KOLESTASIS EKSTRAHEPATIK
Oleh :
Widia Febrina
1940312148
Preseptor :
dr. Iskandar Syarif Sp.A(K)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Case Report Session yang berjudul “ Kolestasis Ekstrahepatik “ ini
dapat diselesaikan. Makalah ini dibentuk untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Kolestasis Ekstrahepatik, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Iskandar Syarif Sp.A(K) sebagai preseptor
dan residen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran,
perbaikan dan bimbingan. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang Kolestasis Ekstrahepatik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering menjadi
penyebab bayi cukup bulan dirawat kembali dalam minggu pertama, yaitu berjumlah sekitar
85% bayi cukup bulan. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi berwarna kuning yang timbul
akibat akumulasi pigmen bilirubin. Kuning akan tampak pada sklera dan kulit. Pada masa
transisi setelah lahir, hepar belum dapat berfungsi secara optimal, sehingga proses
bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Hal ini umumnya normal, namun dapat juga
mengancam jiwa.1 Secara umum, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2
mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak berjumlah 7 – 14
mg/dL dan penurunan terjadi lebih lambat dari bayi cukup bulan yang mendapat susu formula
yaitu kadar puncak 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan menurut cepat dalam 2 – 3
Ikterus secara klinis akan tampak pada bayi baru lahir jika kadar bilirubin darah
berjumlah 5 – 7 mg/dL. Namun, ikterus tidak timbul segera setelah lahir karena kemampuan
plasenta untuk membersihkan bilirubin dari sirkulasi janin, sehingga ikterus dalam keadaan
lebih dari 14 hari pada bayi cukup bulan. Secara etiologi, penting untuk dibedakan apakah
terkonjugasi (direk). Hiperbilirubinemia terkonjugasi atau disebut juga ikterik kolestasis tidak
pernah merupakan kejadian fisiologis.3 Ikterik kolestasis terjadi pada 1 diantara 2500 bayi
lahir hidup dan harus dicurigai pada semua bayi ikterik dengan keadaan feses yang pucat dan
urin yang berwarna gelap. Untuk menegakkan diagnosis dini kolestasis, bayi yang tetap
kuning setelah berumur 2 hingga 3 minggu harus segera dilakukan pemeriksaan kadar
bilirubin.3
kolestasis ekstrahepatik.
Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis pasien,
tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel
ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa dan sklera akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pada neonatus, kuning tampak jika kadar bilirubin
> 5 mg/dL2. Ikterus non fisiologis adalah ikterus yang disertai keadaan seperti berikut1,
Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, takipnea atau suhu yang tidak
stabil)
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi yang cukup bulan atau setelah 14 hari pada
Salah satu penyebab ikterus non fisiologis adalah kolestasis neonatal. Kolestasis
neonatal didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu dan bahan bahan yang harus
dieksresikan oleh hati sehingga menyebabkan peningkatan kadar bilirubin konjugasi serum
yang memanjang lebih dari 14 hari pertama kehidupan. Kolestasis neonatal dapat dibagi
2.2 Epidemiologi
Ikterik kolestasis terjadi pada 1 dari 2500 bayi lahir hidup. Pada banyak keadaan yang
menyebabkan terjadinya kolestasis neonatal, penyebab tersering adalah atresia biliaris (25%-
2.3 Etiologi
Kolestasis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit genetik,
fungsional dari fungsi eksresi hepar dan eksresi empedu. Lesi mekanik meliputi striktur
atau obstruksi dari duktus bilaris komunis. Atresia biliaris adalah salah satu contoh
abnormalitas obstruktif. Kerusakan fungsional dari sekresi empedu dapat terjadi akibat
dari defek kongenital atau kerusakan sel hati atau kerusakan aparatus sektretoris bilier.4
oleh virus.7
Atresia Bilier adalah obliterasi dari duktus hepatikum atau duktus biliaris komunis
pada sebuah titik dari porta hepatikum hingga duodenum dengan kerusakan duktus bilier
hepatikum yang masih berlangsung. Etiologi dari atresia bilier belum diketahui, namun
diduga karena alterasi dari remodelling lempeng duktus pada trimester pertama janin,
dapat berkaitan dengan infeksi virus, mekanisme imunologis atau alterasi dari sistem
vaskular.7
Pasien dengan atresia bilier biasanya datang dengan keluhan kuning pada minggu
infeksi cytomegalovirus (CMV) yang dapat ditularkan dari ibu sebelum, saat dan sesudah
kehamilan. Transmisi virus dapat muncul saat infeksi primer pada kehamilan ataupun
berkaitan dengan reaktivasi saat kehamilan. Berbeda dengan orang dewasa, duktus biliaris
2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang
sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,
katalase dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak efektif di
sumsum tulang.
Bilirubin terbentuk dari degradasi zat yang mengandung heme. Pembentukan bilirubin
terbentuk tetrapirol rantai lurus (biliverdin). Enzim yang terlibat adalah mikrosomal
heme-oksigenase, yang terdiri dari dua bentuk utama. Bentuk pertama terdapat di
karbon monoksida yang berfungsi sebagai neurotransmiter. Besi yang dilepas tadi bisa
kembali digunakan oleh tubuh. Hasil akhir tetrapirol rantai lurus adalah biliverdin
Ixα.2
Pada bayi matur yang sehat, rata rata menghasilkan bilirubin sebanyak 6 – 8 mg/kgbb/
mg/kgbb/hari. Hal ini disebabkan oleh jumlah eritrosit bayi yang lebih banyak, serta
umur eritrosit yang lebih pendek yaitu 90 hari, dibanding 120 hari untuk umur
Bilirubin tidak larut dalam air sehingga untuk transportasi bilirubin harus mengalami
pada bayi yaitu 3 – 3,5 gr/dL. 1 molekul albumin akan mengikat 1 bilirubin. Pada bayi,
afinitas albumin lebih berkurang dibandingkan pada orang dewasa sehingga bilirubin
Bilirubin yang terikat albumin dengan mudah mengalir dari plasma ke dalam space of
dari albumin yang mengikatnya dan memasuki hepatosit melalui membran reseptor
karier sehingga lebih mudah memasuki hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin terikat
glutation S-Transferase (GST) yang dikenal sebagai ligandin atau protein Y. GST
merupakan kelompok protein yang mempunyai fungsi baik sebagai enzim, maupun
2.4.1.3 Konjugasi
konjugasinya dalah ester dengan atau tanpa rantai samping asam propionat pada
cincin B dan C pirol bilirubin. Enzim yang bertanggung jawab untuk esterifikasi ini
terjadi karena2
terjadinya metabolisme lebih lanjut. Pada orang dewasa, flora normal akan
sejumlah besar ikatan tak jenuh di dalam bilirubin, maka ada banyak bentuk reduksi-
oksidasi dari ikatan-ikatan ini. Keluarga besar reduksi oksidasi ini dikenal sebagai
enterohepatik. Pada neonatus hanya terdapat sedikit flora intestinal, sehingga lebih
Pada sebagian besar anak dengan penyakit kolestasis didapatkan gejala klinis ikterik,
buang air besar berwarna pucat, urin berwarna pekat dan hepatomegali. Pada atresia bilier,
bayi mungkin tidak mengalami ikterik dari lahir namun perlahan menjadi ikterik dalam
minggu pertama kehidupan. Menurut Japanese Billiary Atresia Registry, 40% bayi telah
mengeluarkan mekonium saat lahir dan buang air besar berwarna kuning tampak
setelahnya, pada 60% kasus. Meskipun pada bayi dengan obstruksi bilier komplit, feses
akholik terlihat lebih pucat disebabkan karena sekresi enterik dan sekresi mukosa dari
pigmen bilirubin.8
Selama patologi berlanjut, fibrosis bilier akan berkembang menjadi sirosis dan bayi
akan mengalami splenomegali dan asites sekunder akibat hipertensi portal. Peningkatan
empedu menyebabkan kurangnya absorbsi nutrisi dan vitamin larut lemak yaitu Vitamin A,
rabun senja. Defisiensi vitamin D akan mengakibatkan osteopenia atau riketsia. Vitamin E
yang berkurang akan berlanjut pada hiporefleksia, ataksia serebri dan neuropati perifer.
karena gagal hati yang mengindikasikan kelainan metabolik hepar yang berat atau telah
Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada bayi dengan kolestasis adalah iktrerik
yang bertahan lebih dari normal, sklera ikterik, feses akholik, urin kuning pekat dan
Pasien dengan kolestasis berat dapat menderita pruritus atau menunjukkan gejala
ensefalopati hepatikum. Namun hal ini sulit dibedakan karena gejalanya kurang spesifik
yaitu gangguan tidur dan susah makan yang overlapping dengan gejala sepsis yang
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pada bayi yang datang dengan keluhan ikterik yang memanjang melebihi normal
perlu ditanyakan riwayat prenatal dan kehidupan bayi meliputi skrining neonatal dan
air besar karena keterlambatan pasase mekonium dapat terjadi pada pasien dengan
fibrosis kistik.10
atau tidak, sebab pada bayi dengan gejala klinis kuning setelah 14 hari dapat juga
kadar bilirubin total dan bilirubin direk. Bayi dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin
direk lebih dari 20% kadar bilirubin total dan kadar bilirubin indirek lebih dari 1 gr/dL.12
Pemeriksaan feses bayi dalam 3 periode penting untuk melihat warna feses. Dokter
dapat meminta orangtua bayi untuk mengumpulkan feses bayi selama sehari dalam 3
periode masing – masing 8 jam. Feses yang berasal dari 3 waktu yang berbeda disebut
tinja 3 porsi. Pada pasien dengan atresia bilier hasil pengumpulan tinja 3 porsi pada
Kadar bilirubin direk serum pada saat bayi datang pada umumnya berkisar 3 – 12
mg/dL, aminotransferase abnormal dan kadar ALT (SGOT) dan AST (SGPT) berkisar
83,3% dan spesifisitas 70,6% untuk diagnosis atresia bilier. Apabila mempertimbangkan
usia, pada usia <4 minggu, nilai batas 150 U/L memiliki sensitivitas 91,7% dan spesifisitas
88% untuk atresia bilier. Kadar kolesterol umumnya meningkat pada atresia bilier tetapi
trigliserida normal. Kadar albumin dan waktu protrombin pada umumnya masih normal
Pemeriksaan ultrasonografi hati pada saat puasa (lebih baik bayi dipuasakan 12 jam
jika dicurigai atresia bilier, tetapi bayi perlu mendapatkan cairan intravena) pada atresia
bilier akan menunjukkan gambaran kandung empedu yang kecil atau tidak terlihat. Pada
saat diberi minum, pada ultrasonografi tidak tampak kontraksi kandung empedu (ukuran
kandung empedu sama dengan saat puasa), Selain itu hilus hati tampak gambaran
Sindrom klinik yang timbul akibat hambatan sekresi dan/atau aliran empedu yang
terjadi di dalam hati. Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan.13
15 hari. Namun, akurasi metode ini masih rendah. Feses berwarna seperti dempul
Biopsi hati merupakan modalitas paling akurat untuk membedakan kedua penyakit
ini. 14
2. Sindrom Allagile
terjadi 1 dari 30.000 kelahiran hidup. Kriteria diagnosis sindrom Allagile meliputi
ductopenia pada biopsi hepar, wajah Allagile (dahi lebar, dagu kecil), kelainan
2.8 Tatalaksana
operasi pertama untuk pasien kolestasis ekstrahepatik et causa atresia bilier. Pada prosedur
kasai, duktus bilier ekstrahepatik dipotong dan dibuang, identifikasi dan pemeliharaan
duktulus bilier mikroskopis pada porta hepatikum akan memberikan drainase bilier
hepatikum. Faktor terpenting yang mempengaruhi prognosis dari prosedur Kasai adalah
umur pasien. Drainase empedu inisial dicapai 80% pada bayi berumur kurang dari 8
minggu saat dioperasi, namun hanya tercapai 20% jika operasi ditunda hingga umur bayi
dengan trigliserida rantai panjang (LCT) karena MCT lebih larut air dan
memastikan dosis yang tepat. Dosis vitamin yaitu A sebanyak 5000 – 25000
7x/minggu.13 Bayi bisa saja memerlukan suplemen kalsium, fosfat dan zink.11
gr/kgbb/hari. 13
Jika terdapat asites dan gagal hati, diet rendah garam (1 hingga 2
Terapi Farmakologi
1. Asam Ursodeoxycholic
2.9 Komplikasi
Hepatoit adalah sel utama yang bertanggung jawab untuk sintesis dan transportasi
asam empedu. Hepatosit menjadi rusak bila terjadi retensi asam empedu. Asam empedu
bila tertahan dalam hepatosit mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi dan fungsi
membran, gangguan organel subseluler dan perubahan luas pada jalur pensinyalan sel dan
ekspresi gen. Retensi asam empedu yang lama di dalam hati mengakibatkan aktivasi sel
Kuffer dan sel stelata yang meningkatkan ekspresi sitokin dan perkembangan fibrosis.
mengurangi impor dan sintesis sinusoidal serta meningkatkan aktivitas kanalikuli pada
hati.15
2.10 Prognosis
5-year survival rates paska prosedur Kasai adalah 30% hingga 60%, dengan adanya
bukti penyakit hepar yang masih berlangsung dalam proporsi yang besar. Pembentukan
kembali aliran empedu bukan berarti sembuh. Keuntungan prosedur Kasai adalah
pengurangan oklusi duktus bilier ekstrahepatikum yang merupakan hasil dari komponen
bervariasi paska operasi. Lebih dari setengah pasien dengan operasi yang sukses memiliki
fungsi hati yang kurang sempurna. Banyak pasien akan tetap memiliki kolestasis dan
menderita sirosis bilier sekunder, hipertensi portal dan keterlambatan pertumbuhan dan
transplantasi hepar. Rasio Jaundice-free long-term bervariasi dari 25% hingga 37%.11
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : ANT
No MR : 01.08.57.88
Anamnesis
Keluhan Utama
Demam hilang timbul sejak 1 minggu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat,
BAB terkadang berwarna coklat, terkadang berwarna dempul sejak 2 bulan ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Anak kuning sejak lahir dan merintih saat lahir serta memakai alat bantu nafas CPAP,
Riwayat Persalinan
Panjang Lahir : 43 cm
Kesan : Riwayat persalinan SC, kurang bulan, dan bayi merintih saat lahir
Bayi
o Asi : 0 bulan
BCG - -
DPT 1 -
2 - ---
3 -
Polio 1 -
2 - ---
3 -
Hepatitis B 1 -
2 - ---
3 -
Haemofilus influenza B
-
1
- ---
2
-
3
Campak - -
Kesan : Imunisasi dasar menurut usia tidak lengkap (belum ada imunisasi sejak lahir)
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembangan
Duduk - Mengompol -
Berdiri - Apatik -
Lari - Membangkang -
Prestasi di sekolah -
Ayah Ibu
Nama Tn N Ny. YR
Diderita
Umum
Kesadaran : Sadar
Suhu : 37,1°C
Ikterus : Ada
Anemia Ada
Panjang badan : 64 cm
BB/U : -2 SD s/d + 2 SD
PB/U : -3 SD s/d - 2 SD
BB/TB : -2 SD s/d + 2 SD
Toraks
o Paru
Perkusi : sonor
o Jantung
Abdomen
Palpasi : lingkar perut 48 cm, hepar dan lien sukar dinilai, hernia umbilikalis
Genitalia : A1M1P1
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (16/4/2021)
Hemostastasis (22/1/2021)
, alkali posfatase meningkat, SGOT dan SGPT meningkat, kalsium total menurun, natrium
menurun
Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna : kuning
Kekeruhan : positif
BJ : 1.015
pH : 5.0
Mikroskopis
Leukosit : 5-6/LPB
Eritrosit : 3-4/LPB
Silinder : Negatif
Kristal : Negatif
Epitel : Positif
Kimia
Glukosa : Negatif
Urobilinogen : Positif
Daftar Masalah
Kolestasis
Anemia
Asites
Hipokalsemi
Diagnosis kerja dan diagnosis banding
besi
Penatalaksanaan
Injeksi Vit K 1 x 5 mg IV
Urdafalk 3x50 mg
Vit A 1 x 5000 IU
Vit D 1 x 800 IU
Vit E 1 x 200 IU
Vit K 1 x 2,5 mg IV
Rencana Pemeriksaan
Feses 3 porsi
Feses rutin
Penelusuran TORCH
Score Tohoku
Serum TORCH ibu pasien
Hasil biopsi hepar
Follow Up
Subjektif Anak masih nampak kuning, demam tidak ada, sesak tidak ada, batuk
tidak ada, kejang tidak ada BAB kuning kecoklatan, BAK kuning,
Objektif KU Kesadaran TD HR RR T
sedang
Subjektif Anak masih nampak kuning, muntah 1 kali dengan volume lebih dari
50 cc, mual ada, demam tidak ada, sesak tidak ada, batuk tidak ada,
kejang tidak ada BAB kuning kecoklatan, BAK kuning, intake masuk
toleransi baik
Objektif KU Kesadaran TD HR RR T
sedang
Subjektif Anak masih nampak kuning, muntah 1 kali dengan volume 100 cc,
mual ada, demam ada, sesak tidak ada, batuk tidak ada, kejang tidak
baik
Objektif KU Kesadaran TD HR RR T
sedang
DISKUSI
Seorang bayi perempuan, ATN, berusia 8 bulan 9 hari dibawa oleh keluarga ke RSUP dr.
M. Djamil dengan keluhan utama tampak semakin kuning sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Anak kuning sejak lahir, bertambah kuning sejak 2 bulan ini. Demam hilang
timbul sejak 1 minggu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak ada kejanng
Perut semakin membesar sejak 2 bulan ini. Tidak ada batuk dan pilek. BAK berwarna teh
sejak 2 bulan ini dengan frekuensi biasa. BAB terkadang berwarna coklat, terkadang
Kuning pada neonatus, normal timbul saat usia 3 hari dan bertahan setelah 8 hari pada
bayi cukup bulan.1 Pada pasien, kuning sudah terlihat sejak lahir sehingga termasuk kedalam
ikterus non fisiologis. Pada bayi yang memiliki ikterus non fisiologis harus dibedakan
(bilirubin indirek) dan bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk).3 Peningkatan bilirubin direk,
disertai dengan BAB pucat seperti dempul dan BAK berwarna kuning pekat, merupakan
Pada pasien terdapat demam, dan ada ditemukan tanda – tanda infeksi sistemik seperti
leukositosis, selain itu hasil dari pemeriksaan serum pada ibu didapatkan Citomegallo Virus
IgG reaktif. Sehingga selain dicurigai kolestasis ekstrahepatal, pasien juga dicurigai
infeksi. Pada umumnya bayi dengan atresia bilier lahir cukup bulan, berat badan normal
(dimana pada bayi dengan kolestasis intrahepatik lebih sering lahir dengan berat lahir
rendah), bertumbuh baik dan tampak sehat pada beberapa bulan pertama kehidupan. Pada
keadaan lanjut dapat ditemukan asites dimana ditemukan pada pasien, sehingga diagnosis
kerja pada pasien ini adalah kolestasis ekstrahepatal et causa suspek atresia bilier dengan
Pada pasien diberikan Transfusi PRC 50 cc, 75cc, Transfusi FFP 3x75 cc, Injeksi Vit
Vit K 1 x 2,5 mg IV, kalk 3x 100 mg. Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu
hidrofilik yang terdapat dalam jumlah sedikit di tubuh manusia. Pada obstruksi bilier kronik,
asam empedu yang bersifat hepatotoksik dan merusak, akan terakumulasi dalam hepar dan
sirkulasi sistemik. Mekanisme dari UDCA adalah sebagai pengganti asam empedu toksik di
sistem enterohepatik dan sirkulasi sistemik. UDCA juga memiliki efek sitoprotektif terhadap
hepar melalui mekanisme penghambat kerusakan hepatosit yang diinduksi oleh asam
empedu. Pemberian UDCA pada anak paska prosedur Kasai akan berdampak pada
perkembangan bayi.11 Suplementasi vitamin larut lemak yaitu vitamin A,D,E,K harus
Pemeriksaan lanjutan pada ibu pasien adalah pemeriksaan infeksi TORCH. Pada
pemeriksaan TORCH didapatkan hasil Anti Toxoplasma IgG Non Reaaktif, Anti Toxoplasma
IgM Non Reaktif, Anti CMV IgG Reaktif , Anti CMV IgM Non Reaktif. Sehingga
Laparascopic diagnostik. Hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan hepar, dengan hasil
makroskopik didapatkan 2 potongan jaringan coklat kehijauan kenyal padat ukuran 0,9 x 0,8
x 0,3 cm. Secara mikroskopik terdiri atas sel-sel hepatosist yang sebagian dengan sitoplasma
udem dan bergranul. Ditemukan adanya bile pigment pada sitoplasma dan diantara sel
hepatosit. Tampak pula serbukan sel limfosit, sel plasma. Dari hasil pemeriksaan biopsi hepar
Atresia Bilier pada Seorang Bayi. Jurnal Biomedik 3(2) : 123 – 128.
Pediatrics. Pg 63 – 73.
7. Fischler B, Lamireau T. 2014. Cholestasis in the newborn and infant. Clinics and
8. Karrer MF. Bensard DD. 2000. Neonatal Cholestasis. Seminars in Pediatric Surgery
9. Karpen JS. 2002. Update on the Etiologies and Management of Neonatal Cholestasis.
10. Fawaz R et al. 2017. Guideline for the Evaluation of Cholestatic Jaundice in Infants :
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition and the Europian Society for Pediatric
Evaluation and Therapy. Pediatric Clinics of North America 41(5) : 943 – 956.
12. Oswari H. 2012. Deteksi Dini Atresia bilier dalam Update Management of Infectious
13. Bisanto J. 2009. Kolestasis Intrahepatik pada Bayi dan Anak dalam Buku Ajar
14. Lai MW et al. 1994. Differential Diagnosis of Extrahepatic Billiary Atresia from
15. Y Tawhida et al. 2014. Study on Short Term Outcome of intrahepatic Infantile
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Manajemen Terpadu Balita Sakit.
17. Schrock KS. Hayes BL. George CM. 2012. Community-Acquired Pneumonia in
Universitas Andalas 58
18. WHO. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at health
facilities