Disusun oleh:
Sonia Lugita Sari 21904101070
Dosen Pembimbing:
dr. Indah Sulistyani, Sp. A
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam yang kami junjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada KSM
Ilmu Kesehatan Anak, yaitu dr. Indah Sulistyani, Sp.A yang memberikan
bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak sehingga penyusunan laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Laporan kasus ini membahas terkait definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, dan manajemen penatalaksanaan terkait kasus kejang demam.
Kami menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang
membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan
penyelesaian laporan selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
Amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................2
2.7 Terapi.................................................................................................. 16
2.9 Prognosis.............................................................................................17
2.10 Komplikasi........................................................................................18
ii
3.1.1 Definisi Kejang Demam...................................................................19
3.1.13 Komplikasi.....................................................................................33
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan.........................................................................................34
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................39
5.2 Saran....................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................40
iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan di otak1. Kejang demam
adalah kejang yang didahului demam dengan kenaikan suhu tubuh diatas 38 oC
yang diukur dengan pengukuran apapun1. Kejang demam merupakan salah satu
kelainan saraf paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Pendapat para ahli,
kejang demam banyak terjadi rentang usia 3 – 5 tahun 1. Sekitar 2-5% anak-anak
mengalami kejang pada usia 5 tahun. Lebih dari 90% penderita kejang demam
terjadi pada usia sebelum 5 tahun. Insiden kejang demam tertinggi pada usia 18
bulan1. Diantara semua usia, bayi yang rentan terkena kejang demam berulang
50% adalah ketika kejang pertama terjadi pada usia kurang dari 2 tahun 2.
Sedangkan jika kejang pertama kali pada usia lebih dari 2 tahun maka
kemungkinan terjadi kejang berulang adalah 28%2. Di Indonesia khususnya
daerah Tegal, Jawa Tengah 6 balita meninggal karena serangan kejang demam
dari 62 kasus penderita kejang demam3.
Kejang demam terjadi secara mendadak. Dapat disebabkan karena bakteri
atau virus3. Selain itu faktor genetik juga berperan3. Setiap anak memiliki suhu
ambang kejang yang berbeda. Beberapa anak kejang pada suhu 38 oC, ada pula
yang kejang pada suhu 40oC3. Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang
demam simplek dan kejang demam komplek. Kejang demam simplek terjadi
bersifat general, berlangsung < 15 menit, terjadi 1 kali serangan dalam 24 jam,
dan setelah kejang pasien sadar. Pada kejang demam komplek terjadi secara fokal
atau fokal menjadi general, berlangsung > 15 menit, terjadi lebih dari 1 kali
serangan dalam 24 jam, dan setelah kejang pasien tidak sadarkan diri11,2. Anak
dapat saja normal atau mempunyai kelainan neuorologis3. Prognosis kejang
demam baik, namun bangkitan kejang demam masih membawa kekhawatiran bagi
orang tua3. Di India, hasil penelitian Parmar dkk menyampaikan 77,9% orang tua
pasien kejang demam tidak memiliki pengetahuan tentang kejang demam dan
90% menganggap anaknya akan meninggal3.
v
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, epidemiologi, etiopatologi kejang demam kompleks?
2. Bagaimana cara penegakan diagnosa kejang demam kompleks?
3. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam kompleks?
1.3. Tujuan
vi
BAB II
LAPORAN KASUS
a. Identitas
Nama Pasien : An. APD
TTL/Usia : 15 September 2019 (1 tahun 7 bulan)
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. C
Usia : 30 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Batah barat-Kwanyar
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 28 th
Pekerjaan : Guru TK
Pendidikan terahir : S1
Alamat : Batah barat-Kwanyar
No RM : 239***
Tanggal Pemeriksaan : 7 April 2021
MRS : 6 April 2021 (24.00)
b. Keluhan Utama : Kejang
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang 2 kali, durasi kejang >5 menit, dan setelah kejang kedua
kedua pasien belum sadar(18.00-11.00 p.m), namun saat di IGD
pasien sudah sadar. Kejang seluruh badan, badan kaku, mata
melihat ke atas. Setelah kejang pertama sadar (+) dan setelah kejang
kedua tertidur. Panas selama 1 hari pada hari itu. Makan dan minum
menurun. Nyeri perut (-) Mual (-) Muntah (-) Batuk (-) Pilek (-) BAB
dan BAK (normal).
vii
d. Riwayat Penyakit Dahulu
12 bulan yang lalu (usia pasien 7 bulan) pasien MRS di puskesmas
karena kejang pertama kali didahului demam dan sadar setelah
kejang, dan 20 hari yang lalu (23 maret 2021) kejang kembali
didahului demam terjadi 2x. Durasi kejang pertama 1 jam dan kejang
kedua 30 menit dan sadar setelah kejang (ibu mengatakan setiap kali
anak demam akan diikuti kejang)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kejang (+) Paman dari ayah dan ibu, HT (-), DM (-), Asma (-), TB (-),
Stroke (-)
f. Riwayat Pengobatan
Rumah : Tempra
Puskesmas 06/04/2021 : diazepam supp
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- ANC : rutin di bidan
- Kehamilan : Rontgen (-), dipijat (+), keputihan (-), perdarahan (-),
muntah (-), HT (-)
- Kelahiran : sectio cesaria, lahir di dokter, lahir langsung menangis
UK : 36-37 minggu
BBL : 3,6 kg PB : 51 cm LK : - LL : -
Anak : ke 2 dari 2 bersaudara
h. Riwayat Tumbuh Kembang :
Orang tua lupa saat usia berapa anak bisa angkat kepala, tengkurap dan
berbalik (4 bulan), duduk (8 bulan) dan bicara (1 tahun), dan ibu
menyatakan bisa berjalan lancar saat usia 15 bulan.
i. Riwayat Imunisasi : tidak lengkap
Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi
Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12+
Vaksin
HB-0
BCG
Polio 1
DPT-HB-
HiB 1
viii
Polio 2
DPT-HB-
HiB 2
Polio 3
DPT-HB-
HiB 3
Polio 4
IPV
Campak
j. Riwayat Nutrisi :
Pasien diberi ASI dari lahir sampai saat ini.
Usia 6-7 bulan mulai diberikan MPASI.
Makanan sekarang : Asupan makanan cukup baik + ASI
k. Riwayat Alergi : Makanan (-) Debu (-) Obat (-)
l. Riwayat Sosek : Orang tua pasien memperhatikan kesehatan anak.
Kesan Umum :
Sadar
Cukup rewel
Panas (+)
Kejang (-)
2. Vital Sign :
TD : tidak diperiksa
Suhu : 37,6
RR : 22 kali/menit
Saturasi O2 : 96%
Akral : hangat
ix
3. Antropometri dan Status Nutrisi
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 75 cm
Lingkar Kepala : 46 cm
PB/U = -3
BB/TB = 1- (0)
BMI = 2- (1)
LLA/U =1
LK/U = -1-(-2)
BB Aktual
BB/TB%= x 100 %
BB Ideal untuk TB Aktual
10 kg
BB/TB%= x 100 % = 105% (Status
9,5 kg
Gizi Baik)
x
xi
xii
xiii
4. Status Interna:
Tabel 2.2 Status Interna Pasien
Kepala Bentuk simetris
Normosepali
Ubun-ubun menutup
Rambut warna hitam
Rambut tidak mudah dicabut
Mata Mata cowong (-/-)
Sklera ikterus (-/-)
Konjungtiva anemis (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm)
Reaksi cahaya (+/+)
Telinga Ukuran (normal/normal)
Sekret (-/-)
Darah (-/-)
Nyeri (-/-)
Hidung Deviasi septum (-)
Pernapasan cuping hidung (-)
Epistaksis (-/-)
Sekret (-/-)
xiv
Rongga mulut Mukosa lidah lembab (+)
Mukosa kering (-)
Lidah kotor (-)
Faring: hiperemi (-)
Tonsil: normal
Leher Keterbatasan gerak (-)
Deviasi trakea (-)
Pembesaran KGB (-)
JVP (normal)
Kaku kuduk (-)
Paru paru Inspeksi :
Simetris D/S
Retraksi dada (-/-)
Palpasi :
Sela iga kanan = kiri
Stem fremitus normal sama D/S
Nyeri tekan -/-
Perkusi :
Sonor D/S
Auskultasi :
Vesikuler Wheezing Rhonki
V v - - - -
V v - - - -
V v - - - -
Jantung Inspeksi :
Iktus kordis tidak terlihat
Alat bantu pace maker : tidak ada
Palpasi :
Kuat angkat (normal)
Thrill (-)
Perkusi :
Redup
Batas kanan atas : linea parasternalis dekstra
ICS II
Batas kanan bawah : linea parasternalis
dekstra ICS IV-V
Batas kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS
II
Batas kiri bawah : ICS V MCL sinistra
Auskultasi :
S1 S2 tunggal
Murmur (-)
Abdomen Inspeksi :
Datar (flat)
Ikut gerak napas
Auskultasi:
xv
Bising usung (+) dalam batas normal
Perkusi:
Timpani (+)
Hepar pekak (+)
Palpasi :
Soufel (+)
Distended (-)
Nyeri tekan (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Genetalia Tidak diperiksa
Musculoskeletal Bengkak (-)
Akral hangat +/+
CRT <2 detik
5. Pemeriksaan Neurologi
a. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
1) Kaku kuduk (-)
2) Brudzinski I (-)
3) Brudzinski II (-/-)
4) Laseque (-/-)
5) Kernig (-/-)
b. Pemeriksaan refleks fisiologis
1) Reflek Bisep (+/+)
2) Reflek Trisep (+/+)
3) Reflek patella (+/+)
4) Reflek Achilles (+/+)
c. Pemeriksaan refleks patologis
1) Reflek Hoffman (-/-)
2) Reflek Tromner (-/-)
3) Refleks Babinski (-/-)
4) Refleks Chaddock (-/-)
5) Refleks Oppenheim (-/-)
6) Refleks Gordon (-/-)
7) Refleks Gonda (-/-)
xvi
1. Kejang
Kejang Demam Komleks
Kejang Demam Simpleks
Epilepsi
Status Epileptikus
Meningitis
Ensefalitis
Meningoensefalitis
2. Status gizi
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
xvii
MCH 24-30 25,3 Pg
MCHC 26-34 34,3 gr/dl
RDW CV 11,5-14,5 12,0 %
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0-1 0,54 %
Neutrofil 40-70 90,70 %
Limfosit 22-40 5,38 %
Eosinofil 2-4 0,12 %
Monosit 4-8 3,23 %
KIMIA KLINIK
Elektroit
Natrium (Na) 132-145 131 Mmol/L
Kalium (K) 3,1-5,1 4,46 Mmol/L
Klorida (Cl) 96-111 112 Mmol/L
xviii
sudah sadar HKM mg)
- Kejang - Antropometri : - Inj. Paracetamol
seluruh BB: 10 kg 3x200mg (10-
badan, badan TB : 75 cm 15mg/Kgbb/kali,
kaku, mata LLA : 16 cm maks.
melihat ke LK : 46 cm 60mg/kgbb/hari)
atas - Pemeriksaan Fisik - Diazepam 3mg p.r.n.
- Diantara (Dalam Batas (0,3-
kejang pasien Normal) 0,5mg/KgBB/kali
sadar, setelah - Hasil pemeriksaan
kejang kedua darah lengkap PDx :
pasien tertidur 06/04/21 Urin Lengkap
- Panas selama 1 Leukosit 23,3
hari pada hari ribu/ul Monitoring :
tersebut. Neutrophil 90,70% 1. Keluhan pasien
- Mual (-) (kejang dan
- Muntah (-) demam)
2. Tanda – tanda vital
- Batuk (-)
3. Asupan makan dan
- Pilek (-)
minum
- Makan minum 4. BAB dan BAK
(menurun)
- BAB (normal)
- BAK (normal)
PDx :
Urin Lengkap
Monitoring :
1. Keluhan pasien
(kejang dan
xix
demam)
2. Tanda – tanda
vital
3. Asupan makan
dan minum,
4. BAB dan BAK
Hari ke 3 - Kejang (-) - K/U : Kejang PTx :
09/04/202 - Panas (-) aktif/sadar/panas Demam - IVFD D5 ¼ NS 1000
1 - Batuk (-) (-)/kejang (-) Komplek cc/hari
- Pilek (-) - Kesadaran : 1000cc x 20 = 14 tpm
- Mual (-) Composmentis 24 jam x 60
- Muntah (-) GCS 456 - Inj ceftriaxone 2 x
- TTV 500 mg (50-
- Makan minum
TD : - 75mg/kgbb/hari)
(+)
- BAB (normal) Nadi : 106x/menit - Inj dexamethason 2 x
RR : 22x/menit ½ (0,5mg/kgbb/hari)
- BAK (normal)
Suhu : 36,5℃ (H1) sediaan (2,5
HKM mg)
- Pemeriksaan Fisik - Inj. Paracetamol
(Dalam Batas 3x200mg (10-
Normal) 15mg/Kgbb/kali,
maks.
60mg/kgbb/hari)
- Diazepam 3mg p.r.n.
(0,3-
0,5mg/KgBB/kali
Pro KRS
PDx :
Urin Lengkap
Monitoring :
1. K
eluhan pasien
(kejang dan
demam)
xx
2. T
anda – tanda vital
3. A
supan makan dan
minum
4. B
AB dan BAK
2.7 Planning
2.7.1 Planning Terapi IGD
- Tirah Baring
- O2 nasal canule 2-4 lpm
- IVFD D5 ½ NS 1000 cc/hari
1000cc x 20 = 14 tpm
24x 60
- Diazepam 3mg p.r.n (0,3-0,5 mg/kgBB)
- Inj. Paracetamol 3x100mg dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6
jam, max 60mg/kgBB/hari
- Monitoring TTV dan keadaan pasien
- Lab DL
xxi
2.7.3 Planning Terapi Rawat Jalan:
- Dosis diazepam rektal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg
2.7.4 Planning Diagnostik
- Urin Lengkap
2.8 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
1. Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
2. Memberikan informasi bahwa kemungkinan kejang dapat terjadi lagi
3. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif tetapi tetap harus memperhatikan efek samping obat
4. Memberitahukan cara penanganan kejang, jika anak mengalami kejang di
rumah :
- Tetap tenang dan tidak panik
- Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring
- Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung untuk
menghindari aspirasi
- Jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut saat kejang
- Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
- Pemberian obat diazepam rektal 1x jika kejang masih berlangsung
selama 5 menit. Jangan berikan diazepam jika kejang sudah
berhenti diberikan dalam 48 jam anak demam.
Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung 5 menit atau lebih, atau
jika suhu lebih dari 40oC, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang
fokal, setelah kejang anak tidak sadar atau terdapat kelumpuhan.
2.9 Prognosis
xxii
Quo ad sanationam : ad bonam
2.10 Komplikasi
Epilepsi
Status epileptikus
xxiii
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
yang terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi Susunan Saraf Pusat, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Bayi berusia kurang dari 1 bulan termsuk dalam kejang neonates.
Penyebab kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi baik karena virus atau bakteri3. Contohnya
seperti infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tubuh yang
xxiv
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof Dr.dr. Lumantobing
pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan
demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis atau
faringitis (34%), otitis media akut (31%), dan gastroenteritis (27%)5.
Kejang demam dibagi dalam dua kelompok, kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks:
Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya
xxv
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses
oksidasi oleh oksigen.
xxvi
glutamin. Tapi pada kenaikan suhu yang pelan tidak menyebabkan kenaikan
kadar asam glutamate. Perubahan glutamin menjadi glutamate dipengaruhi oleh
masa tubuh. Asam glutamate merupakan eksitatori sedangkan GABA adalah
inhibitor tidak dipengaruhi oleh kenaikan suhu mendadak6.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru
dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk otak
meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang
berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron kegagalan
metabolisme di otak.
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur
xxvii
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
Pada pasien dengan riwayat keluarga positif terdapat riwayat kejag, hal
tersebut dapat diturunkan dengan ada mutasi subunit reseptor GABA A, subunit
kanal Na+, dan peningkatan mediator inflamasi demam interleukin beta (IL-
Beta). Keadaan tersebut menyebabkan pasien rentan mengalami peningkatan
suhu. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak akan
meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit)
biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia (disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat
(disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi
hipoksemia dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
xxviii
o Bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial
o Berulang > 1 kali dalam 24 jam
o Setelah serangan anak cenderung tidak sadar
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang
berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-
tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot
wajah, badan, tangan, dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontraksi otot. Anak dapat pula terjatuh apabila dalam keadaan berdiri.
xxix
frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, penyebab demam di luar
susunan saraf pusat.
b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau
perlahan, menetap atau naik turun).
c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi).
d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
e. Riwayat trauma kepala.
f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
dan lain-lain).
h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
a. Tingkat kesadaran
xxx
Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau penyebab seperti darah lengkap, elektrolit,
dan gula darah2. Dalam sebuah penelitian, sumber demam pada kejang demam
antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis,
infeksi paru-paru (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.
1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Saat ini pemeriksaan lumbal tidak lagi dilakukan secara rutin pada anak
berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam dengan keadaan umum
baik. Indikasi pungsi lumbal :
- Terdapat tanda dan gejaa rangsang meningeal
- Terdapat kecurigaan infeksi SSP dari anamnesis dan pemeriksaan klinis
- Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya sudah mendapatkan antibiotic sehingga mengaburkan tanda
dan gejala meningitis.
2. EEG (elektroensefalografi)
xxxi
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut
dilakukan jika terdapat indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap misalnya hemiparesis atau nervus kranialis.
3.1.9 Diagnosa Banding2
xxxii
3.1.10 Prognosis1,2
xxxiii
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.
3.1.11 Penatalaksanaan2,3
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Kejang yang belum berhenti dengan
diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
xxxiv
interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang,
dianjurkan ke rumah sakit dan disini dapat diberikan diazepam intravena. Jika
kejang masih berlanjut dapat digunakan algoritme tatalaksana status epileptikus.
Jika kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari,
yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian
obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan faktor risikonya, apakah
kejang demam sederhana atau kompleks. Tata laksana pada anak dengan kejang
dapat dilihat pada algoritma tata laksana kejang berikut ini (Gambar 3.1):
xxxv
Pemberian Obat pada Saat Demam
Antipiretik
Antikonvulsan
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgbb/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimum diazepam
7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.
Perlu diinformasikan bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan
ataksia, iritabilitas serta sedasi.
a. Kejang fokal
b. Kejang lama > 15 menit
xxxvi
c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis
Obat yang digunakan dapat berupa asam valproate atau fenobarbital dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemberian fenobarbital dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini yaitu asam valproat untuk sebagian besar kasus dan anak usia <2
tahun. Asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproate yang digunakan 15-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis dan
fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis.
b. Hiperpireksia
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
xxxvii
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat efek samping obat
3.1.13 Komplikasi
- Pneumonia aspirasi
- Asfiksia
- Retardasi mental
xxxviii
BAB IV
PEMBAHASAN
xxxix
Berdasarkan hasil anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien mengalami kejang demam kompleks sesuai kriteria Livingstone1. Kejang
demam diartikan sebagai suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38oC yang diukur menggunakan pengukuran apapun yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun 1. Kejang
demam terbagi menjadi kejang demam simpleks dan kompleks. Perbedaan kedua
jenis kejang demam ini dilihat dari frekuensi kejang dan durasi kejang yang
terjadi. Pada pasien ini didapatkan data dari anamnesis bahwa pasien telah
mengalami kejang di rumah sebanyak 2 kali dengan durasi di setiap kejang lebih
dari 5 menit sehingga ditegakkan diagnosa sebagai kejang demam kompleks7.
Berdasarkan riwayat penyakit pada keluarga didapatkan kedua orangtua
pasien memiliki riwayat kejang demam saat kecil. Riwayat keluarga dengan
kejang merupakan salah satu faktor risiko yang dilaporkan untuk terjadinya
bangkitan kejang demam.4 Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang
sebagai faktor risiko terjadinya kejang demam pertama adalah kedua orangtua
ataupun saudara kandung relatif dapat diperkirakan, apakah autosomal resesif atau
autosomal dominan. Pewarisan sifat secara autosomal dominan diperkirakan
sebesar 60-80%. Jika kedua orangtua tidak memiliki riwayat kejang demam maka
risiko terjadi kejang demam sekitar 9%. Apabila salah satu orangtua memiliki
riwayat kejang demam maka sekitar 20-22% kemungkinan besar risiko terjadi
kejang demam. Apabila kedua orangtua memiliki riwayat pernah mengalami
kejang demam maka risiko terjadinya kejang demam meningkat menjadi 59-64%.5
Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap,
dan elektrolit. Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Leukosit 23,3 ribu/ul menaandakan adanya infeksi,
jumlah neutrophil yang meningkat 90,70% menunjukkan adanya infeksi berupa
bakteri (shift to the left)7.
Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%6. Pungsi lumbal juga tidak menjadi
pemeriksaan rutin pada usia < 12 bulan dengan kejang demam sederhana dan
keadaan umum baik1. Pada kasus ini, pasien berumur 1 tahun 7 bulan secara klinis
xl
tidak didapatkan gejala yang mengarah pada infeksi intracranial sehingga
pemeriksaan pungsi tidak perlu dilakukan. Tidak ada indikasi melakukan EEG
pada pasien ini. Selain itu EEG juga tidak dapat memprediksi munculnya kejang
ulangan8. Pada pemeriksaan awal untuk pasien ini tidak di periksa kadar gula
darah. Hal tersebut kurang sesuai karena kenaikan suhu 1 oC mengakibatkan
peningkatan metabolisme basal 10%-15%. Sehingga akan meningkatkan
kebutuhan glukosa dan oksigen6. Rencana diagnostic diusulkan untuk
pemeriksaan urin lengkap, untuk mengetahui adanya infeksi pada saluran kemih
yang memicu timbulnya demam.
Pertolongan pertama pada pasien ini ialah pemberian oksigen sebanyak 2
liter per menit saat mengalami kejang merupakan tindakan yang tepat. Hal ini
dikarenakan pada saat seorang anak sedang dalam keadaan kejang maka suplai
oksigen ke otak semakin berkurang. Pengobatan fase akut pada waktu kejang
demam dengan memiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan
diusahakan jalan napas harus bebas agar pasokan oksigen terjamin. 5,6,7 Nasal kanul
dan nasal kateter merupakan alat terapi oksigen (O 2) dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas. Kecepatan aliran oksigen antara 1-6 L per menit 8.
Pemberian nasal kanul dengan kecepatan aliran 2 L per menit pada pasien
memberikan presentasi oksigen sebesar 25-28%8.
Selain itu, penanganan lain yang dapat dilakukan pada waktu kejang demam
dengan memiringkan kepala anak untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan napas harus bebas agar pasokan oksigen terjamin 9,10. Serta
dihindari untuk memasukkan makanan atau apapun kedalam mulut untuk
mencegah aspirasi1.
Pemberian cairan intravena juga diperlukan untuk rehidrasi. Pada pasien ini
diberikan cairan rumatan D5 ¼ NS sebanyak 1000cc/hari 14 tpm menggunakan
rumus Holiday Segar. Perhitungan yang didapatkan 10 kg x 100ml/kgBB = 1000
ml. Terapi rumatan bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dan karbohidrat atau
infus yang mengandung karbohidrat saja. Seperti Kaen, Dextran-saline, Ringer
Dextrose 5, dan Dextrose 5%. Pada kasus ini diberikan D5 ½ NS karena pada
xli
kasus kejang demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan peningkatan
kebutuhan glukosa. Kebutuhan cairan akan meningkat 10% setiap 1oC6.
Penatalaksaan yang direncanakan jika terjadi serangan kejang adalah
pemberian diazepam. Diazepam bekerja dengan menghambat susunan saraf pusat
dengan efek utamanya yaitu sedasi, hipnotik, relaksasi otot, dan anti konvulsi,
dengan onset kerja 10 menit. Diazepam juga bersifat mendepresi sistem respirasi
dan sistem kardiovaskular, sehingga setelah pemberian diazepam tekanan sistolik
atau MAP akan menurun. Awal pemberian adalah dengan diazepam suppositoria
5 mg untuk BB<12kg. Tatalaksana tersebut sudah tepat. Obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau
per rektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3
menit apabila diberikan secara intravena, dan tercapai dalam waktu 5 menit bila
diberikan secara per rektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 35 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat
diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat badan <12
kg, 10 mg untuk berat badan anak >12 kg.6,7
Jika pada kejang pertama setelah pemberian diazepam kejang berhenti
dapat diberikan antikonvulsan loading fenitoin 20 mg/kgbb/hari (220 mg)
dilanjutkan maintenance fenitoin 8 mg/kgbb/hari (2 x 45 mg) di tapering off setiap
2 hari. Dilanjutkan dengan dosis 6 mg/kgbb/hari selama 2 hari lalu 4
mg/kgbb/hari selama 2 hari. Hal tersebut berfungsi untuk mencegah kejang
demam berulang. Fenitoin bekerja dengan menghambat motor kortek yang
berperan dalam menimbulkan kejang. Fenitoin berperan dalam meningkatkan
efluks natrium dari neuron sehingga cenderung menstabilkan electron dan
mencegah hipereksitabilitas. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal dari pusat
batang otak yang menyababkan kejang fase tonik-klonik3. Obat yang diberikan
saat dirumah adalah diazepam rektal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal
5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg diberikan selama 48 jam pertama demam (sebagai terapi
antikonvulsi intermitten). Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang
ialah fenobarbital, sodium valproat/asam valproat, dan fenitoin. Fenobarbital
xlii
dengan dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Efek samping dari pemakaian
fenobarbital jangka panjang yaitu perubahan sifat anak menjadi hiperaktif,
perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
Sodium valproat/asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-
3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan
fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
Fenitoin diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan
sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
Pada pasien ini diberikan dexametason 0,5 mg/kgbb/hari yaitu 2 x 1/2
mg/hari. Pemberian kortikosterid bermanfaat dalam melemahkan efek inflamasi
intracranial dengan tujuan menurunkan atau mencegah edema serebri, kejadian
sekuel neurologis dan mortalitas pasien12. Pemberian kortikosteroid ini memiliki
efek samping yang rendah sehingga dapat dipertimbangkan sebagai adjuvan.
Pemberian Parasetamol sebagai antipiretik dengan dosis (10-15mg/kgBB/kali tiap
4-6 jam) bekerja dalam waktu satu jam dan paruh waktu eliminasinya pada anak –
anak berkisar antara 2–5 jam, sehingga parasetamol baik apabila diberikan
kembali tiap interval 4 jam pada anak demam. Pemberian dalam interval tiap 4
jam tersebut agar dapat mencegah pemberian parasetamol yang berlebih
dikarenakan dosis parasetamol yang berlebih akan menimbulkan efek berbahaya
yang bisa menyebabkan kerusakan pada hati yang terkadang tidak terlihat efeknya
dalam 4 sampai dengan 6 hari. Parasetamol akan diekskresi melalui urin
xliii
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium yang
terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun. Kejang demam diklasifikasikan menjadi
2 yaitu kejang demam simplek dan kompleks. Pada kasus ini merupakan kejang
demam kompleks. Kasus kejang demam masih sering terjadi pada anak sehingga
dibutuhkan penanganan yang tepat untuk menghindari komplikasi lebih lanjut
akibat kurang efektifnya penanganan kasus kejang demam kompleks. Penegahan
diagnosis dari kejang demam kompleks meliputi frekuensi kejang, durasi kejang,
serta karakteristik dari kejang. Penanganan kasus kejang demam kompleks berupa
pemberian oksigen, pemberian obat antikejang, serta terapi cairan untuk menjaga
hidrasi serta memberi edukasi kepada keluarga pasien agar mengetahui pencegaha
kejang berulang. Hal tersebut perlu dipahami untuk mencegah komplikasi kejang
demam lebih lanjut.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan penanganan yang tepat untuk kasus kejang
demam kompleks.
2. Diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai komplikasi
serta prognosis dari berbagai kasus akibat kejang demam kompleks.
3. Selain memberi terapi, seorang klinisi sebaiknya mampu
mengedukasi keluarga mengenai cara mencegah terjadinya kejang
berulang di rumah, memberikan obat penurun panas secepat mungkin
ketika anak mulai demam, dan memantau tumbuh kembang anak sesuai
usia.
xliv
DAFTAR PUSTAKA
xlv
12. Ramos, A.B., Cruz, R.A., Villemarette-Pittman, N.R.Dexamethasone as
Abortive Treatment for Refractory Seizure or Status Epilepticus in The
Inpatient Setting.Journal Investigation Medical High Impact Case
Report;2019.
xlvi