Anda di halaman 1dari 33

Presentasi kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE II

Disusun oleh :

Retno Widyastuti, S.Ked 04054821618080

Pembimbing:
dr. Isnada, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DAERAH DR. H. M. RABAIN MUARA ENIM
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul


DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE II

Oleh :
Retno Widyastuti, S.Ked

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNSRI.

Muara Enim, Februari 2017


Pembimbing,

dr. Isnada, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat-Nya lah laporan kasus yang
berjudul “Demam Berdarah Dengue Grade II” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Isnada, Sp.A sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan dokter muda stase daerah di Muara Enim yang turut meluangkan
banyak waktu dalam membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan kasus
hingga laporan kasus ini selesai.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan
saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan kasus ini,
penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Muara Enim, Februari 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................5
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................7
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................24
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang
disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi,
disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan.
Demam berdarah dengue pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun
1953-1954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian besar
negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Insidensi demam berdarah dengue
meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan,
saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar orang memiliki resiko terkena demam dengue.
Mereka terutama tinggal di daerah perkotaan negara-negara tropis dan subtropis.
Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun,
dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Dari kasus di atas,
sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap tahunnya.
Di Indonesia, tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus demam dengue atau
71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia
(Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008). Dari total
kasus di atas, kasus DBD berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa.
Distribusi usia penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5
tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8%.
Tingginya kasus, terutama kematian akibat DBD di Indonesia tidak terlepas dari
kontrol dan pencegahan yang lemah oleh berbagai pihak, khususnya dari pemerintah dan
masyarakat. Kebanyakan dokter di Indonesia juga belum menerapkan standard
penanganan kasus DBD, sehingga jumlah kematian masih tinggi. Faktor penting lainnya
adalah belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani dengue.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : An. DH
Umur / Tanggal Lahir : 12 Tahun (01 Juli 2004)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegal Rego, Muara Enim
Berat Badan : 41 Kg
Tinggi Badan : 151 cm
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
No Rekam Medik : 1999919
MRS : 2 Februari 2017

B. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu penderita, 2 Februari 2017 pukul 13.00 WIB)
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Nyeri perut, muntah

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 4 hari SMRS, penderita demam, mendadak tinggi, terus menerus sepanjang hari,
menggigil (-). Penderita dibawa berobat ke dokter umum dan diberikan paracetamol, demam
turun tidak sampai normal, namun demam kembali tinggi. Muntah (+), frekuensi 4x,
banyaknya ±1/4 gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan diminum, tidak menyemprot.
Pasien juga mengeluh nyeri perut (+) terutama di ulu hati, mual (+), nyeri kepala (+), terasa
pegal pada lengan dan tungkai (+).
Sejak 2 hari SMRS, muncul bintik bintik merah pada lengan kiri dan kanan, tidak hilang
dengan peregangan, gatal (-), nyeri (-). Gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB berwarna
merah/hitam (-), BAK biasa. Pasien sedang menstruasi dan merasa menstruasinya lebih
banyak dari sebelumnya. Pasien dibawa ke RSUD DR. H.M. Rabain Muara Enim.

6
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat menderita DBD sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga dan Lingkungan sekitar


 Riwayat DBD pada anggota keluarga (+) yaitu adik penderita.

Riwayat Lingkungan Perumahan


Penderita tinggal di rumah yang berisi 5 orang dengan 3 kamar, satu ruang keluarga, dan
kamar mandi berada di dalam rumah. Dengan lingkungan sekitar cukup padat. Adanya
tempat penampungan air yang tidak tertutup atau genangan air di sekitar lingkungan tempat
tinggal tidak diketahui.
Kesan: riwayat lingkungan perumahan baik

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai wirastasta dengan gaji yang tidak tetap sekitar Rp 3 juta per
bulan. Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Ayah pasien menanggung 3 orang anak.
Kesan: riwayat sosial ekonomi menengah.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan
Perawatan Antenatal : rutin periksa ke bidan
Penyakit Kehamilan : mual muntah (-), tidak nafsu makan (-),
demam (-), konsumsi obat atau jamu saat
hamil (-), hipertensi (-), DM (-)
Kelahiran (lahir dari ibu G1P0A0)
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : spontan pervaginam
Masa gestasi : cukup bulan
Kondisi saat lahir:
 Berat badan lahir : 3000 gram
 Panjang badan lahir : 48 cm

7
 Lingkar kepala : ibu lupa
 Langsung menangis : ya
 Nilai APGAR : ibu tidak tahu
 Kelainan bawaan : tidak ada
 Inisiasi Menyusu Dini : tidak ada
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 48 cm.
Berat badan sekarang 41 Kg. Tinggi badan 151 cm.
Perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama : ibu lupa
Psikomotor
 Tengkurap dan berbalik sendiri : 2 bulan
 Duduk : 6 bulan
 Merangkak : 7 bulan
 Berdiri : 11 bulan
 Berjalan : 1 tahun
 Berbicara : 1 tahun 6 bulan
 Membaca : 6 tahun
Bahasa : baik
Saat ini penderita duduk di kelas 1 SMP, penderita selalu naik kelas, tidak
memiliki masalah pada nilai akademik. Penderita memiliki banyak teman dan memiliki
hubungnan baik dengan teman-temannya.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan baik.

Riwayat Makan
 ASI Eksklusif : ada
 ASI : 0 – 1 tahun
 Susu Formula : sejak usia 6 bulan
 Bubur susu : sejak usia 6 bulan

8
 Saat ini anak makan makanan rumah. Anak makan nasi 2-3 kali perhari. Dengan
lauk pauk:
o Ikan (sering) o Tahu (sering)
o Telur (sering) o Tempe (sering)
o Daging (jarang) o dll
o Sayur (jarang)

Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur Umur
HB0 Saat lahir
BCG 2 bulan Scar (+)
DPT 1 3 bulan DPT 2 4 bulan DPT 3 5 bulan 6 tahun
HEPATITIS 3 bulan HEPATITIS 4 bulan HEPATITIS 5 bulan -
B1 B2 B3
Hib 1 3 bulan Hib 2 4 bulan Hib 3 5 bulan -
POLIO 1 2 bulan POLIO 2 3 bulan POLIO 3 4 bulan -
CAMPAK 9 bulan POLIO 4 5 bulan 2 tahun, 6
tahun
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 02 Februari 2017
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 114 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 38,6°c
Data Antropometri
Berat Badan : 41 kg
Tinggi Badan : 151 cm

9
BB/U : Persentil 50%
TB/U : Persentil 50%
BB/TB : Persentil 50%
Kesan status gizi : gizi baik

10
Keadaan Spesifik
 Kepala
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+,konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), injeksi konjungtiva (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), rinore (-), epistaksis (-)
Telinga : Otore (-)
Mulut : mukosa bibir kering(-), lidah kotor (-), tremor lidah (-), faring hiperemis
(+), Tonsil T1-T1, tenang
Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : HR: 114 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat, nyeri tekan
epigastrium (+), shifting dullness (-)
- Perkusi : timpani
 Lipat paha : pembesaran KGB (-)
 Genitalia : tidak ada kelainan
 Ekstremitas : Tampak ptekie pada lengan kanan dan kiri. Akral hangat, CRT <3”,
Pemeriksaan Rumple Leed: (+)

11
D. DAFTAR MASALAH
1. Demam
2. Muntah
3. Nyeri perut, nyeri kepala
4. Ptekie pada lengan

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Berdarah Dengue Grade II
2. Demam Dengue
3. Demam Typoid

F. DIAGNOSIS KERJA
Demam Berdarah Dengue Grade II

G. TATALAKSANA
a) PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek darah rutin, Cek Widal
Cek Dengue Ig M dan Ig G

Laboratorium Darah (01-02-2017)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 13.8 11.3-14.1 g/dL
Lekosit 3.4 6.0-17.5 103/ul
Eritrosit 4.96 4.4-4.48 106/ul
Hematokrit 41.2 37-41 %
MCV 82.7 81-95 fL
MCH 27.7 25-29 pcg
MCHC 33.5 29-31 g/dL
Trombosit 100 217-497 .103/ul
Diff count
Basofil 1 0-1 %
Eosinofil 2 1-6 %
Netrofil 43
Limfosit 52 20-40 %
Monosit 2 2-8%

12
Imunologi
Widal
H 1/80
AH 1/80
Negatif
O 1/160
AO 1/160

Dengue IgM Negatif


Negatif
Dengue IgG Negatif

b) TERAPI
- MRS
- IVFD RL 6-7cc/KgBB/jam (246-280 cc/ jam)
- Paracetamol tablet 3 x 500 mg p.o
- Inj. Ondansetron 2 x 4 mg IV
- Edukasi
- Kurva suhu dan observasi tanda vital, balance cairan
- Rencana pemeriksaan lab : Ht, Trombosit, IgG dan IgM anti dengue

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

I. FOLLOW UP
Tanggal
3 Februari S : demam (-), muntah (+) 2 kali, nyeri A : DBD Grade II
2017 perut (+), nyeri otot (+)
(Demam P:
hari ke 5, O : Sens: CM, TD: 100/70 mmHg, N: - IVFD RL gtt xxx/menit
o
hari rawat 89x/m, RR: 22x/m, T: 36,6 C - PCT tablet 3 x 500 mg
ke 2) Kepala : - Inj. Ondansetron 2 x 4
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera mg IV
ikterik (-)
Hidung : NCH (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir kering (-) , gusi berdarah (-)
Thorax : simetris, retraksi (-),

13
Cor : BJ I dan II N, bising jantung(-)
Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : cembung, lemas, H/L tidak
teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat, ptekie (+)

4 Februari S : demam (-), muntah (-), nyeri perut (+), A : DBD Grade II
2017 nyeri otot (+)
(Demam P:
hari ke 6, O : Sens: CM, TD: 100/70 mmHg, N: - IVFD RL gtt xxx/menit
o
hari rawat 89x/m, RR: 22x/m, T: 36,6 C - PCT tablet 3 x 500 mg
ke 3) Kepala : - Inj. Ondansetron 2 x 4
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera mg IV
ikterik (-)
Hidung : NCH (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir kering (-) , gusi berdarah (-) Hasil Lab
Thorax : simetris, retraksi (-), Ht : 40%
Cor : BJ I dan II N, bising jantung(-)
Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : cembung, lemas, H/L tidak
teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat, ptekie (+)

5 Februari S : demam (-), muntah (-), nyeri perut (-), A : DBD Grade II
2017 nyeri otot (-)
(Demam P:
hari ke 7, O : Sens: CM, TD: 120/80 mmHg, N: - IVFD RL gtt xxx/menit
o
hari rawat 92x/m, RR: 22x/m, T: 36,5 C - PCT tablet 3 x 500 mg
ke 4) Kepala : bila T>38.5
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera - Inj. Ondansetron 2 x 4
ikterik (-) mg IV bila perlu
Hidung : NCH (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir kering (-) , gusi berdarah (-) Hasil Lab
Thorax : simetris, retraksi (-), Ht : 39%
Cor : BJ I dan II N, bising jantung(-) Trombosit : 149.000
Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : cembung, lemas, H/L tidak
teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat, ptekie (+)

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Infeksi dengue disertai dengan adanya bukti plasma leakage bertendensi
menimbulkan renjatan dan kematian. Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie,ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia

3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyakit DBD cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya
dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah DBD di Surabaya dengan
jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ). Selanjutnya penyakit DBD
ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai puncak
klimaksnya pada tahun 1988.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, terdapat 50.131
kasus DBD dengan jumlah kematian 743 orang. Di Sumatera Selatan jumlah kasus DBD
setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Data Dinas Kesehatan Sumatera
Selatan menyatakan tahun 2008 terdapat 2360 kasus DBD dengan kematian 10 orang.
Pada tahun 2009 dan 2010 berturut-turut jumlah kasus DBD sebanyak 1.854 kasus
dengan 6 kematian dan 990 kasus dengan 3 kematian dan sebagian besar atau sekitar 70%
penderita DBD berasal dari kalangan anak-anak.

15
Gambar 1. Distribusi Dengue di dunia tahun 2000.
3.3 Etiologi
Dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah suatu
arbovirus yang termasuk ke dalam genus Flavivirus. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe
yaitu: Dengue 1 (DEN-1), Dengue 2 (DEN-2), Dengue 3 (DEN-3), dan Dengue 4 (DEN-
4). Infeksi oleh salah satu serotipe tersebut tidak menimbulkan kekebalan protektif silang,
artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1, maka di kemudian hari mungkin
saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe lainnya, sehingga orang-orang yang
tinggal di daerah endemis dengue, bisa menderita keempat jenis infeksi dengue.

3.4 Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus masuk
ke dalam tubuh manusia melalui liur nyamuk lalu berkembangbiak di dalam organ target,
misalnya kelenjar getah bening dan hati. Virus dilepaskan dari organ tersebut dan melalui
darah menyebar untuk menginfeksi sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya.
Virus dilepaskan dari sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya dan beredar di
dalam darah.

16
Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk
menelan darah yang mengandung virus lalu berkembangbiak di dalam usus, indung telur,
jaringan saraf dan lemak tubuh nyamuk; kemudian virus masuk ke dalam rongga tubuh
dan menginfeksi kelenjar liur nyamuk.
Pada kebanyakan kasus, demam dengue akan sembuh dengan sendirinya dan
tidak pernah berkembang menjadi DBD. Beberapa faktor resiko yang berperan dalam
berkembangnya demam dengue menjadi DBD adalah:
1. Jenis dan serotipe virus (DBD bisa terjadi pada infeksi primer oleh virus serotipe
tertentu)
2. Adanya antibodi anti-dengue akibat infeksi sebelumnya atau akibat berpindahnya
antibodi dari ibu ke janin yang dikandungnya
3. Faktor genetik (misalnya faktor ras tampaknya berperan karena berdasarkan data, di
Kuba DBD lebih banyak ditemukan pada orang kulit putih)
4. Usia (di Asia Tenggara, DBD lebih banyak menyerang anak-anak, sedangkan di
Amerika DBD bisa menyerang semua kelompok umur)
5. Resiko yang lebih tinggi pada infeksi sekunder dan berada lokasi dimana lebih dari 2
serotipe virus beredar secara bersamaan pada kadar yang tinggi

3.5 Patogenesis
Teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.
Hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory)
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977, sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik
pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan
titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.

17
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular (peningkatan kadar hematokrit, dan
terdapatnya cairan dalam rongga serosa) dan dapat menimbulkan syok.

Gambar 2. Patogenesis terjadinya syok pada DBD berdasarkan hipotesis infeksi sekunder heterolog
dengue
Kompleks antigen-antibodi juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel. Kedua faktor tersebut
akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal
ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES dan terjadi trombositopenia.

Hipotesis immune enhancement


Hipotesis menjelaskan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi
kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

18
Gambar 3. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD berdasarkan hipotesis infeksi sekunder heterolog
dengue

3.6 Manifestasi Klinis


Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat menyebabkan
keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan
yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang
lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

19
Demam Dengue
Gejala klasik demam dengue ialah demam tinggi mendadak, kadang bifasik (saddle back
fever), nyeri kepala, nyeri retroorbita, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya
ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian
menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7
terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil
pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada
penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma.

Demam Berdarah Dengue (DBD)


Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering
ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dan ditemukan faring hiperemis.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan
yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan. Kebanyakan kasus, ptekie ditemukan di ekstremitas, aksila,
wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan
sebelum terjadi penurunan suhu. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam.

Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20
mmHg dan hipotensi. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat
menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat
saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Penyulit lain dari SSD adalah infeksi
(pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi
virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.

20
3.7 Diagnosis
1. Secara Laboratoris
a. Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi
perdarahan, leukopenia, uji IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah
yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.
b. Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut; deteksi antigen
dengue, peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan serum akut dan serum
konvalesens, dan atau isolasi virus.

2. Secara klinis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

21
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
 Peningkatan Ht >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin
 Penurunan Ht >20% setelah mendapat terapi cairan, dari Ht sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:


 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
 Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan
 Derajat 3: nadi cepat dan lemah, TD menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
 Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
 DSS: Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti kegagalan sirkulasi
berupa tekanan nadi sempit < 20 mmHg atau hipotensi untuk usia itu, kulit yang
dingin dan lembab serta anak gelisah. (Derajat III dan IV)

Gambar 6. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO 1997)

22
3.8 Penatalaksanaan
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan tirah baring, kompres hangat diberikan apabila diperlukan, pemberian
parasetamol, pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari, monitor suhu, jumlah trombosit
dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun karena sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu,
orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau
terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila
disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus
segera dibawa segera ke rumah sakit.

Demam Berdarah Dengue


Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Rasa haus dan keadaan
dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit.
Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya.
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase
kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala
merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan

23
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan
darah dan tekanan nadi. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam
isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan
sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/p1. Secara
umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C
dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.

Tatalaksana DBD Derajat I dan II

24
Tatalaksana DBD Derajat III

Tatalaksana DBD Derajat IV

Sindrom Syok Dengue


Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang berguna untuk
memperbaiki kekurangan volume plasma. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur
dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam
selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

25
Indikasi rawat
 Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau lebih sangat
dianjurkan untuk dirawat.
 Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau makan atau
muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat dan trombosit
cenderung turun harus dirawat.
 Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan status
mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki tangan dingin, tekanan darah
menurun , oligouria harus dirawat.
 Seluruh derajat II, III, IV

Penggantian Volume Plasma


Dasar pengobatan syok adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-
hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok
mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus
selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran
plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah
5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
rnungkin diberikan minum per oral.
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang
intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)
maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah
didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

26
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan
relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek
alergi yang minimal.
Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah.
Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan
kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang
menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari
kemungkinan reaksi anafilaktik. Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki
beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi
volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di
ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang
mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan
biaya yang lebih besar.

Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
 Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 30 menit atau
lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
 Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien
stabil.
 Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah,
dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
 Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Cairan intravena dapat dihentikan
apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg
BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada
umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi.

27
Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi
kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat,
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis,
kadar ureum dan kreatinin tetap dilakukan.

Tindak Lanjut
Pengamatan rutin
 DSS: Tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht, trombosit
setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.
 Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.
 Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan BT. Bila
CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran darah tepi.
 Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi dan
edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan gambaran
darah tepi bila curiga DIC.
 Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita yang dirawat,
tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam periksa ureum dan kretinin.
 Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik.
 Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau surat secara
mingguan.

Indikasi pulang
Keadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.
Keadaan umum baik ditandai dengan:

Nafsu makan membaik,

Keadaan klinis penderita membaik,

Tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik,

Tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi

Hematokrit stabil

Trombosit >50.000 mm3

28
3.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh DBD adalah sebagai berikut:
perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, efusi pleura, dan
kematian.

3.10 Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka kematian
DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD yang akan
berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit diramalkan, sehingga
harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

An. DH, perempuan, 12 tahun dibawa berobat ke RSUD Dr. HM Rabain dengan
keluhan demam tinggi. Sejak 4 hari SMRS, penderita demam, mendadak tinggi, terus
menerus, tidak ada menggigil. Penderita dibawa berobat ke dokter umum dan diberikan
obat paracetamol sirup, demam turun tidak sampai normal, namun kembali tinggi.
Muntah ada dengan frekuensi 4x, banyaknya ±1/4 gelas belimbing, isi apa yang dimakan
dan diminum, muntah tidak menyemprot. Pasien juga mengeluh nyeri perut terutama di
ulu hati, mual, nyeri kepala, dan terasa pegal pada lengan dan tungkai. Sejak 2 hari
SMRS, muncul bintik bintik merah pada lengan kiri dan kanan, tidak hilang dengan
peregangan, tidak gatal (-) dan tidak nyeri. Tidak ada gusi berdarah, mimisan, atau BAB
berwarna merah/hitam. BAK seperti biasa. Pasien sedang menstruasi dan merasa
menstruasinya lebih banyak dari sebelumnya. Riwayat anggota keluarga dengan gejala
yang sama ada, yaitu adik pasien, yang juga mengalami demam tinggi dan timbul bintik
bintik merah pada lengan dan tungkai.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami demam 4 hari. Demam mendadak
tinggi dan bersifat terus menerus. Demam dengan sifat demikian sering muncul pada
infeksi dengue ataupun demam typoid, walaupun pada demam typoid demam cenderung
lebih berat pada sore dan malam hari, dan membaik pada saat pagi hari. Pasien juga
mengeluhkan adanya gejala sistemik berupa muntah, nyeri perut dan nyeri otot. Pasien
juga mengeluhkan terdapat ptekie pada lengan. Ptekie merupakan salah satu tanda
perdarahan yang sering muncul pada demam berdarah dengue. Pada pasien juga terdapat
mentromenoragia. Selain itu juga dicari kemungkinan perdarahan seperti mimisan, gusi
berdarah, BAB merah atau BAK merah, dan pada pasien tidak ditemukan gejala tersebut.
Dari anamnesis, terdapat kecenderungan kemungkinan diagnosis penyakit yang
dialami oleh pasien adalah demam dengue, DBD, dan demam tifoid. Dari uraian di atas,
kecurigaan diagnosis yang mengarah pada demam berdarah dengue, namun harus
dibuktikan terlebih dahulu dari pemeriksaan fisik dan penunjang seperti laboratorium.

30
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
dengan tanda vital dalam batas normal, kecuali suhu 38,6 oC. Pada keadaan spesifik
ditemukan bintik bintik merah pada lengan kanan dan kiri, ukuran <2mm, tidak
menghilang dengan peregangan. Dilakukan test Rumple leed dan didapatkan hasil positif.
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, imunologi dengue
IgM dan IgG, dan test Widal.
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda presyok maupun syok. Tekanan darah
110/70 mmHg masih dalam batas normal, dan tidak ada penyempitan tekanan nadi, juga
tidak didapatkan akral dingin. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 14,8
g/dl, Ht 41,2 vol % Trombosit 100.000/mm 3, yang memenuhi kriteria WHO untuk
menegakkan diagnosis demam berdarah, yaitu:
1. Demam/riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
 Peningkatan Ht >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
 Penurunan Ht >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Karena telah memenuhi kriteria WHO seperti di atas, maka diagnosa DBD telah
dapat ditegakkan. Berdasarkan kategorinya, pasien termasuk dalam DBD grade II karena
didapatkan prdarahan spontan berupa ptekie dan tidak didapatkan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi.
Pasien datang pada saat demam hari ke 4 dan belum mengalami penurunan suhu.
Pasien juga mengalami tanda bahaya berupa nyeri perut, muntah, dan lemas, serta
kemungkinan akan masuk pada fase kritis pada keesokan harinya (demam hari ke 5-6)
sehingga pasien diindikasikan untuk dirawat. Pasien diberikan cairan pengganti,
pengobatan simptomatik dan monitoring. Penggantian cairan dengan cairan kristaloid
IVFD RL 6-7 cc/kgBB/jam (2460-280 cc/jam). Untuk menurunkan demam, diberikan

31
paracetamol tablet 500 mg tiap 8 jam. Untuk mengurangi gejala muntah diberikan injeksi
ondansetron 4 mg tiap 12 jam. Kemudian dilakukan evaluasi tanda vital (kurva suhu dan
observasi tanda vital), tanda perdarahan, diuresis, serta dilakukan rencana pemeriksaan
lab yaitu: Hb, Ht, Trombosit, IgG dan IgM anti dengue (pantau nilai Hb, Ht, dan
trombosis).
Pada demam hari ke-5 pasien dipantau dan diobservasi tanda-tanda plasma
leakage berupa efusi pleura, asites, hipotensi, dan oligouria. Cairan pengganti dikurangi
menjadi 3cc/KgBB/jam. Tetap dilakukan monitoring terhadap tanda vital, tanda bahaya
yang mungkin muncul, serta diuresis.
Prognosis pada kasus ini prognosisnya baik karena syok dapat dicegah sehingga
tidak terjadi komplikasi berat pada pasien ini. Pasien dipulangkan setelah tidak terdapat
demam 1 x 24 jam tanpa pemberian antipiretik. Trombosit >100.000, tidak terdapat tanda
bahaya, dan telah melewati fase kritis.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Alan R. Diagnosis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sri R, Hindra I,


editor. Naskah Lengkap Demam Berdarah Dengue. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2004.
hal. 73-79
2. Sri R, Soegeng S, dkk. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada
anak. Dalam: Sri R, Hindra I, editor. Naskah Lengkap Demam Berdarah Dengue. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI, 2004. hal. 80-135
3. Infeksi Virus Dengue. Dalam: Sumarno S, dkk, editor. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi II. Jakarta; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. hal. 155-181
4. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta; Pusat
Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. hal. 1709-1713
5. Tatty E. Pengelolaan Syok pada Demam Berdarah Dengue Anak. Dalam: Sutarjo, Pudjo
H, Sri M, editor. Tatalaksana Syok dan Perdarahan pada Demam Berdarah Dengue.
Yogyakarta; Medika Fakultas Kedokteran UGM, 2004. hal. 75-86.
6. Demam Berdarah Dengue/DBD (DHF/DSS). Dalam: Standar Pelaksanaan Ilmu
Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. Palembang, 2008. hal 5-12
7. Yulia Iriani. Tata laksana Syok pada Demam Berdarah Dengue; Bahan Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya; Palembang, 2008.

33

Anda mungkin juga menyukai