Anda di halaman 1dari 34

Grand Case

OSTEOARTHRITIS

Oleh :
Turfani Haffifa 1940312155
Athaya Fadhilah 1940312158
M. Reno Akhyar Marpaung 1940312161

PEMBIMBING :

dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT, M.Kes.

BAGIAN ILMU BEDAH


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Grand Case yang berjudul
Ostoearthtritis. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT, M.Kes.
sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih memiliki banyak


kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, semoga Grand Case ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
2.1 Latar Belakang 1
2.2 Tujuan Penulisan 2
2.3 Metode Penulisan 2
BAB II 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi 3
2.2 Histologi 5
2.3 Definisi 6
2.4 Epidemiologi 7
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko 7
2.6 Klasifikasi 9
2.7 Patofisiologi 9
2.8 Diagnosis 15
2.9 Penatalaksanaan 18
BAB III 30
DAFTAR PUSTAKA 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Osteoarthtritis merupakan gangguan sendi kronik akibat ketidakseimbangan
antara degradasi dan sintesis rawan sendi serta matriks ekstraselular, kondrosit, dan
tulang subkondral yang terjadi pada usia tua. Insiden osteoarthritis meningkat tajam
dengan bertambahnya usia. Hingga usia 45 tahun, osteoarthtritis banyak diderita
oleh laki-laki, sedangkan padan usia 45 tahun ke atas banyak diderita oleh
perempuan.1 Beberapa studi memperkirakan sekitar 80% orang berusia 55 tahun ke
atas akan mengalami OA setidaknya pada satu sendi. OA paling umum mengenai
sendi pinggul, lutut, tulang belakang, tangan, dan kaki. OA pinggul dan lutut
merupakan jenis paling sering serta menyebabkan nyeri dan disabilitas pada
penderitanya.2
Osteoarthtritis merupakan bentuk arthritis yang paling sering ditemukan di
masyarakat, bersifat kronis, dan berdampak besar dalam kehidupan masyarakat.
Progresifitas penyakit ini lambat, sedangkan etiologinya tidak diketahui. Beberapa
faktor risiko dari timbulnya OA antara lain usia, obesitas, kelemahan otot, aktivitas
yang berlebih atau kurang, trauma sebelumnya, riwayat keluarga, dan faktor
mekanik. Menurut WHO, pada tahun 2025, seiring meningkatnya usia harapan
hidup populasi lanjut usia di Indonesia diperkirakan akan meningkat 414%
disbanding tahun 1990. Dengan semakin meningkatnya populasi lanjut usia,
diperkirakan angka insidensi OA tentu juga akan meningkat. Selain itu, gaya hidup
sedenter juga meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Peningkatan obesitas tentu
juga berdampak dengan meningkatnya kejadian OA.3
Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis
mencapai 15,5% pada laki-laki dan 12,7% pada perempuan yang berumur
antara 40-60 tahun. Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik
reumatologi RSHS pada tahun 2007 dan 2010, berturut-turut didapatkan: OA
merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik pada tahun 2007.
Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan
merupakan OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73%

1
diantaranya adalah penderita OA, dengan demikian OA akan semakin banyak
ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.3
2.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
mengenai osteoarthtritis.
2.3 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah dengan merujuk pada berbagai
sumber dan referensi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Sendi merupakan pertemuan antara dua atau lebih tulang di dalam tubuh,
yang memungkinkan tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, atau terfiksasi
yaitu tidak dapat bergerak satu sama lain. Terdapat tiga macam jenis sendi, yaitu
sendi fibrosa (sinartrosis), sendi kartilaginosa (amfiartrosis), dan sendi synovial
(diartrosis).2
Sendi fibrosa mengikat tulang atau rawan tulang melalui jaringan fibrosa
dan memungkinkan sedikit sekali atau bahkan tidak memungkinkan pergerakan,
seperti sutura pada tengkorak. Sendi kartilaginosa primer yaitu antartulang
disatukan oleh rawan hialin yang tidak memungkinkan pergerakan seperti antara
epifisis dengan diafisis pada tulang anak dan iga 1 dengan manubrium sterni. Sendi
kartilaginosa sekunder yaitu ujung kedua tulang dilapisi oleh lapisan tipis tulang
rawan hialin dan keduanya diikat oleh jaringan ikat fibrosa, seperti simpisis pubis.
Tulang belakang memiliki serangkaian sendi fibrokartilaginosa yang
menghubungkannya dengan segmen atas-bawah melalui diskus intervertebralis
yang mengandung gel. Kerusakan pada sendi fibrokartilaginosa ini dapat
menyebabkan terbentuknya osteofit sehingga merupakan salah satu jenis dari
osteoarthritis.2
Osteoarthritis secara umum terjadi pada sendi synovial yaitu sendi yang
memungkinkan terjadinya pergerakan antartulang. Ujung tulang dilapisi oleh rawan
hialin yang sangat tipis. Sendi ini memiliki suatu kapsul sendi yang mengandung
cairan synovial yang berfungsi untuk lubrikasi dari rawan hialin. Kapsul sendi
dilapisi oleh membran synovial yang mengandung sinoviosit. Sinoviosit memiliki
fungsi untuk memproduksi cairan lubrikasi dan asam hialuronat yang mengatur
viskositas dari cairan synovial. Selain itu, sinoviosit juga memproduksi sitokin dan
growth factor serta membuang produk yang tidak diinginkan, seperti hasil metabolit
dari cairan synovial. Kapsul sendi diperkuat oleh ligament untuk memberikan
stabilitas dalam seluruh pergerakan sendi.2

3
Gambar 2.1 Sendi Sinovial
Beberapa sendi synovial memiliki diskus intraartikular yang terbentuk dari
rawan fibrosa (fibrocartilage). Tulang panggul memiliki sebuah cincin tulang rawan
fibrosa yaitu labrum, yang memperdalam sendi untuk mempertahankan tulang pada
posisinya tersebut, sedangkan pada lutut, telah terjadi migrasi ke dalam sendi
membentuk sebuah meniscus. Meniscus memperluas sebaran beban lutut sehingga
meningkatkan stabilitas. Meniscus melindungi rawan hialin dari tekanan dan
pergeseran.2
Pergerakan sendi synovial diatur oleh otot di sekitarnya. Otot melekat pada
tulang melalui tendon. Ligament merupakan jaringan ikat yang menghubungkan
antartulang untuk tetap pada posisinya dan menjaga stabilitas sendi. Tulang
subkondral menyokong rawan hialin di atasnya. Tulang subkondral rawan terhadap
fraktur ketika mengalami tekanan yang besar atau mengalami nekrosis avascular
ketika terjadi pergeseran.2
Synovium rentan mengalami inflamasi akibat iritan kimiawi, infeksi, serta
rentan terhadap inflamasi yang dimediasi system imun seperti pada rheumathoid
arthritis. Inflamasi pada synovium, yaitu synovitis, menyebabkan pelepasan
mediator pro-inflamasi seperti sitokin, yang mempengaruhi produksi asam
hyaluronat sehingga menyebabkan perubahan viskositas cairan synovial. Meniskus

4
dan labrum rentan untuk robek akibat tekanan dan pergeseran yang kuat. Ketika
fungsi ini terganggu, rawan hialin akan terekspos terhadap beban yang abnormal
dan dapat mengalami kegagalan dalam fungsinya.2
Kegagalan rawan hialin menyebabkan tulang subkondral mengalami
peningkatan beban dan tekanan langsung dari cairan synovial. Hal ini menyebabkan
terbentuknya kista akibat penetrasi cairan synovial ke dalam tulang subkondral,
menyebabkan terbentuknya tulang baru yang disebut osteofit, dan berkembang
menjadi osteoarthritis.2

2.2 Histologi
Tulang rawan atau kartilago merupakan jaringan ikat fibrosa avaskuler yang
berasal dari mesenkim. Tulang rawan terdiri dari sel dan matriks ekstraseluler.
Matriks ekstraseluler mengandung serat jaringan ikat dan substansia fundamentalis.
Karena bersifat avaskuler, tulang rawan memperoleh nutrisi melalui mekanisme
difusi dari matriks ekstraseluler. Sel penyusun tulang rawan yaitu kondrosit dan
kondroblas. Kondroblas berfungsi untuk mensisntesis matriks ekstraseluler.4( Di
fiore)
Serat kolagen atau elastic memberi kekuatan dan ketahanan pada matriks
tulang rawan. Substansia fundamentalis matriks ekstraseluler mengandung
glikosaminoglikan sulfat dan asam hyaluronat. Selain itu juga banyak mengandung
air sehingga berbagai molekul dapat berdifusi keluar masuk kondrosit.4
Terdapat tiga jenis tulang rawan, yaitu rawan hialin, rawan elastic, dan
fibrokartilago. Rawan hialin merupakan jenis tulang rawan terbanyak. Berfungsi
sebagai model kerangka tulang yang seiring dengan pertumbuhan akan berganti
dengan tulang melalui proses osifikasi endokondral. Pada orang dewasa, tulang
rawan hialin sudah diganti dengan tulang, kecuali pada tulang rawan permukaan
sendi, ujung iga, hidung, laring, trakea, serta pada bronkus. Pada lokasi ini, rawan
hialin menetap seumur hidup tanpa mengalami proses osifikai. Matriks tulang
rawan hialin terdiri dari serabut kolagen tipe II yang terbenam di dalam matriks
terhidrasi amorf padat yang kaya proteoglikan dan glikoprotein structural.
Kebanyakan proteoglikan dalam matriks tulang rawan berupa agregat proteoglikan
besar, yang mengandung glikosaminoglikan sulfat yang terikat pada protein inti dan

5
molekul asam hialuronat glikosaminoglikan tidak bersulfat. Agregat proteoglikan
berikatan dengan serabut-serabut halus matriks kolagen.4

Gambar 2.2 Tulang rawan hialin


Rawan elastik memiliki lebih banyak serat elastic bercabang di dalam
matriksnya. Rawan elastic bersifat sangat lentur. Terdapat di aurikula, dinding tuba
auditorius, epiglottis, dan laring. Fibrokartilago ditandai dengan adanya berkas
serat kolagen kasar yang padat dan tidak teratur dalam jumlah besar. Berbeda dari
rawan hialin dan rawan elastic, fibrokartilago terdiri atas lapisan matriks tulang
rawan diselingi lapisan serat kolagen tipe I padat. Distribusi fibrokartilago di tubuh
terbatas, yaitu pada diskus interverterbralis, simfisis pubis, dan sendi tertentu.4

A B
Gambar 2.3 A) Rawan elastik. B) Fibrokartilago

2.3 Definisi
Osteoarthritis berasal dari kata arthron yaitu sendi, dan itis yaitu inflamasi.
Osteoarthritis (OA) merupakan inflamasi kronis pada sendi disertai kerusakan
tulang rawan sendi, diikuti dengan terbentuknya osteofit dan fibrosis pada kapsul
sendi. Osteoarthritis terjadi akibat ketidakseimbangan degradasi dan sintesis rawan
sendi.1 Osteoarthtritis ditandai dengan adanya suatu fokal area yang mengalami

6
kerusakan rawan sendi di dalam synovium, disertai dengan terjadinya sclerosis
tulang dan berbagai derajat perubahan pada jaringan di sekitar sendi.2
2.4 Epidemiologi

Osteoarthtritis paling banyak mengenai usia di atas 50 tahun. Kejadian OA


pada usia di bawah 45 tahun lebih banyak pada laki-laki, sedangkan usia di atas 45
tahun banyak pada perempuan. Data mengenai kejadian OA pada umumnya berasal
dari belahan Barat dan diambil dari temuan radiologis, bukan klinis. Lokasi paling
sering yaitu lutut, pada kompartemen anteromedial sendi tibiofemoral dan facet
lateral sendi patellofemoral; dan di panggul, pada aspek superolateral. Pada tangan
dan kaki sering melibatkan sendi distal interfalang.

Gambar 2.4 Grafik Angka Kejadian OA

Kejadian meningkat seiring meningkatnya usia, namun distribusi berbeda


antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan ras diduga mempengaruhi
lokasi OA. OA panggul sering terjadi pada ras Kaukasian, namun jarang pada
populasi yang berasal dari Cina. Hal ini diduga akibat perbedaan bentuk/shape
skeletal masing-masing ras.
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko

Osteoarthritis tidak memiliki satu penyebab utama, melainkan akibat


kombinasi berbagai faktor risiko yang mempengaruhi individual dan lokasi sendi.

7
Osteoarthritis terbentuk dari kombinasi antara predisposisi sistemik dan faktor
risiko biomekanik lokal.

Predisposisi sistemik OA yaitu :


1. Genetic
Beberapa studi menunjukkan bahwa sebanyak 40% predisposisi terjadinya
OA diduga terkait genetik. Namun, tidak ada yang disebut dengan “gen
OA”. Diduga berkaitan dengan ukuran dan bentuk tulang.
2. Usia
OA berkaitan erat dengan peningkatan usia, namun bukan karena terjadinya
perubahan sendi-akibat usia. Terdapat perbedaan antara penuaan sendi
dengan terjadinya OA. Dikatakan bahwa, butuh waktu 200 tahun untuk
hidup agar terjadi perubahan sendi dengan sendirinya seperti penipisan
rawan sendi yang dapat menyebabkan OA Hubungan dengan usia terkait
dengan stabilitas sendi dan otot. Seiring bertambahnya usia, tulang rawan
akan menipis dan otot akan menjadi lebih lemah, serta stabilitas sendi utama
seperti sendi lutut dapat terpengaruh walaupun sedikit. Beberapa studi
menunjukkan bahwa kelemahan otot memicu berkembangnya OA pada
lutut.
3. Jenis kelamin
Perempuan setelah menopause lebih rentan untuk terjadinya OA.
4. Diet dan obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya OA, terutama OA pada
sendi lutut. Selain itu juga OA tangan. Pada orang obesitas terjadi
peningkatan hormone leptin yang diduga berperan memicu terjadinya OA.
Defisiensi vitamin seperti vitamin C, D, dan K juga berperan penting dalam
perkembangan OA.

Faktor biomekanik lokal, yaitu :

1. Ukuran dan bentuk sendi abnormal


Bentuk sendi merupakan faktor risiko penting, terutama pada OA panggul.
Dysplasia panggul merupakan predisposisi terjadinya OA di kemudian hari,

8
sedikit abnormalitas pada caput femur dan/atau acetabulum juga memicu
terjadinya OA.
2. Trauma sebelumnya
Trauma yang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi memicu terjadinya
OA. Pada sendi lutut, cedera meniscus dan ligament, khususnya rupture
ACL, merupakan faktor predisposisi penting.
3. Masalah neuromuscular
Masalah neurologis dapat menyebabkan suatu varian OA yang disebut
Charcot’s joints. Kelemahan otot dan hilangnya propriosepsi juga
merupakan predisposisi terjadinya OA. Spastisitas menyebabkan kekakuan
sendi sehingga dapat terjadi kerusakan sendi dan terjadinya OA sekunder.
4. Beban sendi, okupasi, dan obesitas.
Penggunaan sendi berlebihan seperti exercise merupakan faktor risiko OA.

Densitas mineral tulang yang tinggi juga merupakan salah satu faktor risiko OA.
Tulang dengan densitas mineral yang tinggi seperti lutut dan panggul. Sedangkan
densitas mineral tulang yang rendah bersifat protektif. Belum diketahui bagaimana
mekanismenya sampai saat ini.2
2.6 Klasifikasi
Osteoarthtritis dapat dikelompokkan menjadi OA primer dan OA sekunder.
OA primer penyebabnya tidak diketahui dan dapat mengenai satu atau beberapa
sendi. Terutama dijumpai pada perempuan kulit putih usia pertengahan dan
umumnya menyerang banyak sendi (poliartikuler) dengan nyeri akut disertai rasa
panas di distal interphalangeal. OA sekunder disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada synovium.1

2.7 Patofisiologi

Osteoartritis (OA) ditandai dengan degenerasi tulang rawan artikular, di


mana kerusakan tersebut menyebabkan gangguan pada matriks, munculnya fisura,
ulserasi kasar, dan hilangnya ketebalan permukaan sendi. Pada tahap klinis
penyakit, perubahan pada membran sinovial juga ditemukan bersamaan dengan
reaksi inflamasi. Faktor primer yang dijelaskan terlibat dalam dua jaringan utama
(tulang rawan dan membran sinovial) yang terlibat dalam patofisiologi penyakit ini.

9
Kartilago articular orang dewasa terdiri dari extracellular matrix (air, kolagen,
proteoglikan dan komponen garam kalsium) dan kondrosit. pergantian normal
komponen matrix ini dimediasi oleh kondrosit yang mensintesis komponen ini dan
enzim proteolitik yang bertanggung jawab atas pemecahannya. kegagalan kondrosit
untuk mempertahankan homeostasis antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler.

Osteoartritis telah lama dianggap sebagai akibat dari usia atau trauma. Konsep ini
telah berkembang, dan sekarang diterima bahwa etiologi OA banyak dan mencakup
berbagai faktor mekanik, biokimia, dan genetik.

Gambar 2.5 Konvergensi penuaan, obesitas, dan gaya hidup pada perkembangan
inflamasi pada OA5

Perkembangan penyakit ini umumnya dibagi menjadi tiga tahap besar.


Tahap I adalah pemecahan proteolitik dari matriks tulang rawan. Pada tahap II, erosi
permukaan tulang rawan, yang disertai dengan pelepasan produk pemecahan ke
dalam cairan sinovial. Selama tahap III, peradangan sinovial yang dimulai ketika
sel sinovial menelan produk pemecahan melalui fagositosis dan menghasilkan
protease dan sitokin proinflamasi.

10
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peradangan yang dipicu oleh
faktor-faktor seperti stres biomekanik terlibat dalam perkembangan osteoartritis.
Ini merangsang pelepasan sitokin inflamasi tahap awal seperti interleukin-1 beta
(IL-1β), yang pada gilirannya menginduksi aktivasi jalur pensinyalan, seperti faktor
nuklir kappa-peningkat rantai cahaya dari sel B yang diaktifkan (NF-κB) ),
fosfoinositida 3-kinase / protein kinase B (PI3K / AKT), dan mitogen-activated
protein kinase (MAPK). Peristiwa ini, pada gilirannya, menghasilkan lebih banyak
molekul inflamasi. Selanjutnya, kolagenase seperti matriks metaloproteinase-13
(MMP-13) akan mendegradasi matriks ekstraseluler. Akibatnya, fungsi anatomi
dan fisiologis sendi berubah. Ulasan ini bertujuan untuk meringkas penelitian
sebelumnya yang menyoroti keterlibatan peradangan dalam patogenesis
osteoartritis.6

Perhatian besar difokuskan pada penentuan protease yang bertanggung


jawab atas pemecahan proteolitik dari matriks. Pengetahuan saat ini menunjukkan
keterlibatan utama metaloprotease, atau keluarga MMP, dalam proses penyakit ini.
Dari keluarga ini, kolagenase, yang bertanggung jawab untuk degradasi kolagen,
dan stromelysin, yang bertanggung jawab untuk degradasi proteoglikan,
memainkan peran utama dalam degradasi matriks ekstraseluler.

Gambar 2.6 . Jalur persinyalan. Interaksi antara sitokin (kotak merah muda),
kemokin (kotak krem), matriks metalloproteinase (kotak hijau), dan protein
lainnya5

11
Enzim lain bernama aggrecanase juga bertanggung jawab atas fragmentasi
proteoglikan seperti yang terlihat pada cairan sinovial OA. Aggrecanase ini, yang
baru-baru ini diklon, memiliki domain disintegrin dan MMP dan termasuk dalam
famili adamalysin. Enzim lain dari keluarga protease yang bergantung pada serin
dan sistein, seperti aktivator plasminogen / plasmin dan cathepsin B, masing-
masing, juga memainkan peran kunci tetapi kebanyakan sebagai penggerak MMP.
Sebagai langkah ireversibel dalam OA terjadi ketika kolagen terdegradasi,
diperkirakan bahwa enzim utama yang bertanggung jawab untuk degradasi kolagen
tipe II di tulang rawan patologis adalah kolagenase-1 atau MMP-1. Baru-baru ini,
kolagenase manusia lain bernama kolagenase-3, atau MMP-13, telah diidentifikasi
dan telah menunjukkan bahwa enzim ini terlibat dalam patofisiologi OA. Beberapa
aspek diferensial dari kolagenase ini, karena mereka menunjukkan peran fungsional
dalam artritis, telah meningkatkan kemungkinan intervensi terapeutik
menggunakan inhibitor spesifik yang ditujukan untuk melawan aktivitas
kolagenase-3 ini. Perbedaan antara kolagenase ini mengarah ke target kolagenase-
36-8. Oleh karena itu, berbeda dengan kolagenase-1, kolagenase-3 tidak terdapat di
sebagian besar jaringan normal orang dewasa, tetapi dapat dideteksi pada tulang
rawan normal dan osifikasi janin. Bahkan dalam kondisi patologis, kolagenase-3
memiliki pola ekspresi jaringan yang terbatas, sedangkan kolagenase-1 memiliki
distribusi yang luas di jaringan manusia. Namun, keduanya hadir dalam jumlah
yang lebih tinggi di tulang rawan OA. Sekali lagi, dan berbeda dengan kolagenase-
1, kolagenase-3 secara istimewa membelah kolagen tipe II, lima sampai sepuluh
kali lebih aktif pada substrat ini dan memiliki aktivitas gelatinolitik yang sangat
tinggi. Memang, kolagenase-3 44 kali lebih aktif melawan gelatin dibandingkan
kolagenase-1. Jika kita meringkas data tentang kolagenase ini di tulang rawan OA
yang diperoleh dari laboratorium kami dan dari orang lain, seseorang dapat
berhipotesis tentang keterlibatan kolagenase-1 selama proses inflamasi dan
implikasi dari kolagenase-3 dalam fase pembentukan kembali tulang rawan.

A. Sitokin
1. Proses Katabolik

12
Bukti saat ini menunjukkan bahwa terjadinya inflamasi membran sinovial
penting dalam perkembangan lesi tulang rawan pada OA. Hipotesis perkembangan
patologis OA pada tahap klinis penyakit dapat diringkas sebagai berikut: kerusakan
matriks tulang rawan yang dihasilkan oleh enzim proteolitik menghasilkan
peningkatan jumlah fragmen matriks ke dalam cairan, yang dapat meningkatkan
peradangan sinovial.

Peradangan membran melalui sintesis mediator menciptakan lingkaran


setan dengan lebih banyak tulang rawan yang terdegradasi dan kemudian memicu
lebih banyak peradangan. Sitokin proinflamasi, interleukin-1 dan TNF-α
tampaknya menjadi mediator utama kerusakan sendi. Namun, diklaim, dan
didukung oleh studi pada model hewan, bahwa dalam penyakit ini, IL-1 sangat
penting dalam kerusakan tulang rawan dan dianggap sebagai penggerak utama
sistem enzim. TNF-α, bagaimanapun, mendorong proses inflamasi. Sitokin
proinflamasi, seperti IL-1 dan TNF-α, memiliki pengaruh yang signifikan pada
kondrosit. Sitokin ini mampu (i) meningkatkan sintesis enzim, (ii) menghambat
sintesis inhibitor fisiologis utama enzim ini, dan (iii) menghambat sintesis
konstituen matriks, seperti kolagen dan proteoglikan. Tindakan ini membuat kedua
sitokin ini menjadi target utama untuk pendekatan terapeutik. Dengan demikian,
aksi IL-1 dan TNF-α, pada proses enzim, dikombinasikan dengan penekanan
sintesis matriks, menghasilkan degradasi tulang rawan yang parah dan munculnya
kondisi yang dikenal sebagai karakteristik OA. Memahami unsur-unsur yang
terlibat dalam pengaturan kedua sitokin proinflamasi ini akan memberikan
wawasan yang lebih baik tentang strategi terapeutik. Diketahui bahwa IL-1
disintesis sebagai prekursor tidak aktif dan harus diaktivasi oleh enzim untuk
dilepaskan dalam bentuk aktif. Pada mamalia, hanya satu protease yang termasuk
dalam protease yang bergantung pada sistein, dan dinamai enzim pengubah IL-1
atau ICE atau caspase-1, yang secara spesifik dapat menghasilkan IL-1 yang
matang. Enzim ini terletak di dalam sel. Penelitian baru-baru ini menunjukkan
bahwa ICE diproduksi di kedua membran sinovial dan tulang rawan dengan
peningkatan ekspresi dan sintesis yang nyata dan signifikan pada jaringan OA.
Dengan imunohistokimia, dibuktikan bahwa pada membran sinovial normal, hanya
sedikit sel dari lapisan lapisan yang memiliki pewarnaan ICE positif spesifik.

13
Sebaliknya, membran sinovial OA menghasilkan jumlah ICE yang sangat tinggi.
Demikian pula, enzim ini terdapat pada tulang rawan artikular manusia dan secara
istimewa terletak di tingkat superfisial tulang rawan, yang juga merupakan lokasi
IL-1. Analisis morfologi dari banyak spesimen tulang rawan artikular menunjukkan
peningkatan yang signifikan secara statistik pada tingkat ICE di OA dibandingkan
dengan normal. Sekali lagi, dalam jaringan ini, enzim ini ditempatkan secara
istimewa di zona superfisial.

Seperti diketahui, sitokin memediasi aktivitasnya melalui interaksi dengan


reseptor permukaan sel berafinitas tinggi. Dua jenis reseptor telah diidentifikasi
untuk IL-1 dan TNF-α. Reseptor ini dinamai reseptor IL-1 tipe I dan reseptor IL-1
tipe II untuk IL-1 dan reseptor TNF 55 dan 75, menurut berat molekulnya, untuk
TNF-16. Reseptor terakhir ini berfungsi sebagai pemangkas. Data dari laboratorium
kami telah menunjukkan bahwa jumlah reseptor tipe IIL-1 yang bertanggung jawab
untuk mediatin sinyal meningkat secara signifikan di jaringan OA. Penelitian juga
menunjukkan reseptor 55 TNF bertanggung jawab atas transduksi sinyal TNF pada
fibroblas dan kondrosit sinovial, dan jumlah reseptor TNF 55 ini meningkat secara
signifikan pada OA dibandingkan dengan normal.

2. Inhibitor Fisiologi

Sejauh ini, telah melihat factor-faktor yang berkaitan dengan proses katabolik
yang terjadi di tulang rawan OA atau membran sinovial. Namun, inhibitor alami
atau fisiologis yang mampu secara langsung mengontrak pengikatan sitokin ke sel
atau mengurangi tingkat proinflamasi telah diidentifikasi. Dalam jaringan ini,
mereka dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan cara kerjanya. Kategori
pertama adalah antagonis reseptor, yang mengganggu pengikatan ligan ke
reseptornya dengan bersaing untuk situs pengikatan yang sama. Sampai saat ini,
penghambat semacam itu hanya ditemukan untuk sistem IL-1 dan dinamai
antagonis reseptor IL-1, atau IL-1Ra.

Kategori kedua termasuk bentuk larut dari reseptor sitokin proinflamasi, yang
mengikat sitokin bebas. Ini adalah bentuk reseptor yang terpotong. Untuk IL-1 dan
TNF-, keduanya dinamai menurut klasifikasi reseptornya. Jadi, untuk IL-1, mereka

14
dinamai reseptor IL-1 tipe I dan reseptor terlarut tipe II, dan untuk TNF-, reseptor
yang larut dalam TNF 55 dan 75.

Kategori ketiga mencakup molekul yang mampu mengurangi produksi


sitokin proinflamasi dan / atau aktivitas. Molekul-molekul ini diberi nama sitokin
antiinflamasi dan tiga sitokin tersebut, yaitu IL-4, IL-10, dan IL-13, telah
diidentifikasi. Berikut ini adalah ringkasan tentang bagaimana sitokin proinflamasi,
IL-1 dan TNF-, diatur. Untuk memulainya, sitokin mengikat reseptor spesifik pada
tingkat membran sel untuk memediasi aktivitasnya.

Proses ini dapat diblokir oleh faktor-faktor alami termasuk IL-1Ra untuk
sistem IL-1, yang mengikat secara kompetitif ke reseptor dan memblokir akses IL-
1 ke reseptornya. Kedua, ada reseptor yang dapat larut, yang akan mengikat sitokin
bebas dan, sekali lagi, akan memblokir aktivitasnya. Ketiga, sitokin antiinflamasi
akan menurunkan sintesis IL-1 dan TNF-. Keseimbangan antara proses anabolik
dan katabolik yang digerakkan oleh sitokin menentukan integritas jaringan sendi
artikular. Namun, tidak semua aktivitas katabolik negatif pada kartilago artikular
OA dapat dikaitkan dengan IL-1 atau TNF-. Sitokin lain mungkin juga terlibat,
misalnya, beberapa sitokin proinflamasi, termasuk IL-6, LIF, IL-17, IL-8, dan IL-
18, juga telah terbukti diekspresikan dalam jaringan OA dan oleh karena itu
dianggap potensial. faktor yang berkontribusi dalam patogenesis penyakit ini.

2.8 Diagnosis

Manifestasi klinis OA terdiri dari:7


1. Nyeri sendi
Nyeri merupakan keluhan utama yang sering membawa pasien ke dokter. Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada synovium.
2. Hambatan gerakan sendi
Hambatan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan – pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kekakuan sendi

15
Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah duduk
yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
4. Krepitasi
Sensasi gemeretak (kadang - terdengar) pada sendi yang sakit.
5. Deformitas sendi
Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami
pembesaran.
6. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien OA berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan
dengan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien OA yang umumnya sudah lanjut usia.

Diagnosis OA lutut dapat ditegakkan dengan temuan klinis saja atau dengan
kombinasi temuan klinis dan radiologi. Menurut The European League Against
Rheumatism, diagnosis OA memerlukan tiga gejala dan tiga tanda. Tiga gejala
terdiri dari nyeri persisten, kekakuan sendi di pagi hari, dan menurunnya fungsi
sendi, sedangkan tiga tanda adalah krepitasi, range of motion berkurang, dan
pembesaran tulang. Jika semua tanda dan gejala terpenuhi, kemungkinan
menemukan OA pada radiografi adalah 99%.8
Kriteria diagnosis yang dikembangkan oleh American College of
Rheumatology antara lain:8
3. Klinis: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah
minimal 3 dari berikut ini:
1) Krepitasi pada gerakan sendi aktif,
2) Kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit,
3) Usia >50 tahun,
4) Pembesaran tulang lutut saat pemeriksaan,
5) Nyeri tekan pada lutut saat pemeriksaan, dan
6) Tidak teraba hangat
4. Klinis ditambah radiografi: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah bukti radiografi adanya osteofit pada tepi sendi dan

16
1 gejala berikut ini: krepitasi pada gerakan aktif, kaku di pagi hari dengan
durasi kurang dari 30 menit, dan usia > 50tahun.
5. Klinis ditambah laboratorium: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah minimal 5 hal berikut ini: krepitasi pada gerakan
aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, usia >50 tahun,
nyeri tekan tulang saat pemeriksaan, pembesaran tulang, tidak teraba
hangat, LED <40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, dan cairan sinovial
sesuai tanda OA.

Berdasarkan gambaran radiologi, OA lutut dapat diklasifikasikan dalam lima


grade menurut Kellgren – Lawrence, yaitu:9
1. Grade 0 : tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan reaktif
2. Grade 1 : penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan bentukan
osteofit
3. Grade 2 : osteofit jelas, kemungkinan penyempitan ruang sendi
4. Grade 3 : osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak sklerosis,
kemungkinan deformitas pada ujung tulang
5. Grade 4 : osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis berat,
Nampak deformitas ujung tulang

17
Gambar 2.7. (A) penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan
bentukan osteofit (grade 1), (B) osteofit jelas, kemungkinan penyempitan
ruang sendi (grade 2), (C) Osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas,
nampak sklerosis, kemungkinan deformitas pada ujung tulang (grade 3),
(D) osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis berat, nampak
deformitas ujung tulang (grade 4).
2.9 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan OA adalah untuk mengelola gejala, mengurangi


nyeri dan disabilitas, meningkatkan fungsi sendi dan kestabilan sendi. Pilihan terapi
terdiri dari terapi farmakologi dan non-farmakologi yang dapat dikombinasi. Pada
OA dengan Kellgren – Lawrence grade 1- 3, terapi dapat dilakukan dengan metode
non-farmakologi tanpa pembedahan; pada OA dengan Kellgren – Lawrence grade
4 dapat dilakukan terapi non-farmakologi dengan pembedahan.10

Gambar 2.7 Pedoman (Osteoarthritis Research Society International)


OARSI untuk manajemen non-bedah osteoartritis lutut.12

18
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan edukasi,
pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya hidup, latihan,
dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit.
Setelah beberapa sesi latihan fisik dan penguatan otot, pasien akan dievaluasi skala
nyerinya menggunakan skala WOMAC (Western Ontario and McMaster
Universities Osteoarthritis Index). Jika tidak menunjukkan perbaikan, perlu diberi
obat analgesik. Jika nyeri masih tidak berubah signifikan, perlu beberapa tindakan
seperti injeksi intraartikular, pemberian tramadol, dan valgus brace. Selanjutnya
akan dievaluasi lagi dan perlu dipertimbangkan pemberian opioid lain atau
pembedahan jika tidak ada perubahan signifikan rasa nyeri dan fungsi sendi.8
1. Penatalaksanaan non-farmakologis
Terapi non-farmakologis harus selalu dilakukan sebagai pengobatan lini
pertama untuk OA lutut.
a. Latihan Fisik
Tidak adanya stimulasi mekanis menyebabkan degenerasi tulang rawan
lebih cepat karena pelunakan / penipisan tulang rawan, penurunan kandungan
glikosaminoglikan, gangguan mekanik dan fleksibilitas sendi sehingga
aktivitas fisik ringan hingga sedang memberikan banyak manfaat bagi pasien
OA.5 Latihan fisik dapat berupa latihan aerobik dan bisa dilakukan di air
(water based exercise) dan di darat (land based exercise). Latihan di darat
dapat berupa bersepeda, menaiki tangga dan berjalan. Sedangkan untuk di air
bisa berupa berenang dan berjalan di dalam air. Latihan fisik sering
dikombinasi dengan terapi manual yang terdiri dari mobilisasi aktif dan pasif
sendi, peregangan (stretching), dan masase jaringan lunak. Tujuan terapi
manual adalah mengurangi nyeri, menormalisasi biomekanik sendi dan
jaringan, dan meningkatkan fungsi sendi.1 Rutinitas harus dilakukan tiga kali
seminggu, dan untuk menilai respons, pasien harus menyelesaikan setidaknya
12 sesi.11
b. Penurunan Berat Badan
Manajemen berat badan memainkan peran penting dalam manajemen
gejala, dan telah dicatat bahwa manfaat olahraga diperkuat oleh penurunan
berat badan. Jaringan adiposa sendiri merupakan sumber faktor inflamasi.

19
Sitokin adipokin, IL6, TNF alfa, dan protein C-reaktif meningkat dalam
plasma pasien obesitas dan telah dikaitkan dengan perubahan homeostasis
dan degenerasi kartilago. Selama ambulasi, sendi lutut harus menopang 3-5
kali lipat berat badan, maka perubahan kecil dalam berat dapat berpengaruh
besar pada pasien. Resiko OA berkurang sekitar 10% terhadap penurunan
berat badan per per kilogramnya (proporsi yang sama berlaku untuk arah yang
berlawanan untuk kenaikan berat badan). Dalam "Studi Framingham",
penurunan berat badan sebesar 12 lb menghasilkan pengurangan risiko 50%
untuk OA lutut.11
Mengenai intervensi non-farmakologis lainnya, pasien mungkin
mendapat manfaat dari modalitas termal, tetapi tidak ada cukup bukti untuk
merekomendasikan penggunaan stimulasi saraf listrik transkutan (TENS)
atau ultrasonografi terapeutik.8
2. Penatalaksanaan farmakologis
Sebagian besar pasien OA adalah lansia dan kebanyakan dari mereka akan
memiliki beberapa penyakit penyerta. Oleh karena itu, perhatian khusus harus
diberikan pada kemungkinan interaksi dan efek samping yang dapat disebabkan
oleh pengobatan sistemik pada populasi ini. Secara historis, penghambat
siklooksigenase (NSAID) telah menjadi obat yang paling umum digunakan.
Tetapi mengingat efek samping gastrointestinal, ginjal, jantung, dan hematologi
dari obat-obat ini, penggunaan jangka panjangnya terbatas, sebagai strategi
manajemen medis yang efektif untuk OA sedang sampai berat.11
Baru-baru ini, semakin banyak kesadaran telah meningkat tentang
konsekuensi penggunaan opioid kronis. Studi juga terus memberikan bukti
bahwa opioid tidak lebih unggul dari NSAID untuk meningkatkan nyeri OA atau
skor WOMAC, dan risiko penggunaannya, jelas lebih besar daripada
manfaatnya.11
Jika pasien refrakter terhadap pengobatan lain dan penggunaan opioid
dipertimbangkan, Tramadol, penghambat reuptake serotonin dan norepinefrin
dengan sifat agonis reseptor opioid μ lemah, telah menunjukkan beberapa
manfaat dalam pengobatan OA berat dan sedang. Obat ini, dibandingkan dengan

20
opioid lain, memiliki risiko penyalahgunaan dan depresi pernapasan yang sedikit
lebih rendah.
Duloxetine adalah penghambat reuptake serotonin dan norepinefrin yang
disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS untuk pengobatan
neuropati perifer diabetik dan fibromyalgia. Penelitian terbaru mengungkapkan
bahwa bila digunakan selama lebih dari 10 minggu, obat ini lebih baik daripada
plasebo yang mengendalikan nyeri dan meningkatkan fungsi pada pasien OA.11

a. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)


Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) bertindak dengan menghambat
biosintesis prostaglandin yang terbentuk saat proses radang. Biosintesis
prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-I
(COX-1) dan siklooksigenase-II (COX-II). Dosis terapeutik NSAIDS
mengurangi biosintesis prostaglandin dengan cara menghambat kerja enzim
siklooksigenase. Terapi NSAID terdiri dari penghambat COX nonspesifik
dan penghambat COX-II spesifik.13

Tabel 2.1 Ringkasan NSAID yang digunakan untuk OA lutut.7

Terdapat data berkualitas tinggi yang mendukung penggunaan NSAID


di OA.. Namun, mungkin ada efek samping yang berkaitan dengan sistem
gastrointestinal, ginjal, dan kardiovaskular untuk dipertimbangkan dalam
terapi OA sehingga pemberiannya dapat bersamaan dengan obat-obat
golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Literatur mendukung penggunaan
Paracetamol dalam OA (level A), tetapi NSAID lebih efektif daripada
Paracetamol dalam meredakan nyeri.13
b. Opiat
Opiat adalah obat yang diturunkan dari opium, dan termasuk produk
alami morfin, kodein, dan banyak turunan semi sintetis. Efek analgesik

21
opioid dari kemampuannya untuk secara langsung menghambat transmisi
nosiseptif.. Namun, penggunaannya terbatas dalam jangka panjang, dan hal
ini dikaitkan dengan efek samping yang sering dan terkadang parah.
Pemberian analgesik opioid harian yang berulang pada akhirnya akan
menghasilkan toleransi dan dapat menimbulkan ketergantungan fisik. Jika
nyeri disebabkan oleh kondisi kronis seperti OA, pemberian selain obat
opioid harus digunakan untuk menghilangkan nyeri jika efisien dan
tersedia.13
c. Analgesik oral non-opioid lainnya
Acetaminophen (Paracetamol) adalah metabolit aktif dari Phenacetin;
Obat ini efektif dalam meredakan nyeri di antara pasien dengan osteoartritis
radang tetapi kurang efisien dibandingkan NSAIDS dalam pengobatan
artritis inflamasi.
Kombinasi OAINS dengan opiat- parasetamol terbukti efektif jika
terapi tunggal OAINS tidak berhasil. Jika pasien menunjukkan respons
positif, terapi kombinasi opiat – parasetamol dan OAINS dapat digunakan
untuk mempertahankan kondisi tanpa nyeri.8
d. Pengobatan topical
Kemanjuran pengobatan topical dalam meredakan nyeri telah
dievaluasi. Hasel dkk. dalam studinya membandingkan gel homeopati
versus gel Piroxicam dalam pengobatan artritis dan menemukan bahwa gel
homeopati sama efektifnya dengan Piroxicamgel, dan keduanya dapat
digunakan untuk pengelolaan OA jangka pendek. Bruhlmann dkk.
melaporkan bahwa patch Diklofenak hydroxyl ethyl pyrrolidine (DHEP)
menjadi pengobatan yang efisien dan aman untuk pasien yang menderita
OA lutut bergejala.13
e. Manajemen intervensi
Perawatan lokal dianggap dapat memiliki efek samping sistemik yang
lebih sedikit dan memasukkan obat ke dalam sendi akan memiliki efek yang
lebih langsung. Suntikan intraartikular direkomendasikan dalam situasi di
mana pasien tidak menanggapi analgesik yang lebih sederhana.
a) Intraartikular kortikosteroid

22
Kortikoid (CS), menimbulkan efek imunosupresif dan
antiinflamasi dengan bertindak langsung pada reseptor nuklir,
mengganggu kaskade inflamasi. Kortikoid menurunkan aksi dan
produksi IL-1, leukotrien, prostaglandin, dan metalloproteinase10
Saat ini, kortikosteroid ImmediateRelease (IR) yang disetujui
FDA untuk penggunaan IA adalah: Methylprednisolone Acetate
(MA), Triamcinolone Acetate (TA), Triamcinolone Hexacetonide
(TH), Betamethasone Acetate (BA), Betamethasone Sodium
Phosphate (BSP), dan Dexamethasone.11
Beberapa teknik injeksi lutut IA yaitu, anterolateral dan
anteromedial (dilakukan dengan lutut tertekuk 60-90 derajat), serta
pendekatan mid-lateral dan superolateral (dilakukan dengan lutut
diperpanjang). Penggunaan panduan ultrasound dengan pendekatan
superolateral memberikan kesempatan yang lebih baik untuk
menyuntikkan CS di dalam sendi lutut secara akurat. Rata-rata
menggunakan ultrasound memberikan akurasi 96,7%, vs 81% dengan
landmark.
Penggunaan kortikosteroid berulang kali dapat memfasilitasi
atrofi jaringan, kerusakan sendi, atau degenerasi tulang rawan. Steroid
oral tidak dianjurkan untuk pengobatan OA karena manfaatnya yang
sederhana dan tingkat efek samping yang tinggi.13
b) Triamcinolone asetonida realease extend
Dalam upaya untuk memperpanjang manfaat penghilang rasa
sakit, dan juga untuk mengurangi efek samping, menghindari
konsentrasi plasma puncak tinggi yang terlihat dengan penggunaan
IR, molekul yang disebut FX006 dikembangkan dan disetujui oleh
FDA pada akhir 2017.
Studi multicenter fase 2 menunjukkan efek analgesik ditemukan
secara signifikan lebih unggul pada 5-10 minggu. Penyelidikan
menunjukkan, selama 24 minggu bahwa nyeri harian rata-rata
meningkat secara signifikan dengan konsentrasi 32 mg untuk 11-13

23
pertama. Penelitian lebih lanjut masih harus diperlukan dalam
pengembangan pemakaian FX006 dalam OA.11

Terapi intervensi non-kortikoid


a) Viskosuplementasi dengan asam hialuronat

Asam hialuronat (HA), adalah glikosaminoglikan alami yang


disintesis oleh sel sinovial tipe B, kondrosit, dan fibroblas dan
disekresikan ke dalam cairan sinovial. Pada lutut osteoartritik
konsentrasi dan berat molekul HA menurun drastis, dan itulah mengapa
viskosuplementasi HA diusulkan untuk melengkapi sambungan dalam
upaya untuk memulihkan manfaat HA.
Dalam penggunaannya, AAOS tidak merekomendasikan
penggunaannya, theACR tidak memiliki rekomendasi tentang itu,
OARSI memiliki "rekomendasi yang tidak pasti", dan konsensus Eropa
baru-baru ini menyatakan bahwa HA dapat ditoleransi dengan baik dan
efektif untuk OA tingkat rendah dan sedang. Terakhir, perawatan ini
mungkin lebih efektif pada pasien dengan tingkat nyeri lutut yang lebih
tinggi, lebih muda dan dengan skor KL yang lebih rendah.11
b) Injeksi regeneratif
Bertujuan untuk menghentikan dan mengembalikan degenerasi yang
terkait dengan OA, injeksi IA tsb terdiri dari autologous conditioned
serum (ACS), platelet rich plasma (PRP), dan mesenchymal stem cell
(MSC). Metode ini menjanjikan dan beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa metode ini aman, dapat ditoleransi dengan baik dan,
dalam beberapa kasus, lebih unggul dari plasebo IA dan HA dalam hal
pereda nyeri dan fungsi lutut. Pemilihan injeksi ini masih merupakan
bidang yang berkembang dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk
menentukan dan menstandarisasi metode pengambilan, penyimpanan,
dan persiapan yang optimal dari produk ini.11

3. Pembedahan
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:3

24
1) Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi
sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke
dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.)
2) Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus
gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:3
a) Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan
rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi
konvensional).
b) Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
c) Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan
tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul
gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d) Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat)
e) Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,
distal patella realignment, lateral release.
f) Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya
kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan
tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or
osteotomy/realignment osteotomies.
g) Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada
pasien dengan:
i. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
ii. Kekakuan sendi yang berat
iii. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
Berbagai macam pemilihan terapi bedah yang dapat dilakukan adalah:
1. Artoskopi

25
Teknik artroskopi meliputi lavage dan debridemen lutut (misalnya,
mencukur tulang rawan yang kasar atau menghaluskan meniskus yang
mengalami degenerasi). Secara teori, artroskopi untuk OA bertujuan
meredakan gejala dengan membuang puing-puing dan sitokin inflamasi yang
menyebabkan synovitis. Debridemen dapat menghilangkan fragmen meniscal
yang robek dan flap tulang rawan yang lepas. Meskipun banyak digunakan,
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa teknik ini memiliki manfaat yang
signifikan.14
Namun, dua ulasan Cochrane baru-baru menyimpulkan bahwa prosedur
tersebut tidak memiliki manfaat untuk OA yang timbul dari penyebab mekanis
atau inflamasi. Berdasarkan bukti yang tersedia, lavage artroskopi tampaknya
hanya memberikan manfaat jangka pendek untuk pasien tertentu dengan OA
dan dengan gambaran radiografi ringan.
2. Cartilage Repair Techniques.
a. Bone Marrow Stimulating Thecniques
Penetrasi lamina subkondral telah terbukti meningkatkan jaringan
perbaikan tulang rawan; sel induk majemuk yang berpotensi timbul dari
sumsum tulang subkondral dapat mendorong kondrogenesis di daerah cacat.
Dengan menggunakan penusuk, lubang yang menembus 2–4 mm ke dalam
lamina subkondral dibuat pada jarak 3-4 mm dari satu sama lain. Ini relatif
sederhana dan dapat dilakukan secara artroskopi. Kerugian dari teknik ini
termasuk jaringan perbaikan hialin yang terbatas, volume tulang rawan
perbaikan variabel, dan kemungkinan kerusakan fungsional.14
b. Osteochondral Transplantation Techniques
Rekonstruksi permukaan tulang rawan atau defek osteocartilaginous
dapat dilakukan dengan transplantasi cangkok osteochondral. Graft bisa
autologous atau allogenic. Transfer autologus disebut "mosaicplasty" atau
sistem transfer autologous osteochondral (OATS). Hal ini dilakukan dengan
mengambil satu atau beberapa "sumbat" silinder dari pinggiran kondilus
femoralis pada tingkat sendi patellofemoral, dan sumbat dipindahkan ke
bagian yang cacat dengan alat pemotongan khusus. Keuntungan dari teknik
ini adalah penggunaan cangkok tulang-tulang rawan yang terdiri dari tulang

26
rawan hialin, juga menggantikan tulang di bawahnya yang sering terkena.
Integrasi kecil, ketersediaan cangkok yang terbatas dan kesulitan teknis
merupakan kelemahan dari prosedur ini.14

Gambar 3: skema implantasi tulang rawan autologous (ACI).


Prosedur ini terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) pengambilan
tulang rawan yang umumnya dilakukan selama operasi artroskopi,
(2) kultur sel dengan perluasan sel dalam lapisan tunggal, dan (3)
penanaman kembali sel dengan menyuntikkannya di bawah
membran kolagen yang telah dijahit.
c. Autologous Chondrocyte Implantation (ACI)
Kondrosit dipanen dalam prosedur pertama dimana tulang rawan kecil
diambil secara atroskopi. Tulang rawan kemudian diberi makan dan
ditunggu selama 3-4 minggu dalam kultur lapisan tunggal sebelum
implantasi. Saat ini, membrane periost digantikan dengan membrane
kolagen dan kultur sel dapat meningkat dengan pengaplikasian growth
factors atau dengan mengkultur sel di scaffold tiga dimensi yang dapat
langsung ditanamkan. Kerugian dari teknik ini adalah prosedur dua tahap
dan biaya kultur sel.
Cartilage repair eksklusif tidak akan berhasil jika mal alignment aksial,
ketidakstabilan ligamen, atau mal tracking patela adalah penyebab yang
mendasari atau berhubungan dengan lesi tulang rawan.

27
d. Osteotomi
Osteotomi menjadi pilihan pengobatan standar untuk OA lutut
unicompartmental. Osteotomi di sekitar lutut mengubah sumbu beban beban
tubuh pada ekstremitas bawah. Tujuannya adalah untuk membongkar
kompartemen yang rusak dan untuk mentransfer beban berat dari area yang
terkena dengan sedikit koreksi berlebihan ke dalam sumbu valgus atau varus
untuk mengurangi nyeri, memperlambat proses degeneratif, dan menunda
penggantian sendi. Osteotomi di sekitar lutut adalah prosedur yang efektif
pada pasien muda dan aktif dengan OA dini dari satu kompartemen dengan
varus terkait atau sumbu valgus.
e. Artroplasti
a) Unicompartmental Knee Arthroplasty (UKA)
UKA diindikasikan dalam kasus di mana OA hanya melibatkan
satu dari tiga kompartemen lutut: kompartemen tibiofemoral medial,
tibiofemoral lateral atau patellofemoral. UKA yang paling umum
menggantikan permukaan kontak dari kompartemen tibiofemoral medial
dengan dua perangkat prostetik logam dan memasukkan tatahan
polietilen di antara keduanya (Gambar 4).

UKA biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda dengan


penyakit yang tidak terlalu parah, yang memiliki fungsi akhir yang
lebih baik, tetapi hal ini membuat persendiannya lebih rusak dengan
cepat.9

b) Total Knee Arthroplasty (TKA)

28
Pada OA lutut lanjut, dengan lebih dari satu kompartemen yang
terlibat dan kegagalan perawatan konservatif, TKA telah terbukti
menjadi perawatan yang sangat efektif yang menghasilkan peningkatan
substansial dalam fungsi pasien dan kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan. Teknik ini menjadi prosedur lini pertama untuk OA
lutut stadium akhir. Hasil jangka panjang TKA telah didokumentasikan
dengan baik dengan tingkat kelangsungan hidup hingga 98% pada 15
tahun. Komplikasi utama adalah masalah femoropatellar, pelonggaran
komponen, infeksi dan kekakuan pada lutut.14
Dimotivasi oleh hasil yang terkadang tidak memuaskan, telah
dilakukan upaya selama beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan
hasil penggantian lutut total. Strategi ini termasuk Minimal Invasive
Surgery (MIS), kontrol intraoperatif dengan operasi navigasi komputer
(CAS) atau instrumentasi yang lebih baik, perbaikan dalam desain
biomekanik dan anatomi implan, dan perbaikan dalam fiksasi implan.14

29
BAB III
KESIMPULAN

1) Osteoartritis merupakan kelainan sendi yang sering dijumpai, dan paling banyak
menyerang sendi lutut.

2) Berbagai faktor risiko OA lutut di antaranya faktor usia, jenis kelamin, obesitas,
genetik, aktivitas yang mempengaruhi sendi lutut, kelemahan otot-otot sekitar
sendi lutut, dan keselarasan lutut.

3) Penegakan diagnosis dilakukan secara klinis, radiologi, serta bantuan


laboratorium.

4) Tatalaksana meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat J. Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong. Ed 4. Jakarta : EGC. 2017


2. Apley AG, Solomon L. System of Orthopaedics and Trauma. Ed 10. London
: CRC Press. 2018
3. Indonesian Rheumatology Association. Diagnosis Dan Penatalaksanaan
Osteoartritis.; 2014.
4. Eroschenko VP. Atlas Histologi di Fiore. Ed 12. Jakarta : EGC. 2015.
5. Mobasheri A, Batt M. An update on the pathophysiology of osteoarthritis.
Ann Phys Rehabil Med. 2016;59(5-6):333-339.
doi:10.1016/j.rehab.2016.07.004
6. Chow YY, Chin K-Y. The Role of Inflammation in the Pathogenesis of
Osteoarthritis. Mediators Inflamm. 2020;2020:1-19.
doi:10.1155/2020/8293921
7. Misnadiarly. Osteoartritis : Penyakit Sendi pada Orang Dewasa dan Anak.
Jakarta:Pustaka Populer Obor;2010.
8. Wijaya S. Osteoartritis Lutut. Cdk. 2018;45(6):424-429.
9. Hayashi D, Roemer FW, Guermazi A. Imaging for osteoarthritis. Ann Phys
Rehabil Med. 2016 Jun;59(3):161-169.
10. Lespasio MJ, Piuzzi NS, Husni ME, Muschler GF, Guarino AJ, Mont MA,
et al. Knee osteoarthritis: A primer. Perm J. 2017;21:16-183.
11. Mora JC, Przkora R, Cruz-Almeida Y. Knee osteoarthritis: Pathophysiology
and current treatment modalities. J Pain Res. 2018;11:2189-2196.
doi:10.2147/JPR.S154002
12. McAlindon TE, Bannuru RR, Sullivan MC, et al. OARSI guidelines for the
non-surgical management of knee osteoarthritis. Osteoarthr Cartil.
2014;22(3):363-388. doi:10.1016/j.joca.2014.01.003
13. Vaishya R, Pariyo GB, Agarwal AK, Vijay V. Non-operative management
of osteoarthritis of the knee joint. J Clin Orthop Trauma. 2016;7(3):170-
176. doi:10.1016/j.jcot.2016.05.005
14. Rönn K, Reischl N, Gautier E, Jacobi M. Current Surgical Treatment of
Knee Osteoarthritis. Arthritis. 2011;2011(May 2014):1-9.
doi:10.1155/2011/454873

31

Anda mungkin juga menyukai