Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan
peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat abdomen
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus
obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur sekitar 16 98 tahun
dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki laki
(Markogiannakis et al., 2007).
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI USUS
A. USUS HALUS
Usus halus membentang dari pilorus ke sekum, memiliki panjang 270-290 cm. Usus
ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah
sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Panjang
duodenum sekitar 20 cm, panjang jejunum 100-110 cm, dan panjang ileum 150-160 cm.
Jejunum umumnya dianggap membentuk 2/5 proksimal dari usus halus, dan ileum
membentuk 3/5 sisanya. Jejunum memiliki lingkar lebih besar dan lebih tebal dari ileum,
dan pada pembedahan dapat diidentifikasi dengan memeriksa pembuluh darah
mesenterika. Mukosa usus kecil ditandai dengan plicae circulares, yang menonjol pada
duodenum distal dan jejunum.

Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 20 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.

Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung).

Jejenum dan Ileum


Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima

terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai
pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium
usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal
pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri
vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium
1

memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior


antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian
atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluhpembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh
arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabutserabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici
pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici mesenterikus
dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak sekitar
pangkal arteri mesenterikus superior.

B. USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens
dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
3

membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk


kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan
sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan
cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus dan
akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari
kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens
akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.

II. FISIOLOGI USUS


A. USUS HALUS
Bersama cairan yang masuk dengan makanan dan minuman, ludah, cairan lambung,
empedu, secret pancreas, dan cairan usus halus membentuk cairan saluran cerna dengan
volume 6-8 liter. Semua cairan ini akan diserap kembali sebelum isi usus melewati katup
ileosekal sehingga hanya kira-kira setengah liter cairan yang akan diteruskan ke kolon.
Proses keluar masuknya cairan melalui sel ini terjadi dengan cara difusi, osmosis, atau di
bawah pengaruh tekanan hidrostatik.
Fungsi usus halus terdiri atas transportasi dan pencernaan makanan, serta absorpsi
cairan, eletrolit, dan unsur makanan. Setiap hari, beberapa liter cairan dan puluhan gram
makanan yang terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein akan berlalu di usus halus, dan
setelah dicerna, akan masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat efisien karena
hampir seluruh makanan terserap, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat
dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat tinggi yang memberi volume ke feses
sehingga laju makanan di saluran cerna berlangsung lebih cepat. Hampir semua bahan
makanan diabsorpsi dalam jejunum, kecuali vitamin B12 dan asam empedu yang diserap
dalam ileum terminale.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan longitudinal. Gerakan intestinal ini diatur oleh system saraf otonom dan
hormone. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan
sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal.
5

Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi
secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat
satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan
kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan
bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus
halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit
pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah
kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, di mana pada bagian proksimal lebih
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya
menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.
B. USUS BESAR
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus, serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus
halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikelaurkan sebagai feses setiap
harinya.
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di
dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan
peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.
Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.

III. ILEUS OBSTRUKTIF


A. DEFINISI
6

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh
karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus
tersebut. Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut
akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar.
B. ETIOLOGI

Adhesi
Hernia

Ekstraluminal

Intramural
Intususepsi
Inflamasi (Penyakit Crohn,

Intraluminal
Batu empedu
Benda asing

Neoplasma (carcinoma,

infeksi)
Kongenital (volvulus)

Bezoar

neoplasma extraintestinal)
Abses

Traumatik (hematoma,

Enterolith

iskemik striktur)

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh:


-

Adhesi (perlekatan usus halus) umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau
pascaoperasi, terutama setelah operasi panggul (misalnya, prosedur ginekologi,
appendektomi, dan reseksi kolorektal), bertanggung jawab atas lebih dari 60% dari
semua penyebab obstruksi usus di Amerika Serikat. Operasi perut bagian bawah lebih
sering menimbulkan adhesi yang mengakibatkan obstruksi karena usus lebih mobile
7

di panggul dibandingkan perut bagian atas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan,


-

dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.


Tumor ganas mencapai sekitar 20% kasus. Sebagian besar tumor ini adalah lesi
metastatik yang telah menyebar dari tumor primer intra-abdomen seperti ovarium,
pankreas, lambung, atau usus besar. Kasus yang lebih jarang, sel-sel ganas dari tempat
yang jauh, seperti payudara, paru-paru, dan melanoma, mungkin bermetastasis
hematogenous. Tumor intra-abdomen yang besar juga dapat menyebabkan obstruksi
usus melalui kompresi ekstrinsik dari lumen usus. Kanker kolon primer (terutama
yang timbul dari sekum dan kolon asendens) dapat menjadi penyebab obstruksi usus

halus. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi tetapi sangat jarang.
Hernia adalah penyebab utama ketiga dan mencapai sekitar 10% dari semua kasus.
Paling sering adalah hernia ventral atau inguinalis. Hernia internal, biasanya terkait

dengan operasi perut sebelumnya, juga dapat mengakibatkan obstruksi.


Penyakit Crohn adalah penyebab utama keempat obstruksi dan menyumbang sekitar
5% dari semua kasus. Obstruksi dapat disebabkan oleh peradangan akut dan edema,
yang dapat diatasi secara konservatif. Pada pasien dengan penyakit Crohn yang lama,
dapat terjadi striktur yang mungkin memerlukan reseksi dan reanastomosis atau

strictureplasty
Abses intra-abdominal, biasanya dari rupture appendiks, divertikulum, atau

dehiscence dari anastomosis usus


Penyebab lainnya berkisar 2% hingga 3% dari semua kasus, tetapi harus
dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis. Termasuk intususepsi, batu empedu,
yang bisa masuk ke lumen usus oleh fistula cholecystenteric dan menyebabkan
obstruksi; enteroliths berasal dari diverticula jejunum; benda asing; dan phytobezoars.
o Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus

yang

mengalami

intususepsi.

Tumor, polip,

atau

pembesaran

limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.


o Batu empedu. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
-

ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.


Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi

usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.


Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
atau trauma operasi.
8

Hernia

Adhesi

Oklusi mesentrial

Tumor

Volvulus

Invaginasi

C. KLASIFIKASI ILEUS OBSTRUKTIF


Berdasarkan etiologi
9

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan menjadi,
antara lain :
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari deudenum
sampai ileum terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal
sampai rectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain:
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
10

3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan


terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren.
Penting juga untuk membedakan obstruksi open-loop dan close-loop. Obstruksi open-loop
terjadi ketika aliran usus terblok tetapi dekompresi proksimal masih memungkinkan
dengan cara muntah. Obstruksi close-loop terjadi ketika aliran masuk dan keluar usus
terblok sehingga gas dan secret terakumulasi tanpa adanya dekompresi pada daerah
proksimal maupun distal.
D. PATOFISIOLOGI
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh
atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok
hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis
melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang
menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum
dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan
melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus
obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang
dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian
timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi.
11

Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntah lebih dini dengan distensi usus
relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam
lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis
metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat
(jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan
ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan
oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul
azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi
serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak
sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding
usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi
memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan
eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu,
kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok.
Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan
kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat serta sebelum
terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup
mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada
keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan
cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman
vaskular demikian menyebabkan progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus
obstruksi strangualata.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus karena
pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah terjadi strangulasi.
Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara relatif fungsi kolon sebagai alat
penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat
pada obstruksi kolon distal. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi.
Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam
12

usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung
tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar,
biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di
dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan
diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka ia
area yang biasanya pecah pertama.

Patologi Ileus Obstruktif ( Price & Wilson, 1995 )

E. MANIFESTASI KLINIK
13

14

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit
dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan
nyeri intraumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus
obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga
tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan
bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi
demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerakan peristaltik terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan
gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi
setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum
terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna
dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya,
jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini.
Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti
obstipasi. Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan
15

muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan
lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN
dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan
merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium,
amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu
juga leukositosis atau leukopenia.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama
kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah.
Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan
nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Bila akibat
refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.
Muntah fekal akan terjadi kemudian. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah
dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah
penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan
ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu
minggu.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat
meningkat yang menandakan adanya kemungkinan strangulasi.1
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

Inspeksi
-

Abdomen tampak distensi

Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran
gerakan usus)

Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata
16

Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal.

Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar bising usus yang meningkat dengan
audible rush akibat peristaltic yang meningkat. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
Pemeriksaan rectum harus dilakukan untuk melihat apakah terdapat massa atau tumor

intraluminal serta tidak adanya feses di dalam rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila
isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang hebat
dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut
di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
17

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi


sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi.

Pada

tahap

awal,

ditemukan

hasil

laboratorium

yang

normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit


yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik
Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
-

Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction)


dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.

Coil spring appearance

Herring bone appearance

Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

2. Ileus obstruksi letak rendah :


-

Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen

Air fluid level yang panjang-panjang di kolon

Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang
menyeluruh dari gaster sampai rectum.
Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat
obstruksi. Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak,
dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance
Proksimal kolon dicurigai mengalami distensi apabila mencapai ukuran 8-10cm;
kolon sigmoid dicurigai mengalami distensi apabila mencapai ukuran 4-5cm. Kolon
bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada
18

feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak.
Obstruksi akibat keganasan atau diverticulitis akan menyebabkan distensi seluruh
dinding kolon mulai dari tempat obstruksi sampai katup ileocecal. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui
adanya udara bebas yang terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan
adanya perforasi.
Foto dengan kontras (follow through, contrast enema) digunakan untuk melihat lokasi
obstruksi. Kondisi tertentu menjadi kontraindikasi dari kontras antara lain nyeri perut,
mual, muntah, secara klinis dicurigai adanya strangulasi atau perforasi.
CT scan kadang kadang digunakan untuk mengidentifikasi lokasi obstruksi dan
melihat apakah obstruksi komplit/inkomplit, dicurigai adanya abses maupun
keganasan, kelainan patologi pada abdomen seperti adanya metastasis, ascites. CT
juga dapat membantu menegakkan diagnosis obstruksi strangulasi.

Foto polos abdomen


H. DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari:
19

1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar bising usus yang meningkat dengan
audible rush akibat peristaltic yang meningkat (borborygmi) . Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun.
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.
d.

Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri

tekan, yang mencakup defance muscular involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
20

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis


3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang
normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis.
I. DIAGNOSIS BANDING
Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus
maupun defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan
menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang
abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran
dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone appearance
(gambaran tulang ikan).
J. KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi
lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri,
jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi
dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke
dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.
21

K. PENATALAKSANAAN
Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian
tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratorium serial.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan
aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan
tekanan intalumen.
c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.

Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.


Operatif
Operasi merupakan standar terapi untuk ileus obstruktif. Tujuannya adalah
meminimalkan risiko strangulasi yang berpengaruh pada tingkat kematian. Operasi
dilakukan sebelum terjadi iskemi yang ireversibel. Operasi dapat dilakukan bila sudah
tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang
paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin
Prosedur operasi yang dilakukan berdasarkan etiologi. Contohnya pada adhesi
dilakukan lisis, pada tumor dilakukan reseksi, pada hernia dilakukan reduced and
repair. Di luar etiologi, usus yang terjadi obstruksi harus ditindaklanjuti dan usus yang
sudah tidak sehat harus direseksi. Kriteria untuk menilai usus tersebut masih sehat
atau tidak dapat dilihat dari warna, peristalsis, dan pulsasi arteri marginal. Secara
umum, jika pasien dalam keadaan hemodinamik yang stabil, keraguan atas viabilitas
usus yang pendek tetap lakukan reseksi dan kemudian dibuat anastomosis. Tetapi
apabila keraguan atas viabilitas usus yang luas, harus dipikirkan untuk tetap menjaga
jaringan usus tersebut. Pada keadaan ini, usus yang masih diragukan viabilitasnya,
harus tetap dibiarkan dan dilakukan eksplorasi ulang dalam 24-48jam untuk operasi
second look. Saat itu, reseksi usus yang sudah nonviable dilakukan.

22

Tindakan operasi tidak dilakukan pada ileus obstruktif parsial, obstruksi yang terjadi
pada awal postoperasi, obstruksi akibat Crohns disease, dan karsinoma.

Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

L. PROGNOSIS
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5
%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus
halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi
dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi
diundurkan lebih dari 36 jam.
Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 1530 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.

23

BAB III
KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan
abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi, terdapat Darm Contour dan Darm
Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmi (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic sound. Pada fase lanjut, bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto posisi tegak akan didapatkan bayangan air
fluid level yang banyak di beberapa tempat yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga
(step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi. Dasar pengobatan ileus adalah
koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta
menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal
dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan segera.

24

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar

2.

Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.


Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New York:

3.

Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.


Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline,
editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta:

4.

EGC; 2006. p. 437-59.


Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku

5.

Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.


Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks Histologi

6.

Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.


Anonymous.
Ileus.
September

from

URL:

7.

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.


Mukherjee
S.
Ileus.
December
28,
2009.
Available
from

URL:

8.

http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.


Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available

URL:

13,

2008.

Available

from

http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13, 2011.


9.

Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.

10. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.
11. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5.

25

Anda mungkin juga menyukai