EPILEPSI
Oleh:
Pembimbing:
dr. Arinta Atmasari, Sp.A
Laporan Kasus
EPILEPSI
Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi,
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Epilepsi”. Laporan kasus ini disusun
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Siti Fatimah Sumatera Selatan. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr.
Arinta Atmasari, Sp.A atas bimbingan yang telah diberikan.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
I. Identitas Pasien
Nama : An. SAR
Usia/Tanggal Lahir : 6 Tahun 10 bulan /25 Juni 2014
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Suka bangun II, Lorong Pendidikan RT. 35 RW. 10
Rekam Medik : 00-01-69-18
Tanggal MRS : 1 Mei 2021 pukul 23.00 WIB
II. Anamnesis
Tanggal : Senin, 3 Mei 2021 pada pukul 10.30 WIB
Diberikan oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)
a. Keluhan utama : Pasien mengalami kejang seluruh badan sejak 1 hari SMRS
b. Keluhan tambahan : Demam tidak terlalu tinggi
Pemeriksaan Neurologis
Lengan Tungkai
Fungsi motoric Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks patologis - - - -
Gejala rangsang - - - -
meningeal
Fungsi senosrik Baik Baik Baik Baik
Nervi craniales Normal Normal Normal Normal
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
Trombosit 150-450 ribu/mm3 192 ribu/mm3 Normal
Hematokrit 34-40% 37% Normal
Hemoglobin 11.5-13 g/dL 12,4 g/dL Normal
Daftar masalah
Diagnosis banding
1. Epilepsi
2. Status epileptikus
3. Meningitis
Diagnosis kerja
Epilepsi
III. Tatalaksana
1. Pemeriksaan Anjuran
− EEG → menentukan diagnosis pasti apakah anak mengalami epilepsi.
− CT Scan Kepala → melihat apakah ada trauma pada anak, perdarahan
di otak, atau kelainan susunan anatomis otak yang dapat menyebabkan
anak kejang.
− Pemeriksaan lab darah lengkap dan cek elektolit
2. Terapi Non Farmakologi
- Pasien bed rest
- Edukasi pasien mengenai penyakit, pengobatan dan komplikasi
- Atur pola makan pasien
3. Farmakologi
− Diazepam 10 mg IV
− Asam valproat 4 ml 2x1 Per oral
− Inj. Ceftriaxone 1x2 gr dalam NS 100 CC
4. Edukasi
- Memberitahu cara penanganan kejang dirumah
- Memeberikan informasi apabila kejang kembali
8
IV. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
V. FOLLOW UP
4/05/2021 S: P:
Rawat hari Demam (+), kejang (-), muntah (-), batuk - O2 2 lpm
ke-1 pilek (-) - IVFD Kaen 1B kec 65 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr dalam
O:
NS 100 CC
KU : Sens : Compos mentis
Nadi : 133 x/menit
RR : 29x/menit
T : 37,8°C
HR : 80x/ menit
Kepala: Normosefali,mata cekung (-/),
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
A:
Epilepsi
DD/ Meningitis
5/05/2021 S: P:
Rawat hari Demam (+), kejang (-), muntah (-), batuk - O2 2 lpm
ke-2 pilek (-) - IVFD Kaen 1B kec 65 cc/jam
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr dalam
O:
NS 100 CC
KU : Sens : Compos mentis - R/ EEG
Nadi : 134 x/menit
RR : 26x/menit
T : 37,8°C
Kepala: Normosefali,mata cekung (-/),
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
A:
Epilepsi
DD/ meningitis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Etiologi
C. Epidemiologi
D. Klasifikasi
E. Patofisiologi
F. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis pada pasien untuk menegakkan diagnosa epilepsi, dimulai dari
pertama ditemukan pasien dibawa karena kejang. Pertanyaan berupa
autoanamnesa maupun alloanamnesa sangat diperlukan dalam penegakkan
diagnosis.
Anamnesa yang dapat ditanyakan antara lain adalah mengenai onset
kejang, adakah gejala prodromal atau aura sebelumnya, gambaran secara jelas
13
bagaimana kondisi pasien saat terjadi kejang, durasi kejadian, dan bagaimana
kondisi pasien saat post iktal.
Pemeriksaan Fisik
Gambaran pemeriksaan fisik yang menunjang diagnosis epilepsi umumnya
hanya dapat ditemukan pada kasus sindrom epilepsi yang disertai dengan
manifestasi klinis berupa kelainan fisik. Contohnya pada kelainan kutaneus pada
penyakit sindrom neurokutaneous seperti Sturge-Weber dan tuberous sclerosis.
Kelainan fisik yang ditemukan pada pasien postictal umumnya bersifat transient.14
G. Diagnosis Banding
Epilepsi harus dibedakan dengan kejang non-epileptik dan serangan
paroksismal bukan kejang. Kejang non-epileptik adalah kejang demam, kejang
reflex, kejang anoksik, kejang akibat withdrawal alkohol, kejang yang dicetuskan
obat-obatan atau bahan kimiawi lainnya, kejang pasca trauma, dan kejang akibat
kelainan metabolik atau elektrolit akut. Serangan paroksismal non-epileptik pada
anak:4
- Perubahan atau penurunan kesadaran
• Breath holding spells
• Sinkop
- Gerakan menyerupai kejang
• Tic/ sindrom Tourette
• Hiperekpleksia/ exaggerated startle
• Spasmus nutans
• Refluks gastroesofagus/ sindrom Sandifer
• Diskinesia/ gerakan involunter
• Pseudoseizures
• Benign sleep myoclonus
- Perubahan perilaku
• Nigh terrors
• Somnambulisme
• Melamun/ day dreaming
15
I. Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan kepada orang tua yang anaknya mengalami
epilepsi:4
1. Memberitahu cara penanganan kejang di rumah
2. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
3. Penghentian pengobatan dilakukan setelah 2 tahun bebas kejang dan
secara perlahan-lahan
4. Menentukan obat yang dapat digunakan bersama-sama orang tua
17
J. SKDI
K. Prognosis
Prognosis epilepsy pada anak:4
1. Kejang yang berlangsung lebih dari 20 – 30 menit dapat menimbulkan
kerusakan otak akibat hipoksia
2. Prognosis untuk tercapainya pengendalian kejang sangat tergantung dari
beberapa faktor, antara lain:
a. Etiologi: epilepsi simtomatik umumnya lebih sulit mengalami remisi
b. Respons awal terhadap pengobatan: pasien yang mengalami remisi
jangka panjang sebagian besar responsive terhadap obat pertama yang
diberikan dengan dosis yang tidak begitu tinggi
c. Pasien dengan jenis kejang fokal atau dengan beberapa jenis kejang
sekaligus (misalnya tonik klonik umum dan mioklonik umum) berisiko
lebih tinggi untuk mengalami kejang refrakter.4
BAB IV
ANALISIS KASUS
tinggi sehingga terdapat kecurigaan yang mengarah adanya infeksi intrakranial yang
dapat menyebabkan kejang pada anak. Pada CT Scan kepala tidak tampak gambaran
perdarahan intrakranial, infark, SOL intracerebri maupun intracerebelli pada
pemeriksaan saat ini, dan tak tampak kelainan pada neurocranium maupun
viscerocranium. Pada pemeriksaan laboratorium ada peningkatan leukosit segmen dan
penurunan limfosit serta eosinophil yang menandakan adanya infeksi pada anak,
sedangkan pada pemeriksaan elektrolit semuanya dalam batas normal. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan beberapa daftar masalah
diantaranya kejang yang berulang, demam, dan obesitas.
Kejang yang berulang pada anak diawali pada anak usia 2 bulan, 3 tahun, dan 6
tahun. Pada usia 2 bulan anak kejang setelah di suntik DPT, kemudian pada usia anak 3
tahun saat sedang bermain anak tiba-tiba kejang, dan pada usia 6 tahun anak kembali
kejang tanpa penyebab yang jelas. Kejang pada anak ini kurang dari 5 menit dan pada
saat kejang di usia 6 tahun disertai dengan demam tinggi. Kejang pada anak ini dapat
saja disebabkan oleh epilepsi dan infeksi intrakranial. Untuk menyingkirkan kejang
karena infeksi intrakranial maka dilakukan CT-Scan untuk melihat apakah benar ada
fokus infeksi pada kepala anak, akan tetapi dari hasil CT-Scan tidak ditemui kelainan
pada hasil CT-Scan kepala, sehingga infeksi pada intrakranial dapat disingkirkan.
Untuk memastikan jika anak benar mengidap epilepsi maka dapat dilakukan
pemeriksaan EEG, akan tetapi EEG pada anak epilepsi tidak selalu abnormal karena
banyak hal yang memengaruhi hasil EEG. Karena anak mengalami kejang yang bersifat
paroksismal dengan bangkitan spontan atau karena gangguan ringan berulang sudah
lebih dari 1 kali dengan interval lebih dari 24 jam maka anak dapat didiagnosis dengan
epilepsi.
Demam pada anak dapat disebabkan oleh banyak hal, bisa karena adanya infeksi
pada paru, infeksi pada otak, atau infeksi pada organ lain. Jika ada infeksi pada paru,
keluhan pasien biasanya demam, ada sesak nafas, batuk akut maupun kronis, akan
tetapi pada kasus, anak ini tidak tidak mengeluhan sesak nafas, batuk akut maupun
kronis, hanya mengeluhkan demam yang tinggi. Pada pemeriksaan fisik juga tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan thorax, baik di daerah paru ataupun jantung.
Akan tetapi, karena sedang masa pandemic Covid-19, dan mengingat gejala Covid-19
yang bervariasi dapat ringan hingga berat, maka dapat dilakukan swab antigen atau
pemeriksaan foto thorax untuk melihat apakah ada kelainan pada paru. Jika memang
tidak ada kelainan maka untuk kemungkinan ada infeksi pada paru dapat disingkirkan.
20
Prognosis pada kasus ini quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena kasus ini
tidak mengancam nyawa pasien, quo ad functionam dan quo ad sanationam juga dubia
ad bonam dikarenakan faktor usia anak masih muda, fungsi otak nya masih baik namun
kekambuhan penyakit belum tau pasti, mungkin bisa berulang kembali.
DAFTAR PUSTAKA