Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Meningitis Bakteri

Oleh:
Arini Dwi Ayu L 21904101063
Evilya Fitra I 21904101062
Ilham Rial Ali 21904101077

Dosen Pembimbing:
dr. Zainal Abidin, Sp.S

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATU EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat
memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing pada Laboratorium Ilmu Penyakit Syaraf yang memberikan bimbingan dalam
menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
sehingga dalam penyusunan referat ini dapat terselesaikan.
Referat ini membahas terkait definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, dan manajemen penatalaksanaannya.
Kami menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu kami
dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat
membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian referat selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bangkalan, 20 Juli 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................1
Kata pengantar..................................................................................2
Daftar isi...........................................................................................3
Daftar Tabel......................................................................................4
Daftar Gambar..................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN................................................................6
1.1 Latar belakang............................................................................6
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................7
1.3 Tujuan.........................................................................................7
1.4 Manfaat.......................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................8
2.1 Definisi........................................................................................8
2.2 Etiologi........................................................................................8
2.3 Patofisiologi................................................................................9
2.4 Manifestasi Klinis.......................................................................10
2.5 Diagnosis....................................................................................12
2.6 Tatalaksana.................................................................................17
2.7 Diagnosa Banding.......................................................................18
2.8 Komplikasi..................................................................................19
2.9 Prognosis.....................................................................................19
BAB III PENUTUP.........................................................................20
3.1 Kesimpulan.................................................................................20
3.2 Saran...........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................21
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penyebab Umum MB berdasarkan Usia dn Faktor Risiko...8


Tabel 2 Perbandingan Karakteristik CSS Pada Jenis Meningitis
Yang Berbeda...................................................................................14
DAFTAR GAMBAR

Gambar ST-Scan Pada Meningitis Bakteri.......................................16


Gambar 2 MRI Pada Meningitis Bakterial Akut...............................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan piamater,

yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada MB, terjadi rekrutmen

leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya proses inflamasi tidak terbatas hanya

di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel

(ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada

struktur hipokampus, diduga sebagai penyebab potensial defisit neuropsikologik persisten

pada pasien yang sembuh dari meningitis bakterial.

Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan bumi. Di negara dengan empat musim, MB

lebih banyak terjadi di musim dingin dan awal musim semi. MB lebih banyak terjadi pada

pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok bayi,

remaja, dan lansia. MB sesuai patogennya adalah sebagai berikut: Streptococcus pneumonia,

Neisseria meningitidis, Streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Haemophilus influenza

(Meisadona et al, 2015).


1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari meningitis bakteri?

2. Bagaimana klasifikasi, etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosa, tatalaksana dan

komplikasi dari meningitis bakteri?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk lebih memahami tentang hipertensi, cara mendiagnosis, dan mengetahui prinsip

penatalaksanaan pada pasien dengan meningitis bakteri.

1.4 Manfaat

Mahasiswa dapat melakukan pembelajaran tentang meningitis bakteri dan mengetahui

cara penegakan diagnosis sampai penatalaksanaanya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis bakteri merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan

piamater dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS)

yang disebabkan karena adanya infeksi bakteri (Dini, 2009).

2.2 Etiologi

Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis adalah

patogen utama penyebab MB, karena kedua bakteri tersebut memiliki kemampuan kolonisasi

nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti Escherichia coli,

Klebsiella spp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp

biasanya merupakan penyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien

kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala. Penyebab MB

berdasarkan usia dan faktor risiko dapat dilihat pada tabel 1 (Meisadona et al, 2015).
2.3 Patofisiologi

Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran

hematogen, atau embolisasi trombus yang terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui perluasan

langsung dari struktur yang terinfeksi melalui v.diploica, erosi fokus osteomyelitis, atau secara

iatrogenik (pasca ventriculoperitoneal shunt atau prosedur bedah otak lainnya) (Ropper et al,

2005).

Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet respirasi atau kontak langsung

dengan karier. Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat merupakan mekanisme yang

kompleks. Awalnya, bakteri melakukan kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel

menggunakan villi adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring meningkat

pada individu yang mengalami infeksi virus pada sistem pernapasan atau pada perokok (Ropper

et al, 2005).

Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membantu bakteri tersebut mengatasi

mekanisme pertahanan immunoglobulin A (IgA) pada mukosa inang. Bakteri kemudian

melewati sel epitel ke dalam ruang intravaskuler di mana bakteri relatif terlindungi dari respons

humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang dimilikinya (Ropper et al, 2005).

Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS) melalui pleksus

koroid atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi melalui kerusakan endotel yang

disebabkannya. Seluruh area ruang subaraknoid yang meliputi otak, medula spinalis, dan nervus

optikus dapat dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini menunjukkan

meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur serebrospinal. Infeksi juga mengenai

ventrikel, baik secara langsung melalui pleksus koroid maupun melalui refluks lewat foramina

Magendie dan Luschka (Ropper et al, 2005).


Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya respons humoral

komplemen CSS. Komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan menginduksi proses

inflamasi di meningen dan parenkim otak. Akibatnya, permeabilitas sawar darah otak (SDO)

meningkat dan menyebabkan kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu

inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan

menumpuk dengan cepat dan akan terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung

saraf-saraf kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri dan

menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat mengakibatkan iskemia

serebral. Tunika adventisia arteriola dan venula subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian

dari membran araknoid. Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah mengalami

proses inflamasi bersamaan dengan proses meningitis (vaskulitis infeksius) (Ropper et al, 2005).

Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi tekanan darah sistemik, sehingga dapat

mengeksaserbasi iskemia serebral. Selain itu, MB dapat menyebabkan trombosis sekunder pada

sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal. Eksudat purulen yang

terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh villi araknoid atau menyumbat aliran pada sistem

ventrikel yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai edema

serebral interstisial. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial dan

menyebabkan neuropati kranial fokal (Ropper et al, 2005).

2.4 Manifestasi Klinis

MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; tidak

jarang disertai kejang umum dan gangguan kesadaran (Meisadona et al, 2015).

a. Pada Orang Dewasa:

o Demam
o Sakit kepala hebat

o Leher kaku

o Muntah

o Takut cahaya ( fotofobia )

o Kejang

o Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma

o Kadang dijumpai infeksi saluran pernapasan bagian atas (misalnya, pilek, sakit

tenggorokan)

b. Pada Bayi Dan Anak:

o Demam tinggi

o Mual dan muntah

o Sakit kepala

o Kejang

o Leher kaku

o Nafsu makan dan minum berkurang

o Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, bahkan koma.

o Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas.

Jika penyebabnya berupa meningitis tuberkulosa, maka keluhan yang timbul terdiri dari

tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan

dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, sering tanpa demam, muntah-muntah,

nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola

tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis, pada orang dewasa terdapat panas yang

hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu

dengan gejala ditandai dengan nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada

bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat

menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah

lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan

kesadaran sampai koma hingga meninggal dunia (Tursinawati et al, 2015).

2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis yaitu demam, nyeri kepala hebat

dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, gangguan

kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, ataupun katup

jantung. Pada bayi atau neonatus, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi,

muntah, dan kejang (lumempouw, 2016).

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rangsangan meningeal pada penderita dengan meningitis biasanya ditemukan

hasil positif. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk. Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif

berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan

dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak

dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

2. Pemeriksaan Tanda Kernig. Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi

panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa
nyeri. Tanda kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki

tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa

nyeri.

3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (tanda leher menurut Brudzinski). Pasien berbaring

terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan

diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan kearah dada sejauh

mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua

tungkai/ kedua lutut.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski).

Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap lurus di sendi

lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

5. Pemeriksaan Tanda Pipi Menurut Brudzinski ( Brudzinski III). Penekanan pada kedua

pipi atau tepat di bawah os zigomatikum. Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi

reflektorik pada ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)

6. Pemeriksaan Tanda Simfisis Pubis Menurut Brudzinski (Brudzisnki IV). Penekanan pada

simfisis pubis. Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas

inferior (kaki) (Tursinawati, 2015)

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis MB ditegakkan melalui analisis CSS, kultur darah, pewarnaan CSS,

dan biakan CSS. Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus dikerjakan pada setiap kecurigaan

meningitis dan/atau ensefalitis (Meisadona et al, 2015).


Pada pemeriksaan darah, MB disertai dengan peningkatan leukosit dan penanda

inflamasi, dan kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, serta gangguan fungsi ginjal

dengan asidosis metabolic (Meisadona et al, 2015).

Pencitraan otak harus dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi lesi massa,

hidrosefalus, atau edema serebri yang merupakan kontraindikasi relatif pungsi lumbal.

Jika pencitraan tidak dapat dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari pada pasien dengan

gangguan kesadaran, keadaan immunocompromised (AIDS, terapi imunosupresan, pasca-

transplantasi), riwayat penyakit sistem saraf pusat (lesi massa, stroke, infeksi fokal),

defisit neurologik fokal, bangkitan awitan baru, atau papil edema yang memperlihatkan

tanda-tanda ancaman herniasi (Meisadona et al, 2015).

CSS biasanya keruh, tergantung dari kadar leukosit, bakteri, dan protein.

Pewarnaan Gram CSS memberi hasil meningokokus positif pada sekitar 50% pasien

dengan meningitis meningokokal akut. Kultur darah dapat membantu, namun tak selalu

bisa diandalkan. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bersifat sensitif terhadap

Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis. Karakteristik CSS pada jenis

meningitis yang berbeda disajikan dalam tabel 2 (Meisadona et al, 2015).


2.5.4 Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto kepala, CT-Scan dan

MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya pada

pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada mastoid dan sinus

paranasal. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan diagnosis pasti

meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak

ditemukan bukan berarti meningitis dapat disingkirkan.

Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America (IDSA), berikut ini

adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi yaitu :

1) Dalam keadaan Immunocompromised

2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal)

3) Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya

4) Papiledema

5) Gangguan kesadaran

6) Defisit neurologis fokal

Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus, enhancement kontras

yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat pula ditemukan infark vena dan hidrosefalus

komunikans.
Gambar 1. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal enhancement dan
ventriculitis

Gambar 2. MRI pada meningitis bakterial akut. Contrast-enhanced, didapatkan leptomeningeal


enhancement
2.6 Tatalaksana

A. Neonatus-1 bulan

1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5

mg/kgBB IV/ 12 jam.

2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5

mg/kgBB IV/ 12 jam.

B. Bayi usia 1-3 bulan

1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)

2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)

Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)

Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam) ditambah

gentamicin (2.5 mg/kgBB IV or IM / 8 hours).

C. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun

1) Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)

2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari)

D. Anak usia 7 tahun sampai dewasa usia 50 tahun

1) Dosis anak

 Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)

 Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari)

 Vancomycin – 15 mg/kgBB IV/ 8 jam


2) Dosis dewasa

 Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam

 Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam

 Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam

E. Usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun

1) Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam

2) Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam

Dapat ditambahkan dengan Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15

mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika dicurigai basil gram

negatif diberikan ceftazidime (2 g IV/ 8 jam).

Selain antibiotik, pada infeksi bakteri dapat pula diberikan kortikosteroid (biasanya

digunakan dexamethason 0,25 mg/kgBB/ 6 jam selama 2-4 hari). meskipun pemberian

kortikosteroid masih kontroversial, namun telah terbukti dapat meningkatkan hasil

keseluruhan pengobatan pada meningitis akibat H. Influenzae, tuberkulosis, dan meningitis

pneumokokus. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Brouwer dkk., pemberian

kortikosteroid dapat mengurangi gejala gangguan pendengaran dan gejala neurologis sisa

tetapi tidak dapat mengurangi mortalitas.

2.7 Diagnosa Banding

1. Perdarahan subarachnoid. Keduanya memiliki tanda rangsang meningeal positif .

2. Meningismus dapat terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kejang dan koma. Meningismus

sering terjadi pada bayi dan anak yang lebih besar dengan gejala tiba tiba panas, terdapat

tonsillitis, pneumonia. Tetapi pada pungsi lumbal, CSS tidak ditemukan kuman,

sedangkan kadar glukosa normal.


2.8 Komplikasi

Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema

serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese

nervus kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan.

Pada onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang

menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik,

disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi

endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.9 Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme penyebab, banyaknya

mikroorganisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan

antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang

semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian, penderita yang selamat

akan mengalami sequelle (akibat sisa).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meningitis bakteri merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan

piamater dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal

(CSS) yang disebabkan karena adanya infeksi bakteri. Meningitis bakteri merupakan

suatu kasus kegawadaruratan neurologik dengan angka morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis dan tatalaksana dan cepat dan tepat untuk

mencegah perburukan. Diagnosis meningitis bakteri ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pungsi lumbal. Penatalaksanaan

pada meningitis disesuaikan dengan usia pasien. Pemberian tatalaksana yang tepat dapat

memberikan harapan kualitas hidup yang baik pada pasien.

3.2 Saran

Dengan melakukan pemeriksaan penunjang yang tepat dan sesuai dapat

menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat sehingga dapat

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.


DAFTAR PUSTAKA

Lumempouw Fransiska. 2016. Neurologi Meningitis. Jakarta. Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Indonesia.

Dini Nintya, Z. 2009. Prevalesi Meningitis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta Pada Bulan Agustus 2006 Sampai Juli 2009. Jakarta. UIN

Syarif Hidayatullah

Ropper, A. H., Brown, R. H., Adam and Victor’s. Principles of Neurology. 8th ed. New

York:McGraw-Hill; 2005

Tursinawati Yanuarita, Tajally Arif, Kartikadewi Arum. 2015. Sistem Syaraf. Semarang.

UMS

Anda mungkin juga menyukai