Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 11 GANGGUAN RESPIRASI

SKENARIO 2

OLEH

DILLA FAUZIAH (61119030)

UNIVERSITAS BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

PRODI KEDOKTERAN
2020/2021SEMESTER IV
TA. 2020-2021
PRODI KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

MODUL BLOK GANGGUAN RESPIRASI

SKENARIO 2

BATUK-BATUK LAMA

Nemo seorang siswa SMA berumur 17 tahun mengeluh sudah satu bulan ini menderita
batuk-batuk dan demam yang hilang timbul.dalam tiga hari ini keadaan nemo tambah berat,batuk-
batuk dengan dahak kuning,nafas berbau,sesak dan demam tinggi.ibu nemo sangat khawatir
sehingga membawa anaknya ke puskesmas.hasil pemeriksaan dokter puskesmas mendapatkannya
demam hiperpireksia dan takipnea.auskultasi paru terdengar ronkhi basah halus nyaring pada
lapangan tengah paru kanan.
Dokter puskesmas memutuskan untuk merawat nemo,ia diberi obat antibiotik serta terapi
lainnya.dari hasil pemeriksaan darah nemo didapatkan Hb 12,1 gr/dL,leukosit 15.000/mm3.dokter
juga melakukan pemeriksaan BTA sputum sebanyak tiga kali serta mengirimkan sputum nemo
untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas kuman banal.
Dokter menjelaskan kepada ibu nemo bahwa anaknya menderita suatu penyakit infeksi pada saluran
napas yang dapat disebabkan oleh berbagai kuman,virus,dan lainnya.diperlukan berbagai
pemeriksaan untuk memastikan penyakit nemo,dan pemberian obat-obatan.keadaan nemo dapat
bertambah parah bila tidak segera ditangani dan dokter akan segera merujuk nemo bila keadaannya
tidak membaik.
Bagaimana saudara menjelaskan keadaan nemo ini?

1
I. Terminiologi Asing

1. Hipertireksia : bila suhu tubuh lebih dari normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Jurnal UGM
(Gelfis)

Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada
pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan
perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005). (Intan)

2. Takipnea : pernapasan yang sangat cepat. Dorland ed. 29 hal. 758 (Ragil)

Takipnea adalah bernapas dengan cepat dimana frekuensi napas pada bayi 0 sampai 12
bulan lebih dari 60x/menit (Donna L. Wong, 2003). Keadaan ini biasanya menunjukkan
adanya penurunan keteregangan paru atau rongga dada. (Intan)

3. Sputum : bahan yang dikeluarkan lewat mulut, berasal dari trakea, bronkus, dan paru-
paru. Dorland ed 29 hal 716 (Intan)
4. Auskultasi : mendengarkan suara di dalam tubuh , terutama utuk memastikan kondisi
ogan dalam thorax atau abdomen serta utuk mendektesi kehamilan; dapat dilakukan
dengan telinga tanpa alat bantu atau dengan stetoskop. Dorland ed. 29 hal. 85 (Arsen)
5. Ronki : suara yang menyerupai mendekur terjadi ketika udara diblokir atau menjadi kasar
melalui saluran udara besar. Repository USU (Dilla)

Bising terputus-putus yg terdiri dari atas serangkaian bising pendek, terdengar pada saat
inhalasi (dorland ed.29 hal 646) (Ragil)

2
II. Rumusan Masalah

1. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas kuman banal? (Intan)
2. Mengapa Nemo batuk dengan dahak kuning, nafas bau, sesak, dan demam tinggi yang
semakin parah 3 hari terakhir? (Anisyah)
3. Mengapa pemeriksaan BTA sputum dilakukan sebanyak 3 kali? (Dilla)
4. Mengapa Nemo batuk dan demam hilang timbu? (Malvin)
5. Apa hubungan penyakit Nemo dengan umur? (Intan)
6. Bagaiman hasil interpretasi pemeriksaan darah? (Intan)

III. Hipotesis

1. Untuk mendiagnosis jenis bakteri yang menginfeksi sehingga bisa diberikan terapi yang
spesifik. (Nuri)
2. Dahak kuning dan nafas bau terjadi akibat infeksi.sesak terjadi akibat
penyempitan/penyumbatan saluran nafas karena penumpukan sekret akibat
infeksi.demam tinggi menunjukkan infeksi yang diderita termasuk infeksi berat.
(Anisyah)
3. Untuk menghindari positif palsu (Ragil)
4. Batuk adalah mekanisme defensive tubuh menghadapi benda asing, infeksi, alergi, dll.
Demam adalah salah satu penanda infeksi, demam bisa terjadi hilang timbul akibat
pengaruh imun, hal ini bisa menunjukkan gejala khas penyakit. (Dilla)
5. TB biasanya menyerang pada saat usia produktif, Pneumonia menyerang lanjut usia.
(Intan)
6. Hb menunjukkan anemia. Leukosit menunjukkan leukositosis. (Intan)

3
IV. Skema
Nemo

(17 tahun)

Pukesmas

Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
- Batuk- batuk dan demam - Pemeriksaan darah : Hb

hilang timbul selama 3 hari - Demam hiperpireksia 12,1 g/Dl, leukosit 15.000/

- Semakin parah menjadi batuk- - Takipnea mm3

batuk darah dan dahak kuning - Pemeriksaan sputum


- Auskultasi paru
- Nafas bau, sesak, dan demam sebanyak 3x
terdengar ronki basah
tinggi - Pemeriksaan kultur dan tes
sensitivitas kuman banal

Diagnosis Banding
DIAGNOSIS - Tuberculosis
- Bronkitis
Infeksi Saluran Pernapasan
- Pneumonia

Penatalaksanaan
- Dirawat
- Pemberian antibiotik,
dan terapi lainnya

4
V. Learning Objective

1. Menjelaskan epidemiologi Tuberkulosis


2. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko Tuberkulosis
3. Menjelaskan patofisiologi Tuberkulosis
4. Menjelaskan manifestasi klinis Tuberkulosis
5. Menjelaskan pendekatan diagnostik Tuberkulosis
6. Menjelaskan penatalaksanaan Tuberkulosis secara histolik
7. Menjelaskan komplikasi Tuberkulosis
8. Menjelaskan progonosis Tuberkulosis
9. Menjelaskan kasus gangguan Tuberkulosis yang memelukan rujukan

5
PEMBAHASAN
1. Menjelaskan epidemiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab morbiditas
dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB
baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta
adalah anak usia 25%.
Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam
penanggulangan TB anak, penting untuk mengerti gambaran epidemiologi TB pada
dewasa. Infeksi TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan orang
dewasa sakit TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa mudah ditegakkan dari pemeriksaan
sputum yang positif. Sulitnya konfirmasi diagnosis TB pada anak mengakibatkan
penanganan TB anak terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun TB anak tidak
termasuk prioritas kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Akan
tetapi beberapa tahun terakhir dengan penelitian yang dilakukan di negara berkembang,
penanggulangan TB anak mendapat cukup perhatian. Dari beberapa negara Afrika
dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8% pada anak yang
dirawat dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa infeksi human immunodeficiency
virus (HIV), dan TB merupakan penyebab kematian pada kelompok anak tersebut.
Dilaporkan juga dari Afrika Selatan bahwa pada anak anak yang sakit TB didapatkan
prevalensi HIV 40 %-50%.
Masalah yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya kasus TB dengan pesat
selain karena peningkatan kasus penyakit HIV/AIDS juga meningkatnya kasus multidrug
resistence-TB (MDR-TB), hasil penelitian di Jakarta mendapatkan >4% dari kasus baru.
Masalah lain adalah peran vaksinasi BCG dalam pencegahan infeksi dan penyakit TB
yang masih kontroversial. Berbagai penelitian melaporkan proteksi dari vaksinasi BCG
untuk pencegahan penyakit TB berkisar antara 0%-80%, secara umum diperkirakan daya
proteksi BCG hanya 50%, dan vaksinasi BCG hanya mencegah terjadinya TB berat,
seperti milier dan meningitis TB. Daya proteksi BCG terhadap meningitis TB 64%, dan
miler TB 78% pada anak yang mendapat vaksinasi.
Salah satu metode untuk estimasi insidensi TB dan evaluasi TB di komunitas atau
di suatu negara dilakukan dengan menilai ARTI (annual risk of tubeculosis infections) di

6
populasi umum. Nilai ARTI menggambarkan proporsi individu di komunitas yang
berpeluang terinfeksi atau terinfeksi ulang dalam kurun waktu satu tahun, diperkirakan
dari hasil survei uji tuberkulin di populasi umum.
Dilain pihak, ARTI merupakan indikator transmisi di komunitas yang bergantung
pada prevalensi kasus TB yang infeksius dan efikasi dari aktivitas pengendalian TB
seperti penemuan kasus (case finding) dan pengobatan.
Untuk menilai faktor risiko harus dibedakan antara infeksi TB dan sakit TB.
Risiko infeksi TB tergantung pada lamanya terpajan, kedekatan dengan kasus TB, dan
beban kuman pada kasus sumber. Risiko tinggi untuk sakit TB antara lain umur kurang
dari 5 tahun (balita), malnutritisi, infeksi TB baru, dan imunosupresi terutama karena
HIV.
2. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko Tuberkulosis
Etiologi
Penyebab tuberculosis paru adalah myobacterium tuberculosis. Ada beberapa
spesies myobacterium, antara lain M. tuberculosis, M. africanum, M. Bovis, M. Leprae
dan sebagainya. Yang juga disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok
mikobakterium selain Mycobacterium Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan
pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (myobacterium Other Than Tuberculosis)
yang terkadang mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Menkes RI,
2017).
Sifat kuman Myobacterium Tuberculosis menurut Peraturan mentri Kesehatan Nomor 67
Tahun 2016 adalah sebagai berikut :
a. Berbentuk batang, Panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
b. Bersifat tahan asam
c. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa
d. Tahan terhadap suhu 4˚C-70˚C.
e. Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet. Dalam dahak pada
suhu 30-37 derajat Celsius akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu.
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA
positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di

7
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
Faktor resiko
Perkembangan TB pada manusia melalui dua proses, yaitu pertama seseorang
yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB
(infectious TB), dan setelah beberapa lama kemudian baru menjadi sakit. Oleh karena itu
faktor risiko untuk infeksi berbeda dengan faktor risiko menjadi sakit TB.28 Terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit
TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor
risiko progresifitas infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).
3. Menjelaskan patofisiologi Tuberkulosis
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan
melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme

8
tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik
yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka
akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

9
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di
luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks,
efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan
Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).
4. Menjelaskan manifestasi klinis Tuberkulosis
Suspek TB paru adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis TB.
Gejala suspek TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, bedan
lemas, turunnya nafsu makan, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih satu bulan. Terduga TB/ suspek TB paru
adalah seseorang yang mempunyai gejala klinis atau keluhan yang mendukung TB paru
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Orang yang pernah kontak dengan penderita TB paru yaitu semua orang yang
tinggal serumah dengan penderita TB paru atau semua orang yang bertempat tinggal yang
berada dalam diameter 10 rumah dari penderita TB paru sekitar rumah penderita TB paru
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Gejala TB paru yang sering ditemukan adalah :
1. Demam Suhu tubuh bisa mencapai 40 – 41 0 C, serangan demam hilang
dan timbul. Keadaan ini sangat mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga
banyak kuman TB yang masuk ke dalam tubuh.
2. Batuk/ batuk darah Batuk terjadi sebab ada iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk- produk radang. Batuk baru ada
setelah terjadi peradangan paru – paru setelah batuk berminggu- minggu.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering lalu timbul peradangan hingga

10
produktif ( menghasilkan sputum). Keadaan lanjut yang terjadi adalah
batuk darah karena pembuluh darah pecah pada kalvitas dan ulkus dinding
bronkus.
3. Sesak nafas Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas namun
akan ditemukan pada penyakit lebih lanjut yaitu pada infiltrasinya sudah
meliputi setengah paru.
4. Nyeri dada Nyeri dada ini timbul karena infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura hingga menyebabkan pleuritis. Terjadi gesekan antara dua pleura
saat inspirasi atau aspirasi.
5. Malaise Gejala ini sering ditemukan berupa anoretsia, berat badan
menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam pada malam
hari. Gejala malaise semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul
tidak teratur (Humaira, 2013).
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama
berminggu – minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
5. Menjelaskan pendekatan diagnostik Tuberkulosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
Gejala respiratorik :
 Batuk ≥ 3 minggu

11
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat
gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Gejala sistemik

• Demam

• Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam,anoreksia,berat badan menurun


Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

12
Pemeriksaan Bakteriologik
a) Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH).
b) Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi
3 hari berturut- turut atau dengan cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
c) Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen
dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara :
• Mikroskopik
• Biakan
Pemeriksaan mikroskopik
Mikroskopik biasa : Pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan Kinyoun Gabbett Mikroskopik
fluoresens: Pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

13
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu dengan
cara sebagai berikut :
• Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan tambahkan sama
banyaknya larutan NaOH 4%
• Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak mencair sempurna
• Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm
• Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada sediment
yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah
• Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke dalam
tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan
• Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga dipakai
untuk biakan M.tuberculosis )
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan
foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,

14
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga
2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang
terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1
• Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji
serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang

15
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama.
• Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita,
dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
• Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
• ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk
mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis
warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol
dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati
hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini
pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
2. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan Cairan Pleura

16
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.
4. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans
bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka,
biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat
pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus).
Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa
granuloma dengan perkejuan.
5. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/
daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering
meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.
6.Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.

17
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada
malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika
diulang 1 bulan kemudian.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya
menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari
lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun
individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang
bersangkutan (M.tuberculosis).
6. Menjelaskan penatalaksanaan Tuberkulosis secara histolik
a. Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti
TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan
cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah
efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2
macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni
kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA
langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8
bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan
radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas
memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk
perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh.
b. Perawatan bagi penderita tuberkulosis Perawatan yang harus dilakukan pada penderita
tuberculosis adalah :

18
3) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat yaitu keluarga.
4) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila
diperlukan
5) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
6) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
7) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan
kedua, kelima dan enam
8) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang baik
c. Pencegahan penularan TBC Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
 Menutup mulut bila batuk
 Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada
wadah tertutup yang diberi lisol
 Makan makanan bergizi
 Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
 Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
 Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari:

• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

19
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg 9) Jenis obat tambahan lainnya (lini
2)

• Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

• Derivat rifampisin dan INH


7. Menjelaskan komplikasi Tuberkulosis
Komplikasi dari TB paru dibagi menjadi 2 yaitu
A. Komplikasi dini
• Pleuraitis
• Efusi pleura
• Empiema
• Laryngitis
• Menjalar ke organ lain ( usus )
• Poncets arthropy
B. Komplikasi lanjut
• Obstruksi jalan nafas ( SOPT : Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis )
• Keruskan parfenkim berat ( SOPT / fibrosa paru, kor pulmonal )
• Amilodiasis
• Karsinoma Paru
• Sindrom gaga nafas dewasa ( ARDS )
8. Menjelaskan progonosis Tuberkulosis
Dari penilitian penelitian yang diterbitkan yang melibatkan DOT sebagai strategi
pengobatan TB, tingkat kekambuhan berkisar 0-14%. Di Negara Negara dengan tingkat
TB rendah ,kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah pengobatan TB
selesai. Di Negara Negara dengan tinkat TB lebih tinggi , sebagian besar kambuh setelah
pengobatan yang tepat, yang terjadi lebih banyak adalah kasus reinfeksi daripada kasus
kekambuhan.

20
Prognosis yang buruk ditandai dengan adanya keterlibatan TB ekstrapulmoner,
pada orang tua , dan riwayat pengobatan sebelumnya yang buruk. Untuk kasus dengan
resistensi obat, pasien dengan resistensi hanya rifampisin saja mempunyai prognosis yang
lebih baik daripada kasus MDR-TB tetapi mempunyai resiko yang lebih tinggi terjadi
kegagalan pengobatan.
9. Menjelaskan kasus gangguan Tuberkulosis yang memelukan rujukan
Pasien TB resisten obat dengan kondisi khusus

Penyakit penyerta yang berat (ginjal, hati, Kondisi berat karena penyakit utama atas
epilepsy dan psikosis) dasar riwayat dan pemeriksaan
laboratorium
Kelainan fungsi hati Kenaikan SGOT/SGPT >3 kali nilai
normal atau terbukti menderita penyakit
hati kronik.
Kelainan fungsi ginjal Kadar kreatinin > 2,2 mg/dl
Ibu hamil Wanita dalam keadaan hamil.

Pada seperti diatas, pasien sebaknya dirujuk ke RS Rujukan TB MDR untuk


memulai pengobatan RS Rujukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Zulkifli., 2007. ”Tuberkulosis Paru” dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI pp. 989, 990-3
2. Alsagaff, Hood., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
Press pp. 75,80, 82.
3. Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp. P, FCCP (2014). Respirologi (respiratory Medicine).
Jakarta : EGC
4. Price, SA en Wilson, LMC ., 2006.”Tuberkulosis Paru” dalam Patofisiologi Konsep
KlinisProses-ProsesPenyakit, bagian 1, edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC pp.
852,853
5. WHO.Tuberculosis. New York: WHO Media Centre; 2006.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. TB update 2011; 2011 May 7-8. Bogor. Indonesia:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. TBC masalah kesehatan dunia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai