Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN TUTORIAL MINGGU 3 MODUL 3

BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI

“MODUL BATUK YANG DIDERITA ONGKI”

OLEH :

KELOMPOK 13-C

TUTOR:

dr.NOVERIAL,SP.OT.

PRODI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNVERSITAS ANDALAS
MODUL III

Skenario 3: BATUK YANG DIDERITA ONGKI

Ongki seorang mahasiswa berumur 18 tahun, sudah hampir enam minggu ini menderita
batuk-batuk dengan dahak warna kuning kental disertai demam yang tidak tinggi dan tidak
menggigil. Ibu Ongki khawatir sehingga membawanya ke dokter keluarga. Pada riwayat penyakit
dahulu didapatkan Ongki sering menderita batuk dan demam yang hilang timbul selama beberapa
hari sejak kecil, hal ini sering terjadi setelah ada teman bermain Ongki yang juga menderita batuk,
pilek dan demam. Beberapa kali batuk yang diderita Ongki sampai berminggu-minggu. Ongki sering
dibawa ke dokter oleh ibunya dan harus meminum obat dari puskesmas. Ongki pernah melakukan
pemeriksaan foto toraks saat itu atas anjuran dokter. Kata dokter ada proses peradangan pada
saluran napas Ongki yang disebabkan oleh kuman atau virus, dan dengan pengobatan yang tepat
dapat diatasi dan tidak mengganggu organ lain. Ongki dulu juga pernah didiagnosis tonsilitis kronis.

Hasil pemeriksaan fisik saat ini pada Ongki ditemukan kelainan pada hemitoraks dektra,
yaitu fremitus meningkat, perkusi redup dan pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
dengan ronkhi pada bagian tengah paru. Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan Hb 13,5 gr/dL
3
dan leukosit 14.000/mm , dan pada foto toraks PA terlihat infiltrat tebal di bagian tengah paru
kanan. Kepada Ongki dan ibunya, dokter menerangkan beberapa keadaan yang dapat
mempermudah timbulnya penyakit, cara terjadinya penyakit serta gejala yang dirasakan Ongki.
Dokter memikirkan beberapa kemungkinan penyakit yang diderita oleh Ongki dan memberikan obat
berupa antibiotik, mukolitik serta antipiretik. Ongki dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan BTA
sputum SPS serta pemeriksaan kultur dan uji kepekaan terhadap antibiotik dari sputum untuk
memastikan penyebab infeksi. Bila tidak ada perbaikan secara klinis, maka Ongki akan dirujuk ke RS
terdekat untuk dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya serta tindakan selanjutnya. Bila tidak
dilakukan penatalaksanaan yang tepat, penyakit Ongki dikhawatirkan akan bertambah parah dan
dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan. Ibu Ongki sempat menanyakan kepada dokter
apakah penyakit Ongki sekarang ada hubungannya dengan penyakit yang dideritanya waktu kecil.

Bagaimana anda menerangkan tentang penyakit yang diderita oleh ongki baik saat ia kecil
dan saat sekarang?
A. TERMINOLOGI

1. Tonsilitis kronis : peradangan pada tonsil yang terjadi lebih dari 7 kali dalam 1
tahun atau 5 kali dalam 2 tahun atau 3 kali dalam 1 tahun secara berurutan
selama 3 tahun.

2. Hemithorax dextra : rongga kompartemen rongga dada sebelah kanan.

3. Fremitus : pemeriksaan untuk mengetahui getaran suara dari saluran nafas.

4. Suara nafas bronkovesikular : kombinasi nada tinggi saat inspirasi dan


ekspirasi yang jelas dan tidak adanya silent gaps ; suara nafas normal jika
terdengar di RIC 1 dan 2 kiri dan kanan untuk bagian depan dan bagian
belakang di interscapula.

5. Infiltrat : Gambaran akibat adanya mukus di paru,peradangan paru yang aktif.

6. Mukolitik : Obat golongan pengencer dahak agar dahak kehilangan sifat


alamiahnya.

7. Antipiretik : Obat untuk mengurngi gejala demam.

8. BTA sputum SPS : Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pada pasien


suspect TB.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Ongki menderita batuk 6 minggu dengan dahak yang kental diserta
demam yang tidak menggigil?

2. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dahulu pada Ongki dengan riwayat


demam hilang timbul dan Mengapa bisa terjadi demam yang hilang timbul
pada Ongki setalah temannya menderita demam dan batuk?

3. Mengapa Ongki sering batuk berkali kali sampai berminggu-minggu?

4. Apakah ada hubungan Ongki yang dibawa dokter dengan keluhan saat ini?

5. Mengapa dokter menganjurkan pemeriksaan Foto Thoraks pada Ongki?

6. Bagaimana proses peradangan pada saluran napas Ongki yang disebabkan


oleh kuman atau Virus?
7. Apakah ada hubungan riwayat penyakit Ongki sekarang dan Tonsilitis Kronis
yang dialaminya saat ini?

8. Bagaimana hasil interpretasi Pemeriksaan Fisik,Pemeriksaan Darah dan Foto


Rontgen Thoraks pada Ongki?

9. Apa yang diterangkan dokter tetang cara penyebaran penyakit, mudahnya


terserang penyakit,gejala terjadinya penyakit?

10. Mengapa dokter memberikan golongan obat antibiotik,mukolitik dan


antipretik?

11. Apakah kemungkinan diagnosis pada Ongki sehingga dokter memberikan obat
obat tersebut?

12. Mengapa perlu dilakukan BTA Sputum SPS,Kultur dan Uji Sensitivitas?

13. Apa pemeriksaan penunjang dan tindakan selanjutnya pada Ongki jika tidak
didapatnya perbaikan?Dan apakah kasus yag dirujuk?

14. Apa saja komplikasi yang terjadi pada Ongki jika tidak diberikan tatalaksana
lebih lanjut dengan komprehensif dan bioholistik?

C. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apabila terjadi infeksi dan iritasi peradangan saluran nafas akan diproduksi
dahak untuk membersihkan saluran nafas, bisanya disertai batuk dengan
refleks tubuh untuk mengeluarkan dahak.Jika dahak hijau kekuningan TBC
akibat infeksi bakteri yang infeksius yang akan mendapatkan gejala bronkitis
akut/TBC/demam yang tidak menggigil,malaise.

Batuk berdahak akibat TB/Pneumonia baik tipikal maupun atipikal,batuk


kronik berdahak dan berdarah ataupun bronkiektasis berdahak dan berdarah
dan demam lebih dari 38°C.Kuning tua berasal dari infeksi virus,Jika kuning tua
infeksi bakteri.
2. Batuk sejak kecil akibat imunitas yang lemah baik dari gizi yang kurang seperti
protein ataupun akibat minum ASI tidak baik (IgA),aktivitas fisik tidak diikuti
oleh pola makan yang baik. Atau akibat paska primer at post primer,sudah
terpapar dan terkena gejala.Bisa jadi terkena kuman TB yang didapat
semenjak kecil/post primer.

Sering batuk demam yang hilang dan timbul,sekali terkena paparan akan
terkena dan berulang ulang,Karena imuntas yang jelek akan menimbulkan
demma yang hilnag timbul.Atau mungkin terdapatnya kapsul.

3. Kuman TB bersifat Basil Tahan Asam dan punya lemak di membran sel dan
tidak tahan UV.Mengiritasi bronkus berfungsi untuk pertahan produk radang
yang sudah dilawan neutrofil dan makrofag akibat keluaran silia dan rambut
halus sehingga pasien terkena batuh berdahak.

Bisa terjadi pemberian antibitik yang tidak adekuat atau efektivitas yang
rendah selain itu tingginya asam nikolat,antibitik tidak bisa mendahuli antibitik
biasa.

Selain itu diakibatkan oleh keadaan lingkungan akibat ventilasi yang kurang
atau kuman yang hidupnya lembab.

4. Ongki sering dibawa ke dokter akibat makanan yang rentan terhadap imunitas
yang kurang, akibat terkena kuman TBC .

5. Foto thoraks dilakukan untuk pemriksaan penujang untuk pemastian diagnosis


yang pasti.Gambaran awal seperti pneumoni berbentuk awan tidak berbatas
tegas jika lama sudah terdpaat jaringan ikat.

6. Suspek pada tB paru kuman berupa Mycobacterium TBC jika sudah terkena
droplet,bakteri membentuk koloni gambaran awal berupa penumoni melalui
proses imunologis dan dihambat oleh bdinding jaringan sekitar membentuk
dorman bakteri akan membentuk istirahat lama kelamaan membentuk
tuberkel dan infiltrat.
7. Tonsilitis Kronik akan memudahkan terjadinya abses peritonsilitis dan masuk
bronkus kanan sehingga bronkus curam yang akan mebuat bakteri masuk.
Bakt.eri TB mudah untuk imunitas rendah .

Hubungannya ada yang spesifik dan non spesifik.Jika eksogen saluran nafas
kronik atas,rokok. Jika endogen, anatomi saluran mulut.

8. Fremitus meningkat terdapatnya pemadatan pad a paru, rongga udara padat


getaran akaibat suara yang dihasilkan.

Pada fremitus meningkat akibat infiltrat paru,kavitas paru/cairan massa.Jika


atelektasis parsial meningkatkan getaran suara. Jika atelektasis total seluruh
bagian paru terkena infiltrat.

Perkusi redup : normalnya sonor jika redup ada jaringan lebih padat atau
cairan/konsolidasi infiltrat paru, terdengan RIC 1 dan 2 atau interscapula jika
pada seluruh bagian par bronkovesikuler yang abnormal.

Pemeriksaan Darah nomral Hb 13,5 normal menurut WHO, Leuksoit 14.000


meningkat (leukositosis) akibat infeksi bakteri,kalau infeksi virus nggak selalu
meningkat leukosit.

9. Terkena droplet penderita TB + Sistem imun tidak adekuat, Mudah


M.Tuberculosis berkembang.

Gejala sistemik : Batu batuk, sesak nafas dan berat badan yang turun.

Gejala Khusus : KGB mitis,embesar di leher,Nyeri dada dan pleura


(paru) ,radang kulit ,meningits

Plea begadang, tempat kumuh,gizi kumuh,demma berulang

10. Dahak terdiri dari mukopolisakarida,antipretik utnuk menurunkan demam


diberikan antibiotik akibat infeksi, mukolitik untuk pengencer darah,antipretik
untuk menurunkan panas.

Belum jelas,ketika BTA negatif,uji coba antibiotik,Jika TB antibiotik kombinasi.

11. Demam TBC,pneumonia, bronkiektasis dan bronkitis.


12. Uji sensitivitas untuk melihat adanya keresistenan antibiotik BTA sputum
untuk mengakkan diagnosis apakah hasilnya -/t1/t2/t3 dapat ditatalaksana
lebih lanjut.

13. Analisis Cairan Pleura, apkah infeksi ampai ke pleura.

Uji Revatta

Histopatologi : Biopsi dengan jarum halus

Pemeriksaan darah : LED pada jam pertama dna kedua

Uji Tuberkulin : Ag tuberkulin diinjeksikan intrakutan yang dilihatkan pada


kemerahan >15 mm.

Rujuk bila hemoptisis,tuberkulin positif.

14. Mata membengkak memerah pada retina apabila TB masuk ke bagian mata.
Dpat menimbulkan kerusakan pada otak yang menyebabkan terjadinya
meningitis. Kerusakan hati dan ginjal apabila bakteri TB masuk ke dalam
bagian hal tersebut.

Komplikasi : lesi parenkim hati dna paru,tuberkuloma,aspegilloma,dn


destruksi paru dan lesi saluran nafas dan bronkiektasis dan komplikasi
vaskular vaskulitis,aneurisma reshmusen. Klasifikasi nodus limfa,lesi pleura
yang terjadi fistula bronkopleura dan pneumothorax.
D. RUMUSAN KONSEP
E. LEARNING OBEJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis jenis dan epidemiologi infeksi saluran


napas kronis atas dan bawah (sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis kronis,
TBC)

2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko infeksi saluran


napas kronis atas dan bawah (sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis kronis,
TBC)

3. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi infeksi saluran


napas kronis atas dan bawah (sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis kronis,
TBC)

4. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis,diagnosis banding infeksi saluran


napas kronis atas dan bawah (sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis kronis,
TBC)

5. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana komprehensif dan holistik infeksi


saluran napas kronis atas dan bawah (sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis
kronis, TBC)

6. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi,prognosis dan dasar rujukan


infeksi saluran napas kronis atas dan bawah
(sinusitis,rhinitis,bronkiektasis,bronkitis kronis, TBC)
F. LEARNING OBEJECTIVE

1. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN JENIS JENIS DAN EPIDEMIOLOGI


INFEKSI SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)

a. Sinusitis

Secara klinis sinusitis dibagi atas :

1.Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.

2.Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.

3. Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis

1.Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu


yangmenyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitisakut (influenza), polip, dan septum deviasi

2.Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering


menyebabkansinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar
dan molar). Bakteripenyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhatis

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia,


terutama di tempatdengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin,
dengan konsentrasi pollen yang tingg iterkait dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitisdengan insiden yang
terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwapenyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utamaatau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di
Amerika Serikat, lebih dari 30juta orang menderita sinusitis. Virus adalah
penyebab sinusitis akut yang paling umumditemukan. Namun, sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien denganpemberian
antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan
medissinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan
operatif sinusitis di AmerikaSerikat.Kejadian sinusitis umumnya disertai
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis seringjuga disebut dengan
rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang
seringditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
Rinosinusitis dapatmengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.

b. Rhinitis

Prevalensi rinitis alergika diberbagai negara berkisar antara 3%-19%.


Angka kejadianrinitis alergika di beberapa negara seperti Amerika Utara
sebesar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, Thailand sekitar 20% dan di
Jepang sekitar 10%. Di Indonesia sendiri sebanyak 10-26% pengunjung
poliklinik THT di beberapa rumah sakit besar datang dengan keluhan
rinitisalergika. Di unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar selama 2 tahun (2004-2006) didapatkan 64,4%
pasien rinitis alergika dari 236 pasien yangmenjalani tes cukit kulit. Angka
kejadian rinitis alergika pada anak juga meningkat.Penelitian menunjukkan
bahwa kejadian rinitis alergika pada anak mencapai 42% pada anak usia 6
tahun.

Rinitis alergika yang muncul pada usia di bawah 20 tahun ditemukan


sebanyak 80%dari keseluruhan kasus. Gejala rinitis alergika muncul 1 dari 5
anak pada usia 2 sampai 3tahun dan sekitar 40% pada anak usia 6 tahun.
Sebanyak 30% pasien akan menderita rinitis pada usia remaja. Walaupun
semua kelompok usia dapat terkena rinitis alergika, tetapi rinitisalergika ini
biasanya lebih sering muncul pada usia kanak-kanak awal setelah terpapar
atautersensitisasi alergen tertentu. Rinitis alergika sering terjadi pertama
kali pada kelompok anak-anak antara usia 5-10 tahun dengan puncaknya
pada usia remaja antara 10 dan 20 tahundan cenderung menurun sesuai
dengan pertambahan usia. Rinitis alergika biasanya didapat pada penderita
atopi.
c. Bronkiektasis

B r o n k i e k t a s i s   m e r u p a k a n   p e n y e b a b   k e m a ti a n   y a n g   a m a t   p e
n ti n g   p a d a 5 negara-negara berkembang. Di negara-negara
maju seperti  AS, bronkiektasism e n g a l a m i   p e n u r u n a n   s e i r i n
g   d e n g a n   k e m a j u a n   p e n g o b a t a n .   P r e v a l e n s i  bronkiektasi
s lebih ti nggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yan
grendah 1,5
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soet
o m o   t a h u n   1 9 9 0 menempatkan bronkiektasis pada uruta
n   k e - 7   t e r b a n y a k .   D e n g a n   k a t a   l a i n didapatkan  221 penderita
dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap

d. Bronkitis Kronik

Dalam sebuah studi longitudinal 30 tahun dari 1.711 pria Finlandia,


kejadian kumulatif dari bronkitis kronik adalah 42 % pada perokok aktif, 26
% pada mantan perokok , dan 22 % di pernah perokok. Bronkitis kronik
mempengaruhi sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat , dan mayoritas
adalah antara 44 dan 65 tahun. Beberapa 24,3 % dari individu dengan
bronkitis kronik lebih tua dari 65 tahun , dan, yang mengejutkan 31,2 %
adalah antara usia 18 dan 44 tahun.

Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional 2009 melaporkan 67,8 %


pasien dengan bronkitis kronik adalah perempuan. studi lain pada pasien
Afrika Selatan sama melaporkan bahwa perempuan mendominasi populasi
bronkitis kronik. Sebuah studi 10 tahun dari 21.130 Danish pasien
menunjukkan bahwa prevalensi kumulatif lendir kronis sekresi adalah 10,7
% pada wanita dibandingkan 8,7 % pada pria. Alasan untuk prevalensi
yang lebih tinggi dari bronkitis kronik pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki tidak jelas, tetapi mungkin karena pengaruh hormonal ,
perbedaan jenis kelamin dalam melaporkan gejala , dan jenis kelamin Bias
diagnostik.

e. TBC
Pada tahun 2013-2014 dilakukan survei prevalensi tuberkulosis
yangbertujuan untuk menghitung prevalensi tuberkulosis paru
dengankonfirmasi bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke
atasdi Indonesia.

Pada survei ini dilakukan penambahan metode pemeriksaan


selainmenggunakan pemeriksaan dahak mikroskopis dan pemeriksaan
fototoraks ditambahkan pemeriksaan x-ray,gen expert dan kultur.

2. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO INFEKSI


SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)

a. Sinusitis

Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi


dalam terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan
oleh silia, yangakhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara
lain adalah rinitis alergika,barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti
tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit
granulomatus (Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat
menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabka
nperubahan kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan
sinusitis denganmengganggu pengeluaran mukus.Di rumah sakit, penggunaan
pipa nasotrakeal adalah faktor resiko mayor untuk infeksinosokomial di unit
perawatan intensif.

Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagaiorganisme, termasuk


virus, bakteri, dan jamur. Virus yang sering ditemukan adalahrhinovirus, virus
parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering menyebabkansinusitis
adalah Streptococcus pneumoniae,Haemophilus influenzae, dan
moraxellacatarralis. Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai
penyebab sinusitis maksilaris,terkait dengan infeksi pada gigi premolar.
Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai penyebabsinusitis pada pasien
dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif
yangmengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah
dari spesies Rhizopus,rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella,
Aspergillus, dan Fusarium.

b. Rhinitis

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari
pasienyang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan.
Genetik secara jelasmemiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua
populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang
tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebihbesar atau mencapai 50 %.
Peran lingkungan dalam dalam rhinitis alergi yaitu sebagaisumber alergen,
yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsangrespon
imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.

a. Sumber pencetus

Rhinitis Alergi jenis musiman muncul disebabkan oleh reaksi alergi


terhadappartikel udara seperti berikut ini:

• Ragweed

– Bulu

‐ bulu rumput yang paling umum terdapat sebagai pencetus(di musim


gugur)

• Serbuk sari rumput (di akhir musim semi dan musim panas)

• Serbuk sari pohon (di musim semi)

• Jamur (berbagai jamur yang tumbuh di daun

‐daun kering, umumnyaterjadi di musim panas)Rhinitis Alergi jenis


sepanjang tahun muncul disebabkan oleh reaksi alergiterhadap partikel
udara seperti berikut ini:

• Bulu binatang peliharaan

• Debu dan tungau rumah

• Kecoa
• Jamur yang tumbuh di dinding, tanaman rumah, karpet, dan kain
pelapisb.

Faktor Risiko

• Sejarah keluarga alergi

• Setelah ada riwayat pernah terkena alergi lain, seperti alergi makanan
atau eksim

• Paparan bekas asap rokok

• Gender laki laki.

c. Bronkiektasis

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga


bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

Kelainan kongenital. Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu


masih dalamkandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan
perkembanganmemegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul
kongenital biasanyamengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu
atau kedua bronkus.Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya
menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma
Kertagener, William Campbellsyndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.

Kelainan didapatBronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan


kebanyakanmerupakan proses berikut:InfeksiCampak PertusisInfeksi
adenovirusInfeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus
atauPseudomonas.Influenza Tuberkulosa,Infeksi mikoplasma

Penyumbatan bronkus Benda asing yang terisapPembesaran kelenjar


getah beningTumor paruSumbatan oleh lendir

Cedera penghirupanCedera karena asap, gas atau partikel


beracunMenghirup getah lambung dan partikel makanan
Kelainan imunologik Sindroma kekurangan imunoglobulin,Disfungsi sel
darah putih,Defisiensi komplemenInfeksi HIVKelainan autoimun atau
hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,kolitis ulcerativa.

Keadaan lain Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)

d. Bronkitis Kronik

1.Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang


terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

-Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokok

-Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian


jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun : Ringan : 0-200 Sedang : 200-600,Berat : >600

2.Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3.Hipereaktivitis bronkus

4.Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5.Defisiensi antitripsin alfa - 1,

Umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI, 2003) Faktor etiologi


utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri.
Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis,
sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006) Faktor risiko
utama untuk bronkitis kronik adalah merokok . Seperti disebutkan
sebelumnya, kumulatif 30 tahun kejadian bronkitis kronik pada
perokok saat ini adalah 42 %. Namun, perlu dicatat bahwa CB telah
dijelaskan dalam 4 sampai 22% dari non perokok menunjukkan bahwa
faktor risiko lain mungkin ada. faktor risiko potensial lainnya termasuk
eksposur inhalasi untuk bahan bakar biomassa, debu, dan asap kimia.
Potensi risiko lain Faktor untuk CB adalah adanya gastroesophageal
reflux, mungkin dengan aspirasi paru direfluks isi lambung

memproduksi cedera asam - diinduksi dan infeksi atau neurally


dimediasi bronkokonstriksi refleks sekunder iritasi kerongkongan
mukosa. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,
2013.

e. Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosapanjang 1-4 mikron dan lebar0,2-0,8 mikron

Aerob

Berbentuk batang

Bersifat tahan asam sehinggadikenal juga sebagai (BTA)

Dormant

Tahan hidup pada udarakering dan dingin

cepat mati dgn sinarmatahari langsung

Secara inhalasi basil yang mengandungdroplet nuclei, khususnya di


dapat daripasien TB dengan BTA positif.Lingkungan hidup yang sangat
padat danpemukiman di wilayah perkotaan mempermudah proses
penularan berperandalam peningkatan jumlah kasus TB.

3. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN GEJALA KLINIS, PATOGENESIS DAN


PATOFISIOLOGI INFEKSI SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)
a. Sinusitis

Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling


seringditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen,
kongesti nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri telinga, demam,
nyeri kepala, batuk, rasa lelah,halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala
seperti ini sulit dibedakan dengan infeksisaluran nafas atas karena virus,
sehingga durasi gejala menjadi penting dalam diagnosis.Pasien dengan gejala
diatas selama lebih dari 7 hari mengarahkan diagnosis ke arah
sinusitis.Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas atas
yang ringan.Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi
merupakan faktor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan.
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupademam, malaise, dan nyeri kepala
yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberiananalgetik biasa seperti
aspirin.Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang
menyebar kealveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan
depan telinga. Wajah terasabengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada
gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeripada
palpasi dan perkusi. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut,
pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung. Sekret
mukopurulen dapat keluar darihidung dan terkadang berbau busuk. Batuk
iritatif non produktif seringkali ada.Gambaran radiologik sinusitis akut mula-
mula berupa penebalan mukosa, selanjutnyaopasifikasi sinus lengkap akibat
mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasicairan yang
memenuhi sinus. Biakan bakteri yang muncul biasanya
Streptococcuspneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anaerob,
Branghamella catarrhalis. Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat
Sinusitis maksilaris akut dapat berubah menjadisinusitis maksilaris kronis yang
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.
Patofisiologi

b. Rhinitis

Gejala klinis

Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya padapagi
hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik danperlu
dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat.Gejala lain
berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, matagatal dan
banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak khas dan yang seringdikeluhkan
adalah hidung tersumbat.

Pada anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti:

1.Allergic salute

2.Allergic crease
3.Allergic shiner

4."Bunny rabbit" nasal twiching sound Allergic salute

adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karenagatal.Allergic


creaseadalah alur yang melintang di sepertiga bawah dorsum nasiakibat sering
menggosok hidung.

Allergic shiner adalah bayangan gelap di bawahmata yang terjadi akibat stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung.

Bunny-rabbit sound adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok palatum
yang gatal dangerakannya seperti kelinci mengunyah.

Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan


tahapsensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase,
Yaitureaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai
satujam setelahnya, dan reaksi fase lambat yang berlangsung 2 sampai 4 jam
denganpuncak 6-8 jam (fase hiperreaktiftas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsungsampai 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag


ataumonosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap alergen yang
menempeldi permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmenpendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk
peptidaMHC (Mayor Histo Compatibility) kelas II, yang kemudian di presentasikan
pada selT-helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti
interleukin I (IL-1) yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berploriferasi menjadi Th 1
dan Th 2.kemudian Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5
dan IL-13. L-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehinggasel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (Ig-E). Ig
E disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan
selmastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses
inidisebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi bila
mukossayang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama maka kedua
rantai IgEakan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding
sel)mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk,terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin
leukotrin D4,leukotrin C4, brakinin, platelet actifating factor dan berbagai sitokin.
Inilah yangdisebut reaksi alergi fase cepat. Histamin akan merangsang reseptor H1
pada ujungvidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histaminjuga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi.
Danpermeabiltas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah
hidungtersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung
syaraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga
terjadipengeluaran interseluler adhesion molekul.

Pada reaksi alergi fase lambat, sel mastosit akan melepaskan


molekulkemotaktif yang akan menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di
jaringantarget. Respon ni tidak berhenti disini saja, tapi gejala akan berlanjut dan
mencapaipuncak 6-8 jam, setelah pemaparan. Pada reaksi ini, ditandai dengan
penambahanjenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil
dan mastositdi mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3 , IL4 dan IL5, dan
granulositmakrofag koloni stimulating faktor pada sekret hidung. Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan
mediator inflamasidari granulnya. Pada fase ini selain faktor spesifk (alergen) iritasi
oleh faktor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau yang
merangsangperubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.

c. Bronkitis Kronik

Bronkitis Kronik

Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi


udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus.
Perubahan patologi yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke
saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi permukaan epitel jalan
napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan eksudat inflamasi (sel dan cairan)
yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan neutrofil. Proses inflamasi
kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan sel squamosa dari
epitelium, peningkatan ukuran epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot polos
dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan
jalan napas. Semua perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada
bronkitis kronis yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang
dijelaskan sebagai definisi bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi
dengan masalah jalan napas perifer dan emfisema.(National Heart, Lung, Blood
Institute 2001) Mediator LTB4 Il-8- GROα,MCP-1,MIP-α GM-CSF Endotelin Substance
Proteinas, Neutrofil elastase Catepsin Proteinase MMP,Sel Makrofag Neutrofil CD8 +
limfosit Eosinofil Sel eithelial.Efek Hipersekresi mucus Fibrosis Dinding alveolar
Destruksi Inflamasi melibatkan berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai
efek. Selmakrofag banyak didapatkan di lumen jalan napas, parenkim paru dalam
cairan kurasan bronkoalveolar (BAL). Makrofag mempunyai peran penting pada
proses inflamasi tersebut. Aktivasi makrofag menghasilkan TNF-α dan berbagai
mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap asap rokok dan
polutan. Mediator inflamasi tersebut sebagian bersifat kemokin dan bertanggung
jawab terhadap kemotaktik dan aktivasi sel neutrofil. Selain makrofag, sel limfosit T
dan neutrofil berperan pada inflamasi ini sehingga terjadi berbagai mediator dan
sitokin (perforin, granzyme-B, TNF- α oleh limfosit T dan II-8, LTB4, GM-CSF oleh
neutrofil) yang saling berinteraksi dan menimbulkan proses inflamasi kronik.
Neutrofil yang teraktivasi meningkat terbukti pada sputum dan cairan BAL penderita
PPOK ataupun bronkitis kronis dan semakin meningkat pada saat eksaserbasi akut.
Peran nuertrofil pada bronkitis kronis adalah berkontribusi pada hipersekresi mukus
melalui produknya metease-protease dan juga destruksi parenkim pada PPOK.
Neutrofil mengeluarkan elastase dan proteinase-3 yang merupakan mediator yang
poten untuk merangsang produksi mukus sehingga terlibat dalam hipersekresi
mukus yang kronik. (National Heart, Lung, Blood Institute 2001) Mediator inflamasi
yang terlibat pada bronkitis kronis/PPOK adalah.

 Faktor hemotaktik Mediator lipid misalnya LTB4 & limfosit T menarik neutrofil
Kemokin misalnya Il-8 menjadi neutrofil.

 Sitokin inflamasi misalnya TNF-α, ILIβ, IL-6, meningkatkan proses inflamasi dan
berefek pada inflamasi sistemik.

 Faktor pertumbuhan misalnya TGF-β menimbulkan fibrosis pada salurannapas


kecil. Mekanisme pertahanan paru/saluran napas yang sangat kompleks
meliputi mekanik, imuniti alamiah, imuniti humoral yang didapat, baik dari
saluran napas atas dan bawah. Selain itu juga melimbatkan mekanisme
pertahanan parenkim (alveoli) dan imuniti selular didapat khususnya pada
saluran napas bawah. Imunoglobulin (Ig) A sekretori merupakan Ig yang
berperan pada saluran napas disebabkan fungsinya sebagai barier pada epitel
saluran napas mencegah penetrasi antigen ke dalam mukosa selain fungsi
sebagai antibodi pada umumnya kecuali tidak untuk merangsang komplemen
aktivasi sebagaimana peran IgG. Asap rokok/polusi udara melemahkan
mekanisme pertahanan saluran napas antara lain melalui pengaruhnya
terhadap ekspresi reseptor polimerik Ig yang mengakibatkan penurunan
produksi komponen sekretori juga IgA sekretori dan melemahkan transport
komponen sekretori yang mengakibatkan rendahnya kadar IgAs dalam lumen
saluran napas. Hal itu menyebabkan penurunan mekanisme pertahanan
saluran napas menimbulkan mudahnya kolonisasi bakteri menimbulkan
refluks neutrofil dan degradasi IgAs oleh neutrofil maupun produk-produk
bakteri. Sehingga kejadian menimbulkan inflamasi, juga semakin melemahkan
mekanisme pertahanan, memudahkan infeksi kronik dan meningkatkan
jumlah neutrofil dan seterusnya.

d. Bronkiektasis

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu


keadaandimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam
diameter) yangmerupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan
elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah
akibat dari suatu prosesinfeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi,
nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh
sebagai respon terhadap antigen. Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan
secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari
intervensi pada pertahanan normal jalannafas. Pertahanan jalan nafas terdiri
dari silia yang berukuran kecil pada jalannafas. Silia tersebut bergerak
berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukusyang normal melapisi
jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yangterperangkap pada
lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokandan kemudian
batukkan keluar atau tertelan.tingkat, silia mengalami kerusakan dan daerah
bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung


atautidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan
menjadiinflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan
kehilangankeelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek
sertamembentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil.
Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia
mengalami kerusakan,sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi
jalan nafas dan menjaditempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akanmerusak dinding bronkus, sehingga menjadi
lingkaran setan antara infeksi dankerusakan jalan nafas

e. TBC

Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi


jaringan yanganeh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi
oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa
untuk membentuk apa yangdisebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis
menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan
oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunankapasitas
difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di
dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.

4. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN DIAGNOSIS,DIAGNOSIS BANDING


INFEKSI SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)

Diagnosis Rhinitis

Ada beberapa cara untuk mendiagnosis rhinitis alergi, di antaranya adalah dengan
mengetahui gejala serta riwayat kesehatan pribadi dan keluarga. Hal ini dikarenakan
banyaknya kasus rhinitis alergi yang bersifat keturunan. Selain itu, ada dua tes alergi
utama yang dapat membantu mendiagnosis rhinitis alergi:

 Tes darah. Tes ini dilakukan untuk memeriksa keberadaan antibodi yang
diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh ketika mengalami alergi, yaitu
imunoglobulin E (IgE).
 Tes tusuk kulit. Tes ini bertujuan memeriksa tipe alergi dengan cara
menusukkan jarum ke kulit yang telah diberikan unsur alergen untuk
mengenalkannya pada sistem kekebalan tubuh. Biasanya dilakukan di bagian
tangan. Bilur kecil akan muncul jika Anda alergi terhadap unsur alergen yang
diberikan.

Untuk memeriksa apakah terjadi komplikasi seperti sinusitis atau polip hidung,
dokter mungkin akan menyarankan beberapa tes lanjutan seperti berikut ini.
 Tes aliran inspiratory hidung atau nasal inspiratory flow test. Tes ini bertujuan
mengukur aliran udara saat menarik napas melalui hidung menggunakan alat
kecil yang diletakkan di atas mulut dan hidung.
 Endoskopi hidung. Tes ini dilakukan untuk melihat bagian dalam hidung
dengan menggunakan pipa tipis yang memiliki kamera dan sinar lampu di
ujungnya.
 CT scan. Tes ini dilakukan untuk melihat gambar bagian dalam tubuh secara
rinci dengan menggunakan komputer dan X-ray.

 Pada banyak kasus, pasien awalnya didiagnosa dan dirawat berdasarkan


penemuan tanda-tanda fisik dalam pemeriksaan medis, yaitu:
– Merah dan bengkak pada rongga hidung
– Ditemukannya nanah atau kelainan pada ingus atau upil dalam hidung
– Terjadi hal yang abnormal ketika dokter menekan pipi dan dahi atau bagian
tertentu di sekitar sinus.
– Pasien mengalami pembengkakan dan rasa nyeri pada mata dan pipi

Diagnosis Sinusitis

Biasanya, ingus dan upil diperiksa untuk mengetahui apakah pasien mengidap
sinusitis karena infeksi atau alergi. Jenis sinusitis infeksi biasanya menunjukkan
sekresi berbentuk sel polymorphonuclear dan pada alergi berbentuk eosinophils.
Dokter akan memberikan obat antibiotik jika mendiagnosa penyakit ini
disebabkan infeksi walaupun tidak efektif untuk infeksi karena serangan virus.
Untuk itu biasanya dilakukan pemeriksaan mendalam dengan menggunakan CT
atau MRI scan jika pengobatan melalui antibiotik gagal.

Teknik pemeriksaan menggunakan ultrasound dapat digunakan untuk


mendiagnosa sinusitis pada ibu atau wanita hamil walaupun hasilnya tidak
seakurat menggunakan CT Scan atau MRI. Untuk itu disarankan menggunakan
prosedur pemeriksaan rinoskopi yang akan memeriksa langsung rongga hidung ,
ostea dan tulang popi dengan menggunakan fiber optik berukuran kecil.

Kadang juga digunakan pemeriksaan biopsi dengan menggunakan jarum halus


sehingga dapat diperiksa material yang terinfeksi apakah mengandung bakteri,
virus atau jamur. Prosedur ini biasanya dilakukan seorang otolaryngologist dan
prosedurnya sangat tidak nyaman untuk pasien dan menggunakan anastesi lokal
atau umum. Sinus akan disedot dan akan disiram dengan larut garam dan hasil
sedotannya akan diperiksa. Pemeriksaan model seperti ini paling akurat dari
semua metode untuk sinusitis
Diagnosis TBC

X-ray

Apabila Anda mengidap TB, foto hasil tes akan menunjukkan perubahan pada paru-
paru yang khas untuk TB. Langkah ini biasanya dilakukan sebelum pemeriksaan
lainnya.

CT scan

Jika dibutuhkan pencitraan yang lebih mendetail atau ada kecurigaan penyebaran TB
ke jaringan tubuh lain, barulah prosedur CT scan dijalankan.

Tes Mantoux atau Tuberculin Skin Test

Tes Mantoux umumnya digunakan untuk menguji keberadaan TB laten. Dalam tes
ini, dokter akan menyuntikkan substansi tuberkulin PPD ke lapisan kulit dan
memantau reaksi kulit dalam 2 hingga 3 hari.

Ukuran pembengkakan pada bagian yang disuntik akan mengindikasikan


kemungkinan Anda menderita TB. Jika seseorang mengalami infeksi TB yang aktif,
reaksi kulit akan lebih signifikan.

Berbeda dengan orang yang telah menerima vaksin TB, dia hanya akan mengalami
reaksi kulit yang tergolong ringan. Tetapi ini bukan berarti Anda pasti mengalami TB
laten.

Pemeriksaan Sampel Dahak

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengecek keberadaan basil Mycobacterium


tuberculosis. Pemeriksaan sampel dahak juga bisa digunakan untuk menguji basil TB
yang resistan atau sensitif terhadap antibiotik tertentu.

Tes Darah IGRA (Interferon gamma release assay)

IGRA dapat digunakan untuk mendeteksi tuberkulosis aktif dan laten. Tes ini akan
memeriksa reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap basil TB

Diagnosis Bronkoektasis
1. Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakan dengan pemeriksaan broskografi/ CT scan yang tampak


pelebaran bronkus.

Bronkogram tidak selalu dapat dikerjakan pada setiap pasien bronkiektasis , karena
terikat akan adanya indikasi, kontra indikasi, komplikasi dan syarat-syarat kapan
melakukanya.

CT scan paru menjadi alternatif penunjang yang paling sesuai untuk evalusai
bronkiektasis, karena sifatnya non invasif dan hasilnya akurat bila menggunakan
potongan yang lebih tipis dan mempunyai sepesifitas dan sensitivitas lebih dari 95%.

1. Diagnosis Banding
2. Bronkitis kronis

Bronkitis kronis menunjukan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan


bronkografi.

1. Tuberkulosis paru

Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran
bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam sputum. Akan tetapi
perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan penyulit dari tuberkulosis paru.

1. Abses Paru

Pada radiologis tampak abses yang dapat dibedakan dari gambaran bronkiektatais.

1. Tumor Paru

Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberi gambaran
infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia.

Diagnosis Bronkitis Kronis

Sebuah riwayat batuk produktif harian (produksi dahak) yang berlangsung minimal 3
bulan, terutama jika telah terjadi dua tahun berturut-turut, sesuai dengan kriteria
untuk diagnosis klinis bronkitis kronis. Pemeriksaan fisik sering memungkinkan
praktisi perawatan kesehatan untuk mendengar mengi dan perpanjangan dari uap
pernapasan, yang merupakan tanda-tanda obstruksi aliran udara.
Sebuah dada X-ray sering dilakukan untuk membantu menyingkirkan masalah paru-
paru lainnya (misalnya, pneumonia, penghalang bronkial). Tes tambahan seperti
hitung darah lengkap (CBC), pengukuran gas darah arteri, CT scan dada, dan tes
fungsi paru sering dilakukan untuk mengkarakterisasi struktur dan fungsi paru-paru
dan untuk membantu menyingkirkan kondisi lain (misalnya, paru-paru kanker, TBC,
infeksi paru-paru). Seringkali pulmonologist (seorang dokter dengan pelatihan
khusus dalam pengelolaan penyakit paru-paru) dapat membantu mendiagnosa dan
mengobati bronkitis kronis.

5. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN


HOLISTIK INFEKSI SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)

Penatalaksanaan Tonsilektomi Kronik

a. Terapi Medikamentosa
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronik atau berulang-ulang.

b. Tindakan Operatif

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus


dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan
tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague
dari Rheims .

Tonsilektomi merupakan operasi yang sering dilakukan di bagian THT dengan indikasi
yang terdapat pada penderita tonsilitis kronis. Beberapa sitokin dihasilkan oleh
proses inflamasi pada tonsila palatina seperti interferon (INF)-γ serta tumor necrosis
factor (TNF)-α. Pada penderita tonsilitis kronis, kadar sitokin-sitokin ini akan
mengalami peningkatan dalam serum.20

Operasi tonsilektomi yang dilakukan pada anak-anak masih diperdebatkan, mengenai


keuntungan menghilangkan sumber infeksi dan kerugian akibat hilangnya sumber
pertahanan mukosa lokal maupun sistemik.Hal ini disebabkan fungsi imun tonsil
pada anak lebih besar daripada dewasa, walaupun pada beberapa penelitian
didapatkan bahwa pada tonsilitis kronik, fungsi imun ini menjadi berkurang. 20

Indikasi
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu : 15

1) Obstruksi :

 Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.

 Sleep apnea atau gangguan tidur.

 Kegagalan untuk bernafas.

 Corpulmonale.

 Gangguan menelan.

 Gangguan bicara.

 Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.

2) Infeksi

 Tonsilitis kronika / sering berulang.

 Tonsilitis dengan :

 Absces peritonsilar.

 Absces kelenjar limfe leher.

 Obstruksi Akut jalan nafas.

 Penyakit gangguan klep jantung.

 Tonsilitis yang persisten dengan :

 Sakit tenggorok yang persisten.

 Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.

 Otitis Media Kronika yang berulang.

3) Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and


Neck Surgery :10,
17, 19
1) Indikasi absolut:

 Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,


disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar

 Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis

 Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

 Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

2) Indikasi relatif :

 Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat

 Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronik tidak responsif terhadap terapi media

 Tonsilitis kronik atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus


yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase

 Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah


mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan
keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk
tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas
indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. 7

Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan


terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery.
Pada kasus yang ekstrim,obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan
hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner. 7

Kontraindikasi tonsilektomi : 10, 11, 14, 19

1) Kontraindikasi relatif

 Palatoschizis

 Radang akut, termasuk tonsilitis

 Poliomyelitis epidemica
 Umur kurang dari 3 tahun

2) Kontraindikasi absolut

 Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia

 Penyakit sistemis yang tidak terkontrol: DM, penyakit jantung, dan sebagainya.

Teknik Operasi 18

Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih
menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik
operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca
operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baru
ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya :

1) Guillotine

Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis.
Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta
kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya
terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

2) Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode


pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi.
Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial,
sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle
knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

3) Teknik elektrokauter

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi
untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi
elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang
digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi
saraf atau jantung.
4) Radiofrekuensi

Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas


baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian
jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan
yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

5) Skapel harmonik

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan


mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

6) Teknik Coblation

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena dapat
memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis
jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari
radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan
membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma
tersebut akan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma
dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil.
Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi
molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan
jaringan sekitar.

7) Intracapsular partial tonsillectomy 

Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan


menggunakanmicrodebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan
peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat
menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil
tanpa melukai kapsulnya.

8) Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat)
untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume
tonsil dan menghilangkan reses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan
rekuren.

TATALAKSANA TBC
Tatalaksana bronkiektasis

Tujuan utama terapi: (1) perawatan infeksi, terutama selama eksaserbasi akut; (2)
mengurangi sekret trakeobronkial; (3) mereduksi inflamasi; dan (4) pengobatan yang
diidentifikasi mendasari masalah.2
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu pengobatan
konservatif dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri atas
pengelolaan umum, pengelolaan khusus, dan pengobatan simtomatik. 1
Pengelolaan umum, meliputi: (1) menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi
pasien; (2) memperbaiki drainase sekret bronkus dengan melakukan drainase
postural, mencairkan sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur pasien, dan
mengontrol infeksi saluran napas.1
Prinsip drainase postural adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan
gaya gravitasi. Untuk mendrainase bronkus basal pasien harus meninggikan kaki di
tempat tidur, tempat tidur khusus sangat membantu pada terapi ini. Di rumah pasien
disarankan untuk menggunakan bantal yang tipis.4
Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien tiduran
terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang paru yang
terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit malam
dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas dalam dan batuk untuk
mengeluarkan dahak.4
Tabel 1. Bagan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme Penyebab 5
Bakteri Penyebab Obat Pilihan Obat
Alternatif
Haemophilus Amoxycillin 500 Tetracyclin
influenzae(banyak mg 4 kali sehari 500 mg 4 kali
yang resisten selama 10 hari sehari
terhadap
Kotrimoksazole)
Staphylococcus Cloxacillin 500 mg
aureus 4 kali sehari
Bakteri anaerob Metronidazole
patogen 800 mg 3 kali
sehari
Flora normal traktus Antibiotik general
respiratori secara intermiten
dan Pseudomonas
aeroginosa
Pasien di rumah Amoxycillin
dengan selama 10 hari
bronkiektasis
Pengelolaan khusus meliputi: (1) kemoterapi pada bronkiektasis; (2) drainase
sekret dengan bronkoskop; (3) pengobatan simtomatik (seperti pengobatan
obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator; pengobatan hipoksia dengan
pemberian oksigen; pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik;
pengobatan demam dengan antipiretik).1
Indikasi pembedahan untuk mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang
terkena, yaitu pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, tidak berespons
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat; selain itu juga pasien yang
terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari
daerah tersebut, pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan
operasi.1

PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK

Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan


keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni:

 Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali


sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali
sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.
Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui.
Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak
dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita
bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya
dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
 Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah
dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan
diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
 Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya.,
digunakan jika penderita demam.
 Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin
sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita
hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat asma,
tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain
itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang
mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat
diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya
memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain.
 Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman
berdasarkan pemeriksaan dokter.

6. MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN KOMPLIKASI,PROGNOSIS DAN DASAR


RUJUKAN INFEKSI SALURAN NAPAS KRONIS ATAS DAN BAWAH
(SINUSITIS,RHINITIS,BRONKIEKTASIS,BRONKITIS KRONIS, TBC)

Komplikasi

1. Sinusitis bersama rhinitis jika tidak ditangani dengan baik dapat


menimbulkan komplikasi meningitis, tromboflebitis sinus kavernosa, selulitis
orbital, dan abses otak.

2. Bronkiektasis dapat menimbulkan komplikasi empyema,


pneumonia rekuren, abses paru, dan cor pulmonale

3. Bronchitis kronik dapat menimbulkan komplikasi COPD dan


gagal nafas

4. TBC dapat menimbulkan komplikasi TB ekstrapulmoner pada


beberapa system organ seperti TB pada otak (tuberculous meningitis), TB
pada sistem kemih, dan TB pada saluran gastrointestinal.

Prognosis dan rujukan

A. SINUSITIS

1. Viral sinusitis

Biasanya sembuh tanpa pengobatan khusus

2. Bakteri sinusitis

a. Akut bakteri sinusitis : Sampai dengan 10% dari pasien tidak menanggapi
terapi antimikroba awal.
b. Bakteri sinusitis kronis : Kekambuhan adalah umum. Kesembuhan klinis sangat sulit,
meskipun kursus berulang agen antibakteri dan operasi sinus.

3. Jamur sinusitis
Akut sinusitis jamur (misalnya, mucormycosis). Pasien biasanya datang dengan penyakit
lanjut. Prognosis buruk, terutama dalam kasus-kasus otak, sinus kavernosus, atau keterlibatan
karotis. Angka kematian keseluruhan dari mucormycosis rhinocerebral adalah 25-50%.
Sinusitis jamur kronis sering berulang

B. RHINITIS

Prognosis umumnya bonam, namun quo ad sanationam dubia ad bonam bila alergen
penyebab dapat dihindari. 

Kriteria Rujukan 

1.     Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.

2.     Bila perlu dilakukan tindakan operatif.

C. BRONKIEKTASI

Tidak mengejutkan apabila prognosis sangat bervariasi pada kelompok yang berbeda.
Meskipun demikian, sekitar 10% orang dewasa dengan bronkiektasis non Cystic Fibrosis akan
meninggal dalam 5 – 8 tahun setelah didiagnosis pada lebih dari separuh kasus. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis buruk adalah merokok, organisme gram negatif (terutama E.coli
dan P. Aeruginosa) dan aspergillus pada kultur sputum, dan nilai FEV1 dan FVC yang lebih
buruk (Maguire, 2012)

Bronkiektasis secara independen berhubungan dengan peningkatan kematian pada pasien


dengan PPOK sedang-berat berdasarkan penelitian yang dilakukan di Spanyol  (Dunford, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Keistinen et all, penyakit penyebab merupakan
penyebab kematian utama pada pasien dengan bronkiektasis dan PPOK. Penyakit jantung merupakan
penyebab kematian utama pada pasien bronkiektasis dengan asma (Barker, 2002).

D. TUBERCULOSIS PARU

Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan


pengobatan.  Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih buruk.

Seorang yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam hidupnya jatuh sakit
karena TB.  Namun penderita gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti orang yang terkena
HIV, malnutrisi, diabetes, atau perokok, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit karena TB.

Rekurensi pengidap TB yang mendapat terapi DOT (Directly Observed Treatment)


berkisar 0-14%.
Di negara-negara dengan angka TB yang tinggi, rekurensi biasanya terjadi setelah
pengobatan tuntas, hal ini cenderung dikarenakan oleh reinfeksi daripada relaps.

Prognosis buruk terdapat pada penderita TB extra pulmonary, gangguan kekebalan


tubuh, lanjut usia, dan riwayat terkena TB sebelumnya.  Prognosis baik bila diagnosis dan
pengobatannya dilakukan sedini mungkin

E. BRONKHITIS KRONIK

Bronkitis kronis bisa dikendalikan dengan mengubah pola hidup anda menjadi lebih
baik, seperti berhenti merokok jika tidak ada kondisi medis kronis yang memperparah
keadaan seperti gagal jantung kongestif bronkiektasis, atau tuberkulosis.
Bronkitis kronis biasanya mengurangi harapan hidup anda jika Anda perokok dan tidak
berhenti merokok atau jika Anda memiliki penyakit kronis yang menjadi penyebabnya.
Meskipun bronkitis kronis sendiri tidak menyebabkan kanker paru-paru, akan tetapi merokok
bisa menjadi faktor pemicu kanker.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/20358065/TUBERKULOSIS-PARU

https://id.scribd.com/doc/29781333/bronkiektasis

https://id.scribd.com/doc/214075896/BRONKITIS-KRONIK-docx

https://id.scribd.com/doc/51468391/REFERAT-RINITIS-ALERGIKA

https://id.scribd.com/doc/50105019/Referat-sinusitis

Anda mungkin juga menyukai