Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

EARLY ONSET SEPSIS (EOS) pada Neonatus

Oleh:

Dwi Zulfiata Iriandana

21904101067

Dosen Pembimbing

dr. Indah Sulistyani, Sp.A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini
penulis dapat memilah antara yang baik dan buruk. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing pada Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, yaitu dr. Indah
Sulistyani, Sp.A yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak
lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam
penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Laporan kasus ini membahas terkait definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,


manifestasi klinis, diagnosis, dan manajemen penatalaksanaan, prognosis, KIE.

Penulis menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun
sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian
laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bangkalan, 10 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................6

LAPORAN KASUS..........................................................................................................6

BAB III............................................................................................................................14

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................14

BAB IV............................................................................................................................20

PEMBAHASAN..............................................................................................................20

BAB V.............................................................................................................................22

PENUTUP.......................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi neonatal menunjukkan ciri khas yang tidak ditemukan pada usia
kehidupan yang lain. Neonatus, terutama bayi kurang bulan mempunyai pertahanan
fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur, sehingga menyebabkan rentan
terhadap invasi bakteri (yang secara normal hanya merupakan bakteri komensal) 1,2.
Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada masa neonatal, tercermin dari
insidens global sepsis neonatal yang tetap tinggi, dari 1−8/1.000 lahir hidup, dan
dihubungkan dengan case fatality rate berkisar 10−50%3. Prevalensi pada negara
berkembang seperti Indonesia 1,8 – 18/1000 kelahiran bayi, sedangkan pada negara
maju sebesar 1- 5/1000 kelahiran bayi4. Prevalensi sepsis neonatorum secara nasional di
Indonesia masih belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2017 menyebutkan bahwa sepsis menjadi penyebab utama ke 3
kematian pada bayi usia 0-6 hari yaitu sebesar 12% dan pada bayi usia 6-28 hari
menjadi penyebab kematian utama sebesar 20,5%5.
Ada dua macam sepsis neonatal yaitu sepsis awitan dini (early onset sepsis/EOS)
dan sepsis awitan lanjut (late onset sepsis/LOS). Ada yang menyatakan bahwa EOS
adalah sepsis yang terjadi dalam 24 jam, atau terjadi dalam 24 jam sampai 6 hari, atau
ada juga yang menyatakan terjadi dalam 72 jam, sedangkan LOS adalah sepsis yang
terjadi >6 hari atau >72 jam. Selain itu, ada juga istilah very late onset sepsis, yaitu
onset >30 hari3,4.
Berdasarkan munculnya tanda awitan, sepsis dibedakan menjadi sepsis neonatus
awitan dini (SNAD) yaitu apabila tanda sepsis muncul dalam 3 hari pertama kehidupan
dan sepsis neonatus awitan lambat (SNAL) bila tanda muncul setelah 3 hari pertama
kehidupan. SNAD biasanya ditandai dengan adanya organisme yang ditransmisikan
secara vertikal dari ibu ke janin sebelum atau selama proses melahirkan dan mayoritas
disebabkan oleh bakteri gram positif6,7. Sementara itu, SNAL disebabkan oleh patogen
yang diperoleh dari proses persalinan atau dari rumah sakit dan mayoritas disebabkan
oleh bakteri gram positif6.7.
Masalah utama sepsis pada neonatus yaitu sering terjadi dengan gambaran klinis
yang tersembunyi serta tanda dan gejala yang tidak spesifik sehingga sulit dibedakan

4
dengan gangguan kesehatan lain seperti kelainan jantung bawaan yang menyebabkan
deteksi dini sulit dilakukan. Identifikasi karakteristik bayi dan ibu bayi dengan sepsis
penting untuk dilakukan sebagai data dasar untuk menilai faktor-faktor yang mungkin
dapat meningkatkan risiko neonatus mengalami sepsis8.
1.2 Tujuan

Mengetahui tentang definisi, klasifikasi, gejala dan tatalaksana early onset sepsis

(EOS) atau sepsis awitan dini pada neonatus.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca

tentang EOS pada bayi baru lahir.

1.3.2 Manfaat Praktis

Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam menangani

pasien saat praktek.

5
BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis

 Identitas Pasien

Nama : By. Ny. F

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Bangkalan, 6 April 2021

Identitas pasien : Anak kandung

Alamat : Bangkalan

Suku : Madura

Agama : Islam

Tanggal MRS : 6 April 2021

No. RM : 239473

 Identitas Orang Tua :


Ayah : Tn. MJ

Umur : 34 th

Pendidikan Terakhir : SMK

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Status : Menikah

Ibu : Ny. F

Umur : 32 th

Pendidikan : SMK

6
Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Status : Menikah

 Keluhan utama : Bayi suspect early onset sepsis (EOS)

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi dari setelah lahir ditempatkan di ruang perawatan neonatus dengan

terpasang infus. Keadaan umum bayi tampak aktif, gerak tangan dan kaki

kuat, tarikan dinding dada tidak ada, kuning tidak ada dan akral hangat.

 Riwayat Kehamilan Ibu :

Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilannya yang kedua pada usia 32

tahun. Pada kehamilan ini, ibu pasien melakukan pemeriksaan kehamilan di

bidan dan dokter secara rutin dan bergantian setiap bulannya, total

pemeriksaan dilakukan 3 kali di bidam, 3 kali di dokter dengan total

pemeriksaan USG 4 kali selama kehamilan. Ibu pasien mengaku tidak pernah

sakit ataupun dirawat di rumah sakit dan tidak memiliki riwayat penyakit

kencing manis ataupun darah tinggi. Selama masa kehamilan, ibu pasien

hanya minum vitamin dan Fe dari bidan. Ibu pasien juga mengaku masih

melakukan hubungan suami istri selama masa kehamilan setiap bulannya

hingga usia kehamilan 8 bulan. Kenaikan berat badan ibu pasien selama masa

kehamilan kurang lebih sekitar 12 kg.

7
 Riwayat Persalinan :

Bayi lahir sectio caesaria dibantu dokter di ruang operasi RSUD

Syarifah Ambami Ratu Ebo pada tanggal 6 April 2021 pukul 08.40 wib, jenis

kelamin perempuan, Apgar Score 7-8, BB: 3,060 gr, PB : 51 cm, LK: 29 cm,

anus (+) cacat (-) caput (+) 3 cm, ketuban bercampur meconium. Ibu dengan

diagnosa kehamilan GIIP1-1 usia kehamilan 39-40 minggu

Aterm/Tunggal/Hidup dengan lilitan tali pusat, ketuban minimal/sedikit, dan

riwayat sc 4 tahun lalu.

Bayi lahir langsung menangis namun pelan, kulit merah, dan tonus otot baik .

Setelah disedot cairan melalui mulut dan hidung serta diberikan rangsang,

bayi menangis keras dan kulit kemerahan. Bayi kemudian ditimbang, diukur

panjang badan dan lingkar kepala, diinjeksi vitamin K dan diberi antibiotik

mata serta dihangatkan di infant warmer.

2.2 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Baik

 Ballard score : 38 (38-40 minggu)

 Tanda - Tanda Vital :

 Suhu : 36 oC

 HR : 121 x/menit

 Respirasi : 42 x/menit

 Antropometri :

 Berat Badan : 3.060 gram

 Panjang Badan : 51 cm

8
 Lingkar Kepala : 29 cm

2.3 Pemeriksaan Sistematis

Pemeriksaan Deskripsi
Kepala Bentuk dan ukuran : normocephali, caput (+) 3 cm
Rambut: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : terbuka, rata
Trauma (-)
Wajah Bentuk : wajah simetris
Pembengkakan : -
Wajah dismorfik : -
Mata Bentuk : normal, tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata
simetris, tidak eksoftalmus
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-), secret (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : kanan dan kiri jernih
Pupil : kanan dan kiri bulat simetris (3mm/3mm), refleks cahaya
(+/+), Isokor
Telinga Bentuk : normotia, simetris
Sekret : -/-
Tanda infeksi : -/-
Hidung Bentuk : septum nasi tampak simetris dan tidak ada septum deviasi,
cavum nasi tidak hiperemis, tampak, pernafasan cuping hidung (-/-)
Bibir Mukosa bibir : pucat (-) , kering (-), sianosis (-)
Gigi geligi Tidak ada gigi yang tumbuh
Mulut Bentuk : tidak ada kelainan
Mukosa pipi : merah, pucat (-)
Perdarahan gusi : (-)
Lidah Bentuk dan ukuran : normal, lidah kotor (-)
Tonsil Tonsil tidak membesar (T1/T1),
Hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-), uvula di tengah.
Leher Bentuk : tidak ada kelainan

9
KGB tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
JVP : normal
Toraks Paru :
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, thrill (-)
Palpasi : tidak teraba ictus cordis dan thrill, massa (-)
Perkusi : pembesaran jantung (-)
Auskultasi: BJ I/ II normal (tidak mengeras/melemah), murni reguler,
Bising sistole dan diastole (-), Gallop (-).
Abdomen Inspeksi : Datar, umbilikus tidak menonjol, gambaran vena
kolateral (-), gerakan peristaltik usus (-)

Auskultasi : Bising usus terdengar normoperistaltik


Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen kecuali hepar dan
limpa, shofting dullnes (-), undulasi (-), puddle sign (-)
Palpasi : dinding perut : supel
hepar,lien, dan ginjal : tidak teraba
nyeri tekan (-), turgor : cukup
Ekstremitas Gerak tangan lemah, capillary refill time (CTR) < 3 detik, akral teraba
hangat; sianosis, Tidak didapatkan anemis, ikterus, dan edema.

2.4 Diagnosa Banding

 Neonatus Aterm

 Sindrom Aspirasi Mekonium

 Early Onset Sepsis

 Late Onset Sepsis

10
2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Darah

Tabel 2.1 Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 6 April 2021 jam 11.27 WIB

Item Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


Hematologi

Hb 18,0 15,2-23,6 gr/dL


Eritrosit 4,96 4-6,8 juta/uL
Leukosit 9,6 5-21 ribu/uL
Trombosit 191 217-497 ribu/mm3
MPV 6,23 7,2-11,1 fl
Hematokrit 53,1 45-71 fl
Indeks Eritrosit
MCV 107,0 98-122 fl
MCH 36,3 33-41 pg
MCHC 33,9 31-35 %
RDW CV 16,3 11,5-14,5 %
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,85 0-1 %
Neutrofil 57,10 17-60 %
Limfosit 33,60 20-70 %
Eusinofil 1,19 1-5 %
Monosit 7,29 4-8 %
2.6 Diagnosis Kerja

Early Onset Sepsis (EOS) atau Sepsis Awitan Dini

2.7 Penatalaksanaan

 Farmakodinamik :

 Pemberian vitamin K segera setelah lahir

 Injeksi amphisilin 2x150 mg

 Injeksi Gentamisin 1x16 mg

 Non-farmakodinamik :

 Merawat tali pusat dan mata

11
 Pemberian susu tiap 3 jam

 Pembatasan kontak langsung

Follow Up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


6-04- NA dengan suspect KU: baik Suspect - Infus D10
eos usia 0 hari AS: 7-8 EOS 180cc/24 jam
2021 Perawatan hari 1 BB: 3,060 gr - Inj. amphisillin
PB: 51 cm 2x150mg
LK: 29 cm - Inj.
Lilitan tali pusat Gentamisin
Ketuban minimal 1x16 mg
+ meconeal
T: 36 C
HR: 121 x/menit
RR: 41 x/menit
Akral hangat
SaO2: 98%
7-04- Menetek (+) 3 jam KU: baik EOS - Lepas infus 
sekali, BAB (+), BB: 3,060 gr venflon
2021 BAK (+) T: 36,2 C - Inj. amphisillin
HR: 126 x/menit 2x150mg
RR: 39 x/menit - Inj.
Akral hangat Gentamisin
SaO2: 98% 1x16 mg

8-04- Menetek (+) 3 jam KU: baik EOS - Observasi TTV


sekali, BAB (+), BB: 3,070 gr - Inj. amphisillin
2021 BAK (+) T: 36,8 C 2x150mg
HR: 134 x/menit - Inj.
RR: 48 x/menit Gentamisin
Akral hangat 1x16 mg
SaO2: 98%
9-04- Menetek (+) 3 jam KU: baik EOS - Inj. amphisillin
sekali, BAB (+), BB: 3,070 gr 2x150mg
2021 BAK (+) T: 36,4 C - Inj.
HR: 131 x/menit Gentamisin
RR: 42 x/menit 1x16 mg
Akral hangat -PRO KRS
SaO2: 98%

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi

Sepsis adalah keadaan penyakit sistemik disebabkan oleh invasi mikrob pada
bagian tubuh yang biasanya steril8. Definisi ini memberi arti bahwa berbeda dengan
penyakit oleh mikrob yang berasal dari kelainan yang bukan disebabkan mikrob.
Apabila disertai dengan gejala hipoperfusi atau disfungsi minimal 1 sistem organ, maka
dinamakan sepsis berat. Akhirnya, apabila sepsis ini diikuti oleh hipotensi dan
memerlukan vasopresor selain resusitasi cairan, hal ini dinamakan syok septik. Ada dua
macam sepsis neonatal yaitu sepsis awitan dini (early onset sepsis/EOS) dan sepsis
awitan lanjut (late onset sepsis/LOS). Ada yang menyatakan bahwa EOS adalah sepsis
yang terjadi dalam 24 jam, atau terjadi dalam 24 jam sampai 6 hari, atau ada juga yang
menyatakan terjadi dalam 72 jam, sedangkan LOS adalah sepsis yang terjadi >6 hari
atau >72 jam. Selain itu, ada juga istilah very late onset sepsis, yaitu onset >30 hari6.

3.2 Faktor Resiko


Faktor risiko utama sepsis neonatorum awitan dini adalah prematuritas,
kolonisasi maternal dengan Grup B Streptococcus (GBS), ketuban pecah >18 jam, dan
tanda-tanda atau gejala infeksi intra-amnion, riwayat ketuban keruh, purulent, atau
bercampur dengan mekonium. Variabel lain termasuk etnis ibu (perempuan kulit hitam
berisiko lebih tinggi memiliki kolonisasi GBS), status sosial ekonomi rendah, bayi laki-
laki, dan skor Apgar rendah. Kelahiran prematur/berat badan lahir rendah merupakan
faktor risiko paling utama; berat lahir bayi berbanding terbalik dengan risiko sepsis
onset dini. Peningkatan risiko sepsis pada bayi prematur juga terkait dengan komplikasi
persalinan dan ketidakmatangan imunitas bawaan dan adaptif. Penelitian di Indonesia
menemukan bahwa usia gestasi < 37 minggu dan nilai APGAR rendah merupakan
faktor resiko independent terjadinya sepsis neonatorum awitan dini9.
Ketuban yang normal ditandai oleh warna ketuban yang jernih dan tidak berbau.
Ketuban yang berwarna hijau dan berbau busuk menandakan suatu keadaan janin yang
mengalami stres, hipoksia maupun infeksi. Ketuban hijau berbau terjadi kurang lebih 10
sampai 20% dari seluruh kelahiran. Beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan
antara air ketuban hijau berbau dengan infeksi maternal. Laporan terkini telah

13
mengidentifikasi air ketuban bercampur mekonium sebagai salah satu faktor risiko
terjadinya infeksi intraamnion. Penelitian in vitro air ketuban yang diberi mekonium
dengan konsentrasi 1% menyokong terjadinya pertumbuhan bakteri, antara lain bakteri
anaerob, Streptokokus grup B dan Escherichia coli. Air ketuban merupakan media
kultur yang kurang baik untuk bakteri, tetapi jika ada sejumlah mekonium di dalamnya
akan meningkatkan pertumbuhan bakteri, terutama Escherichia coli dan Listeria
monocytogenes9.

3.3 Patofisiologi
Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan sindrom
aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum yang selanjutnya
dapat berkembang menjadi infeksi neonatal10. Organisme penyebab infeksi dan pola
kepekaan terhadap infeksi sering kali berubah dan berbeda antara satu negara dan
negara lain. Di negara maju pada umumnya group B Streptococcus (GBS) dan E. coli
sebagai penyebab EOS, sedangkan penyebab LOS yaitu coagulase negative
Staphylococci (CONS) disusul dengan GBS dan Staphylococci aureus. Di negara yang
sedang berkembang keseluruhan penyebab adalah organisme gram−negatif (Klebsiella,
E. coli, dan Pseudomonas) dan gram−positif yaitu Streptococcus pneumoniae dan
Streptococcus pyogenes11.

3.4 Klinis
Diagnosis sepsis neonatal di negara berkembang biasanya didasarkan pada tanda
klinis, algoritma klinis WHO: Integrated Management of Childhood Illness (IMCI).
IMCI mendefinisikan tanda bahaya antara lain malas makan, kejang, mengantuk atau
tidak sadar, gerakan hanya jika dirangsang atau tidak ada gerakan sama sekali, napas
cepat ≥60 napas/menit, merintih, retraksi dada, suhu tubuh >38°C, hipotermia <35,5 C,
atau sianosis sentral serta tanda-tanda kuning yang parah, distensi perut yang besar, atau
tanda-tanda infeksi lokal. Tanda-tanda klinis tersebut lebih sensitif daripada spesifik
mengingat kasus infeksi neonatal yang tidak diobati memiliki risiko kematian sangat
tinggi. Spesies Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Grup B
Streptococcus (GBS) mendominasi SAD, sedangkan SAL (setelah minggu pertama

14
kehidupan) terutama disebabkan oleh patogen Gram-positif (Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus pyogenes, S. aureus dan GBS)12,13.
Pemeriksaan penunjang berupa rasio I/T, salah satu indeks neutrofil, memiliki
sensitivitas terbaik. Ratio I/T memiliki akurasi positif prediktif buruk (sekitar 25%),
tetapi akurasi prediktif negatif sangat tinggi (99%). Rasio I/T mungkin meningkat pada
25% sampai 50% bayi tidak terinfeksi. Setelah memulai terapi antimikroba segera
setelah lahir, pemeriksaan jumlah leukosit dan diferensial perlu menunggu setelah 6
sampai 12 jam. Berbagai macam reaktan fase akut telah dievaluasi pada neonatus yang
dicurigai sepsis bakteri, namun hanya C-reactive protein (CRP) dan procalcitonin yang
telah diteliti; CRP meningkat cukup besar dalam 6 sampai 8 jam fase infeksi neonatus
dan memuncak pada 24 jam14.
Sistem skoring hematologi menggunakan beberapa nilai laboratorium (misalnya
jumlah leukosit, hitung jenis, dan jumlah trombosit) telah direkomendasikan sebagai
alat bantu diagnostik.8 Sistem penilaian: skor 1 untuk setiap temuan, termasuk kelainan
jumlah leukosit, neutrofil total, peningkatan polimorfonuklear leukosit (PMN) band,
peningkatan rasio I/T, rasio PMN batang dengan segmen >0,3, jumlah trombosit ≤150
000/mm3 , dan perubahan degeneratif (granulasi toksik) di PMN. Keakuratan prediksi
positif sistem penilaian umumnya rendah, kecuali jika skor sangat tinggi.8 Panel
skrining sepsis umumnya termasuk indeks neutrofil dan reaktan fase akut (biasanya
konsentrasi CRP). Nilai prediktif positif panel sepsis pada neonatus rendah (99%) 15.
Kultur darah adalah standar diagnosis sepsis neonatal; memiliki spesifisitas tinggi tetapi
sensitivitas rendah untuk infeksi invasif. Saat ini tidak ada biomarker alternatif yang
dapat diandalkan12.

15
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sepsis

16
Tabel 2. Tes Skrining Sepsis

Tes skrining sepsis (Tabel 1) berguna untuk menentukan terapi antimikroba pada
neonatus “berisiko tinggi” yang tampak sehat14.
Tabel 3. Algoritma Pencegahan Awal Infeksi Grup B Streptokokus

17
3.5 Tatalaksana
Pengobatan optimal bayi dengan dugaan awal sepsis adalah agen antimikroba
spektrum luas (ampisilin dan aminoglikosida). Setelah patogen diidentifikasi, terapi
antimikroba harus dipersempit sesuai hasil kultur. Terapi antimikroba harus dihentikan
setelah 48 jam dalam situasi klinis risiko sepsis rendah. Data terbaru menunjukkan
adanya hubungan antara pengobatan antibiotik spektrum luas jangka panjang empiris
bayi prematur (≥5 hari) dan meningkatnya risiko sepsis awitan lambat, necrotizing
enterocolitis, dan kematian16. Penelitian menunjukkan peningkatan resistensi
community acquired sepsis terutama disebabkan oleh Klebsiella spp. dan S. Aureus 17.
Data resistensi in vitro menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga tidak lebih
efektif dalam mengobati sepsis daripada rekomendasi antibiotik saat ini yaitu
benzilpenisilin dan gentamisin17. Saat ini belum ada bukti penelitian bahwa satu
régimen antibiotik lebih baik dibandingkan lainnya dalam penanganan sepsis neonatal
awitan dini18.

3.6 Prognosis
Prognosis sepsis neonatorum tergantung diagnosis dan terapi. Prognosis sepsis
neonatorum adalah baik apabila diagnosis dilakukan secara dini dan terapi yang
diberikan secara tepat. Angka kematian dapat meningkat apabila manifestasi klinis dan
faktor risiko sepsis neonatorum tidak teridentifikasi secara baik. Rasio kematian pada
sepsis neonatorum mencapai dua sampai empat kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan
dibandingkan bayi cukup bulan.

18
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Dasar Diagnosis
Pasien lahir dengan berat badan 3,060 gram yang merupakan berat badan lahir
baik serta cukup bulan dengan pemeriksaan ballard score didapatkan score 38 (35-40
minggu). Ibu pasien memiliki riwayat ketuban bercampur meconium sehingga pasien
dicurigai mengalami sepsis awaitan dini atau EOS.
Pada saat persalinan, bayi lahir langsung menangis namun pelan, kulit merah,

dan tonus otot baik. Setelah disedot cairan melalui mulut dan hidung, dan bayi

dirangsang, bayi menangis keras. Hal ini menyebabkan APGAR score pasien

didapatkan nilai 7-8.

Pada siang hari, 3 jam setelah bayi lahir dilakukan pemeriksaan darah lengkap

untuk mendiagnosa sepsis awitan dini, dan didapatkan nilai trombosit yang lebih rendah

dari normal yaitu 119ribu/mm3, MPV 6,23 fl, dan peningkatan RDW CV 16,3%. Dari

pemeriksaan laboratorium ini tidak mengindikasikan adanya sepsis.

Sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami sepsis awitan dini resiko rendah

dikarenakan tidak didapatkan gejala atau tanda sepsis pada pemeriksaan fisik dan

penunjang, namun terdapat faktor resiko dari ibu yang mengalami ketuban bercampur

meconium saat persalinan yang mengindikasikan gejala atau tanda infeksi intra-amnion.

4.2 Dasar Tatalaksana

Tatalaksana bayi aterm atau cukup bulan dengan sepsis awitan dini resiko

rendah yaitu membersihkan jalan nafas, memulai pernafasan, merawat tali pusat dan

mata, dan memberikan vitamin K pada bayi, dilanjutkan pemenuhan kebutuhan cairan

selama 24 jam pertama berupa larutan infus D10 180cc, diberikan susu formula 6 jam

setelah masa observasi dikarenakan ibu masih belum bisa menyusui langsung.

19
Penatalaksanaan pada suspek sepsis awitan dini adalah penggunaan

antibiotik amphicilin dengan dosis 2x150 mg IV. Ampisilin adalah antibiotic yang

biasanya digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, meningitis,

endokarditis. Obat ini juga digunakan untuk mencegah infeksi streptokokus grup B pada

bayi baru lahir. Ampisilin aktif melawan sebagian besar bakteri gram-positif dan

sebagian kecil bakteri gram-negatif, sehingga dapat dikatakan memiliki spektrum luas.

Obat ini bekerja dengan cara menembus dinding sel bakteri gram-positif dan beberapa

bakteri gram negatif dan selanjutnya menghambat secara irreversibel dari enzyme

transpeptidase yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis dinding sel. Pada pasien juga

diberikan gentamisin dengan dosis 2x16 mg IV. Gentamisin diberikan pada bayi yang

mengalami sepsis karena streptokokus sebagai terapi antibiotic tambahan. Gentamisin

merupakan antibiotic spektrum luas golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisidal

yang aktif terhadap bakteri gram negatif dan sebagian bakteri gram positif dan bekerja

dengan menghambat sintesis protein bakteri melalui ikatan terhadap 16rRNA.

20
BAB V

PENUTUP
Kesimpulan dan Saran

EOS atau sepsis awitan dini adalah sepsis yang terjadi dalam 24 jam, atau terjadi

dalam 24 jam sampai 6 hari, atau ada juga yang menyatakan terjadi dalam 72 jam,

sedangkan LOS adalah sepsis yang terjadi >6 hari atau >72 jam. Selain itu, ada juga

istilah very late onset sepsis, yaitu onset >30 hari. Tatalaksana sepsis awitan dini adalah

penggunaan antibiotik amphicilin dengan dosis 2x150 mg IV. Ampisilin adalah

antibiotic yang biasanya digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan,

meningitis, endokarditis. Obat ini juga digunakan untuk mencegah infeksi streptokokus

grup B pada bayi baru lahir. Penggunaan antibiotic gentamisin pada bayi yang

mengalami sepsis karena streptokokus sebagai terapi antibiotic tambahan. Gentamisin

merupakan antibiotic spektrum luas golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisidal.

Saran bagi penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang sepsis

pada bayi baru lahir dan diharapkan makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan

penunjang untuk referensi.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ceccon ME. Novas perspectivas na sepse neonatal. Pediatria (São Paulo).

2008; 30: 198−202.

2. Lewis DB, Wilson CB. Developmental immunology and role of host defenses

in fetal and neonatal susceptibility to infection. Dalam: Remington JS, Klein

JO, penyunting. Infectious diseases of the fetus and newborn infant. Edisi

ke−5. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. hlm. 25-138.

3. Stoll BJ, Hansen N, Fanaroff AA, Wright LL, Carlo WA, Ehrenkranz RA,

dkk. Late-onset sepsis in very low birth weight neonates: the experience of

the NICHD Neonatal Research Network. Pediatrics. 2002;110:285−91.

4. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate.

Pediatr Clin North Am. 2004;51(4):939–59

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riskesdas

2007. Badan Penelit dan Pengemb Kesehat Dep Kesehatan, Republik

Indones Desember 2008. 2008;1–384.

6. Jaya IGA, Suryawan IWB, Rahayu PP. Hubungan prematuritas dengan

kejadian sepsis neonatorum yang dirawat di ruang perinatologi dan Neonatal

Intensive Care Unit (NICU) RSUD Wangaya kota Denpasar. Intisari Sains

Medis. 2018;X(I):18–22

7. Widayati K, Kurniati DPPY, Windiani GAT, Widayati K, Kurniati DPPY,

Windiani GAT. Faktor Risiko Sepsis Neonatorum di Ruang Perinatologi

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Risk Factors of Neonatal

Sepsis at Perinatology Unit Sanglah General Public Hospital Denpasar

22
Pendahuluan Metode Rancangan penelitian adalah kasus kontrol. 2016;4:85–

93.

8. Singh M, Gray CP. Neonatal Sepsis. In Bethesda: StatPearls Publishing LLC;

2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/N BK531478/

9. Roeslani RD, Amir I, Nasrulloh MH, Suryanil. Penelitian awal: Faktor resiko

pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri 2013;14(6):363-8

10. Homeier BP, Spear ML. Meconium aspiration. Didapat dari:

http://kidshealth.org/parent/medical/lungs/meconium. html.

11. Wattal C, Oberoi JK. Neonatal sepsis. Indian J Pediatr. 2011;78(4):473–4

12. Obiero CW, Seale AC, Berkley JA. Empiric treatment of neonatal sepsis in

developing countries. Pediatr Infect Dis. 2015;34(6 ):659–61

13. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, International Consensus Conference on

Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference:

Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care

Med. 2005;6:2–8

14. Benitz WE. Adjunct laboratory tests in the diagnosis of early-onset neonatal

sepsis. Clin Perinatol. 2010;37(2):421–38

15. Polin RA. Committee on fetus and newborn. Management of neonates with

suspected or proven early-onset neonatal sepsis. Pediatrics

2012;129(5):1006–15

16. Centers for Disease Control and Prevention. Prevention of perinatal group B

streptococcal disease—revised guidelines from CDC, 2010. MMWR

Recomm Rep. 2010;59(RR-10):1–36

23
17. Downie L, Armiento R, Subhi R, Kelly J, Clifford V, Duke T. Community

acquired neonatal and infant sepsis in developing countries efficacy of

WHO’s currently recommended antibiotics- systemic review and meta-

analysis. Arch Dis Child 2013;98:146-54. doi:10.1136/archdischild-2012-

302033

18. Mtitimila EI, Cooke RW. Antibiotic regimens for suspected early neonatal

sepsis. Cochrane Database Syst Rev. 2004;(4):CD004495

24

Anda mungkin juga menyukai