Anda di halaman 1dari 6

A.

Diagnosis Kolesistitis

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis.

Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif.

Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter

dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5

μmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase

serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada

25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk

menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis

diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai

suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi

kandung empedu dipertimbangkan.15

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan konfirmasi bila pada

pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa visualisasi kandung

empedu.15 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada

15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena

mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran

kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.

Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya

keganasan pada kandung empedu.10

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat

untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang

pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu

lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan

diagnosis.10

Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%.

Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih

dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas.

Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil

yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.24

CT Scan abdomen pada pasien kolesistitis akut menunjukkan adanya batu empedu dan penebalan
dinding kandung empedu.

B. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut dan

komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi.

Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi

parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan

antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah

komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan

metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada

kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan

pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian

antibiotik kombinasi.10,15

Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3

gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram,

lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus – kasus yang sudah lanjut dapat diberikan

imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik

atau dipasang nasogastrik tube. Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang

pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien

dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak

demam dengan tanda – tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda obstruksi pada hasil

laboratorium dan USG, penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus)

telah terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin

1 x 500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai.10,15

Terapi bedah
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya

dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi konservatif dan

keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan bedah.

Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi

konservatif dapat dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan

biaya daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses

infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi.

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada pasien

yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema,

kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir

30 % pasien tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman

komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam).

Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi

dini dibanding kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya

dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila

dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih

meragukan.28

Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar pasien kolesistitis

akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat

mendekati 3 %, sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini mendekati

0,5 % pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat seiring

dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka
pendek atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit

berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase selang

terhadap kandung empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain

waktu.29

Komplikasi dini setelah kolesistektomi adalah atelektasis dan gangguan paru lainnya,

pembentukan abses (sering subfrenik), perdarahan eksterna dan interna, fistula biliaris-enterik

dan kebocoran empedu. Ikterus mungkin mengisyaratkan absorpsi empedu dari suatu sumber

intraabdomen akibat kebocoran empedu atau sumbatan mekanis duktus koledokus oleh batu,

bekuan darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik. Untuk mengurangi insidensi komplikasi dini

tersebut secara rutin dilakukan kolangiografi intraoperatif sewaktu kolesistektomi.15

Secara keseluruhan, kolesistektomi merupakan operasi yang sangat berhasil yang

menghasilkan kesembuhan lengkap atau hampir lengkap atas gejala pada 75 sampai 90 persen

pasien. Penyebab paling sering pada gejala pascakolesistektomi yang menetap adalah adanya

gangguan ekstrabiliaris yang tidak diketahui (misalnya esofagitis refluks, ulkus peptikum,

sindrom pascagastrektomi, pankreatitis atau sindroma usus iritabel). Namun, pada sebagian

kecil pasien terdapat gangguan duktus kandung empedu ekstrahepatik yang menyebabkan

gejala persisten.15

Heuman DM, Katz J. Cholelithiasis. Diunduh tanggal : 25 Juli 2013. Dari [online]

http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview

. Poupon, Osmorduc, O Lle P, Hr Tien, Orpechot, Ha Ouill Res, et al. Genotype- phenotype

relationships in the lowphospholipid associated cholelithiasis syndrome. A study of 156

consecutive patients. Hepatology. Mar 26 2013


Wilson E, Gurusamy K, Gluud C, Davidson BR. Cost-utility and value of information

analysis of early versus delayed laparoscopic cholecystectomy for acute cholecystitis. Br J

Surg. 2010;97(2):210-9.

. Mutignani M, Iacopini F, Perri V, et al. Endoscopic gallbladder drainage for acute

cholecystitis: technical and clinical results. Endoscopy. 2009;41(6):539-46.

Anda mungkin juga menyukai