MENINGITIS TUBERKULOSIS
Oleh:
Intan Rahma Fitri
2040312046
Preseptor:
dr. Iskandar Syarif, Sp.A(K)
1
DAFTAR ISI
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan usia muda. Resiko terbesar pada bayi
usia 1–12 bulan, 95 % terjadi antara 1-5 tahun. Meningitis tuberkulosis menyerang
0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada
meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala
sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan
intelektual.3,4 Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain
dengan syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang
cukup untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular.1
Metode penulisan case report session ini dari berbagai kepustakaan, laporan
kasus dari pasien, serta pembahasan antara teori yang ada dengan kasus yang
didapatkan.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberkulosis primer. Biasanya proses inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi
juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis) bahkan
bisa menyebar ke medula spinalis.3
2.2 Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis merupakan penyebab ketujuh dari kematian dan
kecacatan pada seluruh dunia. Pada tahun 1997, meningitis tuberkulosis adalah
bentuk kelima tersering dari tuberkulosis. WHO memperkirakan sepertiga dari
penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis. Pada tahun 2005 kasus baru
tuberkulosis di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8,8 juta dengan 7,7 juta kasus
berasal dari Asia dan Afrika. 1,6 juta meninggal akibat tuberkulosis termasuk
195.000 pasien dengan HIV.4
Meningitis tuberkulosis sering terjadi pada anak-anak terutama yang berusia
di bawah 5 tahun. Tidak ada perbedaan insidens antara laki-laki dan perempuan.
Tingkat mortalitas mencapai 10-20 % sementara morbiditas berupa gejala sisa
neurologik permanen mencapai 82%. 5
Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling banyak
menyebabkan kematian atau kecacatan dibanding dengan meningitis bakterialis
akut, perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau
kelainan dalam cairan serebrospinal (CSS) tidak begitu hebat.5
5
2.3 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat
aerob, tidak berspora, dan tidak bergerak. Panjangnya 2-4 um. Memiliki dinding sel
kaya lipid yang dapat melindungi bakteri dari serangan antibodi dan komplemen.
Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk mengisolasi bakteri dari
spesimen klinis di agar Lowenstein Jensen. Uji sensitivitas obat membutuhkan 4
minggu tambahan. Ciri khas bakteri ini adalah tahan asam yaitu kemampuan
membentuk kompleks mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna
arilmetan dan mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol.6
2.4 Patofisiologi
6
2.5 Manifestasi Klinis
Faktor risiko yang harus dicurigai MTB pada anak adalah adanya riwayat
infeksi TB paru dan infeksi HIV. Sekitar 60% anak dengan MTB menunjukkan
bukti radiologi terinfeksi TB paru. Insiden tertinggi MTB pada anak terjadi pada
usia 2-4 tahun.7 Pada fase prodromal dapat dijumpai gejala berupa demam ringan
(sub-febris), malaise, sakit kepala, pusing, muntah muntah dan/atau delirium,
penurunan kesadaran, perubahan kepribadian yang menetap selama beberapa
minggu. Kemudian pasien dapat menunjukkan gejala sakit kepala yang memberat,
penurunan kesadaran dan kejang. Kejang merupakan gejala klinis yang sering
terjadi pada anak anak sampai mencapai 50% kasus. Gejala klinis yang klasik
seperti kaku kuduk dan demam dapat saja tidak muncul. Pemeriksaan neurologis
menunjukkan kaku kuduk dan/atau tanda Kernig positif, Brudzinki I dan II positif.
Jika tidak diberikan terapi OAT maka dapat terjadi koma dan kematian.8
Presentasi klinis yang klasik dari penyakit meningitis sub-akut sulit
dibedakan dari penyebab meningoencephalitis lainnya. Saat gejala neurologis
penyakit yang telah lanjut muncul (seperti koma, kejang, peningkatan tekanan
intrakranial serta hemiparesis), diagnosis terlihat jelas namun prognosisnya buruk.
Gangguan motorik dapat muncul setelah infark basal ganglia dan muncul sebagai
tremor, korea, ballismus atau myoclonus. Pada beberapa anak dapat datang dengan
ensefalopati tuberkulosis dengan disseminated tuberculosis namun tanpa bukti
meningitis secara klinis ataupun pada cairan serebrospinal. Pada MTB dengan
keterlibatan spinal, menunjukkan gejala paraplegi dan muncul pada <10% kasus.
Tuberkulosis vertebral (Pott’s disease) menyumbang sebanyak seperempat pasien
dengan MTB spinal dan dapat berhubungan dengan abses paravertebral atau gibbus.
MTB diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat keparahan berdasar British
Medical Research Council TBM :9
✓ Tingkat 1 MTB didefinisikan dengan Glasgow coma score (GCS) 15
dengan tanpa defisit neurologi fokal.
✓ Tingkat 2 MTB dengan GCS 15 dan defisit neurologi fokal, atau GCS 11-
14.
✓ Tingkat 3 MTB dengan GCS ≤10
7
2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat demam yang lama/kronis dan dapat juga berlangsung akut, Kejang,
deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran setelah kejang.
Penurunan kesadaran-Penurunan berat badan (BB), anoreksia, muntah, sering
batuk dan pilek. Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa dan riwayat
imunisasi BCG.10
b. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium :10
1. Stadium I
Pasien tampak apatis ,iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia, mual dan
muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi.
2. Stadium II
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah dan gula
darah. Leukosit, darah tepi sering meningkat (10.000 – 20.000 sel/mm3).
Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi
antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
2. Pungsi lumbal:
• Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau santokrom.
8
• Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500
sel/mm3, hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal
dapat dominan polimorfonuklear.
• Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun di bawah
35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal.
• Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M. Tbc tetap dilakukan,
jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal
ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval dua minggu.
9
2.7 Tatalaksana
a. Medikamentosa
b. Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit > 3 minggu dan dapat
diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Perlu
dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolik pada pemberian asetazolamid.
Beberapa ahli hanya merekomendasikan. tindakan VP-shunt jika terdapat
hidrosefalus obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan
tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler.10
c. Suportif
10
d. Pemantauan pasca rawat
Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik.Gejala sisa yang sering ditemukan adalah
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi
mental, maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan
tumbuh-kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen
terkait (Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai
indikasi.10
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala
sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,
paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan
saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.
Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan
pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh
penyakitnya sendiri.11
Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada
pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan
neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial
terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh
mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks
seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan,
kortikotropin dan gonadotropin.11
2.9 Prognosis
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien
didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk
prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis
dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang
berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada
pasien yang lebih tua usianya.11
11
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : A.A.T
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karanganyar, Sawah Lunto
Agama : Islam
Nomor MR : 01.10.71.20
- Tampak kuning sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, kuning
tampak jelas di sekitar mata
- Anak telah dikenal menderita meningitis TB sejak bulan maret 2021 . anak
12
telah mendapatkan terapi dan rawatan sebelumnya di rumah sakit swasta
padang dan telah mendapat OAT 2 bulan dan melakukan prosedur vp-
shunt atas indikasi hidrosefalus.
- Pasien sering mengalamai nyeri kepala hilang timbul sejak 2 tahun yang
lalu
Riwayat Persalinan :
Anak pertama, lahir spontan ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan 37-
38 minggu dengan berat 3.200 gram dan Panjang badan 50 cm. Saat lahir anak
menangis kuat.
Riwayat Nutrisi:
- Bayi : ASI : umur 0- 18 bulan
Buah biscuit : 6 bulan
Nasi tim : 6 bulan
Susu formula : tidak minum susu formula
- Anak : makanan utama : 2x sehari, menghabiskan 1 porsi
13
Daging : 0-1 x / minggu
Ikan : 1-2x/minggu
Telur : 6-7x/ minggu
Sayur : 2-3x/minggu
Buah : 1-2x/minggu
Riwayat Imunisasi:
• BCG : 1 bulan
• DPT : 2, 3, 4 bulan
• Polio : 2, 3, 4 bulan
• HiB : 2,3,4, bulan
• Hepatitis B : 0 hari, 2,3, 4 bulan
• Campak : 9 bulan
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap.
14
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama BD DS
Umur 46 36
Pendidikan SMA SMP
Pekerjaan Swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp.3.000.000/bulan Tidak ada
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak ada
diderita
Saudara Kandung
1. B.J.P (laki-laki) / 12 tahun / sehat
2. C.A.S (perempuan)/6 bulan/ sehat
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit Anemis : Tidak ada
berat Ikterus : Tidak ada
Kesadaran : E4M6V1 Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah : 115/80 mmHg Berat Badan : 35 kg
Nadi : 90 x/menit BB/U : 63,6%
Napas : 22 x/menit TB/U : 95%
Suhu : 37,5oC BB/TB : 77,78%
Sianosis : Tidak Ada Kesan : Gizi kurang
Edema : Tidak Ada
Pemeriksaan Khusus:
Kulit : teraba hangat
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Pupil isokor diameter 4 mm/4mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
15
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
Inspeksi : dinding dada kiri dan kanan simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : fremitus simetris kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen:
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Genitalia : status pubertas A2M2P2
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 dtk
Pemeriksaan Penunjang
16
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin (8 juni 2021) Hitung jenis
Hemoglobin : 11,5 g/dl Basofil 0
Leukosit : 11,63 x 103/mm3 Eosinofil 2
Trombosit : 382 x 103/mm3 Neutrofil batang 1
Eritrosit : 4,42 x 106/ul Neutrofil segmen 80
Retikulosit : 0,81 Limfosit 10
Hematokrit : 33 g/dl Monosit 7
MCV : 75 fL
MCH : 26 pg
MCHC : 35 %
Imunologi
Rotgen Thorax
Diagnosis Kerja
Meningitis TB
Gizi Kurang
Tatalaksana
Terapi Nutrisi
MC 6 X 250CC
18
Terapi Medikamentosa
5. Fenobarbital 2 x 70 mg IV
6. INH 1 x 300mg
7. Rifampisin 1 x 450 mg
Rencana
1. BTA sputum
2. Lanjutkan Terapi
19
BAB 4
DISKUSI KASUS
20
diantaranya yaitu warna jernih, jumlah sel MN lebih banyak dari PMN, protein
menignkat dan glukosa menurun. Lumbal pungsi merupakan gold standar dalam
menegakkan diagnosa meningitis, namun saat di anamnesis orang tua pasien tidak
mengetahui tekait pemeriksaan lumbal pungsi. Kemudian juga dapat dilakukan
pemeriksaan rontgen thorax untuk melihat kemungkinan adanya temuan yang
mengarah ke TB. Meningitis tuberkulosis diklasifikasikan menjadi tiga derajat oleh
British Medical Research Council. Meningitis tuberkulosis derajat 1 ditandai
dengan GCS 15 tanpa kelainan neurologis fokal, derajat 2 ditandai dengan GCS 15
dengan defisit neurologis fokal, atau GCS 11-14, dan derajat 3 ditandai dengan GCS
≤10. Dari hasil pemeriksaan GCS (11) makan pasien ini diklasifikasikan menjadi
meningitis tuberklosis derajat 3.
Pasien juga mengalami ikterik 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dan setelah 1
bulan minum OAT. Pada pasien di duga mengalami drug induce hepatitis (DIH).
Drug induce hepatitis merupkan salah satu komplikasi dari OAT. OAT
dimetabolisme utama oleh hepar sehingga berpotensial hepatotoksik. DIH akan
meningkatkan total bilirubin 3 kali dari range normal. Pada pasien juga mengalami
gizi buruk dengan BMI 14,6 kg/m2, menurut penelitian BMI kurang dari 20kg/m2
atau kurang merupakan salah satu prediktor dari DIH TB.
Terapi pasien yang diberikan pada pasien diantaranya, Oksigen nasal kanul
2L/menit, IVFD kaen IB 900 cc/hari + KCL 20 mEq/kolf, Dexametaxon loading
17,5 mg IV , Mannitol 0,5 gr/kg/8 jam, Sibitol 2 x 70 mg IV. Anak sebelumnya
sudah mendapatkan terapi TB sesuai dengan tatalaksana pada meningitis
tuberculosis, yakni dengan pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan
dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan. Dosis obat
antituberkulosis adalah sebagai berikut; Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis
maksimal 300 mg/hari, Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600
mg/hari, Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari,
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau streptomisin IM
-20 – 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram/hari. Dan sudah diminum selama 2
bulan. Pasien juga diberikan kortikosteroid dengan bertujuan untuk menurunkan
proses inflamasi dan edem pada serebri.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Etlik Ö, Evirgen Ö, Bay A, Yılmaz N, Temizöz O, Irmak H, et al. Radiologic and Clinical
Findings in Tuberculous Meningitis. Eur J Gen Med. 2004;1:19–24.
5. Kumar R, Singh SN, Kohli N. A diagnostic rule for tuberculous meningitis. Arch Dis
Child. 1999;81:221–4.
10. IDAI, Pedoman Pelayanan Medis, Pujiadi, A. H. et al., eds., Ikatan Dokter Anak
Indonesia.2009.
11. Taslim S. Soetomengoolo, ismail sofyan. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta:
IDAI;1999. 363–371 p.
22
23