Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status kesehatan bayi merupakan salah satu indikator untuk menilai

kesehatan masyarakat di suatu negara. Masa yang paling rentan dari sepanjang

kehidupan bayi adalah periode neonatal, dalam laporan World Health

Organization (WHO) dikemukakan bahwa terdapat empat juta kematian neonatus

setiap tahunnya, sepertiga dari penyebab kematian tersebut disebabkan oleh

infeksi berat dan seperempatnya atau sekitar satu jutanya karena sepsis

neonatorum.1

Insiden sepsis di negara berkembang, masih cukup tinggi yaitu 10–12 tiap

1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 20%–30% sedangkan di negara

maju 1–5 tiap 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 13%–25%. Di

Indonesia, proporsi kematian bayi (infant mortality rate/IMR) 37% karena

kematian neonatus dengan penyebab distres respirasi, sepsis, hipotermi, bayi berat

lahir rendah (BBLR), penyakit metabolik, dan cacat bawaan.2

Kejadian sepsis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ibu

(kelahiran kurang bulan, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu), faktor

lingkungan, serta yang paling penting faktor dari neonatus sendiri, seperti status

kembar, prosedur invasif, bayi kurang bulan dan berat badan lahir. Faktor risiko

terjadinya sepsis adalah status kembar dikarenakan bayi kembar kemungkinan

besar akan lahir dengan BBLR dan prematuritas, sehingga akan berisiko

mengalami sepsis karena organ tubuhnya belum sempurna dan sistem imunnya

1
2

kurang yang menyebabkan mudah terkena infeksi.3

Faktor lain yang paling banyak adalah berat badan lahir bayi, bayi yang

lahir dengan BBLR atau Berat Badan Lahir Lebih (BBLL) memiliki risiko yang

lebih besar untuk mengalami masalah. Pada bayi BBLR terutama dengan

prematuritas pematangan organ tubuhnya (hati, paru, enzim, pencernaan, otak,

daya pertahanan tubuh terhadap infeksi) belum sempurna, maka bayi BBLR

sering mengalami komplikasi yang berakhir dengan kematian.1,3

BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian

di berbagai negara terutama pada negara berkembang atau negara dengan sosio-

ekonomi rendah. WHO mendefinisikan BBLR sebagai bayi yang lahir dengan

berat ≤ 2500 gr. WHO mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu BBLR

(1500–2499 gram), Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) (1000-1499

gram), Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) (< 1000 gram). WHO

juga mengatakan bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang

terjadi, disebabkan karena BBLR.2

BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan

mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat badan normal. Masa kehamilan

yang kurang dari 37 minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pada bayi

karena pertumbuhan organ-organ yang berada dalam tubuhnya kurang sempurna.

Kemungkinan yang terjadi akan lebih buruk bila berat bayi semakin rendah.

Semakin rendah berat badan bayi, maka semakin penting untuk memantau

perkembangannya di minggu-minggu setelah kelahiran.4

Berdasarkan data dari World Health Rankings tahun 2014 dari 172 negara di
3

dunia, Indonesia menempati urutan ke 70 yang memiliki presentase kematian

akibat BBLR tertinggi yaitu sebesar 10,69%.5 Tingkat kelahiran di Indonesia pada

tahun 2010 sebesar 4.371.800 dengan kejadian BBLR sebesar 15,5 per 100

kelahiran hidup atau 675.700 kasus prematur dalam 1 tahun. Pada tahun 2010,

kejadian BBLR di Indonesia sebesar 11,1% sedangkan Provinsi Jawa Timur juga

mengalami kejadian BBLR yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,1%.6

Laporan kasus ini sangat penting untuk dilaporkan karena kasus BBLR

dengan sepsis neonatorum sering terjadi pada bayi baru lahir. Apabila tidak

ditangani dengan benar dapat menimbulkan kematian, sehingga diharapkan dapat

mengenal tanda dan gejala awal dari penyakit ini. Berikut dilaporkan sebuah

kasus BBLR dengan sepsis neonatorum pada bayi berusia hari yang dirawat di

Ruang Bayi RSUD Ulin Banjarmasin.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka dibuat rumusan

masalah pada laporan kasus ini yaitu bagaimana pengaruh BBLR terhadap faktor

risiko terjadinya sepsis neonatorum?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan kasus ini yaitu untuk mempelajari, mengkaji dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta tatalaksana dalam menangani kasus BBLR

dengan faktor risiko sepsis neonatorum.


4

1.4. Manfaat Penulisan

a. Teori

Pada penulisan kasus ini, penulis berharap bisa memberikan informasi dan

pengetahuan bagi penulis, pembaca serta audience mengenai BBLR dan faktor

risiko sepsis neonatorum kepada teman sejawat.

b. Praktik

Dapat menambah data yang ada dan dapat dipakai untuk pengembangan

pengetahuan di bidang ilmu kesehatan sehingga dapat menurunkan tingkat

morbiditas dan mortalitas BBLR dengan faktor risiko sepsis neonatorum.


BAB II
KASUS

Data kasus didapatkan berdasarkan anamnesis dengan ibu pasien dan

pemeriksaan fisik di Ruang Bayi RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 15 April

2020 Pukul 13.30 WITA dan home visite pada tanggal 18 April 2021 pukul 13.00

WITA. Dilaporkan, By. Ny. L lahir pada tanggal 2 April 2021 pukul 10.08 WITA

dibantu oleh dokter dengan cara lahir spontan. Bayi lahir tidak segera menangis,

sempat kebiruan dan gerakan tidak aktif, dengan riwayat ketuban pecah dini > 12

jam, kehamilan gemelli dan usia kehamilan <37 minggu. Berat bayi saat lahir

2100 gram dengan panjang badan 45 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar dada 27

cm. Setelah lahir, By. Ny. L segera dipindahkan ke ruang ICU RSUD Ulin

Banjarmasin untuk diobservasi.

2.1 Identitas orang tua

Nama ayah : Tn. S Nama ibu :Ny. L S

Usia : 26 Tahun Usia :26 Tahun

Pekerjaan : Analis Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : D3 Pendidikan: S1

Alamat : Jalan A.Yani KM 4,5 Banjarmasin

2.2 Anamnesis

Pada hari Kamis, 1 April 2021 sekitar pukul 09.00 WITA Ny. L

datang ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi untuk memeriksa

kehamilannya. Ny. L mengaku didiagnosis mengalami kehamilan kembar

5
6

dengan 1 plasenta dam usia kehamilan 33-34 minggu. Ny. L mengaku tidak

mengalami keluhan lain saat memeriksakan kehamilannya. Setalah itu Ny.L

pulang, namun sekitar pukul 22.30 WITA Ny. L merasa ada rembesan dari

jalan lahir. Lalu Ny. L ke RS Sari Mulya untuk diperiksa dan akhirnya

dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin. Pada tanggal 2 April 2021 pukul 10.08

WITA Ny. L melahirkan bayi kembar di RSUD Ulin Banjarmasin secara

spontan pervaginam. Salah satu bayi/ bayi ke-2 Ny.L dalam keadaan tidak

segera menangis dan biru seluruh badan. Pasien akhirnya dirawat dan

diobservasi di ICU karena dicurigai ada infeksi saluran pernapasan.

Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dari Ny. L didapatkan

bahwa ini kehamilan yang pertama dengan kehamilan gemelli. Kehamilan

pertama ini lahir, bayi pertama dengan berat badan 1900 gram, dan bayi

kedua dengan berat badan 2100 gram, lahir dengan spontan belakang kepala

dengan jenis kelamin laki-laki. Selama kehamilan Ny. L rutin kontrol ke

bidan sebanyak 3 kali dan dokter kandungan sebanyak 6 kali. Kondisi bayi

saat lahir hidup namun tidak segera menangis.

2.3 Data Bayi

Identitas Bayi

Nama : By. Ny. L II

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 13 hari

TL/JL/CL/JK : 02-04-2021 / 10.08 WITA / Spontan / Laki-laki

BBL/PBL : 2100 gram / 45 cm


7

MRS : 02-04-2021

RPS : Bayi lahir tanggal 02 April 2021 pukul 10.08 WITA

dibantu oleh dokter dengan lahir spontan. Bayi lahir tidak

segera menangis, sempat kebiruan dan tidak bergerak

aktif, dengan riwayat ketuban pecah + 14 jam sebelum

lahir, kehamilan gemelli dan usia kehamilan <37 minggu,

berat bayi saat lahir 2100 gram dengan panjang badan 45

cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar dada 29 cm.

2.4 Pemeriksaan Fisik Bayi (15 April 2021 pukul 13.30 WITA)

a) Tanggal : 15 April 2021

b) Umur : 13 hari

c) Berat badan : 2100 gram

d) Panjang badan : 45 cm

e) Tanda Vital

Kesadaran : Menangis kuat (+), gerak aktif (+)

Denyut Jantung : 136 x/menit

Frekuensi nafas : 32x/menit

Suhu tubuh : 36,7oC

CRT : 2 detik

SpO2 : 96% tanpa suplementasi O2

f) Kulit : Kemerahan (+), Ikterik (-), sianosis (-)

g) Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata,

tidak ada alopesia


8

h) Kepala : Normocephaly, UUB belum menutup, caput

suksadeneum (-), sefal hematoma (-)

i) Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, ada

sklera ikterik, sekret mata tidak berlebih

j) Telinga :Simetris, pinna terbentuk sempurna, rekoil cepat

kembali.

k) Hidung :Simetris, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada

pernapasan cuping hidung

l) Mulut : Mukosa bibir basah, tidak ada labiopalatoschizis

m)Lidah : Bentuk simetris, tidak anemis, warna merah muda.

n) Leher : Kaku kuduk tidak ada, tortikolis tidak ada, pembesaran

kelenjar getah bening tidak ada.

o) Toraks : Bentuk simetris, retraksi ringan

p) Payudara : Bentuk simetris, tampak areola berbintil tonjolan 3-4mm.

q) Jantung : Iktus cordis teraba, S1 dan S2 tunggal, tidak ada thrill

r) Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

s) Abdomen : Lunak, simetris.

t) Genitalia : Laki-laki

u) Anus : Ada

v) Ekstremitas : Akral hangat, parese (-/-), edema (-/-), deformitas (-)

w) Tanda Ortholani-Barlow: Tidak ada

x) Tulang belakang : Skoliosis (-), Spina bifida (-), meningokel (-),

y) Tanda fraktur : Tidak ada


9

z) Tanda kelainan bawaan: Tidak ada

aa) Neurologi : Refleks Moro (+), Refleks hisap (+), Refleks Pegang (+),

Refleks rooting (+)

Pemeriksaan Fisik Bayi (18 April 2021 pukul 13.00 WITA)

a) Tanggal : 18 April 2021

b) Umur : 16 hari

c) Berat badan : 2150 gram

d) Panjang badan : 46 cm

e) Tanda Vital

Kesadaran : Menangis kuat (+), gerak aktif

Denyut Jantung : 160 x/menit

Frekuensi nafas : 42x/menit

Suhu tubuh : 36,9oC

CRT : 2 detik

SpO2 : 94% tanpa suplementasi O2

f) Kulit : Kemerahan (+), Ikterik (-), sianosis (-)

g) Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata,

tidak ada alopesia

h) Kepala : Normocephaly, UUB belum menutup, caput

suksadeneum (-), sefal hematoma(-)

i) Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

ada sklera ikterik, sekret mata tidak berlebih

j) Telinga : Simetris, pinna terbentuk sempurna, rekoil cepat


10

kembali.

k) Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada

pernapasan cuping hidung

l) Mulut : Mukosa bibir basah, tidak ada labiopalatoschizis

m) Lidah : Bentuk simetris, tidak anemis, warna merah muda.

n) Leher : Kaku kuduk tidak ada, tortikolis tidak ada,

pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.

o) Toraks : Bentuk simetris, tidak ada retraksi

p) Payudara : Bentuk simetris, tampak areola berbintil tonjolan

3-4 mm.

q) Jantung : Iktus cordis teraba, S1 dan S2 tunggal, tidak ada thrill

r) Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-),

wheezing (-/-)

s) Abdomen : Lunak, simetris.

t) Genitalia : Perempuan

u) Anus : Ada

v) Ekstremitas : Akral hangat, parese (-/-), edema (-/-), deformitas (-)

w) Tanda Ortolani-Barlow : Tidak ada

x) Tulang belakang : Skoliosis (-), Spina bifida (-), meningokel (-),

y) Tanda fraktur : Tidak ada

z) Tanda kelainan bawaan: Tidak ada

aa) Neurologi : Refleks Moro (+), Refleks hisap (+), Refleks Pegang

(+), Refleks rooting (+)


11

2.5 Resume

Ny. L datang dengan keluhan adanya rembesan dari jalan lahir 14 jam

sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya Ny. L didiagnosis mengalami

kehamilan kembar dengan 1 plasenta. Pada tanggal 2 April 2021 pukul

10.08 WITA Ny. L melahirkan bayi kembar di RSUD Ulin Banjarmasin

secara spontan pervaginam. Salah satu bayi/ bayi ke-2 Ny.L dengan beart

badan 2100 gram dan panjang badan 45 cm dalam keadaan tidak segera

menangis dan biru seluruh badan. Pasien akhirnya dirawat dan diobservasi

di ICU karena dicurigai ada infeksi saluran pernapasan. Riwayat kehamilan

dan persalinan sebelumnya dari Ny. L didapatkan bahwa ini kehamilan yang

pertama dengan kehamilan gemelli. By. Ny. L lahir dengan spontan

belakang kepala dengan jenis kelamin laki-laki. Selama kehamilan Ny. L

rutin kontrol ke bidan sebanyak 3 kali dan dokter kandungan sebanyak 6

kali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan berat badan bayi 2100 gram dan

panjang badan 45 cm.

2.6 Diagnosis Banding

IV. Faktor Risiko Sepsis


I. BBLR II. BKB III. SMK
Neonatorum
BBLSR BCB KMK
BBLASR BLB BMK

2.7 Diagnosis Sementara

I Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


12

II Bayi Kurang Bulan (BKB)

III Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

IV Faktor Risiko Sepsis Neonatorum

2.8 Usulan Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan hematologi (hemoglobin, leukosit, eritrosit, hematokrit,

trombosit, neutrophil absolut, IT ratio)

b) Pengukuran glukosa serial

c) Pemeriksaan rontgen dada

d) Kultur darah

2.9 Tatalaksana
a) Termoregulasi dengan thermal environment

b) Oksigenisasi

c) Pemberian Asi on demand

d) Perawatan metode kanguru

e) Pemberian antibiotik

Lini I :

Inj. Ampisilin 105 mg 2x1

Inj. Gentamisin 9,45 mg/36 jam (<7 hari)

Inj. Gentamisin 8,4 mg/24 jam (>7 hari)

2.9 Prognosis
13

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


BAB III

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang bayi berjenis kelamin Laki-laki,

By. Ny. L II putra kedua yang dilahirkan pada tanggal 2 April 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Bayi lahir dengan berat badan 2100 gram.

By.Ny.L II yang dirawat di ruang 2A Teratai RSUD Ulin Banjarmasin

sebelumnya pasien dirawat di ruang ICU selama 11 hari dengan diagnosis

BBLR, BKB, SMK dengan faktor risiko sepsis neonatorum.

Dari anamnesis yang didapatkan, By.Ny.L II memiliki berat lahir

2100 gram, yang mana By.Ny.L termasuk kategori BBLR. Berat bayi lahir

dapat dibedakan menjadi BBLL, BBLC, BBLR, BBLSR, dan BBLASR.

BBLL adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih dari 4.000

gram. BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram.

BBLSR digunakan untuk berat lahir kurang dari 1.500 gram dan BBLASR

digunakan untuk berat lahir kurang dari 1.000 gram.4

Anamnesis dengan ibu menyebutkan bahwa umur kehamilannya

sudah memasuki usia gestasi 33-34 minggu, maka secara teori usia gestasi

tersebut masuk ke dalam kelompok kategori bayi kurang bulan. Kelahiran

bayi dapat dikelompokkan menjadi Bayi Kurang Bulan (BKB), Bayi

Cukup Bulan (BKB), dan Bayi Lebih Bulan (BLB). BKB adalah bayi yang

dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu. BCB adalah bayi

yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 sampai 42 minggu. BLB

adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu.5

14
15

Perbandingan masa gestasi dan berat badan lahir bayi dapat menilai

maturitas dari bayi. Grafik Lubchenco merupakan grafik yang berfungsi

untuk menilai kondisi bayi termasuk dalam kehamilan yang sesuai atau

berada di luar itu dan dinilai berdasarkan usia kehamilan dan berat lahir

bayi. Bayi dapat dibedakan menjadi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK),

Sesuai untuk Masa Kehamilan (SMK), dan Besar untuk Masa Kehamilan

(BMK). Bayi dengan berat lahir sama dengan atau di bawah persentil ke-

10 atau kurang dari 2 Standar Deviasi, digolongkan KMK. Bayi yang

memiliki berat lahir di atas persentil ke-90 digolongkan BMK. Bayi

berada di antara persentil ke-10 hingga ke-90 digolongkan SMK.7

Gambar 3.1 Kurva pertumbuhan Lubchenco (Lubchenco, 1967)

By. Ny. L II dilahirkan dengan berat badan lahir sebesar 2.100 gram

dengan usia kehamilan 33-34 minggu. Berdasarkan grafik Lubchenco, dapat


16

dikatakan bahwa By. Ny. N termasuk bayi SMK karena plotting berada diantara

persentil ke-10 dan persentil ke-90. Grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan

digunakan untuk menetukan apakah berat lahir bayi sesuai untuk usia kehamilan

atau tidak. BBLR sendiri disebabkan oleh BKB (usia kehamilan <37 minggu),

PJT (tingkat pertumbuhan janin di bawah normal, <persentil 10) atau campuran

keduanya.9

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) dapat disebabkan oleh

berbagai faktor seperti faktor maternal, plasenta dan janin. Berdasarkan

anamnesis, didapatkan bahwa pasien memiliki Riwayat kehamilan ganda

dengan 1 plasenta sehingga nutrisi yang diterima oleh janin kurang

diakibatkan perebutan nutrisi dari 1 plasenta. PJT pada By. Ny. L II dapat

disebabkan oleh faktor maternal berupa kehamilan ganda dengan 1

plasenta.

PJT dibagi atas 3 yaitu PJT asimetris, PJT simetris, dan campuran

yang dibedakan berdasarkan varian klinis dan antropometri. Pada PJT

simetris, lingkar kepala, panjang badan, dan berat badan berkurang secara

proporsional untuk ukuran, PJT simetris disebabkan oleh infeksi

kongenital atau kelainan genetic dan terjadinya di awal kehamilan.

Sedangkan pada PJT asimetris, berat badan pada janin lebih rendah secara

tidak proporsional terhadap panjang badan dan lingkar kepala.

Pertumbuhan otak biasanya terpisah, PJT asimetris disebabkan oleh

infeksi uteroplasental atau malnutrisi.11


17

Dalam mengklasifikasikan bayi saat lahir ke dalam PJT simetris

atau asimetris dapat menggunakan Indeks Ponderal (IP). IP dihitung

berdasarkan rasio berat badan dalam gram dengan panjang badan dalam

cm dimana rumusnya adalah IP= [berat badan (gram) x 100] : [Panjang

badan (cm)3. Dikatakan PJT asimetris apabila IP berada di bawah 2,45 dan

dikatakan PJT simetris apabila IP sama atau lebih besar dari 2,45. 12 Pada

bayi Ny.L II dengan berat 2100 gram dan panjang badan 45 cm termasuk

BBLR yang disebabkan PJT asimetris karena pada perhitungan IP

didapatkan nilai 2,3 yang menandakan <2.45 dan termasuk asimetris.9,10

Infeksi neonatal menunjukkan ciri khas yang tidak ditemukan pada

usia kehidupan yang lain. Pada neonatus terutama bayi kurang bulan

mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur,

sehingga menyebabkan rentan terhadap invasi bakteri. Sepsis neonatorum

dapat dikategorikan sebagai awitan dini (<72 jam) atau awitan lambat (>72

jam)12,13. Faktor-faktor risiko sepsis neonatorum awitan dini dibagi dalam

2 kelompok, faktor risiko mayor dan minor.

Tabel 3.1 Faktor risiko mayor dan faktor risiko minor

Risiko mayor
1. Ketuban pecah >24 jam
2. Ibu demam, saat inpartum suhu >38oC
3. Korioamnionitis
4. Denyut jantung janin yang menetap >160x/menit
5. Ketuban berbau
Risiko minor
1. Ketuban pecah >12 jam
2. Ibu demam, saat inpartum suhu >38oC
3. Nilai apgar rendah (menit ke-1 : <5, menit ke-5 <7)
4. Bayi berat badan bayi sangat rendah <1500 gram
18

5. Usia gestasi <37 minggu


6. Kehamilan ganda
7. Keputihan pada ibu
8. Ibu dengan infeksi saluran kemih yang tidak diobati

Bila terdapat minimal 1 faktor risiko mayor atau 2 faktor risiko minor maka
dilakukan pendekatan diagnosis secara aktif yang mengarah ke sepsis neonatorum

Faktor risiko yang ditemukan pada pasien ini adalah ketuban pecah

>12 jam, kehamilan ganda dan usia gestasi <37 minggu sehingga

pendiagnosisan mengarah ke sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum

awitan dini dikaitkan dengan mikroorganisme dari ibu. Infeksi dapat

terjadi melalui penyebaran hematogen, transplasental dari ibu yang

terinfeksi atau, lebih umum, melalui infeksi asendens dari serviks.

Organisme yang menjajah saluran genitourinari ibu dapat diperoleh oleh

neonatus saat melewati jalan lahir yang terekspos saat persalinan.

Mikroorganisme yang paling sering dikaitkan dengan infeksi awitan dini

adalah Streptokokus Grup B, Escherichia coli, Staphylococcus negatif

koagulase, Haemophilus influenzae dan Listeria monocytogene.13,14

Pada pasien ini terjadi ketuban pecah dini >12 jam sehingga risiko

terjadinya infeksi lebih besar. Pada ketuban pecah dini >12 jam, bayi yang

harusnya masih diselubungi oleh cairan ketuban menjadi terekspos dengan

dunia luar selama >12 jam sehingga memungkinkan bakteri dari genital

tract bermigrasi ke ketuban yang pecah dan menginfeksi bayi. Pasien ini

dikategorikan dalam sepsis neonatorum awitan dini dikarenakan terjadi


19

dalam <72 jam sejak pasien dilahirkan dan berkaitan dengan infeksi

vertikal maternal genital tract.12

Berbagai masalah yang disebabkan PJT yaitu dapat menyebabkan

kematian fetus, hipotermia, hipoglikemia, polisitemia, keterlambatan

perkembangan, dan penurunan kekebalan tubuh. Hipotermia diakibatkan

kurangnya insulasi ke subkutan sehingga perlu dilakukan termoregulasi.

Hipoglikemia disebabkan menurunnya cadangan glikogen dan penurunan

gluconeogenesis maka dari itu penting dilakukan pengecekan glukosa

serial. Polisitemia terjadi secara sekunder akibat peningkatan eritropoesis

akibat efek hipoksia, sehingga perlu dilakukan pengecekan darah.

Penurunan kekebalan tubuh disebabkan terganggunya aktifitas limfosit

dan kadar immunoglobulin sehingga bayi PJT rentan terkena infeksi. Pada

bayi Ny.L II sempat dirawat di ruang ICU selama 11 hari karena

pneumonia.11

Bayi baru lahir (neonatus) merupakan masa yang paling rentan

terinfeksi. Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab

mortalitas utama pada neonatus adalah pneumonia. Ketika sistem imun

seseorang dalam keadaan baik, kuman penyebab pneumonia dapat

dihancurkan oleh makrofag alveolus. Kuman penyebab pneumonia dapat

menginfeksi orang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah atau belum

kompeten, misalnya neonatus. Pneumonia pada neonatus dapat

diakibatkan karena proses yang terjadi dalam kehamilan, ketika proses

persalinan, maupun didapatkan setelah kelahiran. Berdasarkan onset


20

kejadiannya, pneumonia neonatus intranatal termasuk ke dalan pneumonia

awitan dini (early onset).15

Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika terdapat

faktor risiko yang mendukung, di antaranya berat lahir rendah, kelahiran

preterm, demam intrapartum dan KPD. Mekanisme yang paling umum

adalah melalui naiknya mikroorganisme patogen dari jalan lahir ke dalam

rongga intrauterine. kontaminasi cairan ketuban terjadi melalui defek

minimal pada membran koriomaniotik atau setelah ketuban pecah dini

yang merupakan penyebab ibu mengalami korioamnionitis. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa berat lahir rendah dan kelahiran preterm

merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian pneumonia

neonatus. Pada neonatus agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada

virus. Biasanya, basil gram negatif mendominasi pada minggu pertama

kehidupan dan kemudian bakteri gram positif. Organisme umum yang

menyebabkan pneumonia onset dini yaitu Eschericia coli, Streptococcus

Grup B, Klebsiella, dan Staphylococcous koagulase negatif. Bayi baru

lahir yang terkena pneumonia juga dapat disebabkan oleh virus, seperti

adenovirus dan rhinovirus.16

Penulis mendiagnosis By. Ny. L II menderita BBLR karena PJT

asimetris dan faktor risiko sepsis neonatorum dengan curiga riwayat

pneumonia karena adanya ketuban pecah>12 jam, berat lahir <2.500 gram,

usia kehamilan ibu <37 minggu dan kehamilan ganda. Pada bayi Ny.L II

ditemukan 3 faktor minor yaitu ketuban pecah dini > 12 jam, kehamilan
21

ganda dan usia gestasi< 37 minggu. Bayi yang lahir dengan riwayat

ketuban pecah dini rawan mengalami infeksi bakteri pada masa neonatal.

Kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul saat ketuban pecah,

paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi

janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan

bayi (asendens) dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan

ataupun saluran cerna.13,14

Sepsis neonatal sebagai salah satu penyebab utama kematian pada

bayi baru lahir, ditandai dengan demam tinggi (suhu >38 C). Untuk itu,

bayi baru lahir harus dirawat dalam lingkungan suhu netral. Neutral

thermal environment (NTE) adalah rentang suhu eksternal dimana

metabolisme dan konsumsi oksigen berada pada tingkat minimum

sehingga dalam lingkungan tersebut bayi dapat mempertahankan suhu

tubuh normal.14

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan setelah lahir sehingga

pemberian ASI ekslusif diprogramkan kepada pasien pada kasus ini. ASI

mulai diberikan dalam sedini mungkin setelah persalinan dan tidak

diberikan pemberian cairan atau makanan lain selama 6 bulan pertama.11

Perawatan metode kanguru (PMK) atau kangaroo mother care

(KMC) dirancang sebagai asuhan untuk neonatus dengan berat lahir

rendah atau kurang bulan. PMK bisa dilakukan kepada hampir semua bayi

kecil. Pada PMK, bayi dengan kondisi yang stabil diletakkan telanjang di

dada ibu dengan hanya memakai popok, topi, dan kaus kaki. Bayi dengan
22

sakit yang parah atau perlu perawatan khusus bisa menunggu hingga pulih

sebelum memulai PMK secara penuh. Bayi PMK dapat dipulangkan jika

kesehatan umum bayi baik, bayi minum dengan baik, mendapatkan ASI

ekslusif atau sebagian besar minumnya adalah ASI, berat badan bayi naik,

suhu bayi stabil saat berada dalam posisi PMK, dan ibu yakin bisa

merawat bayinya dan bisa datang secara teratur untuk kunjungan tindak

lanjut. By. Ny. L II mengalami bayi yang memiliki berat lahir rendah. Hal

tersebut mengindikasikan dilakukannya perawatan metode kanguru.11

Pemberian antibiotik lini pertama ampisilin 50 mg/kg/12 jam

dikombinasikan dengan pemberian gentamisin 4.5 mg/kg/dosis setiap 36

jam pada 0-7 hari, lalu 4 mg/kg/24 jam pada >7 hari.11

Pasien disarankan untuk pulang karena Tanda vital telah

menunjukkan tanda stabil, keberhasilan menyusu sudah tercapai, berat

badan yang ideal untuk pulang (>1800 gram), serta skoring Perawatan

Metode Kanguru (PMK) ialah 20.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Dalam laporan ini terdapat kasus seorang bayi laki-laki dari Ny.L

dengan diagnosis BBLR dengan faktor risiko sepsis neonatorum yang

dirawat diruang bayi 2A teratai di RSUD Ulin Banjarmasin. Sebelum nya

bayi Ny.L II dirawat di ICU selama 11 hari karena pneumonia. BBLR

dapat dilihat berat bayi saat dilahirkan yaitu 2100 gram. Usia kehamilan

ibu 33-34 minggu sehingga termasuk bayi kurang bulan. Sesuai masa

kehamilan pada kasus ini diketahui dengan memasukkan data umur

kehamilan ibu dan berat lahir bayi ke dalam grafik Lubchenco. Indeks

Ponderal pada pasien 2,3 maka dari itu termasuk dari PJT asimetris.

Didapatkan bahwa berat lahir di antara persentil ke-10 dan persentil ke-

90 yang tergolong sesuai masa kehamilan. Bayi dirawat sejak tanggal 2

April 2021 dan sudah pulang.

Berat lahir pada bayi adalah berat pertama yang diukur setelah

kelahiran, idealnya diukur 1 jam pertama kehidupan. Menurut Wolrd

Health Organization (WHO), bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi

dengan berat kurang dari 2.500 gram. BBLR disebabkan oleh banyak

faktor, hal tersebut menjadikan BBLR seringkali sulit dicegah. BBLR

termasuk salah satu faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum.5

Kematian pada BBLR dengan sepsis neonaorum disebabkan oleh

23
24

bayi kurang bulan (BKB), pertumbuhan janin terhambat (PJT), atau

keduanya. Pada BBLR, pembentukan sistem imunitas di dalam tubuhnya

kurang sempurna sehingga akan mempermudah terkena penyakit infeksi

terutama pneumonia dan apabila berat dapat terjadi sepsis neonatorum.12

4.2 Saran

a. Meningkatkan penyuluhan terutama kepada ibu tentang penyebab dan

faktor risiko sepsis neonatorum, karena itu mencegah terjadinya sepsis

neonatorum bisa dilakukan dengan menghindari faktor-faktor risiko yang

ada.

b. Melakukan pelatihan terutama kepada petugas medis mengenai

penatalaksanaan yang tepat terhadap sepsis neonatorum.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmawati P, Mayetti, Rahman S. Hubungan Sepsis Neonatorum dengan

Berat Badan Lahir pada Bayi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. JKA.

2018;7(3):405-10.

2. Hidayati N. Hubungan riwayat BBLR dengan kejadian sepsis neonatorum.

Oksitosin. 2015;2(1):7-14.

3. Rokhayah S, Ratnasari D. Hubungan antara bayi berat lahir rendah terhadap

terjadinya sepsis neonatorum di RSUD Cilacap. Medisains. 201;14(3):37-

44.

4. Rajashree K. Study on the Factors Associated with Low Birth Weight

among Newborns Delivered in a Tertiary-Care Hospital, Shimoga,

Karnataka. IJPHS. 2015;4(9):1287–90.

5. Suparmi, Chiera B, Pradono J. Low birth weights and risk of neonatal

mortality in Indonesia. HSJI.2016;7(2):113-7.

6. Kemenkes R. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.2017.

7. Kusumawati E. A Systematic Review againts Risk Factors on The Low-

weight Birth Incidence in Indonesia. JHSP. 2017;1(1):38-44.

8. Brown CC, Moore JE, Felix HC. Association of State Medicaid Expansion

Status With Low Birth Weight and Preterm Birth.

JAMA.2019;321(16):1598-609.

25
26

9. Kesavan K, Devaskar S. Intrauterine Growth Restriction Postnatal

Monitoring and Outcomes. Pediatr Clin. 2019;66(2):403-43.

10. Kusharisupeni. Evaluasi status gizi dengan menggunakan indeks Ponderal

Rohrer. Makara Kesehatan. 2017;5(1):14-8.

11. Yunanto A. Panduan praktik klinik neonatologi. Edisi ke-3.

Banjarmasin: Sari Mulia Indah;2019.

12. Berardi A, Rossi C, Spada C, et al, for the GBS Prevention Working Group

of Emilia-Romagna. Strategies for preventing early-onset sepsis and for

managing neonates at-risk: wide variability across six Western countries. J

Matern Fetal Neonatal Med. 2019;32(18):3102-8.

13. Murthy S, Godinho MA, Guddattu V, Lewis LE, et al. Risk factors of

neonatal sepsis in India: A systematic review and meta-analysis. PLoS One.

2019;14(4):1-26.

14. Shane A, Sanchez PJ, Stoll B. Neonatal Sepsis. The Lancet.

2017;390(10104):1715-810.

15. Mathur S, Fuchs A, Bielicki J, Anker JV, Sharland M. Antibiotic use for

community-acquired pneumonia in neonates and children: WHO evidence

review. Paediatr Int Child Health. 2018;8(1):566-75.

16. Thatrimontrichai A, Rujeerapaiboon N, Janjindamai W, et al. Outcomes and

risk factors of ventilator-associated pneumonia in neonates. World J Pediatr.

2017;13:328-34.
LAMPIRAN

27
28

Lampiran 1. Dokumentasi di RSUD Ulin Banjarmasin


29

Lampiran 2. Dokumentasi di Rumah Pasien

Anda mungkin juga menyukai