Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRESENTASI ASKEP DAN JURNAL

STASE KEPERAWATAN KRITIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN KEJANG DEMAM DI RUANG


PERAWATAN ANAK RSU ANUTAPURA PALU

Dosen Koord : Ns.Anissa Ain

Disusun oleh

Lidya The Vega P1908098

PTOGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
KATA
PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan limpahan
rahmad dan karunia- nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul
“Laporan Presentasi Jurnal Stase Keperawatan Kritis Pada Klien Dengan Punurunan
Kualitas Tidur Dengan Metode Pemberian Foot Massage Di Ruang Intensive Care Unit
(Icu) Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”.

Laporan ini dibuat berdasarkan bermacam sumber buku – buku refrensi,


media elektronik, dan dari hasil pemikiran penyusun sendiri.
Selama penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan masukan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu berbagai penyusunan mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ns. Kiki Hardiansyah Safitri M.Kep.,Sp.Kep.MB Selaku dosen koordinator
dan
pembimbing keperawatan Gawat darurat dan kritis di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Wiyata Husada Samarinda
2. Kepala Ruangan beserta staf keperawatan Ruang Intensive Care Unit

RSUD.Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang telah mengizinkan dan memberi


bimbingan selama pelaksanaan praktik stase Kritis di ruangan tersebut.
3. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada penyusun
baik bersifat moril maupun material.
4. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunanlaporan ini.

Semoga makalah ini dapta bermanfaat kepada pembacanya dan dapat

dijadikan acuan terhadap penyusunan laporan berikut berikutnya.

Samarinda, Juli 2020


Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. DESKRIPSI KASUS KELOLAAN


B. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
b. Analisa data
c. Diagnosa
d. Tujuan keperawatan
e. Intervensi keperawatan
BAB III ANALISIS JURNAL
A. DESKRIPSI TOPIK JURNAL
B. TABEL SUMMARY
C. TINJAUAN PUSTAKA
D. PEMBAHASAN
BAB IV STANDAR OPERASIONAL
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi
dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka
mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun
kelainan lain yang jelas di intrakranial. [5] Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak
balita. Umumnya terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Ada beberapa faktor yang ikut
mempengaruhi, diantaranya; usia, jenis kelamin, riwayat kejang dan epilepsi dalam keluarga, dan
normal tidaknya perkembangan neurologi. Menurut Nadirah (2011), di antara semua usia, bayi
yang paling rentan terkena step atau kejang demam berulang. Risiko tertinggi pada umur di bawah
2 tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang bila kejang pertama terjadi
pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko berulangnya kejang sekitar 28%. Selain itu, dari jenis
kelamin juga turut mempengaruhi. Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa anak laki-laki
lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan, namun risiko berulangnya
kejang demam tidak berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat kejang dalam keluarga merupakan
risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang demam, yaitu sekitar 50-100%, dan anak-
anak yang mengalami keterlambatan perkembangan neurologi meningkatkan risiko terjadinya
kejang demam berulang. Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan
sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan.
Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika
tercatat 2-4% angka kejadian Kejang demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan
di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal atau
kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam). [6] Angka
kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80% - 90% dari seluruh kejang
demam sederhana. Hasil rekam medis Rumah sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun
2008 -2010, terdapat 86 pasien dengan kejang 41 (47,7%) pasien diantaranya mengalami kejang
berulang.[7] Kejadian kejang demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6
bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Di
Indonesia khususnya didaerah tegal, jawa tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang
demam, dari 62 kasus penderita kejang demam (Kuncoro, 2009). Selain itu di Medan penyakit
kejang demam menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani dokter di Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi selama Agustus-Desember 2009. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
pasien yang dirawat inap sebanyak 155 pada bulan Agustus. Kemudian pada bulan Desember
berjumlah 177 pasien.[8] Riwayat keluarga dengan kejang demam sudah banyak diteliti sebagai
salah satu faktor risiko kejang demam, kejang demam diturunkan secara dominan autosal
(Lumbantobing, 2002). Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang
demam. 25-50% anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami

kejang demam sekurang-kurangnya sekali.

B. TUJUAN

a. Tujuan umum
Tujuan umum dalam analisis jurnal ini adalah untuk menjelaskan kan tentang
analisis faktor risiko kejadian kejang demam ?
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari analisis jurnal ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang mekanisme kejadian kejang demam
2. Untuk mengetahui factor resiko dari kejang demam?
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. DESKRIPSI KASUS KELOLAAN

1. DIAGNOSIS KEJANG (Lidya)


By. Ny. M adalah anak pertama dari pasangan Ny. M dan Tn. A namun setelah dilahirkan By.
Ny. M tidak langsung menangis ehingga perlu diberikan rangsangan agar bayi dapat menangis.
By. Ny. M juga mengalami kejang, mata berputar-putar, sianosis, ektremitas kaku, tremor, bayi
mengalami asfiksia ringan, sulit bernafas, suhu tubuh 36 oC, apgar score 5/8. BB : 2800 gr, PB :
50 cm, denyut jantung : 98 x/menit pasca dilahirkan di rumah bersalin dan pada saat persalinan
Ny. M dibantu oleh bidan. Pada saat dikaji By. Ny. M tidak ada reflek moro, BB 2800 gr, PB 50
cm, LK 35 cm, LD 30cm, LILA 9,5 cm. Warna kulit nampak kebiruan dan juga warna kuku.
Ekstremitas pada By. Ny. M cederung kaku namun tidak ada kelainan pada bagian kepala,leher,
dada, perut, genetalia, dan ekstremitas yang masih lengkap hanya pergerakan yang kaku.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS DATA.
Nama : By Ny M
TTL : 21/07/2020
Usia : 0 bulan
Nama Ayah : Tn A
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Nama ibu : Ny.M
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Toraja/Indonesia
Alamat : Jl Matahari, Gang Cerah

II. KELUHAN UTAMA


Pasien datang dengan orangtuanya mengeluhkan by a sesak nafas disertai dengan batuk

I. RIWAYAT MUNCULNYA MASALAH SAAT Ini


Saat setelah dilahirkan By. Ny. M tidak langsung menangis sehingga perlu diberikan rangsangan agar
bayi dapat menangis. By. Ny. M juga mengalami kejang, mata berputar-putar, sianosis, ektremitas kaku,
tremor, bayi mengalami asfiksia ringan, sulit bernafas,

II. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


1. Prenatal :
Ibu mengatakan selalu memeriksakan diri kepuskesmas dan bidan dan pada saat hasil ibu rutin
minum obat penambah darah dan vitamin, keluhan ibu pada saat hamil adalah mual muntah pada
usia kehamilan 2-3 bulan dan mengeluh susah tidur

2. Intra natal :
Ny. M menyatakan, dibawa ke puskesmas karena merasa sakit perut, kemudian
dirujuk ke RSUD Parikesit pada tanggal 21 Juli 2020 pukul 10.00 WITA kemudian
di RSUD Parikesit melahirkan secara spontan pada pukul 22.00 WITA dengan Usia
kehamilan 38 Minggu. Lama persalinan kala I 11 jam, Kala II 10 menit, Kala III 5
menit dan Kala IV 2 jam.
3. Post natal :
BB/ PB Lahir : 2800 gr / 50 cm
Nilai APGAR : 1menit/ 5menit: 5/8
Daftar tabel 2.1 Hasil penilaian APGAR Scroe Bayi Ny.v
No Kriteria 1 menit 5 menit
1 Denyut Jantung 2 2
2 Usaha Napas 1 1
3 Tonus Otot 1 2
4 Reflek 0 1
5 Warna Kulit 1 2
Total 5 8

III. RIWAYAT MASA LAMPAU.

1. Penyakit waktu kecil :


-

2. Pernah dirawat dirumah sakit :


-

3. Obat-obatan yang digunakan :


-

4. Tindakan (operasi) :
-

5. Alergi :
-

6. Kecelakaan :
-.

7. Imunisasi :
a. HepatitisB :-

b. BCG :-

c. DPT :-

d. Campak :-

IV. RIWAYAT KELUARGA ( genogram)

c c

c c
Keterangan :
laki laki :
perempuan : c
pasien :
serumah :
meninggal :X
keterangan : keluarga tdk ada penyakit yg sama dengan klien dan anggota keluarga masih
hidup semua lengkap

V. KESEHATAN FUNGSIOLNAL. (11 Pola kesehatan Gordon)

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan :


Ibu mengatakan sudah sejak lahir mengetahui penyakit anaknya.

2. Nutrisi :
Makanan yang disukai :
By.Ny.M saat ini mengonsumsi asi sebagai nutrisi

Alat makan yang dipakai :


Selang ogt

Pola makan/jam :
By.Ny.M terpasang ogt, diet cair, energi 880 kkla/hari. Status nutrisi baik
Jenis makanan :
Saat ini by a hanya mengkonsumsi asi dari ibu

3. Aktivitas :
By.Ny M belum dapat beraktivitas dengan aktif, karna masih proses pemulihan

4. Tidur dan istirahat


 Pola tidur :
By.Ny M tidur mulai pukul 20.00 wita hingga 06.00 wita dan kadang kembali tertidur setelah
kenyang. Kebiasaan sebelum tidur :
Saat sudah kenyang

 Tidur siang :
By.Ny.M tidur siang 3-5 jam

5. Eleminasi :
 BAB :
bab saat ini lancer dan tidak ada gangguan

 BAK :
Bak saat ini lancer dan tidak ada gangguan

6. Pola hubungan

 Yang mengasuh :
Ibu mengatakn yang mengasuh anaknya adalah ibu dan ayah
 Hubungan dengan :
Anggota keluarga
 Hubungan anak dengan :
Orang tua

 Pembawaan secara :
Umum
Pembawaan secara umum masih belum dapat berkomunikasi karena masih bayi

 Lingkungan rumah :
Ibu mengatakan lingkungan rumahnya juga lumayan ramai dan ramah

7. Koping keluarga :
 Stressor pada anak/keluarga :
Ibu mengatakan ada suatu ketakutan dalam dirinya jika anaknya besar tidak dapat beraktivitas
secara normal akibat dari kejang anaknya

 Koping terhadap pemberi :


Ibu selalu bawa dalam doa dan tidak putus untuk berdoa agar anaknya cepat sembuh

 Pelayanan
Ibu mengatakan anaknya ketika dilakukan perawatan,dilayani oleh baik,bahkan diberikan
dukungan semangat oleh dokter dan perawat by a
:
8. Kongnitif dan persepsi
 Pendengaran :
Belum dapat dikaji
 Penglihatan :
Belum dapat dikaji
 Penciuman :
Belum dapat dikaji
 Taktil dan pengecapan :
Belum dapat dikaji, namun untuk refleks hisap (+)

9. Konsep diri
( Gambaran identitas peran individu, harga diri,gambaran diri, depresi…)
Orang tua merasa cemas,dengan keadaan by ny.M, karena mengingat usianya yang masih sangat
kecil,tetapi sudah ada penyakit berat yang dialaminya

10. Seksual : By.Ny.M berjenis kelamin laku-laki

11. Nilai dan kepercayaan : belum dapat dikaji

VI. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Keadaan umum lemas


 TB/ BB : 50,0 cm/ 2.800 gr
 LK 35 cm, LD 30cm, LILA 9,5 cm
 Mata :
- simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih

 Hidung :
- simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,tidak ada lesi

 Mulut :
- warna mukosa mulut dan bibir sedikit kebiruan, bibir kering, tidak ada lesi dan

 Telinga :
- bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,tidak ada tanda-
tanda infeksi, dan tidak alat bantu dengar

 Dada :
- simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama
dengan warna kulit lain tidak ada ikterik sianosis tidak ada pembengkaklan.atau benjolan
 Jantung :
- Irama jantung teratur

 Paru-paru :
- Tidak ada suara tambahan

 Perut :
- simetris kika tidak ada nyeri tekanan, suara peristaltic (+)

 Punggung :
- Punggung terlihat simetris tidak ada pembesaran atau kelainan bentuk punggung

 Genetalia :
Anak berjenis kelamin laki-laki
 Ekstremitas :
Ektremitas atas terpasang NRM 1 liter,infus ditangan kiri pasien. Ekstremitas cenderung kaku
 Kulit :
Warna kulit dan kuku cenderung kebiruan. kulit tampak baik elestis kulit baik, tidak ada luka ketombe
dikepala (+)
 Tanda vital :
Suhu : 36 C

VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI.


1. Diagnosa medis :
Kejang
2. Tindakan operasi :
Tidak dilakukan tindakan operasi
3. Status nutrisi :
Cukup baik
4. Status cairan :
IVD 05 1/4 NS 1 cc/jam
5. Obat-obatan :
Zinc 1x20 mg
Pct 10 mg/kg berat badan
Diazepam 0,3 mg/kg berat badan IV jika kejang (2,5 mg)
Diazepam 0,1 mg/kg berat badan per oral jika suhu >38,5 celcius

6. Hasil laboratorium :
Nama : by ny.M tanggal order : 20/07/20
Umur : 0 bulan no rm : 01.22.89.91

No Pemeriksan Hasil Nilai Normal Satuan


1 Hemoglobin 17.5 13.2 17.3 g/dL
2 Eritrosit 4.09 4.0 – 6.0 106 / mm3
3 Leukosit 12.1 10-26 103/ mm3
4 Hematokrit 49 43 – 49 %
5 Trombosit 159 150-440 103/ mm3
6 MPV 11.1 7.2-11.1 Fl
7 PDW 14.1 9-13 Fl
8 RDW-CV 16.8 11.5-14.5 %
9 MCV 105.1 85-123 Fl
10 MCH 37.3 28-40 Pg
11 MCHC 33.2 31.5 – 35.0 g/dL
12 Basofil 0.3 0 – 0.1 10 µl
13 Eosinofil 1.9 0.05 – 0.5 10 µl
14 Neutrofil 51.4 2.7 – 6.5 10 µl
15 Limfosit 3.5 1.5 – 3.7 10 µl
16 Monosit 11.4 0.2 – 0.4 10 µl
17 Bilirubin Total 4.3 ≤ 1.5 Mg%
18 Bilirubin Direk 0.7 ≤6 Mg%
19 CRP ≤5 1.5 – 6 Mg/L

7. Hasil Rontgen :
-

8. Data tambahan :
-
VIII. ANALISA DATA

ETIOLOGI
DATA KLIEN MASALAH
Data subjektif - Peningkatan metabolik Hipertermi

Data objektif :
- Suhu 38,2 C
- Kulit kebiruan
- Kulit teraba hangat

Data subjektif - Asfiksia Gangguan pertukaran


gas
Data objektif :
- Kulit dan kuku sianosis
- Gelisah
- Pola napas abnormal
(cepat)
- Frekuensi napas 40x/
menit
- Nilai hemoglobin 17.5
g/dL

Data subjektif : - Status Hipermetabolik Risiko


Data objektif : ketidakseimbangan
- Mukosa bibir kering volume cairan
- Kulit sianosis
- Peningkatan suhu
tubuh 38,2 C
IX. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


. KEPERAWATAN
1 Hipertermi berhubungan Tujuan setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
dengan peningkatan keperawatan selama 2x24 jam
metabolik diharapkan pola nafas pasien Tindakan :
membaik dengan kriteria hasil : 1.1 identifikasi penyebab hiperternia
1.2 monitor suhu tubuh
Kriteria hasil: 1.3 sediakan lingkungan yang aman
1. Akrosianosis (membaik) 1.4 berikan oksigen jika perlu
2. Suhu tubuh (membaik) 1.5 kolaborasi pemberian cairan
3. Suhu kulit (membaik)

indicator skala :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

2 Gangguan pertukaran gas Tujuan setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan asfiksia keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan jalan nafas pasien Tindakan :
membaik dengan kriteria hasil : 1.1 pertahankan kepatenan jalan napas
1.2 siapkan dan atur pemberian oksigen
Kriteria hasil : 1.3 kolaborasi penentuan dosis oksigen
a. Takikardi (membaik)
1.4 kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
b. Sianosis (membaik)
tidur
c. Pola napas (membaik)
d. Warna kulit (membaik)

Ket skala:
1 (Menurun)
2 (Cukup Memburuk)
3 (Sedang)
4 (Cukup Membaik)
5 (Membaik)
3. Risiko ketidakseimbangan Tujuan setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
volume cairan berhubungan keperawatan selama 2x24 jam
dengan status hipermetabolik diharapkan status nutrisi pasien Tindakan :
meningkat dengan kriteria hasil : c.1 Monitor status hidrasi
c.2 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
a. Asupan cairan (membaik) c.3 Catat intake output dan hitung balance cairan 24
b. Kelembaban membran mukosa jam
(membaik) c.4 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
c. Turgor kulit (membaik) c.5 Berikan cairan intravena

Ket skala:
1 (Menurun)
2 (Cukup Memburuk)
3 (Sedang)
4 (Cukup Membaik)
5 (Membaik)
BAB III
ANALISIS JURNAL

A. DESKRIPSI TOPIK JURNAL

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5
tahun. Prevalensi kasus ini di indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan
30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko kejadian kejang demam di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Jenis penelitian yang
digunakan ialah survei analitik dengan rancangan case control. Sampel dalam penelitian ini ialah anak usia
6-60 bulan sebanyak 153 anak yang diambil secara accidental sampling. Hasil penelitian ini diuji secara
statistik dengan uji Chi-square menggunakan rumus Odds ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Riwayat Kejang Keluarga (OR=3,902), Suhu Tubuh (OR=87,838) dan
BBLR (OR=2,830) merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada anak. Diharapkan agar institusi
kesehatan lebih mensosialisasikan tentang penanganan dan pencegahan kejadian kejang demam kepada
orang tua anak. Faktor penting lain terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu badan. Tingginya suhu
tubuh pada keadaan demam sangat berpengaruh terhadap terjadinya kejang demam karena pada suhu tubuh
yang tinggi dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga terjadi perbedaan potensial membran di otak
yang akhirnya melepaskan muatan listrik dan menyebar ke seluruh tubuh

B. TABEL SUMMARY

N Judul jurnal terkait Pembahasan Metode


o
1. ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Pengetahuan Penelitian ini
PERILAKU IBU DALAM PENANGANAN DEMAM merupakan hasil merupakan
PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS DEPOK I pengindraan manusia, penelitian
SLEMAN YOGYAKARTA Lala Budi Fitriana*) atau hasil tahu kuantitatif dengan
Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, seseorang terhadap jenis penelitian
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati objek melalui indra deskriptif analitik,
Yogyakarta, Jl Raya Tajem KM 1,5 Maguwoharjo, yang dimilikinya. yaitu mencari
Depok, Sleman, Yogyakarta, 55582 Sebagian besar hubungan antar
pengetahuan variabel yang
Tersedia online di: seseorang diperoleh diteliti, dengan
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index melalui indra metode pendekatan
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (2), Mei pendengaran (telinga) cross sectional
2017, 179-188 dan indra penglihatan yaitu data yang
(mata) (Notoatmodjo, diambil dalam
2014). Berdasarkan waktu yang
tabel 1 diketahui bersamaan antara
bahwa pengetahuan variabel
ibu tentang demam di pengetahuan dan
Puskesmas Depok I perilaku. Penelitian
Sleman Yogyakarta dilakukan pada
sebagian besar dalam tanggal 29 April –
kategori baik yaitu 10 Mei 2016
sebanyak 40 ibu dengan teknik
(80%). Hasil pengambilan
penelitian didukung sampel accidental
oleh penelitian yang sampling yaitu
dilakukan oleh Izah, dengan mengambil
tahun (2013) tentang responden yang
hubungan kebetulan ada atau
pengetahuan ibu tersedia ditempat
dengan perilaku penelitian, dengan
pencegahan Demam jumlah sampel
Berdarah Dengue di sebanyak 50
Kelurahan responden.
Sendangmulyo tahun Instrumen
2013, bahwa sebagian pengukuran yang
besar tingkat digunakan adalah
pengetahuan ibu kuesioner dengan
tentang pencegahan memberikan
Demam Berdarah pertanyaan kepada
Dengue dalam responden dan
kategori baik yaitu dianalisis
sebanyak 36 ibu menggunakan uji
(52,8%). Menurut statistik yaitu
Andrew E. Sikula dengan Spearman
dalam Mangkunegara Rank..
(2003), tingkat
pendidikan adalah
suatu proses jangka
panjang,
menggunakan
prosedur sistematis
dan terorganisir,
mempelajari
pengetahuan
konseptual dan
teoritis untuk tujuan-
tujuan umum.
Menurut UU
SISDIKNAS No. 20
(2003), indikator
tingkat pendidikan
terdiri dari jenjang
pendidikan. Jenjang
pendidikan terdiri dari
pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi.
Jenjang pendidikan
dasar adalah jenjang
pendidikan awal
selama 9 (sembilan)
tahun pertama masa
sekolah anak-anak
yang melandasi
jenjang pendidikan
menengah.
Pendidikan menengah
adalah jenjang
pendidikan lanjutan
pendidikan dasar.
Pendidikan tinggi
adalah jenjang
pendidikan setelah
pendidikan menengah
yang mencakup
program sarjana,
magister, doktor, dan
spesialis yang
diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
2. ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.4 Penelitian ini Penelitian ini
APRIL, 2019 https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum mendapatkan 38 menggunakan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN subjek (33,9%) dari rancangan
DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM total sampel penelitian cross-
BERULANG PADA ANAK DI RSUP SANGLAH penelitian mengalami sectional dan
DENPASAR Made Sebastian Dwi Putra Hardika1 , kejang demam dilakukan di
Dewi Sutriani Mahalini2 1Program Studi Pendidikan berulang. Hasil Bagian Ilmu
Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana analisis multivariat Kesehatan Anak
2Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas menunjukkan bahwa RSUP Sanglah
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah usia saat kejang Denpasar dengan
Denpasar Email : putra_hardika@hotmail.com demam pertama menggunakan
merupakan faktor pendekatan
yang berhubungan retrospektif
dengan kejadian berdasarkan data
kejang demam dari buku register
berulang. Usia anak dan rekam medis
12 bulan saat kejang pasien kejang
demam pertama. demam pada bulan
Sekitar sepertiga dari Januari 2014-Juni
kasus kejang demam 2015. Penelitian ini
akan mengalami dilakukan pada
minimal satu kali bulan April-
kejadian kejang September 2015.
demam Populasi target dari
berulang.2,8,10 penelitian ini
Beberapa penelitian adalah seluruh
sebelumnya pasien kejang
melaporkan tingkat demam di Bali
berulangnya kejadian dengan populasi
kejang demam terjangkau, yaitu
berkisar antara 20,9- semua pasien
65%.4,7,11,12 kejang demam di
Dengan bertambahnya RSUP Sanglah
usia anak akan Denpasar selama
terdapat penurunan Januari 2014-Juni
risiko untuk 2015. Kriteria
terjadinya kejadian inklusi adalah
kejang demam semua pasien
berulang.4 Hal ini kejang demam
terkait dengan berusia 6- 60 bulan
kecenderungan anak di RSUP Sanglah
berusia lebih muda Denpasar. Pasien
memiliki tingkat dieksklusi bila
maturasi otak yang terdapat gangguan
belum sepenuhnya perkembangan
sempurna sehingga otak, didapatkan
berdampak pada infeksi SSP,
peningkatan kejadian penggunaan anti
kejang demam konvulsan jangka
berulang.7,8,12 panjang, serta
Kejadian kejang faktor yang diteliti
demam lebih banyak tidak tercantum
terjadi pada laki-laki, pada data rekam
namun tidak medis.
didapatkan perbedaan Pengambilan
yang bermakna sampel
terhadap kejadian menggunakan
kejang demam teknik total
berulang menurut sampling dimana
jenis kelamin. dari keseluruhan
Penelitian yang populasi terjangkau
dilakukan Dewanti sebanyak 162 anak,
dkk.7 , Reza dkk.8 , dengan 112 subjek
dan Jeong dkk.13 juga memenuhi kriteria
menunjukkan hal inklusi dan
yang sama. Insiden eksklusi penelitian
kejadian kejang ini. Variabel yang
demam dilaporkan diteliti antara lain
lebih tinggi pada anak kejang demam
laki-laki dikarenakan berulang, usia saat
proses maturasi sel kejang demam
termasuk sel saraf pertama, jenis
lebih cepat terjadi kelamin, suhu saat
pada anak perempuan. kejang, tipe kejang,
7 Rata-rata suhu saat durasi kejang, berat
kejang pada subjek lahir, riwayat
dengan kejang demam asfiksia saat lahir,
berulang yaitu lingkar kepala,
38,4oC, yang berarti status gizi, riwayat
sebagian besar subjek keluarga, dan
dengan kejang demam klasifikasi kejang
berulang memiliki demam. Analisis
suhu saat kejang data meliputi
39oC. Anak dengan analisis univariat
riwayat kejang (deskriptif),
demam pada suhu analisis bivariat
yang lebih rendah (uji chi-square),
akan memiliki risiko serta analisis
rekurensi yang lebih multivariat (uji
besar dibandingkan regresi logistik).
dengan kejang demam Besarnya variabel
pada suhu yang lebih faktor yang
tinggi berhubungan
dengan kejadian
kejang demam
berulang,
dinyatakan sebagai
rasio prevalensi
(RP). Pengaruh
variabel tersebut
dianalisis secara
multivariat
menggunakan uji
regresi logistik
dengan interval
kepercayaan (IK)
95%. Data
dianalisis dengan
bantuan software
SPSS versi 16.0.

C. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kejang Demam


Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan,
berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh
infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa
sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya.1 Secara
umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS), yang
mencakup hampir 80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).2,3 Kejang demam
merupakan jenis kejang yang paling banyak terjadi pada anak, mengenai 2-5% anak
berusia 6 bulan sampai 5 tahun dengan puncak onset antara usia 18-22 bulan

B. Klasifikasi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Belum jelas,
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik. Berikut gejala Kejang demam.
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1.      Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
         Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
         Kejang umum tonik dan atau klonik
         Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
         Terjadi pada usia 6 bulan-4 tahun
         Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
         Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
         Tidak ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang
         Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
         Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak
menunjukkan adanya kelainan

2.      Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala


klinis sebagai berikut:
         Kejang lama, > 15 menit
         Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
         Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam1,2,7

C. Manifestasi klinik

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,


berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
         Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba)
         Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
         Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
         Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
         Lidah atau pipinya tergigit
         Gigi atau rahangnya terkatup rapat
         Inkontinensia (mengompol)
         Gangguan pernafasan
         Apneu (henti nafas)
         Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
         akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
         terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
         mengantuk
         linglung (sementara dan sifatnya ringan)

D. Penatatalaksanaan

Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
      Mengatasi kejang secepat mungkin
      Pengobatan penunjang
      Memberikan pengobatan rumat
      Mencari dan mengobati penyebab
      Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
      Pengobatan akut

E. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yg amat sangat pada para orangtua,
sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang. Kejang
demam simple tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau
kesulitan belajar, ataupun apilepsi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam. Kecil
kemungkinan epilepsy timbul setelah kejang demam.  Sekitar 2 – 4 % anak kejang
demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri.
Kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat mereka mengalami
demam. Namun begitu, antara 95 - 98% anak yg mengalami kejang demam simple tidak
menimbulkan epilepsy.
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam berulang.
Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali. Resiko
terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:
         pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
         jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit.
         Ada faktor turunan dari ayah-ibunya.
Namun begitu, factor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin
muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan
mengalami kejang berulang

F. PEMBAHASAN

1. Faktor Risiko Riwayat Kejang Keluarga Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Hasil analisis menunjukkan bahwa riwayat kejang keluarga merupakan faktor risiko terhadap kejadian
kejang demam pada anak. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,902 (1,922- 7,919), yang artinya
anak yang memiliki riwayat kejang keluarga berisiko 3,902 kali lebih besar untuk menderita kejang
demam. Penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di Makassar oleh Amalia dkk., pada
tahun 2013 yang mana riwayat kejang keluarga merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada
anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 7,04 yang artinya anak dengan riwayat kejang keluarga
mempunyai risiko 7,04 kali lebih besar untuk menderita kejang demam dibandingkan dengan anak
yang tidak memiliki riwayat kejang keluarga. [11] Pada penelitian ini, dari 51 kasus kejadian kejang
demam 31 diantaranya mempunyai riwayat kejang keluarga (risiko tinggi), dan dari 31 yang
mempunyai riwayat kejang keluarga berisiko tinggi, 98,0% mempunyai suhu tubuh yang berisiko
tinggi serta 25,5% mempunyai berat badan lahir risiko tinggi (BBLR). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 60,8% memiliki riwayat kejang keluarga
sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 71,6% tidak memiliki riwayat kejang keluarga.
Hal ini menggambarkan bahwa anak yang memiliki riwayat kejang keluarga berisiko lebih tinggi
untuk menderita kejang demam. Ini didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan di Amerika oleh
Hauser et. al (1985). [12] Penelitian ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan pewarisan kejang
demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%
2. Faktor Risiko Suhu Tubuh Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu tubuh merupakan faktor risiko terhadap kejadian kejang demam
pada anak. Hasil analisis Odds Ratio OR = 87,838 (11,650-662,283), hal ini berarti anak yang memiliki
Suhu Tubuh Tinggi ≥ 37,8°C berisiko 87,838 kali lebih besar untuk menderita kejang demam. Penelitian
ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di Makassar oleh Amalia dkk., pada tahun 2013 yang mana suhu
tubuh merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) untuk
suhu tubuh ≥ 37,8ºC adalah 42,3, yang artinya mempunyai risiko 42,3 kali lebih besar untuk menderita
kejang demam dibandingkan yang mempunyai suhu tubuh < 37,8ºC. [11] Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 98,0% memiliki suhu tubuh ≥ 37,8°C,
sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 63,7% memiliki suhu tubuh < 37,8°C. Hal ini
menggambarkan bahwa anak yang memiliki suhu tubuh ≥ 37,8°C berisiko lebih tinggi untuk menderita

kejang demam.
3. Faktor Risiko BBLR Terhadap Kejadian Kejang Demam Pada Anak.
Bayi dengan berat lahir rendah yaitu bayi lahir kurang dari 2500 gram. Risiko terjadinya kejang
demam pada bayi berat lahir kurang dari 2500 gram sebesar 3,4% dan bayi berat lahir diatas 2500
berisiko 2,3%. BBLR merupakan salah satu variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil analisis
Odds Ratio (OR) dengan Confidence Interval (CI) 95% diperoleh nilai OR = 2,830 (1,165- 6,876), hal
ini berarti anak yang mengalami BBLR berisiko 2,830 kali lebih besar untuk menderita kejang demam
dibandingkan anak yang tidak mengalami BBLR. Karena OR > 1, maka BBLR merupakan faktor
risiko terhadap kejadian kejang demam. Penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilakukan di
Makassar oleh Amalia dkk., pada tahun 2013 yang mana BBLR merupakan faktor risiko kejadian
kejang demam pada anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) untuk BBLR < 2500 gram ialah 1,136 yang
artinya mempunyai risiko 1,136 kali lebih besar untuk menderita kejang demam dibandingkan yang
memiliki berat badan lahir ≥ 2500 gram. [11] Pada penelitian ini, dari 51 kasus kejadian kejang demam
13 diantaranya menderita BBLR (risiko tinggi), dan dari 13 yang menderita BBLR, 60,8% mempunyai
riwayat kejang kelurga (risiko tinggi) serta 98,0% mempunyai suhu tubuh risiko tinggi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam 25,5% memiliki BBL < 2500
gram, sedangkan anak yang tidak menderita kejang demam 89,2% memiliki BBL ≥ 2500 gram. Hal ini
menggambarkan bahwa anak yang memiliki BBL < 2500 gram berisiko lebih tinggi untuk mendertita
kejang demam
BAB IV
STANDAR OPERASIONAL

1.     TUJUAN
Prosedur ini bertujuan sebagai acuan penanganan pelanggan dengan kejang demam di
Ruang Pemeriksaan Umum di UPTD Puskesmas Ngasem.
2.     RUANG LINGKUP
Tindakan mulai dari pembebasan jalan napas, pemberian obat-obatan anti kejang
sampai dengan pencatatan ke dalam rekam medis dan register harian Ruang
Pemeriksaan Umum
3.     KRITERIA PENCAPAIAN
Semua pelanggan dengan kejang demam tertangani 100% sesuai dengan prosedur
Penanganan Kejang Demam
4.     DEFINISI
 Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan
oleh proses ekstrakranial
5.     URAIAN UMUM
5.1.      Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah
spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi
jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.
5.2.      Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan dan
menyingkirkan hawa panas.
5.3.      Ekstrakranial adalah  di luar rongga tengkorak
6.     PERALATAN
6.1  Alat :
       6.1.1  Tongue Spatel
       6.1.2  Infus Set
6.2  Bahan :
       6.2.1  Obat-obatan
7.     ALUR PROSES
1 Petugas membebaskan jalan Medis & Paramedis
napas
2 Petugas meletakkan tongue spatel Medis & Paramedis
antara kedua rahang supaya lidah
tidak tergigit
3 Petugas melonggarkan pakaian Medis & Paramedis
pelanggan kejang demam
4 Petugas menempatkan pelanggan Medis & Paramedis
pada posisi supine (terlentang-
miring)
5 Petugas memberikan oksigen Medis & Paramedis
6 Petugas memasang infus Medis & Paramedis
7 Petugas memberikan obat-obatan Medis & Paramedis
anti kejang :
a.     BB < 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal
2,5 mg atau stesolit supposutoria 5
mg
b.    BB > 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal
7,5 mg atau
stesolit suppustoria 10 mg
c.     Bila dalam 20 menit tidak berhenti
dapat diulangi dengan dosis yang
sama dan bila dalam 20 menit tidak
juga berhenti, ulangi dosis yang
sama tetapi im
8 Jika tidak ada diazepam dapat Medis & Paramedis
diberikan fenobarbital (luminal)
im/iv dengan dosis :
a.     Usia < 1 thn : 50 mg, dalam 15
menit tidak berhenti ulangi dengan
dosis 30 mg
b.    Usia > 1 thn : 75 mg, dalam 15
menit tidak berhenti ulangi dengan
dosis 50 mg
9 Petugas menurunkan panas dengan Medis & Paramedis
kompres air hangat, dan berikan
parasetamol 10-15 mg/kgBB tiap 4-6
jam atau ibuproven 5-10 mg/kgBB
tiap 4-6 jam
1 Petugas memberikan antibiotika Medis & Paramedis
0
1 Petugas melakukan pencatatan ke Medis & Paramedis
1 dalam rekam medis dan buku
register harian rawat jalan Ruang
Pemeriksaan Umum
8.     DIAGRAM ALIR
9.     REFERENSI
9.1.   Buku Pedoman Mutu UPTD Puskesmas ngasemTahun 2013
9.2  Standard Puskesmas, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, Dinkes Provinsi JATIM, 2013.
9.3  ISO 9001:2008 klausul 7.5.1 tentang pengendalian produksi dan penyediaan jasa.
10.  DOKUMEN TERKAIT
10.1.   Rekam medis.
10.2.   Buku Register harian RPU
11.  RUANG TERKAIT.
11.1 Ruang Pemeriksaan Umum
11.2 Ruang KIA

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Infeksi
virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan yaitu:
memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan pengobatan
rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada
6 bulan pertama.
.

B. SARAN

Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih detail dan fokus lagi dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Saran yang membangun sangat kami perlukan dari para pembaca demi
kelancaran dan perbaikan dalam pembuatan makalah yang berikutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

1.   Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran  EGC.
2.   Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Ed.11.
2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3.   Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4.   Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of Family
Medicine and Community Health; 2008.
5.   Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2. 2009.
Jakarta: CV Sagung Seto
6.   Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2007.
7.   Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 24 Januari 2011.

Anda mungkin juga menyukai