juta unit /6 jam IV atau Ceftroaxon 2 x 1 gr IV
Profilaksis: doksisiklin 200 mg /minggu
72. Parotitis
a. Definisi
Peradangan kelenjar parotis
b. Klinis
Akut
o Demam
o Pembengkakan kelenjar parotis mulai dari depan telinga sampai
rahang bawah
o Nyeri terutama saat mengunyah makanan dan mulut terasa kering
o Dapat disebabkan bakteri, virus (gondongan, pada anak-anak), dan TB
Kronik
o Sjogren syndrome
Pembengkakan salah satu atau kedua kelenjar parotis berulang yang
tidak diketahui penyebabnya, mata dan mulut kering
o Sarkoidosis
Nyeri tekan pada pembengkakan kelenjar parotis
c. Tatalaksana
Analgetik, antipiretik, antibiotik
73. Infeksi Cacing
a. Trematoda
Schistosoma
o Menyebabkan skistosomiasis / bilharziasis
o Terdiri dari S. japonicum, S. mansoni, S. haematobium
o Klinis: diare dapat disertai lendir darah, hematuri, riwayat bepergian
ke daerah endemis
o Mikroskopis feses: telur bentuk oval dengan salah satu kutub membulat
disertai spina terminal di kutub lain
o Stadium infektifnya serkaria
o Tatalaksana: Prazikuantel
Fasciolopsis buski
o Menyebabkan fasciolopsiasis
o Klinis: diare, mual, muntah, nyeri perut
o Mikroskopis feses: telur bulat besar beroperkulum
o Habitat parasit di duodenum
o Menyebabkan gangguan penyerapan B12
o Stadium infektifnya metaserkaria
o Tatalaksana: Prazikuantel
b. Nematoda
Enterobious vermicularis / Osciuris vermicularis
o Menyebabkan enterobiasis
o Klinis: gatal pada anus
o Mikroskopis feses: telur berdinding tipis berlapis 2, terdapat sisi
cembung dan sisi datar (seperti huruf D)
o Scotch tes: menempelkan selotip ke dubur kemudian diperiksa
mikroskopis
o Tatalasksana: Pyrantel pamoat / mebendazole / albendazole
Trichuris trichuria
o Klinis: diare, prolaps rekti
o Mikroskopis feses: telur berbentuk seperti tempayan, ada sisi datar
di kedua ujungnya
o Tatalaksana: Mebendazole / albendazole
Ascaris lumbricoides
o Menyebabkan ascariasis
o Klinis: anemia, malnutrisi, obstruksi (ileus)
o Cacing dapat mengembara ke saluran empedu, apemdiks atau ke
bronkhus
o Cacing dapat keluar melalui anus
o Sindrom Loeffler: batuk, demam, eosinofilia. Akibat infeksi larva
pada paru.
o Mikroskopis: telur bular-oval dengan dinding tebal berlapis-lapis
o Tatalaksana: Mebendazole / Pyrantel pamoat
c. Cestoda
Taenia saginata
o Reservoir pada sapi
o Klinis: diare / konstipasi, mual, rasa tidak enak di ulu hati, penurunan
berat badan
o Mikroskopis feses
Proglotid: segmen gravid 15-30 cabang uterus
Scolex: Rostellum (-)
o Tatalaksana: Albendazole
Taneia solium
o Reservoir pada babi
o Klinis: diare / konstipasi, mual, rasa tidak enak di ulu hati, penurunan
berat badan
o Mikroskopis feses
Proglotid: segmen gravid 5-10 cabang uterus
Scolex: Rostellum (+)
o Tatalaksana: albendazole
Hymenolepsis nana
o Reservoir atropoda (tikus,dll)
o Klinis: diare
o Mikroskopis feses: telur bulat, 6 kait, dan filamen polar
o Bentuk infektif dan diagnostik adalah telur
o Tatalaksana: Prazikuantel
74. Filariasis
a. Etiologi
Wucheria bancrofti (tersering), Brugia malayi, Brugia timori. Vektor: culex, anopheles
b. Klinis
Akut: demam, limfadenitis, limfangitis
Kronik: elephantiasis (kaki besar, akibat dari obstruksi saluran limfe oleh
cacing dewasa), edema skrotum
Chyluria (urin berwarna keruh) akibat adanya cairan limfe dalam urin
c. Penunjang
Apusan darat tepi dengan pewarnaan GIEMSA: ditemukan mikrofilaria
dalam darah
Sampel diambil malam hari (22.00 – 02.00)
d. Tatalaksana
Dietil carbamazin (DEC) 3 x 6 mg/KgBB per hari (12 hari)
e. Profilaksis
DEC 6 mg/KgBB + albendazol 400 mg per tahun (5 tahun)
75. Sepsis
SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)
Suhu > 38° C atau < 36° C, HR > 90 x/menit, RR > 20x/menit, AL >12.000
Sepsis
SIRS + infeksi
Severe Sepsis
Sepsis +
hipoperfusi
Septic Shock
Severe sepsis + refraktori hipotensi
MODS (Multiple Organ Dysfunction)
Sepsis disertai dengan gangguan
organ
PEDIATRI
ENDOKRINOLOGI
1. Growth Hormone
Disekresi di hipofisis anterior. Dihambat oleh somatostatin
Kelebihan GH
o Pre-pubertas: gigantisme (peningkatan pertumbuhan tulang)
o Post-pubertas: akromegali (beberapa tulang seperti kartilago hidung, tangan,
kaki, dagu, lidah tetap tumbuh). Dapat menyebabkan hiperglikemik € DM tipe
2
Defisiensi GH
Dwarfisme: hambatan pertumbuhan tulang, badan terlihat proporsional dengan
tinggi badan, IQ normal
2. Pubertas Prekoksia
Perkembangan seksual (pubertas) lebih cepat dibanding seharusnya
Laki-laki: normal pubertas usia 9-14 tahun
Perempuan: normal pubertas usia 8-13 tahun
GASTROENTEROHEPATOLOGI
3. Intoleransi Laktosa
Akibat berkurangnya kemampuan mencerna dan absorbsi laktosa (Defisiensi
Lactase, enzim yang mencerna laktosa). Tidak melibatkan proses immunologi.
Klinis: nyeri perut, diare berbau asam, mual, perut kembung, kentut setalah
mengkonsumsi makanan yang mengandung laktosa
Tatalaksana:
o Hindari makanan yang mengandung laktosa (susu)
o Minum susu lactosa free atau reduced lactosa
4. Diare
Etiologi lihat bagian interna
5 pilar tatalaksana diare pada anak:
o Terapi cairan
Sesuai derajat dehidrasi
o Nutrisi
Tidak boleh dipuasakan. Berikan ASI, makanan rendah serat, pisang.
o Zinc
Usia < 6 bulan: 10 mg/ hari, usia > 6 bulan: 20 mg/ hari selama 10-14 hari
o Antibiotik
Terutama pada diare lendir darah
o Edukasi
Jaga higienitas
Tingkat dehidrasi
o Tanpa dehidrasi
Klinis anak tampak baik.’
Rencana terapi A: berikan cairan tambahan sebanyak yang anak
mau, berikan oralit (<2 tahun 50-100 ml, >2 tahun 100-200 ml) setiap
anak BAB atau muntah.
o Dehidrasi ringan-sedang
Klinis anak rewel, kehausan, mata cekung, turgor kembali lambat.
Tatalaksana rencana terapi B: oralit 75 cc/KgBB dalam 3 jam
o Dehidrasi berat
Klinis anak letargis, malas minum, turgor kembali sangat lambat.
Tatalaksana rencana terapi C:
Usia <12 bulan: 30 ml/Kg dalam 1 jam pertama, 70 ml/Kg 5 jam
selanjutnya
Usia >12 bulan: 30 ml/Kg dalam 30 menit pertama, 70 ml/Kg dalam
2,5 jam berikutnya
o Syok
Klinis kesadaran menurun, nadi tidak teraba, tekanan darah rendah /
tidak terukur, akral dingin.
Tatalaksana: IV RL 20 cc/KgBb secepatnya
GIZI
5. Gizi Buruk
Marasmus
o Kekurangan kalori
o BB/TB <70% atau < -3 SD
o Sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua susah,
wasting, iga gambang, kulit keriput, jaringan lemak subkutan minimal / tidak
ada, perut cekung, baggy pants
Kwashiorkor
o Kekurangan protein
o BB/TB >70%
o Edema tungkai, mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti jagung,
mudah dicabut dan rontok, cengeng, wajah sembab, rewel atau apatis,
pembesaran hepar
Marasmik-Kwashiorkor
o Tipe campuran
o BB / TB <70% disertai edema
Tatalaksana
o Fase stabilisai
Yang terpenting atasi hipoglikemia (dengan F-75), hipotermi (selimut,
skin-to-skin, heater), dan dehidrasi (oralit 5 ml/kg/30 menit dalam 2
jam pertama)
o Fase rehabilitasi
Koreksi elektrolit, mikronutrien (besi), initial feeding, stimulasi sensoris, follow up
o Jika Syok: RL 10cc/KgBB/30 menit IV
6. Pemberian Makanan Pada Anak
Cairan (Darrow)
BB (kg) Kecukupan Cairan Perhari
0-10 100 ml/kgBB
10-20 1000 + 50 ml/Kg (>10 kg)
>20 1500 + 20 ml/Kg (>20 kg)
Makanan
Usia (bulan) Makanan
0-6ASI saja
6-7 ASI + bubur susu
8 ASI + bubur tim lumat
9 ASI + bubur tim
10 ASI + nasi tim
11 ASI + nasi lembek
>12Berikan makana orang dewasa
IMMUNOLOGI
HEMATOLOGI
10. Hemofilia
Suatu penyakit yang diturunkan (X-linked) yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah
Klasifikasi
o Hemofilia A: defisiensi faktor VIII
o Hemifilia B: defisiensi faktor IX
Klinis Aktifitas Faktor VIII/IX Perdarahan
Ringan 5-25 % Trauma berat
Sedang 1-5 % Trauma ringan
Berat < 1% Spontan
Penunjang
PT normal, APTT memanjang
Tatalaksana
o Hemofilia A: kriopresipitat (berisi Faktor VIII, Faktor XIII, fibrinogen, von
willebrand factor, fibronectin)
o Hemofilia B: Fresh Frozen Plasma (berisi semua faktor pembekuan darah)
11. Acquired Prothrombine Complex Deficiency
Perdarahan intrakranial pada bayi (usia 1-6 bulan) akibat kekurangan vitamin K
Riwayat injeksi vitamin K saat baru lahir (-)
Pada ASI sedikit mengandung vitamin K, sehingga perlu suplemen vitamin K saat
bayi baru lahir
Klinis: sebelumnya tampak sehat, pucat tanpa ada tanda perdarahan yang nyata,
UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema
Penunjang: USG/CT scan kepala
PEDIATRI SOSIAL
RESPIROLOGI
17. Bronkhiolitis
Etiologi: Respiratory Syncytial Virus
Klinis:
o Episode wheezing pada anak usia di bawah 2 tahun. Dapat disertai
batuk, demam, sesak.
o PF: Ekspirasi memanjang, perkusi hipersonor, dapat ditemukan ronkhi
o Kurang berespon dengan bronkhodilator
Penunjang
Rontgen thoraks didapatkan hiperinflasi
Tatalaksana
o Oksigen
o Antibiotik (amoksisilin)
o Bronkhodilator (salbutamol inhalasi)
18. Pneumonia Pada Anak
Pneumonia ringan
o Disamping batuk atau kesulitan nafas, hanya ada nafas cepat saja.
< 2 bulan : 60 x/menit
2 – 12 bulan : 50 x/menit
1 – 5 tahun : 40 x/menit
o Tatalaksana:
Kotrimoxazole 2 x 4 mg/KgBB selama 3 hari atau Amoksisilin 2 x 25 mg/KgBB
selama 3 hari
Pneumonia berat
o Batuk dan kesulitan bernafas disertai: nafas cuping hidung, retraksi
subkostal, tidak dapat menyusu, muntah, kejang, letargis, sianosis,
distres nafas
o Foto thoraks menunjukkan gambaran infiltrat luas, konsolidasi, dll
o Tatalaksana
Amoksisilin/ampisilin IV + kloramfenikol IV / IM atau gentamisin IM
Atau
Seftriakson IIM / IV
19. Croup / Laryngotrakheobronkhitis
Disebabkan infeksi virus
Klinis: demam, suara serak, batuk seperti menggonggong
Tatalaksana: steroid sistemik, epinefrin rasemik
Bila ada obstruksi (retraksi berat dan anak gelisah) lakukan intubasi
20. Pertusis
a. Etiologi
Bordetella pertusis
b. Klinis
Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, lebih dari 2 minggu
Perdarahan subkonjungtiva (karena batuk terus-menerus)
Riwayat belum lengkap imunisasi DPT
Apneic spell pada bayi
Infeksius
c. Tatalaksana
Eritromisin 40-50 mg/KgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 14 hari
21. Epiglotitis
a. Etiologi
Haemophilus influenza tipe B
b. Tampilan Klinis:
Sulit menelan
Air liur berlebihan
Odinofagi
Stridor
Suara serak / Muffled sound
Demam tinggi
c. Penunjang
Rontgen leher lateral : Thumb Sign/ thumbprint sign
CT-scan : Halloween sign
d. Tatalaksana
Amankan jalan nafas (intubasi), antibiotik, kortikosteroid
22. Laryngomalasia
Kelainan kongenital dari kartilago laring € Supraglotis jatuh saat inspirasi €
obstruksi
Mulai 4-6 minggu, memuncak 6-8 bulan, remisi setelah 2 tahun
Klinis: Stridor saat inspirasi, tidak ada kesulitan makan atau menelan
Laringoskopi: omega-shaped epiglotis
INFEKSI
PERINATOLOGI
NEUROLOGI
KARDIOLOGI
BEDAH DIGESTIF
1. Abdominal Pain Sign
Lap Belt Echymosis
Gambaran perdarahan menyerupai bekas sabuk pengaman pada perut.
Berhubungan dengan ruptur intestinal.
Kehr’s Sign
Nyeri yang sangat hebat pada bahu kiri. Berhubungan dengan ruptur lien.
Grey Turner’s Sign
Kemerahan / kehitaman pada flank. Berhubungan dengan perdarahan
retroperitoneal (pankreatitis hemoragik, pecahnya aneurisma aorta abdominal).
Chandelier’s Sign
Manipulasi pada serviks menyebabkan pasien mengangkat pantatnya dari meja.
Berhubungan dengan Pelvic Inflamatory Disease.
Cullen’s Sign
Kebiruan / kemerahan pada periumbilikal. Berhubungan dengan
perdarahan retroperitoneal.
2. Appendicitis
Klinis: nyeri awal di periumbilical (nyeri kolik) kemudian menjalar ke kuadran
kanan bawah (somatis).
PF:
o Mc Burney’s Sign
Nyeri pada penekanan di titik Mc Burney (1/3 lateral garis yang ditarik dari
umbilikus ke SIAS).
o Rebound Tenderness Sign / Blumberg Sign
Nyeri ketika menekan kuadran kanan bawah sedalam mungkin kemudian
dilepas secara tiba-tiba.
o Rovsign’s Sign
Nyeri pada daerah appendiks ketika ditekan di kuadran kiri bawah.
o Obturator Sign / Cope sign
Fleksi 90° pada hip joint kemudian dilakukan endorotasi. Bila nyeri
menunjukkan bahwa appendiks mengalami inflamasi, membesar, dan
menyentuh m. Obturator.
o Psoas Sign / Obraztsova Sign
Melakukan penekanan secara pasif pada saat hiperekstensi hip joint. Nyeri
bila appendiks mengiritasi m. Iliopsoas.
BEDAH UROLOGI
7. Ruptur uretra
Ruptur uretra anterior (straddle injury) / pars bulbosa-pars cavernosa
Meatal bleeding, hematom penis, butterfly hematom (hematom berbentuk
seperti kupu-kupu di perineum).
Ruptur uretra posterior / pars prostatica-pars membranacea
Meatal bleeding, floating prostate.
Penunjang: uretrografi, biasanya dilakukan pungsi suprapubik terlebih dahulu
8. BPH
a. Definisi
Pembesaran prostat jinak
b. Klinis
Gejala obstruktif (hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitensi, miksi tidak puas,
menetes setelah miksi) dan gejala iritatif (urgensi, frekuensi, disuria)
Rectal touche: prostat teraba membesar, licin, konsistensi kenyal, tidak ada nodul
c. Penunjang
PSA: membedakan dengan Ca prostat. Normal ≤ 4ng%
USG: menilai volume prostat
d. Tatalaksana
IPSS Score <
7 Wathcful
waiting
IPSS Score 8-
19
Medikamentosa:
o Alfa-blocker (tamsulosine)
o 5-alfa reduktase inhibitor (finasteride)
IPSS Score >19
o Volume > 60 cc: open prostat, TURP
o Volume < 60 cc: minimal invasif
9. Batu Saluran Kemih
a. Klinis
Nefrolithiasis
Nyeri regio flank, NKCV (+), nyeri kolik atau non kolik
Ureterolithiassi
o Proksimal: nyeri pinggang kolik menjalar setinggi pusar
o Media: nyeri pinggang kolik menjalar sampai ke medial paha / skrotum
o Distal: nyeri pinggang kolik menjalar sampai ke ujung penis, disuria
Vesicolithiasis
Gejala iritasi, kelancaran miksi dipengaruhi perubahan posisi. Pada anak
sering mengompol malam hari, menarik-narik penis / menggosok-gosok
vulva.
Uretrolithiasis
o Anterior
Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin, benjolan pada penis, nyeri glans penis
o Posterior
Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin, nyeri pada perineum atau rektum
b. Jenis Batu
Kalsium oksalat
Biasa terjadi pada penderita hiperparatidoid. Radioopak. Terapi dengan
konsumsi asam sitrat yang akan mengikat kalsium menjadi kalsium sitrat.
Struvit
Berhubungan dengan infeksi bakteri yang dapat mengubah urea menjadi
amonia sehingga mengubah pH urin menjadi basa (proteus, pseudomonas,
dll). Sering sebagai batu staghorn (gambaran radiologi seperti tanduk
rusa).
Asam urat
Berhubungan denga hiperurisemia. pH urin menjadi asam. Terapi: alkalinisasi
(bicarbonat)
Cystine
Akibat gangguan absorbsi asam amino dan gangguan eksresi sistin. Terapi:
penicillamine, tiopronin
c. Penunjang
BNO-IVP
Pada ibu hamil € USG
d. Tatalaksa
Medikamentosa, ESWL, pembedahan
10. Ca Buli
Faktor risiko: laki-laki usia tua, merokok, paparan amin aromatic (cat)
Klinis: gross hematuira yang tidak nyeri
11. Inkontinensia Urin
Berdasarkan tipe:
Overflow
o Karena obstruksi di uretra sehingga kandung kemih tidak bisa mengeluarkan
urin dengan lancar
o Pancaran lemah, tidak tuntas
o BPH, fecal impaction
o Terapi: Alpha blocker
Stress
o Karena relaksasi dinding pelvis. Peningkatan tekanan intraabdomen
o Urin keluar sedikit ketika terjadi peningkatan tekanan intraabdomen
(batuk, bersin, dll).
o Multiparitas, riwayat operasi urologis
o Terapi: alpha agonis
Urgensi
o Karena oversensitifitas (infeksi) atau gangguan neurologis (stroke, alzhemier)
o Urgensi dan frekuensi
o Terapi: antikolinergik
12. Torsio Testis
Akibat terpuntirnya funikulus spermatikus
Klinis: nyeri mendadak pada skrotum, mual, muntah, tidak demam
Phren Sign negatif (ketika testis yang nyeri didorong ke atas nyeri tidak berkurang)
Refleks kremaster negatif
Terapi: detorsi, orchidektomi
Komplikasi: infertilitas
13. Orchitis
Riwayat parotitis (mumps)
Nyeri pada testis, bengkak, kemerahan, disertai demam
Phren sign positif (ketika testis yang nyeri didorong ke atas nyeri berkurang)
14. Varicocele
Akibat pelebaran vena
Nyeri skrotum, bengkak, seperti ada kantung berisi cacing
15. Hydrocele
Akumulasi cairan di testis (kongenital, inflamasi, injury, blokade funikulus
spermatikus)
Testis membesar, fluktuatif
Transiluminasi / diapanoskopy positif (testis ditempelkan cahaya dari senter)
16. Fimosis
Preputium tidak dapat diretraksi
Disuria, perlu mengedan, jika miksi preputium menggembung
17. Parafimosis
Preputium menjepit batang penis
Saat preputium diretraksi, tidak dapat dikembalikan lagi
Emeregensi urologi
Tatalaksana awal: kompres es + analgetik, injeksi hyaluronidase. Bila tidak
ada perbaikan € pembedahan
18. Epispadia
Orifisium uretra eksterna berada pada bagian dorsal penis (atas)
19. Hipospadia
Orifisium uretra eksterna berada pada bagan ventral penis (bawah). Keluhan
biasanya kencing menetes.
20. Kryptoorkidismus / Kriptorkismus
Klinis: setelah usia satu tahun, satu atau kedua testis tidak berada di
kantung skrotum, tetapi berada di sepanjang jalur desensus yang normal
Klasifikasi
o Skrotal tinggi / prescrotal
o Intrakanalikuler (inguinal)
o Intraabdominal
Tatalaksana
Terapi hormonal HCG, pembedahan bila tidak ada respon dengan hormonal.
Dilakukan sebelum usia 2 tahun.
BEDAH ORTOPEDI
21. Fraktur
a. Berdasarkan tipe
b. Berdasarkan terbuka/tertutup
Fraktur terbuka
Fraktur dengan bagian tulang menembus
kulit. Gradimg open fracture (Gustillo-
Anderson):
o Grade I
Luka bersih, < 1 cm, kerusakan jaringan lunak minimal
o Grade II
Luka bersih, > 1cm, kerusakan jaringan lunak minimal
o Grade III
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, avulsi, trauma pada otot,
dan saraf
o Grade III A
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tetapi dengan
jaringan yang masih menutupi tulang adekuat.
o Grade III B
Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai bone
exposed, devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas,
biasanya memerlukan skin graft / skin flap
o Grade III C
Luka dengan kerusakan neurovaskuler
Tatalaksana: Grade I-II ORIF, grade III OREF
Fraktur tertutup
Fraktur dengan bagian tulang diatasnya tetap intak.
22. Fraktur Colle’s
Fraktur radius distal disertai dislokasi pergelangan tangan ke arah posterior
(dorsal)
BEDAH SARAF
46. Cedera Kepala
Klasifikasi berdasarkan GCS:
Eye Opening Verbal Response Motorik Response
Spontan = 4 Kalimat, orientasi baik = 5 Dengan perintah = 6
Dengan perintah suara = 3 Kalimat, orientasi buruk = Lokalisasi nyeri = 5
4
Dengan nyeri = 2 Kata = 3 Withdrawal nyeri = 4
Tidak respon = 1 Suara / mengerang = 2 Fleksi = 3
Tidak respon = 1 Ekstensi = 2
Tidak respon = 1
BEDAH PLASTIK
60. Luka Bakar
Klasifikasi
o Derajat I
Mengenai hanya epidermis
Warna kemerahan
Sangat nyeri
Tidak ada bula
o Derajat II A
Mengenai epidermis dan superfisial dermis (stratum papilare)
Warna kemerahan, jika ditekan berubah warna menjadi pucat
Disertai bula
Sangat nyeri
o Derajat II B
Mengenai epidermis sampai dermis profunda (stratum retukulare)
Warna merah sampa pink, bila ditekan sedikit memucat
Disertai bula
Nyeri
o Derajat III
Mengenai sampai di bawah dermis
Warna putih
Tidak nyeri
o Derajat IV
Mengenai sampai subkutan, otot, dan tulang
Warna hitam, terdapat eschar
Tidak nyeri
Luas luka
bakar Rule of
nine
Tatalaksana
o Siram dengan air steril mengalir
o Resusitasi cairan dengan formula Baxter / formula Parkland
Jumlah cairan: 4 x luas luka bakar (derajat II A ke atas) x berat badan
½ diberikan dalam 8 jam dari kejadian luka, ½ diberkan dalam 16 jam
kemudian
o Debridemen dan escharectomi (mencegah kontraktur, sindrom kompartemen)
o Balut luka setelah diolesi pelembab
61. Labio-gnato-palatoschisis
Gangguan pembentukkan bibir dan palatum
Tatalaksana
o Cleft Lip
Rule of ten (usia 10 minggu,berat 10 lbs, Hb 10)
o Cleft Palate
Bervariasi antara 6 – 18 bulan, biasanya 10 bulan
Perbaikan dini menyebabkan midface retrussion
Perbaikan dini meningkatkan perkembangan bicara
Le Fort I
o Fraktur maksila horizontal, memisahkan gigi dari wajah bagian atas.
Disebut juga fraktur Guerin.
o Garis fraktur berjalan sepanjang maksila bagian bawah sampai dengan
bawah rongga hidung.
Le Fort II
o Disebut juga fraktur piramid, dengan gigi sebagai dasar dan sutura
nasofrontalis sebagai puncak.
o Garis fraktur dimulai dari sutura nasofrontalis, berjalan ke prosesus
frontalis maksila, lalu ke tulang lakrimalis dan dasar orbita, ke dinding
anterior sinus maksilaris, ke bawah os zigoma, sampai mencapai
lempeng pterigoid.
Le Fort III
o Fraktur transversal, disebut juga craniofacial dysjunction
o Garis fraktur dimulai dari sutura nasofrontalis, memanjang ke
belakang melewati dinding medial orbit (os ethmoid). Di bagian posterior
orbita, garis
fraktur melewati fisura orbita inferior, lalu memanjang ke depan mencapai
dinding lateral orbit (os zygoma).
63. Snake
Bite
Derajat:
BEDAH ANAK
64. Atresia Esofagus
Kelainan bawan dimana ada sebagian segmen esofagus tidak terbentuk.
Dapat terbentuk fistel dengan trakhea.
Ibu hamid dengan polihidramnion
Klinis:
o Bayi lahir hipersalivasi, saliva berbuih
o Tersedak, batuk, sesak nafas, sianosis
o Disfagia
o Pasang NGT tidak bisa masuk
65. Hypertrophy Pyloric Stenosis
Akibat hipertrofi m. Sphinter pylorus
Klinis:
o Gejala muncul usia 2 – 3 minggu
o Muntah proyektil non-billous, boul+gastric juice
o Muntah terjadi 30 – 60 menit setelah intake
o Anak terlihat kelaparan
o PF: teraba massa seperti bauh zaitun (olive)
Penunjang
o Barium meal / OMD: umbrella sign
o Foto polos: single bubble sign
66. Atresia Duodeni
Bisa complete obstruction atau partial obstruction
Lokasi tersering di duodenum pars horizontal
Klinis:
o Muntah setelah lahir, warna hijau (bilous vomite), terus menerus
walau dipuasakan
Penunjang
o Foto polos: double bubble sign
67. Atresia Jejunum
Klinis: muntah warna hijau – kuning seperti feses, tidak menyemprot,
banyak, terus menerus, disertai distensi abdomen dan obstipasi
Penunjang:
o Foto polos: triple bubble sign, no gas in pelvic cavity
68. Patent Ductus Urachus
Tidak menutupnya ductus uracus yang menghubungkan vesica urinaria dengan
umbilikus (tempat berkemih saat dalam kandungan)
Klinis: keluar cairan dari pusar warna kuning, bening
69. Malrotasi Usus
Merupakan kelaianan yang diakibatkan oleh terpuntirnya usus. Dapat meliputi
duodenum, intestinum, dan colon.
Volvulus duodenum dan intestinum
Terjadi pada anak, akibat malrotiasi/ non-rotasi usus saat embriogenesis. Volvulus
duodenum gejala biasanya muncul pada neonatus, sedangkan volvulus intestinum
gejala muncul pada tahun pertama kehidupan. Dapat akut (terpuntir seluruhnya)
atau kronik (terpuntir sebagian). Gejala klinis: muntah kehijauan (Billous vomiting),
nyeri abdomen
Volvulus sigmoid
Terjadi pada dewasa. Gambaran BNO: Coffee-bean shape
70. Hirschprung Disease / Megacolon Congenital
Kelainan kongenital akibat tidak terbentuknya sel ganglionik pada plexus
myentericus Aurbach dan plexus submucosal Meisner
80% di rectosigmoid
Klinis
o Pengeluaran mekonium terlambat (> 24 jam)
o Distensi abdomen
o Muntah hijau (billous vomiting)
o Pemeriksaan RT: tinja menyemprot
Penunjang
Barium enema: ditemukan zona transisi
71. Invaginasi / Intususepsi
Masuknya segmen usus proksimal ke segmen distal
Usia 3 – 12 bulan
Klinis: Trias (nyeri kolik, teraba massa, muccous red current jelly stools /
hematoscezia)
PF: massa seperti sosis, dance sign
Penunjang
o USG: doughnut sign, sandwich sign, pseudokidney
o Barium enema (diagnostik dan terapi): cupping
72. Atresia Ani
Tidak terbentuknya anus
Letak rendah < 1 cm, letak tinggi > 1 cm
Bisa disertai fistel atau tidak
73. Gastroschisis
Protrusi / keluarnya sebagian organ abdomen melalui umbiikus tanpa diliputi
peritoneum
74. Omphalocele
Protrusi / keluarnya sebagian organ abdomen melalui umbiikus yang masih
diliputi peritoneum
OBSETRI –
GINEKOLOGI
OBSETRI
1. Diagnosis Kehamilan
a. Tanda kehamilan tidak pasti (probable sign)
Amenorrhea
Mual dan muntah
Mastodinia (payudara membesar, kencang)
Perubahan payudara (tuberkel montogmery menonjol, sekresi kolostrum)
Gerakan janin (quickening)
Keluhan kencing (urinasi, kencing malam >)
Konstipasi
Perubahan BB (direkomendasikan 11,5 – 16 kg)
Peningkatan temperatur basal
Perubahan kulit (kloasma, areola menggelap, striae gravidarum, linea nigra)
Chadwick sign (UK >6 minggu, tanda membirunya serviks akibat
pelebaran pembuluh darah akibat peningkatan estrogen)
Hegar sign (UK > 5-6 minggu, melunaknya segmen bawah rahim)
Cairan vagina putih, encer, sel eksfoliasi vagina meningkat
Pembesaran uterus
Kontraksi uterus
Ballotement
b. Tanda pasti kehamilan
Denyut jantung janin (USG, doppler, laenec)
Palpasi (UK > 12 minggu)
USG (gestational sac, polus embrional, gerak janin, plasenta)
Fetal ECG
Plano test / PP test positif
2. Usia Kehamilan
a. Rumus Naegle
Untuk siklus mens 28 hari
Ovulasi hari ke 14
Rumus: (hari + 7), (bulan – 3), (tahun +1)
b. Rumus Parikh
Untuk siklus mens bukan 28 hari
Ovulasi = siklus mens – 14 hari
Rumus: (hari + (siklus - 21), (bulan –3), (tahun +1)
c. Rumus Bartholomew
UK 12 minggu: TFU di atas simfisis
UK 16 minggu: TFU setengah jarak pusat ke simfisis
UK 20-22 minggu: TFU setinggi umbilikus
UK 28 minggu: TFU setinggi antara umbilikus dengan prosesus xyphoideus
UK 36 minggu: TFU setinggi procesus xyphoideus
d. Rumus Mc Donald
Usia Kehamilan (minggu) = tinggi fundus x 8 / 7
Taksiran berat janin = (TFU cm – n) x
155 Kepala belum masuk PAP, n = 12
Kepala sudah masuk PAP, n = 11
e. Gerakan Fetus I
(Quickening)
Primigravida: 18 minggu
Multigravida: 16 minggu
f. USG
Gestational sac: 5,5 minggu
Polus embryonic: 6 minggu
Fetal movement: 8 minggu
g. Denyut Jantung Janin
Dopler: 10 – 12 minggu
USG: 5 – 7 minggu
Laenec: 16 – 19 minggu
h. Klasifikasi usia kehamilan
Preterm: 28 – 37 minggu
Aterm: 37 – 40 minggu
Post date: 40 minggu + 1 hari – 42 minggu
Post term: lebih dari 42 minggu
3. Jenis Panggul
a. Ginekoid
Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa
b. Android
Bentuk hampir seperti segitiga. Diameter anteroposterior hampir sama panjangnya
dengan diameter transversa, namun diameter transversa dekat ke sakrum.
c. Antropoid
Bentuk agak lonjong seperti telur. Diameter anteroposterior lebih besar dari
diameter transversa.
d. Platipeliod
Diameter transversa lebih lebar dari diameter anteroposterior.
4. Persalinan Normal
a. Tanda dan gejala persalinan
Tanda dan gejala curiga persalinan
o Nyeri abdomen intermitten setelah kehamilan 22 minggu
o Nyeri abdomen disertai lendir darah (bloody show)
o Keluar air ketuban per vaginam
Tanda dan gejala pasti persalinan
o Serviks melunak
o Pendataran dan pemendekan serviks secara progresif
o Dilatasi / pembukaan serviks
b. Kala I
Pembukaan serviks, penurunan kepala, putar paksi dalam
Primigravida 12-14 jam, multigravida 6-8 jam
Fase laten: pembukaan 0-3 cm, ± 8 jam
Fase aktif: pembukaan 4 sampai lengkap, 4-6 jam, terdiri dari fase
akselerasi - maksimum slope – deselerasi
Observasi vital sign (setiap 4 jam), pembukaan (setiap 4 jam), DJJ (setiap
30 menit), his (setiap 30 menit), asupan nutrisi
Ibu tidak boleh mengejan
Ibu boleh jalan-jalan, BAB, BAK bila: sudah masuk panggul, selaput ketuban
(+), ibu dan anak baik
Kemajuan persalinan:
o Baik: kontraksi baik (teratur, progresif, frekuensi dan durasi
meningkat), kecepatan pembukaan serviks minimal 1 cm per jam,
serviks tampak dipenuhi bagian bawah janin
o Kurang baik: kontraksi tidak teratur, kecepatan pembukaan serviks di
sebelah kanan garis waspada, serviks tidak dipenuhi bagian bawah
janin
Kemajuan kondisi janin
o DJJ normal 120-160 x/menit
o Fetal compromised: 100-120 atau 160-180 x/menit
o Fetal distress: < 100 atau > 180 x/menit
c. Kala II
Pembukaan serviks lengkap atau kepala janin tampak di vulva dengan
diameter 5-6 cm
Penanganan: kosongkan VU (kateter), mengatur posisi partus, jaga
kenyamanan ibu, ajarkan cara mengejan, cek DJJ
Episiotomi
Indikasi: perineum rigid, pertolongan persalinan kala II / primigravida,
patologi (tumor, sikatrik), bayi besar, distosia bahu, presbo, VE, forceps,
gawat janin
Pimpin mengejan
Lahirkan kepala
Lahirkan bahu
Potong tali pusat
Nulipara maksimal 2 jam, multipara maksimal 1 jam
d. Kala III
Lahirnya plasenta
Tanda plasenta lepas
o Semburan darah banyak dan tiba-tiba
o Uterus globular
o Tali pusat memanjang (Ahfield sign)
Tindakan
o Inkesi oksitosin 10 IU IM atau misoprostol 3 tablet per oral atau per rectal
o Manajemen aktif kala III (Peregangan Tali Pusat Terkendali/ PTPT)
Perasat
o Kusner
o Klein
o Strassman
o Manuaba
e. Kala IV
Monitor Vital Sign
Monitor kontraksi uterus
Repair episiotomi
Kontrol perdarahan
5. Malpresentasi
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks
Malposisi adalah posisi kepala janin relatih terhadap pelvis dengan oksiput
sebagai titik referensi
Macam-macam presentasi
o Posisi oksiput posterior
PD: fontanella posterior dekat sakrum, fontanella anterior dengan mudah
teraba jika kepala bayi defleksi
o Presentasi dahi
PD: teraba fontanella anterior dan orbita
o Presentasi muka
PD: teraba muka, mulut, rahang. Jari pemeriksa mudah masuk ke mulut janin
o Presentasi ganda
Prolaps tangan bersama dengan bagian terendah janin
o Presentasi bokong / sungsang
Teraba bokong dan kaki
Bokong sempurna (complete breech): kedua kaki dan panggul fleksi
Bokong murni (Frank breech): kedua panggul fleksi, kedua lutut ekstensi
Bokong-kaki (Incomplete breech): kedua panggul felksi, salah satu lutut
fleksi, lutut lainnya ekstensi
Melahirkan bokong (hanya pada bokong sempurna atau bokong
murni): spontan bracht, manual aid (muller, lovset, classic). Incomplete
breech € SC
o Letak lintang
Perut melebar ke samping, palpasi bagian besar (bokong dan kepala) teraba
di samping.
Lakukan versi luar, bila gagal € SC
6. Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan
a. Definisi
Kelainan pada ibu hamil dengan kadar hemoglobin < 11 g/dl pada trimester I
dan III atau < 10,5 g/dl pada trimester II karena defisiensi besi.
b. Tampilan Klinis
Badan lemah, lesu, mudah lelah, mata berkunang-kunang, tampak pucat,
telinga berdengin.
PF: konjungtiva pucat
c. Tatalaksana
Diet tinggi protein hewani (daging, ikan, susu, telur, sayuran hijau)
Suplementasi besi
o Dosis suplemen besi elemental 3 x 60 mg/ hari (ferosulfat 3 x 325 mg/hari)
o Baik diberikan saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan), tetapi dapat diberikan bersama dengan makanan.
o Kopi, teh, dan soda menghambat absorbsi besi
Perlu diberikan juga asam folat 250 µg/hari
7. Persalinan Lama
a. Faktor Risiko
o Power: his tidak adekuat
o Passanger: malpresentasi, malposisi, janin besar
o Passage: panggul sempit
b. Partus lama
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida, dan lebih
dari 18 jam pada multigravida. Ditandai dengan fase laten > 8 jam, persalinan
telah berlangsung lebih dari 12 jam tanpa kelahiran bayi, dan dialatasi serviks
di kanan garis waspada pada partograf.
Etiologi
Disproporsi fetopelvik, malpresentasi, malposisi, kerja uterus tidak
efisien, serviks yang kaku, primigravida, ketuban pecah dini, anastesia
berlebihan
Nulipara
Kemajuan pembukaan serviks pada fase aktif <1,2 cm/jam. Kemajuan
turunnya bagian terendah janin < 1 cm/jam.
Multipara
Kemajuan pembukaan serviks pada fase aktif < 1,5 cm/jam. Kemajuan
turunnya bagian terendah janin < 2cm/jam.
c. Persalinan macet
Persalinan dengan his adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada
pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam selama 2
jam terakhir
Nulipara
Fase deselerasi memanjang (> 3 jam), tidak ada pembukaan > 2 jam,
tidak ada penurunan bagian terendah janin > 1 jam
Multipara
Fase deselerasi memanjang > 1 jam, tidak ada pembukaan > 2 jam, tidak
ada penurunan bagian terendah janin > 1 jam
d. Manajemen
Fase laten memanjang
Induksi: drip oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose mulai dengan 8 tpm, tiap
30 menit tambah 4 tpm hingga his adekuat (maskimal 40 tpm) atau beri
prostaglandin.
Fase aktif memanjang
Bila tidak ada CPD atau obstruksi: penanganan umum untuk memperbaiki
kontraksi, pecahkan ketuban.
Kala 2 memanjang
Singkirkan malpresentasi dan tanda obstruksi, beri oksitosin drip, bila tidak ada
kemajuan dalam 1 jam € VE / forcep / SC sesuai indikasi dan
kontraindikasi
DKP dan
obstruksi Bayi
hidup € SC
Bayi mati € kraniotomi / embriotomi atau SC
8. Hyperemesis Gravidarum
a. Definisi
Muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai usia kehamilan 20 minggu.
b. Tampilan Klinis
Black Books for UKMPPD 131
Tatalaksana:
o Jika tekana diastolik ≥ 110 mmHg atau tekanan sistolik ≥ 160 mmHg,
berikan antihipertensi.
o Istirahat
o Pikirkan komplikasi: solusio plasenta, IUGR, superimposed preeklampsia.
b. Hipertensi Gestasional
Hipertensi yang didiagnosa setelah usia kehamilan 20 minggu dan tanpa
proteinuria.
Tatalaksana:
o Rawat jalan
o Pantau kondisi janin setiap minggu
o Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
o Bila kondisi janin memburuk, pertumbuhan janin terhamba € rawat dan
pertimbangkan terminasi
c. Pre Eklampsia Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan proteinuria ≥ 0,3 g/24 jam atau dipstik +1.
Tatalaksana:
o Usia kehamilan <37 minggu:
Rawat jalan
Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondsi janin 2 kali
seminggu
Istirahat
Diet biasa
Tidak perlu terapi farmakologis
Bila tidak memungkinkan rawat jalan € rawat inap
o Usia kehamilan >37
minggu: Pertimbangkan
terminasi:
Serviks matang: pecah ketuban, induksi dengan oksitosin /
prostaglandin
Serviks belum matang: pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter foley atau SC
d. Pre Eklampsia Berat
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg dan proteinuria ≥ 5 mg/24 jam atau dipstik +3
Black Books for UKMPPD 133
o Rawat inap
o Oksigen 4-6 lpm
o Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
o Berikan antikonvulsan
o Observasi VS, refleks, dan DJJ setiap jam
o Awasi komplikasi: edem pulmo (bila terdapat edem pulmo, berikan
furosemid IV), HELLP syndrome (hemolisis, elevated liver enzime,
low platetel count), koagulopati (lakukan uji pembekuan darah bed
side)
e. Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronik disertai proteinuria.
Tatalaksana sama dengan preeklampsia
f. Impending Eklampsia
Preeklampsia disertai gejala sakit kepala, mual, muntah, gangguan
pengelihatan, nyeri kuadran kanan atas abdomen, hiperrefleksia
Tatalaksana sama seperti preeklampsia.
g. Eklampsia
Preeklampsia disertai kejang
Tatalaksana sama seperti preeklampsia, namun persalinan harus berlangsung
dalam 12 jam setelah timbulnya kejang.
h. Antihipertensi
TD 140-159 / 90 – 109 : metildopa, labetalol, nifedipin PO
TD ≥ 160/110: labetalol IV, hidralazin IV, atau nifedipin sub lingual
i. Antikonvulsan
Pilihan obat: MgSO4
Dosis: 4 gr IV sebagai larutan 20% dalam 5 menit, diikuti MgSO4 (50%) 5
gr bokong kanan dan 5 gr bokong kiri.
Sebelum pemberian, cek: RR minimal 16 x/menit, refleks patella (+), urin
minimal ≥ 30 cc/jam dalam 4 jam terakhir
Antidotum: Ca glukonas 1 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV sampai
bernafas kembali.
10. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Keadaan pecahnya ketuban sebelum persalinan dan tidak diikuti oleh proses
persalinan.
b. Tampilan Klinis
Anamnesis: keluarnya cairan ketuban dari vagina secara tiba-tiba, tidak ada his
c. Pemeriksaan Penunjang
Nitrazin test (pH kertas lakmus setelah ditempelkan ke cairan menjadi biru), USG
d. Tatalaksana
Ada tanda-tanda infeksi: terapi sebagai amnionitis
Tidak ada tanda-tanda infeksi, UK < 37 minggu
o Antibiotik: ampisilin 4 x 500 mg + eritromisin 3 x 250 mg selama 7 hari
o Kortikosteroid
o Observasi sampai ada tanda-tanda persalinan
Tidak ada tanda-tanda infeksi, UK > 37 minggu
o Ketuban pecah lebih dari 18 jam
Ampisilin 4 x 2 g IV atau penisilin G 4 x 2 juta unit IV
Jika tidak ada tanda-tanda infeksi post partus € stop antibiotik
o Nilai serviks
Matang € induksi persalinan dengan oksitosin
Belum matang € prostaglandin € induksi dengan oksitosin atau SC
11. Amnionitis
a. Definisi
Infeksi pada amnion
b. Tampilan Klinis
Keluar cairan dari vagina yang purulen, berbau busuk
Demam, leukositosis, nyeri tekan pada uterus, takikardi ibu atau janin
c. Tatalaksana
Antibiotik
o Ampisilin 4 x 2 g IV + gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
o Persalinan pervaginam € stop antibiotik post partus
o SC € lanjutkan AB + metronidazol 3 x 500 mg IV sampai bebas
demam 48 jam
Nilai Serviks
o Matang: induksi persalinan dengan oksitosin
o Serviks belum matang € prostaglandin + induksi oksitosin atau SC
12. Perdarahan Antepartum
a. Solusio Plasenta
Definisi
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasi sebelum waktunya.
Fakor Risiko
Hipertensi, trauma abdomen, riwayat solusio plasenta sebelumnya,
merokok, gemelli, polihidramnion, penyalahgunaan obat (kokain, obat
bius)
Tampilan Klinis
Perdarahan pervaginam, sedikit, berwarna merah gelap atau coklat, nyeri
perut, kontraksi, gerakan janin berkurang, bisa sampai syok pada ibu atau
gawat janin. Pada PF janin bisa tidak teraba.
Penunjang
USG
Tatalaksana
o Janin hidup
Cukup bulan: terminasi dengan pervaginam atau SC
Kurang bulan: steroid, terminasi
o Janin mati
Persalinan per vaginam
b. Plasenta Previa
Definisi
Implantasi plasenta di atas osium serviks interna.
Faktor Risiko
Riwayat plasenta previa sebelumnya, riwayat SC atau operasi uterus,
multiparitas, kehamilan multipel, merokok
Klasifikasi
o Komplit: seluruh ostium tertutup
o Parsial: sebagian ostium tertutup
o Marginal: tidak menutup, tapi berada dalam jarak < 2 cm dari ostium
o Letak rendah: berada dalam jarak 2 – 3,5 cm dari ostium. Tidak
dianggap plasenta previa
Tampilan Klinis
Bisa asimptomatis, perdarahan pervagina yang tidak nyeri. Tidak
boleh melakukan VT kecuali setelah USG bukan plasenta previa atau di
ruang operasi. Inspekulo boleh dilakukan.
Penunjang
USG
Tatalaksana
o Tidak ada perdarahan: tunggu sampai 37 minggu, lalu SC
o Perdarahan:
≥ 37 minggu: SC
≤ 37 minggu: bila hemodinamik tidak stabil € SC. Bila
hemodinamik stabil € rawat inap, observasi
c. Vasa Previa
Definisi
Korda umbilikus berada diantara fetus dan ostium serviks
Tampilan Klinis
Perdarahan berat ketika ketuban pecah saat persalinan. Risiko kematian janin
akibat syok sangat tinggi.
Tatalaksana
SC
13. Kelainan Implantasi Plasenta
Plasenta Accreta
Plasenta menempel sampai sedikit menembus ke miometrium
Plasenta Increta
Plasenta menempel sampai ke miometrium tapi tidak sampai ke parametrium
Plasenta Percreta
Plasenta menempel hingga menembus parametrium. Bisa menyebabkan ruptur
uteri.
14. Prolaps Tali Pusat
a. Tali pusat menumbung / prolapsus funiculli
Tali pusat keluar atau berada di samping dan melewati bagian terendah janin di
dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan ke luar
vagina setelah ketuban pecah.
b. Tali pusat terdepan / terkemuka
Tali pusat berada di samping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis
servikalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban masih
intak.
c. Occult prolapse
Keadaan dimana tali pusat terletak di samping kepala atau di dekat pelvis tapi
tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina
15. Perdarahan Post Partum
a. Definisi
Perdarahan pasca persalinan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir atau
yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu
b. Tampilan Klinis
No. Gejala dan Tanda Kemungkinan Penyebab
1. Perdarahan setelah anak lahir Atonia Uteri
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan segera Robekan jalan lahir
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
3. Plasenta belum lahir sampai 30 menit Retensi plasenta
4. Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Sisa plasenta
Perdarahan dapat muncul 6-10 hari post
partum disertai subinvolusi uterus
5. Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal Ruptur uteri
dan perdarahan pervaginam)
Nyeri perut yang hebat
Kontraksi yang hilang
6. Fundus uteri tidak teraba pada palpasi Inversio uteri
abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau berat
7. Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat Gangguan pembekuan
gumpalan sederhana darah
Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
pembentukkan darah sederhana
Terdapat faktor predisposisi: solusio plasenta,
kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air
ketuban
c. Tatalaksana
Tatalaksana Awal
o ABC
o Jika syok € tatalaksana syok
Atonia Uteri
o Kompresi bimanual internal atua eksternal
o Infus oksitosin dan oksitosin IM
o Ergometrin
o Asam Tranexamat
Robekan Jalan Lahir
o Penjahitan
Retensi Plasenta
o Tarikan tali pusat terkendali, bila tidak berhasil, lakukan manual
plasenta
o Infus oksitosin dan oksitosin IM
o Antibiotik profilaksis
Sisa Plasenta
o Infus Oksitosin dan Oksitosin IM
o Eksplorasi digital (menggunakan jari) atau dengan kuretase
o Antibiotik profilaksis
16. Robekan Perineum
Derajat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum
Derajat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani
Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai ke otot sfingter
ani: III A: robekan < 50% sfingter ani eksterna
III B: robekan > 50% sfingter ani eksterna
III C: robekan juga meliputi sfingter ani interna
Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan sfingter ani dan mukosa rektum
17. Puerperal Sepsis
a. Definisi
Semua infeksi genital yang terjadi akibat komplikasi dari aborsi atau persalinan.
Gejala muncul biasanya lebih dari 24 jam setelah persalinan.
b. Faktor Risiko
SC, usia muda, persalinan lama, KPD, pemeriksaan vagina berulang, manual plasenta
c. Tampilan Klinis
Demam, menggigil, lemas, nyeri abdomen bawah, nyeri uterus, subinvolusi uterus,
lokhia purulen dan berbau busuk, perdarahan pervaginal, syok.
d. Tatalaksana
Posisi semi-Fowler
Cairan IV
Infus oksitosin
Analgetik
Antibiotik spektrum luas IV
18. Prolaps Uteri
Derajat I
Serviks masih berada di dalam vagina
Derajat II
Serviks terlihat di luar vulva
Derajat III
Prolaps
komplit
19. Abortus
a. Definisi
Berakhirnya kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu
b. Klinis: perdarahan dari serviks dan nyeri ringan
c. Klasifikasi
Diagnosis Perdarahan Nyeri Perut Uterus Serviks Gejala Khas
Abortus Sedikit Sedang Sesuai usia Terututp Tidak ada epulsi
Imminens kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai usia Terbuka Tidak ada epulsi
Insipiens banyak hebat kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Lebih kecil dari Terbuka Epulsi sebagian
Inkomplit banyak hebat usia kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedikit Tanpa/sedikit Lebih kecil dari Tertutup Epulsi seluruh
Komplit usia kehamilan jaringan konsepsi
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil dari Tertutup Janin telah mati,
tapi
Abortion usia kehamilan
tidak ada epulsi
jaringan
d. Tatalaksana
Abortus Imminens: konservatif, bed rest
Abortus Insipiens: dilatasi dan kuretase
Abortus Inkomplit: dilatase dan kuretase
Abortus Komplit: suportif
Missed Abortion: dilatasi dan kuretase
Septic Abortion
o Abortus dengan komplikasi infeksi pelvis. Disertai demam, nyeri
abdomen, sekret vagina.
o Tatalaksana: dilatasi, kuretase, dan antibiotik
Habitual Abortion / Abortus Rekuren
o Abortus dalam tiga kehamilan berturut-turut
o Penyebab: anomali kromosom
20. Kehamilan Ektropik
a. Definisi
Kehamilan yang implantasi blastosisnya terjadi di luar mukosa endometrium.
Paling sering di tuba falopii. Bila ruptur dapat menyebabkan kematian.
b. Faktor Risiko
Infeksi genital, merokok, IUD
c. Klinis
Nyeri perut bawah, perdarahan per vagina, sebelumnya haid terlambat. Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET) atau ruptur: nyeri sangat berat, abdomen distensi,
bisa sampai syok.
PF: nyeri goyang porsio (+)
d. Penunjang
Plano / PP test positif
USG: uterus kosong
Beta-HCG: >1500 IU/L (USG transvaginal), >6500 IU/L (USG transabdominal)
Kuldosintesis
e. Tatalaksana
Bila syok: ABC
Belum ruptur: metrothrexat
KET: pembedahan (laparotomy, laparoskopi, salpingectomy, salpingostomy)
21. Mola Hidatidosa
a. Definisi
Kehamilan abnormal dimama uterus tidak berisi fetus, tetapi berisi masa trofoblastik
dengan villus korionik yang membengkak.
b. Etiologi
Abnormal kromosom (parsial: 69,XXX atau 69,XXY, komplit: 46,XX atau 46,XY)
c. Tampilan Klinis
Perdarahan per vaginam, mual dan muntah hebat, ukuran uterus lebih besar dari
usia gestasi, aktifitas janin (-), DJJ (-)
d. Penunjang
USG: snowstorm appearance (komplit), honeycomb appearance (inkomplit)
Beta-HCG: > 100.000 IU/L
e. Tatalaksana
Dilatase dan kuretase
Cegah kehamilan minimal satu tahun
Ukur kadar HCG tiap 2 minggu
Tunda terapi selama kadar HCG berkurang
Setelah kadar HCG normal € cek HCG tiap bulan selama 6 bulan € tiap 2
bulan selama dua tahun
Bila ada tanda-tanda tirotoksikosis € tatalaksana sesuai terapi tirotoksikosis
22. Kontrasepsi
a. Metode Amenore Laktasi
Adalah metode kontrasepsi dengan pemberian ASI sebagai usaha alamiah
untuk menjarangkan kehamilan
Cara kerja: penundaan, penekanan ovulasi
Efektif sampai 98% dengan syarat: ibu menyusui secara penuh, bayi
menghisap secara langsung, ibu belum mendapatkan haid sejak
melahirkan, umur bayi kurang dari 6 bulan, menyusui dimulai 30 menit
sampai satu jam setelah bayi lahir, kolostrum diberikan pada bayi, jarak
menyusui tidak lebih dari 4 jam
Keuntungan: efektifitas tinggi, segera efektif, tidak mengganggu senggama,
tidak ada efek sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat,
tidak perlu biaya
Keterbatasan: perlu persiapan dan perawatan payudara sejak hamil agar dapat
segera menyusui dan produksi ASI lebih baik, kesulitan dilaksanakan
karena kondisi sosial, efektifitas tinggi hanya sampai 6 bulan
b. Sistem Pantang Berkala
Metode lendir serviks
Masa subur ditandai dengan keluarnya lendir serviks cukup banyak, jernih,
licin, mulur sehingga pada hari itu ibu merasa “lebih basah”, saat itu
pasangan diinstrusikan untuk abstinensi.
Metode suhu basal
Abstinensi dimulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut-
turut setelah suhu berada di atas garis pelindung pada kurva suhu basal.
Metode simtomtermal
Gabungan metode keduanya
Syarat: siklus haid teratur, ibu harus tahu pasti kapan masa suburnya
Efektifitas sedang
Perlu kerjasama pasangan
c. Senggama Terputus
Metode: pria mengeluarkan penisnya sebelum ejakulasi
Efektifitas terganggu kesediaan pasangan dan motivasi
Tidak dianjurkan pada suami yang mempunyai riwayat ejakulasi dini atau
suami tidak kooperatif
d. Metode Barier
Kondom
o Cukup efektif
o Merupakan metode pilihan semetara bila kontrasepsi pilihan harus ditunda
o Mencegah IMS
o Agak mengganggu hubungan seksual
Diafragma + spermisida
o Efektifitas sedang
o Dapat menjadi penyebab infeksi
e. Kontrasepsi Kombinasi (estrogen dan progesteron)
Pil kombinasi
o Efektif dan reversibel
o Cara kerja: menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks, mengganggu pergerakan tuba
o Harus diminum setiap hari, terdiri dari 21 tablet mengandung hormon
estrogen dan progesteron dan 7 tablet plasebo. Diminum mulai hari
pertama haid.
o Siklus haid menjadi teratur
o Kesuburan segera kembali setelah penggunaan dihentikan
o Tidak dianjurkan bagi ibu menyusui
o Efek samping: perubahan mood, mual, bercak/ spotting, peningkatan
berat badan
o Kontraindikasi: riwayat saki jantung, DM, kanker payudara, epilepsi,
gangguan pembekuan darah
Suntikan kombinasi
o Disuntikan satu bulan sekali
o Contoh: 25 mg Depo Medroxyprogesterone asetat dan 5 mg estradiol
sipionat
o Cara kerja, efek samping, indikasi dan kontraindikasi hampir sama dengan
pil kombinasi
f. Kontrasepsi Progestin
Suntikan Progestin
o Sangat efektif
o Cara kerja: menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks, mengganggu pergerakan tuba
o Kesuburan kembali sekitar 4 bulan setelah lepas obat
o Sering terjadi gangguan haid
o Peningkatan berat badan
o Kontraindikasi: riwayat DM, kanker payudara, penyakit hati, penyakit
jantung, stroke
o Disuntikan 3 bulan sekali (Depo Provera) atau 2 bulan sekali (Depo
Noristerat)
Pil Progestin / mini pil
o Tidak menurunkan produksi ASI
o Harus diminum setiap hari dengan waktu yang sama
o Dapat menjadi kontrasepsi darurat
g. Kontrasepsi Implan
Efektif 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (implanon)
Dapat digunakan oleh ibu menyusui
Bebas estrogen
h. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Sangat efektif, reversibel, jangka panjang, bebas hormon
Cara kerja: menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba,
mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum masuk ke kavum uteri, mencegah
sperma dan ovum bertemu
Dapat dipasang setelah melahirkan
Dapat keluar sendiri dari uterus
Efek samping: haid lama dan banyak, infeksi, dismenorhea
Kontraindikasi: infeksi genital, risiko tinggi menderita IMS, kelainan bentuk uterus
i. Kontrasepsi Mantap
Sangat efektif, tidak ada efek samping
Bagi pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi
j. Kontrasepsi Pasca Persalinan
MAL: setelah pesalinan hingga 6 bulan
Barier: segera setelah persalinan
AKDR: setelah 3 minggu
Progesteron: setelah 6 minggu
KB alamiah: setelah 6 minggu
Kombinasi: setelah 6 bulan
GINEKOLOGI
23. Ca Serviks
a. Faktor Risiko
Infeksi HPV (16, 18, 45, 46), menikah usia muda, pertama kali koitus usia
muda, berganti-ganti pasangan seks, rokok, paritas, ras
b. Tampilan klinis
Anamnesis: perdarahan pervagina (terutama setelah berhubungan seksual),
uretra, atau rektum, keputihan berbau, penurunan berat badan
c. Deteksi Dini
Pemeriksaan sitologi (pap smear), IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
test, Colposcopy
Gold standart: colposcopy + biopsi
IVA test: positif bila terlihat gambaran acetowhites area (lesi prekanker)
Pap Smear
o Pemeriksaan dilakukan saat kondisi serviks tidak dalam keadaan inflamasi
/ infeksi. Inflamasi / infeksi ditangani lebih dahulu.
o Negatif palsu: sampel tidak adekuat, salah lokasi pengambilan
sampel, kesalahan pembacaan
o Waktu paling baik pengambilan sampel saat fase proliperatif. Sampel
diambil 24-48 jam setelah hubungan seksual.
o Mulai pemeriksaan tiga tahun setelah hubungan seksual pertama kali
pada wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 21 tahun
o Usia < 30 tahun: screening setiap tahun
o Usia > 30 tahun: screening setiap tahun atau dua tahun sekali
o Screening bisa dihentikan setelah usia 65 tahun
d. Lesi Pre-kanker / cervical dysplasia
Perubahan abnormal sel pada permukaan serviks dilihat menggunakan mikroskop
Histologi
Cervical intraepitelial neoplasma (CIN) I (mild), CIN II (moderate), CIN III (severe)
Sitologi
Low-grade SIL (squamous intraepithelial lession), High-grade SIL
e. Staging
Stage 0 : carcinoma is situ
Stage I : terbatas di serviks
Stage II : keluar dari serviks tapi belum sampai dinding pelvis, 1/3 posterior vagina
Stage III: lesi sudah sampai ke dinding pelvis dan 1/3 anterior vagina
Stage IV: sudah menginvasi vesica urinaria, rectum, atau metastase
24. Mioma Uteri
a. Definisi
Tumor jinak yang berasak dari jaringan otot polos uterus
b. Tampilan Klinis
Anamnesis:
o Menorrhagia dan mentruasi memanjang
o Nyeri pelvis
o Gejala pendesakan ruang (sering buang air kecil, konstipasi)
o Abortus spontan
o Infertilitas
PF (pemeriksaan bimanual):
o Teraba massa di abdomen berbatas tegas, mobile, konsistensi padat
o Uterus teraba membesar dan keras
c. Klasifikasi berdasarkan lokasi
Submukosa: di lapisan endometrium
Intramural: di lapisan miometrium
Subserosa: di lapisan parametrium
Intracavity (mioma geburt): menggantung di dalam cavum uteri (dapat
keluar masuk ke vagina)
Pedinculated (mioma satelit): menggantung di luar cavum uteri
d. Pemeriksaan Penunjang
USG: whorl like pattern / tersusun seperti konde
e. Tatalaksana
Mioma kecil: observasi
Mioma besar/ mendesak ruang sekitarnya: myomectomi / hysterectomi
25. Ca Endometrium
75 % terjadi post menopause
Etiologi: estrogen berlebihan, obesitas, PCOS, DM dan hipertensi
Post menopausal bleeding
26. Sindrom Polikistik Ovarium
a. Definisi
Terdapatnya hiperandrogenemia yang berhubungan dengan anovulasi kronik
pada wanita tanpa adanya kelainan dasar spesifik pada adrenal atau kelenjar
hipofisis
b. Tampilan Klinis
Siklus menstruasi irreguler ,oligomenorhea, amenorhea, hiperandrogen
(hirsutisme, jerawat, alopesia), obesitas, akantosis nigrikan
27. Pelvic Inflamatory Disease
a. Definisi
Infeksi dan inflamasi pada uterus, tuba falopii, dan adneksa pelvis. Biasanya akibat
dari perluasan infeksi pada serviks.
b. Tampilan Klinis
Nyeri goyang porsio
Nyeri tekan uterus
Nyeri tekan adneksa
c. Penatalaksanaan
Antibiotik sesuai penyebab
28. Endometriosis
a. Definisi
Ditemukannya jaringan endometrium di luat uterus yang menyebabkan reaksi
inflamasi. Lokasi tersering: GIT, saluran kemih, jaringan lunak, diafragma.
Penyakit estrogen-dependent
b. Tampilan Klinis
Anamnesis: dismenorrhea berat, nyeri saat berhubungan seksual, nyeri pelvis
kronis, nyeri diantara siklus menstruasi (Mittleschmertz), gejala perimenstrual
c. Tatalaksana
Farmakoterapi
GnRH, kontrasepsi oral, progestin, aromatase inhibitor
Pembedahan (hysterectomi, oophorectomy, salpingo-oophorectomy)
Bila nyeri pelvis tidak dapat diatasi yang menyebabkan penurunan
kualitas hidup, gagal dengan terapi farmakologi, gejala obstruksi
29. Disfungsional Uterine Bleeding
Perdarahan yang berasal dari uterus dimana tidak ada proses patologis lainnya
yang mendasari
Disfungsi aksis hipotalamus-thalamus-ovarium € anovulasi € progesteron tidak
dihasilkan € proliferasi endometrium € perubahan vaskuler endometrium &
penurunan prostaglandin € perdarahan
Tatalaksana: ferrous sulfat, NSAID
30. Amenorhea
a. Definisi
Tidak adanya menstruasi
b. Etiologi
Kelainan hipofisis, tiroid, adrenal, ovarium
c. Klasifikasi
Primer
Tidak menstruasi setelah usia 16 tahun dengan pertumbuhan seksual
sekunder normal (pembesaran payudara, pubes, dll) atau tidak
menstruasi setelah usia 14 tahun tanpa disertai pertumbuhan seksual
sekunder
Sekunder
Tidak mestruasi selama lebih dari 6 bulan pada wanita yang
sebelumnya menstruasi normal
31. Pre Menstrual Syndrome
Siklus yang berulang saat fase lutheal pada menstruasi dimana terjadi stres fisik,
psikologis, dan atau perubahan sikap yang mengakibatkan gangguan hubungan
interpersonal
Premenstrual Magnificence (PMM) € premenstrual sindrom yang terjadi pada
penderita gangguan jiwa
32. Dysmenorrhea
a. Definisi
Nyeri pada saat menstruasi. Dibagi dalam dual katergori: primer (tanpa kelainan
organ pelvis), sekunder (terdapat kelainan organik).
b. Tampilan klinis
Nyeri saat menstruasi, berlangsung 48-72 jam atau lebih, terasa di perut
bagian bawah
c. Tatalaksana
NSAID: ibuprofen, aspirin, asam mefenamat
33. Terminologi dan definisi perdarahan uterus abnormal
Amenorrhea
Tidak ada menstruasi lebih dari 6 bulan
Menorrhagia
Menstruasi dengan perdarahan banyak (>80 ml/siklus) atau durasi memanjang
>7 hari
Metroraghia
Siklus menstruasi irreguler dan interval bervariasi
Menometroraghia
Menstruasi irreguler, perdarahan banyak, dan memanjang
Oligomenorhea
Jumlah darah yang keluar saat menstruasi sedikit
Polymenorrhea
Frekuensi menstruasi meningkat
Intermenstrual
Perdarahan / spotting di antara siklus menstruasi
34. Kista Bartholini
Kista yang terbentuk akibat sumbatan pada duktus / kelenjar bartholini.
Dapat dilihat dari bagian luar/vulva, lokasi pada labia mayor, umumnya muncul
pada usia reproduksi. Dapat berkembang menjadi abses jika terinfeksi. Bakteri
penyebab tersering N. Gonnorhea.
Tatalaksana: insisi drainase, marsupialisasi
35. Kista Gardner
Kista yang muncul pada liang vagina terutama pada bagian anterolateral, berasal
dari sisa duktus mesonefrik / duktus wolfii
36. Kista Nabothi
Kista yang terbentuk karena retensi kelenjar endoserviks (nabothii),
biasanya terdapat pada wanita multipara, sebagai penampilan servisitis. Kita
berwarna putih berisi cairan mukus. Bila menjadi besar bisa menimbulkan
nyeri.
37. Infertilitas
Definisi: tidak terjadi kehamilan selama satu tahun dengan hubungan seksual 2-
3 x/minggu tanpa kontrasepsi. 40% faktor pria, 40% faktor wanita, 20% faktor
keduanya.
38. Analisis Sperma
a. Normozoospermia
Jumlah sperma ≥ 20 juta/ml
b. Oligozoospermia
Jumlah sperma < 20 juta/ml
c. Astenozoospermia
Motilitas sperma a (gerak cepat dan lurus) < 25% atau a+b (gerak lambat,tidak lurus)
<50%. Sperma c (bergerak di tempat), sperma d (tidak bergerak)
d. Teratozoospermia
Morfologi sperma normal < 30%
e. Azoospermia
0 sperma tapi masih ada plasma semen
f. Aspermia
0 sperma + 0 plasma semen
Black Books for UKMPPD 151
ANESTESIOLOGI
Mild airway
Observasi apakah
obstruction
Encourage cough membaik atau
(effective cough) memburuk
Oper airway, 5
Unconscious breath, start CPR
Ineffective cough
5 back blows, 5
Conscious abdominal thrusts
Assess Severity
Observasi apakah
Effective cough Encourage cough membaik atau
memburuk
Abdominal thrust (heimlich manuver): pada anak kurang 1 tahun di dada, lebih
dari satu tahun di abdomen
6. Keracunan CO
CO berikatan dengan Hb membentuk carboxyhemoglobin, sehingga
menghambat ikatan Hb dengan oksigen
Klinis: sakit kepala, mual, peningkatan RR, pandangan kabur, kejang, tidak sadar,
serangan jantung
PF: kulit berwarna merah cerah (cherry-red skin)
7. Keracunan Sianida
Menyebabkan jaringan tidak dapat menggunakan oksigen
Riwayat konsumsi singkong berlebihan, asap pembakaran plastik, dll
Klinis: nafas bau almond, sakit kepala, kejang, hipertensi / hipotensi, sesak,
mual, muntah
Antidotum: sodium nitrat, amyl nitrat, sodium thiosulfat
8. Keracunan Organofosfat
Menghambat asetilkolinesterase, sehingga terjadi kelebihan asetilkolin di celah
sinaps
Riwayat konsumsi / kontak dengan pestisida atau insektisida
Klinis: miosis, salivasi, lakrimasi, mual, produksi urin meningkat, defekasi meningkat
Tatalaksana: atropinisasi (pemberian atropin 2 mg IM, dapat digandakan tiap 10
menit sampai teratropinisasi, tanda pupil menjadi midriasis)
9. Keracunan Arsen
Klinis: hiperkeratosis, melanosis, terbentuknya ulkus-ulkus di kulit
Apusan darah: pansitopenia, basophilic stippling
10. Keracunan Metanol
Klinis: gangguan pengelihatan (gangguan pada n. Opticus), asidosis metabolik,
,gangguan gerak (gangguan pada putamen)
Tatalaksana: hemodialisa
11. Keracunan Merkuri
Klinis: neuropati perifer (paraesthesia, nyeri, seperti terbakar), penurunan lapang
pandang, gangguan kognitif, acrodynia (telapak kaki dan tangan berwarna
merah terang)
12. Keracunan Asam Jengkolat
Riwayat konsumsi jengkol berlebihan
Membuat urin menjadi asam, sehingga asam amino berubah menjadi kristal di urin
Klinis: gejala obstruksi saluran kemih
Tatalaksana: hidrasi (menambah aliran urin), alkalinisasi (pemberian HCO3)
13. Intoksikasi Opioid
Klinis: bradikardi, hipotensi, hipotermia, sedasi, pin point pupil
Tatalaksana: naloxone
Opioid withdrawal: takikardi, hipertensi, hipertermi, insomnia, midriasis,
diaphoresis, lakrimasi, rinorhea
14. Intoksikasi Amfetamin
Klinis: takikardi, hipertensi, hipertermi, peningkatan aktifitas motorik
OFTALMOLOGI
Anel Test (Uji patensi sakkus lakrimalis) : memasukan jarum tumpul ke dalam
sakkus lakrimal melalui punctum lakrimal, kemudian disemprotkan NaCl fisiologis.
Positif bila ada rasa asin di tenggorokan.
Schirmer testt : untuk memeriksa produksi air mata dengan cara menyisipkan
kertas saring di fornix inferior kemudian tunggu 5 menit. Normalnya air mata
minimal 10 mm.
2. Entropion
a. Definisi
Endorotasi dari tepi kelopak mata (margo palpebra).
b. Etiologi
Congenital Entropion
Sejak lahir. Biasanya pada kelopak mata bawah
Spastic Entropion
Hanya pada kelopak mata bawah. Biasa terjadi pada orang tua.
Cicatricial Entropion
Disebabkan oleh infeksi atau trauma (trakoma, luka bakar, trauma kimia),
Steven Johnson Syndrome, pemfigus
c. Gejala Klinis
Mata merah karena iritasi dari bulu mata pada konjungtiva. Pada entropion
kongenital asimptomatik.
d. Tatalaksana
Pembedahan
3. Ektropion
a. Definisi
Eksorotasi dari tepi kelopak mata (margo palpebra)
b. Etiologi
Congenital ectropion
Senile ectropion
Paralytic ectropion
Cicatrical ectropion
c. Gejala Klinis
Mata tidak dapat menutup sempurna (lagoftalmus)
Air mata mengalir lewat pipi
Ulkus kornea
d. Tatalaksana
Pembedahan
4. Trikiasis
Terlipatnya bulu mata ke arah dalam (mengarah ke bola mata) karena infeksi atau
trauma (Bedakan dengan entropion, pada entropion yang melipat tepi kelopak
mata, sehingga bulu mata ikut mengarah ke dalam. Pada trikiasis hanya bulu
mata saja yang melipat.)
5. Blefaritis
a. Definisi
Radang pada tepi kelopak mata dapat disertai terbentuknya ulkus dan melibatkan
kelopak mata
b. Etiologi
Seboroik
Berkaitan dengan dermatitis seboroik. Gangguan pada glandula zeis, moll,
atau meibom.
Stafilokokal / ulserativa
Infeksi kronik stafilokokus. Biasanya pada anak-anak
c. Gejala Klinis
Skuama atau krusta pada tepi kelopak. Jika krusta dilepas bisa terjadi
perdarahan
Bulu mata rontok
Dapat ditemukan ulkus pada tepi kelopak mata
Pembengkakan dan merah pada kelopak mata
d. Tatalaksana
Seboroik:
Memperbaiki kebersihan kelopak mata. Cuci dengan sampo bayi.
Bersihkan dengan cotton bud dan kompres 10-15 menit
Tetrasiklin PO 2 x 250 mg selama 1 bulan atau doksisiklin 1 x 100
mg Stafilokokal:
10. Episkelritis
a. Definisi
Peradangan pada episklera
b. Etiologi
Idiopatik
Infeksi : zooster
Lain-lain : atopi, gout, tiroid, rosea
c. Gejala Klinis
Mata merah biasanya sektoral (tidak difus), visus tidak turun, nyeri, jarang
melibatkan kornea. Pada pemberian fenilefrin 2,5 % kemerahan menghilang.
d. Tatalaksana
Artificial tears
Steroid topikal
11. Skleritis
a. Definisi
Peradangan pada sklera
b. Etiologi
Penyakit sistemik : RA, SLE, gout, sifilis, TB, Wegener, polyartritis nodusa
c. Gejala Klinis
Mata merah, nyeri yang menyebar hingga kepala dan wajah, visus tidak turun. Pada
pemberian fenilefrin 2,5 % kemerahan tidak hilang.
d. Tatalaksana
NSAID
Steroid sistemik
12. Perdarahan Subkonjungtiva
a. Definisi
Perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah konjungtiva atau sklera.
b. Faktro Risiko
Trauma tumpul
Hipertensi
Gangguan koagulasi (Cek faktor koagulasi bila tidak ada faktor risiko lain)
Penggunaan obat antikoagulasi
Benda asing
Konjungtivitis
c. Gejala Klinis
Perdarahan pada sklera berwarna merah terang atau gelap. Tidak nyeri. Visus
tidak turun.
d. Tatalaksana
Self limiting
13. Keratitis
a. Definisi
Peradangan pada kornea
b. Gejala Klinis
Gejala klinis umum : mata merah, visus turun mendadak, injeksi silier,
nyeri, fotofobia
Etiologi Anamnesis Pemeriksaan Tatalaksana
Bakterial: Penggunaan lensa Defek epitel Antibiotik topikal
Stafilokokus kontak Opasitas (Infiltrat) (flurokuinolon,
Pseudomonas Riwayat operasi Edema gentamisin, polimiksin
Moraksela Riwayat korpal Hipopion +/- B)
Sikloplegik (atropin)
Kortikosteroid
HSV Riwayat HSV Lesi dendritik (seperti Antiviral topikal
cabang pohon) (acyclovir salep)
Geografika Sikloplegik
Vesikel +/- Kortikosteroid
Herpes Zooster Nyeri dermatomal Vesikel di kulit sekitar Antiviral topikal
mata (acyclovir salep)
Acyclovir oral 5x800
mg selama 7 hari
Sikloplegik
Kortikosteroid
Fungal: Riwayat trauma Infiltrat Natamisin 5% tetes atau
Aspergilus dengan tumbuhan Batas kabur amfoterisin B 0,15% tiap
Candida Lesi satelit 2 jam selama 4
minggu
Antifungi sistemik
(flukonazol 200 mg)
Tidak boleh diberi steroid
Amuba Riwayat berenang di Amebisida
(acanthamoeba) danau, riwayat Kortikosteroid topikal
pemakaian lensa
kontak
Nyeri sangat hebat
Fluorescein Test: untuk melihat adanya defek epitel kornea. Kertas fluoresin yang
telah dibasahi diletakan di sakkus konjungtiva inferior kemudian pasien diminta
menutup mata sehingga fluoresin menyebar. Positif bila terdapat defek kornea yang
terlihat berwarna hijau.
Seidel Test: untuk mengetahui adanya perforasi kornea. Setelah tes fluoresin, mata
ditutup kemudian dilakukan sedikit penekanan pada kornea. Jika terdapat ulkus
mata akan terlihat fluoresin diencerkan oleh aquos humour dan tampak seperti
aliran.
15. Uveitis
a. Definisi
Peradangan pada uvea (iris, badan silier, koroid)
b. Gejala Klinis
Gejala umum: mata merah, visus turun, fotofobia
Etiologi Anamnesis Klinis Tatalaksana
Anterior (Iris): Nyeri Injeksi siliar Sikloplegik
Idiopatik Nyrocos Flare (efek tyndal pada Steroid topikal
Penyakit Sensasi benda apung (-) COA) Tidak membaik €
sistemik (RA, Keratic presipitat steroid sistemik
SLE, IBD) Hipopion
Infeksi (herpes,
TB, sifilis) Sinekia posterior €
Post OP glaukoma akut sudut
tertutup
Intermediate Tidak nyeri Infiltrasi sel ke vitreous Steroid topikal, bila
(Badan Silier): Sensai Benda apung (+) (vitritis) tidak membaik berikan
Idiopatik Bilateral Tampak snowbanking di sistemik
Sarkoidosis inferior vitreus
Myastenia Gravis
Lyme
Sifilis
Posterior Nyeri Sel Hazy (+) Sesuai penyebab
(Koroid): Sensasi benda apung (+) Koroiditis
Toxoplasmosis Inflamasi COA Retinitis
CMV Vaskulitis
Histoplasmosis
16. Glaukoma
a. Definisi
Neuropati optik yang disebabkan oleh TIO yang relatif tinggi
b. Gejala Klinis
Pemeriksaan yang diperlukan : Perimetri / tes konfrontasi (melihat lapang
pandang), Tonometri (Menilai TIO), Gonioskopi (melihat sudut iridokornea),
Funduskopi (Menilai CD (cup-disc) ratio)
Etiologi Klinis Tatalaksana
GlaukomaMatamerah,berair,visusturun
akut / sudut tertutup: AcetazolamidHcl500mg,
Obstruksi mendadak,
trabekulaoleh iris perifer
nyeri, mual, muntah, halodilanjutkan 4x250
TIO > 21 mmHg, injeksi konjungtiva, KCl 0,5 mg 3x1 edema kornea, pupil midriasis, COA Timol
17. Katarak
a. Definisi
Kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam pengelihatan.
b. Etiologi
Degenerasi (katarak senilis)
Penyakit sistemik ( DM)
Trauma
Glaukoma
Uveitis
Pemakaian steroid jangka panjang
c. Klinis
Katarak Kongenital
Umumnya karena infeksi intrauterin (Rubella). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan refleks merah abnormal atau ada leukokoria. Bila tidak diobati dapat
menyebabkan ambliopia (penurunan visus yang tidak dapat dikoreksi
menjadi normal, akibat gangguan pada nervus optikus) bahkan kebutaan.
Tatalaksana dengan pembedahan, dilakukan sebelum usia 2 bulan agar
perkembangan visus tidak terganggu.
Katarak Senilis
Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Sebagian Seluruh Lensa Jatuh
Shadow Test Positif Negatif Pseudopositif
Visus >6/60 <6/60 <6/60
Katarak Traumatik
Pada trauma tumpul. Khas gambaran stelata (opasitas berbentuk bintang)
Shadow Test : sinar masuk dengan sudut 45°, positif jika sinar akan
dipantulkan mengenai iris sehingga terbentuk bayangan iris pada lensa.
d. Tatalaksana
Pembedahan:
Ekstraksi katarak ekstrakapsular
Ekstraksi katarak intrakapsular
Fakoemulsifikasi
18. Ablasio Retina
a. Definisi
Terpisahnya lapisan sel batang dan sel kerucut dari lapisan sel epitel pigmen.
Antara lapisan sel batang dan kerucut dengan sel epitel pigmen terdapat celah
yang disebut celah potensial.
b. Klinis
Ablasio Retina Rhematogen
o Adanya retina yang robek menyebabkan cairan vitreous masuk ke celah
potensial. Faktor risiko : miopia berat.
o Klinis : penurunan lapang pandang, pandangan seperti tertutup tirai hitam
Ablasio Retina Traksional
o Disebabkan tarikan retina ke dalam badan vitreous karena terdapatnya
jaringan fibroseluler
o Klinis: penurunan visus dan lapang pandang
o Funduskopi : retina yang tertarik terlihat konkaf
Ablasio Retina Eksudatif
o Timbunan cairan pada celah potensial karena koroiditis
o Penurunan visus dan lapang pandang, dipengaruhi perubahan posisi.
19. Retinopati Hipertensi
Klinis: mata tenang, visus turun perlahan, riwayat hipertensi (+).
Funduskopi: mikroaneurisma, cotton wool spot, copper wiring, av crossing
20. Retinopati Diabetik
Klinis: mata tenang, visus turun perlahan, floaters (+), riwayat DM (+)
Funduskopi:
o Nonproliperatif : mikroaneurisma, dot and blot hemorrhage, flame
hemorrhage, cotton wool spot
o Preproliperatif : soft and hard exudates
o Proliperatif dini : neovaskularisasi
o Proliperatif lanjut : perdarahan vitreus (refleks fundus menghilang, tampak
perdarahan pada vitreus, mild RAPD € Tatalaksana: vitrektomi
Tatalaksana
Fotokoagulasi laser
21. Oklusi Vaskular Retina
Tipe Klinis
Central Retinal Artery Penurunan visus mendadak, unilateral, tidak nyeri
Occlusion (CRAO) Funduskopi : tampak opasitas pada polus posterior retina,
cherry red spot di sentral makula, RAPD
Branch Retinal Artery Penurunan visus mendadak, unilateral, tidak nyeri
Occlusion (BRAO) Funduskopi : tampak opasitas superfisial pada distribusi cabang
arteri, edema lokal
23. Endoftalmitis
a. Definisi
Peradangan bola mata yang melibatkan vitreous dan segmen anterior. Dapat juga
melibatkan koroid dan retina.
b. Etiologi
Biasanya komplikasi Post-OP katarak, vitrektomi
c. Klinis
Visus turun mendadak, nyeri, edema palpebra, konjungtiva hiperemis, edema
kornea, hipopion, vitritis,
d. Tatalaksana
Antibiotik topikal dan sistemik
Kortikosteroid
Enukleasi : pengankatan bola mata dan sebagian n. Optikus, mempertahankan
konjungtiva, kapsula tenon, dan otot ekstraokular
24. Panoftalmitis
a. Definisi
Peradangan bola mata yang melibatkan vitreous dan segmen anterior, segmen
posterior, dan otot-otot bola mata.
c. Etiologi
Biasanya komplikasi Post-OP katarak, vitrektomi
d. Klinis
Visus turun mendadak, demam, nyeri, nyeri saat menggerakan bola mata,
edema palpebra, konjungtiva hiperemis, edema kornea, hipopion, vitritis
e. Tatalaksana
Eviserasi : pengangkatan isi bola mata tetapi menyisakan sklera
25. Neuritis Optik
Faktor risiko : alkoholisme, rokok, defisiensi B1 dan B12, riwayat penggunaan obat
(kloramfenikol, ethambutol, isoniazid, digitalis, streptomisin, klorpropamid)
Klinis: penurunan visus mendadak bilateral yang progresif, tidak nyeri. Defek
lapang pandang sentral bilateral.
26. Trauma Kimia
Trauma Asam Trauma Basa
Terjadi koagulasi protein epitel kornea Menyebabkan koagulasi sel, saponifikasi,
Kerusakan hanya superficial disertai dehidrasi. Terjadi penghancuran
Kekeruhan pada kornea jaringan kornea
Contoh: asam sulfat, HCl, zat pemutih Dapat menembus kornea sampai ke
retina
Contoh : amoniak
Tatalaksana:
Emergensi
o Irigasi
o Double eversi kelopak mata
o Debridemen
Medikamentosa
o Steroid
o Sikloplegik
o Antibiotik
27. Miopia
a. Definisi
Kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam
keadaan istirahat akan dibiaskan di depan retina.
Klasifikasi:
Miopia ringan : lensa koreksi -0,25 sampai -3,0 dioptri
Miopia sedang : lensa koreksi -3,25 sampai -6 dioptri
Miopia berat : lensa koreksi > 6 dioptri
b. Etiologi
Aksis bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu
besar.
c. Klinis
Mata kabur saat melihat objek jauh
d. Tatalaksana
Koreksi lensa sferis negatif terkecil yang memberikan visus 6/6
e. Komplikasi
Ablasio retina
28. Hipermetropia
a. Definisi
Kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina
b. Etiologi
Aksis mata terlalu pendek atau kelengkungan kornea yang kurang
c. Klinis
Mata kabur saat melihat objek dekat dan jauh, sakit kepala, fotofobia, cepat
lelah saat membaca, perlu memincingkan mata jika melihat jauh.
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis terbesar yang memberi visus 6/6
e. Komplikasi
Glaukoma sudut sempit
29. Astigmatisme
a. Definisi
Keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang ke seluruh
meridian Klasifikasi:
Astigmatisma miopikus simpleks
Satu bayangan dibiaskan tepat di retina, bayangan lain dibiaskan di
depan retina
Astigmatisma hipermetropikus simpleks
Satu bayangan dibiaskan tepat di retina, bayangan lain dibiaskan di belakang
retina
Astigmatisma mikstous
Satu bayangan dibiaskan di depan retina, bayangan lain dibiaskan di
belakang retina
Astigmatisma miopikus kompositus
Kedua bayangan dibiaskan di depan retina
Astigmatisma hipermetropikus kompositus
Kedua bayangan dibiaskan di belakang
retina
b. Etiologi
Perubahan lengkung kornea
c. Klinis
Mata kabur saat melihat jauh dan dekat, objek membayang, astenopia
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis dan silinder
Astigmatisma miopikus simpleks : Sferis 0 , Cilinder negatif
Astigmatisma hipermetropikus simpleks : Sferis 0, Cilinder positif
Astigmatisma mikstous : Sferis positif, Cilinder negatif
Astigmatisma miopikus kompositous : Sferis negatif , Cilinder negatif
Astigmatisma hipermetropikus kompositous : Sferis Positif , Cilinder negatif
e. Komplikasi
Ambliopia
30. Presbiopia
a. Definisi
Suatu kondisi yang berhubungan dengan usia dimana pengelihatan kabur
ketika melihat objek berjarak dekat
b. Etiologi
Proses degenerasi sehingga lensa mata kehilangan elastisitasnya
c. Klinis
Pengelihatan kabur ketika melihat dekat. Jika membaca mata terasa lelah,
berair, perih.
d. Tatalaksana
Koreksi dengan lensa sferis sesuai umur
40 tahun addisi S +1 D
45 tahun addisi S +1,5 D
50 tahun addisi S +2 D
55 tahun addisi S +2,5 D
60 tahun addisi S +3 D
1) Anopsia ipsilateral
2) Hemianopsia heteronim bitemporale
3) Hemianopsia homonim
4) Quadranopsia homonim superior sinistra
5) Quadranopsia homonim inferior sinistra
6) Macular sparing
7) Skotoma sentral
THT-KL
42. Othematome
Terdapat kumpulan darah di perikondrium dan tulang rawan. Biasanya diakibatkan
trauma.
Tatalaksana dengan drainase
43. Pseudokista
Terdapat benjolan di daun telinga akibat adanya kumpulan cairan antara
perikondrium dengan tulang rawan
Benjolan tidak nyeri
Tatalaksana dengan drainase kemudian dibalut tekan menggunakan gips untuk
mencegah kekambuhan
44. Selulitis Aurikula
Infeksi bakteri (Staphylokokus, Streptococcus)
Klinis: aurikula merah, bengkak, nyeri, nyeri tekan
Tatalaksana: antibiotik
45. Erisipelas Aurikula
Infeksi Grup A Streptokokus beta hemolitikus
Klinis: aurikula kemerahan, bengkak, nyeri, disertai demam
Tatalaksana: oral/IV penisilin G
46. Perikondritis dan Kondritis
a. Definisi
Peradangan pada perikondrium atau kartilago aurikula.
b. Etiologi
Pseudomonas sp. Dapat merupakan komplikasi dari selulitis aurikular, otitis
eksterna, trauma, dan piercing.
c. Klinis
Daun telinga kemerahan, bengkak, nyeri, terdapat eksudat purulen.
Dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya (leher dan wajah).
47. Fistula Auricular
Adanya lubang kecil di depan auricula akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II.
Lubang dibatasi epitel. Lubang dapat berlanjut sampai ke cavum timpani atau
faring.
Lubang tetap terbuka € tidak ada gangguan
Lubang tertutup € terbentuk kista atau abses, bengkak, hiperemis, terdapat sekret
purulen
Bila ada abses € ekstirpasi
48. Otitis Eksterna
a. Otitis Eksterna Akut
1) Otitis Eksterna Sirkumsripta
a) Etiologi
S. aureus / S. albus
b) Klinis
Infeksi terjadi di 1/3 liang telinga luar (ada kulit)
Terdapat furunkel
Nyeri tekan perikondrium
Nyeri saat membuka mulut
Gangguan pendengaran bila furunkel menyumbat telinga (tuli konduksi)
c) Tatalaksana
Antibiotik salep Polimiksin B / bacitrasin dalam alkohol
Analgetik
Jika abses € aspirasi
Insisi jika purunkel menyebar
2) Otitis Eksterna Difus
a. Etiologi
Pseudomonas (tersering, menghasilkan eksotoksin), S. Albus, E. Coli,
Enterobakter aerogenes
b. Klinis
Riwayat berenang di kolam renang, danau, laut (Tempat hidup bakteri)
Infeksi mengenai 2/3 liang telinga dalam
Nyeri tekan tragus
Liang telinga hiperemis dan sempit
Sekret berbau
c. Tatalaksana
Bersihkan telinga (ear toilet)
Tampon dengan antibiotik / kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari
Tetes telinga polimiksin B, neomisin, kloramfenikol
Hidrokortison topikal untuk mengurangi inflamasi
b. Otomikosis
a. Etiologi
Aspergilus (terbanyak) atau Candida sp.
b. Klinis
Akibat kelembapan tinggi dalam liang telinga (riwayat aktifitas atau
olah raga air)
Gatal, nyeri, keluar sekret dari liang telinga
Dapat terjadi gangguan pendengaran (tuli konduksi)
Pada pemeriksaan terlihat jamur seperti serabut kapas dengan warna
yang bervariasi (putih kekuningan)
Pemeriksaan KOH 10% : Hifa, spora
c. Tatalaksana
Ear toilet
Antimikotik topikal
o Aspergilus : miconazole
o Candida : nystatin
Cuci liang telinga dengan asam asetat 2% dalam alkohol (keratolitik)
2x sehari
c. Herpes Zoster Otikus
a. Etiologi
Varicela Zosten Virus
b. Klinis
Riwayat varicela
Tampak lesi kulit vesikuler di sekitar liang telinga yang sangat nyeri,
seperti terbakar
Vertigo, mual, muntah
Tinitus
Penurunan pendengaran
Bila disertai paralisis n. Fasialis disebut Ramsay Hunt Syndrome
c. Tatalaksana
Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 – 10 hari atau
Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10 hari
d. Otitis Eksterna Maligna
a) Etiologi
Pseudomonas
b) Klinis
Terjadi pada penderita DM karena pH serumen yang tinggi,
imunokompromais, dan mikroangiopati
Nyeri lebih berat dan sekret lebih banyak dari OE biasa
Liang telinga bengkak
Bila inflamasi menyebar ke n. VII bisa terjadi paralisis fasial
c) Tatalaksana
Ciprofloxacin oral
Debridemen bila perlu
49. Miringitis Bulosa
a. Definisi
Infeksi pada membran timpani oleh virus, Mycoplasma, atau bakteri lainnya
b. Klinis
Tampak vesikel/bula pada membran timpani berisi cairan serous atau
hemoragik yang sangat nyeri
c. Tatalaksana
Analegetik
Antibiotik topikal
Kortikosteroid topikal
Hindari memecahkan vesikel
50. Serumen Proop
a. Definisi
Terbentuknya gumpalan yang menumpuk akibat serumen yang berlebihan di
dalam liang telinga. Dapat terjadi karena paparan bising kronis, kerusakan
mekanisme pembersihan alami liang telinga
b. Klinis
Penurunan pendengaran (tuli konduktif)
Telinga terasa penuh, terlebih jika ada air masuk ke telinga
Pada otoskopi terlihat penumpukan serumen
c. Tatalaksana
Hindari membersihkan telinga secara berlebihan
Hindari memasukan air atau apapun ke dalam telinga
Serumen lunak : evakuasi dengan kapas
Serumen keras : teteskan seruminolitik (carbogliserin)
Serumen sudah terlalu dalam : irigasi
Perforasi membran timpani kontra indikasi irigasi
51. Otitis Media Akut
a. Etiologi
Sterptococcus pneumoniae (bakteri gram positif bentuk rantai)
b. Stadium
1) Oklusi Tuba
Membran timpani retraksi, pucat
Tatalaksana:
o Tetes hidung efedrin HCl 0,5% (anak), 1% (Usia > 12 tahun)
o Antibiotik oral (amoksisilin)
2) Hiperemis
Membran timpani hiperemis, edem
Tatalaksana:
o Tetes hidung efedril HCl
o Antibiotik oral
3) Supuratif
Membran timpani bulging
Sangat nyeri, demam
Tatalaksana:
o Antibiotik oral
o Miringotomi
4) Perforasi
Membran timpani ruptur sehingga sekret mengalir ke luar
Nyeri menghilang, suhu menurun
Tatalaksana:
o Antibiotik oral
o Ear toilet dengan H2O2 3% selama 3-5 hari
5) Resolusi
Sekret mengering dan perforasi menutup
Kegagalan stadium resolusi menyebabkan OMSK
Tatalaksana:
Antibiotik oral
52. Otitis Media Supuratif Kronik
a. Etiologi
OMA yang gagal mengalami stadium resolusi
b. Klinis : membran timpani perforasi, sekret keluar terus menerus sampai lebih dari
6 minggu
OMSK tipe benigna
o Tidak ada kolesteatoma
o Perforasi biasanya sentral
OMSK tipe maligna
o Terdapat kolesteatoma
o Bisa menyebabkan komplikasi mastoiditis
c. Penunjang
CT-scan bila curiga ada komplikasi
d. Tatalaksana
OMSK Benigna
o Ear toilet dengan H2O2 3% selama 3-5 hari
o Antibiotik tetes telinga (neomycin + polimyxin B)
o Kauterisasi bila ada jaringan granulasi
o Jika perforasi tidak menutup setelah 2 bulan € miringoplasti
OMSK Maligna
o Operasi eradikasi kolesteatoma, mastoidektomi, dengan atau tanpa
miringoplasti
53. Otitis Media Serosa
a. Etiologi
Transudat serosa di dalam telinga tengah. Bisa disebabkan oleh disfungsi tuba
Eustachius atau kelanjutan dari OMA
b. Klinis
Gangguan pendengaran, tidak nyeri, tidak ada gejala sistemik
Membran timpani tampak suram, tidak hiperemis, mobilitas berkurang
(tes Toynbee dan valsava negatif)
c. Tatalaksana
Watchful and waiting selama 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan dipasang
tube timpanostomi untuk drainase
Antihistamin, dekongestan, antibioti, steroid
54. Mastoiditis
Merupakan komplikasi dari otitis media
Klinis : demam, nyeri telinga, nyeri di belakang telinga, terdapat massa di
belakang telinga yang bengkak dan nyeri, othorea
Pemeriksaan penunjang : CT Scan (clouding of mastoid air cells)
Tatalaksana:
o Antibiotik dosis tinggi IV
o Analgetik
o Miringotomi
o Indikasi mastoidektomi: mastoid osteitis, intracranial extension, abses,
adanya cholesteatoma, perbaikan yang kurang dengan pemberian
antibiotik IV
55. Tuli Pendengaran
a. Tuli Konduktif
Disebabkan gangguan hantaran suara
Etiologi: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, OE sirkumskripta,
osteoma, tuba katar, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,
hemotimpanum, dislokasi tulang pendengaran
b. Tuli Sensorneural (persepsi)
Disebabkan gangguan pada saraf pendengaran
Etiologi: aplasia, labirinitis, introksikasi streptomisin, kanamisin,
garamisin, neomisin, kina, asetosal, alkohol, trauma kapitis, trauma
akustik, neuroma, multiple mieloma, cedera otak
c. Pemeriksaan
1) Tes Penala
Memakai penala 512 Hz
Tes Rinne
Penala digetarkan, diletakan di procesus mastoid, setelah tidak terdengan
penala dipegang di depan lubang telinga. Bila masih terdengar disebut
rinne (+), bila tidak terrdengar disebut rinne (-)
Tes Webber
Penala digetarkan diletakan di garis tengah kepala (verteks, dahi, gigi
seri). Bila terdengar lebih keras di salah satu sisi disebut Webber
lateralisasi ke telinga tersebut
Tes Schwabach
Penala digetarkan kemudian diletakan di procesus mastoid pasien sampai
tidak terdengar. Kemudia penala segera dipindahkan ke procesus mastiod
pemeriksa. Jika pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek. Kemudian pemeriksaan diulang dengan
pemeriksa terlebih dahulu. Jika setelah pemeriksa tidak dapat
mendengar penala tetapi pasien masih bisa mendengar, disebut
schwabach memanjang. Jika sama-sama tidak mendengar disebut
schwabach sama.
Diagnosis Webber Schwabach Rinne
Normal Lateralisasi - Sama Positif
Tuli Konduktif Lateralisasi ke Memanjang Negatif
telinga yang sakit
Tuli sensorineural Lateralisasi ke Memendek Positif
telinga sehat
Tes Bing
Tragus ditekan sampai menutup liang telinga, kemudian penala digetarkan
dan diletakan pada pertengahan kepala. Bila terdapat lateralisasi pada
telinga yang ditutup berarti telinga tersebut normal. Bila tidak terdapat
laterasasi berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.
Tes Stenger
Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (pura-pura tuli)
2) Tes Berbisik
Bersifat semi-kuantitatif. Digunakan untuk menentukan derajat ketulian secara
kasar.
3) Audiometri Nada Murni
Digunakan untuk mengukur derajat ketulian secara kuantitatif
56. Meniere Disease
a. Etiologi
Terlalu banyak cairan endolimfe di dalam kanalis semisirkularis
b. Klinis
Trias meniere: gangguan pendengaran, vertigo, tinitus
c. Tatalaksana
Diazepam saat serangan. HCT dan steroid untuk pencegahan
57. Furunkel pada Hidung
a. Definisi
Infeksi kelenjar sebasea atau folikel rambut oleh Staphylococcus aureus
b. Klinis
Furunkel di dalam hidung paling sering di lateral vestibulum nasi yang
mempunyai vibrissae
Kadang nyeri
c. Tatalaksana
Kompres hangat
Antibiotik oral dan topikal
Insisi bila sudah terjadi abses
58. Rhinitis Akut
a. Definisi
Peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung kurang dari 12 minggu
b. Klinis
Keluhan umum: rinorea, hidung tersumbat, disertai rasa panas dan gatal pada
hidung, bersin-bersin.
Rhinitis simpleks
o Disebabkan oleh virus (adenovirus, rhinovirus, ECHO)
o Terdapat demam ringan,
o Tatalaksana: antipiretik, dekongestan
Rhinitis Influenza
o Disebabkan virus Influenza A, B, atau C
o Gejala sistemik umumnya lebih berat, disertai myalgia
o Tatalaksana: antipiretik, dekongestan.
Rhinitis Eksantematosa
o Disebabkan Morbili, varisela, variola, pertusis
o Riwayat imunisasi tidak lengkap
o Gejala terjadi sebelum ruam muncul
Rhinitis Bakteri
o Disebabkan bakteri Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus.
o Sekret mukopurulen
o Demam
o Terdapat membran putih keabuan bila diangkat berdarah
o Tatalaksana: antibiotik, antipiretik, dekongestan
Rhinitis Difteri
o Disebabkan Corynebacterium difteri
o Riwayat imunisasi tidak lengkap
o Demam, limfadenitis, toksemia, paralisis otot pernafasan
o Tatalaksana: isolasi, penisilin sistemik, antitoksin difteri
Rhinitis Iritan
o Disebabkan paparan terhadap debu, asap, atau gas iritatif (amonia,
formalin, dll)
o Rinorea yang sangat banyak dan bersin-bersin
o Tatalaksana: hindari pencetus
59. Rhinitis Alergi
a. Etiologi
Inflamasi membran nasal yang dimediasi IgE
b. Klinis
Keluhan: bersin di pagi hari atau bila ada kontak debu, hidung
tersumbat, hidung gatal, rhinorea
Alergic shiners : dark circles di sekitar mata, berhubungan dengan
vasodilatasi atau obstruksi hidung
Alergic crease : lipatan horizontal yang melewati setengah bagian
bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan
tangan
Alergic salute : kebiasaan menggosok-gosok hidung karena gatal
Facies adenoid : mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang
tinggi, menyebabkan gangguan gigi
Cobblestone appearance pada dinding posterior faring
Geographic tongue
Rhinoskopi: mukosa hidung edem berwarna livide/pucat, dengan sekret cair
c. Klasifikasi
Berdasar sifat berlangsungnya
o Intermiten: bila gejala <4 hari / minggu atau kurang dari 4 minggu
o Persisten: bila gejala > 4 hari/ minggu atau lebih dari 4 minggu
Berdasar tingat berat ringanmya
o Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian
o Berat: bila terdapat gangguan tidur dan gangguan aktifitas harian
d. Penunjang
Skin Prick Test (in vivo) dan IgE RAST (in vitro) untuk mengetahui alergen
yang berperan pada pasien
Hitung jumlah IgE dan Eosinofil : meningkat pada pasien alergi, tetapi tidak
spesifik
e. Tatalaksana
Hindari alergen spesifik
Dekongestan topikal (oxymetazolin) , gunakan bila benar-benar tersumbat.
Gunakan < 2 minggu agar tidak terjadi rhinitis medikamentosa
Kortikosteroid topikal bila obat lain tidak membaik (flutikason, budesonid,
beklometason, triamsinolon)
Antikolinergik topikal (ipatropium bromida)
Antihistamin sistemik (cetirizin, hidroksizin)
Dekongestan oral (pseudoefedrin)
60. Rhinitis Vasomotor
a. Etiologi
Disregulasi persarafan otonom di hidung, dimana rangsang parasimpatis
berlebihan sehingga terjadi vasodilatasi dan edema mukosa nasal. Tidak terdapat
infeksi, alergi, eosinofilia, pajana obat, perubahan hormonal.
b. Klinis
Ada pemicu namun bukan alergi, melainkan suhu, bau menyengat, asap, stres,
dll.
Gejala utama hidung tersumbat, rhinorea, jarang ada bersin (beda dengan
rhinitis alergi)
Rhinoskopi: mukosa warna merah terang sampai ungu, sekret (+),
permukaan konka tidak rata dan hipertrofi
c. Penunjang
Skin prick test (-), IgE RAST (-), IgE dan eosinofil tidak meningkat
d. Tatalaksana
Hindari pencetus
Kortikosteroid topikal (budesonid)
Bila rinorea berat € antikolinergik topikal (ipatropium bromide)
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%
Dekongestan oral (pseudoefedrin)
61. Non-allergic Rhinitis with Eosinophilia (NARES)
Gejala bersin-bersin, rinorea profus, hidung tersumbat
Eosinofilia
Pemeriksaan IgE RAST dan Skin Prick Test negatif
62. Rhinitis Atrofi
Rinorea kental dan cepat mengering
Terbentuk krusta berbau
Atrofi mukosa konka
63. Rhinitis Medikamentosa
Gejala rhinitis
Riwayat pemakaian obat topikal (dekongestan) dalam waktu lama (>2 minggu)
64. Sinusitis
a. Etiologi
Inflamasi sinus paranasal akibat infeksi. Penyebab tersering bakteri
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella
catarrhalis
b. Klinis
Anamnesis: Gejala dan tanda ISPA, nyeri wajah (pipi, dahi, periorbital) yang
diperberat dengan menunduk, sekret purulen, hidung tersumbat, riwayat sakit
gigi, post nasal drip
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan sinus (+), mukosa hiperemis, sekret purulen,
tes transiluminasi menunjukkan cahaya berkurang
c. Klasifikasi patogen: kemungkinan besar bakteri apabila
Gejala melebihi 7 hari
Demam di atas 38° C
Nyeri wajah yang berat
d. Klasifikasi berdasarkan waktu
Akut: < 4 minggu
Subakut: 4 minggu – 3 bulan
Kronik: di atas 3 bulan
e. Penunjang
Foto polos (waters, caldwell, lateral): ditemukan opasifikasi, penebalan
mukosa sinus, air fluid level.
CT Scan : gold standart, dipakai jika ada kegagalan terapi atau pada
sinusitis kronik
f. Tata laksana
Bakterial: amoxicillin
Simptomatik: analgesik, dekongestan, antihistamin, mukolitik
65. Polip Nasi
a. Etiologi
Inflamasi kronik di mukosa nasal atau sinus paranasal
b. Klinis
Anamnesis
Hiposmia/anosmia, obstruksi nafas, post nasal drip, nyeri kepala,
mengorok, rhinorea
Rhinoskopi
Massa berwarna pucat, bertangkai, mudah digerakan, sering berada di meatus
medius
Stadium:
o Stadium 1: polip terbatas di meatus medius
o Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di
rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
o Stadium 3: polip masif
c. Penunjang
Nasoendoskopi
CT Scan
d. Tatalaksana
Kortikosteroid oral (lebih efektif) atau intranasal
Antibiotik
Antihistamin
Pembedahan bila farmakoterapi tidak berhasil
66. Epistaksis
a. Epistaksi Anterior
Etiologi
Perdarahan dari pleksus Kiesselbach (a. Sphenopalatina, a. Etmoidalis anterior,
a. Labialis superior, a. Palatina mayor) di septum bagian anterior atau
arteri ethmoidalis anterior
Klinis
Perdarahan ringan unilateral
Tatalaksana
o Inisial : posisi duduk, kepala ditegakkan, cuping hidung ditekan ke
arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter)
o Definitif: kauterisasi dengan larutan AgNO3, hati-hati jangan lakukan di
kedua septum
o Jika tidak berhasil, pasang tampon anterior yang dilumasi
vaselin/antibiotik, lidocain 2% dan epinefrin 1:1000. Lepas tampon
setelah 48 jam
b. Epistaksis Posterior
Etiologi
Perdarahan dari a. Etmoidalis posterior atau a. sfenopalatina
Klinis
Perdarahan hebat bilateral, sering terlihat di faring
Tatalaksana
Pasang tampon Bellocq selama 2-3 hari. Tampon anterior juga dipasang,
pasien dirawat inapkan.
67. Benda Asing di Hidung
Klinis: riwayat memasukan benda ke dalam hidung, rhinitis berulang tanpa sebab
yang jelas, sumbatan jalan nafas
Rhinoskopi: tampak adanya benda asing di cavum nasi
Tatalaksana: ekstraksi, antibiotik jika ada laserasi
68. Karsinoma Nasofaring
a. Etiologi
Berhubungan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan konsumsi makanan
yang diawetkan atau diasinkan
b. Klinis
Anamnesis
Pembesaran KGB cervical (metastasis), hidung tersumbat,
epistaksis, gangguan pendengaran, nyeri kepala,
kelumpuhan n. Fasialis (diplopia)
Rhinoskopi
Massa tumor dapat terlihat di dinding lateral nasofaring (fossa Rosenmulleri)
c. Penunjang
Biopsi pada KGB yang membesar atau nasofaring
CT Scan untuk melihat ekspansi tumor
d. Tatalaksana
Radioterapi dan kemoterapi
69. Faringitis Kronik
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Tampak hiperplasia kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hiperplasi
Mukosa dinding faring posterior tidak rata, bergranular
Tatalaksana dengan kauterisasi
b. Faringitis Kronik Atrofi
Timbul bersama rhinitis atrofi
Tampak mukosa faring tertutup lendir kental dan bila diangkat mukosa tampak
kering
70. Tonsilitis
a. Tonsilitis akut viral
Etiologi : EBV (paling sering), dan coxsackie virus
Klinis
o Gejala seperti common cold disertai nyeri tenggorok
o Pada infeksi EBV terlihat membran pada tonsil yang radang. Jika
membran diangkat tidak menimbulkan perdarahan.
o Pada infeksi virus coxsackie tampak luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil yang sangan nyeri
o Pada infeksi coxsackie virus menyebabkan tonsilitis akut supuratif
Tatalaksana: istirahat, minum cukup, analgetik, antivirus bila gejala berat
b. Tonsilitis aku bakterial
Etiologi
GABHS, Pneumococcus, Streptococcus viridian,Streptococcus pyogenes, dan
H. Influenza
Klinis
o Nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, nyeri sendi, nyeri telinga
o Tonsil tampak membengkak, hiperemis, terdapat detritus
o Tonsilitis folikularis: detritus jelas
o Tonsilitis lakunaris: detritus menjadi satu dan membentuk alur
Tatalaksana
Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau eritromisin
Antipiretik
Kortikosteroid
c. Tonsilitis Fungal
Candida
Pada pasien immunokompromais atau mendapat terapi antibiotik
jangka panjang
Tampak plak putih seperti keju (white cottage cheese like plaque)
Plak berdarah jika diangkat
d. Tonsilitis Difteri
Etiologi
Corynebacterium difteri
Klinis
o Nyeri menelan, demam subfebris, nyeri kepala, lemas
o Tonsil membesar, hiperemis, terdapat pseudomembran yang melekat
erat dengan dasarnya dan mudah berdarah
o Pembesaran kelenjar limfe leher (Bull neck appearance)
Tatalaksana
o Isolasi
o Anti difteri serum 20.000 – 100.000 unit
o Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau
eritromisin
o Kortikosteroid
o Antipiretik
e. Tonsilitis Septik
Penyebab Streptococcus hemoliticus
Riwayat konsumsi susu sapi yang tidak di masak dahulu atau di pasteurisasi
f. Tonsilitis Kronik
Etiologi
Rangsangan menahun rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat
Klinis
o Rasa mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, bau mulut
o Tonsil membesar, hiperemis, terdapat kripte yang melebar berisi detritus
Tatalaksana
Tonsilektomi (jika ada obstruksi nafas, infeksi berulang >3 kali dalam
setahun, dll)
71. Abses Peritonsilar (Abses Quinsy)
a. Etiologi
Komplikasi dari tonsilitis dan faringitis
b. Klinis
Demam, nyeri tenggorokan, nyeri telinga ipsilateral, disfagia, hipersalivasi,
trismus, hot potato voice
Tampak eritem pada palatum molle, tampak abses, uvula terdorong ke
sisi kontralateral, tonsil terdorong inferomedial
Jika tidak terdapat abses disebut peritonsilar infiltrat
c. Diagnosis banding
Abses retrofaring: leher kaku, kaku kuduk, sesak nafas, stridor, faring
posterior eritem dan edem.
Abses parafaring: leher terlihat membengkak
d. Tatalaksana
Insisi drainase, antibiotik, kortikosteroid
72. Laringitis
a. Etiologi
Virus (parainfluenza, adenoviruz, influenza), bakteri (Haemofilus influenza,
Branhamella cattharalis, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus), jamur, vocal abuse, pajanan terhadap polutan,
GERD, pneumonia
b. Klinis
Suara serak atau hilang (afonia)
Nyeri saat menelan dan berbicara
Gejala common cold
Pada Rontgen Soft tissue leher tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign)
c. Tatalaksana
Vocal rest, vocal rehabilitation
Kortikosteroid
Simptomatik
73. Laringomalasia
Kelainan kongenital dimana epiglotis lemah
Menyebabkan sumbatan jalan nafas, no feeding intolerance, remisi pada
umur 2 tahun
Laringoskopi: epiglotis berbentuk omega
Bila ada sumbatan nafas € intubasi
74. Epiglotitis
Akibat infeksi H. Influenza tipe B
Onset akut, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, muffled voice / hot potato
voice, riwayat ISPA
Rontgen lateral soft tissue leher : thumb sign
75. Nodul Pita Suara
Riwayat penggunaan suara dalam waktu lama (guru, penyanyi, dll)
Suara parau, batuk
Laringoskopi tampak nodul di plica vocalis
Tatalaksana dengan voice therapy
76. Akalasia
Sfingter esofagus tidak bisa relaksasi
Gejala berupa kesulitan menelan
DERMATOVENEROLOGI
1. Akne Vulgaris
Merupakan peradangan kronis folikel pilosebaseous
Lesi berupa komedo hitam atau putih, papul, pustul, nodus, kista, jaringan
parut, hiperpigmentasi
Klasifikasi:
o Gradasi ringan
Komedo < 20 atau lesi inflamasi < 15, total lesi < 30
Tatalaksana: topikal retinoid +/- benzoil peroksida atau antibiotik topikal
(klindamisin gel atau eritromisin)
Terapi: topikal retinoid ± benzoil peroksida (BPO) atau antibiotik
topikal (klindamisin gel atau eritromisin sol)
o Gradasi sedang
Komedo 20 – 100, atau lesi inflamasi 15-50 atau total lesi 30 – 125
Tatalaksana: Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topikal +/-
antibiotik sistemik (tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin selama 6-8
minggu)
Terapi: topikal retinoid + BPO ± antibiotik oral (tetrasiklin,
doksisiklin, minosiklin, klindamisin)
o Gradasi berat
Kista > 5 atau komedo > 100 atau lesi inflamasi > 50 atau total lesi > 125
Tatalaksana: retinoid topikal + BPO + antibiotik oral. Bila tidak
berhasil isotretinoin oral.
Terapi:topikal retinoid + BPO + antibiotik oral, bila tidak berhasil:
isotretinoin oral
Penatalaksanaan:
2. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Inflamasi kulit kronik dan residif
b. Klinis
Gatal
Lesi berbentuk polimorfik, umumnya eritema dengan skuama, bisa terdapat
papul, vesikel, krusta, likenifikasi. Kulit tampak kering (xerosis)
Biasanya pada daerah fleksor dan wajah
Onset biasanya dibawah 2 tahun
Ada riwayat atopi (rhinitis, asma, dll)
c. Tatalaksana
Pelembab untuk pencegahan
Kortikosteroid topikal saat ada gejala
3. Dermatitis Seboroik
Klinis : skuama kekuningan berminyak
Predileksi di daerah seboroik: scalp, belakang telinga, nasolabial, leher
Dapat disertai infeksi Pytirosporum ovale
Tatalaksana:
o Wajah dan badan: kortikosteroid potensi ringan – sedang (pada bayi
hidrokortison krim 1%)
o Kulit kepala: selenium sulfida shampo 1 – 2,5%
4. Dermatitis Numularis
Klinis: lesi papulovesikel berbentuk bulat sebesar mata uang logam, biasanya
mudah pecah sehingga basah.
Predileksi di ekstremitas atas, ekstremitas bawah
Sering kambuh (kronik residif)
5. Neurodermatitis / Liken Simpleks Kronis
a. Definisi
Peradangan kulit kronik, sangat gatal, disertai penebalan kulit akibat garukan dan
gosokan berulang.
b. Klinis
Sangat gatal
Terkait stres, makin stres makin gatal
Lesi likenifikasi ukuran lentikular sampai plakat
Lokasi di daerah skalp, tengkuk leher, ektremitas ekstensor, pergelangan
tangan, anogenital.
Dapat terjadi infeksi sekunder
c. Tatalaksana
Kortikosteroid topikal potensi kuat (mometason 0,1 % salep)
Antihistamin (hidroksizin)
Antidepresan
6. Miliaria
a. Definisi
Kelainan kulit akibat retensi keringat yang ditandai oleh adanya vesikel milier
b. Klinis
Miliaria kristalina
o Vesikel miliar, subkorneal tanpa tanda inflamasi, mudah pecah
o Predileksi pada bagian yang tertutup pakaian
Miliaria rubra
o Vesikel milier atau papulovesikel dengan dasar eritematosa sekitar
lubang keringat, tersebar diskret
Miliaria profunda
o Kelanjutan miliaria rubra, bentuk papul putih keras, ukuran 1-3 mm
Miliaria pustulosa
o Kelanjutan miliaria rubra, vesikel berubah menjadi pustul
c. Tatalaksana
Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat
Bedak kocok asam salisilat 2% dan mentol
Antihistamin oral
7. Pitiriasis Rosea
a. Definisi
Erupsi kulit akut dan self limiting ditandai dengan gambaran khas Herald patch dan
gambaran pohon cemara
b. Klinis
Lesi primer (Herald patch) berupa plak berbatas tegas eritematousa atau
hiperpigmentasi berbentuk oval atau bulat dengan skuama halus.
2 hari sampai 2 bulan kemudian tampak lesi sekunder polimorfik yang
penyebarannya mengikut garis kulit atau (Relaxed Skin Tension Line) dan
membentuk gambaran seperti pohon cemara
c. Tatalaksana
Sembuh sendiri
8. Psoriasis
a. Definisi
Penyakit peradangan kulit kronik residif yang ditandai dengan plak eritematosa
yang diatasnya terdapat skuama terbal berlapis-lapis transparan seperti mika,
disertai dengan adanya tanda-tanda khas:
Fenomena tetesan lilin (bila lesi digores, tampak seperti lilin)
Auspitz sign (titik-titik perdarahan di dasar lesi)
Fenomena Koebner (kulit yang mengalami trauma bisa menjadi psoriatik)
b. Klinis
Psoriasis Plak
Plak eritematosa yang diatasnya terdapat skuama terbal berlapis-lapis
transparan seperti mika. Lokasi di ektensor, kepala, palmar, plantar, pantat.
Psoriasis Gutata
Didahului infeksi streptokokus di saluran nafas atas. Bentuk seperti tetesan air.
Psoriasis Pustulosa
Pustul steril yang mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Pustul dapat
bergabung menjadi gambaran seperti pulau-pulau pustul.
Psoriasis Eritroderma
Eritema dengan skuama yang bisa mengenai 100% bagian tubuh.
c. Tatalaksana
Kortikosteroid topikal
Calcipotriene (analog vitamin D)
Preparat ter
Terapi UV jika lesi sangat luas
9. Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab Bahan sehari-hari Bahan iritan
Patofisiologi Reaksi hipersensitivitas tipe IV Iritasi langsung
Onset Setelah paparan kedua, akut Dapat akut (iritan kuat) maupun
kronik/kumulatif (iritasi lemah
berulang-
ulang)
Yang Terkena Penderita alergi Semua orang
Klinis Tanda-tanda dermatitis, lesi Tanda-tanda dermatitis, lesi
polimorf. Dapat meluas ke monomorf. Terbatas pada daerah
sekitarnya. kontak.
Rasa gatal Rasa gatal, panas, sampai sakit
Uji Tempel/Patch Cresendo Decresendo
Terapi:
Bila banyak pus / krusta : kompres terbuka dengan kalikus 1/5000 atau rivanol
1% atau povidon iodin diencerkan 10x
Bila tidak tertutup pus / krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin krim
2%, neomisin, atau basitrasin
Sistemik: Kloksasilin, amoksisilin, azitromisin selama minimal 7 hari
12. Morbus Hansen
a. Etiologi
Mycobacterium lepra
b. Klinis
Diagnosis ditegakkan bila terdapat satu dari cardinal sign:
o Lesi kulit mati rasa
o Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf (n.facialis, n.
Auricularis magnus, n. Medianus, n. Ulnaris, n. Radialis, n. peroneus
komunis, n. Tibialis posterior)
o BTA (+) dalam kerokan kulit dengan pewarnaan Ziehl Nelsen
Klasifikasi lepra
Tanda Utama Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah >5
Penebalan saraf tepi disertai Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
gangguan fungsi (mati rasa /
kelemahan otot)
Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif
c. Reaksi Kusta
Terdapat dua reaksi kusta: reaksi tipe I (reaksi reversal) dan reaksi tipe II
(eritema nodusum leprosum)
Gejala Tanda Reaksi Tipe I Reaksi Tipe II
Tipe kusta Bisa PB atau MB Hanya pada MB
Waktu timbul Segera setelah pengobatan Lebih dari 6 bulan pengobatan
Keadaan umum Umumnya baik, subfebris Ringan sampai berat, demam
tinggi
Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi Timbul nodus kemerahan,
lebih merah, bengkak, lunak, nyeri tekan.
mengkilat, hangat. Biasanya pada lengan dan
Dapat timbul bercak baru. tungkai.
Nodus dapat pecah.
Saraf Sering terjadi. Silent neuritis Dapat terjadi
Udem pada ekstremitas (+) (-)
Peradangan pada mata Anestesi kornea dan Iritis, iridosiklitis, glaukoma, katarak
lagoftalmus
Peradangan pada organ Hampir tidak ada Peradangan pada testis, sendi,
lain ginjal, KGB.
d. Tatalaksana
Pausibasiler
o Obat bulanan
Hari pertama setiap bulan, rifampisin 2x300 mg dan Dapson/DDS 1x100
mg diminum langsung
o Obat harian
Hari ke 2 – 28, Dapson 1x100 mg
o Jangka waktu pengobatan 6-9 bulan
o Dosis pada anak 10-15 tahun, rifampisin 450 mg, DDS 50 mg
Multibasiler
o Obat bulanan
Hari pertama setiap bulan, rifampisin 2x300 mg + klofazimin (lampren)
3x100 mg + Dapson 1x100 mg diminum langsung
o Obat harian
Hari ke 2 – 28, Lampren 1x50 mg + Dapson 1x100 mg
o Jangka waktu pengobatan 12-18 bulan
o Dosis pada anak 10-15 tahun, rifampisin 450 mg, lampren 150 mg, DDS
50 mg. Dosis lampren 2 hari sekali.
Reaksi
o Tipe 1
Prednison 40 mg / hari tappering off tiap 2 minggu
o Tipe 2
Prednison 40 mg / hari tappering off tiap 2 minggu
Klofazimin 1x100 mg selama 2 bulan
13. Tuberkulosis Kutis
a. TB milier Kulit
Pada pasien immunocompromised
Gambaran milier pada paru (+)
Lesi kulit berupa papul, pustul, dengan / tanpa nekrosis seluruh tubuh
b. TB Chancre
Riwayat TB (-) , menyerang langsung pada kulit
Papul shallow firm non healing ulcer
c. TB Verukosa
Riwayat TB (+)
Imunitas baik
Lesi berupa hiperkeratosis dengan penjalaran serpiginosa (seperti ular).
Predileksi di lutut, siku, tangan, dan kaki
d. Scofuloderma
Kronik, sering kambuh
Nodul / supurasi / ulkus tepi irreguler di area limfonodi, sendi, atau tulang
e. Orificial TB
Pada penderita TB dengan immunocompromised
Ulkuk bergaung, eritem, purulen, hemoragik di orificium oris
f. TB Gumma
14. Cutaneus Antraks
a. Etiologi
Bacilus antrachis
b. Klinis
Benjolan disertai krusta (keropeng) di tangan
Berhubungan dengan ternak kambing / sapi
Pewarnaan Gram : bakteri batang, gram (+), spora (+), aerob
c. Tatalaksana
Ciprofloxacin
15. Limfogranuloma Venerum
a. Etiologi
Chlamidya trachomatis
b. Klinis
Vesikel pada penis atau vagina, kemudian setelah hilang timbul peradangan
pada kelenjar limfonodi buboinguinal, sangat nyeri
Demam
c. Tatalaksana
Doksisiklin 2 x 100 mg PO selama 14 hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg PO selama 14 hari (boleh pada ibu hamil)
16. Pitiriasis Versikolor
a. Etiologi
Jamur Malassezia furfur
b. Klinis
Lesi makula/patch hipo/hiperpigmentas dengan skuama halus. Finger nail
sign (jika lesi diusap seperti terdapat bubuk/tepung)
Pemeriksaan KOH: hifa pendek disertai spora (spaghetti and meat ball)
Wood lamp: kuning keemasan
c. Tatalaksana
Sampo selenium sulfida 1,8% atau ketokonazole sampo 2% dioleskan 10
menit sebelum mandi setiap hari
Bila lesi luas berikan sistemik (ketokonazole 200 mg 1x1 PO)
17. Dermatofitosis
a. Etiologi
Jamur Dermatofit: Microsporum, Epidermophyton, Tricophyton
b. Klinis
Berdasarkan Lokasi
o Tinea Kapitis
Alopesia dan skuama di kepala (grey patch). Bila rambut patah tetapi
masih tersisa akar akan tampak titik-titik hitam (black dot). Jika terjadi
infeksi terlihat seperti massa basah, kotor, dan berbau seperti tikus
(kerion celsi)
o Tinea Korporis
Plak eritema berbatas tegas berskuama dengan tepi aktif (central
healing). Lokasi selain di kepala, selangkangan, tangan dan kaki.
o Tinea Kruris
Lesi sama seperti tinea korporis. Lokasi lesi di selangkangan dapat
menjalar ke perineum dan bokong.
o Tinea Barbae
Lesi sama seperti tinea korporis namun predileksi di dagu/ leher.
o Tinea Manum
Lesi segmental berupa vesikel dengan skuama di tepi pada telapak
tangan, punggung tangan, tepi lateral tangan, atau jari.
o Tinea Pedis
Paling sering tipe interdigital dimana terdapat eritema, skuama, maserasi,
dan fisura. Dapat disertai infeksi sekunder yang menyebabkan pruritus
dan bau (athlete’s foot)
o Tinea Unguium
Disebut juga onikomikosis atau jamur kuku. Lesi distrofi,
hiperkeratosis, onikolisis, debris, dan perubahan warna kuku.
Pemeriksaan KOH 10% , untuk kuku 20%: Hifa panjang bersekat (Bamboo like)
Lampu Wood: kuning kehijauan
c. Tatalaksana
Antifungal topikal (golongan azol, siklopiroksolamin) selama 2-4 minggu
Antifungal sistemik bila lesi luas (griseofulvin oral)
Tinea Kapitis: griseofulvin PO atau itrakonazole PO selama 6-8 minggu
dan sampo antimikotik
Tinea Unguium: Siklopiroksolamin topikal (cat kuku) selama 2-3 bulan
Tinea Pedis: Antifungal sistemik selama 4-6 minggu
18. Kandidiasis
a. Etiologi
Candida albicans
b. Klinis
Biasanya di daerah lipatan (intertriginosa)
Lesi tampak patch / plak eritematosa, berbatas tegas, basah, bersisik, dikelilingi
lesi satelit (vesikel, papul, atau pustul) di sekitarnya.
Pemeriksaan KOH 10% : ragi, pseudohifa, blastospora
c. Tatalaksana
Nistatin dan krim imidazole
19. Skabies
a. Etiologi
Sarcoptes scabei
b. Klinis
Papul dan vesikel eritema multipel. Distribusi terutama di sela-sela jari kaki
dan tangan.
Diagnosis ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal:
o Gatal terutama di malam hari
o Ditemukan terowongan
o Ditemukan tungau (pemeriksaan KOH dari kerokan kulit pada lesi)
o Terjadi berkelompok
c. Tatalaksana
Permetrin krim 5% dioleskan malam hari ke seluruh tubuh kemudian diulang
1 minggu kemudian. Atau gameksan 1%
Pada ibu hamil dan anak < 2 bulan : sulfur presipitatum 4-20% (salep 2-4)
20. Cutaneus Larva Migran / Creeping Eruption
a. Etiologi
Larva Ancylostoma braziliensis atau Ancylostoma caninum
b. Klinis
Riwayat kontak dengan tanah lembab yang terkontaminasi dengan larva.
Lesi berbentuk seperti benang berkelok-kelok , kemerahan, agak menonjol,
disertai gatal
c. Tatalaksana
Albendazole 1x400 mg selama 3
hari Cryotherapy
21. Pedikulosis
a. Etiologi
Pedikulosis capitis atau pediculosis pubis
b. Klinis
Lesi berupa makula berwarna kebiruan (sky blue spot) di kepala atau leher
(pediculosis capitis) atau di selangkangan (pediculosis pubis)
c. Tatalaksana
Cuci air hangat
Permetrin krim 1% 2 jam atau
Malathion lotion 0,5% semalam atau
Gameksan 1% 12 jam
22. Varicela
a. Etiologi
Varicella Zoster Virus
b. Klinis
Demam, nyeri kepala, lemas
Lesi papul atau vesikel eritematousa (tear drop) yang menyebar secara
sentrifugal (awalnya dari badan kemudian ke ektrimitas)
Pemeriksaan mikroskopis ditemukan sel Tzanck
c. Tatalaksana
Asiklovir 5 x 800 mg PO selama 7 – 10 hari atau
Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10 hari
Anak : asiklovir 4 x 20 mg/Kg BB
23. Herpes Zooster
a. Etiologi
Varicella Zoster Virus dorman yang mengalami reaktifasi
b. Klinis
Vesikel berkelompok dengan dasar eritem yang lokasinya mengikuti
dermatom. Nyeri menonjol.
Lokasi unilateral, tidak melewati garis tengah tubuh
Dapat disertai demam, malaise, pusing
Bentuk khusus:
o Herpes zoster oflatmikus
Kelainan mata dan kulit di daerah persarafan cabang 1 n. Trigeminus
(n. Oftalmikus)
o Herpes zoster otikus
Kelainan sesuai persarafan n. VIII. Gejala: lesi vesikuler di daun telinga
yang nyeri, tinitus, gangguan pendengaran, vertigo, nistagmus
o Ramsay Hunt Syndrome
Herpes pada gangglion geniculatum. Manifestasi gejala akibat gangguan
pada n. VII dan VIII. Gejala: nyeri di daerah lesi, paralisis wajah,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, gangguan
pengecapan.
c. Tatalaksana
Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 – 10 hari atau
Valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 – 10
Profilaksis : kortikosteroid
Terapi : amitriptilin atau gabapentin
24. Moluskum Kontagiosum
a. Etiologi
Molluscum contagiosum virus (pox virus)
b. Klinis
Lesi papul bentuk seperti kubah miliar, di tengahnya terdapat delle. Bila
dipijat akan keluar massa putih seperti nasi yang merupakan badan
moluskum.
Pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan Giemsa tampak badan
inklusi moluskum (Henderson-Paterson Bodies) di dalam sitoplasma
c. Tatalaksana
Kuretase
Topikal : asam salisilat, asam trikloroasetat, kantaridin, podofilin
25. Veruka Vulgaris
a. Etiologi
Human Papiloma Virus (HPV)
b. Klinis
Black Books for UKMPPD 208
Lesi papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Jika
permukaan rata disebut veruka plana.
Dapat dijumpai di kulit, mukosa, kuku
Jika digores timbul autoinokulasi (lesi baru) di sepanjang goresan
(fenomena Koebner)
c. Tatalaksana
Kaustik dengan asam salisilat 20 - 40%, larrutan AgNO3 25%
26. Uretritis / servisitis Gonore
a. Etiologi
Neisseria gonorrhea
b. Klinis
Pria : duh tubuh purulen dari uretra disertai disuria, edema dan eritema
pada orifisium uretra
Wanita : asimptomatik, kadang terjadi perubahan duh tubuh vagina
Pemeriksaan Penunjang : pewarnaan gram € diplokokus gram negatif
intraseluler (bentuk biji kopi) . Jika tidak didapatkan DGNI, maka termasuk
ke dalam uretritis Non-GO yang disebabkan Chlamidia trachomatis,
terapinya dengan Azithromisin.
c. Tatalaksana
Sefiksim 400 mg PO dosis tunggal atau Ceftriaxon 250 mg IM
DITAMBAH DENGAN Azitromisin 1 g PO atau doksisiklin 2x100 mg PO
selama 7 hari (terapi uretritis non-GO)
d. Komplikasi
Pria
o Lokal: Tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis
o Ascenden: prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
Wanita
o Lokal: parauretritis, bartholinitis
o Ascenden: salphingitis, PID
27. Vaginosis Bakterial
a. Etiologi
Bakteri anaerob Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis
b. Klinis
Black Books for UKMPPD 209
Duh tubuh warna putih homogen, bau amis seperti ikan, whiff test / tes
amin positif (duh tubuh ditetesi larutan KOH 10% akan tercium bau amis)
pH vagina >4,5
Pemeriksaan penunjang: pewarnaan Gram atau sediaan basah dengan NaCl
fisiologis dapat ditemukan clue cell (bakteri menempel pada tepi sel)
c. Tatalaksana
Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari atau
Metronidazole 2 g PO dosis tunggal
Pada ibu hamil metronidazole aman digunakan
28. Trikomoniasis
a. Etiologi
Parasit berflagel Trichomonas vaginalis
b. Klinis
Sekret homogen, kuning kehijauan, berbusa/buih, kadang gatal
pH vagina > 4,5
Serviks : strawberry cervix
Pemeriksaan penunjang: sediaan basah dengan NaCl fisiologis € ditemukan
parasit Trichomonas vaginalis dengan gerakan flagel khas (motil)
c. Tatalaksana
Metronidazol 2 x 500 mg PO selama 7 hari atau
Metronidazol 2 gr PO dosis tunggal
29. Kandidiasis Vulvovaginalis
a. Definisi
Infeksi pada vulva yang disebabkan oleh Candida albicans atau ragi lainnya.
b. Klinis
Gatal pada vulva
Dapat disertai edema dan fisura
Duh tubuh putih seperti susu, bergumpal, tidak berbau
Terdapat lesi satelit
Pemeriksaan penunjang : sediaan basah dengan larutan KOH 10% dapat
ditemukan pseudohifa dan atau blastospora
c. Tatalaksana
Klotrimazole kapsul vagina 500 mg dosis tunggal atau
Nystatin kapsul vagina 1 x 100.000 IU selama 7 hari
Flukonazole 150 mg PO dosis tunggal atau
Itrakonazole 1 x 200 mg selama 3 hari atau
Ketokonazole 2 x 200 mg PO selama 7 hari
Pada ibu hamil lebih baik tidak diberikan obat sistemik. Klotrimazole dan
nystatin aman untuk ibu hamil.
jaringan di bawahnya.
3. Headache
a. Tension Headache
Klinis: nyeri kepala bilateral, rasa seperti diikat atau ditekan, lokasi
frontal atau oksipital
Tatalaksana:
o Akut: ibuprofen, aspirin, paracetamol
o Pencegahan: antidepresan trisiklik (amitriptilin)
b. Migraine
Klinis: nyeri unilateral, berdenyut, lokasi di frontotemporal dan okular.
Disertai mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Bisa disertai aura (silau,
pandangan ganda, ganguan sesoris, gangguan motoris, dll) atau classic
migrain, bisa tanpa aura atau common migrain.
Tatalaksana:
o Akut: ergot atau triptan
o Pencegahan: asam valproat
c. Cluster Headache
Klinis: nyeri unilateral, terasa sangat berat seperti ditusuk, mata seperti
didorong keluar, lokasi di orbita dan temporal. Disertai lakrimasi, mata
merah, rhinorrea, dan perspirasi di dahi ipsilateral.
Tatalaksana:
o Akut: ergot atau triptan
o Pencegahan: calcium channel blocker
4. Epilepsi
a. Etiologi
Idiopatik, sindrom keturunan, malformasi kongenital, infeksi, trauma kepala, stroke,
tumor, dan penyakit degeneratif lain
b. Klasifikasi
Kejang
Parsial
Umum
(fokal)
Kejang
Sederhan Tonic- Miokloni
Kompleks umum sekunder Absence Tonik Atonik
a clonic k
1. Skizofrenia
a. Akibat peningkatan aktifitas dopamin
b. Pedoman Diagnostik
Harus ada sedikitnya satu gejala secara jelas: thought of (insertion,withdrawal,
broadcasting), delusion of (control, influence, passivity, perception), halusinasi
auditorik, waham bizare yang menetap
Atau dua gejala secara jelas: halusinasi panca indra yang menetap, wahan
yang mengambang, arus pikiran terputus atau sisipan (neologisme,
inkoherensi), gangguan perilaku (katatonik, gaduh gelisah, posturing,
negativisme, mutisme, stupor), gejala negatif (apatis, bicara ↓, menarik diri,
dll)
Gejala berlangsung selama minimal satu bulan. Kurang dari satu bulan €
psikotik lir skizofrenia
c. Klasifikasi
Paranoid
Gejala menonjol: halusinasi auditorik, waham curiga
Herbefrenik
Gejala menonjol: gangguan perilaku (tidak bertanggung jawab, tak dapat
diramalkan, menyendiri, mannerisme, hampa perasaan), afek dangkal dan
inapropiate, sering tertawa sendiri, disorganisasi proses fikir (inkoheren,
rambling)
Katatonik
Gejala menonjol: perilaku katatonik, negativisme, fleksibilitas serea
Tak Terinci
Tidak memenuhi kriteria paranoid, herbefrenik, atau katatonik
Simpleks
Gejala kurang khas, gejala negatif, kehilangan minat, penarikan diri
Depresi pasca skizofrenia
Depresi satu tahun post-skizofrenia
Skizofrenia Residual
Gejala negatif satu tahun post-skizofrenia
d. Antipsikotik
Cara kerja: blokade dopamin pada reseptor pasca sinaps
Tipikal / generasi pertama
o Diberikan pada gejala positif yang menonjol
o Efek sedatif kuat
o Contoh: clorpromazin, haloperidol, trifluoroperazine
o Efek EPS kuat (tardive diskinesia, dyskinesia, dystonia). Berikan
triheksiphenidil (THP)
Atipikal / generasi kedua
o Diberikan jika gejala negatif yang menonjol
o Contoh: risperidon, clozapine, olanzapine, sulpiride
2. Gangguan Skizotipal
Gejala: penampilan dan perilaku aneh, eksentrik, kepercayaan mistik/magis
3. Gangguan Waham Menetap
Gejala: hanya gangguan waham yang menonjol, lebih dari 3 bulan, tidak ada halusinasi
4. Gangguan Skizoafektif
Gejala: gejala skizofrenia dan gangguan mood (depresi, manik) sama-sama menonjol
5. Gangguan Mood
a. Episode manik
Mood dan perilaku meningkat, ide kebesaran
Hipomania: tidak sampai mengganggu aktifitas sehari-hari, tidak ada ide
kebesaran
Dapat disertai gejala psikotik atau tidak
Tatalaksana (obat anti mania): lithium, haloperidol, carbamazepin, asam valproat
b. Gangguan bipolar
Pada DSM III tidak dibagi menjadi Tipe I dan Tipe II (hanya ditandai oleh
adanya minimal 2 episode gangguan mood dimana ada penyembuhan
sempurna diantara kedua ganggua tersebut). PadA DSM IV dibagi menjadi
tipe I dan tipe II.
Gangguan Bipolar Tipe I
o Setidaknya ada satu episode mania dan episode depresi atau
campuran atau episode mania saja
Gangguan Bipolar Tipe II
o Harus ada satu episode hipomania dan episode depresi
Tatalaksana
o Episode manik: lithium
o Episode campuran: asam valproat
o Episode depresi: lithium + antidepresan
c. Episode depresi
Gejala utama: anhedonia (kehilangan minat dan kegembiraan), anenergia
(berkurangnya energi), afek depresi yang berlangsung minimal 2 minggu
Bisa disertai gejala psikotik atau tidak
Antidepresan (menghambat reuptake atau penghancuran aminergik
di neurotransmiter (terutama serotonin):
o SSRI (first line): sertraline, fluoxetin
o Trisiklik: amitriptilin, imipramin
o Tetrasiklik: maprotilin, amoxapine
o MAO-inhibitor: moclobemide
o Atipikal: trazodone
6. Gangguan Ansietas Fobik
Dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas yang sebenarnya tidak
membahayakan. Pasien akan menghindari situasi fobik tersebut.
Agorafobia: takut saat di tempat terbuka, keramaian
Fobia sosial: takut pada situasi sosial tertentu (outside the family circle)
Fobia spesifik: takut terhadap objek atau situasi tertentu
Penatalaksanaan: CBT, hipnosis, exposure terapi / desensitisasi, farmakoterapi
7. Gangguan Ansietas
a.Gangguan Panik
Berlangsung kira-kira satu bulan
Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
Tidak terbatas pada keadaan yang sudah diketahui sebelumnya
Ada keadaan bebas gejala
b. Gangguan Cemas Menyeluruh (GAD)
Gejala berlangsung hampir setiap hari, mulai beberapa minggu sampai
beberapa bulan
Bersifat free floating
Gejala:
o kecemasan (khawatir akan nasib buruk, berada di ujung tanduk)
o Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetar, tidak dapat santai)
o Overaktifitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, mulut
kering, keluhan lambung)
c. Tatalaksana (anti-panik):
Trisiklik: Imipramine, Clomipramine
Benzodiazepine: Alprazolam
RIMA: Moclobemide
SSRI: Sertraline, Fluoxetine
8. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gejala obsesif dan tindakan kompulsif harus ada hampir setiap hari selama
minimal 2 minggu berturut-turut
Gejala obsesif:
o Disadari diri sendiri
o Sedikitnya ada satu pikiran yang tidak dapat dilawan
o Lega setelah melakukan tindakan yang dipikirkan tersebut
o Gagasan atau pikiran tersebut merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan
Penatalaksanaan (Anti-obsesif kompulsif)
o Trisiklik: Clomipramine
o SSRI: sertraline, fluoxetin
9. Gangguan Terkait Stres
a. Gangguan Stres Akut
Gejala
o Gejala beberapa menit atau segera terjadi setelah kejadian traumatik
o Gejala bervariatif: terpaku, sedih, cemas, marah, kecewa, overaktif,
penarikan diri, disorientasi
o Gejala mereda dalam beberapa jam, hari, atau sampai satu bulan
Penatalaksanaan
o Antidepresan SSRI: sertralin, fluoxetin
o Antiansietas: diazepam
b. Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)
Gejala timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik
Gejala
o Re-experiencing (merasa mengalami kembali kejadian / flash back)
o Avoidance (menghindar)
o Hyperarousal (kesiagaan berlebihan)
o Gejala berlangsung lebih dari satu bulan
Penatalaksanaan
o CBT
o Antidepresan SSRI: sertralin 25-200 mg/hari, fluoxetin
o Antiansietas: diazepam, alprazolam, lorazepam
c. Gangguan Penyesuaian
Reaksi maladaptif terhadap stres dalam kehidupan sehari-hari (psikososial).
Berhubungan dengan tipe kepribadian
Gejala: depresi, ansietas, gangguan emosi, gangguan perilaku, disabilitas
dalam kegiatan sehari-hari
Terjadi dalam satu bulan setelah stresor dan tidak bertahan lebih dari 6 bulan.
10. Gangguan Disosiatif (konversi)
Gejala utama: kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali kesadaran) antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas atua
pengindraan, kontrol terhadap gerakan tubuh
Harus ada penyebab psikologis (stresfull) yang berhubungan dengan timbulnya
gejala
Jenis-jenis:
o Amnesia disosiatif
o Fugue disosiatif (melakukan perjalanan tertentu)
o Gangguan trans dan kesurupan
o Gangguan motorik disosiatif
o Konvulsi disosiatif
o Anestesia disosiatif
11. Gangguan Somatoform
a. Gejala umum: terdapat keluhan-keluhan fisik yang berulang-ulang disertai
permintaan pemeriksaan medik meskipun sudah terbukti tidak terdapat kelainan
fisik (doctor shoping)
b. Somatisasi
Adanya keluhan fisik yang bermacam-macam (sakit kepala, mual,
berdebar- debar, dll) yang tidak ada dasar kelainan fisik, berlangsung
sedikitnya 2 tahun
Terdapat disabilitas
Tidak mau menerima kalau tidak ada kelainan fisik
c. Hipokondriasis
Keyakinan menetap bahwa menderita satu penyakit fisik serius yang
melandasi keluhannya
Tidak mau menerima bahwa tidak ditemukan penyakit tersebut
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Keluhan utama: nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar gangguan fisik
Berhubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial
yang jelas
e. Body Dismorfik Dysorder
Preokupasi terhadap adanya kelainan dari anggota tubuh penderita
(sebenarnya tidak ada) dan penderita peduli berlebihan terhadap hal tersebut
f. Gangguan Somatoform Tak terinci
Tidak memenuhi kriteria somatisasi atau hipokondriasis
12. Gangguan Makan
a. Anoreksia Nervosa
Mengurangi berat badan dengan sengaja, dipicu, atau dipertahankan
oleh penderita
Berat badan dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya
Menghindari makanan yang mengandung lemak, merangsang muntah,
olahraga berlebihan, obat penurun nafsu makan
Distorsi body-image (ketakukan gemuk terus menerus meskipun
penderita sudah kurus)
Ada gangguan endokrin (amenore, kehilangan minat seksual)
b. Bulimia Nervosa
Episode makan berlebihan (preokupasi untuk makan dan ketagihan
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan)
Usaha untuk melawan efek kegemukan (merangsang muntah,
konsumsi pencahar, puasa, konsumsi obat-obatan penurun berat badan
atau nafsu makan)
Biasanya ada riwayat anoreksia nervosa sebelumnya
13. Gangguan Tidur Non-organik
a. Insomnia
Adanya gangguan untuk memulai tidur (early insomnia), mempertahankan
tidur (middle insomnia / sering terbangun malah hari namun bisa tidur
kembali), atau tidak bisa tidur kembali setelah terbangun malam hari (late
insomnia)
Gejala minimal 3 x/minggu selama sebulan
Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan peduli berlebihan terhadap akibatnya
Penatalaksanaan (obat anti-insomnia):
o Benzodiazepin: Nutrazepam, Flurazepam, Estazolam
o Non-Benzodiazepin: Zolpidem
b. Hipersomnia
Rasa kantuk berlebihan di siang hari atau adanya seragan tidur
(sleep attack) atau transisi yang memanjang dari saat bangun tidur
sampai sadar sepenuhnya
Terjadi setiap hari selama lebih dari satu bulan
c. Gangguan Jadwal tidur-jaga
Pola tidur yang tidak seirama dengan pola tidur pada masyarakat setempat
Insomnia pada waktu orang-orang tidur, dan hipersomnia pada waktu orang-
orang terjaga
Dialami minimal satu bulan
d. Somnabulisme (sleep walking)
Episode bangun dari tempat tidur, berjalan-jalan. Setelah bangun penderita
tidak ingat dengan kejadian tersebut
Tidak ada gangguan aktifitas mental setelah kejadian tersebut
e. Night Terrors
Adanya episode bangun dari tidur, berteriak karena panik, disertai
ansietas hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktifitas otonomik
Tidak bereaksi terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
tidurnya
Penderita tidak ingat dengan kejadian yang membuatnya terbangun
f. Nightmares
Terbangun dari tidur akibat mimpi yang menakutkan
Penderita dapat mengingat kejadian di mimpi tersebut
Setelah kejadian pasien sadar penuh dan mampu mengenali lingkungan
Kejadian tersebut menyebabkan penderitaan cukup berat bagi penderita
14. Gangguan Kepribadian
a. Ciri kepribadian dan gangguan kepribadian
Ciri kepribadian yang sudah mengganggu aktifitas individu atau lingkungan disebut
gangguan kepribadian.
b. Kepribadian Paranoid
Penuh rasa curiga. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan.
c. Kepribadian Skizoid
Lebih senang menyendiri dan tidak suka berhubungan dengan orang lain.
d. Kepribadian Skizotipal
Memiliki pikiran, perilaku, dan penampilan yang aneh.
e. Kepribadian Disosial
Tidak peduli terhadap hak orang lain. Sering melanggar peraturan.
f. Kepribadian Histrionik
Suka mencari perhatian, suka menggoda.
g. Kepribadian Narsistik
Melebih-lebihkan diri, merendahkan orang lain, mudah iri.
h. Kepribadian Anankastik
Ragu-ragu dan hati-hati berlebihan. Perfeksionisme.
i. Kepribadian Cemas Menghindar
Pemalu, merasa diri tidak mampu, preokupasi berlebihan terhadap kritik dan
penolakan, menghindari aktifitas sosial karena takut dikritik
j. Kepribadian Dependen
Mendorong atau membiarkan orang lain mengambil keputusan penting untuk dirinya.
k. Kepribadian Emosi Tak Stabil / Ambang
Kecenderungan bertindak impulsif, emosi tak
stabil.
15. Gangguan Preferensi Seksual
a. Fetihisme
Kepuasan seksual melibatkan benda-benda (celana dalam wanita).
b. Frotteurisme
Kepuasan seksual didapatkan saat bergesekan atau bersentuhan dengan orang
yang tidak sadar.
c. Masokisme
Kepuasan seksual didapatkan apabila penderita pura-pura dilecehkan,
disiksa, disakiti, atau dipermalukan.
d. Sadisme
Kepuasan seksual didapatkan bila pasangan seksual menderita dengan dipukuli,
disakiti, diikat, disiksa.
e. Voyeourisme
Kepuasan seksual didapatkan bila mengintip orang yang sedang telanjang
atau melakukan aktifitas seksual.
f. Troilisme
Kepuasan seksual didapatkan bila melihat pasangan seksualnya berhubungan
seksual dengan orang lain.
g. Necrofilia
Obsesi untuk berhubungan seksual dengan jenazah.
23. Gangguan Persepsi:
Aphasia sensorik (aphasia wernick):
Gangguan fungsi bahasa, tidak bisa mengerti apa yang dibicarakan orang lain,
tetapi bisa mengucapkan kata/kalimat tapi tidak bermakna
Aphasia motorik (aphasia broca):
Ganggun fungsi bahasa, bisa mengerti apa yang dibicarakan orang lain, tetapi
tidak bisa mengucapkan apa yang ingin diucapkan
Alexia:
Gangguan keterampilan membaca (verbal: kata, lateral: huruf)
Agnosia:
Gangguan fungsi persepsi, tidak bisa mengenali benda
Apraxia:
Gangguan keterampilan motorik, tidak bisa melakukan cara tertentu (contoh:
diminta menium korek api yang menyala tidak bisa)
Agraphia:
Gangguan keterampilan menulis
16. Psikiatri Anak
a. Retardasi Mental
Suatu keadaan dimana perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan € mempengaruhi kecerdasan secara menyeluruh
Klasifikasi:
Ringan : IQ 50-69
Sedang : IQ 35-49
Berat : IQ 20-
34 Sangat berat: IQ
<20
b. Autisme
Tiga gejala berikut harus ada untuk diagnosis autisme dan harus terlihat sebelum
usia 3 tahun: gangguan interaksi sosial, gangguan berbahasa, perilaku
repetitif
c. Sindrom Asperger
Lebih ringan dari autisme. Kemampuan berbahasa dan kognitif tidak terganggu.
d. Sindrom Rett
Kehilangan keterampilan tangan dan bicara disertai perlambatan pertumbuhan
kepala
e. Ansietas Perpisahan
Enggan berpisah, takut ditinggal seorang diri, gejala fisik (sakit kepala, mual,
muntah), rasa susah
f. Defisit Atensi dan Hiperaktifitas (ADHD)
Berkurangnya perhatian: sering beralih dari suatu kegiatan ke kegiatan
yang lain
Aktifitas berlebihan: kegelisahan yang berlebihan
Kecerobohan dalam hubungan sosial
Sering terjadi gangguan belajar dan kekakuan motorik
17. Gangguan Psikologis Post Partum
a. Baby Blues Syndrome
Mood ibu berfluktuasi, menangis, lemas, sulit tidur
Tidak mengganggu kemampuan ibu untuk mengurus anaknya
Membaik spontan sekitar 2 minggu
b. Depresi postpartum
Mood ibu berfluktuasi, menangis, lemas, sulit tidur
Mengganggu kemampuan ibu untuk mengurus anaknya
Kondisi berlanjut lebih dari 2 minggu
c. Psikosis Postpartum
Ibu menganggap bayinya tidak sempurna, cacat, kutukan, anak setan
Penolakan yang keras dari ibu terhadap bayinya
Halusinasi dan waham (+)
Bisa terdapa usaha untuk membunuh/menyingkirkan bayinya
Gejala dapat timbul 2-3 hari pertama atau bahkan setelah 2 minggu
18. Delirium
Merupakan gangguan mental organik
Gangguan kesadaran dan perhatian
Gangguan kognitif secara umum
Gangguan psikomotor
Gangguan siklus bangun-tidur
Gangguan emosional
Keadaan berlangsung selama kurang dari 6 bulan
19. Penyalahgunaan NAPZA
a. Opioid (morfin, petidin, papaverin, kodein)
Intoksikasi
Bradikardi, hipotensi, hipotermia, sedasi, pin point pupil. Tatalaksana: naloxone
Withdrawal
Takikardi, hipertensi, hipertermi, insomnia, midriasis, diaphoresis, lakrimasi,
rinorhea
b. Alkohol
Intoksikasi
Cadel, inkordinasi, unsteady gait, nistagmus, gangguan memori/perhatian,
stupor/koma
Withdrawal
Hiperaktifitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi,
ansietas, kejang
c. Heroin
Intoksikasi
Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, nafas pendek, konstipasi,
midriasis, gangguan jiwa
Withdrawal
Miosis/midriasis, mengantuk/koma, cadel, gangguan perhatian/memori
d. Kanabis/ganja
Intoksikasi
Injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering, takikardia
e. Kokain
Intoksikasi
Takikardia/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan tekanan darah,
menggigil, mual, muntah, agitasi, depresi nafas, aritmia, kejang
Withdrawal
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
makan, retardasi psikomotor
f. Amfetamin
Intoksikasi
Takikardia/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan tekanan darah,
menggigil, mual, muntah, agitasi, depresi nafas, aritmia, kejang
Withdrawal
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
makan, retardasi psikomotor
g. Benzodiazepin
Intoksikasi
Cadel, inkordinasi, unsteady gait, nistagmus, gangguan memori/perhatian,
stupor/koma
Withdrawal
Hiperaktifitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi,
ansietas, kejang
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FORENSIK
1. Thanatologi
a. Definisi Thanatologi
Ilmu yang mempelajari tentang kematian, hal-hal yang berhubungan
dengan kematian, perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat serta faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter dengan tujuan untuk mengetahui cara dan
sebab kematian.
b. Definisi Kematian
Berhenti atau tidak aktifnya semua sistem pendukung kehidupan yang bersifat
irreversibel (jantung-paru-otak)
c. Tanda-tanda Kematian
Tanda Awal
o Relaksasi primer
o Henti nafas
o Henti jantung
o Tonus menghilang
o Mata: kornea keruh, bola mata lunak
o Kulit: pucat
Tanda Lanjut
o Algor mortis (penurunan suhu tubuh)
Tergantung kondisi lingkungan saat
kematian.
o Livor mortis (lebam mayat)
Perubahan warna yang muncul pada kulit pada orang yang sudah mati
Akibat pengumpulan darah karena gravitasi
Terdapat di bagian terbawah tubuh yang tidak menempel dengan lantai
Tampak 20-30 menit seletah kematian
Hilang dengan penekanan < 6-10 jam
Tidak hilang dengan penekanan > 6-10 jam
Warna:
Merah kebiruan: normal
Merah terang: keracunan CO, sianida, atau suhu dingin
Merah gelap: asfiksia
Biru: keracunan nitrit
Coklat: keracunan aniline
o Rigor mortis (kaku mayat)
Akibat otot kehabisan cadangan glikogen
Mulai tampak: 3 – 4 jam PM
Pertama terlihat di sendi kecil
Kaku maksimal: 12 jam PM kemudian dipertahankan selama 12 jam
Menghilang (relaksasi sekunder): setelah 24 jam
Faktor yang mempengaruhi: aktifitas pre mortal, suhu tubuh, otot
atletis, suhu lingkungan
Kaku mayat segera setelah mati (bukan rigor mortis): cadaveric
spasm, heat stiffening, cold stiffening
o Dekomposisi atau Pembusukan
Tampak setelah 24 jam PM
Pertama terlihat di perut kanan bawah (caecum)
Warna kehijauan
Telur lalat: segera setelah mati
Larva lalat: 36-48 jam PM
Tubuh menggembung: 60 - 72 jam PM
o Maserasi
o Saponifikasi
2. Luka Trauma
Lecet tekan
Lecet
Lecet geser
Tumpul Memar
sobek
Trauma
Tusuk
Tajam Iris
Bacok
a. Trauma Tumpul
Lecet / abrasi
o Kerusakan pada epidermis
o Jenis tekan: epidermis tertekan ke dalam
o Jenis geser: epidermis rusak akibat tergeser seperti ombak
o Jenis regang: diskontinuitas akibat regangan
Memar / kontusio
o Perdarahan pada kapiler bawah kulit, warna merah kebiruan
Sobek / laserasi
o Kerusakan pada epidermis dan dermis
b. Trauma Tajam
Luka tusuk / stab
Kedalaman luka > panjang luka
Luka iris / incised
Panjang luka > kedalaman luka
Luka bacok / chop
Panjang luka dan kedalaman luka hampir sama
3. Luka Tembak
jauh + + + >50
dekat + + + + 20-50
tempel + + + + 0
MEDIKOLEGAL
13. Surat Kematian
a. Guna Surat Kematian
Sebagai bukti bahwa seseorang meninggal dunia
Untuk statistik penyebab kematian
b. Formulir Surat Kematian
Formulir A
Surat keterangan pemeriksaan kematian. Diberikan kepada keluarga.
Digunakan untuk izin pemakaman.
Formulir B
Dikirim ke
DKK.
Formulir M
Surat untuk memberikan ketarangan bahwa kematian disebabkan penyakit
menular atau tidak. Diberikan kepada keluarga korban.
Formulir I
Formulir kematian internasional.
Formulr CS
Formulir pelaporan kematian untuk catatan sipil.
Formulir KIP
Dibuat untuk izin pemakaman bagi golongan Eropa dan Cina.
14. Macam-macam Consent
a. Expressed concent
Pasien menunjukkan persetujuannya secara lisan dan tertulis
b. Implied concent
Pasien menunjukkan persetujuan dengan tingkah lakunya, misal: mengangguk.
c. Informed concent
Persetujuan yang diberikan setelah diberi penjelasan megnenai tindakan, tujuan,
dan efek samping. Biasanya untuk tindakan medis tertentu dan umumnya
tertulis.
d. Presumed concent
Dokter menganggap pasien memberi persetujuan, meskipun pasien tidak
menunjukkan baik secara expressed atau implied (pasien tidak menolak, jadi
dianggap menerima.
e. Mandatory concent
Keadaan – keadaan yang mutlak dokter tidak boleh melakukan apa-apa sebelum
ada persetujuan
15. Informed Consent
a. Definisi
Persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan pada pasien tersebut (Permenkes
No. 589 tahun 1989)
b. Yang berhak memberikan informasi
Dokter atau yang didelegasikan
c. Yang berhak memberikan persetujuan
Usia 18 tahun atau lebih atau 16 tahun yang dapat diperlakukan sebagai
orang dewasa (telah menikah) dan kompeten
Kompetensi: cakap dalam menerima informasi, memahami, mengalisisnya,
dan menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan
tindakan kedokteran/gigi
Yang tidak kompeten:
o Gangguan jiwa
o Menderita nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan
kesehatan fisiknya
Persetujuan individu yang tidak kompeten:
o Keluarga terdekat (suami, istri, orang tua sah, anak yang
kompeten, saudara kandung)
o Pengampu / wali / pengasuh
o Pada pasien yang tidak kompeten dan sedang mengalami keadaan
gawat darurat, sedangkan tidak ada yang sah mewakilinya, dokter
dapat melakukan tindakan kedokteran demi kepentingan terbaik
pasien.
Isi informed concect
Diagnosis dan tata cara tindakan, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan lain dan risiko, risiko komplikasi yang mungkin terjadi,
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
16. Kaidah Dasar Bioetik
a. Beneficence
Prinsip bioetik dimana dokter melakukan suatu tindakan untuk kepentingan
pasiennya. Contoh:
Memberi obat generik, tidak polifarmasi
Menyampatkan edukasi kepada pasien
Pemberian obat anti nyeri pada pasien terminal (yang masih hidup)
Menolong anak yang diduga menjadi korban kekrasan dalam keluarga
Membuat rujukkan yang dianggap perlu
Memutuskan dan menjelaskan kepada keluarga untuk melakukan amputasi
pada kondisi gawat (keuntungan > kerugian)
b. Non-Maleficence
Prinsip gawat darurat, dokter tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang
dapat memperburuk pasien (fist do no harm)
Contoh:
Dokter menolak aborsi tanpa indikasi medis
Dokter melakukan kuret atas indikasi medis (karena perdarahan, gawat darurat)
Tidak melakukan euthanasia
Dokter mengutamakan pasien gawat
Dokter melakukan bius terlebih dahulu sebelum tindakan medis walau
pasiennya sudah tidak sadar
Tidak melakukan rujukan lab / obat yang sebenarnya tidak mutlak, demi
mendapatkan komisi
c. Autonomy
Dalam prinsip ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak
manusia, terutama untuk menentukkan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak
untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sesuai keinginannya
sendiri. Sangat berhubungan dengan informed concent.
Contoh:
Melakukan informed concent
Menjaga rahasia pasien bila orang lain tidak ada hubungannya
Memberi pasien untuk memutuskan sendiri (asal dewasa dan sehat mental)
Dokter tidak berbohong walau demi kebaikan pasien, misal jujur mengatakan
kalau peluang sembuh sangat kecil
d. Justice
Tidandakan yang memegang prinsip sama rata, tidak membeda-bedakan pasien
atas dasar SARA, status sosial, dll. Termasuk juga adalah melindungi
kelompok yang rentan.
Contoh:
Dokter tidak membeda-bedakan pelayanan walau beda suku/agama
Dokter melayani pasien sesuai nomor urut (bila tidak ada pasien gawat)
Dokter boleh membongkar rahasia pasien dalam keadaan menyangkut orang
lain yang rentan (misal: suami ISK, dokter boleh memberitahu kepada istri,
atau supir bus epilepsi)
e. Prima Facie
Mengedepankan salah satu prinsip bioteik dari yang lainnya pada suatu keadaan.
17. Komponen Profesionalisme
Altruism (mengutamakan orang lain dari diri sendiri)
Accountability (memegang prinsip etik)
Excellence (long life learning)
Duty (komitmen untuk terus memberikan pelayanan, tanpa memikirkan
kemampuan seseorang untuk membayar)
Honor and integrity (komitmen, dapat dipercaya, tidak melanggar kode etik)
Respect for other (menghargai hak asasi orang lain)
Personal commitment (long life learning)
18. Rekam Medis
a. Kegunaan Rekam Medis
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989:
Pengobatan pasien
Peningkatan kualitas pelayanan
Pendidikan dan penelitian
Pembiayaan
Statistik kesehatan
Pembuktian masalah hukum, disiplin, dan etik
b. Isi Rekam medis
Rawat Jalan: identitas, tanggal dan waktu, anamnesis, hasil pemeriksaan
fisik, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan atau tindakan,
pelayanan lain yang diberikan, persetujuan tindakan
Rawat Inap: identitas, tanggal dan waktu, anamnesis, hasil pemeriksaan fisik,
diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan atau tindakan, pelayanan
lain yang diberikan, persetujuan tindakan, catatan observasi, ringkasan
pulang
c. Kepemilikan Rekam Medis
Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan
Materi rekam medis milik pasien (jika pasien minta RM, berikan resumenya
saja)
Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya
d. Penyimpanan Rekam Medis
Batas waktu penyimpanan 5 tahun
Resume RM minimal 5 tahun
e. Aspek Hukum Rekam Medis
Rekam medis sebagai alat bukti tertulis di pengadilan
f. Kerahasiaan Rekam Medis
Setiap dokter wajib menjaga kerahasiaan dalam rekam medis
Rahasia tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien atas
permintaan pasien sendiri berdasarkan undang-undang
Baru dapat dibuka apabila diminta oleh hakim majelis di hadapan
sidang majelis
19. Kejadian Tidak Diinginkan
Unforesseable
Risk
Acceptable
Non-error
Risk
Complication
Near Miss
KTD
Miss
Latent Error
Management
Medical Error
Error
Negligence
Intensional
Active Error
Lack of Skill
Malfeasance
EPIDEMIOLOGI
21. Surveilans
Surveilans
Khusus
Pada wilayah
atau populasi terbatas untuk mendapatkan sinyal adanya
Metode Sentinel
Rutin Terpadu
24. Screening
a. Mass
Semua populasi. Contoh: X-ray masal
b. Selective
Pada kelompok risiko tinggi. Contoh: HIV
c. Case Finding
Kelompok yang lebih kecil. Contoh: penyakit menurun
d. Single Disease
Satu penyakit tertentu. Contoh: HBsAg
e. Multi-phase
Beberapa tes. Contoh: medical check up
25. Carrier dan Vector
a. Carrier
Incubatory carrier
Akan menjadi sakit, namun sudah bisa menularkan sebelum timbulnya gejala
(contoh: HIV)
Healthy carrier
Tidak akan menjadi sakit, namun bisa menularkan penyakit (contoh: polio)
Convalescent carrier
Dapat menularkan penyakit ketika sedang sakit maupun setelah pemulihan
(contoh: tifoid)
b. Vector
Biological vector
Organisme / parasit berkembang atau bereplikasi di dalam vektor (contoh:
nyamuk)
Mechanical vector
Organisme / parasit tidak berkembang atau bereplikasi di dalam vektor
(contoh: lalat)
26. Wabah
a. Endemik
Suatu penyakit yang persisten ditemukan di daerah tertentu. Contoh: malaria di
papua.
b. Epidemik atau Outbreak
Kasus/ penyakit baru pada suatu populasi tertentu, dalam suatu periode
waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju ekspektasi/ dugaan, yang
didasarkan pada pengalaman mutakhir.
c. Pandemik
Suatu epidemi yang meluas dan bersifat global.
d. Sporadik
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan / penyakit yang ada di suatu
wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.
27. Kejadian Luar Biasa
Kriteria:
Penyakit menular baru
Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama tiga kurun waktu tertentu
Peningkatan kejadian kesakitan ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan meningkat ≥ 2 kali dibandingkan
dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya
Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun meningkat ≥ 2
kali dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada
tahun sebelumnya
Case fatality rate dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan ≥ 50%
dibanding periode sebelumnya
Proprotional rate penderita baru pada satu periode meningkat ≥ 2 kali dibanding satu
periode sebelumnya
28. Pengukuran Epidemiologi
Usia produktif (bekerja) € 15 - 64 tahun
Usia reproduktif (female fertility) € 15 – 44 tahun
29. Menghitung Frekuensi Penyakit
a. Insidensi kumulasi
Untuk mengetahui risiko penyakit yang mengenai populasi berisiko pada
suatu periode tertentu
Insiden kumulatif = jumlah kasus baru selama periode waktu tertentu x 100%
Jumlah orang berisiko pada permulaan waktu
b. Densitas insidens atau insidence rate
Mengetahui kecepatan penyakit menyerang populasi
Insidens Rate = Jumlah kasus baru selama periode waktu tertentu
Rata-rata populasi berisiko pada waktu tertentu
Rata-rata populasi berisiko = populasi awal + populasi akhir
2
c. Prevalensi
Untuk mengetahui beban penyakit
Prevalensi = Jumlah kasus baru dan lama pada suatu periode x 100%
Populasi
d. Attack rate
Jenis khusus insidens kumulatif yang berguna selama epidemik / outbreak
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
tersebut pada saat yang sama
Manfaat attack rate untuk memperkirakan derajat penularan suatu penyakit
Attack rate = Kasus baru pada periode tertentu x 100%
Populasi berisiko pada awal waktu
e. Secondary attack rate
Untuk mengetahui frekuensi jumlah kasus baru dimana penderita tersebut
kontak dengan penderita yang pertama terinfeksi.
Sec. AR = Kasus baru dimana riwayat kontak dengan penderita kasus
pertama Jumlah individu yang kontak dengan penderita
pertama
30. Angka Kematian
a. Birth rate / angka kelahiran
Jumlah kelahiran dalam satu tahun x
1000 Populasi pertengahan tahun
b. Crude death rate / angka kematian kasar
Jumlah kematian x 1000
Jumlah penduduk
c. Fertility rate
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun . x 1000
Populasi pertengahan tahun wanita usia 15 - 44
d. Perinatal mortality rate
Jumlah lahir mati + mati usia < 7 hari x
1000 Jumlah kelahiran dalam setahun
e. Neonatal mortality rate
Jumlah kematian bayi usia < 28 hari dalam setahun x 1000
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun
f. Infant mortality rate
Jumlah kematian bayi usia < 1 tahun dalam setahun x 1000
Jumlah kelahiran hidup dalam setahun
g. Case fatality rate
Jumlah kematian dalam setahun karena penyakit tertentu x 100%
Jumlah kasus tertentu tersebut dalam setahun
31. Cara menekan angka kematian
a. Neonatus Mortality
Rate Inisiasi
menyusui dini
b. Infant Mortality Rate
Pemberian imunisasi dasar (puskesmas)
Pemberian ASI eksklusif (ibu)
Perbaikan status gizi
Deteksi dini gangguan tumbuh kembang
MTBs
c. Maternal Mortality Rate
Persalinan oleh tenaga kesehatan
PONED dan PONEK
Cegah unwanted pregnancy
32. Indikator Program Penanggulangan TB
a. Angka Penjaringan Suspek
Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk dalam
waktu satu tahun
Jumlah suspek yang diperiksa dahak x
100.000 Jumlah penduduk
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
Presentase penderita BTA (+) yang ditemukan diantara semua suspek
yang diperiksa dahaknya
Jumlah pasien BTA (+) yang ditemukan x 100%
Jumlah seluruh suspek yang diperiksa
c. Case Notification Rate
Untuk TREND
Jumlah pasien TB semua tipe x
100.000 Jumlah Penduduk
d. Case Detection Rate
Presentase jumlah penderita baru BTA (+) yang ditemukan dibanding
jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada di wilayah tersebut
Jumlah penderita baru BTA (+) x
100% Perkiraan jumlah penderita baru BTA (+)
Target 70%
e. Angka Konvesi (Conversion Rate)
Presentase penderita TB paru BTA (+) yang mengalami konversi menjadi BTA
(-) setelah pengobatan fase intensif 2 bulan
Jumlah penderita BTA (+) yang konversi x
100% Jumlah penderita BTA (+) yang diobati
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%
f. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Presentase penderita BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan
diantara semua penderita BTA (+) yang tercatat
Jumlah penderita BTA (+) yang sembuh x
100% Jumlah penderita BTA (+) yang
diobati
Angka yang harus dicapai minimal 85 %
Angka ini menunjukkan keberhasilan program
g. Angka Kesalahan (Error Rate)
Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan
pembacaan slide yang dilakukan oleh laboratorium pertama setelah di cross
chek oleh BLK
Jumlah sediaan positif palsu + negatif palsu x
100% Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa
Error rate bisa ditoleransi maksimal 5%
33. Merumuskan Pertanyaan Klinis
PICO:
Patient, population, problem: bagaimana pasien dan masalah apa, yaitu
kausa/ etiologi/ harm, diagnosis, terapi, atau prognosis?
Intervention: tes diagnostik, terapi, paparan
Comparison: gold standart, plasebo, terapi standar
(clinical) Outcome: Patient-Oriented Evidence that Matters (perbaikan klinis,
mortalitas, morbiditas, kualitas hidup)
METODOLOGI PENELITIAN
34. Desain Penelitian
a. Sensitivitas = a / (a + c)
b. Spesifisitas = d / (b + d)
c. Nilai prediktif positif (PPV) = a / (a + b)
d. Nilai prediktif negatif = d / (c + d)
e. True positif: a
f. False positif: b
g. True negatif: d
h. False negatif: c
i. Like hood ratio positif (LR +) = sensitivitas / (1 – spesifisitas)
j. Like hood ratio negatif (LR -) = (1 – sensitivitas) / spesifisitas
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN BPJS
1. Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2012 tentang penerimaan bantuan iuran
Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan
Peraturan Presiden RI No. 111 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah RI No. 86 Tahun 2013
2. Azas, Program, Prinsip
a. 3 Azaz
Kemanusiaan
Manfaat
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. 5 Program
Jaminan kesehatan
Jaminan kecelakaan kerja
Jaminan hari tua
Jaminan pensiun
Jaminan kematian
c. 9 Prinsip
Kegotongroyongan
Nirlaba
Kepesertaan wajib
Portabilitas
Keterbukaan
Kehati-hatian
Akuntabilitas
Dana amanat
Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta
3. Perbedaan Asuransi Sosial dan Komersial
a. Asuransi Sosial
Wajib bagi seluruh penduduk
Non profit
Manfaat komprehensif
b. Asuransi Komersial
Kepesertaan sukarela
Profit
Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan
4. Tugas BPJS
Melakukan pendaftaran/ penerimaan peserta
Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
Menerima bantuan iuran dari pemerintah
Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta
Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial
Membayarkan manfaat/ membiayai pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
program jaminan nasional
Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat
5. Wewenang BPJS
Menagih pembayaran iuran
Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka panjang/ pendek
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya
Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai pembayaran
mengacu pada standar tarif
Membuat/ menghentikan kontrak dengan faskes
Mengenakan sanksi administratif terhadap pekerja dan pemberi kerja
Melaporkan pemberi kerja kepada instansi berwenang mengenai ketidakpatuhan
terkait iuran dan kewajiban lainnya
Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan jaminan
sosial
6. Hak dan Kewajiban Peserta
a. Hak
Memperoleh identitas peserta
Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan
PNS kelas I-II € kelas II
PNS kelas III-IV € kelas I
PBI € kelas III
Jika menginginkan naik tingkat, maka bayar selisihnya saja
b. Kewajiban
Membayar iuran
Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS kesehatan dengan
menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili / pindah kerja
7. Peserta Jaminan Kesehatan
a. Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)
Pekerja penerima upah (termasuk PNS)
Pekerja bukan penerima upah
Bukan pekerja
b. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Fakir miskin
Orang tidak mampu
c. Anggota Keluarga
Istri atau suami sah dari peserta
Anak kandung / anak tiri/ anak angkat yang sah dari peserta
o Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
menjalani pendidikan formal
o Belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
d. Non-PBI € di PHK atau cacat € tidak bekerja lagi selama lebih dari 6 bulan € PBI
8. Masa Berlaku Kepesertaan
Selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta
Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status
kepesertaannya akan hilang
Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh peraturan BPJS
9. Iuran
a. PBI: dibayar oleh pemerintah
b. Pekerja penerima upah: dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja
c. Pekerja bukan penerima upah: dibayar oleh peserta yang bersangkutan
d. Bukan pekerja: dibayar oleh peserta yang bersangkutan
10. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin
a. Tingkat pertama
Administrasi pelayanan
Pelayanan promotif dan preventif
Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
b. Tingkat lanjutan rawat jalan
Administrasi pelayanan
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi sepsialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Pelayanan alat kesehatan implan
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan daerah
Pelayanan kedokteran forensik
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
c. Tingkat lanjutan rawat inap
Perawatan inap non intensif
Perawatan inap intensif
11. Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin
Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat
Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
Pelayanan meratakan gigi
Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat/ alkohol
Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan
hobi yang membahayakan diri sendiri
Pengobatan komplementer, alternatif, tradisional
Pengobatan atau tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, susu
Perbekalan kesehatan rumah tangga
Pelayanan kesehatan akibat bencana/ tanggap darurat, kejadian luar biasa
Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
kesehatan yang diberikan
12. Alur Pelayanan Kesehatan
Peserta € Faskes primer (puskesmas, polindes) € rumah sakit
Black Books for UKMPPD 284
OSCE
INTERNA
5. Pemasangan NGT
No. Keterangan
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Cuci tangan
Persiapan alat: pad, handscoon, NGT, gel, stetoskop, bengkok, gelas berisi air,
plester
yang udah diguntingin, spuit 10 cc, spuit 50 cc
Posisikan penderita (1/2 Fowler atau supinasi)
Pakai handscoon
Letakan pad di dada penderita, beserta bengkok berisi air
Ukur kedalaman NGT, tandai dengan plester kecil
Inspeksi lubang hidung yang mau dimasukan NGT
Lubrikasi NGT
Masukan NGT, minta pasien sambil menelan
Cek dengan ujung NGT dimasukan air, ada gelembung atau tidak?
Cek dengan mendorong spuit isi udara
Fiksasi
Sambungkan dengan spuit 50 cc
Bereskan alat
Cuci tangan
Edukasi (jangan dicabut, dibilas)
6. Teknik Konseling
No. Keterangan
1. Mengawali Pertemuan:
Mengucapkan salam dan perkenalkan diri
Menanyakan identitas klien
Memberikan situasi yang nyaman bagi klien
Menunjukkan sikap empati
Menjaga rahasia klien
2. Inti Konseling:
Mengeksplorasi kondisi klien
Mengidentifikasi masalah dan penyebab
Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah
Melakukan penetapan alternatif pemecahan masalah
3. Menutup pertemuan
Melakukan penilaian terhadap efektifitas konseling
Membuat kesimpulan
Mengakhiri konseling atas persetujuan klien
PEDIATRI
2. Persalinan Normal
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Tanyakan HPMT
Riwayat obsetri (GPA, menstruasi, KB)
Riwayat kehamilan sekarang, keluhan selama kehamilan sekarang
Gerakan janin
Riwayat penyakit lain
Riwayat penyakit dahulu
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian
atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Lakukan pemeriksaan Head to Toe
6. Kala I
Menentukan inpartu atau tidak
Menentukan fase laten (1 – 3 cm) atau fase aktif ( 4 cm – lengkap)
Memeriksa urin (dengan kateter atau pipis langsung): volume, protein, aseton
Mengukur tekanan darah dan suhu setiap 4 jam
Mengukur denyut jantung ibu dan janin setiap 30 menit
Menilai kontraksi setiap 30 menit
Menilai pembukaan serviks tiap 4 jam
Edukasi ibu untuk jangan mengejan
7. Kala II
Menentukan kala II
Persiapan peralatan: lampu ginekologi, apron, handscoon, 3 linen steril, ½ kocher,
gunting episiotomi, klem lurus, gunting jaringan, klem tali pusat, oksitosin 10 IU
dalam spuit, ergometrin dalam spuit, kateter nelaton, needle holder, jarum, benang
absorble, wadah
berisi klorin, doppler
Posisikan ibu pada posisi siap melahirkan
Memimpin ibu mengejan saat puncak his
Mengistirahatkan ibu saat his hilang dan cek DJJ (setiap satu menit)
Episiotomi
Menahan perineum dan mengatur defleksi bayi
Cek adakah lilitan tali pusat
Tunggu putar paksi luar
Pegang kepala bayi biparietal
Lahirkan bahu anterior dengan menarik ke arah bawah
Lahirkan bahu posterior dengan menarik ke arah atas
Lahirkan sisa badan
Potong tali pusat
Baringkan bayi di atas perut ibu yang dilandasi linen steril
Keringkan badan bayi
Letakkan bayi di dada ibu untuk IMD
8. Kala III
Memberikan injeksi oksitosin 10 IU IM
Penegangan tali pusat terkendali
Kenali tanda-tanda lepasnya plasenta (uterus globuler, tali pusat memanjang, ada
semburan darah mendadak)
Pimpin ibu mengejan saat his untuk melahirkan tali pusat
Tangan kiri melakukan penekanan ke arah dorsokranial
Periksa kotiledon apakah lengkap atau tidak
Lakukan massase ringan pada uterus
Injeksi ergometrin IM (jika tekanan darah normal)
9. Kala IV
Repair episiotomi
Pemantauan tanda vital
Pemantauan perdarahan
4. Bedah Minor
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Inspeksi: lokasi, jumlah, ukuran, permukaan, tepi, warna
Palpasi: temperatur, nyeri, konsistensi, mobilitas, fluktuasi, transiluminasi
6. Teknik Bedah Minor
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin
Mempersiapkan alat:
Meja steril: handscoon, duk lubang, klem duk, kassa steril, kom berisi NaCl/
akuades steril, kom berisi povidon iodin, kom berisi perhidrol, kom berisi jarum
tapper dan benang non-absorble dan absorble, needle holder, scalpel, forcep alis,
pinset chirurgis, pinset anatomis, klem kocher, klem lurus, klem mosquito, gunting
benang, gunting jaringan, spuit 3 cc steril yang sudah dibuka
Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, benang roll,
korentang,
lidocain 1%, NaCl 0,9%, povidon iodin, perhidrol
Cuci tangan
Pakai handscoon
Sterilkan medan operasi
Meletakkan duk kain
Melakukan anestesi luka:
Secara SC di sekeliling luka
Cek apakah sudah bekerja apa belum
Membuat insisi:
Membuat insisi berbentuk elips (lesi yang berada di atas kulit: veruka,
papiloma, granuloma, dll)
Membuat insisi linear (lesi yang berada di bawah kulit: lipoma, ateroma,
neurofibroma, dll)
Dua jari diletakkan pada kedua sisi massa untuk fiksasi
Pisahkan jaringan longgar dengan massa secara tumpul
Kontrol perdarahan
Menutup luka:
Jahit subkutis dengan benang absorble (cat gut)
Jahit kutis dengan benang non-absorble (silk)
Lepas duk
Tutup dengan kassa steril
Fiksasi dengan plester
Cuci tangan
Memberikan terapi farmakologis:
R/ Amoksisilin tab mg 500 No. XV
S 3 dd tab I
R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 2 dd tab I
R/ Anti-tetanus serum fl No.I
S i.m.m (berikan 250 IU IM)
Edukasi:
Kenali tanda-tanda luka terjadi infeksi
Cara merawat luka, jangan kena air
Kapan kontrol
Makan makanan tinggi protein
7. Menanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan
5. Sirkumsisi
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hemofilia, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hemofilia, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Status Lokalis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, pakaian yang menghalangi dibuka
Mencari indikasi: fimosis, parafimosis, mencegah infeksi
Mencari kontraindikasi: epispadia, hipospadia, mikropenis
6. Teknik Sirkumsisi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien senyaman mungkin
Mempersiapkan alat:
Meja steril: handscoon, duk lubang, klem duk, kassa steril, kom berisi NaCl/
akuades steril, kom berisi povidon iodin, kom berisi perhidrol, kom berisi jarum
tapper dan benang absorble, needle holder, scalpel, forcep alis, pinset chirurgis,
pinset anatomis, klem kocher,3 buah klem lurus, klem mosquito, gunting benang,
gunting jaringan, spuit 3 cc steril yang sudah dibuka
Meja non-steril: plester yang sudah dipotongin, gunting plester, benang roll,
korentang,
lidocain 1%, NaCl 0,9%, povidon iodin, perhidrol
Cuci tangan
Pakai handscoon
Sterilkan medan operas
Meletakkan duk lubang
Melakukan anestesi lokal:
Menggunakan teknik blok atau infiltrasi
Pengecekan kerja anestesi
Membuka dan membersihkan preputium
Melakukan insisi:
Tandai area insisi dengan dijepit menggunakan pinset
Memasang klem lurus pada arah jam 11, 1, dan 6
Menarik klem ke arah distal
Buat irisan dengan gunting di arah jam 12 sampai di belakang sulkus korona
glandis
Membuat jahitan kontrol arah jam 12
Membuat jahitan kontrol arah jam 6 dengan teknik figure of eight
Memotong preputium kanan, kontrol perdarahan, jahit arah jam 2 dan jam 4
Memotong preputium kiri, kontrol perdarahan, jahit arah jam 8 dan jam 10
Cek kembali perdarahan
Menutup Luka:
Lepas duk
Oleskan salep antibiotik
Balut melingkar dengan kassa steril
Fiksasi ke pubis dengan plester
Cuci tangan
Memberikan terapi farmakologis:
R/ Amoksisilin tab mg 500 No.
XV S 3 dd tab I
R/ Natrium diclofenac tab mg 50 No.
X S 2 dd tab I
R/ Anti-tetanus serum fl No.I
S i.m.m (berikan 250 IU IM)
Edukasi:
Kenali tanda-tanda luka terjadi infeksi
Cara merawat luka, jangan kena air
Kapan kontrol
Makan makanan tinggi protein
Bila BAK, cukup di lap dengan tissue
Batasi aktifitas
7. Tanyakan apakah masih ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan
6. Pemeriksaan Mammae
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperingan, keluhan penyerta
Massa: lokasi (kuadran, bilateral/ unilateral), jumlah, onset, ukuran, kecepatan membesar,
konsistensi, nyeri/tidak, ukuran dipengaruhi menstruasi atau tidak
Nyeri: lokasi, onset, kualitas, kuantitas berhubungan dengan ,menstruasi atau tidak
Keluhan lain: nipple discharge, perubahan kulit (luka, skin dimpling), retraksi puting,
benjolan di ketiak atau di tempat lain
RPD: keluhan serupa, kanker, hipertensi, DM, alergi
Riwayat obsetri (GPA, menarche, menstruasi, penggunaan KB)
RPK: keluhan serupa, kanker, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
Bereskan alat
5. Pemeriksaan Fisik Payudara
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Mau ditemani suami/ perawat wanita
Posisikan pasien (duduk di bed, membuka pakaian bagian atas)
Inspeksi 4 posisi: duduk tangan di samping, tangan di kepala, tanggan di pinggang,
setengah membungkuk:
Kesimetrisan payudara
Ukuran payudara
Perubahan kulit
Areola
Manuver pektoralis
Pasien diminta untuk berbaring di bed, tangan di belakang kepala, bahu bisa diganjal
bantal
Inspeksi
Palpasi:
Palpasi dengan tangan maupun ujung jari
Memeriksa nipple discharge
Pemeriksaan limfonodi aksila
Pasien dipersilahkan memakai bajunya kembali
Pasien dipersilahkan kembali ke kursi
Cuci tangan
6. SADARI
Tanyakan alasan mengapa ingin mengetahui SADARI
Jelaskan faktor risiko (riwayat keluarga, menstruasi awal atau menopause lambat,
persalinan diatas 35 tahun, paparan karsinogen)
Jelaskan pentingnya SADARI (screening)
Metode:
Berbaring:
Posisi tidur, bahu diganjal bantal, tangan yang tidak digunakan untuk
memeriksa berada di belakang kepala
Periksa payudara kiri dengan tangan kanan, payudara kanan dengan tangan kiri
Periksa menggunakan jari II,III,IV 1/3 distal
Lakukan penekanan cukup keras, melingkar, naik turun, atau
wheel Berdiri:
Posisi berdiri , tangan yang tidak digunakan untuk memeriksa berada di
belakang kepala
Bisa dilakukan saat mandi dengan tangan yang bersabun untuk mempermudah,
atau di depan cermin
Periksa payudara kiri dengan tangan kanan, payudara kanan dengan tangan kiri
Periksa menggunakan jari II,III,IV 1/3 distal
Lakukan penekanan cukup keras, melingkar, naik turun, atau wheel
Edukasi:
Bisa dilakukan setiap hari, rasakan perubahannya
Bila terdapat perubahan, harap hubungi dokter
7. Menanyakan apakah ada yang ingin ditanyakan atau ingin disampaikan
8. Terima kasih, jabat tangan
ANESTESIOLOGI
2. Pemasangan ETT
No. Keterangan
1. Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
2. Posisikan pasien berbaring
3. Persiapan alat: handscoon, sumber oksigen, bag valve mask, laringoskop, ETT,
spuit 10 cc, OPA, plester, stilet, sambungan ke bag valve, suction, lubrikan
4. Cuci tangan
5. Pakai handscoon
6. Cek pengembangan balon ETT
7. Pastikan patensi jalan nafas dan oksigenasi
Buka jalan nafas dengan tripple airway manuver
Bersihkan jalan nafas
Bila perlu pasang OPA
Oksigenasi 10-12 lpm dengan bag mask selama 2-3 menit
Cabut OPA
8. Memasukkan laringoskop
Pegang laringoskop dengan tangan kiri
Buka mulut dengan teknik cross finger
Masukan laringoskop dari sisi kanan mulut pasien, dorong ke sisi kiri
Masukan sampai ke vallecula
Angkat laringoskop hingga epiglotis terbuka, jangan mengungkit
9. Memasukkan ET
Pasang ET dengan tangan kanan seperti sedang memegang pensil
Masukkan melalui sisi kanan mulut sampai masuk trakhea, ujung ET terletak pada
carina
Bisa dibantu dengan Sellick manuver oleh asisten (penekanan eksternal krikoid)
Kembangkan balon melalui spuit
10. Pastikan posisi ET
Sambungkan ET ke bagging
Dengar suara nafas memakai stetoskop di epigastrik, apeks, dan basal paru
11. Fiksasi ET
Posisikan ET di sudut mulut
Fiksasi ET menggunakan tape dengan melingkari ET, salah satu ujung ditempelkan di
atas sudut bibir, ujung lainnya di bawah sudut bibir
12. Bereskan alat
13. Cuci tangan
3. Infus Intravena
No. Keterangan
1. Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
2. Memposisikan pasien
3. Siapkan alat: handscoon, cairan infus, infus set, penyangga infus, alas/ tray, bengkok,
torniket, kapas alkohol, pinset chirurgis, abbocath, kassa steril, plester yang udah
digunting, gunting, pad
4. Memasang infus set, mengalirkan cairan, menggantung infus set dan cairan infus
5. Letakan pad di bawah tangan pasien
6. Identifikasi vena
7. Cuci tangan
8. Bendung bagian proksimal dari vena dengan torniket
9. Pakai handscoon
10. Disinfeksi dengan kassa alkohol menggunakan pinset
11. Menginsersikan jarum
12. Menarik stylet
13. Melepaskan torniket
14. Memasang infus set ke blood set
15. Melihat kelancaran
16. Fiksasi menggunakan plester
17. Mengatur tetesan infus:
Tetesan makro: 1 cc = 20
tetes
Tetesan mikro: 1 cc = 60 tetes
18. Membuang sampah pada tempatnya
19. Cuci tangan
20. Edukasi:
Jangan ditarik
Tempatkan botol infus selalu lebih tinggi dari lengan
Beritahukan petugas bila infus habis
21. Menanyakan adakah yang ingin ditanyakan atau disampaikan
22. Terima kasih, jabat tangan
NEUROLOGI
No. Keterangan
1. Sambung Rasa
Menyapa pasien, mempersilahkan pasien duduk, berjabat tangan, memperkenalkan diri
2. Anamnesis
Identitas: nama, usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan
Informed Consent
Keluhan Utama
RPS: lokasi, onset, kronologis, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor memperingan,
keluhan penyerta
RPD: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
RPK: keluhan serupa, hipertensi, DM, alergi
Riw. Sosial-ekonomi: lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, penghasilan, dll
Riw. Kebiasaan: makanan, olahraga, rokok, alkohol
Anamnesis Sistem
Resume
Menanyakan ada yang masih belum disampaikan?
3. Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi (BB dan TB)
4. Pemeriksaan Vital Sign
Inform concent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien (duduk, tidur)
Membuka pakaian yang menutup lengan atas, membuka sedikit kancing baju bagian atas
Persiapan alat: tensimeter, stetoskop, termometer, kapas, alkohol
Cuci tangan
Memasang termometer
Pemeriksanan tekanan darah
Pemeriksaan frekuensi nadi (dua tangan)
Pemeriksaan frekuensi nafas
Melepas dan membaca hasil termometer
Menanyakan/ melaporkan hasil pemeriksaan
5. Pemeriksaan N. Cranialis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Persiapan alat (senter, kapas, tongue spatel, garputala, aroma kopi, garam)
Posisikan pasien di depan penderita
n. I (daya penciuman)
n. II (visus)
n. III, IV, VI (gerakan bola mata, refleks pupil)
n. V (merapatkan gigi, refleks kornea)
n. VII (mengerutkan dahi, menggembungkan pipi, mencucu, menyeringai, sensoris 2/3 anterior
lidah)
n. VIII (tes webber, tes kalori)
n. IX (pasin buka mulut, bilang aaaaa)
n. X (uvula, refleks muntah)
n. XI (raba m. Sternocleidomastoideus, m. Trapezius)
n. XII (menjulurkan lidah)
6. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
Informed consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien
Tes nistagmus
Tes cara berjalan
Tes tandem walking
Tes romberg
Tes disdiadokinesia
Tes telunjuk-telunjuk
Tes telunjuk-hidung
Tes rebound
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki
8. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur di bed
Nilai tonus
Nilai gerak
Nilai kekuatan motorik
9. Pemeriksaan Sensibilitas
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Minta pasien untuk menutup mata
Sensasi raba
Sensasi nyeri superfisial
Sensasi tekan
Sensasi gerak dan posisi
Sensasi suhu
10. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien duduk, tenang
Persiapan alat (palu refleks)
Refleks biceps
Refleks triceps
Refleks brachioradialis
Refleks patella
Refleks achilles
11. Pemeriksaan Refleks Patologis
Inform consent (tujuan, prosedur, komplikasi)
Posisikan pasien tidur, relaks
Persiapan alat (palu refleks)
Hoffman-Tromner
Oppenheim
Gordon
Schaffer
Chaddock
Babinski
Rosollimo
Mandel-Bachtrew
12. Pemeriksaan Meningeal Sign
Kaku kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Kernig
13. Pemeriksaan Provokasi Nyeri
Lasseque
Valsava
Patrick
Kontra-Patrick
14. Meminta pasien kembali ke kursi
15. Cuci tangan
16. Menjelaskan atau meminta hasil pemeriksaan
17. Membuat diagnosis banding
18. Menentukan pemeriksaan penunjang
19. Interpretasi pemeriksaan penunjang
20. Menentukan Diagnosis
21. Menentukan penatalaksanaan dan menulis resep
22. Edukasi
23. Menanyakan pada pasien adakah yang masih ingin ditanyakan atau disampaikan
24. Mengucapkan terima kasih, berjabat tangan
a. Migrain
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
AVM, cluster headache, TTH
3) Terapi
R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n
Profilaksis:
R/ propanolol tab mg 40 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
Pasien dan keluarga dapat mengontrol serangan
Istirahat, hindari faktor pemicu
Olahraga teratur
Stop merokok
Bila tidak membaik, rujuk ke spesialis saraf
b. TTH
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
Migrain, cluster headache
3) Terapi
Serangan
R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n.
Pencegahan
R/ Amitriptilin tab mg 10 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
Menenangkan pasien bahwa tidak terdapat kelaianan fisik dalam rongga kepala
Motivasi keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien
c. Cluster Headache
1) Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
2) Diagnosis Banding
AVM, cluster headache, TTH
3) Terapi
R/ Ibuprofen tab mg 400 No.
X S p.r.n
Profilaksis:
R/ propanolol tab mg 40 No.
XX S 1 dd tab I
4) Edukasi
Pasien dan keluarga dapat mengontrol serangan
Istirahat, hindari faktor pemicu
Olahraga teratur
Stop merokok
Bila tidak membaik, rujuk ke spesialis saraf
d. Vertigo
1) Pemeriksaan Penunjang
Sesuai etiologi
2) Diagnosis Banding
BPPV, meniere disease, labirinitis, gangguan kecemasan
3) Terapi
R/ dimenhidrinat tab mg 25 No.
XX S 4 dd tab I
4) Edukasi
Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular
Dukungan dan motivasi dari keluarga
OFTALMOLOGI