Disusun oleh
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan limpahan
rahmad dan karunia- nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul
“Laporan Presentasi Jurnal Stase Keperawatan Kritis Pada Klien Dengan Punurunan
Kualitas Tidur Dengan Metode Pemberian Foot Massage Di Ruang Intensive Care Unit
(Icu) Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”.
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu berbagai penyusunan mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ns. Kiki Hardiansyah Safitri M.Kep.,Sp.Kep.MB Selaku dosen koordinator
dan
pembimbing keperawatan Gawat darurat dan kritis di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Wiyata Husada Samarinda
2. Kepala Ruangan beserta staf keperawatan Ruang Intensive Care Unit
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi
dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka
mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun
kelainan lain yang jelas di intrakranial. [5] Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak
balita. Umumnya terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Ada beberapa faktor yang ikut
mempengaruhi, diantaranya; usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan epilepsi dalam keluarga, dan
normal tidaknya perkembangan neurologi. Menurut Nadirah (2011), di antara semua usia, bayi
yang paling rentan terkena step atau kejang demam berulang. Risiko tertinggi pada umur di bawah
2 tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang bila kejang pertama terjadi
pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko berulangnya kejang sekitar 28%. Selain itu, dari jenis
kelamin juga turut mempengaruhi. Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa anak laki-laki
lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan, namun risiko berulangnya
kejang demam tidak berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat kejang dalam keluarga merupakan
risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang demam, yaitu sekitar 50-100%, dan anak-
anak yang mengalami keterlambatan perkembangan neurologi meningkatkan risiko terjadinya
kejang demam berulang. Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan
sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan.
Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika
tercatat 2-4% angka kejadian Kejang demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan
di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal atau
kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam). [6] Angka
kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80% - 90% dari seluruh kejang
demam sederhana. Hasil rekam medis Rumah sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun
2008 -2010, terdapat 86 pasien dengan kejang 41 (47,7%) pasien diantaranya mengalami kejang
berulang.[7] Kejadian kejang demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6
bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Di
Indonesia khususnya didaerah tegal, jawa tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang
demam, dari 62 kasus penderita kejang demam (Kuncoro, 2009). Selain itu di Medan penyakit
kejang demam menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani dokter di Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi selama Agustus-Desember 2009. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
pasien yang dirawat inap sebanyak 155 pada bulan Agustus. Kemudian pada bulan Desember
berjumlah 177 pasien.[8] Riwayat keluarga dengan kejang demam sudah banyak diteliti sebagai
salah satu faktor risiko kejang demam, kejang demam diturunkan secara dominan autosal
(Lumbantobing, 2002). Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang
demam. 25-50% anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami
B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Tujuan umum dalam analisis jurnal ini adalah untuk menjelaskan kan tentang
analisis faktor risiko kejadian kejang demam ?
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari analisis jurnal ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang mekanisme kejadian kejang demam
2. Untuk mengetahui factor resiko dari kejang demam?
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS DATA.
Nama : By Ny M
TTL : 21/07/2020
Usia : 0 bulan
Nama Ayah : Tn A
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Nama ibu : Ny.M
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Toraja/Indonesia
Alamat : Jl Matahari, Gang Cerah
2. Intra natal :
Ny. M menyatakan, dibawa ke puskesmas karena merasa sakit perut, kemudian
dirujuk ke RSUD Parikesit pada tanggal 21 Juli 2020 pukul 10.00 WITA kemudian
di RSUD Parikesit melahirkan secara spontan pada pukul 22.00 WITA dengan Usia
kehamilan 38 Minggu. Lama persalinan kala I 11 jam, Kala II 10 menit, Kala III 5
menit dan Kala IV 2 jam.
3. Post natal :
BB/ PB Lahir : 2800 gr / 50 cm
Nilai APGAR : 1menit/ 5menit: 5/8
Daftar tabel 2.1 Hasil penilaian APGAR Scroe Bayi Ny.v
No Kriteria 1 menit 5 menit
1 Denyut Jantung 2 2
2 Usaha Napas 1 1
3 Tonus Otot 1 2
4 Reflek 0 1
5 Warna Kulit 1 2
Total 5 8
4. Tindakan (operasi) :
-
5. Alergi :
-
6. Kecelakaan :
-.
7. Imunisasi :
a. HepatitisB :-
b. BCG :-
c. DPT :-
d. Campak :-
c c
c c
Keterangan :
laki laki :
perempuan : c
pasien :
serumah :
meninggal :X
keterangan : keluarga tdk ada penyakit yg sama dengan klien dan anggota keluarga masih
hidup semua lengkap
2. Nutrisi :
Makanan yang disukai :
By.Ny.M saat ini mengonsumsi asi sebagai nutrisi
Pola makan/jam :
By.Ny.M terpasang ogt, diet cair, energi 880 kkla/hari. Status nutrisi baik
Jenis makanan :
Saat ini by a hanya mengkonsumsi asi dari ibu
3. Aktivitas :
By.Ny M belum dapat beraktivitas dengan aktif, karna masih proses pemulihan
Tidur siang :
By.Ny.M tidur siang 3-5 jam
5. Eleminasi :
BAB :
bab saat ini lancer dan tidak ada gangguan
BAK :
Bak saat ini lancer dan tidak ada gangguan
6. Pola hubungan
Yang mengasuh :
Ibu mengatakn yang mengasuh anaknya adalah ibu dan ayah
Hubungan dengan :
Anggota keluarga
Hubungan anak dengan :
Orang tua
Pembawaan secara :
Umum
Pembawaan secara umum masih belum dapat berkomunikasi karena masih bayi
Lingkungan rumah :
Ibu mengatakan lingkungan rumahnya juga lumayan ramai dan ramah
7. Koping keluarga :
Stressor pada anak/keluarga :
Ibu mengatakan ada suatu ketakutan dalam dirinya jika anaknya besar tidak dapat beraktivitas
secara normal akibat dari kejang anaknya
Pelayanan
Ibu mengatakan anaknya ketika dilakukan perawatan,dilayani oleh baik,bahkan diberikan
dukungan semangat oleh dokter dan perawat by a
:
8. Kongnitif dan persepsi
Pendengaran :
Belum dapat dikaji
Penglihatan :
Belum dapat dikaji
Penciuman :
Belum dapat dikaji
Taktil dan pengecapan :
Belum dapat dikaji, namun untuk refleks hisap (+)
9. Konsep diri
( Gambaran identitas peran individu, harga diri,gambaran diri, depresi…)
Orang tua merasa cemas,dengan keadaan by ny.M, karena mengingat usianya yang masih sangat
kecil,tetapi sudah ada penyakit berat yang dialaminya
Hidung :
- simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,tidak ada lesi
Mulut :
- warna mukosa mulut dan bibir sedikit kebiruan, bibir kering, tidak ada lesi dan
Telinga :
- bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,tidak ada tanda-
tanda infeksi, dan tidak alat bantu dengar
Dada :
- simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama
dengan warna kulit lain tidak ada ikterik sianosis tidak ada pembengkaklan.atau benjolan
Jantung :
- Irama jantung teratur
Paru-paru :
- Tidak ada suara tambahan
Perut :
- simetris kika tidak ada nyeri tekanan, suara peristaltic (+)
Punggung :
- Punggung terlihat simetris tidak ada pembesaran atau kelainan bentuk punggung
Genetalia :
Anak berjenis kelamin laki-laki
Ekstremitas :
Ektremitas atas terpasang NRM 1 liter,infus ditangan kiri pasien. Ekstremitas cenderung kaku
Kulit :
Warna kulit dan kuku cenderung kebiruan. kulit tampak baik elestis kulit baik, tidak ada luka ketombe
dikepala (+)
Tanda vital :
Suhu : 36 C
6. Hasil laboratorium :
Nama : by ny.M tanggal order : 20/07/20
Umur : 0 bulan no rm : 01.22.89.91
7. Hasil Rontgen :
-
8. Data tambahan :
-
VIII. ANALISA DATA
ETIOLOGI
DATA KLIEN MASALAH
Data subjektif - Peningkatan metabolik Hipertermi
Data objektif :
- Suhu 38,2 C
- Kulit kebiruan
- Kulit teraba hangat
indicator skala :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
2 Gangguan pertukaran gas Tujuan setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan asfiksia keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan jalan nafas pasien Tindakan :
membaik dengan kriteria hasil : 1.1 pertahankan kepatenan jalan napas
1.2 siapkan dan atur pemberian oksigen
Kriteria hasil : 1.3 kolaborasi penentuan dosis oksigen
a. Takikardi (membaik)
1.4 kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
b. Sianosis (membaik)
tidur
c. Pola napas (membaik)
d. Warna kulit (membaik)
Ket skala:
1 (Menurun)
2 (Cukup Memburuk)
3 (Sedang)
4 (Cukup Membaik)
5 (Membaik)
3. Risiko ketidakseimbangan Tujuan setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
volume cairan berhubungan keperawatan selama 2x24 jam
dengan status hipermetabolik diharapkan status nutrisi pasien Tindakan :
meningkat dengan kriteria hasil : c.1 Monitor status hidrasi
c.2 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
a. Asupan cairan (membaik) c.3 Catat intake output dan hitung balance cairan 24
b. Kelembaban membran mukosa jam
(membaik) c.4 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
c. Turgor kulit (membaik) c.5 Berikan cairan intravena
Ket skala:
1 (Menurun)
2 (Cukup Memburuk)
3 (Sedang)
4 (Cukup Membaik)
5 (Membaik)
BAB III
ANALISIS JURNAL
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5
tahun. Prevalensi kasus ini di indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan
30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko kejadian kejang demam di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Jenis penelitian yang
digunakan ialah survei analitik dengan rancangan case control. Sampel dalam penelitian ini ialah anak usia
6-60 bulan sebanyak 153 anak yang diambil secara accidental sampling. Hasil penelitian ini diuji secara
statistik dengan uji Chi-square menggunakan rumus Odds ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Riwayat Kejang Keluarga (OR=3,902), Suhu Tubuh (OR=87,838) dan
BBLR (OR=2,830) merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada anak. Diharapkan agar institusi
kesehatan lebih mensosialisasikan tentang penanganan dan pencegahan kejadian kejang demam kepada
orang tua anak. Faktor penting lain terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu badan. Tingginya suhu
tubuh pada keadaan demam sangat berpengaruh terhadap terjadinya kejang demam karena pada suhu tubuh
yang tinggi dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga terjadi perbedaan potensial membran di otak
yang akhirnya melepaskan muatan listrik dan menyebar ke seluruh tubuh
B. TABEL SUMMARY
C. TINJAUAN PUSTAKA
B. Klasifikasi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Belum jelas,
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik. Berikut gejala Kejang demam.
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
Terjadi pada usia 6 bulan-4 tahun
Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Tidak ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak
menunjukkan adanya kelainan
C. Manifestasi klinik
D. Penatatalaksanaan
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
Mengatasi kejang secepat mungkin
Pengobatan penunjang
Memberikan pengobatan rumat
Mencari dan mengobati penyebab
Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Pengobatan akut
E. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yg amat sangat pada para orangtua,
sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang. Kejang
demam simple tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau
kesulitan belajar, ataupun apilepsi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam. Kecil
kemungkinan epilepsy timbul setelah kejang demam. Sekitar 2 – 4 % anak kejang
demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri.
Kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat mereka mengalami
demam. Namun begitu, antara 95 - 98% anak yg mengalami kejang demam simple tidak
menimbulkan epilepsy.
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam berulang.
Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali. Resiko
terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:
pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit.
Ada faktor turunan dari ayah-ibunya.
Namun begitu, factor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin
muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan
mengalami kejang berulang
F. PEMBAHASAN
1. Faktor Risiko Riwayat Kejang Keluarga Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Hasil analisis menunjukkan bahwa riwayat kejang keluarga merupakan faktor risiko terhadap kejadian
kejang demam pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,902 (1,922- 7,919), yang artinya
anak yang memiliki riwayat kejang keluarga berisiko 3,902 kali lebih besar untuk menderita kejang
demam. Penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di Makassar oleh Amalia dkk., pada
tahun 2013 yang mana riwayat kejang keluarga merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada
anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 7,04 yang artinya anak dengan riwayat kejang keluarga
mempunyai risiko 7,04 kali lebih besar untuk menderita kejang demam dibandingkan dengan anak
yang tidak memiliki riwayat kejang keluarga. [11] Pada penelitian ini, dari 51 kasus kejadian kejang
demam 31 diantaranya mempunyai riwayat kejang keluarga (risiko tinggi), dan dari 31 yang
mempunyai riwayat kejang keluarga berisiko tinggi, 98,0% mempunyai suhu tubuh yang berisiko
tinggi serta 25,5% mempunyai berat badan lahir risiko tinggi (BBLR). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 60,8% memiliki riwayat kejang keluarga
sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 71,6% tidak memiliki riwayat kejang keluarga.
Hal ini menggambarkan bahwa anak yang memiliki riwayat kejang keluarga berisiko lebih tinggi
untuk menderita kejang demam. Ini didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan di Amerika oleh
Hauser et. al (1985). [12] Penelitian ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan pewarisan kejang
demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%
2. Faktor Risiko Suhu Tubuh Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu tubuh merupakan faktor risiko terhadap kejadian kejang demam
pada anak. Hasil analisis Odds Ratio OR = 87,838 (11,650-662,283), hal ini berarti anak yang memiliki
Suhu Tubuh Tinggi ≥ 37,8°C berisiko 87,838 kali lebih besar untuk menderita kejang demam. Penelitian
ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di Makassar oleh Amalia dkk., pada tahun 2013 yang mana suhu
tubuh merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) untuk
suhu tubuh ≥ 37,8ºC adalah 42,3, yang artinya mempunyai risiko 42,3 kali lebih besar untuk menderita
kejang demam dibandingkan yang mempunyai suhu tubuh < 37,8ºC. [11] Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 98,0% memiliki suhu tubuh ≥ 37,8°C,
sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 63,7% memiliki suhu tubuh < 37,8°C. Hal ini
menggambarkan bahwa anak yang memiliki suhu tubuh ≥ 37,8°C berisiko lebih tinggi untuk menderita
kejang demam.
3. Faktor Risiko BBLR Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak.
Bayi dengan berat lahir rendah yaitu bayi lahir kurang dari 2500 gram. Risiko terjadinya kejang
demam pada bayi berat lahir kurang dari 2500 gram sebesar 3,4% dan bayi berat lahir diatas 2500
berisiko 2,3%. BBLR merupakan salah satu variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil analisis
Odds Ratio (OR) dengan Confidence Interval (CI) 95% diperoleh nilai OR = 2,830 (1,165- 6,876), hal
ini berarti anak yang mengalami BBLR berisiko 2,830 kali lebih besar untuk menderita kejang demam
dibandingkan anak yang tidak mengalami BBLR. Karena OR > 1, maka BBLR merupakan faktor
risiko terhadap kejadian kejang demam. Penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di
Makassar oleh Amalia dkk., pada tahun 2013 yang mana BBLR merupakan faktor risiko kejadian
kejang demam pada anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) untuk BBLR < 2500 gram ialah 1,136 yang
artinya mempunyai risiko 1,136 kali lebih besar untuk menderita kejang demam dibandingkan yang
memiliki berat badan lahir ≥ 2500 gram. [11] Pada penelitian ini, dari 51 kasus kejadian kejang demam
13 diantaranya menderita BBLR (risiko tinggi), dan dari 13 yang menderita BBLR, 60,8% mempunyai
riwayat kejang kelurga (risiko tinggi) serta 98,0% mempunyai suhu tubuh risiko tinggi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 25,5% memiliki BBL < 2500
gram, sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 89,2% memiliki BBL ≥ 2500 gram. Hal ini
menggambarkan bahwa anak yang memiliki BBL < 2500 gram berisiko lebih tinggi untuk mendertita
kejang demam
BAB IV
STANDAR OPERASIONAL
1. TUJUAN
Prosedur ini bertujuan sebagai acuan penanganan pelanggan dengan kejang demam di
Ruang Pemeriksaan Umum di UPTD Puskesmas Ngasem.
2. RUANG LINGKUP
Tindakan mulai dari pembebasan jalan napas, pemberian obat-obatan anti kejang
sampai dengan pencatatan ke dalam rekam medis dan register harian Ruang
Pemeriksaan Umum
3. KRITERIA PENCAPAIAN
Semua pelanggan dengan kejang demam tertangani 100% sesuai dengan prosedur
Penanganan Kejang Demam
4. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan
oleh proses ekstrakranial
5. URAIAN UMUM
5.1. Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah
spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi
jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.
5.2. Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan dan
menyingkirkan hawa panas.
5.3. Ekstrakranial adalah di luar rongga tengkorak
6. PERALATAN
6.1 Alat :
6.1.1 Tongue Spatel
6.1.2 Infus Set
6.2 Bahan :
6.2.1 Obat-obatan
7. ALUR PROSES
1 Petugas membebaskan jalan Medis & Paramedis
napas
2 Petugas meletakkan tongue spatel Medis & Paramedis
antara kedua rahang supaya lidah
tidak tergigit
3 Petugas melonggarkan pakaian Medis & Paramedis
pelanggan kejang demam
4 Petugas menempatkan pelanggan Medis & Paramedis
pada posisi supine (terlentang-
miring)
5 Petugas memberikan oksigen Medis & Paramedis
6 Petugas memasang infus Medis & Paramedis
7 Petugas memberikan obat-obatan Medis & Paramedis
anti kejang :
a. BB < 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal
2,5 mg atau stesolit supposutoria 5
mg
b. BB > 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal
7,5 mg atau
stesolit suppustoria 10 mg
c. Bila dalam 20 menit tidak berhenti
dapat diulangi dengan dosis yang
sama dan bila dalam 20 menit tidak
juga berhenti, ulangi dosis yang
sama tetapi im
8 Jika tidak ada diazepam dapat Medis & Paramedis
diberikan fenobarbital (luminal)
im/iv dengan dosis :
a. Usia < 1 thn : 50 mg, dalam 15
menit tidak berhenti ulangi dengan
dosis 30 mg
b. Usia > 1 thn : 75 mg, dalam 15
menit tidak berhenti ulangi dengan
dosis 50 mg
9 Petugas menurunkan panas dengan Medis & Paramedis
kompres air hangat, dan berikan
parasetamol 10-15 mg/kgBB tiap 4-6
jam atau ibuproven 5-10 mg/kgBB
tiap 4-6 jam
1 Petugas memberikan antibiotika Medis & Paramedis
0
1 Petugas melakukan pencatatan ke Medis & Paramedis
1 dalam rekam medis dan buku
register harian rawat jalan Ruang
Pemeriksaan Umum
8. DIAGRAM ALIR
9. REFERENSI
9.1. Buku Pedoman Mutu UPTD Puskesmas ngasemTahun 2013
9.2 Standard Puskesmas, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, Dinkes Provinsi JATIM, 2013.
9.3 ISO 9001:2008 klausul 7.5.1 tentang pengendalian produksi dan penyediaan jasa.
10. DOKUMEN TERKAIT
10.1. Rekam medis.
10.2. Buku Register harian RPU
11. RUANG TERKAIT.
11.1 Ruang Pemeriksaan Umum
11.2 Ruang KIA
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Infeksi
virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan yaitu:
memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan pengobatan
rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada
6 bulan pertama.
.
B. SARAN
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih detail dan fokus lagi dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Saran yang membangun sangat kami perlukan dari para pembaca demi
kelancaran dan perbaikan dalam pembuatan makalah yang berikutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Ed.11.
2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4. Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of Family
Medicine and Community Health; 2008.
5. Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2. 2009.
Jakarta: CV Sagung Seto
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2007.
7. Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 24 Januari 2011.